refrat tht ozaena (1)

Upload: rianda-afrilia

Post on 03-Jun-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    1/18

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    2/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 2

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar 1

    Daftar Isi .. 2

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ..... 3

    BAB II PEMBAHASAN

    A. Definisi . 4

    B. Epidemiologi .... 4

    C. Klasifikasi .... 5

    D. Etiologi.. 5

    E. Faktor Resiko........ 7

    F. Patofisiologi... 8

    G. Gejala Klinis...... 9

    H. Diagnosis..... 10

    I. Diagnosis Banding .. 12

    J. Komplikasi.. 13

    K. Penatalaksanaan... 13

    L. Prognosis.. 15

    BAB III PENUTUP

    A. Kesimpulan .. 17

    Daftar Pustaka

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    3/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Dewasa ini Penyakit dengan keluhan pilek atau rinitis yang terus menerus dengan sekret

    atau yang mengering dan berbau busuk sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial

    ekonomi rendah dan di lingkungan yang buruk dan di negara sedang berkembang. Untuk

    memastikan apakah penyakit dengan keluhan seperti ini merupakan suatu penyakit yang dikenal

    dengan Rinitis atrofi, memang perlu pemeriksaan seksama dari dokter THT. Frekwensi penderita

    rhinitis atrofi wanita : laki adalah 3 : 1. Penyakit ini lebih sering mengenai wanita, usia 1-35

    tahun terutama pada usia pubertas.Rhinitis atrofi atau ozaena adalah infeksi hidung kronik, yang

    ditandai oleh adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka. Salah satu gejala yang

    timbul adalah mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga

    terbentuk krusta yang berbau busuk. Orang di sekitar penderita yang biasanya tidak tahan dengan

    bau tersebut, tetapi pasien sendiri tidak merasakannya karena hiposmia atau anosmia (tidak bisa

    membaui akibat dari penyakit ini).1,2

    Etiologi atau penyebab dan patogenesis (Perjalanan penyakit) rinitis atrofi sampai

    sekarang belum dapat diterangkan dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti,

    maka pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan faktor

    penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau

    jika tidak menolong, dilakukan operasi.1,2

    Menurut pengalaman, untuk kepentingan klinis perlu ditetapkan derajat Rhinitis atrofi

    sebelum diobati, yaitu ringan, sedang atau berat, oleh karena ini sangat menentukan terapi dan

    prognosisnya. Biasanya diagnosis ozaena secara klinis tidak sulit. Biasanya discharge berbau,

    bilateral, terdapat crustae kuning kehijau-hijauan. Keluhan subjektif yang sering ditemukan pada

    pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia).Penyakit Rhinitis

    atrofi sering di kenal juga dengan istilah Ozaena, rinitis fetida, atau rinitis krustosa. Rhinitis

    atrofi atau Ozaena lebih umum di negara-negara sekitar Laut Tengah dari pada di Amerika

    Serikat. Menurunnya insidens campak, scarlet fever, dan difteria di Eropa Selatan sejak perang

    dunia ke II tampaknya timbul bersamaan dengan suatu penurunan tajam dalam insidens Rhinitis

    atrofi.1,2

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    4/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 4

    BAB II

    ISI

    DEFINISI

    Rinitis atrofi adalah penyakit hidung kronik yang ditandai atrofi progresif mukosa hidung

    dan tulang penunjangnya disertai pembentukan sekret yang kental dan tebal yang cepat

    mengering membentuk krusta, menyebabkan obstruksi hidung, anosmia, dan mengeluarkan bau

    busuk.Rinitis atrofi disebut juga rinitis sika, rinitis kering, sindrom hidung-terbuka, atau ozaena.

    1,2,3,6,8

    Atrofi adalah istilah yang menyatakan bahwa ada perubahan pada suatu alat tubuh

    tertentu, dimana alat tubuh tersebut mengecil atau melisut, dalam hubungan dengan rhinitis

    atrofi, yang mengalami pengisutan adalah lapisan mukosa dan tulang konka hidung.

