reklamasi indonesia

21
1 BAB I REKLAMASI RAWA 1.1 Umum Sumber daya alam (SDA) Indonesia sangatlah melimpah, namun saat ini secara keseluruhan belum dimanfaatkan maksimal untuk kebutuhan masyarakat. Banyak cara memanfaatkan SDA, salah satunya dengan reklamasi, suatu usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. 1.1.1Rawa Indonesia Luas lahan rawa di Indonesia tercatat ± 33,4 juta ha yang terdiri dari rawa pasang surut seluas ± 20,1 juta ha dan rawa non pasang surut seluas ± 13,3 juta ha yang tersebar di berbagai pulau, mayoritas di Pulau: Sumatra, Kalimantan , dan Irian Jaya. Dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan lahan baik untuk pemukiman maupun untuk industri, maka melalui pengembangan rawa yang tepat dan bijaksana akan memberikan kontribusi yang besar terhadap tuntutan tersebut. Pengembangan perencanan rawa secara resmi sudah dilandasi keputusan Pemerintah pada tahun 1969 dengan program Pelita. Dengan mengkaji kondisi serta potensi rawa yang akan direklamasi menjadi persawahan.

Upload: kukuh-prasetyo-pangudi-utomo

Post on 25-Jul-2015

477 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Perekembangan Reklamasi

TRANSCRIPT

Page 1: Reklamasi Indonesia

1

BAB I

REKLAMASI RAWA

1.1 Umum

Sumber daya alam (SDA) Indonesia sangatlah melimpah, namun saat ini secara

keseluruhan belum dimanfaatkan maksimal untuk kebutuhan masyarakat. Banyak cara

memanfaatkan SDA, salah satunya dengan reklamasi, suatu usaha memanfaatkan

kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi

lahan berguna dengan cara dikeringkan.

1.1.1 Rawa Indonesia

Luas lahan rawa di Indonesia tercatat ± 33,4 juta ha yang terdiri dari rawa

pasang surut seluas ± 20,1 juta ha dan rawa non pasang surut seluas ± 13,3 juta ha yang

tersebar di berbagai pulau, mayoritas di Pulau: Sumatra, Kalimantan , dan Irian Jaya.

Dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan lahan baik untuk pemukiman maupun

untuk industri, maka melalui pengembangan rawa yang tepat dan bijaksana akan

memberikan kontribusi yang besar terhadap tuntutan tersebut. Pengembangan

perencanan rawa secara resmi sudah dilandasi keputusan Pemerintah pada tahun 1969

dengan program Pelita. Dengan mengkaji kondisi serta potensi rawa yang akan

direklamasi menjadi persawahan.

1.1.2 Sektor Pertanian

Indonesia sebagai negara agraris, sebagian mengandalkan sektor pertanian

menjadi tumpuan hidup bagi sebagian penduduk Indonesia. Indonesia sepatutnya

mampu mandiri dalam hal kebutuhan pangan dalam negeri. Namun dalam

kenyataannya bangsa ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam

negeri. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk yang belum

diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian.

Kesenjangan ini jika terus dibiarkan akan meningkatkan jumlah impor bahan

pangan yang semakin besar dan bangsa Indonesia semakin tergantung pada negara

Page 2: Reklamasi Indonesia

2

asing. Peningkatan sektor pertanian memiliki dua metode, yaitu intesifikasi dan

ekstensifikasi. Umumnya pada di negara berkembang dan maju menggunakan

intesifikasi, Intensifikasi pertanian pada hakekatnya adalah menjadikan lahan pertanian

yang sudah ada menjadi lebih intensif. Langkah ini mampu meningkatakan jumlah

produksi pertanian, namun mengingat laju pertumbuhan penduduk yang terus

meningkat dan jika tidak diimbangi dengan langkah ekstensifikasi lahan, maka

persediaan bahan pangan yang ada masih belum mampu mencukupi kebutuhan bahan

pangan dalam negeri.

Langkah yang ditempuh untuk memecahkan masalah tersebut adalah

ekstensifikasi pertanian. Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan merubah suatu

ekosistem (rawa atau hutan) menjadi ekosistem baru (lahan pertanian, pemukiman ,

industri). Dengan alasan di atas dan semakin terbatasnya persediaan pangan,

pemerintah mengembangkan daerah rawa sebagai lahan pertanian.

