reinterpretasi dan rekonstruksi cerita si kabayan dan ... · seperti apakah yang terkandung di...

14
261 REINTERPRETASI DAN REKONSTRUKSI CERITA SI KABAYAN DAN SANGKURIANG DALAM KESUSASTRAAN INDONESIA MODERN Si Kabayan and Sangkuriang: Reinterpretation and Reconstruction in Modern Indonesian Literature Lina Meilinawati Rahayu Fakultas Ilmu Budaya Jln. Raya Bandung-Sumedang km. 21 Universitas Padjadjaran Jatinangor Email: [email protected] Naskah Masuk 16 Mei 2015, disetujui: 9 November 2015, revisi akhir: 20 November 2015 Abstrak: Penelitian yang berjudul “Reinterpretasi dan Rekonstruksi Cerita Si Kabayan dan Sangkuriang dalam Kesusastraan Indonesia Modern” bertujuan untuk mengkaji transformasi kisah Sangkuriang dan Si Kabayan dengan tujuan mengetahui perubahan interpretasi dan rekonstruksi kedua cerita lisan tersebut ke dalam sastra Indonesia kontemporer. Cerita Sangkuriang dan Si Kabayan yang pada mulanya merupakan cerita lisan, tidak hanya ditransformasikan ke dalam bentuk tulis oleh banyak sastrawan, tetapi juga bertransformasi ke dalam bentuk drama hingga film. Dalam penelitian ini digunakan enam teks transformasi, yaitu: (1) Sang Kuriang karya Utuy Tatang Sontani,(2) Lelaki yang Terus mencintai Sumbi karya Hermawan Aksan, (3) Kesadaran Sangkuriang karya Dian Hartati, (4) Si Kabayan karya Utuy T. Sontani,(5) Si Kabayan Nongol di Zaman Jepang karya Achdiat K. Mihadrja, (6) Si Kabayan Jadi Wartawan karya Muchtar ibn Thalab. Dengan metode sastra bandingan dan teori transformasi ditemukan bahwa Sangkuriang dalam ketiga teks transformasinya digunakan untuk penyampaian ideologi. Sementara itu, Si Kabayan dalam ketiga teks transformasinya digunakan sebagai alat penyampai kritik terhadap berbagai ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Kata Kunci: reinterpretasi, rekonstruksi, cerita rakyat, transformasi Abstract: The research, entitling “Si Kabayan and Sangkuriang: Reinterpetation and Reconstruc- tion in Modern Indonesian Literature,” is aimed at studying the transformation of Si Kabayan and Sangkuriang stories and how they are reinterpreted as well as reconstructed in contemporary Indonesian literature. These originally oral stories have been transformed into not only written texts, but also drama and film by different authors. The research focuses on six texts, namely, (1) Sangkuriang by Utuy Tatang Sontani, (2) Lelaki yang Terus mencintai Sumbi by Hermawan Aksan, (3) Kesadaran Sangkuriang by Dian Hartati, (4) Si Kabayan by Utuy T. Sontani,(5) Si Kabayan Nongol di Zaman Jepang by Achdiat K. Mihadrja, and (6) Si Kabayan Jadi Wartawan by Muchtar ibn Thalab. By using principles of comparative literature and transformation theory, the study finds that in the three texts, the transformation of Sangkuriang story is intended to convey an ideology. While in the transformation of Kabayan story is intended as a means to critize injustice and inequality that occurs in the society. Key words: reinterpretation, reconstruction, folklore, transformation

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 261

    REINTERPRETASI DAN REKONSTRUKSI CERITASI KABAYAN DAN SANGKURIANG DALAM KESUSASTRAAN

    INDONESIA MODERN

    Si Kabayan and Sangkuriang:Reinterpretation and Reconstruction in Modern Indonesian Literature

    Lina Meilinawati Rahayu

    Fakultas Ilmu Budaya Jln. Raya Bandung-Sumedang km. 21Universitas Padjadjaran Jatinangor

    Email: [email protected]

    Naskah Masuk 16 Mei 2015, disetujui: 9 November 2015,revisi akhir: 20 November 2015

    Abstrak: Penelitian yang berjudul “Reinterpretasi dan Rekonstruksi Cerita Si Kabayan dan Sangkuriangdalam Kesusastraan Indonesia Modern” bertujuan untuk mengkaji transformasi kisah Sangkuriang dan SiKabayan dengan tujuan mengetahui perubahan interpretasi dan rekonstruksi kedua cerita lisan tersebutke dalam sastra Indonesia kontemporer. Cerita Sangkuriang dan Si Kabayan yang pada mulanyamerupakan cerita lisan, tidak hanya ditransformasikan ke dalam bentuk tulis oleh banyak sastrawan,tetapi juga bertransformasi ke dalam bentuk drama hingga film. Dalam penelitian ini digunakan enam tekstransformasi, yaitu: (1) Sang Kuriang karya Utuy Tatang Sontani,(2) Lelaki yang Terus mencintaiSumbi karya Hermawan Aksan, (3) Kesadaran Sangkuriang karya Dian Hartati, (4) Si Kabayankarya Utuy T. Sontani,(5) Si Kabayan Nongol di Zaman Jepang karya Achdiat K. Mihadrja, (6) SiKabayan Jadi Wartawan karya Muchtar ibn Thalab. Dengan metode sastra bandingan dan teoritransformasi ditemukan bahwa Sangkuriang dalam ketiga teks transformasinya digunakan untukpenyampaian ideologi. Sementara itu, Si Kabayan dalam ketiga teks transformasinya digunakan sebagaialat penyampai kritik terhadap berbagai ketimpangan yang terjadi di masyarakat.Kata Kunci: reinterpretasi, rekonstruksi, cerita rakyat, transformasi

    Abstract: The research, entitling “Si Kabayan and Sangkuriang: Reinterpetation and Reconstruc-tion in Modern Indonesian Literature,” is aimed at studying the transformation of Si Kabayanand Sangkuriang stories and how they are reinterpreted as well as reconstructed in contemporaryIndonesian literature. These originally oral stories have been transformed into not only writtentexts, but also drama and film by different authors. The research focuses on six texts, namely, (1)Sangkuriang by Utuy Tatang Sontani, (2) Lelaki yang Terus mencintai Sumbi by Hermawan Aksan,(3) Kesadaran Sangkuriang by Dian Hartati, (4) Si Kabayan by Utuy T. Sontani,(5) Si KabayanNongol di Zaman Jepang by Achdiat K. Mihadrja, and (6) Si Kabayan Jadi Wartawan by Muchtaribn Thalab. By using principles of comparative literature and transformation theory, the studyfinds that in the three texts, the transformation of Sangkuriang story is intended to convey anideology. While in the transformation of Kabayan story is intended as a means to critize injusticeand inequality that occurs in the society.Key words: reinterpretation, reconstruction, folklore, transformation

  • 262

    METASASTRA , Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 261—274

    1. Pendahuluan

    Jawa Barat merupakan salah satuwilayah yang memiliki tradisi budayarakyat yang cukup banyak. Sumardjo (2008)mengemukakan bahwa meskipun di daerahJawa Barat pernah berdiri dua kerajaanbesar yaitu, Kerajaan Galuh dan KerajaanPajajaran, tradisi kebudayaan yangdibangun oleh pihak istana cenderung tidakberkembang. Hal itu berbanding terbalikdengan tradisi budaya rakyat yang lebihmengakar kuat dan diwariskan turun-temurun kepada anggota budaya yang lain.Lebih jauh Sumardjo mengungkapkanbahwa seringkali tradisi ini diwariskansecara lisan melalui pelbagai bentuk ceritaseperti kisah legenda, mitos, dongengbinatang, hingga kehidupan rakyat sehari-hari. Salah satu bentuk cerita yang masihbertahan dan dikenal hingga saat ini adalahcerita Sangkuriang dan Si Kabayan.

