referat penatalaksanaan open fracture (1)
DESCRIPTION
joiokmTRANSCRIPT
REFERATFRAKTUR TERBUKA
DISUSUN OLEH
ADISTI ZAKYATUNNISANIM 030.10.006
PEMBIMBINGDr. Arie Zakaria, SpOT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan
karunia yang telah diberikan sehingga pada akhirnya saya dapat menyelesaikan referat
ini dengan sebaik-baiknya.
Laporan kasus ini disusun untuk melengkapi tugas di kepaniteraan klinik ilmu
Bedah di RSAL dr. Mintohardjo.
Dalam kesempatan ini, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr. Arie Zakaria, SpOT selaku pembimbing referat saya di kepaniteraan klinik Ilmu
Bedah RSAL dr. Mintohardjo yang telah memberikan waktu, kesempatan, dan
bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
Saya sadari betul bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, masih
banyak kekurangan baik mengenai isi, tata bahasa, maupun informasi ilmiah yang
didapat dalam tulisan ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun agar di kepaniteraan klinik berikutnya saya dapaet membuat
referat yang lebih baik lagi.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga referat saya ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran.
Terima kasih.
Jakarta, Maret 2015
Penyusun,
Adisti Zakyatunnisa
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul .…………………………………………………………………… 1
Kata Pengantar ........................................................................................................ 3
Daftar Isi ................................................................................................................. 4
Bab. I Pendahuluan ............................................................................................... 5
Bab. II Anatomi Fisiologi Histologi dan Biokimia Tulang .......………….…….... 6
II.A. Penyembuhan Fraktur ........................................................................... 8
II.B. Proses Penyembuhan Fraktur ................................................................ 9
II.C. Waktu Penyembuhan Fraktur .............................................................. 11
Bab. III Pembahasan ............................................................................................. 14
III.A. Definisi ……………………............................................................... 14
III.B. Klasifikasi ........................................................................................... 15
III.C. Etiologi …………………….. ............................................................. 17
III.D. Patofisiologi ……………… ............................................................... 17
III.E. Manifestasi Klinis ………….............................................................. 21
III.F. Diagnosis ………………...... .............................................................. 22
III.G. Penatalaksanaan …………... .............................................................. 25
Bab. IV Kesimpulan .…………………………………………............................ 47
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 48
3
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat- pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah
pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus
fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas
dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami
fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/
tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).2
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur
ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang
rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh
gaya yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang,
kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses
penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis.1
Salah satu trauma muskuloskeletal yang menyebabkan morbiditas yang tinggi
adalah patah tulang terbuka. Patah tulang terbuka adalah terputusnya kontinuitas
struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma,
baik trauma langsung ataupun tidak lansung, yang berhubungan dengan dunia luar
atau rongga tubuh yang tidak steril, sehingga mudah terjadi kontaminasi bakteri dan
dapat menyebabkan komplikasi infeksi (Bedah UGM, 2009).
4
Dari 31,575 kejadian fraktur pertahun di Amerika didapatkan 1000 kejadian
fraktur terbuka dan tertinggi yakni fraktur ekstremitas bawah sekitar 3,7 %
pertahunnya atau 488 kejadian fraktur terbuka dari 13,096 fraktur ekstremitas bawah.
Diurutan selanjutnya yaitu fraktur terbuka esktremitas atas 3,3%, pelvis 0,6%, bahu
0,2%.
Patah tulang terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang luas,
yang meliputi kerusakan otot, vaskuler, dan syaraf. Kerusakan otot dapat
mengakibatkan komplikasi gas gangren yang bisa berakibat fatal bila tidak ditangani
dengan baik. Kerusakan vaskuler dapat menyebabkan terjadinya kehilangan darah
yang banyak sehingga terjadi syok. Delayed union dapat terjadi jika aliran darah yang
diperlukan untuk terjadinya menyatuan tulang tidak memadai (Apley dan Solomon,
2001).1.5
Patah tulang terbuka merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang
orthopaedi yang membutuhkan penanganan secara cepat dan tepat yang mana bersifat
life saving dan life threatening (Koval and Zuckerman, 2006) untuk mengurangi
resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur
dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam
penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara
hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan
bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien
fraktur terbuka biasanya mengalami cidera multipel. 1
Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk
membersihkan area yang mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris
dan infeksi dapat masuk ke lokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang.
Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson
melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur yang positif pada
luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang memiliki hasil kultur
negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan definitif. Oleh karena itu,
setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut dengan
penanganan dini. 2,3,5
5
BAB II
ANATOMI, FISIOLOGI, DAN BIOKIMIA TULANG
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama,
yaitu:
1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat
dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam
5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk
memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit 6
Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:7
Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna.
Tulang panjang (os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis,
dan metaphysis. Diaphysis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang
berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan yang besar. Metaphysis adalah
bagian tulang yang melebar di dekat ujung
akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh
trabekular atau sel spongiosa yang
mengandung sel-sel hematopoetik. Metaphysis
juga menopang sendi dan menyediakan daerah
yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan
ligamen pada epiphysis. Epiphysis langsung
berbatasan dengan sendi tulang panjang.
Seluruh tulang dilapisi oleh lapisan fibrosa
yang disebut periosteum.
Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang carpal
6
Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis
Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian
dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi oleh
periosteum. Berdasarkan histologisnya maka dikenal:
Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini pertma-
tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional dan
kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur 1
tahun tulang imatur tidak terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan
kolagen dengan substansi semen dan mineral yang lebih sedikit dibandingkan
dengan tulang matur.
Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)
o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)
Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel,
jaringan kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem
Harversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks
yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi semen
dan mineral dibanding dengan tulang imatur.
Tulang terdiri atas bahan
antar sel dan sel tulang. Sel
tulang ada 3, yaitu osteoblas,
osteosit, dan osteoklas.
Sedang bahan antar sel terdiri
dari bahan organik (serabut
kolagen, dll) dan bahan
anorganik (kalsium, fosfor,
dll). Osteoblas merupakan
salah satu jenis sel hasil
diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis dan
osifikasi. Sebagai sel osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau
matriks, dimana kalsifikasi terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung
7
kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan
disebut tulang. Sesaat sesudah osteoblas dikelilingi oleh substansi organik
intraseluler, disebut osteosit dimana kradaan ini terjadi dalam lakuna.
Osteosit adalah bentuk dewasa dari osteoblas yang berfungsi dalam recycling garam
kalsium dan berpartisipasi dalam reparasi tulang. Osteoklas adalah sel makrofag yang
aktivitasnya meresorpsi jaringan tulang. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang
melalui proses aktivitas osteoklasis yang mengilangkan matriks organik dan kalsium
secara bersamaan dan disebut deosifikasi. Jadi dalam tulang selalu terjadi perubahan
dan pembaharuan.8,9
Tulang dapat dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks
yang disintesis osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan
matiks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral).
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang
berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk
perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia
utama tulang. Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi
anorganik (45%), air (20%). Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta
substansi organik intraseluler atau matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar
dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam hialuronat dan kondrotin asam
sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh
magnesium, sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali
fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai
peranan penting dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.