1.2 Konsep Reklamasi rawa

Reklamasi lahan rawa adalah suatu upaya pemanfaatan, perbaikan dan peningkatan

kualitas kesuburan lahan pertanian melalui penerapan teknologi dan pemberdayaan

masyarakat tani serta melalui perbaikan prasarana dan sarana produksi di kawasan

tersebut sehingga meningkatkan luas areal tanam dan produktivitas lahan. Kegiatan

reklamasi lahan meliputi beberapa kegiatan antara lain adalah reklamasi lahan sawah

berkadar bahan organik rendah, reklamasi lahan kering berkadar bahan organik.

Tujuan kegiatan reklamasi lahan dimaksudkan untuk memperbaiki ekosistem lahan

melalui perbaikan kesuburan tanah dan penyediaan sarana produksi dalam rangka Tujuan

kegiatan reklamasi lahan dimaksudkan untuk memperbaiki ekosistem lahan melalui

perbaikan kesuburan tanah dan penyediaan sarana produksi dalam rangka. (pedoman

teknik reklamasi Kementerian Pertanian).

1.3 Prinsip Reklamasi Rawa

Prinsip dasar reklamasi rawa bisa dilihat dari pengertiannya sebagai suatu upaya

meningkatkan fungsi dan pemanfaatannya untuk kepentingan masyarakat luas terutama yang

bermukim didaerah sekitar.

Page 3: Reklamasi Indonesia

3

a. Kegiatan reklamasi harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh (“holistic”) dari kegiatan

penambangan.

b. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses

penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan.

Secara umum reklamasi digunakan untuk usaha pembukaan lahan, hal ini bermaksud:

Meningkatkan produksi pangan

Meratakan penyebaran penduduk (transmigrasi)

Mempercepat pembangunan daerah

Mendukung Hankamnas

1.4 Prosedur Reklamasi Rawa

Berikut langkah-langkah dalam perencanaan reklamasi rawa:

1. Membuat sistem jaringan drainasi sesuai dengan kondisi topografi daerah studi.

2. Melakukan uji abnormalitas data,

Uji abnormalitas data dilakukan dengan melakukan uji outlier untuk memastikan

apakah semua data yang didapat berada pada batas yang bisa ditoleransi.

3. Melakukan uji konsistensi data, metode yang digunakan adalah RAPS (Rescaled

Adjusted Partial Sums). Tujuan dari uji ini adalah untuk menetahui tingkat

konsistensi dari data yang diperoleh, karena tidak semua data mengandung ketelitian

dan keakurasian.

4. Menghitung curah hujan rancangan dengan menggunakan metode log pearson type III

dengan kala ulang yang telah ditentukan, metode ini dipilih dengan pertimbangan

bahawa cara ini lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data.

5. Menguji kesesuaian distribusi yang telah dilakukan untuk menentukan curah hujan

rancangan maksimum. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi

log pearson tipe III yang telah digunkan telah memenuhi kesesuaian distribusi.

Pengujian dilakukan dengan uji smirnov kolmogorof dan uji chi-kuadrat. Apabila

curah hujan rerarata maksimum daerah tidak memenuhi uji tersebut, maka

digunakan distribusi frekuensi yang lain.

6. Perhitungan curah hujan efektif lahan,

Page 4: Reklamasi Indonesia

4

Metode yang digunakan adalah standar perencanaan irigai (PU) yang umum

digunakan.

7. Perhitungan evapotranpirasi potensial dari lahan studi,

Perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan metode Penman. Metode ini

dipilih karena dalam parameter yang dibutuhkan lebih detail sehingga hasil yang

dikelurkan nantinya lebih mendekati kenyataan di lapangan. Selain itu, metode ini

telah umum digunakan dalam perhitungan evapotranspirasi potensial.

8. Penetapan pola tata tanam yang berkaitan erat dengan pengelolaan air di lahan.

Sehingga kebutuhan air tanaman tidak melebihi kapasitas yang tersedia,

9. Menghitung besarnya drain module,

Perhitungan ini dilakukan unuk mendapatkan besarnya debit yang harus dibuang dari

lahan di lokasi studi. Dalam studi ini debit buangan yang terjadi hanya dipengaruhi

besarnya curah hujan yang turun di lokasi studi.