    Kedua cerita tersebut tidak hanyadikenal oleh masyarakat Jawa Barat saja,tetapi juga sampai tingkat nasional. CeritaSangkuriang dan Si Kabayan yang padamulanya merupakan cerita lisan, tidakhanya ditransformasikan ke dalam bentuktulis tetapi juga bertransformasi ke dalambentuk drama dan film atau dalamterminologi Ong (2013) berubah ke dalamkelisanan tahap kedua. Terdapat dua filmyang diadaptasi dari cerita Sangkuriang,yaitu film yang berjudul Tangkuban Perahu yang dirilis tahun 1982 dan film Sangkuriangyang menjadi film terlaris ketiga di Jakartapada tahun 1983 dengan jumlah penontonlebih dari 329.779 orang (Redaksi:2014).Adapun cerita Si Kabayanberalihwahana kedalam tujuh film, yaitu: film Si Kabayan(1975) Si Kabayan Saba Kota (1989) SiKabayan dan Gadis Kota (1989) Si Kabayandan Anak Jin (1991) Si Kabayan Saba Metro-politan (1992) Si Kabayan Cari Jodoh (1994)Kabayan Jadi Milyuner (2010). Sutari dkk(2006: 7) menyebutkan bahwa transformasicerita Si Kabayan dilakukan pada berbagaigenre yang tidak hanya dilakukan dalambahasa Sunda tetapi juga dalam bahasa In-donesia dan Inggris. Lebih lanjut, Sutari dkk.

    menegaskan bahwa kisah Si Kabayanmengalami dua kali transformasipenceritaan yaitu transformasi transgenredan transformasi translingual. Hal tersebutberlaku juga pada cerita Sangkuriang.Transformasi cerita Sangkuriang dan SiKabayan tersebut dapat menjadi salah satutolak ukur kepopuleran cerita lisan JawaBarat di tingkat nasional.

    Dalam konteks karya sastra Indonesiamodern, transformasi cerita Sangkuriang danSi Kabayan juga menjadi pilihan parasastrawan untuk menuliskan karyanya,terutama sastrawan yang berasal atautumbuh di wilayah Jawa Barat. Misalnya,Sangkuriang Kesiangan (1961) oleh AjipRosidi, Lelaki yang Terus mencintai Sumbi(2012) oleh Hermawan Aksan, KesadaranSangkuriang (2012) oleh Dian Hartati, PanahPatah Sangkuriang oleh Femmy Syahrani,dan drama Sang Kuriang (1959) danSangkuriang~Dayang Sumbi (1953) oleh UtuyTatang Sontani. Selain itu, salah seorangsastrawan yang juga banyak mengadaptasikisah Sangkuriang dalam bentuk cerpenadalah Soni Farid Maulana yaituSangkuriang (2005) Kafe Cicak Terbang (2002)Aku, Tias dan Secangkir Kopi (2002) PanggilSaya Aura (2003) dan Pisau Berkilat di TanganNing (2011).

    Adapun kisah Si Kabayan yangbertransformasi ke dalam bentuk karyasastra tulis di antaranya adalah Si Kabayan(1959) oleh Utuy T. Sontani, Si KabayanManusia Lucu (1997) dan Si Kabayan Nongoldi Zaman Jepang oleh Achdiat K. Mihadrja,Kabayan Bikin Ulah (2002) dan Si KabayanJadi Sufi (2003) oleh Yus R. Ismail, Si Kabayandi Gugat (2004) oleh Yuliadi Soekardi danU. Syahuddin, dan Si Kabayan Jadi Wartawan(2005) oleh Muchtar ibn Thalab.

    Berdasarkan paparan di atas, tulisan inibertujuan untuk mengkaji transformasikisah Sangkuriang dan Si Kabayan dengantujuan mengetahui perubahan interpretasiserta rekonstruksi kedua cerita lisan tersebutke dalam sastra Indonesia modern.Kemudian, kedua teks transformasi tersebutdibandingkan untuk mengetahui ideologidari keduanya.

  • 263

    LINA MEILINAWATI R.: REINTERPRETASI DAN REKONSTRUKSI CERITA SI KABAYAN DAN SANGKURIANG...

    Dari latar belakang masalah yang telahdiungkapkan di atas memunculkanrumusan masalah yang akan dijawab dalampenelitian sebagai berikut. (1) Bagaimanakahproses transformasi cerita Sangkuriang danSi Kabayan dalam sastra Indonesia modern?(2) Bagaimanakah perbandingantransformasi cerita Sangkuriang dan SiKabayandalam sastra Indonesia modern? (3)Ideologi apa yang terdapat pada tekstransformasi cerita Sangkuriang dan SiKabayan?

    Selanjutnya, ketiga pertanyaan yangdiajukan pada rumusan masalah menjadidasar untuk menentukan tujuan penelitianyang terpaparkan sebagai berikut.

    Penelitian ini menggunakan hasiltransformasi cerita Si Kabayan danSangkuriang masing-masing dari tigapengarang yang disusun dalam tabel dibawah ini.

    Selanjutnya transformasi dari ceritaSangkuriang akan disebut “Sang1”, Sang2",dan “Sang3” dan cerita Si Kabayan akandisebut “Kab1”, “Kab2”, dan Kab3" sepertitertera dalam tabel di atas.

    2. Kajian Teori

    2.1 Teori Transformasi

    Secara sederhana transformasi dapatdiartikan sebagai perubahan atau perluasansebuah teks dari teks asal atau hipogram.Menurut Sardjono, sebagaimana dijelaskanoleh Pudentia (1992) transformasi adalahupaya melihat hubungan intertekstualdalam suatu teks dengan teks asal atauhipogramnya dengan melihat teks barusebagai ekpansi, konversi, modifikasi, danekserp.

    Walaupun Riffatere (1978: 47--75) secarakhusus membicarakan transformasi dalamgenre puisi, namun pendapatnya tentangtransformasi berlaku pula dalam genreprosa yaitu bahwa transfromasi dalamsebuah karya biasanya dilakukan melaluidua metode yaitu ekspansi atau perluasandan pengembangan teks dari teks asal/hipogram. Adapun konversi adalah upayateks untuk memutarbalikan hipogram.Menurut Pudentia (1992: 72) karya sastra,khususnya prosa, seringkali melakukantransfromasi penceritaan lewat manipulasitokoh atau alur.

