refleksi kasus open fracture

40
REFLEKSI KASUS OPEN FRACTURE DIAFISIS TIBIA Disusun oleh: MONIKA TATYANA YUSUF 20100310057 Pembimbing: dr. Wahyu Purnomo, SpOT RSUD Salatiga KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

Upload: monika-tatyana-yusuf

Post on 14-Jul-2016

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Refleksi Kasus open fracture

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus open fracture

REFLEKSI KASUS

OPEN FRACTURE DIAFISIS TIBIA

Disusun oleh:

MONIKA TATYANA YUSUF

20100310057

Pembimbing: dr. Wahyu Purnomo, SpOT

RSUD Salatiga

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Page 2: Refleksi Kasus open fracture

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul

OPEN FRACTURE TIBIA

Disusun oleh:

Nama: Monika Tatyana Yusuf

No. Mahasiswa: 20100310057

Telah dipresentasikan

Hari/Tanggal:

Disahkan oleh:

Dosen Pembimbing,

dr. Wahyu Purnomo, Sp.OT

Page 3: Refleksi Kasus open fracture

BAB I

STATUS PASIEN

a. Identitas Pasien

Nama : An. IT

Umur : 13 tahun

Jenis Kelamin : Pria

b. Anamnesa

Keluhan Utama

Pasien kecelakaan lalu lintas dengan riwayat jatuh dari sepeda motor, badan jatuh

ke kanan dan kaki kanan menumpu beban tubuh serta sepeda motor. Terdapat luka robek

dengan darah keluar cukup banyak pada pergelangan kaki kanan dan punggung kaki

kanan. Kaki kanan terasa nyeri bila digerakkan dan tidak kuat untuk mengangkat kaki

kanannya, kesemutan (-).

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mendapatkan pertolongan pertama di IGD dengan dilakukan pembersihan

pada luka robek tersebut dengan cairan NaCl. Luka robek dengan panjang sekitar 4-5 cm,

jaringan sekitar luka tidak terdapat kerusakan. Luka robek tersebut kemudian dilakukan

prosedur aseptic dengan povidone iodine dan dilakukan jahit situasi kemudian dilakukan

pembidaian.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien mengatakan bahwa sebelumnya tidak pernah ada riwayat penyakit apapun.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada riwayat penyakit dan keluhan yang sama dalam keluarga.

Riwayat Personal Sosial :

Pasien adalah seorang pelajar sekolah menengah pertama, yang baru-baru ini

belajar mengendarai sepeda motor. Saat kejadian pasien mengendarai sepeda motor tanpa

pendampingan dari orang tua.

Page 4: Refleksi Kasus open fracture

Tinjauan Sistem:

Kepala leher : tidak ada keluhan

Kulit : tidak ada keluhan

THT : tidak ada keluhan

Respirasi : tidak ada keluhan

Gastrointestinal : tidak ada keluhan

Kardiovaskular : tidak ada keluhan

Perkemihan : tidak ada keluhan, nyeri (-)

Sistem Reproduksi : tidak ada keluhan

Ekstremitas : terdapat beberapa luka lecet pada kaki kiri dan luka robek pada

pergelangan kaki kanan dengan panjang 4-5 cm, kaki kanan susah diangkat, merasa

nyeri, krepitasi (+), deformitas (-), kesemutan (-), pulsasi a. dorsalis pedis (+), sensorik

(+), CRT <2”.

Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien

S (Subyektif):

Pasien kecelakaan lalu lintas dengan riwayat jatuh dari sepeda motor, badan jatuh ke

kanan dan kaki kanan menumpu beban tubuh serta sepeda motor. Terdapat luka robek

dengan darah keluar cukup banyak pada pergelangan kaki kanan dan punggung kaki

kanan. Kaki kanan terasa nyeri bila digerakkan dan tidak kuat untuk mengangkat kaki

kanannya, kesemutan (-). Pasien mendapatkan pertolongan pertama di IGD dengan

dilakukan pembersihan pada luka robek tersebut dengan cairan NaCl. Luka robek dengan

panjang sekitar 4-5 cm, jaringan sekitar luka tidak terdapat kerusakan. Pada sekitar luka

robek teraba krepitasi dan adanya nyeri tekan, serta pasien tidak mampu untuk

mengangkat kaki kanannya. Luka robek tersebut kemudian dilakukan prosedur aseptic

dengan povidone iodine dan dilakukan jahit situasi kemudian dilakukan pembidaian.

O (Obyektif) :

o Keadaan Umum : CM, baik.