PENYEMBUHAN FRAKTUR
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak
seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan
parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan
fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada
fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan
untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang
8
penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam
penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat
esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada
tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang
panjang atau tulang-tulang pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini
harus dibedakan.
Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:
1.
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong
dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga
dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah
cincin avaskuler tulang yang matipada sisi sisi fraktur segera setelah trauma.
Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik
yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk suatu kalus eksterna
9
serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler
dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,
maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan
fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi
pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat
dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum
mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. Pada fase
ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada
minggu ke 4 – 8.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk
tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang
imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan
radiologis pertama terjadi penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap. Pada
fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu ke 8 –
12 setelah terjadinya fraktur.
5. Fase remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis.
Pada fase remodelling ini, perlahan-lahan akan terjadi resorbsi secara
osteoklasik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna
10
secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang
yang kompak dan berisi sistem harvesian dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum. Pada fase terakhir
ini, dimulai dari minggu ke 8 – 12 dan berakhir sampai beberapa tahun dari
terjadinya fraktur.
WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR
Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan
beberapa factor penting pada penderita, antara lain:
1. Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak – anak jauh lebih cepat pada orng
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada
daerah periosteum dan endoestium dan juga berhubungan dengan proses
remodeling tulang pada bayi pada bayi sangat aktif dan makin berkurang
apabila unur bertambah
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis
penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi
fraktur seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibanding
dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
3. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka
penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang
bergeser. Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan
menyebabkan kerusakan periosteum yang lebih hebat.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan
biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek
sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union atau
bahkan mungkin terjadi nonunion.
11
5. Reduksi dan Imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang
lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah
pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu
penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi
union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak.
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot atau
jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung
fraktur.
8. Adanya infeksi
Bila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur
tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses
penyembuhan.
9. Cairan Sinovia
Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur.
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi
daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur tanpa imobilisasi
yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu – 4 bulan. Waktu penyembuhan pada
anak secara kasar setengah waktu penyembuhan daripada orang dewasa.
Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat pada table berikut :
12
LOKALISASI WAKTU PENYEMBUHAN (minggu)
Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta
Distal radius
Diafisis ulna dan radius
Humerus
Klavicula
Panggul
Femur
Condillus femur / tibia
Tibia / fibula
Vertebra
3 – 6
6
12
10 – 12
6
10 – 12
12 – 16
8 – 10
12 – 16
12
PENILAIAN PEYEMBUHAN FRAKTUR
Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah
fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan
kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita.
Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak
ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur.
Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya
trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat
dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.
13
BAB III
FRAKTUR TERBUKA
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang
rawan dan vaskularisasi disekitarnya yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma
langsung maupun tidak langsung atau karena adanya kelainan yang bersifat patologis.
Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan
dan arahnya trauma.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
Fraktur secara klinis dibedakan atas fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
terbuka (open/compound) adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur
dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam
hingga ke permukaan kulit (from within) atau kulit dipermukaan yang mengalami
penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga ke dalam (from without).
Fraktur terbuka sering timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal
dari flora normal di kulit (Staphylococus, Propionibacterium acne, Micrococus dan
dapat juga Corynebacterium) ataupun bakteri patogen khususnya bakteri gram (-),
tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan pada saat terjadinya fraktur. 1
Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang, pasien
sering memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam nyawa, yang
memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di tempat lain dalam
tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka mewakili spektrum cedera: Pertama,
masalah mendasar dasar patah tulang; kedua, pemaparan dari patah tulang terhadap
lingkungan; dan kontaminasi dari situs fraktur. 2
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi
juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.
14
beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka
yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang
berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta
pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin rasjad,2008).2
Fraktur terbuka memiliki beberapa konsekuensi seperti:
1. Adanya kontaminasi pada luka dan fraktur dari lingkungan luar
2. Adanya kehancuran jaringan lunak dan devaskularisasi yang memperbesar
suseptibilitas terhadap infeksi
3. Disrupsi dari jaringan lunak yang dapat yang dapat mempengaruhi penyembuhan
fraktur akibat hilangnya kontribusi dari sel osteoprogenitor yang berasal dari
jaringan lunak di sekitarnya
4. Hilangnya fungsi dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah, serta struktur ligament
yang berada di sekitarnya.
B. Klasifikasi
15
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya,
biasanya karena luka tusukan dari fragmen tulang yang
menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan
dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada
jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
2. Grade II : Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang
hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan
sedikit kontaminasi fraktur.
3. Grade III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot,
kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya
di sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3
subtipe:
Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental
atau komunitif yang hebat
Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka,
kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.
16
Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan
kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa
memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.10
Gambar 1. KlaKlasifikasi Fraktur Terbuka
Berdasarkan Gustilo dan Anderson
C. ETIOLOGI
Fraktur merupakan keadaan dimana terjadinya diskontinuitas pada tulang. Fraktur
terbuka disebabkan oleh1 :
Trauma langsung
Trauma langsung adalah trauma yang terjadi pada tulang yang menyebabkan
fraktur pada tulang tersebut.
Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung adalah trauma yang terjadi jauh dari tulang yang
mengalami fraktur.
Kecelakaan
Osteoporosis
Luka tembak
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang (fraktur). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
17
serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan tulang yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medulla tulang. Akibat hematoma yang terjadi dapat menghambat suplai
darah/nutrisi ke jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan tulang mengalami
nekrosis dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini menunjukan
tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terjadi juga menyebabkan dilatasi
kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi
histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk
ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan
menekan ujung saraf yang dapat menyebabkan nyeri yang bila berlangsung lama bisa
menyebabkan sindroma kompartement.
Fraktur yang hebat menyebabkan diskontinuitas tulang yang dapat merubah
jaringan sekitar seperti merusak integritas kulit atau terjadi laserasi kulit, hal ini
menyebabkan fraktur terbuka. Fraktur juga menyebabkan terjadinya pergeseran
fragmen tulang yang dapat mempengaruhi mobilitas fisik sehingga terjadi gangguan
pergerakan dan gangguan perfusi jaringan jika terjadi penyumbatan pembuluh darah
oleh emboli lemak dan trombosit yang terjadi akibat reaksi stress dan memicu
pelepasan katekolamin yang disebabkan oleh peningkatan tekanan sumsung tulang
dibanding tekanan kapiler. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu faktor
ekstrinsik (adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur) dan faktor
intrinsik (yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur) seperti kapasitas
absorbsi dari tekanan, elastisita, kelelahan dan kepadatan atau kekerasan tulang.
Gambar 3 : Skema terjadinya komplikasi pada fraktur terbuka
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu :
1. Fase Hematoma (dalam waktu 24 jam timbul perdarahan)
Apabila terjadi fraktur tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Periosteum
akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang
terjadi sehingga dapat terjadi ektravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak didekat fraktur akan kehilangan
18
darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang
yang mati pada sisi fraktur segera setelah trauma.
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya,
tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2
mm.
