multiple fracture mandibula
DESCRIPTION
multiple fracture mandibulaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Trauma penyebab fraktur dapat berupa trauma
langsung atau tidak langsung.
Penderita trauma yang datang ke rumah sakit tak jarang dijumpai dengan
trauma wajah dan sebagian besar melibatkan mandibula. Trauma yang melibatkan
mandibula disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, olahragawan
dan penganiayaan yang menyebabkan gangguan fungsi bicara, gangguan
mengunyah dan deformitas wajah.
Penanganan trauma wajah serius sering terlambat oleh karena menunggu
stabilnya jalan napas dan hemodinamik, penanganan trauma serius lainnya seperti
trauma kepala, dada dan skeletal. Hal-hal tersebut masih merupakan masalah
dalam penanganan trauma wajah tepat waktu.
Mandibula merupakan bagian tulang yang paling rentan mengalami fraktur
pada trauma facialis. Hal ini dapat disebabkan karena posisinya yang menonjol
dan merupakana sasaran pukulan dan benturan. Trauma pada umumnya diderita
pada laki-laki dibandingkan perempuan pada usia 20-30 tahun. Di luar negeri ke-
banyakan kejadian trauma facialis meningkat pada musim panas.
Mandibula tersusun dari dua bagian keping yaitu keping luar yang tebal dan
keping dalam yang dipisahkan oleh tulang medulla trabekularis. Dari keseluruhan
struktur mandibula, bagian yang terlemah adalah daerah sub kondilar, angulus
mandibula dan region mentalis. Fraktur subkondilar banyak dijumpai pada anak-
anak sedangkan fraktur angulus sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda.
Klinis fraktur mandibula berupa maloklusi gigi atau pergerakan abnormal dari
bagian-bagian mandibula pada saat buka mulut. Fraktur mandibula dua kali lebih
banyak pada kecelakaan lalu lintas.
1
Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula, yaitu cara
tertutup atau disebut juga perawatan konservatif dan cara terbuka yang ditempuh
dengan cara pembedahan. Pada teknik tertutup imobilisasi dan reduksi fraktur di-
capai dengan penempatan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada prosedur ter-
buka bagian yang mengalami fraktur di buka dengan pembedahan dan segmen
fraktur direduksi serta difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat/plat
yang disebut dengan wire atau plate osteosynthesis. Kedua teknik ini tidak selalu
dilakukan tersendiri tetapi kadang-kadang diaplikasikan bersama atau disebut
dengan prosedur kombinasi. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula selalu diper-
hatikan prinsip-prinsip dental dan ortopedik sehingga daerah yang mengalami
fraktur akan kembali / mendekati posisi anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi
yang baik.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah apa definisi dari frakur multiple
mandibula, bagaimana klasifikasi dari fraktur mulitiple mandibula, dan
bagaimana perawatan dari fraktur multiple mandibula.
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, klasifikasi, dan perawatan dari
fraktur multiple mandibula.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fraktur adalah suatu keadaan dimana terjadi diskontinuitas atau putusnya tulang
yang umumnya melibatkan jaringan lain seperti jaringan lunak, pembuluh darah
dan saraf.1 Multiple Fraktur : garis fraktur dua atau lebih pada tulang yang sama
tetapi tidak berhubungan antara satu sama lain.1,2
B. Anatomi Mandibula1
Mandibula biasanya berbentuk seperti huruf U atau V, bagian utama
dari mandibula adalah corpus. Bagian posterior dari corpus disebut ramus.
Ramus ini memiliki dua prosesus, prosesus condylar berartikulasi dengan
fossa glenoid pada tulang temporal yang membentuk sendi fungsional.
Sedangkan prosesus coronoideus pada arah anterosuperior dari ramus
mandibula, melengkung ke zygomatic arch dan berfungsi sebagai tempat
insersi muskulus temporalis.
