referat thallasemia mc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi klinisnya
bervariasi dari asimptomatik sampai berat hingga mengancam jiwa. Dahulu dinamakan sebagai
Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple, namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi
ini dapat ditemukan dimana saja di seluruh dunia.
Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit, mendeskripsikan
suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia. Beliau menemukan adanya
nukleasi sel darah merah yang masif pada sediaan apus darah tepi, yang mana awalnya dipikir
sebagai anemia eritroblastik, suatu keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya. Namun
tak lama kemudian, Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan essensial pada
temuan ini sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley curiga
akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam menginvestigasi
orang tua sehat pada anak-anak yang mengidap kelainan ini. Di Eropa, Riette mendeskripsikan
mengenai adanya anemia mikrositik hipokrom ringan yang tak terjelaskan pad anak-anak
keturunan Italia pada tahun yang sama saat Cooley melaporkan adanya bentuk anemia berat
yang akhirnya dinamakan mengikuti namanya. Wintrobe di Amerika Serikat melaporkan adanya
anemia ringan pada kedua orang tua dari anak yang mengidap anemia Cooley. Anemia ini sangat
mirip dengan kelainan yang ditemukan Riette. Baru setelah itu anemia Cooley dinyatakan
sebagai bentuk homozigot dari anemia mikrostitik hipokrom ringan yang dideskripsikan oleh
Riette dan Wintrobe.
Bentuk anemia berat ini kemudian dilabelisasi sebagai thalassemia mayor dan bentuk
ringannya dinamakan sebagai thalassemia minor. Kata thalassemia berasal dari bahasa Yunani
yaitu thalassa yang berarti “laut” (mengarah ke Mediterania), dan emia, yang berarti
“berhubungan dengan darah” 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
β-thalassemia sindrom adalah sekumpulan penyakit darah herediter yang
dikarakteristikkan dengan penurunan atau absennya produksi rantai globin β, sehingga
menyebabkan menurunnya hemoglobin pada sel darah merah, menurunnya produksi sel
darah merah dan anemia. 2
Istilah umum α thalassemia meliputi semua kondisi tersebut di mana ada defisit
dalam produksi rantai globin α hemoglobin (Hb) yang merupakan molekul tetrameric
termasuk dua α dan dua rantai globin β (α2β2).3
2. EPIDEMIOLOGI
Thalassemia adalah anemia herediter yang timbul akibat adanya defek pada
produksi hemoglobin. β- Thalassemia, yang disebabkan oleh penurunan produksi rantai
globin β, mempengaruhi beberapa organ dan berhubungan dengan morbiditas dan
mortalitas. Dibutuhkan adanya perawatan seumur hidup dan kebutuhan finansial untuk
pengobatan yang tepat.4
Thalassemia merupakan salah satu kelainan genetik yang paling umum di seluruh
dunia, 4, 83 % dari populasi di dunia membawa varian globin, termasuk 1,67 % dari
populasi yang heterozigot untuk α- Thalassemia dan β- Thalassemia. Selain itu, 1,92 %
membawa hemoglobin bentuk sabit, 0,95 % membawa hemoglobin E dan 0,29 %
membawa hemoglobin C. Dengan demikian, tingkat kelahiran di seluruh dunia orang
yang homozigot atau heterozigot untuk kelainan globin, termasuk α- Thalassemia dan β-
Thalassemia, tidak kurang dari 2,4 per 1000 kelahiran, 1,96 menderita sickle cell disease
dan 0,44 menderita thalassemia. 4
Prevalensi β- Thalassemia banyak di negara-negara Mediterania, Timur Tengah,
Asia Tengah, India, Selatan Cina, dan Timur Jauh serta negara-negara di sepanjang pantai
utara afrika dan di Amerika Selatan. Insiden tertinggi dilaporkan di Siprus (14%),
Sardinia (10,3%) dan Asia Tenggara.2
2
Seperti semua gangguan gen globin pada umumnya (sifat sel sabit dan
thalassemia β), α thalassemia terjadi pada frekuensi tinggi di seluruh daerah tropis dan
subtropis di dunia. Dari semua gangguan globin, α thalassemia adalah yang paling
banyak didistribusikan dan karena itu banyak orang di wilayah ini telah kombinasi varian
ini berinteraksi (misalnya baik α dan thalassemia β). Karena perbedaan dalam interaksi
antara berbagai cacat molekuler yang mendasari α thalassemia penyakit HBH secara
dominan terlihat di Asia Tenggara, Timur Tengah dan Mediterania. Demikian pula
hidrops sindrom foetalis Hb Bart secara dominan terlihat di Asia Tenggara.2
3. KLASIFIKASI
Beta-thalassemia dapat diklasifikasikan menjadi: 2
a. Beta-thalassemia
Beta-talasemia mayor
Beta-talasemia intermediate
Beta-talasemia minor
b. Beta-thalassemia yang dihubungkan dengan anomali Hb yang lain
HbC/ Beta-thalassemia
HbE/ Beta-thalassemia
HbS/ Beta-thalassemia (secara klinis lebih menyerupai sickle cell disease diband-
ingkan dengan thalassemia mayor/ intermediate)
c. Hereditary persistence of fetal Hb dan Beta-thalassemia
d. Beta-thalasemia yang dihubungkan dengan manifestasi penyakit yang lain
Beta-talasemia-tricothiodystrophy
X-linked trombositopenia dengan Beta-thalassemia
Istilah umum α thalassemia mencakup semua kondisi yang ada defisit dalam
produksi rantai globin α hemoglobin (Hb) yang merupakan molekul tetrameric termasuk
dua α-seperti dan dua rantai globin β-seperti (α2β2). Rendahnya produksi rantai globin α
menimbulkan kelebihan rantai globin β yang membentuk γ4 tetramers, disebut Hb Bart
(dalam kehidupan janin) dan β4 tetramers, disebut HbH (dalam kehidupan dewasa).
Individu yang membawa mutasi gen globin mempengaruhi α pada satu kromosom, yang
menyebabkan anemia minimal, yang dikatakan memiliki α thalassemia trait. Heterozigot
senyawa dan beberapa homozigot untuk α thalassemia memiliki anemia cukup parah
yang ditandai dengan kehadiran HbH dalam darah perifer. Kondisi ini disebut sebagai
penyakit HbH. Akhirnya beberapa individu yang membuat rantai globin α sangat sedikit 3
atau tidak memiliki bentuk yang sangat parah anemia yang, jika tidak diobati,
menyebabkan kematian pada periode neonatal. Kondisi ini disebut sindrom hidrops
fetalis Hb Bart.3
4. ETIOLOGI
Beta thalassemia merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal yang
resesif, dimana seorang anak yang mempunyai orang tua yang bersifat heterozigot
mempunya kemungkinan 25% terkena thalassemia, dan 50% kemungkinan sebagai karier
yang bersifat asimptomatik dan 25% kemungkinan tidak menderita sebsgai penderita
thalassemia maupun sebagai kariernya.
