referat septinna kurnia.d (epilepsy in pregnancy)

46
BAB I PENDAHULUAN Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai di dunia, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita. Penduduk Indonesia saat ini sekitar 220 juta akan ditemukan antara 1,1 sampai 4,4 juta penderita penyandang epilepsi. Sedangkan dari semua wanita hamil didapatkan antara 0,3%-0,5% penyandang epilepsi dan 40% masih dalam usia reproduksi (1,2). Kehamilan pada wanita penyandang epilepsi sampai saat ini masih dianggap sebagai kehamilan resiko tinggi, dikarenakan adanya pengaruh yang kurang baik dari epilepsi terhadap kehamilan dan sebaliknya serta pengaruh obat anti epilepsi terhadap janin (2). Sekitar 25%-33,3% serangan epilepsi akan meningkat selama hamil, dengan beberapa kemungkinan komplikasi- komplikasi pada saat kehamilan, persalinan dan pada janin (3). Beberapa penelitian epidemiologik juga menemukan bayi dari ibu yang menderita epilepsi mengalami cacat lahir sekitar dua sampai tiga kali lipat dibanding populasi umum (4). Dalam menghadapi kehamilan resiko tinggi seperti ini maka ibu hamil dengan epilepsi sebaiknya dibutuhkan penanganan secara terpadu antara ahli kebidanan dan 1

Upload: neeya-kadey

Post on 03-Jul-2015

266 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai di

dunia, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita. Penduduk

Indonesia saat ini sekitar 220 juta akan ditemukan antara 1,1 sampai 4,4 juta

penderita penyandang epilepsi. Sedangkan dari semua wanita hamil didapatkan

antara 0,3%-0,5% penyandang epilepsi dan 40% masih dalam usia reproduksi

(1,2).

Kehamilan pada wanita penyandang epilepsi sampai saat ini masih

dianggap sebagai kehamilan resiko tinggi, dikarenakan adanya pengaruh yang

kurang baik dari epilepsi terhadap kehamilan dan sebaliknya serta pengaruh obat

anti epilepsi terhadap janin (2). Sekitar 25%-33,3% serangan epilepsi akan

meningkat selama hamil, dengan beberapa kemungkinan komplikasi-komplikasi

pada saat kehamilan, persalinan dan pada janin (3). Beberapa penelitian

epidemiologik juga menemukan bayi dari ibu yang menderita epilepsi mengalami

cacat lahir sekitar dua sampai tiga kali lipat dibanding populasi umum (4).

Dalam menghadapi kehamilan resiko tinggi seperti ini maka ibu hamil

dengan epilepsi sebaiknya dibutuhkan penanganan secara terpadu antara ahli

kebidanan dan ahli saraf agar dapat bebas dari serangan epileptik, serta ahli anak

untuk memantau adanya gangguan perkembangan dan kelainan kongenital.

Mengacu pada bahasan di atas, perempuan hamil dengan epilepsi

dihadapkan pada kondisi yang unik. Satu sisi, kehamilannya mempunyai risiko

untuk meningkatkan serangan, di sisi lain penggunaan OAE umumnya

mempunyai efek teratogenik. Penanganan epilepsi pada perempuan hamil perlu

direncanakan secara cermat. Oleh karena itu, penulis tertarik membahas lebih

lanjut mengenai epilepsi, pengaruh antara epilepsi dengan kehamilan, efek

1

Page 2: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

samping obat antiepilepsi pada janin dan penanganan ibu hamil penyandang

epilepsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

‘Kejang’ (seizure) didefinisikan sebagai gangguan paroksismal susunan

saraf pusat yang ditandai dengan lepas muatan (discharge) neuron yang

abnormal dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. Sedangkan, ‘epilepsi’

didefinisikan sebagai keadaan yang ditandai dengan kecenderungan untuk

mengalami kejang berulang dua kali atau lebih yang tidak dipicu oleh

gangguan terdekat yang diketahui. Definisi ini menyingkirkan kejang akibat

gangguan metabolisme sistemik atau kelainan akut susunan saraf pusat (5).

Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan

sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan

cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut

sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran,

gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif),

gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis).

Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang

epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenallah bermacam jenis epilepsi.

2

Page 3: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

B. ETIOLOGI

Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di

otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan

sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan

sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital,

lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik.

Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum

diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome (6).

Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan

4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka

kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30% (7).

Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti

hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan

kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron,

ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan

terjadinya serangan epilepsi (8,9,10).

C. KLASIFIKASI

International League Against Epilepsy (ILAE) menetapkan klasifikasi epilepsi

berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):

1. Serangan parsial

a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)

3

Page 4: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

- Dengan gejala motorik

- Dengan gejala sensorik

- Dengan gejala otonom

- Dengan gejala psikis

b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)

- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran

- Gangguan kesadaran saat awal serangan

c. Serangan umum sederhana

- Parsial sederhana menjadi tonik-klonik

- Parsial kompleks menjadi tonik-klonik

- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik

2. Serangan umum

a. Absens (Lena)

b. Mioklonik

c. Klonik

d. Tonik

e. Atonik (Astatik)

f. Tonik-klonik

3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang

lengkap).

4

Page 5: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Klasifikasi ILAE di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi karena

hanya ada dua kategori utama, yaitu

- Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang

terlokalisir di otak.

- Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih

luas pada kedua belahan otak.

Menurut International League Against Epilepsy, epilepsi pada kehamilan

dibagi menjadi 3 kelompok yaitu (11) :

1. Epilepsi yang telah diderita sebelum kehamilan Wanita yang

menderita epilepsi sebelum kehamilan dapat mengalami bangkitan pada

saat hamil. Hal ini disebabkan karena pengaruh perubahan hormonal,

metabolik, psikis, dan farmakokinetik OAE (obat anti epilepsi).

2. Termed Gestational Epilepsy epilepsi yang terjadi pertama kali

sewaktu masa kehamilan dan berlanjut pada kehamilan berikutnya dengan

masa bebas bangkitan di antara kehamilan.

3. Gestational Onset Epilepsy epilepsi yang terjadi pertama kali pada

masa kehamilan dan berlanjut di luar masa kehamilan.

D. PATOFISIOLOGI

5

Page 6: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling

berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik

dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter.

Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung

dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar

neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka

neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan

dalam mekanisme pengaturan ini adalah:

- Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter

- GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory

neurotransmitter.

Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat

dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah

noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida. Neurotransmiter ini

hubungannya dengan epilepsy belum jelas dan masih perlu penelitian lebih

lanjut (12).

Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls

di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa

yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada

sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan

meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari

kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang

6

Page 7: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan

epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu :

- Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang

optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan,

disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi

ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya

(lobus oksipitalis). Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi

potensial post sinaptik.

- Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi

pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron

penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu

kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi Glutamat di

otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar Glutamat pada

berbagai tempat di otak.

- Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk

mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik.

Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal,

bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus

epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis

dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama

dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.

7

Page 8: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak,

stroke, kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat

terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan

akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia,

hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-lain.

Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari

fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer

sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk

bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.

Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri,

thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge

epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari

polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan

akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat

terjadinya exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya

asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya

neuronal exhaustion.

Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis

metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan

aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus.

E. PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP EPILEPSI

8

Page 9: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Kehamilan pada wanita penyandang epilepsi tergolong mempunyai faktor

risiko tinggi. Banyak penelitian mengatakan terdapat peningkatan risiko

komplikasi obstetrik pada wanita penyandang epilepsi dibandingkan dengan

kehamilan normal. Ancaman terkait kehamilan pada wanita dengan epilepsi

adalah meningkatnya frekuensi kejang dan resiko malformasi kongenital pada

janin. Hollingworth dan Resnik mengkaji penelitian-penelitian yang mencakup

2385 kehamilan dan mendapatkan peningkatan frekuensi kejang pada 35% ,

penurunan kejang pada 15%, dan tidak ada perubahan pada 50% (5).