    Mengacu kepada Junus (1985:87)penulisan karya sastra merupakan sesuatuyang aktif, dinamik, yaitu bagaimanapembaca menerima sesuatu, ataubagaimana mendapat suatu kesan ataumemberi makna kepada suatu teks.Kemunculan suatu teks tidak dapatdilepaskan dari teks-teks sebelumnya yangdibaca oleh pengarang. Sebagaimanapengarang Angkatan 45 dalammemunculkan karya-karyanya terlebihdahulu membaca tulisan Angkatan BalaiPustaka.

    Oleh karena itu, dalam pengkajianterhadap bentuk transformasi dalam karyasastra, Junus (1985: 89--90) mengajukanpertanyaan dasar yang dapat dijadikanargumen utama pengkajian yaitu apakahfungsi teks utama dalam teks transformasisehingga teks tersebut dimasukkan?Bagaimana seorang penulis memperlakukanteks utama itu? Apakah mengekalkan

  • 264

    METASASTRA , Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 261—274

    sebagaimana adanya, mengubahnya padatempat-tempat tertentu, atau merombak danmenantangnya. Dari pertanyaan tersebutdapat diketahui cara pandang atau ideologiseperti apakah yang terkandung di dalamteks transformasi tersebut sebab hal iniberkaitan dengan cara pengarangmelakukan interpretasi dan memperlakukanteks asal/hipogram. Hal itu disebabkan teksbaru yang dihasilkan oleh pengarangberkaitan dengan sikap dan cara pandangseseorang. Maka dari itu, dalam teks baruterdapat bagian-bagian khusus yang tetapdipertahankan, tetapi juga ada yangdilupakan, bahkan diubah sama sekali.

    2.2 Sastra Bandingan

    Dalam buku Pegangan Penelitian SastraBandingan(2005), Damono menjelaskandengan terperinci mulai dari pengertiandasar hingga contoh-contoh penelitian yangtelah dan bisa dilakukan dengan sastrabandingan. Damono mengutip pendapatClements (1978: 7), selanjutnyamenyimpulkan bahwa menentukan limapendekatan yang bisa dipergunakan dalampenelitian sastra bandingan, yakni: (1)tema/mitos, (2) genre/bentuk, (3) gerakan/zaman, (4) hubungan-hubungan antarasastra dan bidang seni dan disiplin ilmu lain,dan (5) pelibatan sastra sebagai bahan bagiperkembangan teori yang terus-menerusbergulir.Damono juga menyetujui pendapatJost (1974: 33) yang membagi-bagipendekatan dalam sastra bandinganmenjadi empat bidang, yakni (1) pengaruhdan analogi, (2) gerakan dankecenderungan, (3) genre dan bentuk, dan(4) motif, tipe, dan tema. Bidang pertamatelah menghasilkan paling banyak hasilpenelitian, antara lain karena kedua halitulah yang dianggap sebagai sastrabandingan. Demikian pula yang dilakukandalam tulisan ini, melihat pengaruh ceritalisan Sangkuriang dan Si Kabayan dalamsastra Indonesia modern.

    3. Hasil dan Pembahasan

    Dari hasil pembacaan terhadap ceritaSangkuriang dan Si Kabayan versitransformasi dalam kesusastraan Indonesiamodern, pembahasan akan difokuskan padatiga hal utama, yaitu bagaimanakah prosestransformasi dilakukan oleh parapengarang terhadap cerita Sangkuriang danSi Kabayan dalam sastra Indonesia modern.Selanjutnya, membandingkan hasiltransformasi cerita Sangkuriang dan SiKabayan dalam sastra Indonesia modern.Dengan demikian, akan diketahui maksudideologis yang terdapat pada teks-teks hasiltransformasi dari Sangkuriang dan SiKabayan. Ketiga fokus utama pembahasanini diharapkan dapat memetakan ceritaSangkuriang dan Si Kabayan hasilinterpretasi para pengarang Indonesia mod-ern. Setelah itu, mendudukkan hasilinterpretasi tersebut dalam konteks yanglebih luas, yaitu budaya Indonesia.

    3.1 Konvensi dan Improvisasi Sangkuriangdalam Ketiga Teks

    Pada umumnya ketiga teks hasiltransformasi berusaha “mengekalkan”kisahSangkuriang yang selama ini identik dengancerita lisan (Sunda) ke dalam sastra Indone-sia modern. Hal itu dapat dilihat dari adanyapersamaan yang tetap dipertahankan yaitukisah seorang laki-laki muda yang mencintaiperempuan yang jauh lebih tua. Motif inilahyang tetap dikekalkan dalam semua cerita.Akan tetapi, ada upaya dari pengaranguntuk memperluas cerita Sangkuriang baikdari segi latar, tokoh, konflik, maupun aluryang digunakan dalam cerita. Berikutnya,akan dipaparkan mengenai struktur naratifteks yang terdapat dalam ketiga teks besertamakna yang terkandung di dalamnya

    3.1.1 Penggambaran Latar dalam KetigaTeks Transformasi Sangkuriang

    Dalam Sang Kuriang (1959) selanjutnyaakan disebut Sang1karya Utuy TatangSontani berlatar tempat sama dengan ceritayang sudah dikenal umum (sastra lisan) yaitudi sebuah hutan. Drama dibuka dengan

  • 265

    LINA MEILINAWATI R.: REINTERPRETASI DAN REKONSTRUKSI CERITA SI KABAYAN DAN SANGKURIANG...

    latar halaman rumah. Di sana ada DayangSumbi yang ditemani Bujang sedang asyikmenenun. Dayang Sumbi gundah karena dihutan, di tempat yang “rata dan lega”, SangKuriang sedang membuat perahu sebagaisyarat yang diajukannya untuk menikah.Dengan demikian Sang1 tidak mengubahlatar tempat walaupun tidak pernahdijelaskan kondisi hutan tempatberlangsungnya peristiwa.

    Waktu penceritaan dalam dramaSang1ini selama satu hari dan satu malam.Babak pertama ditandai dengan petunjukwaktu siang hari. Babak ini terdiri atas tigalakon, sedangkan babak kedua ditandaidengan petunjuk waktu malam hari yangterdiri atas dua lakon. Setiap petunjukwaktu dituliskan di kanan atas bersamaandengan pergantian babak. Selain yangsudah dijelaskan, tidak ditemukan lagi hal-hal lain yang mengacu pada waktu

    Hal yang sama juga terdapat dalamSang3 karya Dian Hartati. Waktuberlangsungnya peristiwapada malam hari.Begitu pula latar tempat berlangsung dihutan seperti Sang1. Seperti tampak dalamkutipan di bawah ini.

