referat.doc

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Ekskresi, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan karbondioksida (CO 2 ) dan uap air (H 2 O). Di dalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung. Kelainan-kelainan pada paru-paru diantaranya dapat berupa asma atau sesak nafas, kanker paru-paru dan emphysema. 1,2,3 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yang di dalamnya terdapat emfisema yang menjadi kontributor terbesar, dinegara maju merupakan masalah kesehatan utama, karena semakin bertambahnya penderita. Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang prevalensi PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menunjukkan angka kematian emfisema, bronkhitis khronis dan asma menduduki peringkat ke 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. 2 Emfisema mempunyai kelainan berupa pelebaran abnormal dan permanen ruang udara sebelah distal dari bronkhiolus terminalis. Kelainan yang mendasari adalah destruksi difus 1

Upload: usqi-krizdiana

Post on 15-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena tanpa

paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem Ekskresi, paru-paru berfungsi untuk

mengeluarkan karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Di dalam paru-paru terjadi proses

pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah

merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-

paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru

melalui hidung. Kelainan-kelainan pada paru-paru diantaranya dapat berupa asma atau sesak

nafas, kanker paru-paru dan emphysema.1,2,3

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yang di dalamnya terdapat emfisema yang

menjadi kontributor terbesar, dinegara maju merupakan masalah kesehatan utama, karena

semakin bertambahnya penderita. Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang

prevalensi PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menunjukkan

angka kematian emfisema, bronkhitis khronis dan asma menduduki peringkat ke 6 dari 10

penyebab tersering kematian di Indonesia.2

Emfisema mempunyai kelainan berupa pelebaran abnormal dan permanen ruang udara

sebelah distal dari bronkhiolus terminalis. Kelainan yang mendasari adalah destruksi difus

dinding alveoli tanpa fibrosis yang nyata, bersifat kronis progresif dan memberikan kecacatan

yang menetap sulit dilakukan sehingga penegakan diagnostik masih cenderung mempelajari

emfisema dengan jalan mengukur derajat abnormalitas faal paru dengan pemeriksaan

spirometri sebagai standar baku emas. Abnormalitas pemeriksaan faal paru pada emfisema

menunjukkan tanda obstruktif. Pemeriksaan spirometri cukup sulit dan cukup lama serta sangat

memerlukan kerjasama pasien dalam hal melakukan manouver berkali-kali. Apabila pasien

tidak mampu melakukan manuver secara benar maka tidak akan didapatkan hasil spirometri

yang akurat. Emfisema mempunyai kelainan berupa pelebaran abnormal dan permanen ruang

udara sebelah distal dari bronkhiolus terminalis. Kelainan yang mendasari adalah destruksi

difus dinding alveoli tanpa fibrosis yang nyata, bersifat kronis progresif dan memberikan

kecacatan yang menetap.3

B. Tujuan

1

Page 2: Referat.doc

Referat ini dibuat untuk mengetahui definisi, klasifikasi, Etiologi, Patogenesisi, gambaran

klinis, pemeriksaan radiologi, dan terapi dari Emphysema pulmonum.

2

Page 3: Referat.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Emfisema adalah suatu keadaan dimana paru lebih banyak berisi udara, sehingga

ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior maupun ukuran paru secara vertical ke arah

diafragma.4

B. Epidemiologi

Terdapat 120 juta orang di seluruh dunia menderita Emfisema, dan 3 juta di antaranya

meninggal dunia. Secara dominan penyakit ini berhubungan dengan kondisi lingkungan dan

riwayat merokok. Dahulu laki-laki lebih banyak menderita penyakit ini dibandingkan wanita,

namun dewasa ini insidensi antara laki-laki dan perempuan sama. Pasien dengan defisiensi

alpha-1 antitrypsin juga berisiko menderita Emfisema.5

Faktor risiko meliputi:5

a. Merokok: termasuk sebagian besar penyebab

b. Defisiensi alpha-1 antitrypsin (AAT)

c. Injeksi intravena Methylphenidate (Ritalin lung)

B. Manifestasi Klinis

Gejala utama emfisema adalah sesak napas, napas cepat dan pendek, mudah lelah dengan

aktivitas biasa, dan gejala ini akan semakin memburuk seiring dengan progresifitas penyakit.