Bagian bukal dan lingual terdiri dari kortikal plate yang mengapit
tulang kanselus, dan kortikal plate anterior lebih tebal dari posterior.
Trabekula berbentuk lintasan horizontal pada corpus dan vertikal pada ramus.
Kedua lintasan tersebut berfungsi mengirimkan kekuatan dalam proses
pengunyahan dari mandibula ke dasar tengkorak melalui TMJ. Pada
mandibula yang berbentuk huruf V, daerah simfisis merupakan bagian yang
terkuat pada rahang bawah.
C. Etiologi1
Trauma langsung
jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, olahraga, dan kecelakaan kerja serta
operasi dentoalveolar.
Trauma tidak langsung
3
D. Lokasi Fraktur Mandibula
Fridrich dkk menyatakan bahwa kebanyakan fraktur mandibula terjadi
di corpus (29%), condilus (26%), angulus (25%) dan simphysis (17%).
Tingkat fraktur yang terendah adalah fraktur ramus (4%) dan processus
coronoid (1%).2
E. Klasifikasi Fraktur Mandibula
Fraktur mandibula tergantung pada tipe injuri dan arah dan kekuatan
dari trauma. Berdasarkan tipe fraktur fraktur mandibula di bagi menjadi
fraktur greenstick, comminuted, compound. Fraktur mandibula juga dibagi
menjadi 2 yakni favorable dan unfavorable.3
Simple atau closed : fraktur yang tidak disertai luka terbuka terhadap
fraktur yang lingkungan eksternal ada melalui kulit, mukosa atau
membran. Fraktur ini sering terjadi pada ramus dan kondilus.2
Compound atau open: fraktur yang melibatkan luka eksternal termasuk
kulit, mukosa atau membran periodontal melewati socket gigi, terjadi
Hubungan dengan fraktur tulang.1,2
Comminuted: fraktur dimana tulang hancur atau menjadi 2 fragmen
kecil-kecil atau lebih (remuk).1,2
Greenstick: fraktur dimana satu sisi tulang korteks rusak dan sisi
tulang korteks lain melengkung.1,2
Pathologic: fraktur yang terjadi akibat luka sedang disebabkan
penyakit tulang yang sedia ada seperti osteomyelitis, kista atau
ameloblastoma.1,2
Multiple : garis fraktur dua atau lebih pada tulang yang sama tetapi
tidak berhubungan antara satu sama lain.1,2
Impacted: fraktur yang terbenam dimana 1 fragmen dari tulang masuk
kedalam bagian tulang yang lain.1,2
Atrophic: fraktur disebabkan atropi parah dari tulang misalnya pada
edentulous mandibula.1,2
Indirect: fraktur yang tidak didaerah trauma.2
4
Complicated atau complex: fraktur disertai luka pada jaringan lunak
atau daerah berdekatan lain, dapat simple atau compound, dapat
langsung maupun tidak langsung menghasilkan cedera pada sekeliling
saraf, pembuluh darah atau sendi. Complicated fraktur dapat terjadi
pada seluruh bagian. Dapat juga mengenai neurovaskular alveolaris
inferior, namun jarang terjadi pada rahang bawah, tapi lebih sering
terlihat pada fraktur tengah wajah.1,2
F. Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Regio Anatomi2
5
Simfisis fraktur pada regio insisivus sentral dari processus
alveolaris sampai batas inferior mandibula.
Parasymphyseal fraktur yang terjadi antara batas distal garis
vertikal adari kaninus kiri dan kanan.
Fraktur parasimphisis pada mandibula kanan
5
Body dari distal simfisis hingga garis batas alveolar dari otot
masseter biasanya termasuk gigi molar 3.
Fraktur corpus mandibula sagital kanan dan fraktur prasimphisis kiri
Angulus regio triangular yang dibatasi oleh batas anterior dari otot
masseter sampai perlekatan posterosuperior otot masseter biasanya
distal gigi molar 3.
