refrat tht

11
1 3.5.3.1. Gejala Subjektif Merupakan gejala yang dialami atau dikeluhkan oleh pasien. Keluhan-keluhan ini disampaikan oleh pasien pada saat anamnesis. Gejala yang dialami sangat bervariasi dari ringan sampai berat. Keluhan yang disampaikan dapat terdiri dari : Gejala hidung dan nasofaring, yang berupa adanya sekret pada hidung dan sekret yang dirasakan mengalir di bagian belakang hidung ke tenggorokan (post nasal drip). Sekret seringkali mukopurulen dan hidung biasanya tersumbat. Gejala laring dan faring, yaitu rasa mengganjal dan gatal di tenggorokan. Gejala telinga, yang dapat berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadinya sumbatan pada tuba eustachius. Adanya sakit kepala. Gejala mata, karena penjalaran infeksi dapat melalui duktus nasolakrimalis. Gejala saluran nafas, berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau bronkhiektasis atau asma bronchial. Gejala di saluran cerna, dimana sekret mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis. 3.5.3.2. Gejala Objektif Pada pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan yang tampak pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen pada meatus medius atau meatus superior. Pada beberapa kasus dapat juga ditemukan polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok yang merupakan tanda adanya post nasal drip. Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris. Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis. 3.5.3.3. Pemeriksaan Mikrobiologi Merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman aerob S. aureus, S. viridans, H.

Upload: aneleselle

Post on 16-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referatmakalahsebagianTHTkoas

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat THT

1

3.5.3.1. Gejala SubjektifMerupakan gejala yang dialami atau dikeluhkan oleh pasien. Keluhan-keluhan

ini disampaikan oleh pasien pada saat anamnesis. Gejala yang dialami sangat bervariasi dari ringan sampai berat. Keluhan yang disampaikan dapat terdiri dari :

Gejala hidung dan nasofaring, yang berupa adanya sekret pada hidung dan sekret yang dirasakan mengalir di bagian belakang hidung ke tenggorokan (post nasal drip). Sekret seringkali mukopurulen dan hidung biasanya tersumbat.

Gejala laring dan faring, yaitu rasa mengganjal dan gatal di tenggorokan. Gejala telinga, yang dapat berupa pendengaran terganggu oleh karena

terjadinya sumbatan pada tuba eustachius. Adanya sakit kepala. Gejala mata, karena penjalaran infeksi dapat melalui duktus nasolakrimalis. Gejala saluran nafas, berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis

atau bronkhiektasis atau asma bronchial. Gejala di saluran cerna, dimana sekret mukopus tertelan sehingga terjadi

gastroenteritis.

3.5.3.2. Gejala ObjektifPada pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat

pembengkakan yang tampak pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen pada meatus medius atau meatus superior. Pada beberapa kasus dapat juga ditemukan polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok yang merupakan tanda adanya post nasal drip.

Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris. Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis.

3.5.3.3. Pemeriksaan MikrobiologiMerupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman

aerob S. aureus, S. viridans, H. Influenza dan kuman anaerob Pepto streptococcus dan fuso bakterium.

3.5.3.4. Diagnosis Sinusitis KronisDiagnosis sinusitis kronis ditegakkan dengan : Anamnesis yang cermat. Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior. Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada

daerah sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan diberi nilai10.)

Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai untuk mendiagnosis adalah posisi Waters, PA dan Lateral. Pada posisi Waters, diproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila. Posisi ini dilakukan untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior (PA) dilakukan untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid. Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa:

Penebalan mukosa,  Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi) 

Page 2: Refrat THT

2

Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters.

Pungsi sinus maksilaris. Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam sinus,

apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka. Pada sinusitis kronis akibat perlengketan akan menyebabkan ostium tertutup sehingga drainase menjadi terganggu.

Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi.

Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso- endoskopi.

Pemeriksaan CT –Scan. Saat ini pemeriksaan dengan CT scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. Pada hasil CT-Scan pasien dengan sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (yang didapati pada kasus-kasus kronik). Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehancement. Kadang sukar membedakan antara kista dengan polip yang terinfeksi, karena bila kista ini makin lama makin besar dapat kista juga dapat menyebabkan timbulnya gambaran air-fluid level. Berbagai jenis polip seperti polip yang mengisi ruang sinus jug polip antrokoanal dapat dilihat melalui pemeriksaan dengan modalitas CT scan. Dengan CT scan juga dapat dinilai adanya massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada sinus. Mukokel juga dapat dinilai menggunakan CT scan dimana terdapat penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer. Selain itu, pada peeriksaan dengan CT scan dapat dilihat adakah tumor dan apabila ada, maka dapat dilakukan staging.