Pada paparan yang lebih lanjut akan menimbulkan gejala:1,2

Batuk produktif disertai sputum yang meningkat.

Gangguan pernapasan.

Gangguan pengembangan thorax.

Kelemahan otot-otot pernapasan.

Spasme/tegang otot-otot leher.

C. Pathogenesis

Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema, yaitu:2,3

Hilangnya elastisitas paru-paru

3

Page 4: Referat.doc

Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan saluran napas kecil dengan

cara merusak serabut elastin. Sebagai akibatnya, kanntung alveolus kehilangan elastisitasnya

dan jalan napas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli menjadi rusak dan yang

lainnya kemungkinan menjadi membesar.

Hiperinflasi paru-paru

Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali ke posisi istirahat normal

selama ekspirasi.

Terbentuknya bullae

Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan

tempat udara di antara parenkim paru-paru) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.

Kolapsnya jalan napas kecil dan udara terperangkap

Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratoraks akan

menyebabkan kolapsnya jalan napas.

Gambaran alveolus pada penderita emfisema

(sumber: Healthwise, incorporate)

4

Page 5: Referat.doc

Mekanisme timbulnya emfisema

D. Tipe Emfisema

Keterlibatan lobulus pulmonalis sekunder oleh suatu emfisema mungkin dapat bersifat

selektif atau non selektif.5,6,7,8

1. Emfisema Centrilobular (Centriaciner Emfisema)

Pelebaran dan kerusakan terjadi pada bagian bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,

dan daerah sekitar asinus. Emfisema centri lobular adalah suatu proses selektif yang disebabkan

oleh kerusakan dan dilatasi dari bronkhiolus respiratorius.. Ditandai dengan pembesaran rongga

udara di bagian proksimal acinus, terutama pada tingkat bronchiolus repiratorius. Seringkali

terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia

(peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan.

Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.

5

Page 6: Referat.doc

Normal asinus dan emfisema tipe sentrilobular (CLE)

2. Distal acinar emfisema

Distal acinar emfisema adalah salah satu jenis emfisema paru-paru yang terbatas pada ujung

distal alveolus di sepanjang septum interlobularis dan di bawah pleura membentuk bula.

3. Emfisema Panlobular (Panaciner Emfisema)

Emfisema Panlobular adalah suatu proses non selektif yang disebabkan oleh kerusakan semua

bagian paru distal sampai bronkhiolus terminalis. Ditandai dengan pembesaran rongga udara

yang relatif seragam di seluruh acinus. Merupakan bentuk yang jarang, gambaran khas nya

adalah tersebar merata di seluruh paru-paru, meskipun bagian-bagian basal cenderung terserang

lebih parah. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat

aktivitas, dan penurunan berat badan.

4. Irregular emfisema

6

Page 7: Referat.doc

Irregular emfisema adalah kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan

kerusakan pada asinus.

Menurut lokasi timbunan udaranya, kita mengenal dua jenis emfisema yaitu emfisema

alveolaris dan emfisema interstisialis.

1. Emfisema alveolaris

Emfisema alveolaris adalah jenis emfisema yang timbunan udaranya masih tertimbun di dalam

alveoli.

2. Emfisema interstitialis

Emfisema interstitialis adalah keadaan emfisema di mana dinding alveoli sudah robek lalu

udara yang terjebak tadi lepas ke ruang interstisial pulmo yang ada di antara alveolus.

Emfisema interstisial ini, jika berlanjut, akan berkembang menjadi emfisema subkutan

Emfisema dapat bersifat kompensatorik atau obstruktif :

1. Emfisema kompensatorik

Terjadi di bagian paru yang masih berfungsi, karena ada bagian paru lain yang tidak

atau kurang berfungsi, misalnya karena pneumonia, atelektasis, pneumothoraks.

2. Emfisema obstruktif

Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak menyeluruh,

hingga terjadi mekanisme ventil.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksan radiologis1,2,3

7

Page 8: Referat.doc

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan

menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Pemeriksaan radiologi dapat menyatakan hiperinflasi

paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda

vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal

selama periode remisi (asma).

Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:

a. Gambaran defisiensi arteri

Over inflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-kadang terlihat konkaf.

Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.

b. Corakan paru yang bertambah

Sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak

begitu hebat.