Fraktur corpus mandibula kanan dan fraktur mandibula kiri sampai gig 17
Ramus dibatasi oleh angulus superior dari garis yang membentuk
apeks pada sigmoid
Fraktur parasimphisis mandibula kiri dan ramus mandibula kanan
6
Processus condylus daerah processus superior dari regio ramus.
Fraktur condylus mandibula kanan
Prosessus coronoid termasuk prosessus coronoid dari regio ramus
mandibula superior.
Processus alveolaris regio tempat tertanamnya gigi.
Fraktur symphisis sagital mandibula dan fraktur dentoalveolar.
G. Luka Terkait dengan Fraktur Mandibula
Fridrich dkk melaporkan bahwa pasien dengan fraktur mandibula
menunjukkan 43% pasien adanya keterlibatan luka lain. Dari jumlah tersebut,
39% mengalami luka di kepala, 30% laserasi di kepala dan leher, 28% fraktur
tengah wajah, 16% luka di mata, 12% fraktur hidung, dan 11% fraktur servikal
spinal. Luka lain termasuk trauma ekstremitas 51%, trauma thoraks 29% dan
trauma abdomen 14%. Dari 1067 pasien yang dilakukan penelitian, 12 (2,6%)
meninggal akibat keterlibatan luka lain selain fraktur mandibula dapat dirawat.2
Presentase pasien dengan fraktur mandibula, 53% pasien mengalami
fraktur unilateral, 37% pasien mengalami 2 fraktur, dan 9% mengalami 3 atau
lebih fraktur.2
7
H. Fraktur Condyle 4
H.1 Komplikasi trauma didaerah sendi Tempo Mandibular termasuk Fraktur
Kondiler Mandibula mempunyai efek : 4
- Kerusakan fungsi oklusi
- Kerusakan sendi
- Ankilosis sendi sehingga ada gangguan rahang
- Kerusakan pertumbuhan rahang bawah.
H.2 Etiologi : 4
1. Kecelakaan, seperti : pukulan,olahraga,dll
2. Jatuh, dimana wajah terkena lantai tanpa adanya proteksi wajah
3. Kombinasi antara keduanya
H.3 Klasifikasi 4
1. Fraktur unilateral dan bilateral
2. Fraktur intrakapsular (high condylar) dan ekstrakapsular (low condylar
3. Fraktur condylus simple, compound atau communited
4. Menurut Wassmund :
Type 1 : Fraktur pada leher condylar dengan sedikit displacement pada
kepala condylar. Sudut antara kepala dan ramus yaitu 10o-45 o
Type 2 : Fraktur menghasilkan sudut 45o – 90o. Menyebebkan
terpisahnya bagian media dari kapsul sendi
Type 3 : Fragmen fraktur tidak berkontak dan kepala codylus bergerak
ke mesial dan ke anterior
Type 4 : Kepala kondilar berartikulasi atau ke depan dari eminensia
artikular
Type 5 : terdiri dari fraktur vertikal atau oblique melalui kepala
condyle
5. Klasifikasi Lindhal :
a. berdasarkan lokasi anatomis dari fraktur :
Condylar head
Condylar neck
8
Subcondylar
b. berdasarkan hubungan segmen condylar dengan fragmen mandibula :
Non-displaced
Deviated
Displacement with medial or lateral overlap
Displacement with anterior or posterior overlap
Tidak ada kontak antara segmen fraktur
c. berdasarkan hungan antara kepala kondilus dengan fosa glenoid :
Non-displaced
Displacement
Dislocation
9
d. MacLenna system
Non-displaced
Fraktur deviasi
Fraktur displacement
Fraktur dislokasi
H.4 Tanda-tanda dan Gejala Klinis4
Pada umumnya : Maloclussion atau Open Bite Oclussion
Pembengkakan pada kedua sisi fraktur
Pergerakan mandibula secara keseluruhan biasanya terbatas
dibandingkan dengan fraktur unilateral.
