referat+nefrologi edited

Upload: int-octina

Post on 30-Oct-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Referat Nefrologi

Referat Nefrologi

Rabu 10 Juni 2009

Kepada Yth.

Arifianto

ARF-20070702

NEFROKALSINOSIS PADA ANAKPENDAHULUANNefrokalsinosis adalah peningkatan kadar kalsium dalam korteks atau medula ginjal yang dapat bersifat fokal atau difus. Kondisi ini biasanya merupakan akibat kelainan metabolik seperti asidosis tubular renal, hiperkalsiuria, dan hiperoksaluria. Modalitas ultrasonografi dapat mendeteksi dini kelainan ini. Nefrokalsinosis dapat menyebabkan nefropati tubulointerstisial dan menyebabkan gagal ginjal kronik pada beberapa kondisi seperti oksalosis dan sindrom Bartter neonatal. Pengobatan tergantung pada kelainan metabolik yang mendasarinya.1NEFROKALSINOSIS

Istilah nefrokalsinosis awalnya dicetuskan oleh Albright pada tahun 1934 untuk menyatakan deposisi garam kalsium di parenkim ginjal pada hiperparatiroidisme. Nefrokalsinosis kini lebih sering dihubungkan dengan gambaran radiologis untuk menunjukkan kalsifikasi difus di parenkim ginjal. Gambarannya berbeda dengan kalsifikasi di dalam lumen ureter dan kandung kemih yang disebut dengan nefrolitiasis.2

Nefrokalsinosis didefiniskan sebagai peningkatan kadar kalsium ginjal, paling sering disebabkan oleh hiperkalsemia dan hiperkalsiuria, yang menyebabkan deposisi kalsium di parenkim ginjal (nefrokalsinosis kortikal) atau piramida medula (nefrokalsinosis medular). Nefrokalsinosis tipe kortikal sering disebabkan oleh nekrosis tubular akut (NTA), sedangkan tipe medular merupakan perluasan dari nefrokalsinosis kortikal atau kelainan tersendiri akibat gangguan metabolik.2,3 Patofisiologi

Kelainan metabolisme kalsium, seperti hiperkalsemia dan hiperkalsiuria dapat memicu pembentukan batu kalsium di ginjal (nefrolitiasis) dan deposisi garam kalsium dalam parenkim ginjal (nefrokalsinosis). Deposisi yang meluas dapat menyebabkan penyakit tubulointerstisial kronik dan insufisiensi ginjal. Tanda-tanda awal kerusakan akibat hiperkalsemia terlihat pada tingkat intraselular di dalam sel-sel epitel tubulus. Keadaan ini menyebabkan distorsi mitokondria, sitoplasma, dan membran basalis.2

Debris kalsium di sel menyebabkan oklusi tubulus, mengakibatkan atrofi obstruktif nefron, inflamasi non spesifik, dan fibrosis interstisial. Drainase urin yang terganggu melalui tubulus yang berkalsifikasi menyebabkan atrofi daerah korteks dan mengakibatkan parut korteks. Abnormalitas fungsional konsentrasi urin (osmolalitas) adalah perubahan pada ginjal yang pertama kali terdeteksi. Dampak ini berhubungan dengan menurunnya transpor klorida di dalam segmen asenden nefron.2