Wanita penyandang epilepsi yang makin sering mengalami serangan

kejang setiap bulannya sebelum hamil, frekwensi serangannya akan meningkat

selama kehamilan, sedangkan wanita penyandang epilepsi yang dalam waktu

sembilan bulan tidak pernah kejang atau hanya satu kali, tidak akan mengalami

peningkatan serangan kejang selama hamil. Penderita lebih dari dua tahun

bebas serangan maka risiko timbulnya serangan epilepsi selama hamil menurun

atau tidak timbul. Wanita penyandang epilepsi yang sering mengalami

serangan kejang umum atau fokal sebelum konsepsi akan lebih sering

mengalami serangan selama kehamilan.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih sering

terjadi pada kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit meningkat

trimester III. Meningkatnya frekwensi serangan kejang pada wanita

penyandang epilepsi selama kehamilan ini disebabkan oleh :

a. Perubahan hormonal

9

Page 10: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Kadar estrogen dan progesteron dalam plasma darah akan meningkat

secara bertahap selama kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester

ketiga. Sedangkan kadar hormon khorionik gonadotropin mencapai puncak

pada kehamilan trimester pertama yang kemudian menurun terus sampai

akhir kehamilan. Seperti diketahui bahwa serangan kejang pada epilepsi

berkaitan erat dengan rasio estrogen-progesteron, sehingga wanita

penyandang epilepsi dengan rasio estrogen-progesteron yang

meningkat akan lebih sering mengalami kejang dibandingkan dengan

yang rasionya menurun. Kerja hormon estrogen adalah menghambat

transmisi GABA (dengan merusak enzim glutamat dekarboksilase).

Sedangkan kita ketahui bahwa GABA merupakan neurotransmiter

inhibitorik, sehingga nilai ambang kejang makin rendah dengan akibat

peningkatan kepekaan untuk terjadinya serangan epilepsi.

Sebaliknya kerja hormon progesteron adalah menekan pengaruh

glutamat sehingga menurunkan kepekaan untuk terjadinya serangan

epilepsi. Progesteron yang bersifat antiepileptik akan meningkat pada fase

luteal dalam siklus menstruasi sehingga pada masa itu frekuensi bangkitan

akan turun.

b. Perubahan metabolik

Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi, dengan akibat filtrasi

glomerulus berkurang sehingga terjadi retensi cairan serta edema, akibatnya

kadar obat dalam plasma akan menurun. Retensi cairan yang terjadi

10

Page 11: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

menyebabkan hiponatremi. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan

parsial dari sodium pump yang mengakibatkan peninggian eksitabilitas

neuron dan mempresipitasi bangkitan.

Adanya kenaikan berat badan pada wanita hamil yang disebabkan

retensi air dan garam serta perubahan metabolik seperti terjadinya

perubahan metabolisme di hepar juga dapat mengganggu metabolisme obat

anti epilepsi (terutama proses eliminasi), terjadinya alkalosis respiratorik

dan hipomagnesemia. Keadaan ini dapat menimbulkan kejang, meskipun

masih selalu diperdebatkan.

c. Deprivasi tidur

Wanita hamil sering mengalami kurang tidur yang disebabkan

beberapa keadaan seperti rasa mual muntah, nyeri pinggang, gerakan janin

dalam kandungan, nokturia akibat tekanan pada kandung kencing dan stress

psikis. Semuanya ini dapat meningkatkan serangan kejang.

Mual muntah yang sering pada kehamilan trimester pertama dapat

mengganggu pencernaan dan absorbsi obat anti epilepsi. Dimethicone

merupakan salah satu obat yang sering digunakan untuk hiperasiditas,

gastritis, dyspepsia, ulkus duodenal dan abdominal distention dapat

menurunkan absorbsi phenytoin sebanyak 71%. Kaolin menurunkan

absorbsi sebanyak 60% dan magnesium trisilikat efeknya tidak nyata.

Tonus lambung dan pergerakannya menurun pada kehamilan sehingga

menghambat pengosongan lambung.

11

Page 12: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

d. Perubahan farmakokinetik pada obat anti epilepsi

Penurunan kadar obat anti epilepsi ini disebabkan oleh beberapa

keadaan antara lain berkurangnya absorbsi (jarang), meningkatnya volume

distribusi, penurunan protein binding plasma, berkurangnya kadar albumin

dan meningkatnya kecepatan drug clearance pada trimester terakhir.

