reformasi kepegawaian (pns) melalui ruu aparatur sipil...

10

Click here to load reader

Upload: nguyendat

Post on 06-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

1

Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil Negara *)

Sri Hadiati WK, SH., MBA (Deputi) Agustinus Sulistyo Tri P., SE., M.Si (Peneliti)

Abstraksi

Reformasi birokrasi di Indonesia dirasakan berjalan lambat. PNS sebagai bagian dari birokrasi sering ditunjuk sebagai sumber permasalahan. Hal ini terpotret dari wajah PNS yang belum mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal. Data dan fakta menunjukkan masih lemahnya kualitas PNS, baik kualitas internal (SDM-nya) maupun kualitas eksternal (pelayanan). Kebijakan reformasi birokrasi dengan berbagai programnya belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hipotesis yang muncul adalah adanya kesalahan dalam pengelolaan PNS. Kebijakan yang mengatur mengenai pengelolaan PNS (UU Nomor 43 Tahun 1999) dirasakan sudah tidak relevan dengan perkembangan dan kebutuhan. Maka dilakukan perubahan mendasar UU Nomor 43 tahun 1999 menjadi RUU Aparatur Sipil Negara (ASN). Diharapkan terbitnya RUU ASN akan mampu mewujudkan sosok PNS yang profesional dan berperilaku terpuji. Kata kunci : reformasi birokrasi, PNS, profesionalisme.

*) Artikel ini pernah dipublikasi pada Jurnal IASIA pada tahun 2013

A. Pendahuluan Pelaksanaan reformasi bukan merupakan suatu peristiwa yang baru bagi

penyelenggaraan pemerintahan Indonesia. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Orde Baru dengan mengeluarkan deregulasi dan debirokratisasi merupakan salah satu contoh penerapan reformasi yang terkait dengan pembenahan birokrasi. Namun titik kulminasi wacana reformasi yang memperoleh perhatian lebih fokus terjadi pada tahun 1998 ketika dampak krisis global melanda Indonesia. Dimana pada saat itu, semua sistem pemerintahan yang telah disusun dan diimplementasikan oleh pemerintahan Orde Baru selama lebih dari tiga dasa warsa tidak mampu mengatasi krisis global yang terjadi di Indonesia.

Kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan mulai luntur dan menginginkan adanya perubahan sistem manajemen pemerintahan yang baru. Birokrasi atau lebih tepatnya pegawai negeri sipil (PNS) sebagai penyelenggara pemerintahan sering dituduh sebagai aktor penyebab tidak berjalannya proses reformasi birokrasi. Meskipun reformasi bidang politik, hukum sudah berjalan yang ditandai dengan digelarnya PEMILU yang lebih demokratis dan menghasilkan wakil-wakil rakyat (DPR dan DPRD) yang dipilih secara langsung. Reformasi politik juga ditandai dengan semakin menguatnya posisi DPR dan DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Fungsi check and balances dan peran sebagai mitra pemerintah bisa lebih dimaksimalkan oleh anggota dewan. Hasil reformasi juga terlihat dari diselenggarakannya untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

Page 2: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

2

secara langsung oleh rakyat. Kebebasan rakyat dalam memberikan aspirasi politik lebih dihargai dan lebih didengar setelah reformasi bergulir. Tetapi birokrasi – PNS – tidak atau belum tersentuh reformasi.

