referat penatalaksanaan open fracture (1)

64
BAB I PENDAHULUAN Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat- pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). 2 Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh 1

Upload: adisti-zakyatunnisa

Post on 15-Nov-2015

74 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat- pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur.Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).2Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis.1Salah satu trauma muskuloskeletal yang menyebabkan morbiditas yang tinggi adalah patah tulang terbuka. Patah tulang terbuka adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma, baik trauma langsung ataupun tidak lansung, yang berhubungan dengan dunia luar atau rongga tubuh yang tidak steril, sehingga mudah terjadi kontaminasi bakteri dan dapat menyebabkan komplikasi infeksi (Bedah UGM, 2009).Dari 31,575 kejadian fraktur pertahun di Amerika didapatkan 1000 kejadian fraktur terbuka dan tertinggi yakni fraktur ekstremitas bawah sekitar 3,7 % pertahunnya atau 488 kejadian fraktur terbuka dari 13,096 fraktur ekstremitas bawah. Diurutan selanjutnya yaitu fraktur terbuka esktremitas atas 3,3%, pelvis 0,6%, bahu 0,2%.Patah tulang terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang luas, yang meliputi kerusakan otot, vaskuler, dan syaraf. Kerusakan otot dapat mengakibatkan komplikasi gas gangren yang bisa berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kerusakan vaskuler dapat menyebabkan terjadinya kehilangan darah yang banyak sehingga terjadi syok. Delayed union dapat terjadi jika aliran darah yang diperlukan untuk terjadinya menyatuan tulang tidak memadai (Apley dan Solomon, 2001).1.5 Patah tulang terbuka merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang orthopaedi yang membutuhkan penanganan secara cepat dan tepat yang mana bersifat life saving dan life threatening (Koval and Zuckerman, 2006) untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien fraktur terbuka biasanya mengalami cidera multipel. 1Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan area yang mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan infeksi dapat masuk ke lokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan definitif. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut dengan penanganan dini. 2,3,5

BAB IIANATOMI, FISIOLOGI, DAN BIOKIMIA TULANG

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama, yaitu: Membentuk rangka badan Sebagai tempat melekat otot Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit 6Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:71. Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna. Tulang panjang (os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis, dan metaphysis. Diaphysis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metaphysis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh trabekular atau sel spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoetik. Metaphysis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epiphysis. Epiphysis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang. Seluruh tulang dilapisi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum. 2. Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang carpal3. Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi oleh periosteum. Berdasarkan histologisnya maka dikenal:1. Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini pertma-tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur 1 tahun tulang imatur tidak terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan substansi semen dan mineral yang lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.2. Tulang matur (mature bone, lamellar bone) Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone) Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, jaringan kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem Harversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang imatur.Tulang terdiri atas bahan antar sel dan sel tulang. Sel tulang ada 3, yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Sedang bahan antar sel terdiri dari bahan organik (serabut kolagen, dll) dan bahan anorganik (kalsium, fosfor, dll). Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis dan osifikasi. Sebagai sel osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat sesudah osteoblas dikelilingi oleh substansi organik intraseluler, disebut osteosit dimana kradaan ini terjadi dalam lakuna. Osteosit adalah bentuk dewasa dari osteoblas yang berfungsi dalam recycling garam kalsium dan berpartisipasi dalam reparasi tulang. Osteoklas adalah sel makrofag yang aktivitasnya meresorpsi jaringan tulang. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoklasis yang mengilangkan matriks organik dan kalsium secara bersamaan dan disebut deosifikasi. Jadi dalam tulang selalu terjadi perubahan dan pembaharuan.8,9Tulang dapat dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disintesis osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matiks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral).Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang. Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi anorganik (45%), air (20%). Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan penting dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.

BAB IIIFRAKTUR TERBUKA

1. DefinisiFraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan dan vaskularisasi disekitarnya yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung atau karena adanya kelainan yang bersifat patologis. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma.Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.Fraktur secara klinis dibedakan atas fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka (open/compound) adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam hingga ke permukaan kulit (from within) atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga ke dalam (from without).Fraktur terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal di kulit (Staphylococus, Propionibacterium acne, Micrococus dan dapat juga Corynebacterium) ataupun bakteri patogen khususnya bakteri gram (-), tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan pada saat terjadinya fraktur. 1Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang, pasien sering memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam nyawa, yang memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di tempat lain dalam tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka mewakili spektrum cedera: Pertama, masalah mendasar dasar patah tulang; kedua, pemaparan dari patah tulang terhadap lingkungan; dan kontaminasi dari situs fraktur. 2Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin rasjad,2008).2 Fraktur terbuka memiliki beberapa konsekuensi seperti:1. Adanya kontaminasi pada luka dan fraktur dari lingkungan luar2. Adanya kehancuran jaringan lunak dan devaskularisasi yang memperbesar suseptibilitas terhadap infeksi3. Disrupsi dari jaringan lunak yang dapat yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur akibat hilangnya kontribusi dari sel osteoprogenitor yang berasal dari jaringan lunak di sekitarnya4. Hilangnya fungsi dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah, serta struktur ligament yang berada di sekitarnya.

2. Klasifikasi

Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :1. Grade I: Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.

2. Grade II: Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.

3. Grade III: Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya di sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3 subtipe: Tipe III A: Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat.

Tipe III B: Fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur komunitif yang hebat.

