refleksi kasus ii asma bronkial

26
REFLEKSI KASUS OKTOBER 2015 “DIAGNOSIS ASMA BRONKIAL DERAJAT PERSISTEN SEDANG PADA ANAK” Nama : Nurul Aulia Abdullah No. Stambuk : N 111 15 019 Pembimbing : dr.Kartin Akune, Sp.A

Upload: syarah-d-wii-saraswaty

Post on 16-Feb-2016

86 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

fds

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

REFLEKSI KASUS OKTOBER 2015

“DIAGNOSIS ASMA BRONKIAL DERAJAT PERSISTEN

SEDANG PADA ANAK”

Nama : Nurul Aulia Abdullah

No. Stambuk : N 111 15 019

Pembimbing : dr.Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2015

Page 2: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit kronik yang paling sering dijumpai pada anak

dinegra maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalensi asma

meningkat pada anak maupun dewasa. Asma memeberi dampak negatif bagi

kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan

membati kegiatan olahraga serta aktivitas seluruh keluarga, 1

Masalah epidemiologi yang lain saat ini adalah morbiditas dan mortalitas asma

yang relatif tinggi. WHO memperkirakan saat ini terdapat 250.000 kematian akibat

asma. Serangan asama bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan mengancam

kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma, antara

lain adalah olahraga (exercise), alergen, infeksi, perubahan suhu udara yang

mendadak, atau pajanan terhadap iritan repiratorik seperti asap rokok, dan lain-lain.

Selain itu, berbagai faktor turut mempengaruhi tinggi rendahnya prevalensi asma

disuatu tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi, dan faktor

lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi prevalensi asma, derajat

penyakit asama, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan dan kematian

akibat penyakit asma.2

Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang heterogen dengan dasar

inflamasi kronik yang bervariasi luas dalam manifestasi klinis, mekanisme inflamasi,

patogenesis, dan perjalanan alamia dengan banyak sekali faktor yang berperan.

Diagnosis asma pada anak tidak mudah, hal ini seringkali mengakibatkan under-

diagnosis dan under-treatment. Tujuan dari pengobatan asma adalah untuk mencapai

dan mempertahankan kondisi dan menjamin tercapainya tumbuh kembang anak

secara optimal. Tatalaksana serangan asma ditujukan untuk mengatasi segala

penumbatan yang terjadi, sedangkan tatalaksanan jangka panjang utnuk mencegah

agar anak terbebas dari serangan asma.3

Page 3: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

Global Initiative for Asthma (GINA), suatu program yang dihasilkan pada

tahun 1993 atas kerjasama antara National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI)

dan WHO, mengeluarkan definisi asma yang menggambarkan konsep inflamasi

sebagai dasar mekanisme terjadinya asma. Definisi tersebut kemudian direvisis

beberapa kali dan revisi terakhir pada tahun 2006 mendefinisikan asma sebagai

gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang disertai oleh peranan berbagai sel,

khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini

menyebabkan episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk,

khususnya malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan

penyempitan jalan nafas yang berulang dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap

berbagai stimuli.3

STATUS PASIEN

Page 4: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F

Umur : 8 tahun 7 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Tanggal masuk : 29 Oktober 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak nafas

Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk dengan keluhan sesak nafas.

Batuk berlendir mulai dari kemarin malam, pasien juga mengalami kesulitan

untuk tidur karena sesaknya dan merasa nyaman kalau bantalnya ditinggikan,

pasien hanya dapat berbicara per kalimat-kalimat pendek karena sesak yang

dialami. Sebelum sesak, pasien mengaku telah melakukan aktivitas yang cukup

berat dan sempat mengkonsumsi minuman yang dingin. Riwayat sesak nafas

sudah sering dialami, serangan terakhir 1 bulan yang lalu. Dalam sebulan bisa

minimal 3 kali serangan. Sebelumnya pasien sudah pernah sesak pada usia 6

bulan. Tidak ada keluhan panas (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah dialama 3

kali dari semalam, BAB lancar, dan BAK lancar

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah mengalami sesak pada 1 minggu yang lalu

Riwayat penyakit keluarga :

Kakek pasien juga sering mengalami sesak nafas

Riwayat sosial-ekonomi :

Menengah

Page 5: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

Riwayat Kehamilan dan persalinan :

Pasien lahir di puskesmas dibantu oleh bidan, bayi lahir secara normal

dengan usia kehamilan cukup bulan. Berat Badan Lahir : 3.200 gram, Panjang

Badan Lahir 50 cm.