Terdapat lebih dari 200 mutasi yang sejauh ini telah dilaporkan, dimana mayoritas
dari lokasi gen yang mengalami mutasi secara fungsional merupakan regio yang penting
dalam gene rantai beta-globin yang berada pada kromosom ke-11. Mutasi pada gen rantai
beta-globin menyebab penurunan sintesis protein beta-globin (beta-plus thalassemia/ β+
thalassemia) maupun tidak diproduksinya rantai protein beta-globin(beta-zero
thalassemia/ β° thalassemia).2
Pada kasus thalasemia minor (thalassemia trait atau karier tipe heterozigot), satu
dari gen beta-globin mengalami defek, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan
kurang lebih 50% sintesis protein beta globin.
Pada kasus thalassemia mayor (thalassemia homozigot), produksi dari rantai beta-
globin mengalami gangguan karena terjadi mutasi dari kedua gen beta-globin, sehingga
terjadi ketidakseimbangan sintesis rantai globin (sintesis alfa-globin yang lebih banyak
dibandingkan beta-globin) sehingga menyebabkan terjadinya eritropoesis yang tidak
efektif dan anemia mikrositik hipokrom yang berat.
Kelebihan dari rantai alfa-globin yang tidak berpasangan akan beragregasi dan
mempercepat terjadinya kerusakan membran sel darah merah, sehingga menyebabkan
terjadinya hemolisis intravaskuler.5
5. PATOFISIOLOGI 6
Semua patofisiologi dari thalassemia dapat dihubungkan dengan
ketidakseimbangan primer pembentukan rantai globin. Fenomena ini membuat
thalassemia berbeda dengan kelainan genetik lainnya dan kelainan pembentukan
hemoglobin yang didapat.
4
Anemia dari β- thalassemia mempunyai 3 komponen mayor. Yang pertama dan
yang terpenting adalah inefektif eritropoesis dengan destruksi intramedullar dari
prekursor sel darah merah. Kedua hemolisis yang berasal dari destruksi sel darah merah
yang matur yang termasuk didalamnya rantai α. Ketiga, sel darah merah hipokromik dan
mikrositik yang berasal dari penurunan pembentukan hemoglobin seluruhnya.
Oleh karena defek primer dari β- thalassemia termasuk produksi rantai β, sintesis
dari hemoglobin F dan A2 seharusnya tidak terpengaruh. Produksi hemoglobin fetal in
utero normal. Manifestasi klinis dari thalassemia akan muncul apabila pertukaran dari
sintesis rantai γ ke β pada neonatus.
Ketidak Seimbangan Sintesis Rantai Beta
Pada kasus thalassemia mayor (talasemia homozigot) sintesis dari rantai beta
globin sangat menurun bahkan sampai tidak diproduksinya rantai beta globin, sehingga
menyebabkan produksi daripada rantai globin alfa yang berlebihan. Namun rantai globin
alfa saja tidak mempunyai kapasitas dalam membentuk hemoglobin tetramer yang viabel
sehingga menyebakan rantai globin alfa tersebut mengendap didalam prekursor eritrosit,
dimana gambaran dari endapan daripada rantai globin alfa tersebut adalah badan inklusi
yang dapat dilihat melalui mikroskop cahaya maupun elektron. Didalam sumsum tulang
pengendapan dari rantai globin alfa bahkan dapat terlihat pada prekursor eritrosit yang
baru mengalami hemoglobinisasi.
Inklusi yang besar didalam sumsum tulang tersebut yang berperan dalam destruksi
prekursor eritrosit didalam sumsum tulang dan menyebabkan eritropoesis yang tidak
efektif yang merupakan karakteristik dari semua tipe thalassemia.
Pada kasus beta thalassemia yang heterozigot juga mengalami penurunan sintesis
rantai globin beta yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam produksi rantai globin
alfa dan beta, namun pada keadaan beta talasemia yang bersifat heterozigot jumlah
produksi rantai alfa yang berlebihan akibat penurunan sintesis rantai globin beta tidak
terlalu berlebihan, sehingga pengendapan rantai globin alfa yang berlebihan relatif
minimal dan dapat dilisiskan oleh enzim proteolitik didalam prekursor eritrosit.
Mekanisme dan Konsekuensi dari Kerusakan Prekursor Eritrosit dan Eritrosit
Kerusakan dari membran eritrosit akibat proses pengendapan rantai globin alfa
terjadi melalui 2 mekanisme yaitu: terbentuknya hemikrom akibat kelebihan dari rantai
5
alfa yang menyebabkan kerusakan struktur dari membran eritrosit dan kerusakan struktur
membran yang disebabkan hasil degradasi dari rantai alfa yang berlebihan. Hasil
degradasi dari rantai globin alfa yang bebas, heme, hemin dan zat besi yang bebas juga
berperan dalam kerusakan membran sel darah merah.
Kelebihan dari rantai globin dapat mengakibatkan rantai globin yang bebas
menempel pada membran protein yang menyebabkan terganggunya struktur dan fungsi
dari sel darah merah. Kelebihan dari zat besi mengakibatkan peningkatan radikal bebas
yang merusak beberapa komponen dari membran sel darah merah, sedangkan heme dan
sisa produk dari heme dapat dikatalisa dan membentuk ROS/ Reactive Oxigen Species
yang dapat mengakibatkan kerusakan dari membran sel darah merah.
Produksi Hemoglobin Fetal Persisten
Anak dengan thalasemia yang berat akan mengalami peningkatan dari level
hemoglobin F/ HbF, dan pada kasus β-thalassemia HbF merupakan satu-satunya
hemoglobin yang diproduksi, walaupun kadang-kadang dapat dijumpai HbA2 dalam
jumlah yang minimal.
Mekanisme dari sintesis rantai gamma/ γ yang persisten pada penyakit thalasemia
belum diketahui secara pasti. Pada orang dewasa HbF dapat dijumpai dalam jumlah yang
sangat minimal didalam darah, dan terdistribusi secara heterogenik diantara sel darah
merah.