Pada emfisema lanjut, hal-hal berikut dapat ditemukan.

Hiperinflasi dada

Perubahan vaskuler

Bullae

2. Pemeriksaan fungsi paru

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi

abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk

mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator. Pada emfisema paru kapasitas difusi

menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

3. Sputum

Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk

mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

4. Analisis Gas Darah

8

Page 9: Referat.doc

Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema

primer. Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema

paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.

5. Pemeriksaan EKG

Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor

pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase

QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.

F. Gambaran Radiologi5,6,7,8

Panaciner Emfisema

Gambaran radiologis dari panasiner emfisema merupakan akibat dari kerusakan

jaringan paru-paru yang mengubah pola vaskuler paru, mempengaruhi ventilasi, mengurangi

perfusi paru, dan menimbulkan bendungan udara. Akibat dari pan asiner emfisema hampir

selalu tampak secara klinis, sebelum manifestasi secara radiografis muncul, tetapi Ro toraks

akan menunjukkan gambaran emfisema generalisata pada kasus yang berat.

Tanda radiologis yang pokok pada emfisema:

Penurunan vaskularisasi pulmonal perifer.

Hiperinflasi paru-paru.

Perubahan bayangan jantung dan arteri pulmonal sentralis.

Pola vaskuler daerah paru-paru yang terkena tidak jelas. Keterlibatan paru-parumungkin

bersifat lokal atau menyeluruh. Bila menyeluruh biasanya akan tampak tidak rata. Daerah yang

terkena mempunyai gambaran pembuluh darah yang lebih sedikit daripada yang normal, dan

pembuluh darah yang masih ada tampak mengecil. Tingkat penyempitan vaskuler ringan sulit

dilihat, sehingga kita perlu membandingkannyadengan ukuran pembuluh pada bagian yang

lain. Bila tampak pembuluh darah mengecildiameternya dan jumlahnya berkurang pada suatu

daerah tertentu, maka pada daerahtersebut mungkin mengalami emfisema.

9

Page 10: Referat.doc

Penyempitan vaskuler perifer disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain: perfusi paru

yang mengalami emfisema kurang daripada yang normal, dan aliran darah pulmonal akan

mengalir lebih banyak ke daerah paru yang tidak mengalami emfisematous. Pembuluh darah

pulmonal bergeser ke sekeliling daerah emfisema atau bula. Arteri yang kecil akan mengalami

obliterasi yang disebabkan oleh -terutama- proses emfisema, tetapi pembuluh darah ini terlalu

kecil untuk dapat dilihat secararadiologis. Maka proses ini tidak akan menampakkan gambaran

oligaemik, tetapi mungkin menjadi faktor penyebab peningkatan radiolusensi didaerah tersebut.

Pan asiner emfisema cenderung mempengaruhi daerah basal paru dan dapat

menyebabkan pengalihan aliran darah paru ke dasar apeks paru, dan hal ini tidak boleh

dianggap sebagai hipertensi vena pulmonalis. Pada defisiensi α-1-anti tripsin perubahan-

perubahan tersebut cenderung terjadi pada daerah basal. Bendungan udara

menyebabkanhiperinflasi paru, pendataran diafragma, dan bertambahnya diameter antero-

posterior toraks. Pendataran diafragma terlihat paling jelas pada proyeksi lateral, dan

ketinggiandiafragma sering serendah tulang iga ke-11. Beberapa individu normal dapat

menekandiafragma serendah itu pada inspirasi maksimal, tetapi pada saat ekspirasi

diafragmaakan naik sampai 5-10 sentimeter, sedangkan pada penderita emfisema peranjakan

diafragma biasanya kurang dari 3 sentimeter. Pada kasus emfisema yang berat diafragma

mungkin akan terbalik.

Barrel chest disebabkan oleh melengkungnya sternum dan bertambahnya

kiposistoraksik. Ruang retrosternal mungkin bertambah dalam, mengembang ke bawah antara

permukaan anterior jantung dan sternum.

