refreshing obstruksi hidung

Upload: vidia-amrina-rasyada

Post on 06-Mar-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Refreshing Obstruksi Hidung

TRANSCRIPT

REFRESHING OBSTRUKSI NASAL DAN PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pembimbing :

dr. Rini Febriani, Sp.THT-KL

Oleh :

Aneta Tria Sari, S.Ked.

2011730006

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaykum, Wr. Wb

Alhamdulillah dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan refreshing ini dengan judul Osbtruksi Nasal dan Penegakan Diagnosis .

Penyusunan laporan refreshing ini merupakan tugas selama mengikuti program studi kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit THT RSU Kota Banjar. Saya menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, baik mengenai materi maupun tekhnik penyusunannya. Mengingat kemampuan saya yang masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sebagai perbaikan laporan ini.

Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pembimbing saya dr.Rini Febrianti, Sp.THT-KL yang telah membimbing saya selama di bagian Ilmu Penyakit THT ini dan semua pihak yang telah membantu saya dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Akhir kata, saya selaku penyusun laporan kasus ini mengharapkan penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaykum, Wr.WbBanjar, 23 April 2015

Aneta Tria Sari, S.Ked.BAB I

ANATOMI NASAL DAN OBSTRUKSI NASAL1.1. Anatomi Hidung 1

Hidung terdiri atas hidung luar dan lubang hidung (nares). Cavum nasi dibagi oleh septum nasi menjadi dua bagian, kanan dan kiri.

a. Hidung Luar

Hidung luar mempunyai dua lubang berbentuk lonjong disebut nares, yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh septum nasi. Pinggir lateral, ala nasi, berbentuk bulat dan dapat digerakkan.

Kulit hidung luar mendapatkan darah dari cabang-cabang aretria ophtalmica dan arteri maxillaries. Kulit ala nasi dan bagian bawah septum mendapatkan darah dari cabang-cabang arteria facialis. Sedangkan suplai saraf sensoris hidung luar terdiri dari N.infratroclearis dan rami nasals nervus opthalmicus (Nervus cranialis V) dan ramus infraorbitalis nervus maxillaries (Nervus cranialis V).b. Hidung Dalam (Cavum nasi)Cavum nasi terbentang dari nares di depan sampai ke aperture nasalis posterior atau conchae di belakang, dimana hidung bermuara ke dalam nasopharynx. Vestibulum nasi adalah area di dalam cavum nasi yang terletak tepat di belakang nares. Cavum nasi dibagi menjadi dua bagian kanan dan kiri oleh septum nasi. Septum nasi dibentuk oleh cartilage septi nasi, lamina verticalis osis ethmoidalis, dan vomer. Setiap belahan dinding cavum nasi mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial atau dinding septum. Dinding lateral mempunyai tiga tonjolan tulang disebut concha nasalis superior, media, dan inferior. Area dibawah setiap concha disebut meatus. Bagian bawah cavum nasi dilapisi oleh membrane mucosa respiratorius. Didaerah repiratorius terdapat sebuah anyaman vena yang besar di dalam submucoas jaringan ikat.

Nervus olfactorius yang berasal dari membrane mucosa olfactorius berjalan ke atas melalui lamina cribrosa os ethmoidalis menuju ke bulbus olfactorius. Saraf untuk sensasi umum merupakan cabang-cabang nervus opthalmicusi nervus (N.VI) dan nervus maxillaries (N.V2) divisi nervus trigeminus.

Perdarahan cavum nasi berasal dari cabang-cabang arteri maxillaries yang merupakan slah satu cabang terminal aretria carotis externa. Cabang yang terpenting adalah arteria sphenopalatina. Areteria sphenopalatina beranastomosis dengan ramus septalis arteria labialis superior yang merupakan cabang dari arteria facialis di daerah vestibulum.

Pembuluh limfe mengalirkan limfe dari vestibulum ke nodi submandibularis. Bagian lain cavum nasi dialirkan limfenya menuju ke nodi cervicalis profundi superiors.

c. Sinus Paranasalis Sinus paranasalis adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os naxilla, os frontale, os ethmoidalis. Sinus paranasalis dan tempat muaranya ke dalam rongga hidungSinus Tempat muara

Sinus maxillaries Meatus nasi medius melalui hiatus semilunaris

Sinus frontalis Meatus nasi media via infundibulum

Sinus sphenoidalis Recessus sphenoethmoidalis

Sinus ethmoidalis

Kelompok anteriorInfundibulum dan ke dalam meatus nasi media.