Kerusakan lain fungsi tubulus, seperti asidosis tubular dan nefritis salt-losing, juga dapat terjadi. Deposisi kalsium yang terus berlanjut dan tidak disadari akhirnya menyebabkan insufisiensi ginjal kronik. Nefrokalsinosis diperberat dengan pembentukan batu ginjal, yang memperburuk insufisiensi ginjal, menyebabkan uropati obstruktif. Gambaran histologis berupa deposit kristal kalsium fosfat atau kalsium oksalat di dalam interstisium ginjal.2Penyebab Pada nefrokalsinosis dan nefrolitiasis pada anak, sebanyak 64% kasus berhubungan dengan lesi di struktur ginjal atau infeksi saluran kemih, 10% berhubungan dengan hiperkalsemia atau hiperkalsiuria, 6% dengan sistinuria, dan 20% sisanya idiopatik. Sebuah survei retrospektif terhadap 152 anak dengan nefrokalsinosis menunjukkan 34% berhubungan dengan hiperkalsiuria idiopatik dan 32% dengan berbagai kelainan tubulus herediter. Manifestasi klinis yang ada antara lain gagal tumbuh pada usia hingga 1 tahun (46%), retardasi mental/psikomotor (28%), dan infeksi saluran kemih (34%).4 Berbeda halnya dengan orang dewasa, 40% kasus nefrokalsinosis medular berhubungan dengan hiperparatiroidisme dan 20% berhubungan dengan asidosis tubular renal. Dengan kata lain, 5% pasien dewasa dengan hiperparatiroidisme mengalami nefrokalsinosis. Sebanyak 95% nefrokalsinosis pada dewasa adalah tipe medular dan 5% sisanya tipe kortikal. Pada 70% pasien dewasa dengan asidosis tubular renal tipe I, terjadi nefrokalsinosis dan nefrolitiasis.2

Nefrokalsinosis juga dijumpai pada asidosis tubular renal distal familial, dengan gejala gagal tumbuh, riketsia, asidosis metabolik hiperkloremia, hipokalemia, hipofosfatemia, dan hiperkalsiuria.5 Nefrokalsinosis pada asidosis tubular renal distal (tipe 1) biasanya bersifat ireversibel, meskipun dengan pengaturan kalsium urin yang adekuat, tetapi insidens nefrolitiasis dapat dikurangi secara bermakna.6 Pada anak-anak dengan riketsia hipofosfatemia, pembentukan nefrokalsinosis berhubungan dengan asupan fosfat tinggi dan deposisi presipitat kalsium fosfat di ginjal.7 Gangguan terkait lain adalah hipofosfatemia kaitan X (X-linked hypophosphatemia/XLH) yang ditandai dengan riketsia, hipofosfatemia, dan hiperfosfaturia. Pengobatan XLH dengan fosfat oral dan vitamin D meningkatkan ekskresi kalsium urin dan nefrokalsinosis. Diuretik tiazid mengurangi ekskresi kalsium urin.3 Nefrokalsinosis juga dapat terjadi pada pseudohipoaldosteronisme, suatu kelainan homeostasis elektrolit yang ditandai dengan respon tidak adekuat tubulus ginjal (dan jaringan lainnya) atau resistensi terhadap kerja aldosteron, dengan manifestasi kadar garam rendah, hiperkalemia, dan asidosis metabolik.6

Nefrokalsinosis juga berhubungan erat dengan sindrom Bartter (hypercalciuric Bartter syndrome), yaitu sekelompok kelainan tubulus herediter yang disebabkan oleh gangguan reabsorpsi natrium klorida di dalam saluran asenden loop of Henle dan tubulus distal. Gejalanya adalah alkalosis hipokalemia, hiperaldosteronisme, hiperreninisme, dan normotensi. Hiperkalsiuria pada varian penyakit ini terjadi akibat peningkatan kadar prostaglandin E2 di urin dan serum 1,25 dihiroksi-D3, metabolit aktif vitamin D3. Prostaglandin E2 merangsang 1-hidroksilasi 25-OHD, menyebabkan peningkatan kadar 1,25(OH)2D dalam sirkulasi, sehingga ekskresi kalsium di urin meningkat dan terjadi nefrokalsinosis. Nefrokalsinosis terjadi khususnya pada sindrom Bartter tipe I, II, dan V. Pengobatan dengan indometasin dapat mengurangi hiperkalsiuria, tetapi ekskresi kalsium ginjal dapat tetap meningkat dan nefrokalsinosis terus terjadi. Indometasin bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase yang menghalangi produksi prostaglandin berlebih. Pembentukan metabolit aktif vitamin D pun berkurang.6Hiperkalsemia

Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar kalsium serum > 10,6 mg/dL atau ketika kalsium ion > 1,38 mmol/L. Hiperkalsemia dapat dibagi ke dalam: gangguan fungsi paratiroid, vitamin D, atau pada reseptor keduanya. Gejala hiperkalsemia antara lain: kelemahan otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, gangguan mental, depresi, hipertensi, dan penurunan berat badan. Nefrokalsinosis terjadi akibat hiperkalsemia kronik yang disertai penurunan fungsi ginjal yang progresif. Nefrolitiasis biasa menyertai gangguan ini.8 Hiperparatiroidisme

Hiperparatiroidisme primer jarang terjadi pada anak. Median usia pada anak adalah 16,8%. Adanya adenoma jinak soliter dari kelenjar paratiroid adalah gambaran patologi tersering (65-85%). Kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme primer adalah > 14 m/dL dan secara umum menimbulkan gejala. Pasien memiliki kadar fosfor serum rendah dan hiperkalsiuria. Batu ginjal dan nefrokalsionis merupakan salah satu gejala. Efek terhadap tulang adalah resorpsi tulang subperiosteal, pembentukan kista, dan brown tumors. Tata laksana meliputi pembedahan kelenjar paratiroid untuk mengendalikan hiperkalsemia.8 Asidosis Tubular Renal Distal

Asidosis tubular renal (ATR) primer ditandai dengan asidosis metabolik hiperkloremik kronik akibat ketidakmampuan mengasamkan urin. Kelainan ini dapat bersifat primer atau sekunder akibat kerusakan ginjal lain. Asidosis tubular renal primer dibagi atas tiga jenis, yaitu ATR proksimal (tipe 2), ATR distal atau klasik (tipe 1), dan ATR hiperkalemik (tipe 4).9 Tipe I ditandai dengan gangguan transfer ion hidrogen dari darah ke urin pada tubulus distal, sedangkan tipe II ditandai dengan gangguan konservasi bikarbonat oleh ginjal.2

Menifestasi klinis ATR distal antara lain anoreksia, gagal tumbuh, hipotonia, kadar serum bikarbonat rendah, dan nefrokalsinosis pada beberapa kasus.9 Tipe II jarang menyebabkan kalkulus.2Sindrom Bartter

Sindrom Bartter adalah kelainan kongenital tubular kronik yang ditandai dengan alkalosis metabolik hipokalemia, poliuria, salt wasting, hiperkaliuria, dan hiperaldosteronisme. Pada kelainan ini, terjadi resistensi terhadap efek konstriksi oleh angiotensin, hiperplasia aparatus jukstaglomerula, dan meningkatnya produksi renin ginjal. Sebagian pasien mengalami hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.9Riketsia Hipofosfatemia Terkait X [X-linked Hypophosphatemia (XLH) Rickets (Vitamin D Resistant Rickets)]Riketsia XLH adalah kelainan terkait X yang disebabkan oleh berkurangnya reabsorpsi fosfat di tubulus ginjal seiring dengan disregulasi 1--hidroksilase pada tubulus kontortus proksimal. Kelainan ini menyebabkan kadar 1,25-dihidroksivitamin D normal atau turun dibandingkan dengan derajat hipofosfatemia. Riketsia XLH adalah kelainan hipofosfatemia diturunkan tersering. Nefrokalsinosis terjadi akibat efek terapi dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif. Pengobatan riketsia XLH adalah dengan memberikan fosfat oral dan suplemen kalsitriol.9,10Nefrokalsinosis pada Neonatus