Tipe III C: Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.10

3. ETIOLOGIFraktur merupakan keadaan dimana terjadinya diskontinuitas pada tulang. Fraktur terbuka disebabkan oleh1 : Trauma langsung, adalah trauma yang terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur pada tulang tersebut. Trauma tidak langsung, adalah trauma yang terjadi jauh dari tulang yang mengalami fraktur. Kecelakaan Osteoporosis Luka tembak

4. PATOFISIOLOGITulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (fraktur). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan tulang yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang. Akibat hematoma yang terjadi dapat menghambat suplai darah/nutrisi ke jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan tulang mengalami nekrosis dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini menunjukan tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terjadi juga menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang dapat menyebabkan nyeri yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan sindroma kompartement. Fraktur yang hebat menyebabkan diskontinuitas tulang yang dapat merubah jaringan sekitar seperti merusak integritas kulit atau terjadi laserasi kulit, hal ini menyebabkan fraktur terbuka. Fraktur juga menyebabkan terjadinya pergeseran fragmen tulang yang dapat mempengaruhi mobilitas fisik sehingga terjadi gangguan pergerakan dan gangguan perfusi jaringan jika terjadi penyumbatan pembuluh darah oleh emboli lemak dan trombosit yang terjadi akibat reaksi stress dan memicu pelepasan katekolamin yang disebabkan oleh peningkatan tekanan sumsung tulang dibanding tekanan kapiler. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu faktor ekstrinsik (adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur) dan faktor intrinsik (yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur) seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisita, kelelahan dan kepadatan atau kekerasan tulang.Gambar 3 : Skema terjadinya komplikasi pada fraktur terbuka

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu :1. Fase Hematoma (dalam waktu 24 jam timbul perdarahan)Apabila terjadi fraktur tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ektravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak didekat fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi fraktur segera setelah trauma.Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya, tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2 mm.

2. Fase Proliferasi/inflamasi (terjadi 1-5 hari)Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Pada tahap awal penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang member pertumbuhan cepat. setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk massa yang meliputi jaringan osteogenik. Bekuan hematom diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai terbentuk.

3. Fase Pembentukan Kalus Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk tulang imatur. Bentuk tulang ini disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada radiologik bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur3,4,5

4. Fase Konsolidasi (2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh)Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang dan lebih kuat oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase Remodeling (lebih dari 10 minggu)Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan hilang. Kalus intermediate berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan membentuk ruang sumsum.

WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTURWaktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan beberapa factor penting pada penderita, antara lain:

1. Umur penderitaWaktu penyembuhan tulang pada anak anak jauh lebih cepat pada orng dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada daerah periosteum dan endoestium dan juga berhubungan dengan proses remodeling tulang pada bayi pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila unur bertambah

2. Lokalisasi dan konfigurasi frakturLokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibanding dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.

3. Pergeseran awal frakturPada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser. Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan periosteum yang lebih hebat.

4. Vaskularisasi pada kedua fragmenApabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union atau bahkan mungkin terjadi nonunion.

5. Reduksi dan ImobilisasiReposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu penyembuhan fraktur.

6. Waktu imobilisasiBila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.

7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak.Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.

8. Adanya infeksiBila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses penyembuhan.

9. Cairan SinoviaPada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.

10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerakGerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.

Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu 4 bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar setengah waktu penyembuhan daripada orang dewasa.Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat pada table berikut :LOKALISASIWAKTU PENYEMBUHAN (minggu)

Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta Distal radiusDiafisis ulna dan radiusHumerusKlaviculaPanggulFemurCondillus femur / tibiaTibia / fibulaVertebra3 6 61210 12610 1212 168 1012 1612

5. MANIFESTASI KLINIS Deformitas karena adanya pergeseran fragmen pada fraktur Nyeri terus menerus dan bertambah berat terutama bila digerakan Pembengkakan, memar dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perubahan yang mengikuti fraktur. Ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak akibat terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan. Krepitasi yaitu derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan fragmen lainnya.

6. DIAGNOSISDiagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 1. ANAMNESISBiasanya penderita datang dengan riwayat trauma sebelumnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik trauma hebat maupun trauma ringan. Lalu terdapat keterbatasan dalam menggerakan anggota gerak dan disertai luka pada daerah yang mengalami fraktur dan trauma. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.2. PEMERIKSAAN FISIKPada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:1. Syok, anemia atau pendarahan2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulangbelakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.Pada status generalis, perlu diperhatikan ABCs pada pasien. Lihat apakah terdapat gangguan pada Airway, Breathing, Circulation, dan Cervical injury.1 Setelah memeriksa status generalis, maka dilakukan pemeriksaan pada status lokalis. Pada pemeriksaan lokalis dilakukan pemeriksaan berupa inspeksi, palpasi, dan movement.

Pemeriksaan Lokal Inspeksi (Look): pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin dapat terlihat namun, hal yang sangat penting adalah apakah kulit pada daerah tersebut intak atau tidak. Apabila kulit tersebut tidak intak maka fraktur tersebut memiliki hubungan dengan dunia luar yaitu fraktur terbuka (compound fracture).1 Palpasi (Feel): Palpasi harus dilakukan pada seluruh ekstremitas dari proksimal hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi bersaman dengan cedera utama.2 Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Adanya cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat Temperatur setempat yang meningkat. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma , temperatur kulit. Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai. Pergerakan (Movement): Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi sendi di bagian distal cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.1,2

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto PolosDengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untukmenentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untukmenghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis : Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi Untuk konfirmasi adanya fraktur Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmenserta pergerakannya Untuk menentukan teknik pengobatan Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu ditanyakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur.Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip dua (rule of 2): dua posisi proyeksi (minimal AP dan lateral) 2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi yang mengalami fraktur 2 anggota gerak 2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah tulang. Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang 2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 harikemudian. CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis. MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan jaringan lunak. mRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon,ligamen, otot, tulang rawan dan tulang. Radioisotop scanning Tomografi

7. PENATALAKSANAAN Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma oleh karena itu sebelum dilakukan pengobatan definitif suatu fraktur, maka perlu dilakukan penatalaksaan sesuai dengan prinsip trauma, sebagai berikut:1. Penilaian awal (primary survey / survei awal)Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan prioritas berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-fungsi vital penderita harus dinilai secara tepat dan efisien. Penanganan penderita harus terdiri atas evaluasi awal yang cepat serta resusitasi fungsi vital, penangan trauma dan identifikasi keadaan yang dapat menyebabkan kematian.A: Aiway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas. Apabila terdapat obstruksi jalan napas, maka harus segera dibebaskan. Apabila dicurigai kelaian vertebra servikalis maka dilakukan pemasangan collar neck.B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan daerah thorak untuk menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup. Bila ada gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis, kita harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat pernapasan berupa kantong yang disambung dengan masker atau pipa endotrakeal.C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2 hal: a) Volume darah dan output jantung; b) perdarahan baik perdarahan luar maupun perdarahan dalam, perdarahan luar harus diatasi dengan balut tekan.D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat setelah satu survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil. Menggunakan metode AVPU: A (alert / sadar), V (vokal / adanya respon terhadap stimuli vokal), P (painful, danya respon terhadap rangsang nyeri), U (unresponsive / tidak ada respon sama sekali). Hasinya dapat diketahui GCS (glasgow coma scale).E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan secara teliti pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri), selain itu perlu dihindari terjadinya hipotermi.