    Malam telah lewat, kesibukan di tengahhutan menghilangkan lengang kelam.Angin menghembuskan aroma daun-daun yang mulai membasah ditetesiembun. Di balik rimbun pepohonanterdengar jejak langkah yang teratur, derunapas yang berirama sedemikian rupa,hingga semua penghuni di hutan itu tidakmengetahui ada pekerjaan yang harusdiselesaikan sebelum fajar tiba.

    Bila dalam Sang1 Cerita berlangsungsatu hari satu malam, dalam Sang3 hanyaberlangsung satu malam. Hal yang berbedadalam Sang2 cerita berlangsung dua malam(tidak berturut-turut), tanpa siang.

    3.1.2 Perubahan Alur dalam Ketiga TeksCerita Sangkuriang

    Drama Sang1 karya Utuy bermula darikegelisahan Dayang Sumbi yang bingungatas lamaran seorang laki-laki muda. Halyang sama tampak dalam Sang3 karya Dian

    Hartati. Yang berbeda dalam cerpen Sang2yaitu kegelisahan terletak bukan padaDayang Sumbi, melainkan padaSangkuriang. Lelaki ini gelisan karena terus-menerus mencari keberadaan “Sumbi”. Diameyakini Mira, seorang PSK di sebuah gangadalah Sumbi yang selama ini dicarinya.

    Ketiga cerita memiliki perbedaan padaakhir cerita. Dalam Sang1 tokohSangkuriang bunuh diri setelah DayangSumbi terlebih dahulu bunuh diri. DalamSang2 tokoh Lelaki itu bertekad untuk terusmencari “Sumbi” karena wanita yang iasangka Sumbi pergi bersama laki-lakidengan memakai mobil mewah. Sementaradalam Sang3 cerita berakhir dengankesadaran dari Sangkuriang dan DayangSumbi. Sangkuriang sadar bahwa wanitayang ia cintai mati-matian adalah ibunyasendiri.Di pihak lain, Dayang Sumbi sadarbahwa Sangkuriang sangat mencintainyaterbukti dari dibuatkan danau dan perahu.

    Dengan demikian, ketiga cerita hasiltransformasi mengakhiri cerita dengan carayang berbeda: dalam Sang1 Sangkuriangbunuh diri, dalam Sang2 Sangkuriangbertekad akan terus mencari, dan dalamSang3 Sangkuriang menyadari kekeliruan.Yang sama dalam mengakhiri cerita dengandongeng Sangkuriang yang selama inidikenal umum adalah Sang2. Mitos yangdipercaya (oleh masyarakat Sunda) bahwabunyi geluduk sebelum hujan adalahlangkah Sangkuriang yang terus-menerusmengejar Dayang Sumbi.

    3.1.3 Perubahan Sosok Sangkuriang: dariKukuh sampai Menyadari Kekeliruan

    Dalam drama Sang1, Dayang Sumbitelah memilih untuk percaya padakekuasaan Dewata, sebaliknya SangKuriang mengingkari kekuasaan Dewatadan hanya meyakini kekuatannya sendiri.Pilihan ini tentu membawa tindakanmasing-masing. Sang Kuriang telah memilihuntuk tidak mempercayai cerita yangdisampaikan ibunya. Dia tidak percayabahwa ayahnya adalah seorang budakburuk rupa dan cacat(bisu, bungkuk, dan

  • 266

    METASASTRA , Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 261—274

    pincang). Tindakan pertama yang dilakukanatas ketidakpercayaannya itu adalahmembunuh bapaknya.

    Dalam Sang2, Sangkuriangdigambarkan sebagai lelaki yang sangatkukuh pada keyakinannya. Dia yakinperempuan yang bekerja sebagai PSKadalah Sumbi, wanita yang dicarinya selamaini. Dengan demikian, penggambaranSangkuriang sosok laki-laki yang sangatyakin akan kemampuannya sendiri hampirsama antara Sang1 dan Sang2.Penggambaran yang agak berbedadilakukan oleh Dian Hartati dalam Sang3.Dalam judulnya saja Hartati sudahmenunjukkan melalui kata “kesadaran”.Kata tersebut menunjukkan bahwa selamaini, Sangkuriang dianggap salah karenatelah jatuh cinta pada ibunya sendiri. Sepertitampak dalam kutipan di bawah ini.

    Kenangan kembali berlesatan sepertilelatu. Wajah ibunya kembali hadir dandapat Sangkuriang ingat. Kelembutanibunya sama dengan kelembutan Sumbi.Sangkuriang mencoba mengingat namaibunya. Nama ibu yang seharusnya iakenali. Ingatannya tentang Tumang,anjing setianya muncul. Nama ibunya.Ya, Sangkuriang ingat.

    Dengan penutup di atas, penulis inginmenekankan bahwa apa yang diperbuatoleh Sangkuriang adalah sebuah kesalahan.Oleh karena itu, perlu sebuah paragraf yangmemberi penjelasan tentang hal tersebutAkan tetapi, di sisi lain Hartati tidak sekadarmenyalahkan Sangkuriang. Apa yangdilakukan Sangkuriang tentu bukan tanpasebab. Sangkuriang mencintai ibunya karenakesalahan ibunya sendiri yang memintapada dewata agar tetap muda. Permohonanibunya inilah yang dijadikan alasan bahwaSangkuriang tidak sepenuhnya keliru. Halini dikatakan oleh ketiga perempuan yangdatang pada Sumbi.

    Ketiga perempuan itu jugamenyalahkan Sumbi karena tidakmemberitahukan asal-usul ayahnya padaSangkuriang. Pembelaan juga dilanjutkanmengapa Sangkuriang sampai membunuh

    si Tumang. Hal ini, menurut ketigaperempuan tersebut, semata-mata karenakeinginan untuk membahagiakan ibunya.Dengan demikian, menjadi wajarlah apayang dilakukan Sangkuriang. Dengandemikian, dari ketiga transformasi ini Sang3-lah paling berbeda dalam menggambarkansosok Sangkuriang.

    3.1.4 Perubahan Penggambaran Tokoh-Tokoh Penunjang

    Dalam Sang1 bapak Sang Kuriangmemiliki nama, yaitu si Tumang (sepertinama dalam dongeng Sangkuriang).Penggunaan kata “si” dalam kebudayaanSunda menunjuk pada orang yang lebihrendah statusnya atau lebih rendah usianyaatau bisa jadi lebih akrab hubungannya. Bilakata “si” itu langsung diucapkan kepadaorang yang bersangkutan, kata tersebutmemiliki nilai rasa yang kurang sopan. Akantetapi, dalam Sang1 penggunaan kata “si”ditujukan kepada orang yang lebih rendahstatusnya karena si Tumang di dalam ceritatersebut digambarkan sebagai seorangbujang suruhan atau pembantu.