2. Fase Proliferasi/inflamasi (terjadi 1-5 hari)
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada
daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam
kanalis medularis. Pada tahap awal penyembuhan fraktur ini terjadi
pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang member pertumbuhan cepat.
setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk massa yang
meliputi jaringan osteogenik. Bekuan hematom diserap secara perlahan dan
kapiler baru mulai terbentuk.
3. Fase Pembentukan Kalus
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk
tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk tulang imatur.
19
Bentuk tulang ini disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada
radiologik bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur3,4,5
4. Fase Konsolidasi (2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang dan lebih kuat oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase Remodeling (lebih dari 10 minggu)
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik
dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara
perlahan-lahan hilang. Kalus intermediate berubah menjadi tulang yang
kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami
peronggaan membentuk ruang sumsum.
E. MANIFESTASI KLINIS
Deformitas karena adanya pergeseran fragmen pada fraktur
20
Nyeri terus menerus dan bertambah berat terutama bila digerakan
Pembengkakan, memar dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perubahan yang mengikuti fraktur.
Ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak akibat terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan.
Krepitasi yaitu derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan fragmen lainnya.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1. ANAMNESIS
Biasanya penderita datang dengan riwayat trauma sebelumnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, baik trauma hebat maupun trauma ringan. Lalu terdapat
keterbatasan dalam menggerakan anggota gerak dan disertai luka pada daerah yang
mengalami fraktur dan trauma. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau pendarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
Pada status generalis, perlu diperhatikan ABCs pada pasien. Lihat apakah terdapat
gangguan pada Airway, Breathing, Circulation, dan Cervical injury.1 Setelah
memeriksa status generalis, maka dilakukan pemeriksaan pada status lokalis. Pada
pemeriksaan lokalis dilakukan pemeriksaan berupa inspeksi, palpasi, dan movement.
Pemeriksaan Lokal
Inspeksi (Look): pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin dapat
terlihat namun, hal yang sangat penting adalah apakah kulit pada daerah
tersebut intak atau tidak. Apabila kulit tersebut tidak intak maka fraktur
21
tersebut memiliki hubungan dengan dunia luar yaitu fraktur terbuka
(compound fracture).1
Palpasi (Feel): Palpasi harus dilakukan pada seluruh ekstremitas dari
proksimal hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera
untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan
ditemukan cedera lain yang terjadi bersaman dengan cedera utama.2 Palpasi
dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri. Adanya cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat
o Temperatur setempat yang meningkat.
o Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
o Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati.
o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena.
o Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma , temperatur kulit.
o Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai.
Pergerakan (Movement): Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan,
tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan
sendi – sendi di bagian distal cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita
untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari
daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan
akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan
secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
lunak seperti pembuluh darah dan saraf.1,2
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
22
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat
radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan
radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis :
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmenserta
pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
ditanyakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan
lokasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan
fraktur.
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip dua (rule of 2):
dua posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)
2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi
yang mengalami fraktur
2 anggota gerak
2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah
tulang. Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang
2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-
14 harikemudian.
o CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian
tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.
23
o MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan
jaringan lunak. mRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera
tendon,ligamen, otot, tulang rawan dan tulang.
o Radioisotop scanning
o Tomografi
G. PENATALAKSANAAN
Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma oleh karena itu sebelum
dilakukan pengobatan definitif suatu fraktur, maka perlu dilakukan penatalaksaan
sesuai dengan prinsip trauma, sebagai berikut:
1. Penilaian awal (primary survey / survei awal)
Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan
prioritas berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-fungsi vital penderita harus
dinilai secara tepat dan efisien. Penanganan penderita harus terdiri atas evaluasi
awal yang cepat serta resusitasi fungsi vital, penangan trauma dan identifikasi
keadaan yang dapat menyebabkan kematian.
A: Aiway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas. Apabila
terdapat obstruksi jalan napas, maka harus segera dibebaskan. Apabila dicurigai
kelaian vertebra servikalis maka dilakukan pemasangan collar neck.
B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan
daerah thorak untuk menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas bukan berarti
ventilasi cukup. Bila ada gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau
gangguan neurologis, kita harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat
pernapasan berupa kantong yang disambung dengan masker atau pipa
endotrakeal.
C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2 hal: a)
Volume darah dan output jantung; b) perdarahan baik perdarahan luar maupun
perdarahan dalam, perdarahan luar harus diatasi dengan balut tekan.
D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat setelah satu
survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil.
24
Menggunakan metode AVPU: A (alert / sadar), V (vokal / adanya respon
terhadap stimuli vokal), P (painful, danya respon terhadap rangsang nyeri), U
(unresponsive / tidak ada respon sama sekali). Hasinya dapat diketahui GCS
(glasgow coma scale).
E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan secara teliti
pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri), selain itu perlu
dihindari terjadinya hipotermi.
2. Prinsip-prinsip pengobatan fraktur
1. Pertolongan pertama membersihkan jalan napas, menutup luka dengan
verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut
dengan ambulans
2. Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah
trauma pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah
sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi
pada frakturnya sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta
obat-obat anti nyeri.
Resusitasi pada shock hipovolemik:
25
Contoh:
Pada syok hipovolemik derajat III(30-40 % EBV) yang dilihat dari gejala
klinis seperti tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, kesadaran, dan urin output.
EBV= 35 % x 60 x70ml = 1500 ml (kehilangan darah).
Dilakukan resusitasi cairan yaitu 1000 cc perdarahan diganti 3000 ml RL,
guyur kira-kira 1 jam lalu dilanjutkan pengganti sisa perdarahan dengan cairan
koloid 500 ml diganti dengan 500 ml HES 6% (1:1).
Transfusi darah:
Jumlah ml WB = BB (kg) x 5x delta Hb (selisih Hb target debgan Hb saat ini)
Target Hb 9%
PRC = ½ WB
Contoh :
BB 60 kg ,Hb 3g%,target 9g%
Maka kebutuhan WB = 60x 5x (9-3)= 1800ml
Bila PRC =900 ml
Prinsip pengobatan fraktur secara umum adalah 4R:
1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur): mengetahui dan menilai
keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Perlu
diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2. Reduction (reduksi fraktu apabila perlu). Restorasi fragmen fraktur dilakukan
untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Posisi yang baik adalah
alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Angulasi < 5o pada
tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10o
pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan
over riding < 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tida dapat diterima
dimanapun lokasinya.
3. Retention, imobilisasi fraktur
26
4. Rehabilitation, mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka: 10
1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.
3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi.
4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur.
7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
3. Tahap-Tahap Pengobatan Fraktur terbuka
1. Pembersihan luka
Hal ini dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada
kulit,jaringan subkutaneus,lemak,fasia,otot dan fragmen-fragmen yang lepas
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau reduksi
terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan II sebaiknya
difiksasi dengan fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan
apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split
thickness skin-graft serta pemasangan drainasi isap untuk mencegah
27
akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan
terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup
kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu mendapat perhatian
adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan kulit menjadi
tegang.
5. Pemberian antibiotic
Bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan dalam dosis yang
adekuat sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan operasi. Co amoxiclav atau
cefuroxime (klindamisin jika alergi penisilin) merupakan antibiotic pilihan
pertama sebagai pencegahan terhadap bakteri gram positif dan gram negative.