2. Prinsip-prinsip pengobatan fraktur1. Pertolongan pertama membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans2. Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah trauma pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.3. Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.Resusitasi pada shock hipovolemik:

Contoh:Pada syok hipovolemik derajat III(30-40 % EBV) yang dilihat dari gejala klinis seperti tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, kesadaran, dan urin output.EBV= 35 % x 60 x70ml = 1500 ml (kehilangan darah).Dilakukan resusitasi cairan yaitu 1000 cc perdarahan diganti 3000 ml RL, guyur kira-kira 1 jam lalu dilanjutkan pengganti sisa perdarahan dengan cairan koloid 500 ml diganti dengan 500 ml HES 6% (1:1).

Transfusi darah:Jumlah ml WB = BB (kg) x 5x delta Hb (selisih Hb target debgan Hb saat ini)Target Hb 9%PRC = WBContoh :BB 60 kg ,Hb 3g%,target 9g%Maka kebutuhan WB = 60x 5x (9-3)= 1800mlBila PRC =900 ml

Prinsip pengobatan fraktur secara umum adalah 4R:1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur): mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Perlu diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.2. Reduction (reduksi fraktu apabila perlu). Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Angulasi < 5o pada tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10o pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over riding < 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tida dapat diterima dimanapun lokasinya.3. Retention, imobilisasi fraktur4. Rehabilitation, mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:101. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan kematian.3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya6. Stabilisasi fraktur.7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

3. Tahap-Tahap Pengobatan Fraktur terbuka1. Pembersihan lukaHal ini dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,jaringan subkutaneus,lemak,fasia,otot dan fragmen-fragmen yang lepas3. Pengobatan fraktur itu sendiriFraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan II sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna. 4. Penutupan kulitApabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainasi isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan kulit menjadi tegang.5. Pemberian antibioticBertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan operasi. Co amoxiclav atau cefuroxime (klindamisin jika alergi penisilin) merupakan antibiotic pilihan pertama sebagai pencegahan terhadap bakteri gram positif dan gram negative. Bersamaan saat dilakukan debridement dapat dikombinasikan dengan gentamisin.Grade IGrade IIGrade III AGrade III B/C

Segera mungkin atau 3 jam pertamaCo amoxiclavCo amoxiclavCo amoxiclavCo amoxiclav

Debridement Co amoxiclav dan gentamisinCo amoxiclav dan gentamisinCo amoxiclav dan gentamisinCo amoxiclav dan gentamisin

Penutupan luka-Gentamisin dan vankomisin atau telcoplaninGentamisin dan vankomisin atau telcoplaninGentamisin dan vankomisin atau telcoplanin

Profilaksis Co amoxiclavCo amoxiclavCo amoxiclavCo amoxiclav

Periode max 24 jam 72 jam72 jam72 jam

6. Pencegahan tetanusSemua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum,dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia).

4. Terapi Konservatif3,41. Proteksi sajaMisalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik2. Immobilisasi saja tanpa reposisiMisalnya dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik3. Reposisi tertutup dan fiksasi gipsFragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips4. TraksiDipakai untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi.

5. Terapi OperatifPrinsip debridement adalah untuk membersihkan kontaminasi yang terdapat di sekitar fraktur dengan melakukan pengangkatan terhadap jaringan yang non viabel dan material asing, seperti pasir yang melekat pada jaringan lunak. Dilakukan penilaian pada sekitar jaringan sekitar tulang, cedera pembuluh darah, tendon, otot, saraf. Debridement jaringan otot dipertimbangkan jika otot terkontaminasi berat dan kehilangan kontraktilitas. Debridement pada tendon mempertimbangkan kontraktilitas tendon, sedangkan debridement pada kulit dilakukan hingga timbul perdarahan. Pada fraktur terbuka grade IIIb dan IIIc dilakukan serial debridement yang diulang dalarn selang waktu 24-72 jam untuk tercapainya debridement definitive.Tehnik OperasiSebelum dilakukan debridement, diberikan antibiotik profilaks yang dilakukan di ruangan emergency. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin. Biasanya dipakai sefalosforin golongan pertama. Pada fraktur terbuka Gustilo tape III, diberikan tambahan berupa golongan aminoglikosida, seperti tobramicin atau gentamicin. Golongan sefalosforin golongan ketiga dipertimbangkan di sini. Sedangkan pada fraktur yang dicurigai terkontaminasi kuman clostridia, diberikan penicillin.Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah google, boot dan sarung tangan tambahan. Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine, lalu drapping area operasi. Penggunaan tidak dianjurkan, karena kita akan melakukan pengamatan terhadap perdarahan jaringan. Debridement dilakukan pertama kali pada daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan koagulasi. Buka fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan 4C, Color, Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan pengangkatan kontaminasi canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage canal medulary dihindarkan dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal. Irigasi dilakukan dengan normal saline. Penggunaan normal saline adalah 6-10 liter untuk fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi. Bisa digunakan ekternal fiksasi pada fraktur grade III. Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Berdasarkan jumlah jaringan lunak yang hilang, luka-luka kompleks (complex wound) dapat ditutupi dengan menggunakan metode yang berbeda, yakni :a. Lokal FlapJaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur. Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan ditempatkan di atas luka.b. Free FlapBeberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini sering diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap membutuhkan bantuan dari seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk memastikan pembuluh darah terhubung dan sirkulasi tetap berjalan. 5Pada fraktur tipe III yang tidak bisa dilakukan penutupan luka, dilakukan rawat luka terbuka, hingga luka dapat ditutup sempurna. Komplikasi OperasiKomplikasi debridement hampir tidak ada. Komplikasi terjadi berupa infeksi pada jaringan lunak dan tulang hingga sepsis pasca operasi. Mortalitas berhubungan dengan syok hemoragik dan adanya fat embolism.Perawatan Pasca Bedah Antibiotika post operasi dilanjutkan hingga 2-3 hari pasca debridement. Kultur pus, jika ada pus, lakukan kultur pus. Pada fraktur terbuka grade yang memerlukan debridement ulangan, maka akan dilakukan debridement ulangan hingga jaringan cukup sehat dan terapi definitive terhadap tulang bisa dimulai. Pada penutupan luka yang tertunda, dilakukan pemasangan split thickness skin flap, vascularized pedicle flaps (seperti gastrocnemeus flap) dan free flaps seperti fasciocutaneus flaps atau myocutaneus flaps. Dilakukan penilaian terhadap kondisi jaringan setiap hari dan pemberian antibiotika, hingga jaringan sehat dan terapi definitif terhadap tulang bisa dimulai.Terapi Definitif Fraktur TerbukaHal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.a. Fiksasi InternalSelama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan dan disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman. 13b. Fiksasi EksternalFiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.13,14