Kelompok media Meatus nasi media pada atau di atas bulla ethmoidalis

Kelompok posterior Meatus nasi superior

1.2. Obstruksi Nasal a. Definisi 2Obstruksi nasal adalah rasa penyumbatan di hidung dalam kesulitan bernapas dari salah satu atau kedua lubang hidung. Keluhan yang dirasakan biasanya dapat terjadi pada satu atau kedua lubang hiudng, bisa juga pada hidung yang tersumbat total atau seluruhnya dan sebagian. Keluhan juga bisa terus menerus ataupun hilang timbul yang bisa terjadi dalam onset akut, kronik, maupun rekurensi.

b. Etiologi 3Peradangan mukosa yang disebabkan oleh rinosinositis atau rhinitis alergi dapat memperburuk siklus hidung normal. Obstruksi hidung unilateral biasanya akibat epistaksis, bisa juga menjadi gejala dari neoplasma sinonasal. Obstruksi, baik unilateral atau bilateral, setelah trauma hidung dapat menunjukkan patah tulang atau kelainan struktural dari septum hidung atau piramida. Obstruksi yang berfluktuasi secara musiman atau dengan paparan lingkungan menunjukkan kelainan mukosa revresibel daripada obstruksi structural yang tetap terkait gejala, termasuk nyeri wajah atau tekanan pada wajah, nasal discharge, dan hiposmia mungkin menunjukkan rinosinusitis. Obstruksi nasal terkait dengan otitis media serosa memerlukan evaluasi nasofaring untuk kemungkinan neoplasma. Sumbatan hidung dapat menyebabkan gejala non hidung seperti mulut kering, sakit tenggorokan, mendengkur, halitosis, dan penurunan apresiasi sensasi rasa.c. Kondisi yang dapat menyebabkan obstruksi nasal 1. Epistaksis4Merupakan suatu keadaan yang umum terjadi dari darah yang sedikit sampai perdarahan massif yang dapat mengancam jiwa. Etiologi epistaksis adalah :Tabel : Secondary causes of epistaxis

LocalSystemic

Trauma (blunt, digital, devices)Drugs (Coumadin, NSAID, aspirin)

Surgery (sinus, endoscopic skull base)Bleeding diatheses

Anatomic deformities (septal deviation, spurs)Hematology malignancy

Sinonasal tumors (benign, vascular, malignant)hypertension

Foreign bodies Hepatobilliary disease

Inflammation, granulomatous disease Alcoholism

Topical medication Vascular/connective tissue disorders

Low humidityMalnutrition

Patofisiologi epistaksis belum pasti dapat ditentukan lokasi anatominya secara tepat, tetapi perdarahan anterior lebih sering umum terjadi, perdarahan posterior yang terjadi dengan volume yang tinggi yang biasa terjadi, serta perdarahan yang muncul pada lateral yang berasal dari cabang pada arteri sphenopalatine.2. Deviasi septum nasi3Didefinisikan sebagai bentuk septum yang tidak lurus ditengah sehingga membentuk deviasi ke salah satu rongga hidung atau kedua rongga hidung yang mengakibatkan penyempitan pada rongga hidung. Gejala klinis yang sering dikeluhkan pada pasien dengan deviasi septum nasi adalah sumbatan hidung, baik unilateral maupun bilateral, hal ini dikarenakan pada sisi deviasi terdapat konka hipertrofi, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi sebagai akibat mekanisme kompensasi.

3. Polip hidung2Merupakan massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. 4. Rhinitis alergi2Merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut (Von, Pirquet, 1986).

BAB IIPENEGAKAN DIAGNOSIS 4.1. Anamnesis3Selain penilaian keluhan subjektif, kita juga harus meninjau riwayat pasien masa lalu medis dan bedah, obat-obatan saat ini dan kebiasaan sosial. Banyak penyakit sistemik mungkin memiliki manifestasi obstruksi nasal, termasuk aspirin diperburuk penyakit pernapasan, cystic fibrosis, Wegener granulomatosis, sarkoidosis, rhinoschleroma, jamur infeksi dan limpoma. Fluktuasi kadar normal estrogen selama siklus menstruasi dan kehamilan juga dapat menyebabkan sumbatan hidung sementara.

Sebuah operasi hidung sebelumnya dapat menyebabkan runtuhnya katup hidung, sementara turbinectomy agresif sebelumnya atau pengurangan dapat memnyebabkan obstruksi hidung subjektif karena rhinitis atrofi atau sindrom empty nasal. Obat yang dapat menyebabkan hidung obstruksi termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi non steroid lainnya, angiotensin converting emzim inhibitor, antagonis alpha-adrenoreceptor, metyldopa, beta-blokers, dan kontrasepsi oral, terakhir alkohol dapat menghasilkan vasodialtasi dengan sumbatan hidung. Merokok mengganggu clearance mukosiliar, memperburuk rhinitis, dan penyalahgunaan kokain dapat menyebabkan kehancuran struktur pendukung hidung mengarah ke obstruksi. a. Polip hidung2Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung terasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, rhinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rhinore ringan. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurnan kualitas hidup. b. Rhinitis alergi Gejala rhinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Gejala lain ialah keluar ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar, terutama pada anak, keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan uatama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.