    Krusta adalah bahan cair, yang terdiri dari sekret lendir, darah, serum maupun jaringan

    nekrotik yang mengering.Hiposmia adalah Hilangnya kemampuan mencium atau membaui suatu

    aroma tertentu akibat kelainan pada hidung, jika tidak merasakan bau sama sekali maka di sebut

    anosmia.

    EPIDEMIOLOGI

    Rinitis atrofi merupakan penyakit yang umum di negara-negara berkembang. Penyakit ini

    muncul sebagai endemi di daerah subtropis dan daerah yang bersuhu panas seperti Asia Selatan,

    Afrika, Eropa Timur dan Mediterania. Pasien biasanya berasal dari kalangan ekonomi rendah

    dengan status higiene buruk. Rinitis atrofi kebanyakan terjadi pada wanita, angka kejadian

    wanita : pria adalah 3:1.Penyakit ini dikemukakan pertama kali oleh dr.Spencer Watson di

    London pada tahun 1875. Penyakit ini paling sering menyerang wanita usia 1 sampai 35 tahun,

    terutama pada usia pubertas dan hal ini dihubungkan dengan statusestrogen (faktor hormonal).2-4

    Rhintis atrofi lebih sering mengenai wanita, terutama usia pubertas. Tetapi beberapa

    penulis mendapatkan hasil yang berbeda beda. Penyakit ini sering ditemukan di kalangan

    masyarakat dengan tingkat social ekonomi yang rendah, lingkungan yang buruk dan di Negara

    yang sedang berkembang. Di RS Adam malik Medan, dari januari 1999 sampai Desember 2000

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    5/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 5

    ditemukan enam penderita rhinitis atrofi yaitu empat orang wanita dan dua pria dengan umur

    berkisar 10 37 tahun. Ozaena juga ditemukan pada orang orang dengan abnormalitas bentuk

    tengkorak dan malformasi fossa nasi, dan palatum, anak anak dengan perkembangan tulang

    konka dan mukosa hidung yang terhambat dan wanita dengan vaginitis atrofi.2-4

    KLASIFIKASI

    Rinitis atrofi berdasarkan gejala klinis diklasifikasikan oleh dr. Spencer Watson (1875)

    sebagai berikut:

    1. Rinitis atrofi ringan, ditandai dengan pembentukan krusta yang tebal dan mudah ditangani

    dengan irigasi.

    2. Rinitis atrofi sedang, ditandai dengan anosmia dan rongga hidung yang berbau.

    3. Rinitis atrofi berat, misalnya rinitis atrofi yang disebabkan oleh sifilis, ditandai oleh rongga

    hidung yang sangat berbau disertai destruksi tulang.

    Berdasarkan penyebabnya rinitis atrofi dibedakan atas:

    1. Rinitis atrofi primer, merupakan bentuk klasik rinitis atrofi yang didiagnosis pereksklusionam

    setelah riwayat bedah sinus, trauma hidung, atau radiasi disingkirkan. Penyebab primernya

    merupakanKlebsiella ozenae.

    2. Rinitis atrofi sekunder, merupakan bentuk yang palng sering ditemukan di negara

    berkembang. Penyebab terbanyak adalah bedah sinus, selanjutnya radiasi, trauma, serta penyakit

    granuloma dan infeksi.1

    ETIOLOGI

    Etiologi atau penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti. Dahulu diduga penyakit

    ini disebabkan oleh infeksi organisme tertentu diantaranya Coccobacillus, Bacillus mucosus,

    Coccobacillus foetidus azaena, Diphtheroid bacilli dan Kleibseilla ozaena.1-4

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    6/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 6

    Rinitis Atrofi di klasifikasikan menjadi 2 tipe:

    Rinitii s Atrofi primer: penyebabnya belum diketahui dengan pasti, ada beberapa

    teori yang menjelaskan tentang penyebab rinitis atrofi primer :

    Faktor herediter: penyakit ini diketahui berkaitan dengan hubungan

    keluarga yang berdekatan. Penelitian oleh Amreliwala tahun 1993

    ditemukan 27,4 % kasus bersifat diturunkan secara autosomal dominan

    dan 67 % diturunkan secara resesif. Penelitian oleh Singh tahun 1992, 20

    % kasus ditemukan adanya riwayat satu atau lebih anggota keluarga yang

    mempunyai penyakit yang serupa.