5. Amputasi 15Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation biasanya diindikasikan pada keadaan berikut: Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia sudah terjadi>8 jam Anggota gerak yang mengalami crush berat dan jaringan viable yang tersisa untuk revaskularisasi sangat minimal Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat, dimana hasil akhir repair tidak lebih baik dari penggunaan prosthesis. Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol perdarahan dan mengurangi efek sistemik/life saving Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening dengan adanya penyakit kronik yang berat, seperti diabetes mellitus dengan gangguan vaskular perifer berat dan neuropati Kondisi bencana / mass disaster 6. Hyperbaric Oxygen TherapyBaru-baru ini terdapat teknologi terapi baru untuk trauma, luka, termasuk fraktur terbuka, yaitu Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT). Luka adalah suatu gangguan dalam struktur jaringan yang utuh, pada umumnya dihubungkan dengan hilangnya struktur jaringan. Pada proses penyembuhan luka, termasuk pada fraktur terbuka pada tulang, fibroblas berpindah tempat, menghasilkan kolagen. Oksigen dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk proliferasi fibroblas dan produksi kolagen. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk tulang imatur. Terapi oksigen hiperbarik merupakan terapi dengan menggunakan oksigen bertekanan. Peran oksigen hiperbarik dalam penyembuhan luka adalah oksigenasi untuk luka hipoksik, peningkatan fibroblas dan produksi kolagen serta meningkatkan kemampuan leukosit. Penelitian yang pernah dilakukan pada kasus osteomielitis yang pernah ditangani di rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan memberikan hasil yang baik.Oksigen memiliki dua fungsi besar dalam metabolisme seluler, hal yang paling penting yaitu sebagai transfer elektron pada sistem oksidasi yang mana bertanggung jawab sekitar sembilan puluh persen dalam konsumsi oksigen secara keseluruhan.19 Oksigen diperlukan oleh mitokondria untuk fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP dimana lebih dari sembilan puluh persen dari ATP yang dihasilkan ini dipergunakan untuk metabolisme seluler.25Pada awal penyembuhan luka, fibroblas mulai bermigrasi dan menghasilkan kolagen yang merupakan matrik penting dalam prose penyembuhan luka sebagai sumber energi pada proses perbaikan, juga diperlukan dalam metabolisme dan proses pemeliharaan jaringan. Indikasi Emergensi :1. Intoksikasi gas CO2. Gas gangren3. Emboli udara dan Penyakit dekompresi4. Gangguan vaskuler perifer,a. luka bakar parah dan sengatan dingin (frost bile)b. digabung cedera remuk5. Syok6. Infark Myocardial dan insufisiensi coroner lain7. Gangguan kesadaran dan oedema otak8. Gangguan hipoksia berat pada otak9. Gangguan obstruktif akut pada arteri retina10. Gangguan sumsum tulang belakang11. Ileur paralitik12. Tuli mendadak