Pada beta thalassemia akan terjadi produksi yang berlebihan dari rantai globin
alfa yang menyebabkan rantai globin alfa akan bergabung dengan rantai globin gama
dalam memproduksi HbF, diduga hal tersebut terjadi oleh karena “stress eritropoiesis”
dimana terjadi proliferasi dari prekursor sel eritrosit yang bertendensi dalam
meningkatkan produksi rantai gamma.
Konsekuensi Mekanisme Kompensasi Anemia pada T h alas s emia Beta
Anemia yang terjadi pada thalassemia beta yang bersifat homozigot dan afinitas
yang tinggi HbF terhadap oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan yang berat dan
mekanime adaptif terhadap respons hipoksia adalah peningkatan produksi eritropoietin.
Efek utama dari peningkatan dari hormon eritropoietin adalah ekspansi dari sumsum
tulang yang dyseritropoiesis/ tidak memproduksi lagi sel darah, sehingga menyebabkan
terjadinya deformitas pada tulang tengkorak, wajah dan tulang-tulang panjang dan akibat
6
dari deformitas tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis, dan infeksi
pada sinus maupun telinga tengah akibat drainage yang kurang baik.
Efek lain yang penting adalah peningkatan kebutuhan kalori akibat penambahan
masa daripada sumsum tulang dan eritropiesis yang tidak efektif, sehingga menyebabkan
pasien dengan talasemia akan mengalami gangguan pertumbuhan dan penurunan berat
badan. Turn over daripada prekursor eritroid menyebabkan hiperurisemia sekunder dan
gout dan defisiensi asam folat yang berat.
Akibat dari banyaknya distribusi yang konstan dari sel darah merah yang terdapat
badan inklusi ke limpa akibat dari pengendapan daripada rantai globin sehingga
mengakibatkan terjadinya splenomegali akibat fenomena “work hypertrophy”, akibat
splenomegali yang terjadi akan memperburuk anemia pada pasien talasemia
Pada pasien dengan beta thalassemia yang homozigot akan mengalami anemia
sehingga akan menyebabkan terjadinya peningkatan dari penyerapan zat besi di usus,
namun apabila pasien talasemia beta yang sudah mendapatkan transfusi akan
menyebabkan penurunan dari absorbsi zat besi di usus. Pada awalnya peningkatan dari
absorbsi akan diakumulasi pada sel Kuffer kemudian pada makrofag pada limpa, parekim
pada sel hati, organ endokrin dan miokardium. Akumulasi zat besi pada miokardium
tersebut dapat mengakibatkan gagal jantung sehingga mengakibatkan kematian.
7
6. M
A
N
I
F
E
S
T
A
S
I
KLINIS
Fenotip homozigot atau heterozigot genetik beta-thalassemia termasuk
thalassemia mayor dan thalassemia intermedia. Individu dengan thalassemia mayor
biasanya datang berobat dalam dua tahun pertama kehidupan dan memerlukan transfusi
RBC reguler untuk bertahan hidup. Pasien dengan thalassemia intermedia biasanya
datang berobat kemudian dan tidak memerlukan transfusi reguler.
Beta-thalassemia mayor2
8
Presentasi klinis dari thalassemia mayor terjadi antara usia 6- 24 bulan. Bayi yang
menderita β-thalassemia menjadi gagal untuk berkembang dan menjadi semakin pucat.
Masalah makan, diare, demam berulang, dan pembesaran perut progresif yang
disebabkan oleh pembesaran limpa dan hati dapat terjadi. Di beberapa negara
berkembang, di mana karena kurangnya sumber daya, pasien tidak diobati atau
kurangnya transfusi, gambaran klinis dari thalassemia mayor ditandai dengan retardasi
pertumbuhan, pucat, ikterik, gizi buruk, genu valgum, hepatosplenomegali, ulkus pada
kaki, pengembangan massa dari extramedullary hematopoiesis, dan perubahan rangka
yang dihasilkan dari ekspansi sumsum tulang. Perubahan skeletal termasuk kelainan pada
tulang panjang kaki dan perubahan kraniofasial khas (bossing of the skull,, malar
eminence menonjol, depresi jembatan dari hidung, mongoloid slant of the eye, dan
hipertrofi dari maxillae, dimana kecenderungan gigi atas terekspos)
Apabila program transfusi rutin untuk mempertahankan konsentrasi minimum Hb
9,5-10,5 g/dL dimulai, pertumbuhan dan perkembangan cenderung menjadi normal
hingga usia 10 sampai 12 tahun. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien yang
transfusi berhubungan kelebihan zat besi. Komplikasi kelebihan zat besi pada anak-anak
meliputi gangguan pertumbuhan dan kegagalan atau keterlambatan pematangan seksual.
Komplikasi kelebihan besi termasuk keterlibatan jantung ( dilated myocardiopathy atau
jarang aritmia), hepar (fibrosis dan sirosis), dan kelenjar endokrin (diabetes melitus,
hipogonadisme, dan insufisiensi paratiroid, tiroid, hipofisis, dan kelenjar adrenal)
Komplikasi yang lainnya adalah hipersplenisme, hepatitis kronis (akibat infeksi dengan
virus yang menyebabkan hepatitis B dan atau C), infeksi HIV, trombosis vena, dan
osteoporosis. Risiko untuk karsinoma hepatoseluler meningkat pada pasien dengan
infeksi virus hati dan kelebihan zat besi. Kepatuhan dengan terapi khelasi besi terutama
mempengaruhi frekuensi dan tingkat keparahan komplikasi kelebihan terkait besi.
Individu yang belum teratur ditransfusi biasanya meninggal sebelum dekade kedua
ketiga. Kelangsungan hidup individu yang telah secara rutin transfusi dan diperlakukan
dengan khelasi dapat melampaui usia 40 tahun. Penyakit jantung disebabkan oleh
miokard yang mengalami siderosis adalah yang paling penting yang membatasi hidup
komplikasi kelebihan zat besi pada beta-thalassemia. Bahkan, komplikasi jantung adalah
penyebab kematian di 71% dari pasien dengan beta-thalassemia mayor.