Kondisi terpotret dari kualitas PNS yang dinilai masih rendah meskipun dari kuantitas sudah memadai. Kualitas PNS yang kurang bagus sudah lama dipotret oleh para pakar ataupun praktisi. Kondisi ini bagaikan gunung es yang kelihatan kecil dari permukaan tetapi besar sekali didasarnya. Sebagaimana disebutkan oleh Budi, Setia dan Sudrajat, (2007), yang menjelaskan bahwa sumber daya aparatur (PNS) saat ini mempunyai tingkat profesionalisme yang rendah, kemampuan pelayanan yang tidak optimal, rendahnya tingkat reliability, assurance, tangibility, empathy dan responsiveness, tidak memiliki tingkat integritas sebagai pegawai pemerintah sehingga tidak mempunyai daya ikat emosional dengan instansi dan tugas-tugasnya, tingginya penyalahgunaan wewenang (KKN), tingkat kesejahteraan yang rendah dan tidak terkait dengan tingkat pendidikan, prestasi, produktivitas dan disiplin pegawai. Kondisi ini berdampak pada rendahnya kinerja PNS dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam melayani masyarakat.

Sementara itu secara kuantitas jumlah PNS per Januari 2013 adalah sebanyak 4.467.982 (www.bkn.go.id). Data selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel berikut.

Tabel 1

Jumlah PNS menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan Pria Wanita Jumlah

SD 66.172 4.359 70.531

SLTP 95.419 12.929 108.348

SLTA 793.535 581.316 1.374.581

D1 23.906 42.689 66.595

D2 229.221 382.176 611.397

D3 163.519 259.780 423.299

D4 14.800 8.887 23.687

S1 843.123 794.593 1.637.716

S2 95.620 46.676 142.296

S3 7.234 2.028 9.262

Jumlah 2.332.549 2.135.433 4.467.982

Sumber : www.bkn.go.id (diunduh 8 Mei 2013, 22.11 WIB)

Berdasarkan data tersebut terlihat tidak ada permasalahan namun fakta yang

terjadi di lapangan menunjukkan sejumlah permasalahan dalam pengelolaan PNS di Indonesia. Pada tahun 2007, komentar mantan Meneg. PAN, Taufiq Effendi yang menyoroti rendahnya kinerja PNS pernah menjadi headline di media nasional. Beliau menyebutkan bahwa 55% dari total PNS Indonesia yang mencapai sekitar 3,6 juta orang berkinerja buruk. Dari 3,6 juta orang PNS tersebut, 80% diantaranya adalah pegawai tata usaha. Selain itu, masih ada 900.000 orang tenaga honorer yang tidak jelas nasibnya dan berkualitas rendah. (Kompas, 12 Januari 2007). Kemudian ternyata kondisi ini belum berubah, dalam seminar nasional ”Pencegahan Korupsi melalui Reformasi Birokrasi”, beliau kembali mengungkapkan sejumlah masalah yang masih melingkupi PNS, yaitu etos kerja yang rendah, kesejahteraan yang rendah serta penyebaran pegawai yang tidak merata (Kompas, 10 Desember 2007).

Page 3: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

3

Hasil kajian yang dilakukan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada tahun 2010 dengan judul Grand Design Reformasi Sistem Manajemen PNS menyebutkan bahwa pengelolaan PNS tidak bisa dilakukan sembarangan. Kajian ini mengidentifikasi bahwa dalam melakukan reformasi sistem manajemen PNS diperlukan grand design dan road map yang sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam arah reformasi birokrasi nasional sebagai payungnya. Hasil kajian ini senyampang dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 2010, yaitu dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025 dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN dan RB) Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Tujuan diterbitkannya kebijakan ini adalah untuk memberikan arah pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (Pemda) agar berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan.

Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan beberapa pedoman pelaksanaan reformasi birokrasi bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Antara lain adalah PermenPAN dan RB Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga, PermenPAN dan RB Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan dan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga, PermenPAN dan RB Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga, PermenPAN dan RB Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan, PermenPAN dan RB Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi, PermenPAN dan RB Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins, PermenPAN dan RB Nomor 15 Tahun 2011 tentang Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja bagi Kementerian/Lembaga. Kemudian terakhir dengan dikeluarkannya PermenPAN dan RB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