    Dalam cerita Sangkuriang yang dikenalluas, si Tumang adalah seekor anjing yangdikutuk Dewa karena telah melakukankesalahan. Bila mendengar kata si Tumang,langsung terhubung pada nama anjing.Akan tetapi, dalam Sang1nama itudiberikan kepada manusia dan manusiayang memiliki nama itu adalah manusiayang rendah statusnya (bujang/pembantu). Tentu hal itu bukan tanpamaksud. Ada semacam merendahkan orangyang sudah rendah statusnya. Pembantuatau bujang yang sudah rendah statusnyadiberi nama dengan nama anjing hinggatidak ada bedanya lagi antara anjing danmanusia. Jadi, perubahan tokoh yangmendasar dalam drama Sontani adalahtokoh manusia yang disejajarkan dengantokoh binatang. Selain itu, ada juga tokohseorang tua yang bijak, yaitu Arda Lepa.Tokoh itu dihadirkan Sontani sebagaipenasihat Dayang Sumbi. Laki-laki bijakyang tampil sebagai penasihat tidak pernahada dalam dongeng Sangkuriang. Yang ada

  • 267

    LINA MEILINAWATI R.: REINTERPRETASI DAN REKONSTRUKSI CERITA SI KABAYAN DAN SANGKURIANG...

    hanya Dayang Sumbi meminta nasihat dansaran kepada para dayangnya yangbiasanya perempuan.

    Dalam Sang2 tidak ada tokoh yangmenjadi Bapak Sangkuriang atau tokoh-tokoh lainnya. Tokoh difokuskan hanyapada lelaki. Lelaki yang dari awaldigambarkan gelisah lalu diakhiri dengantekad yang kuat untuk tetap mencariperempuan yang dicarinya. Tokoh lain yangtidak memiliki peran penting adalah Mira(Sumbi), seorang PSK yang diyakini sebagaiperempuan yang sedang dicarinya selamaini.

    Dian Hartati tidak menghapuskan siTumang dalam Sang3. Kehadiran si Tumanghanya lewat cerita yang disampaikanDayang Sumbi. Artinya, peristiwa yangmelibatkan si Tumang seperti halnya Sontanidihapuskan. Hartati menghadirkan tigatokoh perempuan yang fungsinya sebagaipenasihat. Bila dalam Sang1, tokohpenasihat adalah laki-laki, sementara dalamSang3 tokoh penasihat adalah tigaperempuan. Dengan demikian, tokohpenasihat tetap dihadirkan dalam Sang1 danSang3. Tokoh tersebut dianggap pentingsebagai pemberi pertimbangan ataskegelisahan-kegelisahan dan pertanyaan-pertanyaan Dayang Sumbi.

    3.1.5 Perubahan Jumlah Tokoh &Fungsinya

    Dalam Sang1 ada enam tokoh yangberperan, yaitu (1) Dayang Sumbi, (2) SangKuriang, (3) Bujang, (4) Si Tumang (bapakSang Kuriang), (5) Raja Siluman danpengikutnya, serta (6) Arda Lepa danpengikutnya. Penambahan jumlah tokohdalam Sang1tentu bukan tanpa alasanKehadiran tokoh Arda Lepa pun bukantanpa maksud. Arda Lepa digambarkansebagai tokoh tua dan bijaksana darigolongan kebanyakan. Dia dan pengikutnyaselalu tampak bahagia karena tidak ada apapun yang dirahasiakan. Dayang Sumbiselalu iri dengan kebahagiaan yang selaludiperlihatkan Arda Lepa dan pengikutnya.Hal itu bila dikaitkan dengan kondisi

    kerakyatan yang diusung Lekra (organisasiafiliasi PKI yang diikuti Utuy Tatang Sontanipada saat itu) menyarankan harus selalugembira dan bahagia walaupun hanyamenjadi rakyat kebanyakan.

    Dalam Sang2 terdapat pengurangantokoh. Tokoh hanya diperankan oleh duaorang. Selain itu, yang berperan hanya satu,yaitu tokoh laki-laki. Tokoh perempuandihadirkan untuk menguatkan tokoh laki-laki. Berbeda dengan Sang3,tokoh yangmenjadi sentral adalah Dayang Sumbi.Kegelisahan, pergulatan batin, dan berbagaipertanyaan ditunjukkan oleh DayangSumbi dari awal. Dia juga melakukanberbagai usaha agar pekerjaan Sangkuriangtidak berhasil. Dalam karya Hartati itu punterdapat mengurangan tokoh. Tokoh-tokohsiluman yang membantu Sangkuriang tidakdihadirkan secara “nyata”. Dayang Sumbijuga tidak meminta bantuan kepada Dewatauntuk menggagalkan usaha Sangkuriang.Usaha yang dilakukan Dayang Sumbihanyalah menjadikan “seolah-olah” harisudah pagi yang ditandai beragam aktivitaspagi-pagi.

    Dengan demikian, dari ketiga teks hasiltransformasi pengurangan tokoh palingtampak pada Sang2 yang berfokus hanyatokoh lelaki. Dalam Sang3 fokus padaDayang Sumbi, tetapi tokoh-tokoh lain tetaphadir kecuali si Tumang. Dalam Sang1 tokohhampir sama dengan cerita Sangkuriangpada umumnya hanya tokoh penasihatdiganti oleh tokoh laki-laki tua yangbijaksana.

    3.1.6 Perubahan Tema: Eksistesi,Kesadaran, dan Usaha Tanpa Henti

    Dalam Sang1 pencarian eksistensi diridimulai ketika Sang Kuriangmempertanyakan bapaknya karena selamaini ibunya selalu merahasiakan hal itu. SangKuriang memerlukan bukti yang konkretatas kelahirannya. Setiap orang yangditanyai selalu menjawab sama dan tidakmemuaskannya. Pencarian atas dirinyaterus dilakukan sampai akhirnya ibunyamau bercerita siapa sebenarnya bapaknya.

  • 268

    METASASTRA , Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 261—274

    Ternyata di luar dugaan Sang Kuriang,bapaknya seorang bujang suruhan yangselama ini setia menemaninya ke mana pun.Sang Kuriang meragukan kebenaran ceritaibunya. Dia terus berpikir danmenyangsikan kebenaran cerita yangdisampaikan ibunya.

    Ketika Dayang Sumbi tak kuasamenolak paksaan Sang Kuriang yang terus-menerus memintanya sebagai istri, bunuhdiri dijadikan jalan keluarnya. DayangSumbi lari menghindar karena terus dikejarSang Kuriang. Dayang Sumbi bunuh diridengan menikamkan kujang ke dadanya.Ketika bunuh diri, Dayang Sumbimenyerahkan sukma pada Dewata. Diamelakukannya karena meyakini bahwaSang Kuriang adalah anaknya. SangKuriang kemudian menyusul bunuh dirimenggunakan kujang yang dipakai DayangSumbi. Motif yang berbeda atas bunuh diriyang dilakukan Sang Kuriang dan DayangSumbi. Sang Kuriang melakukannya karenameyakini kendali atas kehidupan dia yangmemegang, sementara Dayang Sumbimelakukannya karena yakin bahwa SangKuriang adalah anaknya. Dia menyerahkanjiwanya kepada dewata karena tidak bisamenyelesaikan sendiri.