10. Menghitung besarnya debit drainasi.

11. Merencanakan dimensi saluran,

Perhitungan dimensi saluran digunakan untuk mendapatkan dimensi yang sesuai

dengan besarnya debit yang harus dibuang dari lokasi studi

12. Menganalisa sifat fisik tanah yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam

perencanaan dimensi saluran. Dalam hal ini digunakan untuk merencanakan

kemiringan talud.

13. Pola operasi pintu skot balok,

Pada saluran rencana nantinya akan diberikan perlakuan khusus. Hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui profil muka air yang ditimbulakan akibat adanya

pintu skot balok

14. Pemrosesan data-data hidrolika dengan perangkat lunak (software)

Perangkat lunak ini digunakan untuk mengetahui kondisi profil aliran jika diberi

perlakuan-perlakuan terentu (pola operasi pintu)

Page 5: Reklamasi Indonesia

5

1.5 Prosedur untuk Merencanakan Pengembangan Daerah Rawa

Prinsip dasar pemeliharaan dan pengembangan rawa adalah mempergunakan

teknologi sederhana dan biaya murah dengan pembuatan saluran drainasi terbuka, yang bisa

difungsikan sebagai sumber air kebutuhan masyarakat.

Gambar 1. Reklamasi rawa gambut.

1.5.1 Tahapan Pengembangan Daerah Rawa

Kebijakan pengembangan rawa diperlukan dua tahapan, tahapa pertama sebagai uji

kelayakan teknis untuk dapat dikembangkan pada tahapan kedua (penghematan dan

efisiensi).

1. Tahap awal

Kebijakan :

swasembada beras

transmigrasi

pengembangan wilayah

pemerataan pendapatan

keamanan daerah

pembatasan pantai

Strategi :

pembukaan rawa baru

Page 6: Reklamasi Indonesia

6

teknologi sederhana murah

usaha tani kecil, swah tadah hujan dan palawija

peningkatan kesejahteraan petani

prasarana pengairan :

drainase terbuka/ alami dan pengamanan banjir

irigasi pasang surut bila mungkin

prasarana lainnya:

fasilitas kesehatan/sosial dasar

aksesbilitas/ transportasi via lauran

penyediaan bak tampungan air hujan

fasilitas pendukung dasar pertanian

2. Tahap lanjutan

Kebijakan :

pendekatan terpadu

diversifikasi tanaman

keikutsertaan swasta

peningkatan pendapatan

kelestarian lingkungan

desentralisasi

strategi :

peningkatan prasarana pengairan

pemantapan OP

perkuatan kelembagaan

intensifikasi pertanian

peningkatan penyuluhan

kelestarian lingkungan

prasarana pengairan :

Page 7: Reklamasi Indonesia

7

sistem drainase terkendali

perbaikan managemen tanah dan air

peningkatan pengamanan banjir

pendekatan konservasi air

prasarana lainnya:

peningkatan layanan kesehatan/sosial

akses jalan

fasilitas air minum

penyediaan pusat pengelolaan hasil pertanian

Tujuan dari tahapan perencanaan adalah untuk mendapatkan produk-produk dari

perencanaan reklamasi rawa yang meliputi:

sistem jaringan drainase

usulan pola tata tanam

dimensi saluran drainasi

potongan memanjang dan melintang saluran

bentuk profil muka air.

BAB II

REKLAMASI RAWA INDONESIA

Page 8: Reklamasi Indonesia

8

2.1 Perkembangan reklamasi

Reklamasi rawa dengan Pemanfaatan yang serta pengelolaan yang serasi sesuai

dengan karakteristik, sifat dan kelakuannya serta pembangunan prasarana, sarana pembinaan

sumber daya manusia dan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan dapat mengubah

lahan tidur (bongkor) menjadi lahan produktif. Pada periode 1985-1995 hampir tidak ada

proyek pembukaan lahan rawa baru yang dilaksanakan oleh pemerintah indonesia, pada

periode itu fokusnya lebih ditujukan kepada penyempurnaan (fase II) prasarana pengairan,

prasarana ekonomi dan sosial lainnya pada kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan

sebelumnya.