Kemampuan dan Kepandaian Bayi :

Mulai tengkurap usia 4 bulan, duduk di usia 6 bulan. Berjalan usia 10

bulan.

Anamnesis Makanan :

ASI diberikan sejak lahir hingga usia 9 bulan . Bubur milna sejak 4 bulan

dan makan nasi pada usia 1 tahun.

Riwayat Imunisasi :

Imunisasi dasar lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

2. Pengukuran Tanda vital :

Nadi : 127 kali/menit, reguler

Suhu : 36,9 °C

Respirasi : 32 kali/menit

Berat badan : 28 kg

Tinggi badan : 137 cm

Status gizi : Gizi Baik Z Score (-1,0 SD)

3. Kulit : Warna : Sawo matang

Turgor : Cepat kembali (< 2 detik)

Page 6: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

4. Kepala: Bentuk : Normocephal

Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,

alopesia (-)

5. Mata : Palpebra : edema (-/-)

Konjungtiva : hieremis (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

Reflek cahaya : (+/+)

Refleks kornea : (+/+)

Cekung : (-/-)

6. Hidung : Pernapasan cuping hidung : minimal

Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

7. Mulut : Bibir : mukosa bibir basah, tidak hiperemis

Gigi : tidak ada karies

Gusi : tidak berdarah

8. Lidah : Tidak kotor

9. Leher

Pembesaran kelenjar leher : Getah bening -/-,

Pemesaran kelejar di ketiak : Getah bening -/-,

Faring : Tidak hiperemis

Tonsil : T1/T1 tidak hiperemis

10. Toraks

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk simetris bilateral, retraksi dinding intercostalis

Page 7: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor +/+

Auskultasi : Bronchovesikular +/+, Rhonki (-/-),

Wheezing (+/+)

b. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra

Perkusi : Cardiomegali (-)

Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular. Murmur (-),

Gallop (-)

11. Abdomen

Inspeksi : Bentuk : datar

Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Perkusi : Bunyi : timpani

Palpasi : Nyeri tekan : (-)

Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

12. Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema (-/-), Rumple leede test (-)

13. Genitalia : Dalam batas normal

14. Otot-otot : eutrofi (-), kesan normal

15. Refleks : fisiologis +/+, patologis -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Darah Rutin

- WBC 13 x 103 /uL

Page 8: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

- RBC 5,93 x 106 /uL

- HGB 14,1 g/dL

- HCT 43,5 %

- PLT 380 x 103 /uL

V. RESUME

Pasien masuk dengan keluhan sesak nafas. Batuk berlendir mulai dari kemarin

malam, pasien juga mengalami kesulitan untuk tidur karena sesaknya dan

merasa nyaman kalau bantalnya ditinggikan, pasien hanya dapat berbicara per

kalimat-kalimat pendek karena sesak yang dialami. Sebelum sesak, pasien

mengaku telah melakukan aktivitas yang cukup berat dan sempat

mengkonsumsi minuman yang dingin. Riwayat sesak nafas sudah sering

dialami, serangan terakhir 1 bulan yang lalu. Dalam sebulan bisa minimal 3

kali serangan. Sebelumnya pasien sudah pernah sesak pada usia 6 bulan.

Muntah dialama 3 kali dari semalam, BAB lancar, dan BAK lancar. Dan dari

hasil pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis (13 x 103 /uL).