    Dalam Sang2, Sangkuriang ditampilkansebagai lelaki yang pantang menyerah.Tanpa lelah dia mencari perempuan idamanhatinya. Walaupun dihadapkan padakenyataan bahwa perempuan yangdiyakininya bukanlah Sumbi dan pergidengan laki-laki lain, dia akan tetapmencari. Pada akhir cerita dia bergumambahwa dia telah “dikekalkan” untuk terusmencari.

    Dengan demikian, penggambaranSangkuriang yang keras ditampilkan olehSontani dan Aksan. Kekerasan Sang Kuriangakan keyakinannya dalam Sang1ditunjukkan dengan bunuh diri,sementarakekerasan Sangkuriang dalamSang2 ditunjukkan oleh tekadnya yang terusakan mencari sampai kapan pun. Berbedadalam Sang3 Sangkuriang tampil sebagaimanusia yang “lebih lembut” lambat-laun

    dipulihkan ingatannya hingga menyadariDayang Sumbi adalah ibunya.

    3.2 Konvensi dan Improvisasi Si Kabayandalam Ketiga Teks

    Pada umumnya ketiga teks berusahamemindahkan kisah Si Kabayan yangselama ini identik dengan cerita lisan kedalam kompleksitas sastra modern. Hal inidapat ditelisik dari upaya teks untukmemperluas cerita Si Kabayan baik dari segilatar, tokoh, konflik, serta alur yangdipergunakan dalam cerita. Berikutnyaakan dipaparkan mengenai struktur naratifteks yang terdapat dalam ketiga teks besertamakna yang terkandung di dalamnya.

    3.2.1 Penggambaran Latar dalam KetigaTeks Transformasi Si Kabayan

    Keberadaan latar di dalam ketiga teksmerupakan salah satu elemen yang dapatdiidentifikasi untuk meninjau perluasan daricerita Si Kabayan . Berbeda denganTransformasi Sangkuriang, pada umumnyaketiga teks transformasi Si Kabayanmenggunakan latar realis sebagai bahanutama penceritaan. Dari ketiga objekpenelitian terdapat dua cara yang digunakanoleh teks untuk membangun latar materialatau ruang tempat para tokoh berinteraksidan tumbuh secara psikologis dalampenceritaannya.

    Pertama, sebagaimana kisah dalamtradisi lisan, latar utama penceritaan adalahperkampungan tempat tinggal Si Kabayan.Hal ini dapat ditelisik misalnya pada teks SiKabayan:Komedi Satu Babak karya UtuyTatang Sontani (Kab1). Walaupun teks tidaksecara khusus menyebutkan posisi serta letaklatar yang dipergunakan, pembacadiarahkan untuk menarik sebuahkesimpulan bahwa kisah tersebut terjadi disebuah perkampungan. Proses ini dilakukanmelalui pekerjaan para tokoh yangcenderung tidak banyak berkaitan dengandunia urban seperti pabrik, mesin, danindustri.

    Kedua, selain latar perkampungan lataryang dipergunakan dalam narasi adalah

  • 269

    LINA MEILINAWATI R.: REINTERPRETASI DAN REKONSTRUKSI CERITA SI KABAYAN DAN SANGKURIANG...

    perkotaan. Latar ini dibangun melalui duapola, yaitu pola penceritaan yangmenggambarkan Si Kabayan sebagaimanusia perkotaan/urban seperti yangterdapat dalam teks Si Kabayan Nongol diZaman Jepang (Kab2) dan pola penceritaanyang menunjukkan bahwa Si Kabayanharus pergi dari kampungnya ke kotakarena memiliki persoalan yang mestidiselesaikan sebagaimana terdapat dalamteks Si Kabayan Jadi Wartawan (Kab3) .Penggunaan latar perkotaan ini diperkuatmelalui pekerjaan yang dilakukan SiKabayan. Struktur naratif teks memberikansentuhan baru kepada sosok Si Kabayandengan berusaha menjadikannya sebagaibagian dari kehidupan budaya kelasmenengah perkotaan dengan menjadiwartawan, kurator galeri seni, penulisnaskah, hingga pemilik sebuah perusahan.

    Walaupun demikian, terdapat carapandang sama yang muncul dari ketiga teksketika merepresentasikan persoalan latar ini.Pertama, teks memandang bahwa kampungatau desa sebagai sebuah tempat yangmurni dan penuh nilai-nilai luhur. Kedua,teks memandang bahwa kota merupakantempat liar dan penuh dengan degradasinilai yang mengancam kehidupan kampungatau desa. Dalam hal ini terjadi sebuahoposisi biner antara kota dan kampung yangmenempatkan keduanya ke dalam posisiberlawanan.

    Terdapat dua hal yang dapat dimaknaidari kutipan percakapan di atas. Pertama,dapat dilihat bahwa hubungan antara kotadengan kampung berjalan tidak seimbang.Perkampungan beserta kehidupannyadigambarkan cenderung pasif.Perkembangan kehidupan kota semakinmendesak kehidupan kampung tanpa bisadicegah. Hal ini tampak dari sikap yangditunjukkan oleh Ki Silah dan wargakampung lainnya yang dengan antusiasmenyediakan berbagai macam hidangandemi menjamu warga kota yang datang.Sikap ini di sisi lain dapat dipandang sebagaisebuah kritikan dari pola pembangunanyang tidak seimbang antara kehidupanperkotaan dan perdesaan. Kedua, dari pola

    pembangunan yang tidak seimbang tersebutmuncul nilai-nilai stereotipikal mengenaiparadigma bahwa kehidupan kotadipandang selalu lebih baik dibandingkehidupan kampung. Pemahaman seperti ininampak dari sikap yang ditunjukkan olehSi Kabayan yang menganggap bahwaproduk-produk yang dihasilkan manusiakota seperti makanan lebih baikdibandingkan produk perkampungan.

    3.2.2 Perubahan Alur Cerita dalam KetigaTeks Transformasi Si Kabayan

    Hampir semua cerita yang hadir dalamketiga objek penelitian menggunakan alurmaju. Konflik yang muncul dalampenceritaan tidak terlalu kompleks.Permasalahan yang timbul biasanyadisebabkan keluguan Si Kabayan dalammenghadapi sesuatu. Sebagaimana telahdiungkapkan dalam subbab analisis latar,ketiga objek penelitian menggunakan latarrealis sebagai tumpuan penceritaan. Latarrealis hadir dalam dua kehidupan yaitukehidupan perkampungan dan perkotaan.