Pada tahun 1996, Pemerintah Indonesia melaksanakan pembukaan lahan rawa besar-

besaran di Kalimantan Tengah yang kemudian dikenal dengan sebutan PLG 1 juta Ha, yang

kebanyakan kawasannya berada di daerah bantaran air sungai. Proyek ini mendapatkan

tantangan yang sangat kuat dari para pembela lingkungan hidup, karena proyek ini berusaha

mengembangkan lahan bergambut tebal yang diperkirakan akan merusak sistem konservasi

sumber daya air. Diperkirakan para perencanaan proyek ini tidak didukung oleh data yang

akurat dan pengetahuan yang sepadan dalam pengembangan daerah rawa. Proses reklamasi

rawa yang berupa proses pengatusan genangan air beserta akibatnya (oksidasi pirit,

subsidence, irreversibility tanah gambut) merupakan proses membahayakan dan berlangsung

dalam waktu yang cukup lama, kiranya kurang dipertimbangkan pada proses perencanaan,

sehingga mengakibatkan beberapa kegagalan pertanian yang menyengsarakan petani.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan,

seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan semakin terbatasnya lahan kering yang

potensial untuk lahan pertanian, maka dimasa mendatang akan menjadi keniscayaan bagi

pemerintah untuk memikirkan kembali perlunya pembukaan lahan pertanian baru di daerah

Page 9: Reklamasi Indonesia

9

reklamasi rawa. Upaya ke arah ini layak ditempuh bersamaan dengan pengembangan tahap II

ataupun tahap III dari kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan sebelumnya.

2.2 Fakta Reklamasi Indonesia

Dengan semakin meluasnya irigasi yang dibangun pemerintah baik pemerintah

kolonial maupun pemerintah Republik Indonesia dijumpai dikotomi kerangka pengelolaan

irigasi yaitu kerangka pengelolaan yang berbasis masyarakat tani dan yang berbasis

pemerintah. Paling tidak ada empat fase perkembangan yang perlu dicermati sebagai akibat

hubungan saling mempengaruhi antara kekuatan-kekuatan yang menentukan eksistensi kedua

kerangka pengelolaan tersebut (Pasandaran, 2003).

Pertama, fase pembangunan irigasi oleh masyarakat tani. Akumulasi pengalaman

masyarakat tani terjadi dalam tempo yang lama mungkin ribuan tahun seperti yang

dilaporkan oleh Van Zetten Vander Meer (1979), mungkin sudah berlangsung sejak

16 abad SM, dimulai dengan pembangunan sawah tadah hujan, dan kemudian disusul

dengan penemuan teknologi mengalihkan air dari sungai. Walaupun teknologi

pengalihan aliran air tersebut bersifat sederhana yaitu pengambilan bebas (free

intake), namun makna dari temuantersebut adalah terjadinya perubahan sosial seperti

pembagian tenaga kerja dan akumulasi kesejahteraan.

Kedua, fase koeksistensi antara irigasi masyarakat dan irigasi berbasis pemerintah.

Sejak pertengahan abad 19 irigasi dalam skala besar dibangun oleh pemerintah

kolonial Belanda. Fase ini berlangsung lebih dari satu abad, (sejak 1848 –

pertengahan dasawarsa tujuh puluhan). Walaupun pemerintah kolonial Belanda

membangun irigasi skala besar pada sistem persawahan dan irigasi yang dirintis oleh

masyarakat namun masyarakat tani tetap melanjutkan pengembangan sistem irigasi

mereka sendiri.

Ketiga, fase dominasi peranan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Investasi irigasi

dilakukan secara besar besaran pada dasawarsa tujuh puluhan dan delapan puluhan

dengan tujuan mewujudkan tercapainya swa sembada beras. Adanya teknologi

revolusi hijau yang rensponsif terhadap air memerlukan upaya perbaikan infrastruktur

irigasi yang sudah ada dan perluasan sistem irigasi khususnya di luar Jawa. Upaya

tersebut sangat ditunjang oleh melonjaknya harga minyak dipasar internasional yang

memperkuat dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan utang

Page 10: Reklamasi Indonesia

10

luar negeri yang dalam tahap awal dilakukan melalui proyek proyek irigasi dengan

bantuan IBRD/IDA.

Keempat, fase reformasi pengelolaan irigasi dan sumberdaya air pada umumnya

seiring dengan desentralisasi dan otonomi daerah. Walaupun fase ini didahului oleh

Kepres no 3/ 1999 dan PP 77 tahun 2001 tentang irigasi yang pada hakekatnya

menyerahkan kewenangan pengelolaan irigasi kepada Perkumpulan Petani Pemakai

Air (P3A) namun dalam perkembangan selanjutnya melalui UU no 7 tahun 2004

tentang sumberdaya air lebih ditekankan pada pendekatan keterpaduan yang

mencerminkan suatu keseimbangan dalam menerapkan peran dari berbagai aktor yang

terlibat dan dalam menerapkan fungsi-fungsi air yaitu fungsi ekonomi, fungsi sosial

dan fungsi keberlanjutan lingkungan sumberdaya air.

Rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya

konversi lahan sawah beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir khususnya di pulau

Jawa. Antara tahun 1978–1998 misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah sebesar satu juta

ha.(Irawan, 2004) Hal yang memprihatinkan dari program investasi publik di bidang irigasi

adalah sawah irigasi yang terkonversi besar peluangnya adalah sawah yang baru

direhabilitasi. Misalnya tidak lama setelah sistem irigasi Cisadane direhabilitasi dengan dana

bantuan World Bank pada tahun 1970-an sebagian dari sawah irigasinya dikonversi menjadi

lapangan terbang. Demikian pula perluasan perkotaan dan industri mengkonversi sawah

sawah irigasi di pinggir perkotaan.

Tabel 1 menunjukkan pangsa sumberdaya lahan dalam mendukung produksi padi di

Indonesia antara tahun 1990 dan 2005.Sawah irigasi tetap merupakan sumberdaya lahan yang

terpenting dalam mendukung produksi padi. Pangsa areal panen sawah irigasi, misalnya,

meningkat dari tahun 1990 sebesar 66,8 persen menjadi 73,9 persen sedangkan pangsa

produksi pada tahun 2000 adalah sebesar 84,5 persen. Sumberdaya kedua terpenting setelah

sawah irigasi adalah sawah tadah hujan. Disamping kontribusinya yang cukup signifikan

terkadap produksi yang pada tahun 2000 sekitar 11,9 persen sumberdaya tersebut sangat

potensial bagi perluasan irigasi di Indonesia.

Page 11: Reklamasi Indonesia

11

Penggunaan lahan yang paling baik adalah memanfaatkan lahan sesuai dengan tingkat

kemampuannya. Penggunaan lahan basah dan gambut harus disesuaikan dengan berbagai

kriteria dan jenis komoditi yang akan dikembangkan. Penggunaan lahan berdasarkan pada

kriteria kesesuaian lahan untuk lahan basah dibedakan atas peruntukan padi sawah; padi

gogo, palawija dan sayuran; tanaman perkebunan dan buah-buahan serta hutan termasuk

didalamnya hutan tanaman. Berdasarkan parameter ketebalan gambut, kedalaman pirit dan

asam organik untuk lahan sesuai dinyatakan seperti pada Tabel 1 berikut ini :

Page 12: Reklamasi Indonesia

12

BAB III

RANGKUMAN

3.1 Rangkuman

Rawa di Indonesia memiliki potensi besar tercatat luas lahan rawa keseluruhan

sebesar ± 33,4 juta ha, walaupun awalnya rawa merupakan lahan yang jarang digunakan,

namun pemanfaatan reklamasi dapat memberikan keuntungan lebih bagi Indonesia. Sebagai

negara agraris yang mayoritas bekerja pada sektor pertanian, rawa dapat menjawab masalah

utama.

Masalah yang dihadapi di sektor pertanian diantaranya pembukaan lahan baru dan sistem

peririgasian, sehingga sistem ekstensifikasi diperlukan dalam menjawab masalah tersebut.

Kondisi lahan Indonesia sekarang cenderung sudah mendekati tingkat maksimal, usaha

pembukaan lahan dirasa sangat sulit, lahan baru dengan penggundulan hutan dirasa tidak

baik. Solusi terbaik dengan reklamasi rawa, ditengah pembukaan lahan yang sulit.

Program reklamasi rawa di Indonesia sudah terlaksana sejak jaman penjajahan

belanda, proyek terbesar yang dilaksanakan oleh pemerintah yaitu tahun 1996 dengan

melaksanakan pembukaan lahan rawa besar-besaran di Kalimantan Tengah yang kemudian

dikenal dengan sebutan PLG 1 juta Ha, yang kebanyakan kawasannya berada di daerah

bantaran air sungai. Hingga saat ini pemerintah masih mengadakan proyek reklamasi di

berbagai pelosok nusantara, guna untuk meningkatkan pertanian demi kebutuhan pangan

nasional serta transmigrasi pemerataan penduduk.