Jika terdapat pergeseran pada condyle dari fosa glenoid dpat
menghasilkan open bite
Rasa sakit dan keterbatasan dalam membuka mulut.
Wajah terlihat memanjang pada fraktur subcondylar bilateral
Fraktur condylar bilateral biasanya sering berhubungan dengan fraktur
symphisis atau para symphisis
I. Fraktur Angulus 4
I.1. Definisi
Fraktur angulus mandibula adalah fraktur yang terjadi pada daerah
10
distal molar 3, yaitu pada titik pertemuan dari ramus dan korpus mandibula
pada batas inferior dari korpus mandibula dan batas posterior dari ramus
mandibula. 4
I.2. Etiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur angulus mandibula sama seperti
penyebab fraktur mandibula pada umumnya. Dapat disebabkan oleh
kecelakan dalam bekerja, olahraga, dan lain-lain. 4
I.3. Gejala klinis
Anterior open bite sering terlihat pada kasus fraktur angulus
mandibula bilateral, sedangkan pada kasus fraktur angulus mandibula
unilateral ssering terlihat open bite pada sisi yang sama dengan fraktur.
ketidakmamuan menutup mulut akan menyebabkan prematur kontak. 4
Wajah terlihat lebih panjang pada kasus fraktur angulus mandibula
bilateral sehingga menyebabkan mandibula anterior bergeser ke bawah.
Pembengkakan dan deformitas pada sudut rahang akan terlihat jelas. Parastesi
pada bibir bawah dapat timbul pada sisi yang terkena fraktur. 4
Pergerakan mandibula akan terasa sakit dan terdapat trimus. Pada
palpasi, pergerakan dan krepitasi pada daerah fraktur akan terasa. 4
J. Fraktur Dentoalveolar
J.1 Definisi
Frakur dentoalveolar adalah teputusnya kontinuitas atau terjadinya
pergeseran fragmen gigi atau tulang alveolar yang biasanya disebabkan oleh
trauma. Fraktur dentoalveolar bisa terjadi pada segala kelompok umur.5
J2. Etiologi
Penyebab fraktur dentoalveolar dapat terjadi pada setiap kelompok
umur. Pada orang dewasa fraktur dentoalveolar disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor, sepeda motor, sepeda, terjatuh, pada saat olahraga,
tindakan kekerasan, dan kecelakan di tempat kerja. Dapat juga disebabkan
11
oleh iatrogenik prosedur perawatan dokter. 5
Pada anak-anak dan balita, fraktur dentoalveolar lebih sering
disebabkan karena jatuh, terutama pada tahun pertama. Penyebab lainya
adalah kekerasan terhadap anak. Kira-kira lebih 50% luka fisik yang
berhubungan dengan kekerasan terhadap anak ditemukan di daerah kepala dan
leher. Pada anak-anak sekolah, fraktur dentoalveolar kebanyakan disebabkann
oleh kecelakaan saat bermain sepeda. Pada masa remaja, fraktur disebabkan
oleh olahraga, kecelakaan kendaraan bermotor, dan perkelahian. 5
Penyebab fraktur dentoalveolar dapat dikelompokan menjadi : 5
1. Trauma langsung.
Mekanisme trauma langsung dapat mengenai bibir atas dan bawah,
kadang-kadang mengakibatkan laserasi pada bibir dan juga fraktur dental
dan tulang alveolar. Gigi yang paling sering mengalami fraktur baik pada
gigi susu maupun gigi permanen adalah gigi insisif terutama pada pasien
dengan gigi yang protusif seperti pasien dengan maloklusi kelas II devisi I
atau dengan overjet >5mm atau pasien dengan bibir pendek. Insidensi
yang paling sering berikutnya adalah I2 atas bawah dan C atas.