Dengan adanya berbagai peraturan dan pedoman tersebut diharapkan pelaksanaan reformasi birokrasi dapat berjalan sebagaimana diharapkan. Target yang hendak dicapai sebagaimana dicanangkan dalam PermenPAN dan RB Nomor 20 Tahun 2010 adalah sebagai berikut :

Tabel 2

Indikator Capaian dan Target Reformasi Birokrasi 2014

Sasaran Indikator Base line

(2009) (2010) (2011)

Target (2014)

Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

IPK*) 2.8 2.8 3.0 5.0

OPINI BPK (WTP) Pusat 42,17% 56,41% 63%*** 100%

Daerah 2.73% 3% 7%*** 60%

Terwujudnya peningkatan kualitas

Integritas Pelayanan Publik

Pusat 6,64 6,16 7,07 8,0

Daerah 6,46 5,26 6,00 8,0

Page 4: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

4

Sasaran Indikator Base line

(2009) (2010) (2011)

Target (2014)

pelayanan publik kepada masyarakat

Peringkat Kemudahan Berusaha

122 126 129 75

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi

Indeks Efektivitas Pemerintahan**)

- 0,29 -0,19 - 0,5

Instansi pemerintah yang akuntabel (SAKIP)

K/L 47,37% 63,29% 82,93%

80% Prov 3,76% 31,03% 63,33%

Kab/Kota 5,08% 8,77% 12,78%

Sumber : PermenPAN & RB Nomor 20 Tahun 2010 *) Skala : 0 – 10 **) Skala : -2,5 – 2,5 ***) IHPS II, Maret 2012

Akan tetapi nampaknya target itu akan sulit dicapai karena data menunjukkan

bahwa masih sangat jauh dari apa yang diharapkan dicapai oleh pemerintah Indonesia. Misalnya untuk masalah korupsi, data yang dirilis oleh Transparancy International untuk tahun 2012, peringkat Indonesia untuk coruption perception index (CPI) berada di peringkat 118 dengan skore 32. Sangat jauh sekali dengan negara yang berada di peringkat 1, yaitu negara Denmark, Finlandia dan New Zealand dengan skore 90 (http://cpi.transparency.org/cpi2012/results/, diunduh 8 Mei 2013, 22.53 WIB). Sementara itu apabila dilihat dari hasil Survei Integritas Sektor Publik tahun 2012 yang dilakukan oleh KPK hasilnya adalah adanya perbaikan nilai indeks integritas nasional (IIN) dari tahun sebelumnya. Yaitu dari 6,31 pada tahun 2011 naik menjadi 6,37 pada tahun 2012 (http://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/744-hasil-survei-integritas-sektor-publik-tahun-2012, diunduh 8 Mei 2013, 23.05 WIB). Angka ini menunjukkan meningkatnya integritas lembaga pelayanan masyarakat yang disurvey, atau dengan kata lain ada pengurangan potensi korupsi dalam pelayanan masyarakat.

Mencermati data dan fakta tersebut menarik untuk melihat lebih dalam apa itu refromasi birokrasi. Apa visi, misi, tujuan dan sasaran dari kebijakan reformasi birokrasi di Indonesia.

B. Reformasi Birokrasi

Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang profesional adalah dengan melakukan reformasi birokrasi. Reformasi mendasar yang diawali pada tahun 1998 dengan ditandai tumbangnya rezim orde baru langsung ditindaklanjuti dengan upaya reformasi birokrasi. Langkah awalnya adalah dengan diterbitkannya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Peraturan ini merupakan langkah awal pemerintah untuk memperbaiki birokrasi yang ada.