Bersamaan saat dilakukan debridement dapat dikombinasikan dengan
gentamisin.
Grade I Grade II Grade III A Grade III B/C
Segera
mungkin atau
3 jam pertama
Co
amoxiclav
Co
amoxiclav
Co
amoxiclav
Co
amoxiclav
Debridement Co
amoxiclav
dan
gentamisin
Co
amoxiclav
dan
gentamisin
Co
amoxiclav
dan
gentamisin
Co
amoxiclav
dan
gentamisin
Penutupan
luka
- Gentamisin
dan
vankomisin
atau
telcoplanin
Gentamisin
dan
vankomisin
atau
telcoplanin
Gentamisin
dan
vankomisin
atau
telcoplanin
Profilaksis Co
amoxiclav
Co
amoxiclav
Co
amoxiclav
Co
amoxiclav
Periode max 24 jam 72 jam 72 jam 72 jam
6. Pencegahan tetanus
28
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum,dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia).
4. Terapi Konservatif3,4
1. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan
baik
2. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan
fraktur dengan kedudukan baik
3. Reposisi tertutup dan fiksasi gips
Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen
proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips
4. Traksi
Dipakai untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips setelah tidak sakit lagi.
5. Terapi Operatif
Prinsip debridement adalah untuk membersihkan kontaminasi yang terdapat di
sekitar fraktur dengan melakukan pengangkatan terhadap jaringan yang non viabel
dan material asing, seperti pasir yang melekat pada jaringan lunak. Dilakukan
penilaian pada sekitar jaringan sekitar tulang, cedera pembuluh darah, tendon, otot,
saraf. Debridement jaringan otot dipertimbangkan jika otot terkontaminasi berat dan
kehilangan kontraktilitas. Debridement pada tendon mempertimbangkan kontraktilitas
tendon, sedangkan debridement pada kulit dilakukan hingga timbul perdarahan. Pada
fraktur terbuka grade IIIb dan IIIc dilakukan serial debridement yang diulang dalarn
selang waktu 24-72 jam untuk tercapainya debridement definitive.
29
Tehnik Operasi
Sebelum dilakukan debridement, diberikan antibiotik profilaks yang dilakukan di
ruangan emergency. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin. Biasanya dipakai
sefalosforin golongan pertama. Pada fraktur terbuka Gustilo tape III, diberikan
tambahan berupa golongan aminoglikosida, seperti tobramicin atau gentamicin.
Golongan sefalosforin golongan ketiga dipertimbangkan di sini. Sedangkan pada
fraktur yang dicurigai terkontaminasi kuman clostridia, diberikan penicillin.
Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah google, boot dan sarung
tangan tambahan. Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine
iodine, lalu drapping area operasi. Penggunaan tidak dianjurkan, karena kita akan
melakukan pengamatan terhadap perdarahan jaringan. Debridement dilakukan
pertama kali pada daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan
koagulasi. Buka fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan
4C, “Color, Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan pengangkatan
kontaminasi canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage canal medulary
dihindarkan dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal. Irigasi dilakukan
dengan normal saline. Penggunaan normal saline adalah 6-10 liter untuk fraktur
terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi. Bisa digunakan
ekternal fiksasi pada fraktur grade III.
Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Berdasarkan jumlah jaringan lunak
yang hilang, luka-luka kompleks (complex wound) dapat ditutupi dengan
menggunakan metode yang berbeda, yakni :
a. Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur.
Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan
ditempatkan di atas luka.
b. Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini
sering diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap membutuhkan
bantuan dari seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk memastikan pembuluh
darah terhubung dan sirkulasi tetap berjalan. 5
30
Pada fraktur tipe III yang tidak bisa dilakukan penutupan luka, dilakukan rawat luka
terbuka, hingga luka dapat ditutup sempurna.
Komplikasi Operasi
Komplikasi debridement hampir tidak ada. Komplikasi terjadi berupa infeksi pada
jaringan lunak dan tulang hingga sepsis pasca operasi. Mortalitas berhubungan
dengan syok hemoragik dan adanya fat embolism.
Perawatan Pasca Bedah
Antibiotika post operasi dilanjutkan hingga 2-3 hari pasca debridement. Kultur pus,
jika ada pus, lakukan kultur pus. Pada fraktur terbuka grade yang memerlukan
debridement ulangan, maka akan dilakukan debridement ulangan hingga jaringan
cukup sehat dan terapi definitive terhadap tulang bisa dimulai. Pada penutupan luka
yang tertunda, dilakukan pemasangan split thickness skin flap, vascularized pedicle
flaps (seperti gastrocnemeus flap) dan free flaps seperti fasciocutaneus flaps atau
myocutaneus flaps. Dilakukan penilaian terhadap kondisi jaringan setiap hari dan
pemberian antibiotika, hingga jaringan sehat dan terapi definitif terhadap tulang bisa
dimulai.
Terapi Definitif Fraktur Terbuka
Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk mencegah
kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya
digunakan metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.
a. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi
normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat
logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-
sama dengan memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang.
Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan dan disertai dengan
cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum operasi fiksasi internal
dapat dilakukan dengan aman. 13
b. Fiksasi Eksternal
31
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan
untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau
sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat
fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke
sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka
stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.13,14
5. Amputasi 15
Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation
biasanya diindikasikan pada keadaan berikut:
Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia
sudah terjadi>8 jam
Anggota gerak yang mengalami crush berat dan jaringan viable yang
tersisa untuk revaskularisasi sangat minimal
Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat, dimana hasil akhir repair
tidak lebih baik dari penggunaan prosthesis.
Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol perdarahan dan
mengurangi efek sistemik/life saving
Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening dengan adanya
penyakit kronik yang berat, seperti diabetes mellitus dengan gangguan
vaskular perifer berat dan neuropati
Kondisi bencana / mass disaster
6. Hyperbaric Oxygen Therapy
Baru-baru ini terdapat teknologi terapi baru untuk trauma, luka, termasuk fraktur
terbuka, yaitu Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT).
Luka adalah suatu gangguan dalam struktur jaringan yang utuh, pada umumnya
dihubungkan dengan hilangnya struktur jaringan. Pada proses penyembuhan luka,
termasuk pada fraktur terbuka pada tulang, fibroblas berpindah tempat, menghasilkan
kolagen. Oksigen dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk proliferasi fibroblas dan
produksi kolagen. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk tulang imatur. Terapi
oksigen hiperbarik merupakan terapi dengan menggunakan oksigen bertekanan. Peran
32
oksigen hiperbarik dalam penyembuhan luka adalah oksigenasi untuk luka hipoksik,
peningkatan fibroblas dan produksi kolagen serta meningkatkan kemampuan leukosit.
Penelitian yang pernah dilakukan pada kasus osteomielitis yang pernah ditangani di
rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan memberikan hasil yang baik.