    Dari ketiga objek penelitian terdapatpola yang mirip dalam membangun alurpenceritaan yaitu, cerita biasanya dimulaidengan permasalahan yang dialami SiKabayan. Permasalahan ini biasanyadisebabkan oleh sikap Si Kabayan yangdianggap tidak sesuai dengan kaidah dannorma yang berlaku di masyarakat.Misalnya, dalam kisah Kab1 permasalahantimbul akibat Si Kabayan yang memilikikebiasaan tidur dan malas bekerja,sedangkan dalam rangkaian cerita Kab2danKab3permasalahan timbul disebabkan sikapSi Kabayan yang cenderung lugu dalammenghadapi sesuatu hal baik dalampekerjaan maupun nilai dalam masyarakat.Permasalahan tersebut biasanyadiselesaikan oleh Si Kabayan denganmenggunakan tafsir dan pikirannya sendirimisalnya untuk melawan ketidakadilanyang menimpa warga kampung dalamkisah Kab3, Si Kabayan memutuskan bekerjasebagai wartawan karena menurutpandangannya wartawan memilikikekuasaan dan kelebihan untuk

  • 270

    METASASTRA , Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 261—274

    menyebarkan kebenaran ke khalayak. Selainitu, permasalahan yang timbul jugadiselesaikan dengan keberhasilan SiKabayan dalam memperdaya orang lain.Hal ini tampak dalam kisah Kab1 yangmenjadikan Si Kabayan sebagai sosok walipalsu demi memenuhi keinginan Kabayanuntuk meneruskan kebiasannya tidur lebihlama.

    3.2.3 Perubahan Sosok Si Kabayan: Dariyang Malas Hingga menjadi Hero

    Para tokoh yang muncul dari ketigaobjek yang dijadikan bahan penelitian dapatdikategorikan ke dalam tiga bagian yakni,tokoh Si Kabayan sebagai tokoh utamapenceritaan, tokoh antagonis dan tokohperempuan. Pola umum yang muncul dariketiga teks adalah tokoh Si Kabayan sebagaitokoh utama penceritaan seringkalidibayangkan sebagai seorang hero ataumenempati peran-peran krusial dalammasyarakat, seperti dengan menjadikannyasebagai seorang pejabat, wartawan, wali,sufi, dan kritikus seni. Adapun tokohantagonis yang muncul seringkalidirepresentasikan melalui tokoh-tokoh yangmemiliki kekuasaan otoritatif seperti mertua,pemuka agama, dan pemilik perusahaan.Melalui perannya tersebut tokoh Kabayanmelakukan kritik terhadap pelbagaiketimpangan yang terjadi di tengahmasyarakat, terutama permasalahan yangmuncul akibat sikap dari para tokohotoritatif tersebut. Dalam hal ini, sosok SiKabayan menjadi sarana atau alat untukmelontarkan kritik. Kritik-kritik yang selamaini nampak mustahil dilakukan dalamkehidupan nyata mendapatkanmomentumnya pada sosok serta sikap SiKabayan.

    Walaupun begitu ketiga objek yangdijadikan bahan penelitian memilikikecenderungan sama dalammerepresentasikan sosok Si Kabayan.Stereotip yang selama ini melekat kepadasosok Si Kabayan sebagai laki-laki pemalas,lugu, tidak memiliki ketampanan, bersikapkonyol, teks tampak dominan dalammenggambarkan citra Kabayan. Ketiga teks

    tidak banyak melakukan perubahan dalammenggambarkan citra Si Kabayan sebagaitokoh utama (protagonis) dengan yangselama ini dikenal oleh masyarakat. Berbedamisalnya dengan cerita Si Kabayan karyaGodi Suwarna yang justru menggambarkansosok tersebut secara terbalik sebagai tokohserakah dan egois.

    3.2.4 Perubahan Penggambaran Tokoh

    Perubahan penggambaran tokoh jugatampak pada beberapa sosok yang selamaini telah dikenal oleh masyarakat. Pertamatokoh istri Si Kabayan. Dalam kisah Kab3tokoh istri Si Kabayan ini tidak digambarkankeberadaannya. Cerita yang muncul hanyaberpusat pada tokoh Si Kabayan semata.Berbeda misalnya dengan kisah Kab2yangmenempatkan posisi tokoh istri kabayansebagai sosok yang cukup penting. Ia hadirsejak permulaan cerita bersama Si Kabayan.Tokoh Nyi Iteung digambarkan sebagaisosok seorang janda kaya. Ia merupakanmantan isteri dari seorang saudagar batik.Nyi Iteung dalam kisah ini menjadi tulangpunggung bagi kehidupan Si Kabayan.

    Terdapat beberapa konsepsi dasar yangsama antara penggambaran sosok NyiIteung dalam kisah Achdiat K. Mihardjadengan kisah klasik Si Kabayan. Sosok NyiIteung dalam kedua cerita digambarkanberasal dari golongan berada yang haruskena “sial” menikah dengan Kabayan yangpemalas dan miskin. Selain itu, sosok NyiIteung pun digambarkan sebagai sosok yangcantik dan molek mendekati citra idealperempuan yang didambakan oleh setiaplaki-laki.

    Walaupun begitu, terdapat perbedaanyang signifikan dengan sosok istri SiKabayan yang muncul dalam kisah yangditulis Utuy Tatang Sontani. Dalam kisahyang ditulisnya, Utuy menggambarkanbahwa sosok istri Si Kabayan berasal darikeluarga peladang yang memiliki kehidupanbiasa-biasa saja. Jika dalam berbagai ceritanama yang dikenal sebagai istri Si Kabayanadalah Nyi Iteung, maka dalam kisahnyaUtuy menyematkan nama Ijem. Gambaran

  • 271

    LINA MEILINAWATI R.: REINTERPRETASI DAN REKONSTRUKSI CERITA SI KABAYAN DAN SANGKURIANG...

    yang diberikan pun cenderung minimmengenai ciri-ciri fisik istri Si Kabayantersebut. Kehadiran istri Si Kabayan tidakjauh berbeda dengan tokoh masyarakat lainyang muncul dalam kisah Si Kabayan.

    3.2.5 Perubahan Jumlah Tokoh

    Pada bagian penggambaran perubahanwatak tokoh, terutama dalammenggambarkan sosok istri Si Kabayandiketahui bahwa dalam kisah yang ditulisDi dalam kisah klasik mengenai Si Kabayantelah disebutkan bahwa konflik yangmuncul dalam alur cerita berkisar antaratokoh Kabayan, istrinya, dan mertuanya.Akan tetapi, dari ketiga objek penelitianditemukan perubahan jumlah tokoh yanghadir dalam kisah Si Kabayan. Konflik yangmuncul tidak hanya berkisar antaraKabayan, istrinya, dan mertuanya. Akantetapi, meluas dan melibatkan berbagaielemen lain dalam masyarakat sepertipejabat pemerintahan, tentara, wali,pemuka agama seperti kiai, kritikus seni,redaktur koran hingga pimpinan sebuahperusahaan.

    Kehadiran tokoh-tokoh ini bukantanpa maksud. Tokoh-tokoh tambahantersebut berkali-kali digambarkan berasaldari golongan kelas yang lebih tinggi. Didalam kisah Kab3 misalnya, sosok pimpinanperusahaan dan pejabat berulang-ulanghadir menciptakan konflik denganKabayan. Dalam hal ini, dari ketiga teksmemiliki kecenderungan yang sama dalamsoal permasalahan pertentangan kelas.Ketiga teks memandang bahwa golonganatas cenderung melakukan tindakansewenang-wenang terhadap golonganbawah. Golongan atas, terutama merekayang bergerak dalam bidang pemerintahandigambarkan sebagai sosok yang selalumengisap dan menyengsarakan kehidupanrakyat dengan berbagai perilaku yangdilakukannya.