VI. DIAGNOSIS : Asma bronkial derajat asma persisten sedang.

VII. TERAPI

- IVFD Dextrose 5 % 8 tpm

- O2, 2 liter/menit

- Nebulisasi (tiap 4-6 jam)

- Ambroxol 15mg

- Metilprednisolon 4 g 3 x 1 pulv

VIII. ANJURAN

- Spirometer

Page 9: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

IX. FOLLOW UP

Tanggal : 29 Oktober 2015

Subjek (S) : Sesak (+), Batuk (+)

Objek (O) :

Tanda Vital

- Denyut Nadi : 127 kali/menit

- Respirasi : 32 kali/menit

- Suhu : 36,9 0C

Dinding dada/paru :

- Inspeksi : Bentuk simetris bilateral, retraksi dinding intercostalis

- Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama

- Perkusi : Sonor +/+

- Auskultasi : Bronchovesikular +/+, Rhonki (-/-),

Wheezing (+/+)

Assesment (A) : Asma Bronkial

Plan (P) :

- IVFD Dextrose 5 % + Aminophilin 1 amp 14 tpm

- O2, 3 liter/menit

- Nebulisasi dengan ventolin 1 amp (tiap 4-6 jam)

- Posisi setengah duduk

- Injeksi dexametasone ¼ amp IV

FOLLOW UP

Tanggal : 30 Oktober 2015

Subjek (S) : Sesak (bekurang), Batuk (+)

Page 10: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

Objek (O) :

Tanda Vital

- Denyut Nadi : 92 kali/menit

- Respirasi : 28 kali/menit

- Suhu : 36,2 0C

Dinding dada/paru :

- Inspeksi : Bentuk simetris bilateral,

- Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama

- Perkusi : Sonor +/+

- Auskultasi : Bronchovesikular +/+, Rhonki (-/-),

Wheezing (-/-)

Assesment (A) : Asma Bronkial

Plan (P) :

- IVFD off

- Nebulisasi dengan Combiven

- Puyer batuk 1 bks

- Salbutamol 3 x 2 mg

- Cefadroxil 500 mg (3 cth)

FOLLOW UP

Tanggal 31 Oktober 2015

Pasien pulang dan dianjurkan pasien untuk istirahat

DISKUSI

Selama 30 tahun terakhir, konsep inflamasi kronis sebagai hal yang berperan

penting pada patogenesis asma, telah dibuktikan dengan penelitian-penelitian

Page 11: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

menggunakan berbagai macam spesimen dari bronchoalveolar lavege (BAL), biopsi

bronkus, induced sputum, dan observasi postmortem. Global Initiate for Asthma

(GINA) dengan jelas menggambarkan konsep inflamasi kronis dalam definisinya

tentang asma. Konsep tersebut menyatakan bahwa asma adalah suatu proses inflamasi

kronis yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, dan menyebabkan

terbatasnya aliran udara serta meningkatnya reaktivitas saluran respiratori.

Hiperreaktivitas ini merupakan predisposisi rangsang. Gambaran khas yang

menunjukkan adanya inflamasi saluran respiratori sebagai respon terhadap berbagai

macam aktivitas eosinifil, selt mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa l=dan

lumen saluran respiratori.

Proses inflamasi pada asma akan menyebabkan reaksi inflamasi akut dan

kronis. Pajanan alergen inhalasi pada pasien yang alergi dapat menimbulkan respon

alergi fase cepat, dan pada beberapa kasus, dapat diikuti dengan respon fase lambat.

a. Reaksi fase awal/cepat (early phase reaction)

Reaksi ini berlangsung 10 sampai 20 menit. Reaksi fase cepat hasilkan oleh

aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen IgE spesifik, terutama sel mast

dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alaergen yang kuat terhadap

timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE

mengawali reaksi biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-

mediator seperti histamin, proteolitik, enzim glikolotik, heparin, serta

mediator newly generated seperti prostaglandin, leukotrien, adenosin, dan

oksigen reaktif. Bersama-sama dengan mediator yang sudah terbentuk

sebelumny, mediator-mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran

respiratori dan mestimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi,

dan kebocoran mikrovaskular.

b. Reaksi fase lambat

Disebabkan karena penyempitan bronkus yang berlangsung 2-8 jam sesudah

pajan allergen. Pada fase ini terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta

Page 12: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

produksi mediator proinflamasi untuk pengarahan dan aktivasi sel-sel

inflamasi. Hal ini terus-menerus terjadi, sehingga reaksi fasse lambat

semakin lama semakin kuat.