Oksigen memiliki dua fungsi besar dalam metabolisme seluler, hal yang paling
penting yaitu sebagai transfer elektron pada sistem oksidasi yang mana bertanggung
jawab sekitar sembilan puluh persen dalam konsumsi oksigen secara keseluruhan.19
Oksigen diperlukan oleh mitokondria untuk fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP
dimana lebih dari sembilan puluh persen dari ATP yang dihasilkan ini dipergunakan
untuk metabolisme seluler.25
Pada awal penyembuhan luka, fibroblas mulai bermigrasi dan menghasilkan kolagen
yang merupakan matrik penting dalam proses penyembuhan luka, dalam pembentukan
tulang imatur, dan sebagai sumber energi pada proses perbaikan, juga diperlukan dalam
metabolisme dan proses pemeliharaan jaringan.
Indikasi Emergensi :
1. Intoksikasi gas CO
2. Gas gangren
3. Emboli udara dan Penyakit dekompresi
4. Gangguan vaskuler perifer,
a. luka bakar parah dan sengatan dingin (frost bile)
b. digabung cedera remuk
5. Syok
6. Infark Myocardial dan insufisiensi coroner lain
7. Gangguan kesadaran dan oedema otak
8. Gangguan hipoksia berat pada otak
9. Gangguan obstruktif akut pada arteri retina
10. Gangguan sumsum tulang belakang
11. Ileur paralitik
12. Tuli mendadak
Indikasi Non-Emergensi :
33
1. Kanker ganas (Neoplasma malignant) digabung dengan kemoterapi - radio terapi
2. Gangguan sirkulasi perifer
3. Tandur kulit
4. Subacute myelooptico neuropathy
5. Paresis saraf motorik, sebagai sekuele lanjut dari
a. serangan serebro vaskuler
b. kraniotomi
c. cedera parah pada kepala
6. Gejala yang muncul lambat pada keracunan CO
7. Neuropati sumsum tulang belakang
8. Osteomyelitis dan nekrosis karena radiasi
KONTRA INDIKASI HBO (KI HBO)
Pneumothoraks yang tidak terawat (untreated Pneumothorax)
Kontra Indikasi Relatif
1. Infeksi saluran nafas atas (ISNA)
Faktor predisposisi barotrauma telinga dan Sinus squeeze
2. Gangguan kejang
Belum dapat dipastikan bahwa kasus kejang merupakan KI HBO namun 5%
pasien dengan gangguan SSP mengalami kejang saat terapi HBO.
3. Emfisema dengan retensi C02
Pasien dengan masalah ini dapat berkembang menjadi pneumotoraks sampai
terjadinya ruptur bulla emfisematus.
4. Lesi asimtomatik pada paru
Terapi HBO sebaiknya tidak diteruskan jika foto rontgen dada ada gambaran lesi
5. Riwayat pernah bedah thoraks dan telinga
Pasien harus menjalani evaluasi menyeluruh sebelum terapi HBO
6. Demam tinggi
Demam dapat memicu kejang, jika HBO tetap harus dilakukan maka panas badan
harus diturunkan
7. Tumor (Malignant Disease)
Masih menjadi kontroversi/perdebatan sehubungan pengaruh HBO terhadap
pertumbuhan tumor (El. Torai dkk, 1987) melaporkan 3 kasus carsinoma yang
terproliferasi setelah HBO
34
8. Kehamilan
Percobaan pada hewan membuktikan peningkatan terjadinya cacat bawaan pada
janin bila HBO diberikan pada awal kehamilan (orgunogenesis) (Jenings, 1987).
Namun jika nyawa si ibu terancam, keracunan gas CO misalnya, terapi HBO harus
diberikan.
9. Neuritis opticus
Dikhawatirkan dapat mengalami hilang pandang (loss of vision)
KOMPLIKASI HBO (KO HBO)
Beberapa KO akibat pengobatan HBO adalah sebagai berikut :
1. Barotrauma telinga
KO HBO yang paling sering terjadi, salah satu penyebabnya adalah penderita
gagal/sulit melakukan equalisasi tekanan antara udara telinga tengah dengan udara
luar saat terapi HBO. Pemberian obat nasal decongestan akan sangat membantu.
Beberapa pasien bahkan perlu miringotomy untuk emergensi saat HBO
(Lamm,1987).
2. Nyeri sinus
Sinus adalah rongga-rongga fisiologis disekitar tulang wajah. Hambatan/kebuntuan
sinus, sinusitis misalnya, saat penekanan di dalam Chamber akan terasa nyeri.
Sinusitis banyak terjadi karena ISNA. Jika hal ini terjadi HBO harus ditunda.
Antibiotik dan nasal decongestan bisa diberikan.
3. Miopia dan katarak
Miopia atau rabun jauh merupakan komplikasi yang reversibel, biasanya terjadi
saat awal pengobatan HBO. (Anderson, 1978). Sedang katarak merupakan
komplikasi akibat pengobatan jangka panjang (Long term exposure) (Palmquist,
1986)
4. Barotrauma Paru
HBO dapat memicu terjadinya robek paru (lung rupture), emboli udara, emfisema
mediastinum atau pneumotorak (Unsworth, 1973). Tanda robek paru nyeri dada dan
sesak nafas juga diikuti pergeseran trakhea dan pergerakan nafas dada asimetris. Jika
hal ini terjadi hentikan HBO dan Torakosentesis.
5. Kejang
Davis, 1988, melaporkan angka kejadian kejang hanya 0,01% dari 28.700
pengobatan pada tekanan 2,4 ATA. Jika tekanan hanya 1,5 ATA selama kurang dari
40 menit, kejang tak akan timbul. Penanganan yang harus dilakukan adalah :
35
a. lepaskan sungkup 02
b. berikan 60- 120 mg Diazepam
c. tekanan dalam chamber harus tetap
d. penurunan tekanan bisa setelah kejang stop
6. Penyakit Dekompresi
Hal ini terjadi bila penderita dalam chamber melepas sungkup 02/ bernafas udara
biasa dan penurunan tekanan yang tiba-tiba terjadi di chamber
7. Klaustrofobia
Suatu bentuk neurosis pada beberapa pasien terutama pada mono place chamber
atau multiplace yang sempit. Bantuan Psikiater sangat diperlukan
Pemeriksaan dan Penyaringan
Bagi calon pasien dan pasien lama perlu dilakukan langkah-langkah pemeriksaan
dan penyaringan guna menghindari KO dan Kl. Namun langkah di atas untuk kasus-
kasus pengobatan HBO terencana/Elective treatment.
Untuk kasus emergensi ini terdapat pengecualian :
a. Pengisian status pasien yang akurat
b. Informed consent yang komprehensif
c. Foto thoraks ( Rontgen )
d. Uji fungsi paru
e. Pemeriksaan gendang telinga
Oksigen Hiperbarik
Ketika oksigen dihirup pada konsentransi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam
atosfir, udara pada keadaan ini pertimbangkan sebagai obat. Berdasarkan definisi ini
oksigen hiperbarik kemudian dipastikan sebagai obat dan dapat dipergunakan dalam suatu
terapi.17
Terapi oksige hiperbarik merupakan bentuk pengobatan, penderita harus berada dalam
ruangan bertekanan dan bernafas dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih
besar daripada udara atmosfir normal, yaitu sebesar 1 atm (760 mmHg). Keadaan ini
dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada dalam ruangan udara
bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang kedap udara terbuat dari
perangkat keras yang mampu diberikan tekanan lebih besar dari 1 atm (ruang kompresi)
beserta sumber oksigen dan sistem penyalurannya ke dalam ruang rekompresi tersebut.