Beta-thalassemia intermedia
9
Gejala klinis individu dengan thalassemia intermedia muncul lebih lambat dari
thalassemia mayor, terjadi anemia ringan dan tidak memerlukan atau hanya kadang-
kadang memerlukan transfusi. Pada tingkat keparahan akhir dari gejala klinis, pasien
datang antara usia 2-6 tahun dan meskipun mereka mampu bertahan tanpa transfusi darah
rutin, pertumbuhan dan perkembangan terhambat. Selain itu, ada juga pasien yang benar-
benar tanpa gejala sampai kehidupan dewasa dengan hanya anemia ringan. Hipertrofi
erythroid sumsum tulang dengan kemungkinan extramedullary eritropoiesis, merupakan
mekanisme kompensasi dari sumsum tulang untuk mengatasi anemia kronis, adalah
umum.
Konsekuensinya adalah kelainan karakteristik tulang dan wajah, osteoporosis
dengan fraktur patologis tulang panjang dan pembentukan massa erythropoietic yang
terutama mempengaruhi limpa, hati, kelenjar getah bening, dada dan tulang belakang.
Pembesaran limpa juga merupakan konsekuensi dari peran utama dalam membersihkan
sel darah merah yang rusak dari aliran darah. Extramedullary eritropoiesis dapat
menyebabkan masalah neurologis seperti kompresi sumsum tulang belakang dengan
paraplegia dan massa intrathoracic. Sebagai hasil dari eritropoiesis tidak efektif dan
hemolisis perifer, thalassemia intermedia pasien dapat mengembangkan batu empedu,
yang terjadi lebih sering daripada di thalassemia mayor. Pasien dengan thalasemia
intermedia sering mengembangkan ulkus kaki dan memiliki kecenderungan meningkat
menjadi trombosis dibandingkan dengan thalassemia mayor, terutama jika
splenectomised. Kejadian semacam itu meliputi deep vein thrombosis, trombosis vena
portal, stroke dan emboli paru.
Meskipun orang dengan thalassemia intermedia beresiko iron overload sebagai
bentuk sekunder untuk meningkatkan penyerapan zat besi di usus, hipogonadisme,
hipotiroidisme dan diabetes yang tidak umum. Perempuan mungkin memiliki kehamilan
spontan sukses. Namun, jika transfusi darah diperlukan selama kehamilan, mereka yang
tidak pernah atau minimal ditransfusi beresiko mengembangkan alloantibodies hemolitik
dan autoantibodi eritrosit. IUGR, meskipun rejimen transfusi rutin, telah dilaporkan.
Beta-thalassemia minor
Pembawa thalassemia minor biasanya tanpa gejala klinis tapi kadang-kadang
memiliki anemia ringan. Ketika kedua orang tua adalah pembawa ada risiko 25% pada
setiap kehamilan memiliki anak dengan talasemia homozigot.
10
Dominant beta-thalassemia
Berbeda dengan bentuk resesif klasik beta-thalassemia, yang menyebabkan
berkurangnya produksi rantai globin beta normal, ada beberapa mutasi hasil dalam
sintesis sangat tidak stabil varian globin beta yang mengendap di prekursor erythroid
menyebabkan eritropoiesis tidak efektif. Mutasi ini dikaitkan dengan thalassemia
fenotipe heterozigot dan karenanya disebut sebagai dominan beta-thalassemia. Kehadiran
hyper-unstable Hb harus dicurigai pada setiap individu dengan thalassemia intermedia
ketika kedua orang tua secara hematological normal, atau dalam keluarga dengan pola
penularan dominan autosomal dari thalassemia intermedia fenotip. Beta globin gen
sequencing menetapkan diagnosis.
Beta-thalassemia terkait dengan anomali Hb lainnya
Interaksi HbE dan hasil beta-thalassemia pada fenotipe thalassemia mulai dari
kondisi dibedakan dari thalassemia mayor ke bentuk ringan dari thalassemia intermedia.
Tergantung pada keparahan gejala tiga kategori dapat diidentifikasi:
- Mild HbE / beta-thalassemia
Hal ini diamati pada sekitar 15% dari semua kasus di Asia Tenggara. Kelompok
ini pasien mempertahankan tingkat Hb antara 9 dan 12 g/dl dan biasanya tidak
mengembangkan masalah klinis yang signifikan. Tidak ada perawatan yang
diperlukan.
- Moderately severe HbE / beta-thalassemia
Mayoritas kasus HbE/ beta-thalassemia termasuk dalam kategori ini. Tingkat Hb
tetap pada 6-7 g/dl dan gejala klinis mirip dengan thalassemia intermedia.
Transfusi tidak diperlukan kecuali infeksi memicu anemia lebih lanjut.
Kelebihan zat besi dapat terjadi.
- Severe HbE / beta-thalassemia
Tingkat Hb dapat serendah 4-5 g / dl. Pasien dalam kelompok ini bermanifestasi
gejala yang mirip dengan thalassemia mayor dan diperlakukan sebagai pasien
thalassemia mayor.
11
Pasien dengan HBC/ beta-thalassemia dapat hidup bebas dari gejala dan
didiagnosis selama tes rutin. Ketika hadir, manifestasi klinis anemia dan pembesaran
limpa. Transfusi darah jarang diperlukan. Microcytosis dan hipokromia ditemukan dalam
setiap kasus. Film darah menunjukkan khas Hb C kristal dengan tepi lurus paralel, sel
target, dan sel-sel tidak teratur dikontrak dengan fitur thalassemia seperti microcytosis.
Fenotip klinis sebagian besar individu dengan α thalassemia sangat ringan dan
tidak dapat melihat selama hidup selain ketika hitung darah lengkap rutin diperiksa.
Pasien dengan penyakit HbH memiliki fenotip variabel dan mereka dengan Hb Bart
hydrops foetalis memiliki bentuk mematikan anemia.3
α Thalassaemia trait
Terlepas dari ringan sampai sedang anemia mikrositik hipokrom (terdeteksi pada
penghitungan darah rutin), carrier (heterozigot) dari α thalassemia, secara klinis
asimtomatik dan diagnosis (ketika dibuat) sering didirikan selama reguler pemeriksaan
kesehatan atau selama pemeriksaan antenatal. Keluhan berkaitan dengan anemia lebih
parah, seperti kelelahan, kelesuan, dan sesak napas jarang terjadi dan hampir pasti terkait
dengan gangguan penyerta lainnya. 3
HbH disease
Penyakit HbH paling sering terlihat pada pasien yang heterozigot senyawa untuk
dua mutasi yang berbeda atau kurang sering homozigot untuk cacat molekul cukup parah.