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 370C

Page 5: Refleksi Kasus open fracture

o Kepala dan Leher :

Conjungtiva anemis :-/-

Sklera Ikterik: -/-

Pembesaran Limfonodi: -

Peningkatan JVP : -

o Cor

Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ditemukan bising atau suara

tambahan jantung

o Pulmo

Bentuk paru simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan bentuk.

Tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus tidak ada peningkatan

maupun penurunan.

Tidak ada nyeri tekan pada lapang paru, krepitasi (-)

Perkusi : sonor

Suara dasar vesikuler : +/+ (positif di lapang paru kanan dan kiri)

Suara rokhi basah halus : -/-

Suara wheezing : -/-

o Status Lokalis : Abdomen

Bentuk datar, jejas (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), supel (+)

Peristaltik usus (+) normal

Perkusi : timpani

o Ekstremitas

Status lokalis : cruris dextra

Look : Tampak luka robek pada pergelangan kaki kanan dan dorsum pedis

dextra dengan panjang 4-5 cm, luka bersih, tidak kerusakan jaringan yang

luas, deformitas (-), bengkak (+)

Feel : Teraba krepitasi pada cruris dextra bagian distal (bagian tibia) (+),

nyeri tekan (+), pulsasi distal (a.dorsalis pedis) (+), akral hangat, sensorik

(+), CRT <2”, kesemutan (-).

Page 6: Refleksi Kasus open fracture

Move : Kelima jari kaki dapat digerakkan, keterbatasan gerak pada sendi

pergelangan kaki kanan.

o Pemeriksaan penunjang

Darah Rutin :

Leukosit : 18,77 (N: 4.5-11)

Eritrosit : 5,67 (N: 4.5-5.5)

Hemoglobin : 12,8 (N: 14-18)

Hematokrit : 41,1 (N: 40-54)

Trombosit : 337 (N: 150-450)

PTT : 12,3 (N: 11,5-15,5)

APTT : 26,0 (N: 24-36,2)

Ratio : 0,98

INR : 0,97

Rontgen Cruris Dextra

Fraktur Diafisis 1/3 Tibia Distal Dekstra

Page 7: Refleksi Kasus open fracture

Post ORIF Fraktur Diafisis 1/3 Tibia Distal Dekstra

A (Assessment) :

o Open Fracture Tibia 1/3 Distal Dextra Grade II

Page 8: Refleksi Kasus open fracture

P (Planning)

1. Debridement

2. ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

Obat/non Obat yang

digunakan

Dosis Cara

Pemberian

Infus RL 20 tetes/ menit I.V

Inj Cefazolin 1 gram / 12 jam I.V

Inj Gentamycin 40 mg/ 12 jam I.V

Novalgin 1 amp/8 jam I.V

Inj ATS (post KLL) 1 amp I.V

Page 9: Refleksi Kasus open fracture

BAB II

PEMBAHASAN

A. FRAKTUR TERBUKA

1. FRAKTUR SECARA UMUM

Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan,

baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma atau ruda

paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung.

Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya.

Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan

tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka,

Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang

disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi, sedangkan trauma tumpul dapat

menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila tidak ada luka yang menghubungkan

fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit. Insiden fraktur secara keseluruhan

adalah 11,3 dalam 1000 per tahun, pada laki-laki adalah 11,67 dalam 1000 per tahun,

sedangkan pada perempuan 10,65 dalam 1000 per tahun.

Patofisiologi Fraktur

Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak,

periosteum terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan

darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi di

dalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitive (osteogenik) berdiferensiasi

menjadi chondroblast dan osteoblast. Chondroblast akan mensekresi fosfat yang

merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (callus) di sekitar lokasi

fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas bertemu dengan lapisan callus dari

fragmen satunya dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur)

terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblast yang melekat pada

tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang provisional ini akan

menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi.

Callus tulang akan mengalami remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh

Page 10: Refleksi Kasus open fracture

seperti bentuk osteoblast tulang baru dan osteoclast akan menyingkirkan bagian yang

rusak dan tulang sementara.

2. FRAKTUR TERBUKA

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan

penanganan terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga

diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa

hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi

yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridement yang berulang-ulang,

stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian

antibiotic yang adekuat. Sepertiga dari pasien fraktur terbuka biasanya mengalami

cedera multiple.

Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara dan lokasi serta tingkat keparahan

cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai

tubuh, Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma kecelakaan lalu

lintas, ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan pada jaringan

lunak dan devitalisasi.

Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan

area yang mengalami cidera karena diskontinuitas pada kulit, debris, dan infeksi

dapat masuk ke lokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi pada

tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson melaporkan

bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur yang positif pada luka mereka

pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang memiliki hasil kultur negatif pada

awalnya, menjadi positif pada saat penutupan definitif.

Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur

dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam

hingga ke permukaan kulit atau kulit di permukaan yang mengalami penetrasi suatu

obsjek yang tajam dari luar hingga ke dalam. Fraktur terbuka sering timbul

komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa nerasal dari flora normal di kulit, seperti

staphylococcus, Propionibacterium acne, Micrococcus dan dapat juga

Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit, hasil juga menunjukkan gambaran

Page 11: Refleksi Kasus open fracture

bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan

pada saat terjadinya fraktur.

Klasifikasi

Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok;

Grade I : kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam, kontusio otot

minimal, fraktur simple transverse atau short oblique.

Grade II : laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal,

kerusakan komponen minimal hingga sedang; fraktur simple transverse atau short

oblique dengan kominutif yang minimal.

Grade III : Kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, struktur

neurovaskularisasi seringkali merupakan cedera oleh energy yang besar dengan

kerusakan komponen yang berat.

III A : terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,

walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

III B : fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang

terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif.

Biasanya disertai kontaminasi massif dan merupakan trauma Ihigh energyI tanpa

memandang luas luka.

III C : terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan

bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.

Pada pasien ini saat datang ke IGD terlihat terdapat luka robek kurang

lebih sepanjang 4-5 cm dengan, kerusakan jaringan minimal, tulang masih terbungkus

oleh jaringan lunak, tidak ada tulang yang mencuat keluar. Kemudian dilakukan

pemeriksaan didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti membengkak, krepitasi

teraba, nyeri bila digerakkan, pasien tidak kuat untuk mengangkat kaki kanannya.

Sehingga didapatkan bahwa pasien ini mengalami fraktur terbuka grade II.

Page 12: Refleksi Kasus open fracture

Gambar 1. Klasifikasi Fraktur Terbuka Berdasarkan Gustilo dan Anderson

3. ETIOLOGI FRAKTUR TERBUKA

Fraktur terbuka disebabkan oleh energy tinggi trauma, paling sering dari

pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga

disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat keparahan cidera

fraktur terbuka berhubungan langusng dengan lokasi dan besarnya gaya yang

mengenai tubuh. Ukuran luka bisa hanya beberapa millimeter hingga terhitung

diameter. Tulang mungkin terlihat atau tidak terlihat pada luka. Fraktur terbuka

lainnya dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dan dapat merusak saraf dan

pembuluh darah sekitarnya. Fraktur terbuka ini juga bisa terjadi secara tidak

langsung, seperti cidera tipe energy tinggi yang memutar.

4. DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatic, fraktur), baik yang

hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk

menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena

Page 13: Refleksi Kasus open fracture

fraktur tidak selamatnya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada

daerah lain.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya;

- Syok, anemia, atau perdarahan.

- Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau

organ-organ dalam rongga thorax, panggul, dan abdomen.

- Fraktur predisposisi, misalnya fraktur patologis.

c. Pemeriksaan Lokal

- Inspeksi (Look)

Membandingkan dengan bagian yang sehat.

Memperhatikan posisi anggota gerak (adakah deformitas atau tidak).

Keadaan umum penderita secara keseluruhan.

Ekspresi wajah karena nyeri.

Tanda-tanda anemia karena perdarahan.

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur

tertutup dan terbuka.

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.

Memperhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan pemendekan.

Melakukan survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ

lain.

Memperhatikan kondisi mental penderita.

Keadaan vaskularisasi.

- Palpasi (Feel)

Memperhatikan temperature setempat meningkat atau tidak.

Nyeri tekan, nyeri tekan bersifat superficial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.

Krepitasi, dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-

hati.

Page 14: Refleksi Kasus open fracture

Pemeriksaan vascular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,

arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang

terkena.

Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah

trauma, temperature kulit.

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai.

- Pergerakan (Move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan

pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada

penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga

uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, dismaping itu juga dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

d. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta

gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis.

e. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta

ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak

selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen

untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Pada pasien ini saat datang ke IGD dilakukan pemeriksaan primary survey

dengan pertama kali melihat keadaan umum pasien, pasien compos mentis dan

airway serta breathing baik ditandai dengan menangis keras saat datang, kemudian

dilakukan pemeriksaan circulation dengan mengecek pulsasi nadi masih teraba,

kuat angkat, dan CRT <2”, conjunctiva tidak pucat, keadaan vital sign dari pasien

ini adalah dalam batas normal yaitu tensi 110/70, nadi 82x/menit, RR 20x/menit,

suhu 37 derajat celcius, keadaan vital sign ini dipantau terus setiap saat apakah ada

penurunan atau tidak.