36
Dua efek penting yang mendasar pada terapi oksigen hiperbarik adalah: 18 Efek
mekanik meningkatnya tekanan lingkungan atau ambient yang memberikan manfaat
penurunan volume gelembung gas atau udara seperti pada terapi penderita dekompresi
akibat kecelakaan kerja penyelaman dan gas emboli yang terjadi pada beberapa tindakan
medis rumah sakit. Efek peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan jaringan
yang memberikan manfaat terapeutik: bakteriostatik pada infeksi kuman anaerob,
detoksikasi pada keracunan karbon monoksida, sianida dan hidrogensulfida, reoksigenasi
pada kasus iskemia akut, crush injury, compartment syndrome maupun kasus iskemia
kronis, luka yang tidak sembuh, nekrosis radiasi, skin graft preparation dan luka bakar.
Pembahasan
Terapi oksigen hiperbarik untuk pertama kalinya digunakan pada penyakit dekompresi
(DeCompression Ilnes), yaitu suatu penyakit yang dialami oleh penyelam dan pekerja
tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan saat naik ke permukaan secara
mendadak. Dari berbagai penelitian terungkap bahwa oksigen hiperbarik mempunyai
manfaat lebih, tidak terbatas pada kasus-kasus penyelaman saja. Satu contoh terapi
oksigen hiperbarik yang berhasil, digunakan dalam mempercepat proses penyembuhan
luka. Terapi oksigen hiperbarik sebenarnya merupakan terapi penunjang pada proses
penyembuhan luka, Sedangkan perawatan utamanya sendiri adalah debridement dan
penjahitan jika diperlukan. Namun demikian oksigen hiperbarik dapat mempercepat
proses penyembuhan luka, sehingga jaringan yang hipoksia memperlihatkan hasil yang
baik pada terapi oksigen hiperbarik. 17 Yusman 19 menyatakan bahwa luka yang sulit
sembuh dan luka bakar merupakan indikasi yang tepat untuk rujukan terapi oksigen
hiperbarik. Hal ini ditegaskan dalam hasil konfrensi kedokteran hiperbarik tahun 1991 di
Ancona Italia, bahwa luka yanga sulit sembuh (delayed wound healing) termasuk dalam
kelompok Accepted chronic indication untuk terapi oksigen hiperbarik.18
Fisher pada tahun 1969 untuk pertama kali menggunakan oksigen hiperbarik pada 32
pasiennya yang mengalami ulser pada kaki. Penelitian serupa dilakukan pada tahun 1975
pada pasien lainnya. Oksigen dialirkan dan dipertahankan selama 41 menit, terapi
dilakukan dua kali sehari dan setiap sesi dilakukan sedikitnya 2-3 jam. Hasil
penelitiannya menunjukkan banyak ulkus yang sembuh dengan baik, walau demikian
iksogen hiprbarik gagal pada kasus-kasus iskemia hebat.
37
Ignacio et.al pada 18 pasien denga jenis ulcer yang berbeda dan hasilnya cukup
memuaskan. Heng memberikan terapi oksigen hiperbarik secara topikal pada 6 pasien
denga 27 ulser (5 dari 6 pasien Penyembuhan terjadi pada hari 6 sampai dengan 21 hari,
sedangkan 10 ulser tanpa terapi oksigen hiperbarik tidak terjadi proses penyembuhan
pada periode waktu yang sama. 17 Terapi oksigen hiperbarikselain dapat mempercepat
proses penyembuhan pada luka diketahui juga dapat mempercepat pertumbuhan jaringan,
seperti kasus yang dilakoprkan di RSAL Mintohardjo Jakarta. Kasus transplantasi jari
pasien sesaat setelah operasi, pasien terapi denhanoksigen hiperbarik ternyata
penyembuhan berjalan lebih cepat dan sel tumbuh lebih cepat. 23 Berikut ini diperlihatkan
kasus yang pernah diterapi dengan oksigen hiperbarik di RSAL Dr. Ramelan Surabaya.
Tabel 1. Gambaran prosentase lama penyembuhan pada osteomielitis rahang dengan pemakaian terapi penunjang oksigen hiperbarik
Tabel 2. Gambaran prosentase lama penyembuhan osteomielitis rahang tanpa terapi penunjang oksigen hiperbarik. 24
Dari dua tabel diatas dapat dilihat bahwa proses penyembuhan berlangsung lebih cepat
pada kasus osteomielitis rahang dengan terapi penunjang oksigen hiperbarik.
Secara garis besar pemakaian dan mekanisme oksigen hiperbarik dalam proses
38
penyembuhan luka dapat dijelaskan sebagai berikut: Hipoksia pada luka dapat dikoreksi
dengan terapi oksigen yang bervariasi dari pemakaianintalasi oksigen 40% pada tekanan
udara bebas hingga oksigen 100% pada tekanan 2,5 Tekanan Atmosfir Absolut (ATA).
Tekanan yang tinggi diperlukan untuk oksigenasi di pusat luka kronis yang hipoksia.
Terapi oksigen hiperbarik pada tekanan 2 ATA memperlihatkan terjadinya peningkatan
oksigenasi jaringan yang mengalami hipoksia. Koreksi secara intermiten pada luka yang
hipoksia dengan terapi oksigen dapat meningkatkan replikasi fibroblas dan produksi
kolagen. Meningkatnya tekanan oksigen pada luka dapat meningkatkan aktifitas leukosit
untuk membunuh bakteri patogenik. 17
Kesimpulan
Oksigen diperlukan untuk mempertahankan integritas sel, fungsi metabolisme sel dan
perbaikan pada jaringan yang luka. Oksigen tidak hanya diperlukan sebagai energi pada
proses metabolisme tapi juga sangat diperlukan oleh sel PMN, proliferasi fibroblast, dan
deosisi kolagen. Pada proses penyembuhan luka suplai oksigen yang cukup sangat
diperlukan untuk sintesis kolagen dan perbaikan jaringan.
Terapi oksigen hiperbarik sebagai terapi penunjang pada penyembuhan luka sangat
membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini terlihat dari jaringan
yang hipoksia memperlihatkan respon yang baik pada terapi oksigen hiperbarik.
Penggunaan terapi oksigen hiperbarik didasarkan pada mekanisme terapi tersebut yang
merangsang terjadinya perbaikan jaringan dengan cara peningkatan tekanan oksigen,
mekanisme kerja leukosit, hiperokdigenasi, neovaskularisasi, hiperoksia dan aktivitas
osteoklas.
H. Komplikasi Fraktur Terbuka
1. Komplikasi Umum
Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan yang dapat terjadi
dalam 24 jam pertama setelah trauma dan setelah beberapa hari kemudian
akan terjadi gangguan metabolisme berupa peningkatan katabolisme.
Komplikasi umum yang lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena
dalam, infeksi tetanus atau gas gangren.