Mereka biasanya menghasilkan kurang dari 30% dari jumlah normal α globin. Fitur
utama pada penyakit HbH adalah anemia (2,6-13,3 g/dl) dengan jumlah variabel HbH
(0,8-40%), kadang-kadang disertai dengan Hb Bart dalam darah perifer. Para pasien
biasanya memiliki splenomegali (yang mungkin berat) dan kadang-kadang ini diperumit
dengan hipersplenisme. ikterik mungkin ada dalam variabel derajat dan anak-anak dapat
menunjukkan retardasi pertumbuhan. Komplikasi lainnya termasuk infeksi, ulkus kaki,
batu empedu, kekurangan asam folat dan episode hemolitik akut pada respon terhadap
obat dan infeksi. Pasien yang lebih tua sering memiliki beberapa tingkat kelebihan zat
besi. Tingkat keparahan klinis jelas terkait dengan dasar molekuler dari penyakit. Pasien
dengan jenis non-deletional penyakit HbH yang lebih parah terkena dibandingkan dengan
jenis deletional umum dari penyakit HbH.3
12
Sindrom HbBart Hidrops Foetalis
Bayi dengan hydrops foetalis sindrom Hb Bart memiliki kekurangan paling parah
dalam ekspresi globin α. Meskipun paling sering hasil dari warisan gen globin α tidak
ada dari kedua orang tua, dalam beberapa kasus itu hasil dari warisan mutasi nondeletion
parah dari satu orangtua dan tidak ada gen α dari yang lain. Pasien di perbatasan antara
penyakit HbH berat dan hidrops sindrom foetalis Hb Bart dikatakan memiliki hidrops
sindrom HbH. Fisiologis homotetramers non-fungsional γ4 dan β4 membentuk sebagian
besar dari hemoglobin dalam eritrosit pada bayi dengan sindrom hidrops foetalis tersebut
Bart. Mereka juga memiliki jumlah variabel dari embrio Hb Portland (ζ2γ2), yang
merupakan satu-satunya fungsional Hb pada bayi ini dan harus menjadi satu-satunya
pembawa oksigen menjaga bayi tersebut hidup. Gambaran klinis adalah mereka dari bayi
edema pucat dengan tanda-tanda gagal jantung dan anemia intra uterine berkepanjangan .
Diucapkan hepatosplenomegali, retardasi pertumbuhan otak, kelainan bentuk tulang dan
jantung dan pembesaran kotor plasenta adalah fitur khas. Bayi dengan hydrops foetalis
sindrom Hb Bart hampir selalu baik mati dalam rahim (23-38 minggu) atau segera
setelah lahir, meskipun beberapa kasus telah dijelaskan di mana neonatus diberikan terapi
pendukung kehidupan intensif dan diobati dengan transfusi darah.3
7. DIAGNOSIS
Β-Thalassemia2
Diagnosis Klinis
Pasien thalassemia mayor umumnya dicurigai pada usia kurang dari 2 tahun
dengan gejala anemia mikrositik yang berat, jaundice yang ringan dan
hepatosplenomegali, thalassemia intermedia umumnya timbul setelah pasien lebih
dewasa dengan gejala yang sama dengan thalassemia mayor hanya saja lebih ringan dan
gejala pasien dengan karier thalasemia umumnya tidak bergejala hanya kadang-kadang
didapatkan anemia yang ringan.
Diagnosis Hematologis
Indeks eritrosit
Umumnya menunjukan anemia mikrositik, thalassemia mayor dikarakteristikkan
dengan penurunan Hb ( < 7 g/dl), mean corpuscular volume/ MCV (>50 fl dan < 70fl)
13
dan mean corpuscular Hb/ MCH (>12pg dan <20 pg). thalassemia intermedia
dikarakteristikkan dengan penurunan Hb (7 g/dl- 10g/dl), mean corpuscular volume/
MCV (50 fl -80fl) dan mean corpuscular Hb/ MCH (16-24 pg), dan thalasemia minor
dikarakteristikkan dengan penurunan MCV dan MCH serta peningkatan level HbA2.
Sediaan Apus Darah Tepis/ SADT
Umumnya pada hasil SADT pasien thalassemia menunjukan perubahan morfologi
eritrosit (mikrositosis, hipokrom dan anisositosis dan poikilositosis (tears drop maupun
sel pensil) dan didapatkan adanya sel darah merah yang berinti (eritroblast), sel target,
namun jumlah eritroblast tersebut sangat bergantung beratnya anemia dan pada pasien
yang sudah dilakukan spleenektomi umumnya jumlah eritroblast akan meningkat.
Analisis Hb k u alitatif dan kuantitatif
Pemeriksaan Hb kualitatif dan kuantitatif biasanya menggunakan teknik selulosa
asetat elektroforesis dan DE-52 mikrokromatografi dalam mengidentifikasi Hb yang ada
pada pasien
Bentuk Hb sangat bergantung daripada tipe thalassemia, misalnya pada thalasemia
beta zero yang homozigot Hb A tidak didapatkan dan HbF menyusun 92-95% dari total
Hb yang beredar, pada beta plus thalassemia didapatkan kadar Hb A yang beredar 10-
30% dan HbF yang beredar 70-90%. Jumlah HbA2 sangat bervariasi pada kasus beta
thalassemia dan umumnya meningkat pada kasus thalassemia minor.
Analisa genetik secara molekuler
14
Mutasi pada gen beta globin umumnya dideteksi secara prosedur PCR, dan
umumnya pemeriksaan ini sangat membantu dalam menentukan target mutasi daripada
gen beta globin.
α-Thalassemia3
Alpha thalassemia paling sering awalnya dicurigai berdasarkan hitung darah
lengkap rutin. Semua individu yang terkena memiliki tingkat variabel anemia (Hb),
berkurangnya mean corpuscular hemoglobin (MCH/pg), berkurangnya mean corpuscular
volume corpuscular (MCV/fl) dan tingkat normal atau sedikit berkurang dari HbA2 kecil.
Parameter ini akan dibahas secara lebih rinci di bawah ini. Bila tingkat sintesis globin α
turun di bawah ~ 70% dari normal, pada periode janin, rantai globin γ kelebihan
membentuk Hb Bart yang dapat dideteksi pada analisis Hb rutin. Dalam kehidupan
dewasa, rantai globin β kelebihan membentuk β4 tetramers dari HBH dalam sel dan ini
dapat diidentifikasi dengan pewarnaan darah perifer dengan 1% brilian cresyl biru
(BCB), atau ketika hadir dalam jumlah yang cukup oleh rutin Hb analisis. Sebelumnya α
thalassemia dikonfirmasi oleh rantai globin biosintesis, ketika rantai globin α biosintesis
rasio / β dikurangi menjadi kurang dari 0,8. Semua parameter ini berkurang pada
thalassemia α namun tidak satupun dari mereka sendiri atau dalam kombinasi akurat atau
konsisten dapat memprediksi genotipe yang diarahkan analisis molekuler dari cluster
globin α diperlukan.3
8. DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan dan gambaran eritrosit
mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia
defisiensi besi didapatkan:7
Pucat tanpa organomegali.