Page 15: Refleksi Kasus open fracture

Setelah dilakukan primary survey kemudian dilanjutkan pemeriksaan yang

lain yaitu pemeriksaan general, tidak didapatkan adanya trauma pada kepala,

abdomen maupun thorax, kemudian dilanjutkan pemeriksaan lokalisasi, didapatkan

tanda-tanda fraktur dari sisi look didapatkan adanya luka robek sepanjang 4-5 cm

pada pergelangan kaki yang memungkinkan adanya fraktur terbuka, sweeling pada

dorsum pedis dekstra. Kemudian dari feel didapatkan adanya krepitasi di bagian

atas dari ankle cruris dekstra yang menunjukkan adanya krepitasi di tulang tibia,

cruris dekstra teraba hangat, pulsasi arteri dorsalis pedis teraba, CRT<2”, yang

menandakan tidak adanya gangguan dengan vaskularisasi. Pada move dinilai pasien

masih bisa menggerakan jari-jari kakinya namun tidak dapat mengangkat kaki

kanannya karena kesakitan saat digerakkan. Dari pemeriksaan tersebut

mengkonfirmasi adanya tanda-tanda fraktur sehingga untuk lebih jelas maka

dilakukan pemeriksaan radiologis.

Dari hasil pemeriksaan radiologis didapatkan hasil bahwa terdapat fraktur

pada tibia yaitu pada daerah diafisis tibia terletak di 1/3 distal. Fraktur yang diderita

pasien ini berjenis fraktur spiral, yang berarti untuk penyembuhannya karena pasien

juga mengalami luka robek yang berarti open fraktur grade II, berarti harus

dilakukan tindakan operatif. Sehingga diagnosis untuk pasien ini adalah Open

fracture diafisis tibia dekstra 1/3 distal.

5. TATALAKSANA FRAKTUR TERBUKA

Setelah dilakukan berbagai macam pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan

vital sign, pemeriksaan fisik, dan radiologis kemudian didiagnosis sebagai fraktur

terbuka diafisis tibia maka dilakukan pedoman terapi yang sesuai, yaitu pada

prinsipnya sebagai berikut;

A. Pedoman Umum Terapi

Fraktur terbuka merupakan suatu kedaruratan bedah yang harus ditangani

dengan segera yaitu terapi untuk luka nya dan terapi fraktur. Khusus pada fraktur

terbuka, harus diperhatikan bahaya terjadi infeksi, baik infeksi sistemik maupun

lokal pada tulang yang bersangkutan. Empat hal penting yang perlu adalah

Page 16: Refleksi Kasus open fracture

antibiotik profilaksis, debridement urgent pada luka dan fraktur, stabilisasi fraktur,

penutupan luka segera secara definitif.

Angka kejadian infeksi dan non-union masih menjadi masalah.

Kontaminasi pada saat fraktur disebut luka terkontaminasi pada 6-12 jam pertama,

misalnya organism terdapat di dalam luka bersamaan dengan bahan-bahan asing

di permukaan kulit. Setelah 12 jam, kontaminan ini masuk ke dalam jaringan

sehingga luka ini disebut luka terinfeksi.

Pemberian antibiotic sejak dini merupakan hal yang penting pada kasus

fraktur terbuka dan apabila disertai denan irigasi dan debridement, maka kejadian

infeksi dapat dikurangi dengan drastis. Semua fraktur terbuka harus ditambahkan

tatalaksana untuk resiko kontaminasi Clostridium tetani. Pada saat

memungkinkan, penutupan luka secara dini dapat pula menurunkan angka infeksi,

yang terutama disebabkan oleh organisme nosokomial. Stabilisasi skeletal secara

dini sangat dibutuhkan, yang mana dapat disertai fiksasi eksterna yang temporer.

Terapi awal :

a. Meliputi penghentian perdarahan (sebelum dibawa ke rumah sakit) yaitu

dengan kain yang bersih untuk membungkus luka, membalut luka secara ketat

dengan pembalut khusus atau tourniquet, mengencangkan pembalut elastic

pada ujung anggota gerak. Hal ini tidak boleh dilakukan lebih dari 45 menit.

Jika sirkulasi darah terhambat lebih lama, maka dapat tibul iskemia dan

gangrene jaringan.