2. Trauma tidak langsung.
Trauma tidak langsung disebabkan adanya trauma keras pada dagu
sehingga memaksa gigi-gigi mandibula bertemu dengan gigi-gigi maxila.
Dampak dari hal tersebut sering mengakibatkan fraktur mahkota atau
mahkota-akar serta fraktur condilar atau simpisis mandibula dan laserasi
jaringan lunak mulut bagian depan dan submental.
Jenis fraktur dentoalveolar bervariasi dalam setiap usia, kemungkinan
dikarenakan perbedaan anatomi gigi dan jaringan pendukung pada orang
dewasa dan anak-anak. Trauma pada gigi susu sering mengenai jaringan
pendukung sedangkan trauma pada orang dewasa sering mengenai gigi itu
sendiri (seperti fraktur mahkota).
J. III Klasifikasi
12
Sistem klasifikasi fraktur dentoalveolar ini didasarkan pada berbagai
macam faktor seperti etiologi, anatomi fraktur, patologi, dan terapi. Semua
klasifikasi fraktur dentoalveolar memiliki keuntungan dan kerugian.
Klasifikasi yang paling sering dipakai untuk klasifikasi fraktur dentoalveolar
yang sederhana dan lengkap adalah yang diajukan oleh Ellis dan Davey, dan
Andersen. 5
II.C.1 Klasifikasi menurut Ellis dan Davey.
Pada awalnya klasifikasi ini dikembangkan dan direncanakan untuk
klasifikasi fraktur gigi anterior dengan mengklasifikasikan fraktur
dentoalveolar dalam 4 kelas. Kelas I fraktur yang mengenai enamel saja, kelas
II fraktur yang mengenai enamel dan dentin, kelas III fraktur yang mengenai
pulpa, dan kelas IV fraktur yang mengenai akar. Fraktur dapat dibagi lagi
menjadi diagonal, horizontal, dan vertikal. Kerugian dari klasifikasi ini adalah
bergantung pada penghafalan gigi tertentu dalam setiap kelas. 5
Gambar1. Diagram klasifikasi Ellis dan Davey. 5
Klasifikasi fraktur menurut Ellis. 5
13
Gambar 2. Kiri atas : kelas II fraktur mesioangular 11 dan 12. Kanan atas :
kelas III fraktur horizontal gigi 11. Kiri bawah : kelas IV fraktur vertikal gigi
21. Kanan bawah : kelas IV fraktur vertikal gigi 21. 5
Pada tahun 1970 Ellis dan Davey memperbaharui klasifikasinya
menjadi sembilan kelas. Kelas I frsktur sederhana pada mahkota mengenai
sedikit atau tidak sama sekali dentin, kelas II fraktur mahkota luas mengenai
dentin tapi belim mengenai pulpa, kelas III fraktur mahkota luas mengenai
dentin dan pulpa terbuka, kelas IV gigi non vital setelah mengalami trauma
dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota, kelas V kehilangan gigi, kelas
VI fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur gigi, kelas VII
displacement gigi tanpa fraktur mahkota atau akar, kelas VIII fraktur mahkota
yang banyak, dan kelas IX luka traumatik pada gigi susu.6
II.C.2 Klasifikasi menurut Andersen
Klasifikasi ini secara resmi digunakan oleh WHO dan paling sering
digunakan diliteratur. Pada klasifikasi ini terpaparkan gambaran dari fraktur
gigi, jaringan pendukung, gingiva, dan oral mukosa serta dapat digunakan
pada gigi susu maupun permanen. Pada klasifikasi ini, fraktur dentoalveolar
dibagi menjadi 4 katagori besar yaitu: 5
14
a. Luka pada jaringan gigi dan pulpa
Gambar 3. Yang mengenai jaringan gigi dan pulpa. A. Mahkota infraction dan
fraktur mahkota uncomplicated yang belum mengenai dentin. B. Fraktur
mahkota uncomplicated dan telah mengani dentin. C. Fraktur mahkota
complicated. D. Fraktur mahkota-akar uncomplicated. E. Fraktur mahkota-
akar complicated. F. Fraktur akar.7
b. Luka pada jaringan periodontal
Gambar 4. Yang mengenai jaringan periodontal. A. Concussion. B.