Indikasi Non-Emergensi :1. Kanker ganas (Neoplasma malignant) digabung dengan kemoterapi - radio terapi2. Gangguan sirkulasi perifer3. Tandur kulit4. Subacute myelooptico neuropathy5. Paresis saraf motorik, sebagai sekuele lanjut dari a. serangan serebro vaskuler b. kraniotomi c. cedera parah pada kepala6. Gejala yang muncul lambat pada keracunan CO7. Neuropati sumsum tulang belakang8. Osteomyelitis dan nekrosis karena radiasiKONTRA INDIKASI HBO (KI HBO)Pneumothoraks yang tidak terawat (untreated Pneumothorax)Kontra Indikasi Relatif1. Infeksi saluran nafas atas (ISNA) Faktor predisposisi barotrauma telinga dan Sinus squeeze2. Gangguan kejang Belum dapat dipastikan bahwa kasus kejang merupakan KI HBO namun 5% pasien dengan gangguan SSP mengalami kejang saat terapi HBO.3. Emfisema dengan retensi C02 Pasien dengan masalah ini dapat berkembang menjadi pneumotoraks sampai terjadinya ruptur bulla emfisematus.4. Lesi asimtomatik pada paru Terapi HBO sebaiknya tidak diteruskan jika foto rontgen dada ada gambaran lesi5. Riwayat pernah bedah thoraks dan telinga Pasien harus menjalani evaluasi menyeluruh sebelum terapi HBO6. Demam tinggi Demam dapat memicu kejang, jika HBO tetap harus dilakukan maka panas badan harus diturunkan7. Tumor (Malignant Disease) Masih menjadi kontroversi/perdebatan sehubungan pengaruh HBO terhadap pertumbuhan tumor (El. Torai dkk, 1987) melaporkan 3 kasus carsinoma yang terproliferasi setelah HBO8. Kehamilan Percobaan pada hewan membuktikan peningkatan terjadinya cacat bawaan pada janin bila HBO diberikan pada awal kehamilan (orgunogenesis) (Jenings, 1987). Namun jika nyawa si ibu terancam, keracunan gas CO misalnya, terapi HBO harus diberikan.9. Neuritis opticus Dikhawatirkan dapat mengalami hilang pandang (loss of vision)KOMPLIKASI HBO (KO HBO) Beberapa KO akibat pengobatan HBO adalah sebagai berikut :1. Barotrauma telinga KO HBO yang paling sering terjadi, salah satu penyebabnya adalah penderita gagal/sulit melakukan equalisasi tekanan antara udara telinga tengah dengan udara luar saat terapi HBO. Pemberian obat nasal decongestan akan sangat membantu. Beberapa pasien bahkan perlu miringotomy untuk emergensi saat HBO (Lamm,1987).2. Nyeri sinus Sinus adalah rongga-rongga fisiologis disekitar tulang wajah. Hambatan/kebuntuan sinus, sinusitis misalnya, saat penekanan di dalam Chamber akan terasa nyeri. Sinusitis banyak terjadi karena ISNA. Jika hal ini terjadi HBO harus ditunda. Antibiotik dan nasal decongestan bisa diberikan.3. Miopia dan katarak Miopia atau rabun jauh merupakan komplikasi yang reversibel, biasanya terjadi saat awal pengobatan HBO. (Anderson, 1978). Sedang katarak merupakan komplikasi akibat pengobatan jangka panjang (Long term exposure) (Palmquist, 1986)4. Barotrauma Paru HBO dapat memicu terjadinya robek paru (lung rupture), emboli udara, emfisema mediastinum atau pneumotorak (Unsworth, 1973). Tanda robek paru nyeri dada dan sesak nafas juga diikuti pergeseran trakhea dan pergerakan nafas dada asimetris. Jika hal ini terjadi hentikan HBO dan Torakosentesis.5. Kejang Davis, 1988, melaporkan angka kejadian kejang hanya 0,01% dari 28.700 pengobatan pada tekanan 2,4 ATA. Jika tekanan hanya 1,5 ATA selama kurang dari 40 menit, kejang tak akan timbul. Penanganan yang harus dilakukan adalah : a. lepaskan sungkup 02 b. berikan 60- 120 mg Diazepam c. tekanan dalam chamber harus tetap d. penurunan tekanan bisa setelah kejang stop6. Penyakit Dekompresi Hal ini terjadi bila penderita dalam chamber melepas sungkup 02/ bernafas udara biasa dan penurunan tekanan yang tiba-tiba terjadi di chamber7. Klaustrofobia Suatu bentuk neurosis pada beberapa pasien terutama pada mono place chamber atau multiplace yang sempit. Bantuan Psikiater sangat diperlukanPemeriksaan dan Penyaringan Bagi calon pasien dan pasien lama perlu dilakukan langkah-langkah pemeriksaan dan penyaringan guna menghindari KO dan Kl. Namun langkah di atas untuk kasus-kasus pengobatan HBO terencana/Elective treatment.Untuk kasus emergensi ini terdapat pengecualian : a. Pengisian status pasien yang akurat b. Informed consent yang komprehensif c. Foto thoraks ( Rontgen ) d. Uji fungsi paru e. Pemeriksaan gendang telingaOksigen Hiperbarik Ketika oksigen dihirup pada konsentransi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atosfir, udara pada keadaan ini pertimbangkan sebagai obat. Berdasarkan definisi ini oksigen hiperbarik kemudian dipastikan sebagai obat dan dapat dipergunakan dalam suatu terapi.17Terapi oksige hiperbarik merupakan bentuk pengobatan, penderita harus berada dalam ruangan bertekanan dan bernafas dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar daripada udara atmosfir normal, yaitu sebesar 1 atm (760 mmHg). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada dalam ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang kedap udara terbuat dari perangkat keras yang mampu diberikan tekanan lebih besar dari 1 atm (ruang kompresi) beserta sumber oksigen dan sistem penyalurannya ke dalam ruang rekompresi tersebut. Dua efek penting yang mendasar pada terapi oksigen hiperbarik adalah: 18 Efek mekanik meningkatnya tekanan lingkungan atau ambient yang memberikan manfaat penurunan volume gelembung gas atau udara seperti pada terapi penderita dekompresi akibat kecelakaan kerja penyelaman dan gas emboli yang terjadi pada beberapa tindakan medis rumah sakit. Efek peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan jaringan yang memberikan manfaat terapeutik: bakteriostatik pada infeksi kuman anaerob, detoksikasi pada keracunan karbon monoksida, sianida dan hidrogensulfida, reoksigenasi pada kasus iskemia akut, crush injury, compartment syndrome maupun kasus iskemia kronis, luka yang tidak sembuh, nekrosis radiasi, skin graft preparation dan luka bakar. Pembahasan Terapi oksigen hiperbarik untuk pertama kalinya digunakan pada penyakit dekompresi (DeCompression Ilnes), yaitu suatu penyakit yang dialami oleh penyelam dan pekerja tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan saat naik ke permukaan secara mendadak. Dari berbagai penelitian terungkap bahwa oksigen hiperbarik mempunyai manfaat lebih, tidak terbatas pada kasus-kasus penyelaman saja. Satu contoh terapi oksigen hiperbarik yang berhasil, digunakan dalam mempercepat proses penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik sebenarnya merupakan terapi penunjang pada proses penyembuhan luka, Sedangkan perawatan utamanya sendiri adalah debridement dan penjahitan jika diperlukan. Namun demikian oksigen hiperbarik dapat mempercepat proses penyembuhan luka, sehingga jaringan yang hipoksia memperlihatkan hasil yang baik pada terapi oksigen hiperbarik. 17 Yusman 19 menyatakan bahwa luka yang sulit sembuh dan luka bakar merupakan indikasi yang tepat untuk rujukan terapi oksigen hiperbarik. Hal ini ditegaskan dalam hasil konfrensi kedokteran hiperbarik tahun 1991 di Ancona Italia, bahwa luka yanga sulit sembuh (delayed wound healing) termasuk dalam kelompok Accepted chronic indication untuk terapi oksigen hiperbarik.18 Fisher pada tahun 1969 untuk pertama kali menggunakan oksigen hiperbarik pada 32 pasiennya yang mengalami ulser pada kaki. Penelitian serupa dilakukan pada tahun 1975 pada pasien lainnya. Oksigen dialirkan dan dipertahankan selama 41 menit, terapi dilakukan dua kali sehari dan setiap sesi dilakukan sedikitnya 2-3 jam. Hasil penelitiannya menunjukkan banyak ulkus yang sembuh dengan baik, walau demikian iksogen hiprbarik gagal pada kasus-kasus iskemia hebat. Ignacio et.al pada 18 pasien denga jenis ulcer yang berbeda dan hasilnya cukup memuaskan. Heng memberikan terapi oksigen hiperbarik secara topikal pada 6 pasien denga 27 ulser (5 dari 6 pasien Penyembuhan terjadi pada hari 6 sampai dengan 21 hari, sedangkan 10 ulser tanpa terapi oksigen hiperbarik tidak terjadi proses penyembuhan pada periode waktu yang sama. 17 Terapi oksigen hiperbarikselain dapat mempercepat proses penyembuhan pada luka diketahui juga dapat mempercepat pertumbuhan jaringan, seperti kasus yang dilakoprkan di RSAL Mintohardjo Jakarta. Kasus transplantasi jari pasien sesaat setelah operasi, pasien terapi denhanoksigen hiperbarik ternyata penyembuhan berjalan lebih cepat dan sel tumbuh lebih cepat. 23 Berikut ini diperlihatkan kasus yang pernah diterapi dengan oksigen hiperbarik di RSAL Dr. Ramelan Surabaya.Tabel 1. Gambaran prosentase lama penyembuhan pada osteomielitis rahang dengan pemakaian terapi penunjang oksigen hiperbarik