SI rendah.
TIBC meningkat.
Tidak terdapat besi dalam sumsum tulang.
Bereaksi baik dengan pengobatan preparat besi.
15
Anemia sideroblastik dimana didapatkan pula gambaran apusan darah tepi
mikrositik hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan thalassemia
adalah kadar besi dalam darah yang tinggi, kadar TIBC normal atau meningkat
sedangkan pada thalassemia kadar besi dan TIBC normal.
Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana enzim ini
bekerja untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi. Merupakan salah satu
anemia hemolitik juga. Dapat dibedakan dengan thalassemia dengan gambaran apusan
darah tepi dimana pada defisiensi G6PD normositik normokrom.
Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia lainnya yang
memberi gambaran klinis yang sama. Namun pada pemeriksaan elektroforesis
hemoglobin dapat diketahui jenis thalassemia α atau thalassemia β. Pada thalassemia α
dengan HBH ditemukan jaundice dan splenomegali.8
9. PENATALAKSANAAN2
Thalassemia mayor
Pada kasus thalassemia mayor terapi transfusi merupakan penanganan yang
utama, tujuan dari terapi transfusi adalah mengkoreksi anemia, menekan eritropoiesis dan
menghambat absrobsi zat besi melalui saluran cerna. Pada pasien yang tidak dilakukan
transfusi umumnya dapat terjadi peningkatan eritropoiesis yang tidak efektif.
Pemberian transfusi pada pasien thalasemia umumnya diberikan pada saat terjadi
anemia yang berat ( Hb< 7 gr/dl lebih dari 2 minggu dan menyingkirkan faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya anemia seperti infeksi), dan juga pada pasien yang
memiliki Hb >7gr/dl dengan adanya perubahan wajah, pertumbuhan yang kurang baik,
dan adanya bukti ekspansi tulang serta splenomegali. Namun pada penelitian terakhir
dengan melakukan terapi transfusi pada Hb 9-10 gr/dl dan target Hb terapi transfusi yaitu
13-14 gr/dl dapat mengurangi kejadian gangguan pertumbuhan, kerusakan organ maupun
deformitas tulang dan mampu membuat pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari
secara normal.
Frekuensi dari terapi transfusi umumnya dilakukan setiap 2-4 minggu sekali,
dengan dosis tranfusi sel darah merah tidak melebihi 10-15 ml/kgbb/hari, dengan
kecepatan infus tidak melebihi 5ml/ kgBB/ jam, untuk mencegah terjadinya peningkatan
volume yang berlebihan dengan cepat.
16
Penilaian dan terapi overload zat besi
Pasien yang diberika terapi transfusi secara reguler umumnya akan mengalami
kelebihan zat besi, manifestasi klinis dari kelebihan zat besi adalah hipogonadisme (35-
55%), hipotiroid (9-11%), hipoparatiroidisme (4%), diabetes (6-10%), fibrosis hati dan
disfungsi jantung (33%)
Obat terapi yang pertama untuk kelebihan zat besi adalah deferoxamine (DFO),
dimana DFO merupakan kelasi zat besi yang secara oral tidak diabsorbsi sehingga harus
diberikan secara parenteral, pada pasien anak < 3 tahun diberikan dengan dosis 15-25
mg/kgBB diberikan 5/7 x perminggu selama 8-12 jam dengan menggunakan syringe
pump, sedangkan pada pasien dewasa dan anak ≥ 3 tahun diberikan dosis 30-50
mg/kgBB diberikan 5/7 x perminggu selama 8-12 jam dengan menggunakan syringe
pump. Dengan menggunakan DFO umumnya zat besi akan dikeluarkan melalui feces
(kira-kira 40%) dan sisanya melalui urine.
Efek samping dari penggunaan DFO antara lain, reaksi lokal yaitu: nyeri,
bengkak, timbul indurasi, eritema, sensasi seperti terbakar dan timbul rash dan kadang-
kadang dapat disertai dengan demam, mengigil dan lemas. Komplikasi yang lain yang
dihubungkan dengan pemberian DFO dengan dosis tinggi pada pasien yang muda dan
mempunyai kadar ferritin yang rendah adalah: gangguan pendengaran sensorineural
terutama pada frekuensi tinggi, toksisitas terhadap mata (rabun senja, pengelihatan kabur,
penurunan tajam pengelihatan), gangguan pertumbuhan terutama badan yang pendek
serta dapat mengalami displasia pada tulang dan infeksi Yersinia Enterocolica dan
Klebsiella Pneumonia.
Obat deferiprone (DFP) merupakan obat kelasi zat besi oral yang efektif, dengan
dosis 75-100 mg/ kg/ hari mempunyai efektifitas yang sama dengan DFO dalam
mengeliminasi zat besi didalam tubuh. Dalam studi retrospektif dan prospektif
menunjukan bahwa penggunaan DFP monoterapi lebih efektid dibandingkan DFO dalam
pencegahan miokardial siderosis. Namun DFP mempunyai efek samping berupa
agranulositosis yang cukup serius (1% dari pasien), efek samping yang cukup sering
adalah seperti keluhan gastrointestinal, artalgia, defisiensi zinc dan fluktuatif dari enzim
fungsi hati.
17
Penggunaan DFO dan DFP dapat digunakan sebagai terapi kombinasi dalam
mengekskresikan zat besi yang tidak dapat dicapai dengan pemberian obat secara
monoterapi.
Terapi kombinasi DFO dan DFP hanya diberikan pada keadaan: kadar ferritin ≥
3000 ng/ ml yang bertahan selama 3 bulan, adanya kardiomati akibat zat besi dan untuk
jangka waktu tertentu (6-12 bulan) bergantung pada kadar ferritin dan fungsi jantung saat
evaluasi.