Jantung sering tampak panjang dan sempit. Hal ini mungkin terutama disebabkan oleh

posisi yang rendah daripada diafragma yang mengubah proyeksi jantung. Dan membesarnya

arteri pulmonal sentralis biasanya berarti terjadi hipertensi arteri pulmonalis. Jika terjadi kor-

pulmonal jantung dapat membesar yang disebabkan olehdilatasi ventrikel kanan. Pada

penderita emfisema yang mengalami gagal jantung kiri, tanda-tanda hiper-inflasi berkurang,

dan diafragma beranjak naik. Hal ini disebabkan oleh odema pulmonal yang meningkatkan

kompliens paru dan dengan demikian mengurangi volume paru. Pada penderita ini distribusi

cairan udema dalam paru-paruyang emfisematous mungkin tidak memiliki pola tertentu.

10

Page 11: Referat.doc

CT-scan lebih sensitif daripada Ro toraks polos dalam mendeteksi keberadaan dan

distribusi emfisema. Penurunan vaskuler bisa dideteksi lebih awal dan bula dapat diidentifikasi

lebih dini. Hal ini tidak akan tampak pada Ro toraks.

Hanya sedikit bayangan vaskular perifer, khususnya di basal. Diafragma letak rendah,

gambaran jantung yang mengecil.

o Tanda-tanda hiperinflasi (diafragma datar, peningkatan ruang retrosternal, bula, cavum

toraks besar), dan

o Kriteria vaskular (pembuluh perifer menurun, penyempitan pembuluh garis tengah, area

avascular lokal, pembesaran arteri pulmonalis)

11

Page 12: Referat.doc

Resolusi tinggi CT (HRCT) scan menggunakan 1 potongan 1 mm melalui lobus kanan atas

pada pasien emfisema asinar withearly pusat. Perhatikan banyak daerah diskrit kecil kepadatan

menurun tanpa dinding yg jelas. Sebuah pusat arteriola kecil dapat dilihat di banyak lesi.

HRCT scan lobus atas kiri pada pasien dengan emfisema tingkat lanjut yang dipicu oleh

merokok. Hampir semua dari paru-paru telah kembali ditempatkan dengan emfisema dan sulit

untuk membedakan emfisema asinar sentral dari panacinar emphysemaat titik ini

Bulla

12

Page 13: Referat.doc

Bula biasanya terdapat pada paru-paru bersamaan dengan bentuk emfisema tertentu,

tetapi kadang-kadang bula terjadi secara lokal di paru-paru yang semestinya normal. Bula ini

biasanya terjadi pada emfisema paraseptal, dan pada emfisema yang berkaitan dengan adanya

sikatriks, tetapi secara klinis bula yang paling penting adalah bula yang disebabkan oleh

emfisema pan asiner dengan atau tanpa bronkhitis kronis.

Bula tampak sebagai daerah radiolusen berbentuk bulat atau oval yang ukurannya

bervariasi dari 1 sentimeter sampai menempati seluruh hemitoraks. Bula dapat terjadi satu atau

banyak dan biasnya di aderah perifer. Pada penderita asimtomatik dan penderita yang memiliki

sikatriks pulmonal, bula cenderung terdapat di daerah apeks, tetapi rada penderita PPOM bula

terdapat diseluruh paru. Dinding bula dapat terlihat seperti bayangan garis yang halus. Bila

dinding bula tidak kelihatan, penggeseran pembuluh darah di daerah radiolusen itu mungkin

menunjukkan adanya bula.

Bula biasanya berisi udara tetapi dapat terinfeksi dan terisi cairan. Inflamasi mungkin

terjadi di sekitarnya. Bula akan menampakkan gambaran fluid level bila terisi sebagian, tetapi

akan tampak solid bila terisi penuh. Bula yang besar mungkin sulit dibedakan dari

pneumotoraks yang lokuler dan dibutuhkan tomografi untuk melihat dinding bula atau

jembatan jaringan ada dalam rongga bula.

Foto roentgen thoraks wanita penderita emfisema yang berumur 65 tahun dengan riwayat

mengkonsumsi rokok sebanyak 120 bungkus. Tampak paru-paru terisi udara dalam jumlah

13

Page 14: Referat.doc

yang melebihi normal, diafragma datar, bayangan jantung yang sempit, pelebaran intercostalis,

serta berkurangnya corakan vascular pada lapang paru.

Foto roentgen paru pria berumur 41 tahun yang menunjukkan bullae semacam bentuk

gelembung-gelembung radioluscent pada apek paru.