Rawa merupakan lahan masa depan kita untuk pembangunan nasional multisektor,

diperlukan sumber daya manusia lebih untuk menjadikan rawa lebih bermanfaat. Maka dari

itu peran pemerintah dan masyarakat lebih dipadukan mengatasi hal tersebut.

Page 13: Reklamasi Indonesia

13

DAFTAR BACAAN

http://id.wikipedia.org/wiki/Reklamasi_daratan ( 25 juni 2011)

http://www.indonetwork.co.id/alloffers/30/reklamasi.html ( 25 juni 2011)

http://tambangunsri.blogspot.com/2011/05/prinsip-prinsip-reklamasi-tambang.html ( 25 juni

2011)

Ar-Riza, I., H.Dj. Noor dan N. Fauziaty. 2007. Kearifan lokal dalam budidaya padi di lahan

rawa lebak. Dalam Kearifan Budaya Lokal Lahan Rawa. Balai Besar Sumber Daya

Lahan Pertanian. Banjarbaru/Bogor.

Noorginayuwati dan A. Rafieq. 2007. Kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan lebak untuk

pertanian di Kalimantan. Dalam Kearifan Budaya Lokal Lahan Rawa. Balai Besar

Sumber Daya Lahan Pertanian. Banjarbaru/Bogor.

Pasandaran, E. 2006. Politik Ekonomi Sumber Daya Air. Dalam Pasandaran,E.,B. Sayaka,

dan T.Pranaji (eds). Pengelolaan Lahan dan Air di Indonesia. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Jakarta. 11 – 46.

Alihamsyah, T. 2002. Prospek pengembangan dan pemanfaatan lahan pasang surut dalam

perspektif eksplorasi sumber pertumbuhan pertanian masa depan. pp: 1-18. Dalam

Ar-Riza, I., T. Alihamsyah dan M. Sarwani (ed.). Pengelolaan Air dan Tanah di

Lahan Pasang Surut. Monograf Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru.

Direktorat Rawa, Ditjen Pengairan, Dep.PU. 1991. Pengembangan dan Pemanfaatan Rawa di

Indonesia. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pemanfaatan Lahan Rawa untuk

Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan tanggal 23-24 Oktober. Palembang.

IPB. AMDAL Regional Pengembangan Lahan Gambut 1 Juta Hektar di Kalteng, Nopember

1996.

Page 14: Reklamasi Indonesia

14

DAFTAR ISI

PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Umum........................................................................................................... 1

1.1.1 Rawa Indonesia ………………………………………………................................ 1

1.1.2 Sektor Pertanian ....………………………………………………………………………….1

1.2 Konsep Reklamasi Rawa……………………………………………………………………………2

1.3 Prinsip Reklamasi Rawa ……………………………………………………………………………2

1.4 Prosedur Reklamasi Rawa…………………………………………............................... 3

1.5 Prosedur untuk Perencanaan Pengembangan Daerah Rawa………...............5

1.5.1 Tahapan Pengembangan Daerah Rawa ……………………………………………5

BAB II REKLAMASI RAWA INDONESIA

2.1. Perkembangan Reklamasi.......................................................................... 8

2.2. Fakta Reklamasi Indonesia......................................................................... 9

BAB III RANGKUMAN

3.1. Rangkuman................................................................................................ 12

DAFTAR BACAAN

LAMPIRAN

Page 15: Reklamasi Indonesia

15

PENGANTAR

Sumber daya alam melimpah yang dimiliki Indonesia masih belum digunakan dengan maksimal,

kondisi geologi yang bermacam-macam dirasa sangat berguna dalam mengatasi berbagai

permasalahan bangsa di bidang kebutuhan pangan. Indonesia sebagai negara agraris, mayoritas

masyarakat bekerja di bidang pertanian sekarang ini mengalami banyak masalah, salah satunya

adalah masalah kekurangn lahan untuk bercocok tanam.

Rawa merupakan daratan yang selalu terkena genangan air, masyarakat merasa bahwa rawa adalah

lahan yang tidak bermanfaat, padahal luasan rawa di Indonesia mencapai 34 juta hektar. Jadi dalam

penulisan membahas bagaimana rawa mampu menjadi solusi bagi krisis lahan untuk pertanian serta

menjelasakn procedural dalam pelaksanaan rawa menjadi lahan pertanian.