3.6. Terapi3.6.1. SINUSITIS AKUT

Kuman penyebab sinusitis akut yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae11. Pada keadaan akut, dapat diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik selama 2 hari. Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal, serta mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.

Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Jika ada perbaikan dengan pemberian antibiotik lini II, maka pengobatan diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.

Jika masih tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan atau naso-endoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Apabila tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi alergi dan kultur dari fungsi sinus.

Page 3: Refrat THT

3

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

3.6.2. SINUSITIS SUBAKUTTerapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan

tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas atau yang

sesuai dengan resistensi kuman selama 10 – 14 hari. Juga diberikan obat-obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan analgetika, anti histamin dan mukolitik.

Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra Short Wave Diathermy) sebanyak 5 – 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Bila belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus.

Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz.8

3.6.3. SINUSITIS KRONISJika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang

sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari.

Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternatif selama 7 hari atau dilakukan kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-endoskopi atau sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.

Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz. Pembedahan radikal: Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc, Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi, Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.

Pembedahan Non Radikal pada sinusitis berupa: bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.

BAB IVBEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL (BSEF)

4.1. Definisi BSEFBedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic

Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan “mucociliary clearance” dalam sinus. Prinsip pembedahannya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. 13,28,34

Page 4: Refrat THT

4

Dibandingkan dengan prosedur operasi sinus sebelumnya yang bersifat invasif dan radikal seperti operasi Caldwel-Luc, fronto-etmoidektomi eksternal dan lainnya, maka BSEF merupakan teknik operasi invasif yang minimal yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960 oleh Messerklinger dan kemudian dipopulerkan di Eropa oleh Stammberger dan di Amerika oleh Kennedy. Sejak tahun 1990 sudah mulai diperkenalkan dan dikembangkan di Indonesia.

Dengan alat endoskop maka mukosa yang sakit dan polip-polip yang menyumbat diangkat sedangkan mukosa sehat tetap dipertahankan agar transportasi mukosilier tetap berfungsi dengan baik sehingga terjadi peningkatan drainase dan ventilasi melalui ostium-ostium sinus.

Teknik bedah BSEF sampai saat ini dianggap sebagai terapi terkini untuk sinusitis kroniks dan bervariasi dari yang ringan yaitu hanya membuka drainase dan ventilasi kearah sinus maksilaris (BSEF mini) sampai kepada pembedahan lebih luas membuka seluruh sinus (fronto-sfeno-etmoidektomi). Teknik bedah endoskopi ini kemudian berkembang pesat dan telah digunakan dalam terapi bermacam-macam kondisi hidung, sinus dan daerah sekitarnya seperti mengangkat tumor hidung dan sinus paranasal, menambal kebocoran liquor serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar otak sebelah anterior, media bahkan posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita, dekompresi nervus optikus, kelainan kogenital (atresia koana) dan lainnya.

Keuntungan dari teknik BSEF, dengan penggunaan beberapa alat endoskop bersudut dan sumber cahaya yang terang, maka kelainan dalam rongga hidung, sinus dan daerah sekitarnya dapat tampak jelas. Dengan demikian diagnosis dapat ditegakkan lebih dini dan akurat sehingga operasi menjadi lebih teliti dan memberikan hasil yang optimal. Pasien juga diuntungkan karena morbiditas pasca operasi yang minimal. Penggunaan endoskopi juga menghasilkan lapang pandang operasi yang lebih jelas dan luas yang akan menurunkan komplikasi bedah.

4.2. IndikasiIndikasi umumnya adalah untuk rinosinusitis kronik atau rinosinusitis akut

berulang dan polip hidung yang telah diberi terapi medikamentosa yang optimal.Indikasi lain BSEF termasuk didalamnya adalah rinosinusitis dengan

komplikasi dan perluasannya, mukokel, sinusitis alergi yang berkomplikasi atau sinusitis jamur yang invasif dan neoplasia.