15
Subluxation. C. Extrusive luxation. D. Lateral luxation. E. Intrusive luxation.
F. Exarticulation (Avulsion). 7
c. Luka pada tulang pendukung gigi
Gambar 5. Yang mengenai tulang pendukung. A. Comminution soket alveolar.
B fraktur lingual atau facial dinding soket alveolar. C. dan D. Fraktur prosecus
alveolar dengan dan tanpa keterlibatan soket gigi. E. dan F. Fraktur mandibula
atau maxila dengan atau tanpa keterlibatan soket gigi. 7
d. Luka yang mengenai pada gingiva atau mukosa oral
Gambar 6. Yang mengenai gingiva dan mukosa oral. A. Laserasi pada gingiva.
16
B. Contusion pada gingiva. C. Abrasi pada gingiva. 7
K. Penatalaksanaan Fraktur Mandibula
Penatalaksanaan keseluruhan :
1. Soft tissue 4
- Istirahat
- Diet cair / lunak
- Fisio therapi (Short Wave Diathermy)
- Hyalyronidase / steroid injection periarticular
2. Dislokasi4
- Reposisi Manual
Tehnik Hippocratic
- Bila gagal serclation (IV Diazepam) atau
general anesthesi (Muscle Relaxan)
Immobilsasi 10-14 hari
3. Terapi Konservatif 4
- Intermaxillaris Fixation (Arc Bar)
7-10 hari (unilateral)
3-4 minggu (bilateral)
4. Therapi Operasi (Fixation) 4
- Pre auricular Approach
- Sub Mandibula Approach
- Intracranial Approach
5. Methode Fixation 4
- Trans Osseous wiring
- Bone Pins
- Platting
- Gut Suture
- Kinchner Wire
17
- Tempatkan kembali segment fraktur, cek hubungan rahang dan hubungan
oklusi dengan MMF (maxillomandibular fixation) atau IMF (intermaxillar
fixation close reduction).4
- Gunakan arch bar dan wire/acid etch bonded/ bone plates/ bone
screw/kombinasi untuk fiksasi yang diikat mengelilingi gigi atau dengan
menggunakan ivy loops atau continuous loop. Gunakan heavy elastic traction
dapat digunakan untuk menarik segmen tulang ke posisi yang seharusnya
secara perlahan-lahan (jam-hari).3
1). Closed technique 4
Closed treatment dilakukan saat letak fraktur tidak menggangu keadaan
oklusi, dimana segment dari fraktur masih menempel. Penyembuhan tulang
terjadi secara sekunder dengan terbentuknya callus.
Traksi intraoral atau ekstraoral4
Digunakan pada kasus reduksi yang tertunda. Traksi intraoral melibatkan
fiksasi arch bar pada lengkung maksila dan mandibula dan traksi elastik segmen-
segmen ke oklusi yang normal menggunakan elastik. Sedangkan traksi ekstraoral
melibatkan penjangkaran pada kepala untuk traksi. Proses traksi adalah sangat
perlahan dan pasien dinasehatkan untuk membuka dan menutup mulut untuk
membantu traksi elastik tadi. Apabila oklusi yang memuaskan tercapai, elastik
dibuka dan fiksasi intermaksilla dilakukan dengan menggunakan kawat.
Closed Fixation (Fiksasi Tidak Langsung)4
Fiksasi intermaksilla merupakan immobilisasi rahang dengan menyatukan
RA dan RB pada posisi tertutup. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
kawat, arch bars dan splints.