    Infeksi: beberapa organisme telah ditemukan pada hidung pasien

    penderita rinitis atrofi, Terutama seperti kuman Klebsiella ozaena, kuman

    ini menghentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung manusia.

    Selain itu kuman lain yang di temukan pada penderia rinitis atrofi adalah,

    Coccobacillus foetidus ozaena (Coccobacillus of Perez), Coccobacillus of

    Loewenberg, Bacillus mucosus (Abels bacillus), diphteroids, Bacillus

    pertusis, Haemophilus influenza, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus

    species, tetapi semua bakteri tersebut tidak dapat dibuktikan sebagai

    penyebab rinitis atrofi.

    Defisiensi nutrisi : nutrisi yang buruk disebutkan sebagai faktor penting

    pada perkembangan rinitis atrofi. Beberapa penulis menyebutkan penyakit

    ini berhubungan dengan defisiensi Fe (Zat besi). Selain itu defisiensi

    vitamin larut lemak (terutama vitamin A) juga dipertimbangkan sebagai

    salah satu faktor penyebab.

    Teori developmental: pneumatisasi yang buruk dari sinus maksila,memegang peranan penting terjadinya rinitis atrofi.

    Defisiensi phospolipid: analisis biokimia dari aspirasi hidung pada kasus

    rinitis atrofi ditemukan adanya penurunan phospolipid total yang

    signifikan dibandingkan pada hidung normal.

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    7/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 7

    Teori Ketidakseimbangan endokrin : beberapa penulis menyimpulkan

    defisiensi oestrogen sebagai faktor penyebab rinitis atrofi. Insidensi

    penyakit ini pada perempuan pubertas, gejala yang memberat pada saat

    menstruasi dan kehamilan, dan berkurangnya gejala pada beberapa kasus

    setelah pemberian estrogen, merupakan pendukung teori tersebut.

    Autoimun : beberapa faktor seperti infeksi virus, malnutrisi, penurunan

    daya tahan tubuh sebagai faktor pemicu destruksi proses autoimun dengan

    melepaskan antigen mukosa hidung ke sirkulasi

    Ketidakseimbangan otonom. Terjadi perubahan neurovaskular seperti

    deteriorisasi pembuluh darah akibat gangguan sistem saraf otonom

    Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS)

    Rini tis Atrof i Sekunder:

    Pada keadaan ini umumnya rinitis atrofi disebabkan oleh infeksi hidung kronik

    sepertisinusitis kronis, tuberkulosis (TBC), sifilis, dan lepra.

    Penyebab lainnya yaitu kerusakan jaringan yang luas oleh karena operasi hidung

    dan trauma serta efek samping dari radiasi. Radiasi pada hidung umumnya segera

    merusak pembuluh darah dan kelenjar penghasil mukus dan hampir selalu

    menyebabkan rinitis atrofik.1-4

    FAKTOR RESIKO

    Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria, terutama pada umur sekitar

    pubertas. Menurut beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis atrofi lebih sering

    mengenai wanita, terutama pada usia pubertas. Baser dkk mendapatkan 10 wanita dan 5

    pria, dan Jiang dkk mendapatkan 15 wanita dan 12 pria. Samiadi mendapatkan 4

    penderita wanita dan 3 pria.