Nefrokalsinosis juga dijumpai pada 16% bayi prematur. Sebuah penelitian yang meneliti efek jangka panjang nefrokalsinosis neonatus pada fungsi ginjal menunjukkan resolusi spontan pada 75% kasus dan menyimpulkan bahwa nefrokalsinosis tidak berhubungan dengan disfungsi ginjal. Analisis lain menunjukkan bahwa usia gestasi, kelamin laki-laki, lamanya pemasangan ventilator, ketergantungan oksigen, durasi dan frekuensi pengobatan gentamisin, kadar toksik gentamisin/vankomisin, rendahnya asupan garam, dan deksametason pascanatal berhubungan secara signifikan dengan nefrokalsinosis.2

Nefrokalsinosis juga ditemukan pada bayi-bayi prematur yang mendapatkan furosemid dosis tinggi untuk jangka waktu lama akibat gagal jantung kongestif pada duktus arteriosus persisten atau penyakit paru. Baik nefrokalsinosis dan nefrolitiasis dapat terjadi. Komplikasi terjadi 11-50 hari setelah pemberian terapi furosemid. Penambahan hidroklortiazid pada furosemid dapat mencegah pembentukan kalkulus lebih lanjut dan mengikis batu yang sudah terbentuk. Bayi-bayi prematur yang mendapatkan furosemid sebaiknya secara teratur dipantau dengan ultrasonografi ginjal. Penggunaan furosemid jangka panjang juga dapat menyebabkan nefrokalsinosis medular pada orang dewasa.2Hiperoksaluria

Hiperoksaluria primer adalah kelainan autosom resesif terjadinya produksi dan ekskresi oksalat berlebih di urin. Hiperoksaluria primer dapat menyebabkan nefrokalsinosis dan nefrolitiasis akibat defisiensi enzim karboligase. Terdapat dua tipe kelainan: tipe I adalah defisiensi ketoglutarat-glioksilat-karboksilase yang menyebabkan asiduria glikolat, dan tipe II berupa defisiensi dehidrogenase gliserat D yang menyebabkan asiduria gliserat 1.2Baik anak laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena. Terjadi litiasis ginjal dan nefrokalsinosis sebelum usia 5 tahun. Kelainan bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian akibat gagal ginjal jika tidak diobati. Transplantasi hati diperlukan untuk mengatasi kelainan metabolik yang ada.2

Hiperoksaluria sekunder lebih jarang terjadi dan berhubungan dengan gangguan metabolisme asam empedu. Penyebab hiperoksaluria sekunder antara lain panjang usus yang pendek akibat reseksi ileum atau pintas yeyunoileal, penyakit Crohn, sindrom blind loop, dan meningkatnya pencernaan sayuran berdaun hijau. Nefrolitiasis lebih sering terjadi dibandingkan dengan nefrokalsinosis.2Gambaran Radiologis

Mayoritas kasus nefrokalsinosis bersifat asimtomatik dan teridentifikasi dengan pemeriksaan radiologi. Nefrokalsinosis medular terlihat oleh ultrasonografi sebagai gambaran ekogenik pada piramida sebelum nefrokalsinosis dapat dideteksi dengan foto polos abdomen.2 Kalsifikasi ginjal pada nefrokalsinosis dapat terlihat pada foto polos dan CT Scan abdomen berupa daerah radioopak yang melapisi piramida medula atau di dalam parenkim ginjal. Kalsifikasi pada gambaran ultrasonografi berupa daerah hiperekoik, biasanya di dalam piramida medula. Sebagian besar nefrokalsinosis adalah sistemik, maka kalsifikasi biasanya bilateral.11Foto PolosDeteksi dengan foto polos dapat dilakukan jika kadar terkumpul dalam parenkim ginjal telah mencapai 100 HU. Gambaran kalsifikasi juga tergantung pada ukuran batu (< 2 mm jarang terdeteksi), resolusi spasial teknik perekaman, dan faktor kontras.2 Computed Tomography Scan (CT Scan)