Deferasirox (DFX) diberikan sekali sehari dan diberikan secara oral, dan obat
kelasi secara oral tersebut sudah banyak menunjukan keefektifan terhadap orang dewasa
maupun anak-anak. Dosis anjuran dalam memulai DFX adalah 20 mg/kgBB/ hari namun
dapat dimodifikasi menjadi 10-30 mg/kgBB/ hari tergantung jumlah transfusi yang
diterima oleh pasien. Efek samping yang pernah dilaporkan akibat penggunaan DFX
adalah gejala gastrointestinal dan rash pada kulit dan kadang dapat disertai dengan
peningkatan kreatinine.
Penatalaksanaan komplikasi akibat iron overload 2
Defisiensi pertumbuhan
Studi mengevaluasi sekresi hormon pertumbuhan (GH) pada pasien dengan
thalassemia mayor telah menghasilkan hasil yang bertentangan, membatasi penggunaan
terapi GH dengan pasien terbukti memiliki defisiensi GH, yang mungkin memiliki
respon yang memuaskan terhadap pengobatan. Dalam kasus dengan tanda-tanda
toksisitas tulang dari DFO pengurangan dosis, atau substitusi dengan chelator oral, dapat
mencegah perkembangan lesi tulang dan meningkatkan pertumbuhan.
Delayed puberty, hypogonadism, and assisted reproduction
Untuk pubertas yang tertunda pada anak perempuan, terapi dapat dimulai dengan
pemberian etinil estradiol (2,5-5 µg setiap hari) selama 6 bulan, diikuti dengan penilaian
ulang hormonal. Jika pubertas spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan, dosis etinil
estradiol harus ditingkatkan (dari 5-10 mg setiap hari) selama 12 bulan. Jika perdarahan
uterus tidak terjadi, hormon pengganti estrogenprogesterone dosis rendah dianjurkan.
Untuk pubertas tertunda pada laki-laki, intramuskular depot-ester testosteron dengan
dosis 50-100 mg dua kali sebulan harus diberikan, sampai virilisasi lengkap telah dicapai.
Topikal gel testosteron juga dapat digunakan. Bila ada kekurangan perkembangan
18
pubertas lebih dari satu tahun atau lebih (arrested puberty), ester testosteron pada pria
dan oestrogenprogesterone terapi pengganti pada wanita menjadi indikasi.
Hipotiroidisme
Hipotiroidisme praklinis ditandai dengan tiroksin normal (T4) dan tiroksin bebas
(FT4), TSH basal normal dan TSH sedikit meningkat setelah Thyrotropin-releasing
hormon (TRH) tes. Sebuah tindak lanjut yang cermat dengan intensifikasi terapi khelasi
diperlukan dalam kasus tersebut. Hipotiroidisme subklinis didefinisikan sebagai serum
T4 dan FT4 normal dengan tingkat TSH sedikit meningkat. Hal ini diperdebatkan apakah
pasien dengan hipotiroidisme subklinis harus dirawat. Jika perawatan dianggap perlu,
pemantauan ketat adalah wajib. Terapi dapat direkomendasikan untuk pasien dengan
kadar TSH lebih dari 10 U/ml, kelainan tiroid, dan gejala tidak jelas disebabkan
hipotiroidisme. Pada hipotiroidisme, ditandai dengan nilai-nilai T4 dan FT4 rendah
dengan tanda-tanda dan gejala seperti mental dan fisik kelesuan, kenaikan berat badan,
rasa dingin, kantuk, bradikardi dan konstipasi, pengobatan dengan meningkatkan dosis L-
tiroksin dimulai dengan 25 mg per hari ditunjukkan. Fungsi tiroid yang abnormal
mungkin reversibel pada tahap awal melalui gabungan khelasi intensif.
Hipoparatiroidisme
Hipokalsemia berat dengan tetani memerlukan pemberian intravena kalsium
bawah hati pemantauan elektrokardiografi, diikuti oleh vitamin D lisan Dalam bentuk
yang lebih ringan, calcitriol adalah obat pilihan, karena paruh pendek dan kerja cepat.
Sebuah dosis 0,25-1 mg dua kali sehari biasanya cukup untuk menormalkan kalsium dan
fosfat. Karena risiko hiperkalsemia dan hiperkalsiuria, kadar kalsium serum dan kalsium
urin 24 jam dan pengukuran fosfat harus hati-hati dipantau, terutama pada awal
pengobatan dan jika dosis tinggi vitamin D yang diberikan.
Diabetes dan gangguan toleransi glukosa
Acarbose pada dosis 100 mg (oral dengan sarapan, makan siang dan makan
malam) telah digunakan dengan hasil yang baik untuk gangguan toleransi glukosa atau
non-insulin dependent diabetes mellitus dan hiperinsulinisme. Pasien dengan diabetes
mellitus, mungkin memerlukan suntikan subkutan insulin setiap hari. Sejak pengobatan
diabetes pada pasien dengan thalassemia mayor merupakan beban tambahan, dukungan
dari dokter dan psikolog yang dibutuhkan. Investigasi fungsi ginjal dan pencitraan dari
19
fundus harus dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan dan tingkat komplikasi diabetes.
Terapi khelasi besi intensif dengan DFO dan DFP tampaknya dikaitkan dengan
peningkatan intoleransi glukosa dalam hal glukosa dan sekresi insulin, terutama pada
pasien dalam tahap awal intoleransi glukosa.
Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit progresif, pencegahan adalah dasar dari
manajemen. Dilarang merokok, diet kaya kalsium, koreksi hipogonadisme oleh hormon
seks terapi penggantian dan olahraga teratur harus direkomendasikan. Suplemen kalsium
oral harus digunakan dengan hati-hati karena risiko batu ginjal. Beberapa bifosfonat telah
digunakan pada pasien thalassemia untuk pengobatan osteoporosis dengan hasil variabel.
Sampai saat ini, alendronate, pamidronate, dan zoledronate tampaknya efektif dalam
meningkatkan kepadatan mineral tulang dan normalisasi pergantian tulang, tetapi
percobaan lebih terkontrol diperlukan untuk mengevaluasi keberhasilan mereka dalam
mengurangi risiko patah tulang pada populasi yang lebih besar thalassemia.
Splenektomi
Jika persyaratan sel darah merah tahunan melebihi 180-200 ml / Kg RBC (dengan
asumsi bahwa Hct unit sel darah merah adalah sekitar 75%), splenektomi harus
dipertimbangkan, asalkan alasan lain untuk peningkatan konsumsi, seperti reaksi
hemolitik, telah dikeluarkan. Indikasi lain untuk splenektomi adalah gejala pembesaran
limpa, leukopenia dan / atau trombositopenia dan meningkatkan kelebihan zat besi.