Panah menunjukan gambaran bullae pada paru penderita emfisema

14

Page 15: Referat.doc

Gambaran emfisema pada lobus superior kedua pulmo dengan perselubungan radioopaque

(bullae) pada lobus superior pulmo sinistra

Lobus superior pulmo dekstra dan bahu kanan menunjukan garis-garis radioluscent pada bahu

kanan dan dada kanan (lingkaran biru) menunjukan karakteristik dari emfisema subcutaneous.

Berkas otot pektoralis menjadi tampak. Panah merah menunjukkan emfisema subcutaneous

pada daerah supraclavikular, sedangkan panah putih menunjukan garis-garis udara pada

mediastinum (pneumomediastinum).

15

Page 16: Referat.doc

pneumomediastinum adalah udara atau gas bebas pada mediastinum yang biasanya berasal dari

alveolar atau jalan napas.

Emfisema subkutaneus lanjut yang berkembang parah (rapidly developed severe subcutaneous

emphysema). Merupakan foto roentgen thoraks dari pria berusia 90 tahun yang mengalami

massive traumatic subcutaneous emphysema akibat terjatuh dari tempat tidur. Tidak didapatkan

tanda-tanda pneumothoraks.

16

Page 17: Referat.doc

CT dada di paru-paru jendela mengkonfirmasi bula besar. Bula yang lebih kecil juga

diidentifikasi, kompatibel dengan emfisema bulosa.

17

Page 18: Referat.doc

Radioghraph dada frontal menunjukkan lucency besar di zona paru-paru kiri bawah dan

menengah.

Sentri asiner

Sentri asiner terjadi terutama pada bronkhitis kronis dan pneumokoniosis pekerja tambang

tanpa komplikasi. Gambaran radiologisnya sama dengan gambaran untuk kondisi primer. Pada

stadium selanjutnya pan asiner emfisema dan bula emfisema menjadi lebih nyata. Terdapat

ruang-ruang kecil seperti cerobong asap.

Unilateral Emfisema atau Lobar Emfisema (Macleod atau Swyer-James Sindrom)

Sindrom ini mempunyai ciri hemitoraks yang hipertransradian yang berkaitan dengan

bendungan udara. Hal itu mungkin disebabkan oleh infeksi virus pada masa anak-anak yang

menyebabkan bronkhiolitis dan obliterasi dari saluran nafas yang kecil,sedangkan saluran nafas

distal yang terlibat akan dilayani oleh aliran udara kolateral, dan udara yang terbendung

menimbulkan pan asiner emfisema.

18

Page 19: Referat.doc

Daerah paru-paru yang terkena akan menunjukkan hipertransradian, disebabkan oleh

penurunan perfusi, dan mungkin lebih kecil daripada yang normal. Arteri pulmonalis ipsilateral

tampak kecil, dan pola vaskuler perifer menjadi berkurang. Bendungan udara terjadi pada paru-

paru yang terkena, dan cenderung mempertahankan volumenya pada saat ekspirasi, yang

menimbulkan pergeseran mediastinum ke sisi normal disertai restriksi pada hemidiafragma

ipsilateral.

Sindrom ini juga dapat ditunjukkan dengan scan radionuklei, pada scan Perfusi akan

menunjukkan aliran udara yang menurun ke daerah paru yang terkena, dan scan ventilasi

dengan menggunakan xenon akan menunjukkan bendungan udara.

Diagnosis diferensial dari gambaran Ro toraks yang demikian meliputi:

a. Interupsi arteri pulmonalis

b. Sindrom hipogenetik paru

c. Obstruksi arteri pulmonalis akibat emboli; tetapi semua itu tidak menunjukkan adanya

bendungan udara.

19

Page 20: Referat.doc

Emfisema dengan Bronkitis Kronis

Banyak penderita dengan PPOM menderita emfisema dan bronkhitis kronis sekaligus. Pada Ro

toraks dapat menunjukkan gabungan antara hiperinflasi, hipertensi arteri pulmonalis, dan

peningkatan tanda bronkovaskuler yang disebut dirty chest.