Pada pasien ini saat datang dibawa dengan kaki dibungkus kain yang

dibalut untuk menghentikan perdarahan pada kaki kanannya, hal ini sudah

dilakukan dengan benar untuk membalut luka dengan kain berlapis untuk

menekan perdarahannya. Namun kekurangannya adalah banyak masyarakat

yang mungkin belum mengetahui cara membuat bidai atau mentransportkan

pasien masih dengan cara yang salah. Pasien datang dalam keadaan tidak

terbidai, digendong oleh orang tuanya yang memungkinkan jika telah terjadi

fraktur dapat saja tergeser posisinya karena gerakan berlebihan dan

mengakibatkan sakit yang bertambah dan bagian fraktur yang makin jauh dari

posisinya.

Page 17: Refleksi Kasus open fracture

b. Membawa penderita ke rumah sakit ; melakukan pemeriksaan secara seksama,

mengatasi syok, menjaga supaya tubuh tetap hangat, menggantikan darah yang

hilang dengan transfuse, memberikan glukosa 5%, hingga darah tersedia, atau

dapat juga digunakan plasma ekspander. Pada pasien ini telah dilakukan

primary survey dan tidak didapatkan tanda-tanda syok sehingga hanya

diberikan infuse RL dengan terapi maintenance.

c. Melakukan pemeriksaan sinar-X untuk menilai keadaan cedera. Pasien

dilakukan pemeriksaan sinar X untuk mengkonfirmasi tanda-tanda fraktur yang

ditemukan pada cruris dekstra.

d. Antibiotik. Terapi antibiotik untuk fraktur terbuka harus secara langsung

dilakukan, idealnya adalah 3 jam setelah terjadi luka. Resiko infeksi terlihat

menurun 6 kali lipat melalui tindakan ini. Fraktur tipe I & II dengan

kecenderungan infeksi bakteri gram positif, maka sefalosporin dapat diberikan

dengan alternatif fluoroquinolon. Fraktur tipe III biasanya dapat ditambahkan

gentamisin. Tipe ini biasanya terkontaminasi organisme gram negatif dan pada

kasus luka yang terkontaminasi tanah, diperlukan penanganan antibiotic

tambahan untuk bakteri anaerob. Biasanya diberikan penicillin untuk infeksi

Clostridial. Pikirkan juga mengenai infeksi nosokomial misalnya seperti

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas. Durasi pemberian antibiotic antara

1-3 hari apabila luka bersih dan tidak terkontaminasi tanah. Namun sebaiknya

diberikan hingga luka menutup.

Pada pasien ini mendapatkan terapi injeksi cefazolin 1 gram/12 jam yang

merupakan golongan sefalosporin generasi pertama dan injeksi gentamicin

40mg/12jam, sesuai dengan protab antibiotik yang diberikan saat terjadi fraktur

terbuka.

Page 18: Refleksi Kasus open fracture

Gambar 2. Antibiotik untuk Fraktur Terbuka

e. Pemberian ATS

Luka yang terkontaminasi dengan kotoran, saliva, atau feses; luka tusukan ,

termasuk injeksi non-steril; luka tembak; frostbite, avulse; dan crush injuries

harus mendapat pertimbangan akan adanya Clostridium tetani yaitu bakteri

gram positif anaerob yang bertanggung jawab atas infeksi tetanus. Profilaksis

dan terapi tetanus harus dipikirkan untuk setiap pasien dengan fraktur terbuka.

Center for Disease Control and Prevention telah merekomendasikan imunisasi

tetanus via TT (Tetanus Toksoid) pada usia 2,4,6 bulan, 12-18 bulan, 5 tahun,

11-12 tahun, dan kemudian setiap interval 10 tahun untuk mempertahankan

status imun. Pada beberapa pasien yang datang dengan fraktur terbuka namun

belum menjalani imunisasi lengkap tetanus atau belum mendapat booster

dalam 5 tahun terakhir, kepada mereka harus diberikan booster tetanus toksoid.

Apabila luka terlihat cenderung mengalami kontaminasi oleh Clostridium

Tetani, maka tetanus toksoid harus dikombinasikan dengan Human Tetanus

Immune Globulin (HTIG) sebanyak 200-250 IU. Selain itu, apabila selama 10

tahun terakhir pasien belum mendapat booster tetanus atau pasien sementara

memiliki status immunocompromised, maka baik tetanus toksoid maupun

Page 19: Refleksi Kasus open fracture

HTIG harus diberikan. HTIG dapat memberikan proteksi infeksi kepada psien

selama kurang lebih 3 minggu.

Saat datang pasien telah diberikan injeksi ATS 1 ampul, karena pasien

mengalami open fracture dan sangat dimungkinkan terpaparnya kotoran, tanah,

yang mengandung bakteri Clostridium tetani tersebut.