    Tetapi dari segi umur, beberapa penulis mendapatkan hasil yang berbeda. Baser dkk

    mendapatkan umur antara 26-50 tahun, Jiang dkk berkisar 13-68 tahun, Samiadi

    mendapatkan umur antara 15-49 tahun.

    http://sikkahoder.blogspot.com/2012/05/pemeriksaan-radiologi-infeksi-sinus.htmlhttp://sikkahoder.blogspot.com/2012/05/pemeriksaan-radiologi-infeksi-sinus.html
  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    8/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 8

    Penyakit ini sering ditemukan di kalangan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi

    rendah dan lingkungan yang buruk dan di negara sedang berkembang.1,6,8,9

    PATOFISIOLOGI

    Patofisiologi atau perjalanan penyakit dari rhinitis atrofi dimulai dari berbagai etiologi

    atau penyebab seperti bakteri Klebsiella ozaena, trauma, penyebaran infeksi lokal setempat

    (contoh: sinusitis maxillaris), efek lanjut dari tindakan bedah, radiasi, dan kemudian akan

    menyebabkan terjadinya suatu peradangan pada hidung. Jika peradangan ini berlangsung lama

    dan tidak kunjung sembuh, maka disebut inflamasi kronik. Inflamasi kronik ini akan

    menyebabkan banyak perubahan anatomi dan fungsi hidung.

    Perubahan- Perubahan pada hidung ini berupa perubahan histologis rinitis atrofi pada

    stadium awal berupa proses peradangan kronis dan pada stadium lanjut berupa atrofi dan fibrosis

    mukosa hidung. Mula-mula sel epitel toraks dan silianya yang merupakan sel epitel yang

    terdapat pada konka hidung akan hilang. Epitel ini mengalami stratifikasi awal dan metaplasia

    (berubah menjadi sel dewasa yang lain, dalam hal ini sel epitel torak bersilia berubah menjadi

    epitel gepeng. stadium lanjut, sebagian besar epitel telah menjadi gepeng.

    Metaplasia sel epitel torak bersilia menjadi epitel gepeng tanpa silia ini, akan

    menyebabkan hilangnya kemampuan pembersihan hidung dan kemampuan membersihkan debris

    (karena ini merupakan fungsi dari silia, jadi jika silianya telah hilang maka

    kemampuan pembersihan hidung dan kemampuan membersihkan debris juga

    menghilang), Akibat selanjutnya kelenjar mukosa mengalami atrofi dan bahkan bisa

    menghilang, terbentuknya fibrosis jaringan subepitel yang luas, fungsi surfaktan akan menjadi

    abnorma. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama menurunnya resistensi hidung

    terhadap infeksi.

    Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurangan efisiensi klirens mucus, danmempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap frekuensi gerakan silia (bulu hidung) sehingga

    akan membuat bertumpuknya lendir, semakin tipisnya epitel (atrofi konkha) akan membuat

    rongga hidung semakin membesar, karena itulah terjadi kekeringan, pembentukan krusta, dan

    iritasi mukosa semakin meluas.Lalu jika bloodsupply juga tidak adekuat, maka akan terjadi

    nekrosis sel dan jaringan yang bila nanti mengalami proses pembusukan dan bercampur dengan

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    9/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 9

    toxin dari mikroorganisme akan menghasilkan pus kehijauan yang berbau busuk yang mengering

    di sebut krusta. krusta yang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman.

    Jika krusta terlepas akan membuat epistaksis. Selain atrofi dari mukosa, juga bisa terjadi atrofi

    dari mukosa olfaktoria yang bisa menyebabkan penderita mengalami hiposmia atau bahkan

    anosmia (hilangnya kemampuan untuk mencium aroma).1,3,8

    GEJALA KLINIS

    Adapun gejala Klinis dari rinitis atrofi ini yang sering di keluhkan oleh penderita rinitis

    atrofi (Ozaena) adalah :

    Hidung tersumbat

    Sakit kepala atau nyeri pada wajah,

    Adanya sekret hijau kental serta krusta (kerak) berwarna kuning kehijauan atau kadang-

    kadang dapat berwarna hitam dan berbau busuk

    Hidung terasa kering dan epistaksis (hidung berdarah),

    Keluhan subjektif lain yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau

    (sementara pasien sendiri menderita anosmia) jadi Orang di sekitar penderita yang

    biasanya tidak tahan dengan bau tersebut, tetapi pasien sendiri tidak merasakannya

    karena hiposmia atau anosmia.