    3.2.6 Perubahan Tema: Komedi, Nilai-Nilai Modern, dan IndividualitasManusia

    Beberapa kritikus sastra menyepakatijika proses penciptaan cerita Si Kabayanyang berkembang dalam cerita lisan padadasarnya spontan, intuitif, dan memilikipola tertentu (Durachman, 2014:30-31).Dengan demikian, sebenarnya transformasicerita Si Kabayan yang berkembang dalamcerita modern juga seringkali didasarkanpada skema penceritaan yang dimilikipengarang tentang kisah Si Kabayan. Skemaini diperoleh dari pengenalan pengarangterhadap cerita-cerita lisan Si Kabayan.

    Oleh karena itulah, secara umum dalamketiga teks nilai-nilai komedi atau bodor yangselama ini melekat dalam cerita Si Kabayanmasih dapat ditemukan. Hal itu diperkuatdengan berbagai stereotip yang melekatpada sosok Si Kabayan dan orang-orangyang hadir di sekelilingnya. Ketiga objekpenelitian tersebut tidak melepaskan diridari unsur komedi yang menjadi ciri khaskisah Si Kabayan tetapi dua nilai tersebutlahyang nampak dominan muncul dalam kisahSi Kabayan. Nilai-nilai modern nampak daripenggunaan latar dan peran sosial yangharus diemban oleh Si Kabayan besertatokoh-tokoh lain yang melingkupinya.Terdapat perbedaan cara pandang ketikatokoh-tokoh ini berhadapan dengan nilai-nilai modern. Pertama, bersikap antipati danmemandang negatif dunia modern karenatelah menggusur nilai-nilai kemanusiaan.Hal ini nampak dalam sosok Si Kabayanyang digambarkan oleh Utuy TatangSontani pergi ke selatan menjauhi kehidupanmasyarakat. Nilai-nilai modern yangseharusnya memberikan dampak positifmelalui rasionalisasi kemanusiaan justrumalah mengantarkan manusia kembalikepada kehidupan primitif denganmemercayai hal-hal irasional. Selain itu,pembangunan yang dilakukan cenderungmenimbulkan kesenjangan yang cukupcuram. Kalangan menengah ke atas yangdiwakili aparat pemerintahan dan pejabatcenderung bersikap egois dan

  • 272

    METASASTRA , Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 261—274

    mementingkan diri sendiri. Kedua, bersikapmenerima dan berada dalam kehidupanmodern sambil melontarkan kritik. Sikap ininampak dalam dua objek lain yakniKab3karya Muhtar Ibnu Thalab dan Kab2karya Achdiat K. Mihardja. Walaupun nilai-nilai modern dipandang memiliki sisi negatifkedua novel ini memercayai bahwa haltersebut bisa diperbaiki.

    3.3 Perbandingan Transformasi CeritaSangkuriang dan Si Kabayan

    Berdasarkan hasil analisis atas tiga teksSangkuriang dan tiga teks Si Kabayan, ketiga-tiganya mengalami proses transformasi. BaikSangkuriang maupun Si Kabayanbertranformasi dengan cara yang berbeda.Di bawah ini akan ditampilkan hasiltransformasi tersebut.

    Tabel 1: Perbadingan Transformasi CeritaSangkuriang dan Si Kabayan

  • 273

    LINA MEILINAWATI R.: REINTERPRETASI DAN REKONSTRUKSI CERITA SI KABAYAN DAN SANGKURIANG...

    Daftar Pustaka

    Ayatrohaedi (2004). Si Kabayan: Cawokah atau Jorang? Esai dalam Seks Teks Konteks: Tubuh danSeksualitas dalam Wacana Lokal dan Global halaman 121-140. Penyunting Taufiq Hanafidkk. Jatinangor: Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra Universeitas Padjadjaran dan KelompokBelajar Nalar

    Bassnet, Susan.(1993)Comparative Literature.Oxford UK: Blackwell Publishers.Budiman, Manneke.(2005) “Tentang Sastra Bandingan.” Kalam,Jurnal Kebudayaan, No. 22, Edisi Sastra

    Bandingan (3-9).Coster-Wijsman, Lina Maria(2008). Si Kabayan: Cerita Lucu di Indonesia Terutama di Tanah Sunda.

    Jakarta: Pustaka Jaya.Culler, Jonathan(1997). Literary Theory A Very Short Introduction. United States: Oxford University

    PressDamono, Sapardi Djoko. (2005). Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa

    Departemen Pendidikan Nasional.Durachman, Memen. 2008. “Cerita Si Kabayan: Transformasi, Proses Penciptaan, Makna, dan Fungsi”

    dalam Jurnal Penelitian Sastra Metasastra Volume 1 Nomor 1, Juni.Fang, Liaw Yock(1991). Sejarah Kesastraan Melayu Klasik: Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

    4. Simpulan

    Dari hasil analisis diperoleh simpulanbahwa cerita Sangkuriang dan Si Kabayanyang selama ini identik dengan tokoh khasSunda membawa pesan yang berbeda dalamhasil transformasinya. Dalam ketiga ceritahasil transformasi Sangkuriang lebih banyakdigunakan untuk penyampaian ideologi.Penanaman ideologi paling tampak padaSang Kuriang karya Utuy Tatang Sontani.

    Ideologi atheis yang tidak mempercayaiadanya Tuhan/Dewata ditampilkan melaluitokoh Sang Kuriang. Dia meyakini bahwamanusialah yang memegang kendali atasdirinya. Hermawan Aksan mengukuhkanideologi Sang Kuriang yang selalu yakin atasdirinya dan teguh pada pendiriannya.Sementara Hartati membalikkan stereotipeSangkuriang yang selama ini kukuh menjadisosok yang pada akhirnya menyadarikekeliruannya.

    Dalam ketiga hasil transformasi SiKabayan diperoleh simpulan bahwa ketigaobjek penelitian merupakan saranapenyampaian kritik terhadap kekuasaanyang otoritatif. Kritik tersebut tecermin dariperubahan sosok Si Kabayan yang seringmendapatkan peran-peran sosial yangcukup penting dalam masyarakat. Kabayanmenjadi alat penyampai kritik terhadapberbagai ketimpangan yang terjadi di tengahmasyarakat. Dengan demikian, transformasiSangkuriang digunakan sebagai penyampaiideologi penulisnya, sementara transformasiSi Kabayan digunakan sebagai saranamenyampai kritik terhadap kondisi yangtengah berlangsung.

  • 274

    METASASTRA , Vol. 8 No. 2, Desember 2015: 261—274

    Fudernik, M. (2009). Toward a ‘Natural’ Narratology. London New York: Routledge.Genette, Gerard(1980). Narrative Discourse An Essay in Method terjemahan Jane E. Lewin. Ithaca,

    New York: Cornell University Press