Langkah-langkah dalam upaya perbaikan birokrasi terus dilakukan oleh pemerintah sejak 1999 sampai saat ini. Pemerintah melihat bahwa ternyata reformasi birokrasi tidak bisa dilakukan secara parsial, terpisah-pisah. Pengalaman selama satu dasa warsa menunjukkan bahwa reformasi birokrasi belum menunjukkan hasil yang maksimal. Melihat kondisi tersebut maka pada tahun 2010, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi untuk periode tahun 2010-2025. Dalam grand design ini dimuat mengenai tujuan dari

Page 5: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

5

grand design reformasi birokrasi, yaitu untuk memberikan arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional selama kurun waktu 2010-2025 agar reformasi birokrasi di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan. Kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi meliputi visi pembangunan nasional, arah kebijakan reformasi birokrasi, visi, misi, tujuan dan sasaran reformasi birokrasi.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Tahun 2010-2025 disebutkan bahwa visi pembangunan nasional adalah : Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Selanjutnya dijelaskan juga bahwa arah kebijakan reformasi birokrasi, mencakup dua hal, yaitu : 1. Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk

meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya. (UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025).

2. Kebijakan pembangunan di bidang hukum dan aparatur diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik, melalui pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi. (Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014).

Sementara visi reformasi birokrasi sendiri adalah menjadi pemerintahan kelas dunia, yaitu dengan mewujudkan birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis dalam rangka menjawab tuntutan masyarakat, menghadapi kompleksitas permasalahan di abad 21 melalui tata kelola pemerintahan yang baik pada tahun 2025. Visi reformasi birokrasi tersebut selanjutnya diterjemahkan dalam tiga misi, yaitu : 1. Membentuk/menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam rangka

mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik; 2. Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tata laksana, manajemen sumber

daya manusia aparatur, pengawasan dan akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mind set dan culture set;

3. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif. Tujuan dilakukannya reformasi birokrasi adalah untuk mewujudkan birokrasi

pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dengan reformasi birokrasi adalah birokrasi pemerintah yang berorientasi pada hasil melalui perubahan secara terencana, bertahap, berkelanjutan dan terintegrasi dari berbagai aspek strategis birokrasi.

Area perubahan yang menjadi target reformasi birokrasi meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan, yaitu : 1. Organisasi, hasil yang diharapkan adalah organisasi yang tepat fungsi dan tepat

ukuran (right sizing), 2. Tatalaksana, hasil yang diharapkan adalah sistem, proses dan prosedur kerja yang

jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance, 3. Peraturan perundang-undangan, hasil yang diharapkan adalah regulasi yang lebih

tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif,

Page 6: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

6

4. Sumber daya aparatur, hasil yang diharapkan adalah SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera,

5. Pengawasan, hasil yang diharapkan adalah meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN,

6. Akuntabilitas, hasil yang diharapkan adalah meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi,

7. Pelayanan publik, hasil yang diharapkan adalah pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat,

8. Budaya kerja aparatur, hasil yang diharapkan adalah birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi.

Untuk bisa melaksanakan semua tujuan dan sasaran reformasi birokrasi tersebut perlu adanya suatu peta jalan atau road map. Road map reformasi birokrasi ditetapkan dalam PermenPAN dan RB Nomor 20 Tahun 2010, disusun dan dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Tujuan ditetapkannya road map reformasi birokrasi adalah untuk mengawal/menjaga agar pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah bisa berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan.

Akan tetapi nampaknya program-program yang dituangkan dalam dokumen reformasi birokrasi tidak mampu mengatasi kelemahan yang ada dalam birokrasi (PNS) Indonesia. Bahkan mencermati data dan fakta yang ada tidak salah kiranya apabila disebut reformasi birokrasi masih belum berhasil. Hipotesis yang muncul adalah bahwa kebijakan yang mengatur mengenai pengelolaan PNS tidak mampu membentuk sosok PNS yang profesional dan berperilaku terpuji. Kondisi ini menegaskan perlunya perubahan terhadap kebijakan yang terkait. Maka salah satu upaya yang dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan melakukan perubahan terhadap kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan PNS, yaitu UU Nomor 43 Tahun 1999 sebagai perubahan UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Kedua UU ini dipandang sudah tidak relevan dan tidak mampu lagi mewujudkan sosok PNS yang handal dan profesional sesuai kebutuhan jaman. Menurut Prof. Sofian Efendi (2011), kedua UU tersebut masih menganut sistem administrasi kepegawaian (personnel administration) sementara kedepan harus berubah menjadi manajemen sumber daya manusia (human resource management).