Transplantasi sumsum tulang dan tali pusat
Transplantasi sumsum tulang (BMT) tetap satu-satunya obat yang pasti saat ini
tersedia untuk pasien dengan thalasemia. Hasil BMT berhubungan dengan kondisi klinis
pretransplantation, khususnya kehadiran hepatomegali, tingkat fibrosis hati, riwayat
chelation reguler dan karena tingkat keparahan akumulasi besi. Pada pasien tanpa faktor
risiko di atas, transplantasi sel induk dari saudara identik HLA memiliki tingkat
kelangsungan hidup bebas penyakit lebih dari 90%. Keterbatasan utama alogenik BMT
adalah kurangnya donor saudara kandung yang HLA-identik untuk sebagian besar pasien
yang terkena. Bahkan, sekitar 25-30% pasien thalassemia bisa memiliki saudara donor
yang cocok. BMT dari donor yang tidak berhubungan telah dilakukan pada sejumlah
individu dengan beta-thalassemia. Asalkan pemilihan donor didasarkan pada kriteria
20
ketat kompatibilitas HLA dan bahwa individu telah membatasi kelebihan zat besi,
hasilnya sebanding dengan yang diperoleh ketika donor adalah kompatibel. Namun,
karena terbatasnya jumlah orang yang terdaftar, studi lebih lanjut diperlukan untuk
mengkonfirmasi temuan-temuan awal. Jika BMT berhasil, kelebihan zat besi dapat
dikurangi dengan proses mengeluarkan darah berulang, sehingga menghilangkan
kebutuhan untuk khelasi besi. Kronis penyakit graft-versus-host (GVHD) variabel
keparahan dapat terjadi pada 5-8% dari individu.
Transplantasi darah tali pusat dari donor terkait menawarkan kemungkinan yang
besar untuk pengobatan yang sukses dan dikaitkan dengan risiko rendah GVHD. Bagi
pasangan yang telah memiliki anak dengan thalassemia dan yang melakukan diagnosis
prenatal pada kehamilan berikutnya, identifikasi pralahir HLA kompatibilitas antara anak
yang terkena dampak dan janin terpengaruh memungkinkan pengumpulan darah plasenta
saat melahirkan dan pilihan transplantasi darah tali pusat untuk menyembuhkan anak. Di
sisi lain, dalam kasus-kasus dengan janin yang terkena dampak dan anak normal
sebelumnya, pasangan dapat memutuskan untuk melanjutkan kehamilan dan mengejar
BMT kemudian, dengan menggunakan anak normal sebagai donor.
Thalassemia Intermedia
Terapi pada pasien dengan thalassemia intermedia bersifat simptomatik, seperti
hipersplenisme yang dapat memperburuk anemia, gangguan pertumbuhan dan gangguan
mekanik akibat pembesaran limpa sehingga splenektomi merupakan upaya yang relevant
dalam splenektomi. Pada pasein yang sudah dilakukan splenektomi mempunyai resiko
terinfeksi bakteri yang berkapsul seperti ( Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenza, dan Neisseria meningitidis) dan peningakatan resiko terjadinya tromboemboli.
Pada pasien thalassemia intermedia dapat terjadi kelebihan zat besi akibat dari
peningkatan absrobsi zat besi melalui saluran cerna dan transfusi yang dilakukan,
umumnya terapi kelasi dimulai apabila kadar serum ferritin melebihi 300ng/ml.
Suplementasi asam folat 2 x 1 mg/ hari diberikan pada pasien thalasemia untuk
mencegah terjadinya defisiensi akibat hiperaktifnya sumsum tulang.
21
10. PENCEGAHAN
Pencegahan beta thalassemia didasarkan daripada identifikasi karier melalui
konseling genetik dan diagnosis prenatal. Genetik konseling memberikan informasi
kepada individu ataupun pada pasangan yang sudah menikah mengenai cara thalassemia
diturunkan, resiko genetik pada anak yang dilahirkan serta menjelaskan tentang penyakit
thalasemia dan terapi yang sudah ada dan terapi yang sedang dalam penelitian.
Diagnosis prenatal pada ibu yang hamil dapat dilakukan dengan cara mengambil
ekstrak DNA dari sel fetal yang didapatkan secara amniosintesis umumnya dilakukan
pada kehamilan usia 15-18 minggu atau melalui pengambilan sampel melalui villi
korionik pada minggu ke 11 kehamilan.
22
BAB III
KESIMPULAN
Istilah umum α thalassemia meliputi semua kondisi tersebut di mana ada defisit dalam
produksi rantai globin α hemoglobin (Hb) yang merupakan molekul tetrameric termasuk dua α
dan dua rantai globin β (α2β2)
β-thalassemia sindrom adalah sekumpulan penyakit darah herediter yang
dikarakteristikkan dengan penurunan atau absennya produksi rantai globin β, sehingga
menyebabkan menurunnya hemoglobin pada sel darah merah, menurunnya produksi sel darah
merah dan anemia.
Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah letih, lesu dan tidak
aktif beraktifitas atau sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan
makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan facies Cooley, conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesaran lien
dan atau hepar.
Terapi thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi(khelasi),
splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek
samping tertentu sehingga diperlukan pertimbangan secara seksama. Konseling mengenai
thalassemia sangat diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap penderita.
23
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Manzon VS. The Anaemia Coming From The Sea. Available at:
http://eaa.elte.hu/Manzon.pdf. Accessed on 25th July 2013
2. Galanello R, Origa R. Beta-thalassemia. Orphanet Journal of Rare Diseases 2010, 5:11
3. Harteveld CL, Higgs DR. α-Thalassemia. Orphanet Journal of Rare Diseases 2010; 5:13
4. Rund D, Rachmilewitz E. β-Thalassemia. N Engl J Med 2005; 353:1135-1146
5. Takeshita K. Beta Thalassemia. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview#awaab6b2b2aa. Accessed on
25 th July 2013.
6. Licthman MA, Beutler E, Selighson U, Kaushansky K, Kipps TO. Williams Hematology.
7th Ed. New York: Mc GrawHill Medical; 2010. p. 900-10
7. Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders Current Diagnosis and Treatment in
Pediatrics. 18th Ed. New York: McGraw Hill Publishing Division; 2007.p. 841-5
8. Yaish HM. Thalassemia: Differential Diagnose & Work Up. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis. Accessed on 25th July 2013
24