20

Page 21: Referat.doc

Pada suatu stadium ekstem ada yang disebut sebagai pink puffer, dimana sistem

pernafasan masih dapat mencukupi ventilasi alveoli untuk mempertahankan kadar gas darah

dalam batas-batas normal. Karena tidak adanya hipoksemia, maka tekanan arteri pulmonalis

dapat terjaga dalam batas normal. Pink puffer cenderung mempunyai panasiner emfisema

dengan Ro toraks yang menunjukkan penurunan vaskularisasi danhiperinflasi. Gambaran ini

dikenal sebagai pola Defisiensi Arterial.

Pada suatu stadium ekstrem lainnya yang disebut dengan blue bloaters, dimana terjadi

tingginya kadar korbon dioksida secara kronik akibat dari kecilnya ventilasi alveoler. Pusat

respirasi menjadi tidak peka terhadap peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri, sehingga

terjadi sianosis kronis. Hipoksemia kronis menyebabkankonstriksi dari arteriole paru-paru, dan

pada saatnya akan timbul hipertensi arteri pulmonalis dan kor-pulmonal.

Blue bloaters cenderung mempunyai sentri asiner emfisema dan pan asiner emfisema

tetapi dalam kondisi yang terbatas. Ro toraksmenunjukkan peningkatan tanda-tanda

bronkhovaskuler, arteri pulmonal sentralis serta jantung mungkin membesar. Gambaran ini

menunjukkankanincreased markings dari emfisema dan tanda hiperinflasi yang berat.

Kebanyakan penderita dengan bronkhitis kronis dan emfisema menunjukkan gejala-gejala

diantara kedua stadium ekstrem tersebut.

21

Page 22: Referat.doc

Obstruktif EmfisemaHiperinflasi obstruktif dapat mempengaruhi seluruh paru, lobus, atau segmen.

Penyebabnya dapat berupa benda asing yang masuk, seperti gigi atau tumor sentral yang

tampak jelas dalam Ro toraks. Pola vaskuler daerah yang terkena akan menurun dan pada

daerah ini akan tampak hipertransradian. Film yang dibuat saat ekspirasi atau fluoroskopi akan

menunjukkan bendungan udara dengan deviasi mediastinum ke sisi yang normal, dan restriksi

dari hemidiafragma ipsilateral pada saat ekspirasi.

G. Terapi dan prognosis

Ketika jaringan paru-paru sudah hilang, hal ini tidak akan mengalami pertumbuhan lagi.

Saat ini terapi yang ada hanya terapi supportif dan mencegah keadaan semakin memburuk

dengan cara:2

- Edukasi pasien untuk berhenti merokok

- Kontrol gejala melalui pemberian short and long-acting beta-2 agonis, inhalasi

antikolinergik maupun glucocorticoid, dan antibioti

- Rehabilitasi pulmonal

Prognosis buruk pada pasien yang terus merokok, pasien dengan defisiensi alpha-1

antitrypsin (AAT), pasien dengan FEV1 rendah pada saat didiagnosis, maupun pasien dengan

komorbiditas lain seperti gagal jantung, dan gagal nafas.2

22

Page 23: Referat.doc

BAB III

PENUTUP

Emfisema pulmonum adalah suatu keadaan dimana paru lebih banyak berisi udara,

sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior maupun ukuran paru secara vertikl

kearah diafragma. Gejala utama emfisema adalah sesak napas, napas cepat dan pendek, mudah

lelah dengan aktivitas biasa, dan gejala ini akan semakin memburuk seiring dengan

progresifitas penyakit. Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:

Gambaran defisiensi arteri, corakan paru yang bertambah, pada emfisema lanjut, hal-hal berikut

dapat ditemukan yaitu hiperinflasi dada, perubahan vaskuler, bullae.

23

Page 24: Referat.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Patologi Jilid 2 Edisi 7: Paru dan Saluran Napas Atas. Jakarta: EGC

2. Davey. 2006. At a Glance Medicine: Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Jakarta: Erlangga.

3. Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9: Insufesiensi Pernapasan.

Jakarta: EGC Kumar dkk. 2006.

4. Kusumawidjaja, Kahar. 2010. Emfisema, Atelektasis, dan Bronkiektasis dalam Buku Ajar

Ilmu Radiologi. Jakarta: FK UI.

5. http://www.radiopaedia.org/articles/pulmonary-emphysema

6. http://medinfo.ufl.edu/~bms5191/pulmon/em1.html

7. http://www.radrounds.com/photo/barrel-chest?context=latest

8. http://www.learningradiology.com

24