Bedah sinus endoskopi sudah meluas indikasinya antara lain untuk mengangkat tumor hidung dan sinus paranasal, menambal kebocoran liquor serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar otak sebelah anterior, media bahkan posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita, dekompresi nervus optikus, kelainan kogenital (atresia koana) dan lainnya.

4.3. Kontraindikasi Osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai pembentukan sekuester. Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil (hipoplasi).34

Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus, kelainan hemostasis yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai.

4.4. Persiapan Pra-operasiPersiapan kondisi pasien adalah hal yang penting. Pada masa pra-operasi

kondisi pasien perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Jika ada inflamasi atau udem, harus dihilangkan dahulu, demikian pula jika ada polip, sebaiknya diterapi dengan steroid dahulu. Pada kondisi pasien yang hipertensi, memakai obat-obat

Page 5: Refrat THT

5

antikoagulansia juga harus diperhatikan, demikian pula yang menderita asma dan lainnya. Naso-endoskopi prabedah untuk menilai anatomi dinding lateral hidung dan variasinya. Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga hidung, anatomi dan variasi dinding lateral. Misalnya, meatus medius sempit karena deviasi septum, konka media bulosa, polip meatus medius, konka media paradoksikal dan lainnya. Sehingga operator bisa memprediksi dan mengantisipasi kesulitan dan kemungkinan timbulnya komplikasi saat operasi.

CT Scan perlu dilakukan juga. Gambar CT scan sinus paranasal diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit dan perluasannya serta mengetahui landmark dan variasi anatomi organ sinus paranasal dan hubungannya dengan dasar otak dan orbita serta mempelajari daerah daerah rawan tembus ke dalam orbita dan intra kranial. Konka-konka, meatus-meatus terutama meatus media beserta kompleks ostiomeatal dan variasi anatomi seperti kedalaman fossa olfaktorius, adanya sel Onodi, sel Haller dan lainnya perlu diketahui dan diidentifikasi, demikian pula lokasi a.etmoid anterior, n.optikus dan a.karotis interna penting diketahui. Gambar CT scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk panduan operator saat melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT tersebut, operator dapat mengetahui daerah-daerah rawan tembus dan dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hati-hati sehingga tidak terjadi komplikasi operasi.

Untuk menilai tingkat keparahan inflamasi dapat menggunakan beberapa sistem gradasi antaranya adalah staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan. Lund-MacKay Radiologic Staging System.

Instrumen bedah yang diperlukan merupakan peralatan endoskopi berupa teleskop dan instrumen operasi yang sesuai. Peralatan endoskopi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Teleskop 4 mm 007. teleskop 4 mm 700 (tambahan untuk melihat lebih luas ke arah frontal dan maksila)

Teleskop 4 mm 300 8. teleskop 2,7 mm 300 (tambahan untuk pasien anak) Light source (sumber cahaya) Cable light Sistim kamera + CCTV Monitor

Sementara itu instrumen operasi pada operasi BSEF adalah sebagai berikut: Jarum panjang (FESS/Septum Needle, angular 0,8mm, Luer-lock) Pisau Sabit (Sickle Knife 19cm) Respatorium (MASING Elevator, dbl-end, graduated, sharp/blunt, 21.5cm) Suction lurus Suction Bengkok

Page 6: Refrat THT

6

Cunam Blakesley lurus (BLAKESLEY Nasal Forceps) Cunam Blakesley upturned (BLAKESLEY-WILDE Nasal Forceps Cunam Cutting-through lurus (BLAKESLEY Nasal Forceps Cutting Straight) Cunam Cutting-through upturned (BLAKESLEY Nasal Forceps Cutting

Upturned) Cunam Backbiting (“Backbiter” Antrum Punch) Ostium seeker Trokar sinus maksila J Curette (Antrum Curette Oval) Kuhn Curette (Sinus Frontal Curette Oblong) Cunam Jerapah (Girrafe Fcps dbl. act. jaws 3mm) Cunam Jerapah (Girrafe Fcps dbl. act. jaws 3mm) Cunam Jamur (Stammberger Punch) Tahapan Operasi

Tujuan BSEF adalah membersihkan penyakit di celah-celah etmoid dengan panduan endoskop dan memulihkan kembali drainase dan ventilasi sinus besar yang sakit secara alami. Prinsip BSEF adalah bahwa hanya jaringan patologik yang diangkat, sedangkan jaringan sehat dipertahankan agar tetap berfungsi. Jika dibandingkan dengan bedah sinus terdahulu yang secara radikal mengangkat jaringan patologik dan jaringan normal, maka BSEF jauh lebih konservatif dan morbiditasnya dengan sendirinya menjadi lebih rendah.