4.2. Pemeriksaan Fisik3

Pemeriksaan fisik hidung tersumbat meliputi evaluasi kerangka hidung luar dengan memperhatikan setiap tulang atau kelainan bentuk tulang rawan atau pemyimpangan punggung hidung. Maneuver The Cottled dapat dilakukan dimana kulit pipi dan hidung ditarik kesmaping untuk menilai perubahan aliran udara hidung, mendeteksi kontribusi kemacetan pada katup hidung. Dalam modifikasi Manuver Cottled suatu kuret telinga digunakan secara selektif untuk mendeteksi kontribusi ion individu dalam menyebabkan obstruksi hidung. a. Polip hidung2

Didapatkan deformitas hidung luar sehingga tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa berwarna pucat yang ebrasal dari meatus medius dan mudah digerakkan. b. Rhinitis alergi2Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya secret encer yang banyak.

4.3. Pemeriksaan penunjang a. Polip hidung 2

Pemeriksaan radiologi meliputi foto polos sinus paranasal (posisi waters AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip.

Pemeriksaan tomografi computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan antomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiometal. 4.4. Diferential Diagnosis3

Pasien dengan berbagai kondisi dapat hadir dengan keluhan utama obstruksi hidung. Penting bagi otolaryngologist untuk menjaga diagnosis diferensial dalam pikiran ketika memperoleh penelitian lebih lanjut diagnostic atau intervensi terapi selanjutnya.

Tabel : Differential Diagnosis Nasal Obstruksi hal 613DiagnosisGejala

Deviasi septum Biasanya sumbatan hidung unilateral, septum deviasi nasal pada pemeriksaan.

Hypertrophy konkaPembesaran konka pada pemeriksaan

Nasal valvular collageNasal valve collapse pada inspirasi dalam

Polip Unilateral atau bilateral sumbatan hidung dan rasa penciuman berubah

Sinusitis Infeksi mucopus pada rhinoskopi anterior

Adenoid hipertropi Obstruksi hidung unilateral atau bilateral, pernapasan mulut, mendengkur

Tumor Obstruksi hidung unilateral, epistaksis, massa nasal pada pemeriksaan

Atresia choanal Obstruksi hidung unilateral atau bilateral, purulen rhinorrhea

Alergi Obstruksi bilateral hidung, riwayat obstruksi musiman, pucat atau mukosa hidung kebiruan

Rhinitis vasomotorClear mukosa

Nasal foreign body Unilateral atau bilateral purulen drainase

Richard S.Snell, MD, PhD. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. 2011. Lippincott Williams % Wilkins A Wolters KluwerHealth ; Page 35-42

2 Soepardi E, Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher edisi ke 6. 2004.Jakarta : :Balai Penerbit FKUI : hal 118-125

3 Johnson, Jonas T. Bailleys Head And Neck Surgery Otolaryngology, Edisi 5. 2014, Lippincott Williams & Wilkins A Wolters Kluwer Business; Page 612-621

4 Johnson, Jonas T. Bailleys Head And Neck Surgery Otolaryngology, Edisi 5. 2014, Lippincott Williams & Wilkins A Wolters Kluwer Business; Page 501-502

3 Johnson, Jonas T. Bailleys Head And Neck Surgery Otolaryngology, Edisi 5. 2014, Lippincott Williams & Wilkins A Wolters Kluwer Business; Page 612-621

2 Soepardi E, Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher edisi ke 6. 2004.Jakarta : :Balai Penerbit FKUI : hal 115-125

3 Johnson, Jonas T. Bailleys Head And Neck Surgery Otolaryngology, Edisi 5. 2014, Lippincott Williams & Wilkins A Wolters Kluwer Business; Page 612-621

2 Soepardi E, Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher edisi ke 6. 2004.Jakarta : :Balai Penerbit FKUI : hal 124

3 Johnson, Jonas T. Bailleys Head And Neck Surgery Otolaryngology, Edisi 5. 2014, Lippincott Williams & Wilkins A Wolters Kluwer Business; Page 612-621

2 Soepardi E, Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher edisi ke 6. 2004.Jakarta : :Balai Penerbit FKUI : hal 118-137