    Pasien mengeluh kehilangan indra pengecap dan tidak bisa tidur nyenyak ataupun tidak

    tahan udara dingin.

    Meskipun jalan napas jelas menjadi semakin lebar, pasien merasakan sumbatan yang

    makin progresif saat bernapas lewat hidung, terutama karena katup udara yang mengatur

    perubahan tekanan hidung dan menghantarkan impuls sensorik dari mukosa hidung ke

    sistem saraf pusat telah bergerak semakin jauh dari gambarannya.

    Kadang kala penderita mengeluhkan ganggan pada telinga, ini terjadi karena kekeringan,

    pembentukan krusta dan iritasi mukosa hidung dapat meluas ke epitel nasofaring dan

    laring, Keadaan ini dapat mempengaruhi potensi tuba eustachius, berakibat efusi telinga

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    10/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 10

    kronik, dan dapat menimbulkan perubahan yang tidak diharapkan pada apparatus

    lakrimalis, termasuk keratitis sikka.1,2,3,4,7,8

    Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat :

    a. Tingkat I :Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir, krusta sedikit.

    b. Tingkat II :Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna makin pudar,

    krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.

    c. Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai garis, rongga

    hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia yang jelas.9

    DIAGNOSIS

    Diagnosis rinitis atrofi dapat ditegakkan berdasarkan:

    Anamnesis

    Pada anamnesis pasien mengeluhkan hidung tersumbat, hidung berdarah, sakit kepala

    atau nyeri pada wajah, pasien tidak mencium bau busuk tetapi orang lain dapat merasakannya

    dan adanya sekret hijau kental serta keropeng berwarna hijau.1,2,3,5,7

    Pemeriksaan klinis

    Pada pemeriksaan rinoskopi anterior didapati krusta berwarna kuning kehijau-hijauan

    atau kadang-kadang krusta dapat berwarna hitam terutama pada dinding lateral kavum nasi yang

    berbau busuk. Setelah krusta diangkat, biasanya akan terjadi perdarahan. Tampak rongga hidung

    yang sangat lapang dan konka yang atrofi, mukosa hidung yang tipis dan kering. Bisa juga

    ditemui ulat/larva (karena bau busuk yang timbul). Nasofaring bagian belakang dan bagian atas

    palatum molle jelas terlihat tanpa hambatan.1,2,3,5,7

    Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan darah rutin dan Fe serum, kultur dan uji sensitifitas sekret hidung, uji

    serologis (VDRL) untuk menyingkirkan sifilis, uji mantoux dan foto toraks PA apabila rinitis

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    11/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 11

    atrofi diduga berhubungan dengan tuberkulosis, foto rontgen dan CT scan sinus paranasal dan

    pemeriksaan biopsi hidung.

    Pada foto rontgen sinus paranasal terdapat osteoporosis konka dan rongga hidung yang

    lapang. Pada CT scan sinus paranasal terdapat gambaran penebalan dari mukosa sinus paranasal,

    hilangnya kompleks osteo meatal akibat destruksi bulla etmoid dan prosesus unsinatus,

    hipoplasia dari sinus maksilaris, pembesaran dari rongga hidung dengan destruksi dari dinding

    lateral hidung dan destruksi tulang konka inferior dan konka media.1,2,3,5,7

    Pemeriksaan Histopatologi

    Terjadi atrofi mukosa dan submukosa dengan penebalan, fibrosis dan obliterasi pembuluh

    darah serta destruksi kelenjar. Pada stadium awal perubahan yang terjadi menyerupai sebuah

    proses inflamasi kronik. Pada stadium lanjut terjadi deskuamasi dan kehilngan sel epitel

    kolumner dan silia dan diganti dengan epitel skuamosa bertingkat tidak bersilia. Pembuluh darah

    menjadi fibrosis dan akhirnya terjadi enasrteritis obliterans. Tulangtulang di bawah permukaan

    menjadi atrofi atau mengalami degenerasi. Dengan terjadinya atrofi kelenjar mukosa, sekresi