Tabel 2. Gambaran prosentase lama penyembuhan osteomielitis rahang tanpa terapi penunjang oksigen hiperbarik. 24 Dari dua tabel diatas dapat dilihat bahwa proses penyembuhan berlangsung lebih cepat pada kasus osteomielitis rahang dengan terapi penunjang oksigen hiperbarik. Secara garis besar pemakaian dan mekanisme oksigen hiperbarik dalam proses penyembuhan luka dapat dijelaskan sebagai berikut: Hipoksia pada luka dapat dikoreksi dengan terapi oksigen yang bervariasi dari pemakaianintalasi oksigen 40% pada tekanan udara bebas hingga oksigen 100% pada tekanan 2,5 Tekanan Atmosfir Absolut (ATA). Tekanan yang tinggi diperlukan untuk oksigenasi di pusat luka kronis yang hipoksia. Terapi oksigen hiperbarik pada tekanan 2 ATA memperlihatkan terjadinya peningkatan oksigenasi jaringan yang mengalami hipoksia. Koreksi secara intermiten pada luka yang hipoksia dengan terapi oksigen dapat meningkatkan replikasi fibroblas dan produksi kolagen. Meningkatnya tekanan oksigen pada luka dapat meningkatkan aktifitas leukosit untuk membunuh bakteri patogenik. 17Kesimpulan Oksigen diperlukan untuk mempertahankan integritas sel, fungsi metabolisme sel dan perbaikan pada jaringan yang luka. Oksigen tidak hanya diperlukan sebagai energi pada proses metabolisme tapi juga sangat diperlukan oleh sel PMN, proliferasi fibroblast, dan deosisi kolagen. Pada proses penyembuhan luka suplai oksigen yang cukup sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan perbaikan jaringan. Terapi oksigen hiperbarik sebagai terapi penunjang pada penyembuhan luka sangat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini terlihat dari jaringan yang hipoksia memperlihatkan respon yang baik pada terapi oksigen hiperbarik. Penggunaan terapi oksigen hiperbarik didasarkan pada mekanisme terapi tersebut yang merangsang terjadinya perbaikan jaringan dengan cara peningkatan tekanan oksigen, mekanisme kerja leukosit, hiperokdigenasi, neovaskularisasi, hiperoksia dan aktivitas osteoklas. H. Komplikasi Fraktur Terbuka1. Komplikasi UmumSyok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah trauma dan setelah beberapa hari kemudian akan terjadi gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum yang lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam, infeksi tetanus atau gas gangren.2. Komplikasi Lokal DiniKomplikasi dalam 1 minggu pertama pasca trauma disebut sebagai komplikasi lokal dini dan bila lebih dari 1 minggu pasca trauma disebut komplikasi lokal lanjut. Macam komplikasi lokal dini dapat mengenai tulang, otot, jaringan lunak, sendi, pembuluh darah, saraf, organ viseral maupun timbulnya sindrom kompartemen atau nekrosis avaskuler.3. Komplikasi Lokal LanjutKomplikasi pada tulang, osteomielitis kronis, kekakuan sendi, degenerasi sendi, maupun nekrosis pasca trauma. Dalam penyembuhan fraktur dapat juga terjadi komplikasi karena teknik, perlengkapan ataupun keadaan yang kurang baik, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi, nonunion, delayed union, dan malunion.1. Penyembuhan Terlambat Pada patah tulang panjang yang sangat tergeser dapat terjadi robekan pada periosteum dan terjadi gangguan pada suplai darah intramedular. Kekurangan suplai darah ini dapat menyebabkan pinggir dari patah tulang menjadi nekrosis. Nekrosis yang luas akan menghambat penyembuhan tulang. Kerusakan jaringan lunak dan pelepasan periosteum juga dapat mengganggu penyembuhan tulang. 2. Non-Union Bila keterlambatan penyembuhan tidak diketahui, meskipun patah tulang telah diterapi dengan memadai, cenderung terjadi non-union. Penyebab lain ialah adanya celah yang terlalu lebar dan interposisi. 53. Malunion Bila fragmen menyambung pada posisi yang tidak memuaskan, seperti contoh angulasi, rotasi, atau pemendekan yang tidak dapat diterima. Penyebabnya adalah tidak tereduksinya patah tulang secara cukup, kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan, atau kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif.54. Gangguan pertumbuhan Pada anak-anak, kerusakan pada fisis dapat mengakibatkan pertumbuhan yang abnormal atau terhambat. Patah tulang melintang pada lempeng pertumbuhan tidak membawa bencana; patahan menjalar di sepanjang lapisan hipertrofik dan lapisan berkapur dan tidak pada daerah germinal maka, asalkan patah tulang ini direduksi dengan tepat, jarang terdapat gangguan pertumbuhan. Tetapi patah tulang yang memisahkan bagian epifisi pasti akan melintasi bagian fisis yang sedang tumbuh, sehingga pertumbuhan selanjutnya dapat asimetris dan ujung tulang berangulasi secara khas; jika seluruh fisis rusak, mungkin terjadi perlambatan atau penghentian pertumbuhan sama sekali.Golden periode penanganan fraktur terbuka adalah kurang dari 6-8 jam dikarenakan proses dan pola pertumbuhan bakteri yang terjadi pada luka fraktur terbukanya. Umumnya jenis bakteri yang sering ditemui pada luka adalah golongan bakteri Staphylococcus. Staphylococcus aureus yang patogenik dan yang bersifat invasif menghasilkan koagulase dan cenderung untuk menghasilkan pigmen kuning dan menjadi hemolitik. Setelah berjalan 6 jam pasca kejadian fraktur terbuka, bakteri Stapylococcus aureus dapat mengadakan ikatan secara kimiawi ke dinding sel-sel yang seharusnya mengalami penyembuhan berupa hematom, inflamasi dan rekonstruksi. Setelah mengalami ikatan, bakteri ini akan mengeluarkan enterotoksin dan eksotoksin yang akhirnya dapat menyebabkan osteomyelitis.2

Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa komplikasi yang tadi sudah disebutkan diatas:1. Lesi VaskulerTrauma vaskular dapat melibatkan pembuluh darah arteri dan vena. Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak terkontrol dengan cepat akan mengarah kepada kematian pasien, atau bila terjadi iskemia akan berakibat kehilangan tungkai, stroke, nekrosis dan kegagalan organ multipel.Keparahan trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma, mekanisme, tipe, dan lokasi trauma, serta durasi iskemia. Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia, hematoma pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok. Gejala klinis paling sering pada trauma arteri ekstremitas adalah iskemia akut. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri terus-menerus, parestesia, paralisis, pucat, dan poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap, mencakup inspeksi, palpasi, dan auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut iskemia.Adanya tanda trauma vaskular pada fraktur terbuka merupakan suatu indikasi harus dilakukan eksplorasi untuk menentukan adanya trauma vaskular. Kesulitan untuk mendiagnosis adanya trauma vaskular sering terjadi pada hematoma yang luas pada patah tulang tertutup. Tanda lain yang bisa menyertai trauma vaskular adalah adanya defisit neurologis baik sensoris maupun motoris seperti rasa baal dan penurunan kekuatan motoris pada ekstremitas. Aliran darah yang tidak adekuat dapat menimbulkan hipoksia sehingga ekstremitas akan tampak pucat dan dingin pada perabaan. Pengisian kapiler tidak menggambarkan keadaan sirkulasi karena dapat berasal dari arteri kolateral, namun penting untuk menentukan viabilitas jaringan (Rasjad, 2008).Komplikasi yang dapat terjadi karena trauma vaskuler antara lain thrombosis, infeksi, stenosis, fistula arteri-vena, dan aneurisma palsu. Trombosis, infeksi, dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat terjadi segera pascaoperasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan komplikasi lama. Rekomstruksi pembuluh darah harus ditangani secara sungguh-sungguh dan teliti sekali karena bila terjadi kesalahan teknis operasi karena ceroboh atau penatalaksanaan pasca bedah yang kurang terarah, akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup ekstremitas berupa amputasi, atau terjadi emboli paru (Apley et al., 2001).2. Sindroma Kompartemen Patah tulang pada lengan kaki dapat menimbulkan hebat sekalipun tidak ada kerusakan pembuluh besar. Perdarahan, edema, radang, dan infeksi dapat meningkatkan tekanan pada salah satu kompartemen osteofasia. Terjadi penurunan aliran kapiler yang mengakibatkan iskemia otot, yang akan menyebabkan edema lebih jauh, sehingga mengakibatkan tekanan yang lebih besar lagi dan iskemia yang lebih hebat. Lingkaran setan ini terus berlanjut dan berakhir dengan nekrosis saraf dan otot dalam kompartemen setelah kurang lebih 12 jam (Apley dan Solomon, 2001).Meningkatnya tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan terus meningkat hingga tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler, menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga tekanan dalam kompartemen semakin meningkat. Penekanan saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Bila terjadi peningkatan intra kompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut. Secara klasik terdapat 5 P yang menggambarkan gejala klinis sindroma kompartemen, yaitu:a. Pain b. Paresthesiac. Pallord. Paralysise. Pulseness Osteomyelitis Akut3. . Gas Gangren Keadaan yang mengerikan ini ditimbulkan oleh infeksi klostridium, terutama C. welchii. Organisme anaerob ini dapat hidup dan berkembang biak hanya dalam jaringan dengan tekanan oksigen yang rendah; karena itu, tempat utama infeksinya adalah luka yang kotor dengan otot mati yang telah ditutup tanpa debridemen yang memadai. Toksin yang dihasilkan oleh organisme ini menghancurkan dinding sel dan dengan cepat mengakibatkan nekrosis jaringan, sehingga memudahkan penyebaran penyakit itu (Apley dan Solomon, 2001). 4. Septic ArthritisSeptic arthritis merupakan proses infeksi bakteri piogenik pada sendi yang jika tidak segera ditangani dapat berlanjut menjadi kerusakan pada sendi. Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit yang serius yang cepat merusak kartilago hyalin artikular dan kehilangan fungsi sendi yang irreversibel. Penyebab artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung pada interaksi patogen bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada sendi alami dapat dibagi pada tiga tahap yaitu kolonisasi bakteri, terjadinya infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes. Kolonisasi bakteri Sifat tropism jaringan dari bakteri merupakan hal yang sangat penting untuk terjadinya infeksi sendi. S.aureus memiliki reseptor bervariasi (adhesin) yang memediasi perlengketan efektif pada jaringan sendi yang bervariasi. Adhesin ini diatur secara ketat oleh faktor genetik, termasuh regulator gen asesori (agr), regulator asesori stafilokokus (sar), dan sortase Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan ruang lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan saja. Demam dilaporkan 60-80% kasus, biasanya demam ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari 39 C. Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan gerakan aktif maupun pasif.Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup faktor predisposisi, mencari sumber bakterimia yang transien atau menetap (infeksi kulit, pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya tindakantindakan invasiv, pemakai obat suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit sistemik yang mengenai sendi atau adanya trauma sendi.5. Osteomielitis AkutOsteomielitis akut adalah infeksi tulang yang terjadi secara akut.yang bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik. Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.Respons inisial terhadap infeksi adalah peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang. I. Perawatan Lanjut dan Rehabilitasi FrakturAda lima tujuan pengobatan fraktur:1. Menghilangkan nyeri2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur3. Mengharapkan dan mengusahakan union4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot dan sendi,mencegah atrofi otot,adhesi dan kekakuan sendi,mecegah terjadinya komplikasi seperti dekubitus,trombosis vena,infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan fraktur. Sejak awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu penyembuhan dan pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta gerakan sendi baik secara isometrik (latihan aktif statik) pada setiap otot yang berada pada lingkup fraktur serta isotonik yaitu latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan punggung. Diperlukan pula terapi okupasi.4, 5