Pada awalnya inisiatif perubahan ini memang berasal dari dewan (DPR) khususnya Komisi II yang melihat perlunya dilakukan perubahan mendasar untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Cara yang dipakai adalah dengan merubah UU Nomor 43 Tahun 1999 sebagai perubahan UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip-prinsip pengelolaan kepegawaian yang modern. Dimana unsur profesionalisme dan meritokrasi lebih ditonjolkan. Berikut disampaikan ulasan mengenai UU Nomor 43 Tahun 1999 sebagai perubahan UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang merupakan dasar dalam melakukan pengelolaan PNS di Indonesia.

C. Peta Permasalahan dalam Pengelolaan Kepegawaian Saat Ini

Sebagaimana sudah disinggung didepan bahwa dasar dalam pengelolaan kepegawaian (PNS) di Indonesia saat ini adalah UU Nomor 43 Tahun 1999 sebagai perubahan UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Kajian yang dilakukan oleh LAN (2004) dengan judul Efektivitas Peraturan di Bidang Kepegawaian

Page 7: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

7

menunjukkan adanya beberapa temuan yang cukup mengejutkan. Ada temuan yang bagus tetapi ada juga temuan berupa permasalahan.

Temuan yang bagus misalnya adalah bahwa UU Nomor 43 Tahun 1999 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya dibuat dengan tujuan untuk mewujudkan PNS yang profesional atau dengan kata lain untuk memperbaiki sistem yang berlaku agar menjadi lebih baik. Meskipun dideskripsikan dengan kalimat atau narasi yang berbeda akan tetapi pada dasarnya tujuan filosofisnya adalah mewujudkan PNS yang profesional.

Sementara temuan kajian yang berupa permasalahan, antara lain : 1. Adanya peraturan yang sudah usang : PP Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti PNS, PP

Nomor 10 Tahun 1979 tentang DP3, PP Nomor 15 Tahun 1979 tentang DUK PNS, PP Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS, PP Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS,

2. Adanya peraturan yang tidak konsisten : UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 12 (2) pembinaan PNS berdasarkan pada sistem prestasi kerja, PP Nomor 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat PNS dalam kenaikan pangkat reguler tidak memperhatikan prestasi kerja tapi pada masa kerja (4 tahun),

3. Adanya peraturan yang mengandung persepsi ganda : PP Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat PNS Pasal 14 (1) peserta diklatpim adalah PNS yang akan atau telah menduduki jabatan struktural,

4. Adanya ketidak-tepatan peraturan pelaksana (juklak dan juknis) yang diterbitkan oleh instansi yang terkait sebagai tindak lanjut kebijakan diatasnya,

5. Keterlambatan dalam penerbitan peraturan pelaksana (juklak dan juknis) oleh instansi yang terkait.

6. Kurangnya sosialisasi dan supervisi Pemerintah Pusat (instansi yang terkait) terhadap peraturan-peraturan baru.

Selain itu ditemukan juga bahwa di masing-masing tahapan pengelolaan kepegawaian ada permasalahan terkait dengan peraturan yang mengaturnya. Misalnya pada tahap pengadaan ada permasalahan, antara lain : belum jelasnya standar penentuan kebutuhan formasi pegawai, seleksi pegawai secara nasional tanpa mempertimbangkan karakteristik daerah, tidak jelasnya masa percobaan sebagai CPNS, tidak ada standar dalam pengangkatan tenaga honorer dan lain sebagainya. Selanjutnya dalam tahapan pengembangan, permasalahan yang ditemukan antara lain : penyusunan DUK tanpa melihat kinerja dan profesionalisme pegawai, kenaikan pangkat regular tidak memperhatikan kinerja nyata pegawai, kenaikan pangkat yang tidak boleh melampaui pangkat atasan langsung, persyaratan untuk mengikuti dan lulus diklatpim bagi PNS yang diangkat dalam Jabatan Struktural kurang tegas, adanya perbedaan besarnya tunjangan jabatan struktural dan jabatan fungsional memberikan dampak pada pengembangan karier yang tidak seimbang antara kedua jabatan.

