referat_rizak.docx
DESCRIPTION
sdsandasjkdjsakdjkasjdkjaskdjsakjdkasjdkjsakdjsakdsadasdsadsda,samdksadTRANSCRIPT
Lembar Pengesahan
Referat Abortus
Blok Sistem Reproduksi
Disusun oleh :
Annisa F F G1A011053Rizak Tiara Yusan G1A011016Fikrianisa Safrina G1A011014Dina Nurmala Sari G1A011033Yulius Deddy K G1A011020Nadhilah Idzni G1A011115Mayubu Kartika G1A011039Setya Aji Priyatna G1A011079Brahma Putra Juliansyah G1A011077Meliana Shantia Rizka G1A011080Maulana A. Keliobas G1A009137
Telah diperiksa, disetujui dan disahkan :
Hari :
Tanggal : Oktober 2013
dr. Pamela Kusuma Dewi Putri T
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karuniaNya kelompok kami dapat menyelesaikan referat
dengan judul ”Abortus”. Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka
melaksanakan tugas Blok Sistem Reproduksi di Jurusan Pendidikan Dokter
FKIK Universitas Jendral Soedirman. Selain itu penulisan referat ini
memiliki tujuan untuk menambah pengetahuan penulis tentang Abortus.
Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terimakasih kepada
dr. Pamela sebagai pembimbing karena telah meluangkan waktu dan
memberikan tenaga sehingga penyusunan referat ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Kami juga berharap
semoga referat ini dapat berguna bagi pembaca terutama para calon tenaga
kesehatan, mahasiswa, dosen serta seluruh kalangan tenaga kesehatan.
Purwokerto, Oktober 2013
Kelompok 4
Tanda, Gejala Klinis dan Patofisiologi Abortus
1. Tanda dan Gejala Klinis Abortus
Setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua daripada tiga
gejala atau keluhan seperti di bawah harus dipikirkan kemungkinan
terjadinya abortus (WHO, 1994) :
a. Perdarahan pervaginam
b. Nyeri abdomen bagian bawah
c. Riwayat amenorea
Ultrasonografi (USG) memiliki peran pentingidentifikasi status
kehamilan dan memastikan bahwa suatu kehamilan adalah intrauterin.
Ketika suatu USG transvaginal menampakkan rahim kosong dan tingkat
serum hCG kuantitatif lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per L),
maka kehamilan ektopik harus dipikirkan. Ketika ultrasonografi
transabdominal dilakukan, sebuah rahim kosong harus menimbulkan
kecurigaan kehamilan ektopik jika kadar hCG kuantitatif lebih besar dari
3.500 mIU per mL (3.500 IU per L). Rahim yang ditemukan kosong pada
pemeriksaan USG transvaginal mengindikasikan suatu abortus kompletus,
tetapi diagnosis tidak definitif sehingga kehamilan ektopik disingkirkan
(Puscheck, 2010).
Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), diagnosa abortus
menurut gambaran klinis adalah seperti berikut:
a. Abortus Iminens (Threatened abortion)
1. Anamnesis – perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut
tidak ada atau ringan. Pemeriksaan dalam – fluksus ada (sedikit),
ostium uteri tertutup, dan besar uterus sesuai dengan umur
kehamilan.
2. Pemeriksaan penunjang – hasil USG
b. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)
1. Anamnesis – perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi
rahim
2. Pemeriksaan dalam – ostium terbuka, buah kehamilan masih
dalam rahim, dan ketuban utuh (mungkin menonjol)
c. Abortus Inkompletus atau abortus kompletus
1. Anamnesis – perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri
kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi
syok
2. Pemeriksaan dalam – ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan
buah kehamilan
d. Abortus Tertunda (Missed abortion)
1. Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak
2. Pemeriksaan obstetri – fundus uteri lebih kecil dari umur
kehamilan dan bunyi jantung janin tidak ada
3. Pemeriksaan penunjang – USG, laboratorium (Hb, trombosit,
fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu
protrombin)
Sementara tanda dan gejala abortus habitualis (recurrent abortion) dan
abortus septik (septic abortion) menurut Mochtar (1998) adalah seperti
berikut:
a. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
1. Histerosalfingografi – untuk mengetahui ada tidaknya mioma
pada uterus submukosa serta anomali kongenital
2. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah
ada tidaknya gangguan glandula thyroidea
b. Abortus Septik (Septic abortion)
1. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang
telah ditolong di luar rumah sakit.
2. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan,
perdarahan dan sebagainya.
3. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat,
perdarahan, nyeri tekan dan leukositosis.
4. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi,
menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai
syok.
2. Patofisiologi Abortus
Sebagian besar abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin
kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi
perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel
peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan
terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda
asing dalam rongga rahim. Hal ini menimbulkan awal kontraksi pada uterus
dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga
rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian
embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh
karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan
jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari.
Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan
lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum
menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas
keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh
dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga
mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi
abortus (Sastrawinata dkk, 2005). Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4
cara :
a. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini,
meninggalkan sisa desidua
b. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan
korion dan desidua
c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan
janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya
janin yang dikeluarkan)
d. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah
perdarahan atau infeksi lebih lanjut
Sumber :
Puscheck, E.E., 2010. Early Pregnancy Loss Workup, Medscape
Reference. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/266317-
workup#a0720
World Health Organization, GENEVA, 1994. Clinical Management of
Abortion Complications: A Practical Guide. Maternal Health and Safe
Motherhood Programme, Division of Family Health.
Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., and Wirakusumah, F.F., 2005.
Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. 2nd ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.