J. PROGNOSISPrognosis pada fraktur terbuka tergantung dari derajat fraktur, dan penanganan pada fraktur tersebut. Semakin berat derajat fraktur, semakin lama dan buruknya penanganan maka prognosis akan buruk.

BAB IVPENUTUP

Kesimpulan Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat. Penyebabnya bisa berupa trauma langsung dan tidak langsung. Diagnosis fraktur terbuka didapatkan dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik serta penunjang berupa pemeriksaan rafiologis. Tujuan dari tata laksana fraktur terbuka adalah untuk mengurangi resiko infeksi, terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania. 2006.2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012, May 21). Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available from http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm.4. Sugiarso. Pola Kuman Penderita Fraktur Terbuka. Universitas Sumatera Utara. 2010. Available from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27630/6/Cover.pdf.5. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures. Available from http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582.6. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.7. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur dan Fungsi Tulang, Edisi ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 6-11. 8. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar. Jakarta : EGC.9. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available from:URL: depts.washington. edu/bonebio/ASBMRed/growth.html.10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Trauma, Fraktur Terbuka, Edisi ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 317-478. 11. Brien PJO dan Mosheiff R.Open Fractures-Principles. Available From:[URL]: http://www.aopublishing.org/ . 12. Court-Brown CM, Brewster N(1996) Epidemiology of open fractures.Court-Brown CM, McQueen MM, Quaba AA (eds), Management of open fractures.London: Martin Dunitz, 25-35.13. Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation. 2009[cited 2011 Feb 2]. Available from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview. 14. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Internal Fixation and External Fixations for Fractures. Available from:URL: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm? topic=A00196. 15. Chapman MW. Open Fractures in in Chapmans O16. Orthopaedic Surgery 3rd ed Vol 1. 2001[online database]. Lippincott Williams & Wilkins.17. Jain KK. Textbook of hyperbaric of medicine. Toronto:Hografer & Huber Publisher Inc.;1991.p.193-5 18. Anonim. Wound healing. Available at http://www.vitacost.com. Accessd 14Th June 2004 19. Sedlarik KM. The Process of wound healing available at hhtp://www.hartman-online.cle/english/produkte/wundbehandlung/wundforum/1-94-1.hrm.Accessed 20Th 2004 20. Sheffield PJ. Tissue oxygen measurenments, problem wounds. New York: Elsevier; 1988.p.18 21. Corwin E. Hand book of Pathophysiology Philadelphia: Lippincott-Raves Publishes; 1996.p.21-3 22. Hall KL. The Regulation of wound healing; 1998. Available at: http://www.medinfo.ufl.edu/cme/grounds/mast/intro.html. Accessed: Merch 28th 201523. Govan ADT, Peter S, Macflarlane RC. Pathologyllustrated. Edinburgh: Churchill Living Stone; 1991.p.76 24. Ganong WF, Review of medical physiology. San Fransisco: The Mc Graw Hill Companies Inc.; 2001; p.609-10 25. Youn BA. Oxygen and its role in wound healing; 1999. Available at: http:// [email protected]. Accessed: March 28th 2015 26. Kristina AD. Peranan oksigen hiperbarik pada pembengkakan postodontektomi gigi impaksi molar tiga di departemen gigi dan mulut. Skripsi. Surabaya: Universitas Hang Tuah; 2004 27. Manungkalit SM. Dasar-dasar terapi hiperbarik. Temu Ilmiah Dokter Gigi TNI dan Polri Se-Indonesia. Ladokgi TNI AL. Jakarta, 15 April 2003 3