Sementara itu permasalahan di tahapan penilaian kinerja antara lain : DP3 belum bisa menilai kinerja riil PNS, range penilaian dalam DP3 masih sulit untuk diterjemahkan dalam pelaksanaannya, frekuensi penilaian dalam DP3 yang dilakukan setahun sekali sering menimbulkan bias dalam penilaian, belum adanya job description membuat penilaian kinerja dalam DP3 sulit dicari tolok ukurnya, pengisian DP3 oleh satu orang (pejabat penilai/atasan langsung) mengandung subjektivitas tinggi, belum adanya umpan balik (feedback) terhadap hasil penilaian kinerja pegawai. Di tahapan hak dan kewajiban permasalahan yang ditemukan antara lain : besaran gaji yang dirasakan tidak memenuhi standar hidup layak bagi Pegawai Negeri Sipil, ketatnya kriteria pelanggaran

Page 8: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

8

disiplin tetapi tidak diikuti dengan proses implementasi yang ketat, termasuk didalamnya adalah pemberian sanksi dan sistem pencatatan yang kurang terorganisir dan sistematis. Dan di tahapan pemberhentian permasalahan yang ditemukan terkait dengan kriteria perpanjangan Batas Usia Pensiun (BUP) yang kurang jelas berpotensi menimbulkan permasalahan.

Dalam kajian ini juga ditemukan bahwa terjadi overlapping tupoksi antar instansi pengelola kepegawaian. Dilihat dari tugas pokok dan fungsi menurut peraturan perundangan yang mengatur mengenai kewenangan masing-masing instansi yang terlibat dalam pengelolaan kepegawaian di Indonesia (Kementerian PAN, BKN, LAN) diidentifikasi adanya tumpang tindih atau overlapping dalam tupoksi masing-masing.

Dari temuan-temuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa : (1) perlunya beberapa peraturan di bidang kepegawaian yang harus direvisi, diganti, diubah dan disempurnakan. Dengan kata lain ada Peraturan Pemerintah yang sudah cukup baik secara keseluruhan, namun ada pula yang perlu diubah pasal-pasalnya atau bahkan harus diganti karena sudah tidak relevan lagi. (2) Peraturan pelaksana (juklak dan juknis) sering terlambat dikeluarkan dan kurang disosialisasikan serta tidak ada supervisi dari Pemerintah yang menyebabkan Pemerintah Daerah mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan. (3) Kurangnya koordinasi diantara instansi pengelola kepegawaian dalam mengeluarkan peraturan pelaksana yang berdampak terjadinya tumpang tindih. Hal ini terlihat dengan terjadinya overlapping tupoksi antar instansi pengelola kepegawaian. Dilihat dari tugas pokok dan fungsi menurut peraturan perundangan yang mengatur mengenai kewenangan masing-masing instansi yang terlibat dalam pengelolaan kepegawaian di Indonesia (Kementerian PAN, BKN, LAN) diidentifikasi adanya tumpang tindih atau overlapping dalam tupoksi masing-masing.

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa dari aspek kebijakan terkait pengelolaan kepegawaian saat ternyata masih menyimpan banyak permasalahan. Apabila dari aspek kebijakan saja masih ada permasalahan bagaimana dengan implementasinya? Bagaimana tujuan mewujudkan pegawai yang profesisonal bisa diwujudkan?

D. Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) sebagai Solusi

Uraian di depan memberikan gambaran yang semakin menegaskan perlunya dilakukan perubahan mendasar dalam kebijakan atau peraturan pengelolaan kepegawaian. RUU ini memberikan beberapa perubahan mendasar terkait pengelolaan kepegawaian (PNS). Permasalahan yang diidentifikasi dalam pengelolaan PNS sebagaimana diulas didepan dicoba diberikan solusi yang mendasar. Beberapa hal mendasar dalam RUU ASN adalah : 1. Perubahan pengertian dan perluasan cakupan tentang PNS. Dalam RUU ASN tidak

hanya terdiri dari PNS tetapi juga PTTP (pegawai tidak tetap pemerintah). Hal ini untuk mengatasi permasalahan bahwa tidak semua tugas penyelenggaraan pemerintahan mesti dilakukan oleh PNS. Ada tugas-tugas yang lebih tepat dilakukan oleh pegawai lain tanpa status PNS. Tetapi tugas tersebut tetap terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan. Misalnya pegawai yang menjalankan tugas pendukung (tenaga keamanan, office boy, tukang kebersihan dan sebagainya) atau jabatan-jabatan tertentu yang tidak/belum bisa diisi oleh PNS karena berbagai alasan. Misalnya tidak ada kader, tidak ada kompetensi yang sesuai dan sebagainya. Tugas-tugas ini lebih tepat apabila diisi oleh PTTP supaya proses penyelenggaraan pemerintahan tetap berjalan secara maksimal, efisien dan efektif

Page 9: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

9

2. Penyederhanaan klasifikasi jabatan dalam ASN, yaitu terdiri dari tiga jabatan : Jabatan Eksekutif Senior (JES), Jabatan Fungsional (JF), terdiri dari JF Keahlian dan JF Keterampilan; dan Jabatan Administrasi, terdiri dari Jabatan Pelaksana, Pengawas dan Administrator. Penyederhanaan ini untuk mengatasi permasalahan banyaknya jabatan-jabatan yang ada dalam PNS. Penyederhanaan ini didukung dengan adanya grading jabatan. Setiap jabatan diberikan bobot jabatan yang berbeda-beda tergantung pada beban kerja dan tanggung jawab yang diembannya. Hal ini juga didukung dengan adanya fit and proper test dan pola karier yang lebih jelas. Sehingga setiap pegawai bisa menentukan kariernya sendiri selama ada kesesuaian kompetensi yang dimiliki dengan standar kompetensi jabatan yang diinginkan dan tentu saja sesuai dengan kebutuhan organisasi.

3. Dibentuknya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk mengatasi overlapping lembaga yang terlibat dalam pengelolaan PNS. KASN adalah lembaga negara yang mandiri, bebas dari intervensi politik, dan diberi kewenangan untuk menetapkan regulasi mengenai profesi ASN. Memang ada kekhawatiran justeru menambah overlapping lembaga yang sudah ada, yaitu Kementerian PAN dan RB, BKN dan LAN. Akan tetapi pembentukan ini diikuti dengan penegasan tugas dan fungsi masing-masing lembaga sehingga potensi overlapping sudah tidak ada.

4. Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam pengelolaan PNS menganut : kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif dan efisien, keterbukaan (non-diskriminasi), persatuan dan kesatuan, keadilan dan kesetaraan dan kesejahteraan. Dengan prinsip-prinsip ini diharapkan PNS akan menjadi sosok yang handal, profesional serta berperilaku terpuji. Selama ini pengelolaan PNS memang didasarkan dengan prestasi kerja dan sistem karier tetapi didalam implementasinya belum mampu diwujudkan. Dengan prinsip-prinsip yang baru diharapkan bisa menjadi lebih jelas dan tegas, yang diperhatikan adalah adanya konsistensi dan pengawasan dari lembaga/pejabat yang terkait.