Keuntungan:
- Relatif sederhana, biaya murah, menghemat waktu, tindakan non invasif
- Tidak terlalu memerlukan keterampilan dari operator
- Penyatuan dari kerusakan tulang yang kecil mungkin terjadi jika adanya
penyembuhan dengan terbentuknya kalus.
18
Kerugian:
- Kebersihan rongga mulut, tidak mungkin untuk mencapai stabilitas yang
mutlak, tidak dapat dilakukan pada pasien yang tidak kooperatif
- Atrofi otot dan kehilangan kekuatan menggigit, dapat mempengaruhi TMJ
Indikasi:
- Fraktur yang minimal
- Apabila pasien tidak mampu untuk dilakukan perawatan lain yang lebih baik
(faktor biaya)
- Apabila pasien tidak dapat dilakukan anestesi umum
Kontraindikasi:
- Asma yang akut, penyakti obstruksi paru yang kronis
- Kelainan gastrointestinal, masalah neurologikal dan psikiatrik, kekejangan
2) Open technique 4
Merupakan bedah intervensi untuk mereduksi fragmen dari fraktur.
Setelah diberikan antibiotik, memungkinkan untuk dilakukan bedah.
Penyembuhan primer terjadi tanpa disertai pembentukan callus selama proses
penyembuhan.
Internal fixation.
Alat yang digunakan pada intraoral :
Plates dan screw
Fiksasi rigid tanpa IMF (intermaxillary fixation) dapat dicapai dengan bone
plates. Tujuan dari plates dan screw adalah sebagai reduksi anatomis dari
fragmen tulang, fiksasi stabil dari fragmen tulang, memelihara suplai darah ke
bagian fragmen yang dapat dicapai dengan prosedur bedah yang atraumatik,
serta mobilisasi awal secara aktif tanpa nyeri. Penyembuhan secara primer
dapat dicapai hanya dengan anatomic approximation dari fragmen fraktur.
Keuntungan: Stabilitas baik, OH lebih baik, pasien lebih patuh terhadap
proses perawatan, tidak terjadi malnutrisi
Kerugian: Anestesi umum, lebih mahal
19
Kiri: plates dan screw pada fraktur symphysis dengan pendekatan intra oral.
Kanan: plates dan screw pada fraktur corpus mandibula dengan pendekatan
ekstra oral.
Transosseus / intraosseus wiring
Metode yang efektif untuk fiksasi dan immobilisasi corpus dan angulus
mandibula.
Keuntungan: Menggunakan peralatan khusus secara minimum saja.
Digunakan apabila pasien tidak dapat membayar perawatan dengan bone
plates. Dapat dilakukan secara intra oral dan ekstra oral.
Kerugian : Diperlukan operasi menggunakan anestesi umum, biaya mahal.
Transosseus / intraosseus wiring pada fraktur angulus mandibula.
External pin fixation
Suatu teknik yang penting dalam manajemen fraktur pada wajah dan
ekstremitas. Penatalaksanaan fraktur mandibula dengan external pin fixation
adalah menggunakan transcutaneous pins yang dimasukkan pada permukaan
lateral mandibula. Segmen pin kemudian dihubungkan dengan acrylic bar,
20
metal framework atau graphite rods. Namun, dengan adanya kemajuan dalam
sistem plating tulang mengurangi indikasi penggunaan alat eksternal. Alat
fiksasi eksternal seperti Hoffman pin dan Morris biphase apparatus
bermanfaat dalam beberapa kasus. External pin fixation untuk aplikasi
maksilofasial sangat sinonim dengan “the Joe-Hall-Morris appliance”.
Keuntungan: Dapat digunakan pada fraktur mandibula comminuted
dengan/tanpa displacement, luka tembak avulsif, fraktur edentulous
mandibula.
Kerugian: Perlu dikontrol beberapa kali, terganggu penampilan
External pin fixation.