    berubah menjadi berkrusta dan mukopurulen. Perbedaan ozaena dan rhinitis atrofi sekunder

    adalah akibat infeksi kronik dengan inflamasi limfosit dan bukan merupakan penyakit pembuluh

    darah atau suatu proses fibrosis sementara pada ozaena terjadi fibrosis tanpa infiltrasi limfosit,

    yang menunjukkan suatu proses primer.1,2,3,5,7

    http://4.bp.blogspot.com/-XK3r3ls1iC4/UAN262J6UdI/AAAAAAAACEI/sHaIeHqDMIc/s1600/2012-07-16_090455.jpg
  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    12/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 12

    DIAGNOSIS BANDING

    Rinitis tuberkulosis

    Tuberkulosis pada hidung berbentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai tulang rawan

    septum dan dapat mengakibatkan perforasi. Pada pemeriksaan klinis terdapat sekret

    mukopurulen dan krusta sehingga menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Diagnosis

    ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada sekret hidung.2,4,6

    Rinitis sifilis

    Penyebab rinitis sifilis ialah kuman Treponema pallidum. Pada rinitis sifilis yang primer

    dan sekunder gejalanya hanya adanya bercak pada mukosa. Pada rinitis sifilis tersier dapat

    ditemukan guma atau ulkus yang terutama mengenai septum nasi dan dapat mengakibatkan

    perforasi septum. Pada pemeriksaan klinis didapati sekret mukopurulen yang berbau dan krusta.

    Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi.2,4,6

    Rinitis lepra

    Penyebab rinitis lepra adalah Mikobakterium leprae. Lesi pada hidung sering terlihat

    pada penyakit ini. Pasien mengeluhkan hidung tersumbat oleh karena pembentukan krusta serta

    adanya bercak darah. Mukosa hidung terlihat pucat. Apabila infeksi berlanjut dapat

    menyebabkan perforasi septum..2,4,6

    Rinitis sika

    Pada rinitis sika ditemukan mukosa yang kering, terutama pada bagian depan septum dan

    ujung depan konka inferior. Krusta biasanya sedikit atau tidak ada. Pasien biasanya mengeluh

    rasa iritasi atau rasa kering yang kadang-kadang disertai dengan epistaksis. Penyakit ini biasa

    ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja di lingkungan yang berdebu, panas dan

    kering.2,4,6

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    13/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 13

    KOMPLIKASI

    Perforasi septum dan hidung pelana.

    Pada kasus yang parah dan tidak diterapi, dapat menyebabkan komplikasi berupa

    destruksi dari tulang dan tulang rawan hidung yang mengakibatkan perforasi septum dan hidung

    pelana.

    Faringitis atrofi.

    Hal ini biasanya terjadi bersamaan dengan rinitis atrofi dimana terdapat mukosa faring

    yang kering. Krusta yang lepas dapat menyebabkan episoda batuk seperti tercekik.

    Miasis nasi.

    Merupakan komplikasi yang jarang ditemui, terutama pada pasien dengan sosio ekonomi

    yang rendah dimana bau busuk tersebut menarik lalat dari genus Chrysomia (C. Bezianna

    vilteneauve). Lalat ini meletakkan telurnya yang kemudian menetas menjadi magot. Puluhan

    sampai ratusan magot dapat memenuhi rongga hidung dimana mereka makan dari mukosa

    sampai tulang hidung. Mereka membuat terowongan di jaringan lunak hidung, sinus paranasal,

    nasofaring, dinding faring jaringan orbita, lakrimal, sampai dasar tengkorak yang dapat

    menyebabkan meningitis dan kematian.2,4,6

    PENATALAKSANAAN

    Hingga kini pengobatan medis terbaik rinitis atrofik hanya bersifat paliatif. Termasuk

    dengan irigasi dan membersihkan krusta yang terbentuk, terapi sistemik dan lokal dengan

    endokrin; steroid; dan antibiotik; vasodilator; pemakaian iritan jaringan lokal ringan seperti

    alkohol; dan salep pelumas. Penekanan terapi utama adalah pembedahan, yaitu usaha-usaha

    langsung mengecilkan rongga hidung, dan dengan demikian juga memperbaiki suplai darah

    mukosa hidung.Tujuan pengobatan adalah menghilangkan faktor etiologi / penyebab dan

    menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau kalau tidak menolong

    dilakukan operasi.1-8

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    14/18

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    15/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 15

    Mengurangi pengeringan mukosa hidung

    Meningkatkan vaskularisasi dari kavum nasi

    Beberapa teknik operasi yang dilakukan :

    Youngs operation.