2. Komplikasi Lokal Dini
Komplikasi dalam 1 minggu pertama pasca trauma disebut sebagai komplikasi
lokal dini dan bila lebih dari 1 minggu pasca trauma disebut komplikasi lokal
39
lanjut. Macam komplikasi lokal dini dapat mengenai tulang, otot, jaringan
lunak, sendi, pembuluh darah, saraf, organ viseral maupun timbulnya sindrom
kompartemen atau nekrosis avaskuler.
3. Komplikasi Lokal Lanjut
Komplikasi pada tulang, osteomielitis kronis, kekakuan sendi, degenerasi
sendi, maupun nekrosis pasca trauma. Dalam penyembuhan fraktur dapat juga
terjadi komplikasi karena teknik, perlengkapan ataupun keadaan yang kurang
baik, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi, nonunion, delayed union,
dan malunion.
1. Penyembuhan Terlambat
Pada patah tulang panjang yang sangat tergeser dapat terjadi robekan
pada periosteum dan terjadi gangguan pada suplai darah intramedular.
Kekurangan suplai darah ini dapat menyebabkan pinggir dari patah tulang
menjadi nekrosis. Nekrosis yang luas akan menghambat penyembuhan tulang.
Kerusakan jaringan lunak dan pelepasan periosteum juga dapat mengganggu
penyembuhan tulang.
2. Non-Union
Bila keterlambatan penyembuhan tidak diketahui, meskipun patah tulang
telah diterapi dengan memadai, cenderung terjadi non-union. Penyebab lain
ialah adanya celah yang terlalu lebar dan interposisi. 5
3. Malunion
Bila fragmen menyambung pada posisi yang tidak memuaskan, seperti
contoh angulasi, rotasi, atau pemendekan yang tidak dapat diterima.
Penyebabnya adalah tidak tereduksinya patah tulang secara cukup, kegagalan
mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan, atau kolaps yang
berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif.5
4. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak, kerusakan pada fisis dapat mengakibatkan pertumbuhan
yang abnormal atau terhambat. Patah tulang melintang pada lempeng
pertumbuhan tidak membawa bencana; patahan menjalar di sepanjang lapisan
hipertrofik dan lapisan berkapur dan tidak pada daerah germinal maka, asalkan
patah tulang ini direduksi dengan tepat, jarang terdapat gangguan pertumbuhan.
Tetapi patah tulang yang memisahkan bagian epifisi pasti akan melintasi bagian
fisis yang sedang tumbuh, sehingga pertumbuhan selanjutnya dapat asimetris
40
dan ujung tulang berangulasi secara khas; jika seluruh fisis rusak, mungkin
terjadi perlambatan atau penghentian pertumbuhan sama sekali.
Golden periode penanganan fraktur terbuka adalah kurang dari 6-8 jam
dikarenakan proses dan pola pertumbuhan bakteri yang terjadi pada luka fraktur
terbukanya. Umumnya jenis bakteri yang sering ditemui pada luka adalah
golongan bakteri Staphylococcus. Staphylococcus aureus yang patogenik dan
yang bersifat invasif menghasilkan koagulase dan cenderung untuk
menghasilkan pigmen kuning dan menjadi hemolitik.
Setelah berjalan 6 jam pasca kejadian fraktur terbuka, bakteri Stapylococcus
aureus dapat mengadakan ikatan secara kimiawi ke dinding sel-sel yang
seharusnya mengalami penyembuhan berupa hematom, inflamasi dan
rekonstruksi. Setelah mengalami ikatan, bakteri ini akan mengeluarkan
enterotoksin dan eksotoksin yang akhirnya dapat menyebabkan osteomyelitis.2
Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa komplikasi yang tadi sudah
disebutkan diatas:
1. Lesi Vaskuler
Trauma vaskular dapat melibatkan pembuluh darah arteri dan vena.
Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak terkontrol dengan cepat akan
mengarah kepada kematian pasien, atau bila terjadi iskemia akan berakibat
kehilangan tungkai, stroke, nekrosis dan kegagalan organ multipel.
Keparahan trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma,
mekanisme, tipe, dan lokasi trauma, serta durasi iskemia. Gambaran klinis dari
trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia, hematoma pulsatil, atau
perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok. Gejala klinis paling sering
pada trauma arteri ekstremitas adalah iskemia akut. Tanda-tanda iskemia
adalah nyeri terus-menerus, parestesia, paralisis, pucat, dan poikilotermia.
Pemeriksaan fisik yang lengkap, mencakup inspeksi, palpasi, dan auskultasi
biasanya cukup untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut iskemia.
Adanya tanda trauma vaskular pada fraktur terbuka merupakan suatu indikasi
harus dilakukan eksplorasi untuk menentukan adanya trauma vaskular.
Kesulitan untuk mendiagnosis adanya trauma vaskular sering terjadi pada
hematoma yang luas pada patah tulang tertutup. Tanda lain yang bisa
41
menyertai trauma vaskular adalah adanya defisit neurologis baik sensoris
maupun motoris seperti rasa baal dan penurunan kekuatan motoris pada
ekstremitas. Aliran darah yang tidak adekuat dapat menimbulkan hipoksia
sehingga ekstremitas akan tampak pucat dan dingin pada perabaan. Pengisian
kapiler tidak menggambarkan keadaan sirkulasi karena dapat berasal dari
arteri kolateral, namun penting untuk menentukan viabilitas jaringan (Rasjad,
2008).
Komplikasi yang dapat terjadi karena trauma vaskuler antara lain thrombosis,
infeksi, stenosis, fistula arteri-vena, dan aneurisma palsu. Trombosis, infeksi,
dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat terjadi segera pascaoperasi,
sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan komplikasi
lama. Rekomstruksi pembuluh darah harus ditangani secara sungguh-sungguh
dan teliti sekali karena bila terjadi kesalahan teknis operasi karena ceroboh
atau penatalaksanaan pasca bedah yang kurang terarah, akan berakibat fatal
bagi kelangsungan hidup ekstremitas berupa amputasi, atau terjadi emboli
paru (Apley et al., 2001).
2. Sindroma Kompartemen
Patah tulang pada lengan kaki dapat menimbulkan hebat sekalipun tidak ada
kerusakan pembuluh besar. Perdarahan, edema, radang, dan infeksi dapat
meningkatkan tekanan pada salah satu kompartemen osteofasia. Terjadi
penurunan aliran kapiler yang mengakibatkan iskemia otot, yang akan
menyebabkan edema lebih jauh, sehingga mengakibatkan tekanan yang lebih
besar lagi dan iskemia yang lebih hebat. Lingkaran setan ini terus berlanjut dan
berakhir dengan nekrosis saraf dan otot dalam kompartemen setelah kurang
lebih 12 jam (Apley dan Solomon, 2001).