B. Terapi Operatif

Pada pasien setelah dilakukan pemeriksaan dan terapi awal untuk

open fracture kemudian dilakukan terapi operatif keesokan harinya dengan

terapi debridement dan fiksasi internal sebagai berikut;

a. Debridement

Setelah dianestesi, kulit di sekitar luka dibersihkan dengan air sabun atau

yodium. Keluarkan semua benda asing dari dalam luka, otot-otot yang hancur

dieksisi, buang sobekan periosteum yang longgar. Setiap kantong di dalam luka

harus dibuka. Setelah itu luka disiram dengan cairan garam fisiologis, lalu

eksisi sekeliling pinggir luka dengan batas pinggir 1/6 inchi. Akan tetapi,

kecenderungan untuk mengeksisi jaringan seminimal mungkin harus dihindari

mengingat tingkat kontaminasi yang tinggi pada luka ini terutama pada tipe III.

Salah satu pemeriksaan penting dalam proses debridement adalah vaskularisasi

pada jaringan yang terkena kerusakan maupun jaringan sehat di sekitarnya.

Pengetahuan tentang pola vascular sangat penting untk menghindari

komplikasi. Irigasi yang dilakukan dengan debridement bersifat mutlak dan

krusial dalam penanganan fraktur terbuka. Protokol yang lazim digunakan

adalah irigasi sebanyak 3 liter untuk fraktur terbuka tipe I, 6 liter untuk tipe II,

dan 9 liter untuk tipe III.

b. Stabilisasi Skeletal

Stabilisasi dini akan melindungi jaringan lunak di sekitar zona luka dengan

cara mencegah kerusakan tambahan akibat pergerakan dari fragmen patahan.

Ini juga akan memperbaiki panjang, alignment, dan rotasi – semua prinsip vital

dari fiksasi fraktur. Traksi skeletal, fiksasi eksternal, dan plate and screw

intrameduler. Pilihannya bergantung pada tulang yang patah dan lokasi fraktur

(intraartikular, metafisis, diafisis), luasnya cedera jaringan lunak dan derajat

Page 20: Refleksi Kasus open fracture

kontaminasi, dan status fisiologis pasien. Fiksasi eksterna adalah metode yang

berguna bagi ahli bedah untuk penanganan fraktur terbuka akut. Indikasi fiksasi

eksterna adalah fraktur terbuka dengan kontaminasi berat dengan kerusakan

jaringan lunak yang ringan, cedera tipe IIIA. Fiksasi dengan menggunakan

plate umumnya diindikasikan untuk fraktur ekstremitas atas dan fraktur

periartikuler. Pada pasien ini dilakukan fiksasi internal dengan pemasangan

plate dan screw pada diafisis tibia.

c. Penutupan Luka

Pilihan untuk penutupan luka pada penanganan fraktur terbuka termasuk

penutupan primer pada kulit, split-thickness skin grafting, dan penggunaan flap

otot lokal maupun bebas. Waktu untuk penutupan luka dapat terbagi menjadi

immediate closure, early closure, dan delayed closure. Immediate adalah

penutupan pada saat intervensi operatif inisial; early adalah penutupan dalam

24-72 jam cedera; dan pada delayed setelah lebih dari 3 hari cedera. Biasanya

early closure banyak dipilih untuk menghindari infeksi nosokomial

(Pseudomonas sp) namun literature saat ini telah banyak menganjurkan

immediate closure bila kriteria terpenuhi (untuk tipe I,II & IIIA selektif).

Terapi-terapi tersebut di atas diberikan jika penderita datang dalam

tempo 12 jam post-trauma. jika penderita datang terlambat dan luka telah

terinfeksi, maka prosedur di atas tidak dapat dipergunakan. Hanya kotoran dan

debu dari dalam dikeluarkan, dibersihkan, dan dibalut. Tulang direduksi sejauh

mungkin dan diplester dengan plester gips paris. Plester ini dibuka tiap bulan

hingga fraktur menyembuh. Setelah itu lakukan reduksi fraktur dan tutupi luka.

Sedapat mungkin, hindari fiksasi interna pada luka. Kemudian gunakan bidai

plester paris dan diterapi sebagai fraktur tertutup.

6. ANATOMI TIBIA

Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi

menyanggah berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caput

fibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas

yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada ujung atas

Page 21: Refleksi Kasus open fracture

terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang disebut plateau tibia lateral dan

medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis femoris dan dipisahkan

oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articulares condylorum

tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior; di antara kedua area ini

terdapat eminentia intercondylus.

Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis

circularis yang kecil dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior

condylus medialis terdapat insertion m. semimembranous. Corpus tibiae berbentuk

segitiga pada potongan melintangnya dan mempunyai tiga margines dan tiga facies.

Margines anterior dan medial, serta facies medialis diantaranya terletak subkutan.

Margo anterior menonjol dan membentuk tulang kering. Pada pertemuan antara

margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas yang merupakan tempat

melekatnya ligamentum patellae. Margo anterior di bawah membulat dan

melanjutkan diri sebagai maleolus medialis. Margo lateral atau margo interosseus

memberikan tempat perlekatan untuk membrane interossea. Facies posterior dan

corpus tibiae menunjukkan linea oblique yang disebut linea musculi solei untuk

tempat m.soleus.

Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat

permukaan sendi berbentuk pelana untuk os talus ujung bawah memanjang ke bawah

dan medial untuk membentuk maleolus medialis. Facies lateralis dari maleolus

medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawah tibia terdapat lekukan

yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula.

7. FRAKTUR TIBIA DIAFISIS

Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau

persendian pergelangan kaki. Jenis fraktur tibia yang terjadi pada pasien ini adalah

fraktur tibia diafisis. Mekanisme trauma dari fraktur diafisis tibia ini terjadi karena

adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik

pendekm sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia

biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai

bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah sering

bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

Page 22: Refleksi Kasus open fracture

Gambar 3. Fraktur Diafisis Tibia

Klasifikasi Fraktur :

Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia berdasarkan

pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup yaitu; simple, wedge, dan kompleks. Masing-

masing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:

A. Tipe simple, terbagi 3: spiral,oblik, transversal.

B. Tipe wedge, terbagi 3 : spiral, bending,dan fragmen.

C. Tipe kompleks, terbagi 3 : spiral, segmen, dan irregular.

Gambar 4. Klasifikasi Fraktur Diafisis Tibia (Orthopaedic Trauma Association)

Page 23: Refleksi Kasus open fracture

Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem

Gustilo sebagai berikut:

Tipe I : lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm

Tipe II : panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang

luas

Tipe IIIa : luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10cm dan

mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan

komplikasi.

Tipe IIIb : luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat.

Tipe IIIc : fraktur dengan gangguan vascular dan memerlukan penanganan terhadap

vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.

Gambaran klinis

Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri, dan sering ditemukan

deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa

muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial dan

perhatian pada ekstremitas yang mengalami cedera. Sindroma kompartementerdiri :

pain, pallor, paralysis, parestesia, pulselessness.

Pemeriksaan Radiologis

Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dari

pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, seperti

transversal, spiral, oblik atau rotasi/angulasi. Dari pemeriksaan ini dapat pula

ditentukan fraktur pada tibia atau fibula atau keduanya. Foto yang digunakan adalah

foto polos AP dan lateral. Pemeriksaan radiologis harus mencakup dua sendi, dua

pandangan, dua ekstremitas untuk membandingkan kanan dan kiri.

Tatalaksana

a. Konservatif

Terapi standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan

manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk

imobilisasi, dipasang sampai di atas lutut.

Prinsip reposisi adalah untuk fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak

ada angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi dapat dilakukan koreksi

Page 24: Refleksi Kasus open fracture

setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi

dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan

operasi.

b. Operatif

Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi

konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan operatif

adalah dengan fiksasi interna berupa pemasangan plate dan screw, atau nail

intramedular, atau pemasangan screw saja sesuai dengan jenis frakturnya atau

pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia

adalah; fraktur tibia terbuka grade III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan

yang hebat atau hilangnya fragmen tulang., Pseudoarthrosis yang mengalami infeksi.

Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif fiksasi internal berupa pemasangan plate

dan screw pada diafisis tibia, dengan berhati-hati pada bagian epyphysial plate

mengingat pasien masih anak-anak. Pada pasien ini fraktur terjadi pada bagian

diafisis tibia dan tidak mengenai ephyphisial plate, sehingga dalam pemasangan plate

dan screw ini perlu kehati-hatian agar tidak mengenai ephysial plate supaya tidak

menganggu pertumbuhan dari anak tersebut.

Dilakukan insisi kulit pada bagian yang fraktur sampai ditemukan tulang

yang fraktur, dilakukan suction pada perdarahan untuk membuka lapang pandang,

kemudian dilakukan pengukuran plate yang akan dipasang, menandai bagian

ephyphisal plate. Kemudian dilakukan pengeboran tulang pada lubang-lubang plate

tersebut. Memperdalam lubang tersebut sampai dengan korteks pertama dan kedua,

setelah itu dilakukan pemasangan screw dan dikuatkan dengan obeng. Berikut adalah

ilustrasi dari pemasangan fiksasi internal;

Page 25: Refleksi Kasus open fracture

Gambar 5. Ilustrasi Pemasangan Plat dan Screw pada Fraktur Diafisis Tibia

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah infeksi,

delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah (sindrom

kompartemen anterior), Gangguan pergerakan sendi yang disebabkan adanya adhesi

pada otot-otot cruris.