    Prosedur ini adalah penutupan total salah satu rongga hidung dengan flap. Tujuan operasi

    ini adalah mencegah efek kekeringan, mengurangi krusta dan membuat mukosa dibawahnya

    tumbuh kembali. Tekanan negatif yang timbul pada lubang hidung yang tertutup menyebabkan

    vasodilatasi dari pembuluh darah sekitarnya. Teknik originalnya dilakukan dengan menaikkan

    flap intranasal 1 cm dari cephalic ke lingkaran ala nasi. Flap ini akan menutup lubang hidung

    tepat ditengahnya. Kekurangan teknik ini adalah sulitnya membuat flap oleh karena flap mudah

    robek atau timbulnya parut yang dapat menyebabkan stenosis vestibulum

    Modified Youngs operation

    Modifikasi tehnik ini dilakukan oleh El Kholy. Prinsipnya yaitu penutupan lubang hidung

    dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.

    Launtenschlager operation

    Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari etmoid, kemudian

    dipindahkan ke lubang hidung. Pada operasi ini, antrum maksila dibuka dengan operasi

    Caldwell- Luc. Dinding medial antrum dimobilisasi kearah medial dengan membuat potongan

    berbentuk U dengan menggunakan bor, apabila mungkin, mukosa kavum nasi yang tipis karena

    penyakit ini jangan sampai rusak. Tulang antrum medial dengan konka inferior diluksasi kearah

    medial dengan bertumpu pada area etmoid.1-8

    PROGNOSIS

    Pada kebanyakan kasus, meskipun dengan terapi konservatif, keluhan masih timbul. Oleh

    karena itu, dengan tindakan operasi diharapkan terjadinya perbaikan mukosa dan keadaan

    penyakit pada penderita.Bila pengobatan konsevatif adekuat yang cukup lama tidak

    menunjukkan perbaikan, pasien dirujuk untuk dilakukan operasi penutupan lubang hidung.

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    16/18

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    17/18

    Henry Andri Theodorus Halaman 17

    BAB III

    PENUTUP

    Rinitis atrofi merupakan suatu penyakit yang jarang secara umum ditemui pada masa

    sekarang ini. Meskipun kekerapannya sering dijumpai pada negara-negara berkembang, rinitis

    atropi juga cukup sering didapatkan sebagai suatu sekuele dari tindakan-tindakan medis.1Rinitis

    atrofi merupakan istilah yang sering dipakai dalam dunia kedokteran. Rinitis atrofi juga dikenal

    sebagai suatu rinitis kering, rinitis sika atau ozaena.

    Penyakit ini dikenal dengan cirinya yang khas yaitu bau yang muncul dari rongga

    hidung.Foetor ex nasi berarti bau busuk dari dalam hidung. Gejala ini termasuk salah satu

    penyebab seorang pasien mencari pertolongan pada dokter. Namun, pada rinitis atrofi, foetor ex

    nasi tidak dirasakan oleh penderita sehingga perasaan tidak nyaman dirasakan oleh orang

    sekitarnya, bukannya oleh pasien. Terlebih lagi penyakit ini lebih sering menyerang perempuan,

    sehingga menimbulkan keluhan tersendiri bagi pasien.

    Rinitis atrofi mempunyai etiologi dan patogenesis yang sampai sekarang belum dapat

    diterangkan dengan memuaskan, sehingga pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan

    ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Pengobatan

    dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak menolong dilakukan operasi.

  • 8/12/2019 Refrat THT Ozaena (1)

    18/18