Meningkatnya tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang
tertutup. Peningkatan tekanan terus meningkat hingga tekanan arteriolar
intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan
masuk ke kapiler, menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga
tekanan dalam kompartemen semakin meningkat. Penekanan saraf perifer
disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Bila terjadi peningkatan intra
kompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler
akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti,
Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka
42
terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel
komponen tersebut. Secara klasik terdapat 5 P yang menggambarkan gejala
klinis sindroma kompartemen, yaitu:
a. Pain
b. Paresthesia
c. Pallor
d. Paralysis
e. Pulseness Osteomyelitis Akut
3. . Gas Gangren
Keadaan yang mengerikan ini ditimbulkan oleh infeksi klostridium, terutama
C. welchii. Organisme anaerob ini dapat hidup dan berkembang biak hanya
dalam jaringan dengan tekanan oksigen yang rendah; karena itu, tempat utama
infeksinya adalah luka yang kotor dengan otot mati yang telah ditutup tanpa
debridemen yang memadai. Toksin yang dihasilkan oleh organisme ini
menghancurkan dinding sel dan dengan cepat mengakibatkan nekrosis jaringan,
sehingga memudahkan penyebaran penyakit itu (Apley dan Solomon, 2001).
4. Septic Arthritis
Septic arthritis merupakan proses infeksi bakteri piogenik pada sendi yang jika
tidak segera ditangani dapat berlanjut menjadi kerusakan pada sendi. Artritis
septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit yang serius yang cepat
merusak kartilago hyalin artikular dan kehilangan fungsi sendi yang
irreversibel.
Penyebab artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung pada interaksi
patogen bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada sendi alami
dapat dibagi pada tiga tahap yaitu kolonisasi bakteri, terjadinya infeksi, dan
induksi respon inflamasi hospes. Kolonisasi bakteri Sifat tropism jaringan dari
bakteri merupakan hal yang sangat penting untuk terjadinya infeksi sendi.
S.aureus memiliki reseptor bervariasi (adhesin) yang memediasi perlengketan
efektif pada jaringan sendi yang bervariasi. Adhesin ini diatur secara ketat oleh
faktor genetik, termasuh regulator gen asesori (agr), regulator asesori
stafilokokus (sar), dan sortase
Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal
pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan
ruang lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan
43
saja. Demam dilaporkan 60-80% kasus, biasanya demam ringan, dan demam
tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari 39O C. Nyeri pada artritis
septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan
gerakan aktif maupun pasif.
Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup faktor predisposisi,
mencari sumber bakterimia yang transien atau menetap (infeksi kulit,
pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya tindakantindakan invasiv, pemakai
obat suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit sistemik yang mengenai
sendi atau adanya trauma sendi.
5. Osteomielitis Akut
Osteomielitis akut adalah infeksi tulang yang terjadi secara akut.yang bisa
disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di
tempat lain (misalnya Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi
saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi
ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah
kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi
Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik. Awitan osteomielitis
setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut
fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma
atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3)
biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah
pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah peningkatan vaskularisasi dan edema.
Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat
tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan
peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya,
kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses
tulang.
I. Perawatan Lanjut dan Rehabilitasi Fraktur
44
Ada lima tujuan pengobatan fraktur:
1. Menghilangkan nyeri
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengharapkan dan mengusahakan union
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi
otot dan sendi,mencegah atrofi otot,adhesi dan kekakuan sendi,mecegah
terjadinya komplikasi seperti dekubitus,trombosis vena,infeksi saluran kencing
serta pembentukan batu ginjal.
Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan
fraktur. Sejak awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk
membantu penyembuhan dan pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-
otot serta gerakan sendi baik secara isometrik (latihan aktif statik) pada setiap
otot yang berada pada lingkup fraktur serta isotonik yaitu latihan aktif dinamik
pada otot-otot tungkai dan punggung. Diperlukan pula terapi okupasi.4, 5
J. PROGNOSIS
Prognosis pada fraktur terbuka tergantung dari derajat fraktur, dan penanganan
pada fraktur tersebut. Semakin berat derajat fraktur, semakin lama dan buruknya
penanganan maka prognosis akan buruk.
45
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat. Penyebabnya bisa berupa
trauma langsung dan tidak langsung. Diagnosis fraktur terbuka didapatkan dari hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik serta penunjang berupa pemeriksaan rafiologis. Tujuan
dari tata laksana fraktur terbuka adalah untuk mengurangi resiko infeksi, terjadi
penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.. Beberapa hal yang penting
untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan
dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur,
penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania.
2006.
2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012,
May 21). Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-
overview
3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available from
http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm.
4. Sugiarso. Pola Kuman Penderita Fraktur Terbuka. Universitas Sumatera Utara.
2010. Available from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27630/6/Cover.pdf.
5. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures. Available
from http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582.
6. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed:
Ke-6. Jakarta: EGC.
7. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur dan Fungsi Tulang, Edisi ke-
3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 6-11.
8. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar. Jakarta :
EGC.
9. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available from:URL:
depts.washington. edu/bonebio/ASBMRed/growth.html.
10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Trauma, Fraktur Terbuka, Edisi ke-3.
Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 317-478.
11. Brien PJO dan Mosheiff R.Open Fractures-Principles. Available From:[URL]:
http://www.aopublishing.org/ .
12. Court-Brown CM, Brewster N (1996) Epidemiology of open fractures. Court-
Brown CM, McQueen MM, Quaba AA (eds), Management of open
fractures. London: Martin Dunitz, 25-35.
13. Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation. 2009[cited
2011 Feb 2]. Available
from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview.
47
14. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Internal Fixation and External
Fixations for Fractures. Available from:URL: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?
topic=A00196.
15. Chapman MW. Open Fractures in in Chapman’s O
16. Orthopaedic Surgery 3rd ed Vol 1. 2001[online database]. Lippincott Williams &
Wilkins.
17. Jain KK. Textbook of hyperbaric of medicine. Toronto:Hografer & Huber Publisher
Inc.;1991.p.193-5
18. Anonim. Wound healing. Available at http://www.vitacost.com. Accessd 14Th June
2004
19. Sedlarik KM. The Process of wound healing available at hhtp://www.hartman-
online.cle/english/produkte/wundbehandlung/wundforum/1-94-1.hrm.Accessed 20Th
2004
20. Sheffield PJ. Tissue oxygen measurenments, problem wounds. New York: Elsevier;
1988.p.18
21. Corwin E. Hand book of Pathophysiology Philadelphia: Lippincott-Raves Publishes;
1996.p.21-3
22. Hall KL. The Regulation of wound healing; 1998. Available at:
http://www.medinfo.ufl.edu/cme/grounds/mast/intro.html. Accessed: Merch 28th
2015
23. Govan ADT, Peter S, Macflarlane RC. Pathologyllustrated. Edinburgh: Churchill
Living Stone; 1991.p.76
24. Ganong WF, Review of medical physiology. San Fransisco: The Mc Graw Hill
Companies Inc.; 2001; p.609-10
25. Youn BA. Oxygen and its role in wound healing; 1999. Available at: http://
[email protected]. Accessed: March 28th 2015
26. Kristina AD. Peranan oksigen hiperbarik pada pembengkakan postodontektomi gigi
impaksi molar tiga di departemen gigi dan mulut. Skripsi. Surabaya: Universitas
Hang Tuah; 2004
27. Manungkalit SM. Dasar-dasar terapi hiperbarik. Temu Ilmiah Dokter Gigi TNI dan
Polri Se-Indonesia. Ladokgi TNI AL. Jakarta, 15 April 2003
48