Indikasi internal fixation:
Untuk keadaan fraktur yang tidak stabil
Ketika intermaxillary fixation (IMF) tidak mungkin dilakukan
Menghindari pemakaian intermaxillary fixation yang bertujuan untuk
memberi kenyamanan pada pasien
Memudahkan pasien untuk kembali bekerja atau melakukan aktivitas lainnya
Untuk kasus dengan fraktur yang multiple, displaced fraktur
Untuk fraktur dengan kerusakan tulang
Kontraindikasi internal fixation:
Ketika pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan perawatan dalam jangka
panjang yang melibatkan pemakaian anestesi umum.
Ketika terjadi diffuse infection pada area tulang yang fraktur
21
Ketika pasien menolak perawatan yang kompleks
Keuntungan internal fixation:
Keberhasilan terhadap stabilitas cukup besar
Pasien akan lebih patuh terhadap proses perawatan, pemeliharaan oral hygiene
yang baik, dapat dikerjakan pada pasien dengan gangguan pernapasan
Keadaan myoathropy minimum
Tidak terjadi malnutrisi, dan tidak kehilangan berat badan
Kerugian internal fixation:
Perawatan dilakukan dengan anestesi umum
Plates dan screw mahal, membutuhkan keahlian yang tinggi dari operator
Frekuensi meningkatnya maloklusi dan cedera pada nervus
Kerusakan tulang yang kecil tidak dapat dihubungkan
Jika tidak ada perubahan, dapat dilakukan prosedur yang lebih kompleks
Membutuhkan operasi kedua untuk mengambil plates dan screw jika
bahannya stainless steel, namun jika menggunakan titanium tidak perlu
dilakukan pengambilan.
22
L. Komplikasi 1
Faktor penyebab yaitu sifat cedera, keadaan sistemik compromise (diabetes
mellitus, imunocompromise), dan kesulitan dalam mengurangi komplikasi
trauma.
Meskipun jarang, delayed union dan/atau malunion atau nonunion biasanya
merupakan hasil dari inadekuat reduksi, stabilisasi dan fiksasi, infeksi paska
operasi, atau kombinasi faktor tersebut. Meskipun nonunion dan/atau malunion
terjadi akibat kurangnya osteogenesis, namun kadang-kadang terdapat produksi
yang berlebih dari tulang yang fraktur. Jika hal ini terjadi pada fraktur condylus
dan/atau subkondilus, dapat menyebabkan fibrosis atau ankilosis tulang kondilus
ke fossa glenoid dan zigoma. Potensi terjadinya ankilosis tergantung faktor lokasi
dan luas cedera kondilus, trauma terhadap struktur yang berdekatan, usia pasien,
dan periode imobilisasi paska perawatan. Kemajuan pencitraan diagnostik
memiliki dampak yang baik pada penilaian dan pengelolaan trauma maksilofasial.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Marciani, robert, et al. Oral and maxillofacial surgery. 2nd ed, Vol. II. 2009.
Diagnostic imaging of facial injuries : Chapter 8. United states : Elsevier.
Page 95-103.
2. Mandibular fractures. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview#showall. Accessed
on: April 1, 2012.
3. Hupp JR, III EE, Tucker MR, ed. Contemporary oral and maxillofacial
surgery. 5th edition. 2009. St. Louis : Mosby.
4. Balaji SM. Textbook of oral maxillofacial surgery. India: Elsevier. 2008. Page
559-602.
5. Marciani R.D, 2009. Oral and maxillofacial surgery. 2th ed, Missouri:
Saunders Elsevier, 104, 110-112.
6. Rao Arathi, 2008. Principles and practice of pedodontics. 2th ed, New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publisher, 304
7. Andreasen J.O, Andreasen F.M, Andersson L, 2007. Textbook and color atlas
of traumatic injuries to the teeth. 4th ed, UK: Blackwell Munksgaard, 220-
223, 280-282, 314-317, 337-339, 372-373, 404, 411, 428-430, 444, 489-494.
24