5. Perbedaan pengelolaan antara PNS dan PTTP. Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa ASN terdiri dari dua, yaitu PNS dan PTTP. Kedua pegawai ASN dikelola dengan sistem manajemen yang berbeda karena status, tugas dan fungsinya yang memang berbeda.

6. Dalam RUU ASN juga ditegaskan pentingnya melakukan pengembangan kompetensi. Hal ini ditegaskan dalam RUU ini bahwa semua PNS mempunyai hak untuk mengembangkan komptensinya. Hal ini untuk mengatasi lemahnya upaya pengembangan kompetensi PNS karena adanya berbagai kendala (anggaran, kesempatan, motivasi dan sebagainya). Dengan dimasukkannya hak pengembangan pegawai ini maka unit kepegawaian harus merencanakan kegiatan pengembangan pegawainya dan harus didukung dengan sumber daya secara maksimal.

E. Penutup

Semua upaya perbaikan dalam pengelolaan kepegawaian (PNS) sebagaimana tertuang dalam pokok-pokok RUU ASN tidak akan bisa dilaksanakan tanpa dukungan semua lembaga yang terkait. Perubahan-perubahan tersebut bisa dikatakan mendasar dalam pengelolaan PNS. Konsepnya adalah bahwa PNS dibuat untuk berkompetisi atau bersaing secara sehat dalam berkarier. Bagi PNS yang mempunyai kompetensi bagus maka dia akan memperoleh karier yang bagus, bisa berupa jabatan atau penghasilan

Page 10: Reformasi Kepegawaian (PNS) melalui RUU Aparatur Sipil ...inovasi.lan.go.id/uploads/download/1416462668_20.-2013-Reformasi... · Reformasi Kepegawaian ... (pelayanan). Kebijakan reformasi

10

yang bagus. Dan PNS yang kinerjanya bagus akan memperoleh reward yang bagus pula. Sementara bagi PNS yang tidak mau berkompetisi dan tidak mau bekerja maksimal maka harus siap menerima konsekuensinya, yaitu akan diberikan sanksi.

Akan tetapi semua upaya tersebut membutuhkan waktu yang lama. Karena tidak semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan PNS mempunyai pandangan dan persepsi yang sama. Tantangan yang ada bukan hanya terkait dengan kebijakan tetapi juga bagaimana pimpinan terkait. Tetapi apabila tidak segera dilakukan perubahan kebijakan niscaya PNS profesional bisa diwujudkan. Maka yang saat ini dilakukan adalah upaya-upaya penyamaan persepsi dan pandangan terkait tujuan RUU ASN. Meskipun inisiatif perubahan ini berasal dari DPR, tetapi apabila dipahami untuk kebaikan semua penyelenggara pemerintahan maka konsep ini akan bisa diterima. Perubahan memang membutuhkan pengorbanan.

Daftar Bacaan

1. Budi, Setia dan Sudrajat, Agus, Perbaikan Sistem Remunerasi PNS untuk

Meningkatkan Kinerja dan Menghilangkan Social Cost, dalam Jurnal Administrasi dan Pembangunan, Persadi, Jakarta, Edisi Khusus Januari 2007.

2. http://cpi.transparency.org 3. http://www.kpk.go.id 4. Kompas, 10 Desember 2007 5. Kompas, 12 Januari 2007 6. Lembaga Administrasi Negara, Efektivitas Peraturan di Bidang Kepegawaian, Jakarta,

2004. 7. Lembaga Administrasi Negara, Grand Design Reformasi Sistem Manajemen PNS,

Jakarta, 2010. 8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. 9. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi

2010–2025. 10. Sofian Effendi, Pokok-Pokok Pikiran RUU Aparatur Sipil Negara, bahan presentasi

pada acara Panel Discussion tentang RUU ASN, diselenggarakan oleh LAN-RI, Jakarta, 15 Desember 2011.

11. UU Nomor 43 Tahun 1999 sebagai perubahan UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

12. www.bkn.go.id