Prognosis atau Penyembuhan Fraktur Pada Anak

Proses penyembuhan fraktur adalah suatu proses biologis alami yang akan

terjadi pada setiap fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa

jaringan parut. Proses penyembuhan mulai terjadi segera setelah tulang mengalami

kerusakan, bila lingkungannya memadai maka bisa sampai terjadi konsolidasi. Faktor

mekanis seperti imobilisasi sangat penting untuk penyembuhan, selain itu faktor

biologis juga sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.

Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daripada orang

dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada periosteum

dan endosteum. Pada tulang anak memiliki fisiologi yang berbeda, pada anak tulang

mengalami pertumbuhan berlebihan (over growth) yaitu pertumbuhan diafisis tulang

panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan

lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan. Kemudian jika

terjadi deformitas maka deformitas tersebut akan progresif sehingga jika terjadi

Page 26: Refleksi Kasus open fracture

kerusakan permanen pada lempeng epifisis atau ephyphysial plate akan terjadi

pemendekan atau angulasi. Selain itu jika terjadi fraktur total jarang terjadi bersifat

kominutif karena tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.

Waktu penyembuhan tulang pada anak berhubungan dengan proses remodeling

tulang pada anak sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.

Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal, serta tidak mudah mengalami

robekan dibandingkan orang dewasa. Sehingga pada anak-anak, pertumbuhan

merupakan dasar terjadinya remodeling yang lebih besar dibandingkan pada orang

dewasa. Selain itu fragmen tulang pada anak mempunyai vaskularisasi yang baik dan

penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Waktu penyembuhan anak secara kasar

adalah setengah kali waktu penyembuhan pada orang dewasa.

Page 27: Refleksi Kasus open fracture

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari refleksi kasus ini adalah;

1. Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia

luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga ke permukaan

kulit atau kulit di permukaan yang mengalami penetrasi suatu obsjek yang tajam dari luar

hingga ke dalam. Fraktur terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi.

2. Prinsip penanganan fraktur terbuka adalah semua fraktur terbuka dikelola secara

emergensi, melalukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengamcam

jiwa, memberikan antibiotic, melakukan debridement dan irigasi pada luka, melakukan

stabilisasi pada fraktur atau imobilisasi awal, melakukan pencegahan tetanus dengan

pemberian ATS, kemudian dilakukan debridement dan dilakukan fiksasi internal maupun

eksternal sesuai dengan jenis fraktur dan grade fraktur terbukanya, jika fraktur terbuka

grade III maka dilakukan fiksasi eksternal, dan untuk grade I dan II masih dapat dilakukan

fiksasi internal, kemudian saat dilakukan pemasangan fiksasi internal pada tulang anak,

harus diidentifikasi terlebih dahulu bagian ephyphysial plate nya supaya dijaga dan

dihindari agar tidak terjadi kerusakan saat dilakukan pemasangan plate and screw, karena

jika terjadi kerusakan maka ditakutkan kerusakan tersebut akan permanen dan padahal

tempat tersebut adalah sumber pertumbuhan untuk tulang anak.

3. Proses penyembuhan tulang pada anak berlangsung lebih cepat dibandingkan orang

dewasa, karena proses remodeling tulang pada anak sangat aktif. Periosteum pada anak-

anak sangat kuat dan tebal, serta tidak mudah mengalami robekan dibandingkan orang

dewasa.Periosteum ini mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam

proses pertumbuhan transversal tulang panjang.

Page 28: Refleksi Kasus open fracture

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Rudi Ali. (2008). Ultimate Surgery Revealed Orthopedy. Jakarta :EGC

American College of Surgeons. (2008). Advanced Trauma Life Support for Doctors Student Course Manual Eight Edition.

Helmi, Zairin Noor. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Minno Patel, MBBS, PhD. Open Tibia Fractures. Medscape Reference (updated Nov 21, 2013) http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview diakses pada tanggal 11 April 2015

Netter, Frank H. MD. (2000). Atlas Anatomi Manusia. Elsevier.

Thomas M.S.,Jason H.C. Open Fractures. Medscape Reference (updated Feb 4, 2014) http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview diakses pada tanggal 11 April 2015