Sejalan dengan proses inflamasi kronis, perlukaan epitel bronkus merangsang

proses reparasi/perbaikan saluran respiratori yang menghasilkan perubahan struktural

dan fungsional yang menyimpang pada ssaluran respiratori. Perubahan ini dikenal

dengan istilah remodeling saluran respiratori (airway remodeling AR).

Patofisiologi asma.

Penegakkan diagnosis asma ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis,

dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis memegang peranan sangat penting meningat

diagnosis asma pada anak sebagian besar ditegakkan secara klinis.

Pencetus

Bronkokontriksi, Edema mukosa, sekresi mukus berlebihan

Obstruksi jalan nafas

Atelektasis

Penurunan surfaktan

Ventilasi tidak seragam

PaCo2

PaCo2

Peningkatan kerja nafas

Gangguan compliance

Hiperinflasi paru

Vasokontriksi pulmonal

Asidosis

Ventilasi-perfusi tidak padu-padan

Hipoventilasi alveolar

Page 13: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

Anamnesis

Sama halnya pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004 yang telah

disempurnakan mendefinisikan sebagai asma adalah mengi berulang dan/atau

batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secra episodik,

cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisisk,

serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarga.

Walaupun informasi akurat mengenai hal-hal tersebut tidak mudah didapat, beberapa

pertanyaan berikut ini sangat berguna dalam pertimbangan diagnosis asma (consider

diagnosis of asthma):

- Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?

- Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?

- Apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah berolahraga?

- Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat atau batuk setelah

terpajan allergen atau polutan?

- Apakah jika mengalami pilek, anak membutuhkan >10 hari untuk sembuh?

- Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan anti asma?

Pada kasus, pasien ini memiliki keluhan berupa sesak nafas. Batuk berlendir

mulai dari kemarin malam, pasien juga mengalami kesulitan untuk tidur karena

sesaknya dan merasa nyaman kalau bantalnya ditinggikan, pasien hanya dapat

berbicara per kalimat-kalimat pendek karena sesak yang dialami. Sebelum sesak,

pasien mengaku telah melakukan aktivitas yang cukup berat dan sempat

mengkonsumsi minuman yang dingin. Dari keluhan tersebut ini merupakan

beberapa gejala respiratori dari asma dan aktivitas yang berat maupun mengkonsunsi

minuman dingin merupakan faktor pencetus pada serangan asma pada kasus ini.

Pemeriksaan Fisik

Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak dapat terdengar wheezing,

baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau yang terdengar dari stetoskop.

Page 14: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

Dan dari hasil pemeriksaan fisis terdengar bunyi wheezing ekspirasi dengan

menggunakan stetoskop.

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat ilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis asma bronkhial adalah :

Pemeriksaan fungsi paru

Forced expiratory volume 1 second (FEV1) dan vital capacity (CV) dengan

alat spirometer serta pengukuran peak expiratory flow (PEV) atau arus puncak

ekspirasi (APE) dengan peak flow meter.

Pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, untuk mendukung

diagnosis asma maka dipakai batas berikut:

1. Variabilitas PEF atau FEV ≥15%

2. Kenaikan PEV atau FEV ≥15% setelah pemeberian inhalasi bronkodilator

3. Penurunan PEF atau FEV ≥20% setelah provokasi bronkus.

Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran nafas

Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakoliin, latihan/olahraga, udara

kering atau dingin, atau denga salin hipertonik sangat menunjang diagnosis.

Pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasif

Dilakukan dengan cara memeriksa eosinofil sputum, baik yang spontan

maupun yang diinduksi dengan garam hipertonik. Selain itu, pengukuran

kadar NO ekhalasi juga merupakan cara menilai petanda inflamasi yang non-

invasif.

Penilaian status gizi

Uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik dalam serum tidak banyak membantu

diagnosis asma, tetapi pemeriksaan ini dapat membantu menentukan faktor

resiko atau pencetus asma.

Page 15: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

Tabel 1. Kriteria diagnosis asma (GINA 2014)

Gejala Karakteristik

Wheezing, batuk, sesak nafas, dada

tertekan, produksi sputum

Biasanya lebih dari 1 gejala respiratori

Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring

waktu

Gejala memberat pada malam atau

dinihari

Gejala timbul bila ada pencetus

konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi

Gambaran obstruksi saluran

respirastori

Uji reversibilitas

Variabilitas

Uji provokasi

FEV1 rendah (<80% nilai prediksi)

FEV1/FVC≤90%

Peningkatan FEV1≥12%

Perbedaan PEFR harian >13%

Penurunan FEV1>20%, atau PEFR> 15%

Pada kasus ini, diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Untuk derajat asma dapat dilihat pada tabel 2. Pada kasus ini,

berdasarkan anamnesis diketahui bahwa serangan asma yang terjadi sampai 3 kali

dalam sebulan dan hal ini masuk dalam kriteria derajat asma persisten sedang.

Tabel 2. Kriteria derajat asma berdasarkan kekerapan serangan

Page 16: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

Derajat Asma Uraian kerapan gejala asma

Intermiten

Persisten ringan

Persisten sedang

Persisten berat

Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antara serangan ≥6mgg

Episode gejala asma >1x/bulan,<1x/minggu

Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari

Episode gejala asma terjadi hampir tiap hari

Dan derajat serangat asma pada kasus ini adalah pada derajat serangan asma

sedang sesuai dengan tabel berikut.

Tabel 3. Penilaian derajat serangan asma

Parameter klinis, fungsi paru,

LaboratoriumRingan Sedang

BeratTanpa

ancaman henti nafas

Ancaman henti nafas

Sesak (breathless)

Berjalan, Bayi : menangis keras

Berbicara, bayi : tangis pendek dan lemah, kesulitan menyusu dan makan

istirahat. Bayi : tidak mau

makan/minum

Posisi Bisa berbaring

Lebih suka duduk

Duduk bertopang Lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

Kesadaran Mungkin irritable

Biasanya Irritable

Biasanya Irritable Kebingunan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata

Mengi Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi

Nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi

Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop

Sulit, tidak terdengar

Page 17: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

sepanjang ekspirasi dan inspirasi

Penggunaan otot respiratorik

Biasanya tidak Biasanya ya Ya

Gerakan paradoks torako-

abdominal

RetraksiDangkal, retraksi interkostal

Sedang, ditambah retraksi suprasternal

Dalam, ditambah

nafas cuping hidung

Dangkal hilang

Frekuensi nafas Takipnue Takipnue Takipnue Bradipnue

Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :Usia  Frekuensi napas normal< 2 bulan <60/menit2-12 bulan <50/menit1-5 tahun <40/menit6-8 tahun <30/menit

Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak:Usia Laju nadi normal2-12 bulan  <160/menit1-2 tahun <120/menit3-8 tahun <110/menit

Pulsus paradoksus Tidak ada <10 mmHg

Ada 10-20 mmHg

Ada >20 mmHg

Tidak ada, tanda

kelelahan otot napas

PEFR atau FEV1 (%nilai prediksi / %nilai terbaik)

-pra-bronkodilator pascabronkodilator

> 60%, dan >80%

40-60% dan 60-80%

<40%, <60%, respon <2 jam

SaO2% >95% 91-95% ≤90%PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

Page 18: Refleksi Kasus II Asma Bronkial

Berdasarkan Konsensus Nasional Asma Anak (2001) dijabarkan mengenai alur

diagnosis Asma pada anak.