Teknik operasi BSEF adalah secara bertahap, mulai dari yang paling ringan yaitu infundibulektomi, BSEF mini sampai frontosfenoidektomi total. Tahap operasi disesuaikan dengan luas penyakit, sehingga tiap individu berbeda jenis atau tahap operasi. Karena itu tidak ada tindakan rutin seperti bedah sinus terdahulu. Berikut ini dijelaskan tahapan-tahapan operasi.

Infundibulektomi dan pembesaran ostium sinus maksilaPertama-tama perhatikan akses ke meatus medius, jika sempit akibat deviasi

septum, konka bulosa atau polip, koreksi atau angkat polip terlebih dahulu. Tidak setiap deviasi septum harus dikoreksi, kecuali diduga sebagai penyebab penyakit atau dianggap akan mengganggu prosedur endoskopik. Sekali-kali jangan melakukan koreksi septum hanya agar instrumen besar bisa masuk.

Tahap awal operasi adalah membuka rongga infundibulum yang sempit dengan cara mengangkat prosesus uncinatus sehingga akses ke ostium sinus maksila terbuka. Selanjutnya ostium dinilai, apakah perlu diperlebar atau dibersihkan dari jaringan patologik. Dengan membuka ostium sinus maksila dan infundibulum maka drenase dan ventilasi sinus maksila pulih kembali dan penyakit di sinus maksila akan sembuh tanpa melakukan manipulasi di dalamnya. Jika kelainan hanya di sinus maksila, tahap awal operasi ini sudah cukup. Tahap operasi semacam ini disebut sebagai Mini FESS atau BSEF Mini.

Eksenterasi sinus maksilaPengangkatan kelainan ekstensif di sinus maksila seperti polip difus atau kista

besar dan jamur masif, dapat menggunakan cunam bengkok yang dimasukkan melalui ostium sinus maksila yang telah diperlebar. Dapat pula dipertimbangkan memasukkan cunam melalui meatus inferior jika cara diatas gagal. Jika tindakan ini sulit, lakukanlah bedah Caldwell-Luc, tetapi prinsip BSEF yang hanya mengangkat

Page 7: Refrat THT

7

jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dan melebarkan ostium asli di meatus medius dianjurkan untuk dilakukan disini.

Etmoidektomi retrogradeJika ada sinusitis etmoid, operasi dilanjutkan dengan etmoidektomi, sel-sel

sinus dibersihkan termasuk daerah resesus frontal jika ada sumbatan di daerah ini dan jika disertai sinusitis frontal. Caranya adalah retrograde sebagai berikut. Setelah tahap awal tadi (BSEF Mini), sebaiknya mempergunakan teleskop 00, dinding anterior bula etmoid ditembus dan diangkat sampai tampak dinding belakangnya yaitu lamina basalis yang membatasi sel-sel etmoid anterior dan posterior. Jika ada sinus lateralis, maka lamina basalis akan berada dibalakang sinus lateralis ini.

Lamina basalis berada tepat di depan endoskop 00 dan tampak tipis keabu-abuan, lamina ditembus di bagian infero-medialnya untuk membuka sinus etmoid posterior. Selanjutnya sel-sel etmoid posterior (umumnya selnya besar-besar) di observasi dan jika ada kelainan, sel-sel dibersihkan dan atap sinus etmoid posterior yang merupakan dasar otak diidentifikasi. Identifikasi dasar otak di sinus etmoid posterior sangat penting mencegah penetrasi dasar otak pada pengangkatan sel etmoid selanjutnya.

Dengan jejas dasar otak sebagai batas atas diseksi, maka diseksi dilanjutkan ke depan secara retrograde membersihkan partisi sel-sel etmoid anterior sambil memperhatikan batas superior diseksi adalah tulang keras dasar otak (fossa kranii anterior), batas lateral adalah lamina papirasea dan batas medial konka media. Disini mempergunakan teleskop 00 atau 300. Cara