Pemeriksaan CT Scan dianggap sebagai modalitas paling sensitif untuk mendiagnosis nefrokalsinosis. Pemeriksaan ini dapat mengetahui nefrokalsinosis pada tahap paling awal, memberikan gambaran densitas yang jelas, dan ukuran luasnya nefrokalsinosis, serta mampu membedakan dengan kista ginjal. Pemeriksaan ini juga sensitif untuk mendeteksi nefrokalsinosis akibat hiperoksaluria dan hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme.2Magnetic Resonance Imaging (MRI)Pemeriksaan MRI jarang digunakan untuk mendiagnosis nefrokalsinosis karena tidak mampu membedakan deposit kalsium.2Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG memberikan gambaran ekogenik pada sudut-sudut piramida ginjal dan ekolusen pada pusat piramida. Piramida ginjal terlihat baik sebagai gambaran melingkar atau struktur ekogenik. Gambaran ini dapat dilihat oleh USG sebelum terlihat oleh foto polos. Kalsifikasi di korteks menyebabkan meningkatnya ekogenitas kortikal dengan bayangan lengkap pada kasus berat. Fibrosis piramida ginjal memberikan gambaran ekogenik.2

Pemeriksaan USG juga bisa menimbulkan positif/negatif palsu pada infark ginjal kronik, angiomiolipoma, hemangioma, onkositoma, dan keganasan (karsinoma sel ginjal, sarkoma, metastasis).2

Tata Laksana

Tata laksana nefrokalsinosis tergantung pada kelainan yang mendasarinya, misalnya paratiroidektomi untuk mengatasi hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme. Extracorporeal shock wave lithiotripsy (ESWL) dapat dilakukan dan memberikan hasil yang baik untuk batu berukuran < 5 mm, cukup memuaskan untuk batu berukuran 5-10 mm, dan jarang digunakan untuk batu berukuran > 10 mm, karena kemungkinan timbulnya debris yang dapat menyebabkan steinstrasse.2Daftar Pustaka

1. Lau SC. Renal calculi in children. In: Chiu MC, Yap HK, editors. Practical paediatric nephrology, an update of current practices.King's Road: Medcom Limited; 2005.

2. Khan AN, MacDonald S, Chandramohan M, Chandramohan H. Nephrocalcinosis. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/379449-overview tanggal 6 Juni 2009.

3. Seikaly MG, Baum M. Thiazide diuretics arrest the progression of nephrocalcinosis in children with X-linked hypophosphatemia. Pediatrics. 2001;108:1-4.

4. Nephrocalcinosis in children: a retrospective survey. Pediatr Nephrol. 2000;14:1016-1021.

5. Bentur L, Alon U, Mandel H, Pery M, Berant M. Familial distal renal tubular acidosis with neurosensory deafness: early nephrocalcinosis. Am J Nephrol. 1989;9:470-474.

6. Hui J. Renal tubular disorders. In: Chiu MC, Yap HK, editors. Practical paediatric nephrology, an update of current practices.King's Road: Medcom Limited; 2005.

7. Alon U, Donaldson DL, Hellerstein S, Warady BA, Harris DJ. Metabolic and histologic investigation of the nature of nephrocalcinosis in children with hypophosphatemic rickets and in the Hyp mouse. J Pediatr. 1992;120:899-905.

8. Ali FN, Langman CB. Disorders of mineral metabolism. In: Kher KK, Schnaper HW, Makker SP, editors. Clinical pediatric nephrology. CRC Press; 2006. 37-60.

9. Kaplan BS. Disorders of renal tubular function. In: Kaplan BS, M eyers, editors. Pediatric nephrology and urology: the requisites in pediatrics. Elsevier Health Sciences; 2004. 231-240.

10. Seikaly M, Brown R, Baum M. Nephrocalcinosis is associated with renal tubular acidosis in children with X-linked hypophosphatemia . Pediatrics. 1996;91:91-93.

11. Conery J, Bellab R. Pediatric uroimaging. In: Kaplan BS, Meyers KEC, editors. Pediatric nephrology and urology: the requisites in pediatrics. Elsevier Health Sciences; 2004. 22-32.

PAGE 4