Penurunan serum albumin sesuai dengan bertambahnya usia gestasi

mempengaruhi kadar plasma obat anti epilepsi, sehingga obat anti epilepsi

yang terikat dengan protein berkurang dan menyebabkan peningkatan obat

anti epilepsi bebas. Namun obat anti epilepsi ini akan cepat dikeluarkan

sesuai dengan meningkatnya drug clearance yang disebabkan oleh induksi

enzim mikrosom hati akibat peningkatan hormon steroid (estrogen dan

progesteron). Pada umumnya dalam beberapa hari-minggu setelah partus

kadar obat anti epilepsi akan kembali normal.

e. Suplementasi asam folat

Penurunan asam folat (37%) dalam serum darah dapat ditemukan pada

penderita yang telah lama mendapat obat anti epilepsi, pada kehamilan

trimester ketiga menjelang partus dan pada masa puerperium bagi ibu hamil

yang sebelumnya tidak pernah mendapat suplemen asam folat. Wanita

hamil dengan epilepsi lebih mungkin menjadi anemia 11% (anemia

mikrositer), karena sebagian besar obat anti epilepsi yang dikonsumsi

berperan sebagai antagonis terhadap asam folat dan juga didapatkan

thrombositopenia.

12

Page 13: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Suplementasi asam folat dapat mengganggu metabolisme obat anti

epilepsi (phenytoin dan phenobarbital) sehingga mempengaruhi kadarnya

dalam plasma. Namun dapat dikatakan tidak sampai meningkatkan jumlah

serangan kejang.

Rendahnya asam folat selama kehamilan mempunyai risiko terjadinya

insiden abortus spontan dan anomali neonatal, gangguan

perkembangan pada bayi yang dilahirkan. Jadi walaupun terdapat sedikit

kekhawatiran terhadap pemberian asam folat namun dosis rendah minimal

0,4 mg/hari tiap hari secara teratur masih dianggap aman dan dapat

dilanjutkan selama kehamilan pada wanita penyandang epilepsi. Dosis

tinggi (4 mg/hari) diberikan pada wanita hamil yang sebelumnya melahirkan

anak dengan kelainan neural tube defect, terutama wanita yang mendapat

obat anti epilepsi asam valproat dan karbamazepin.

f. Psikologik (stres dan ansietas)

Stres dan ansietas sering berhubungan dengan peningkatan jumlah

terjadinya serangan kejang. Keadaan ini sering disertai dengan gangguan

tidur, hiperventilasi, gangguan nutrisi dan gangguan psikologik sekunder.

g. Penggunaan alkohol dan zat terlarang

Penggunaan alkohol yang berlebihan akan menginduksi enzim hati dan

menurunkan kadar plasma obat anti epilepsi (phenobarbital, phenytoin dan

karbamazepin) sehingga timbul kejang. Disamping itu intoksikasi alkohol

13

Page 14: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

mapun obat-obatan terlarang akan menyebabkan gangguan siklus tidur

normal sehingga meningkatkan frekwensi kejang.

Hal lain yang meningkatkan frekwensi serangan kejang pada wanita

penyandang epilepsi selama kehamilan adalah faktor kesengajaan

menghentikan makan obat karena takut efek obat terhadap janin yang

dikandungnya. Dari penelitian terhadap 125 wanita hamil dengan epilepsi, 27%

tidak meneruskan penggunaan obatnya dengan alasan ketakutan akan efek

samping (termasuk teratogenik) dan kekhawatiran pengaruhnya pada bayi yang

diberi ASI. Sebenarnya obat anti epilepsi di ASI jumlahnya relatif sedikit. Jadi

pada wanita penyandang epilepsi, obat anti epilepsi bukanlah kontraindikasi

untuk pemberian ASI.

F. PENGARUH EPILEPSI TERHADAP KEHAMILAN

Komplikasi serangan epilepsi pada kehamilan terjadi 1,5 sampai 4 kali, yaitu :

- perdarahan pervaginam sekitar 7%-10% pada trimester I dan III

- hiperemesis gravidarum sebagian besar akibat dosis tinggi obat anti

epilepsi

- herpes maternal ditemukan 6 kali lebih sering

- preeklampsia

- trauma fisik

- menurunnya kemampuan neuropsikologik

14

Page 15: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

- kemungkinan untuk seksio sesaria

- kematian ibu hamil sewaktu serangan kejang sangat jarang sekali (di

Inggris hanya sekitar 1 per tahun) dan penyebab kematian karena asfiksia pada

saat serangan.

G. PENGARUH EPILEPSI TERHADAP JANIN

Serangan epilepsi pada wanita hamil dapat menyebabkan kelainan

(malformasi kongenital) atau kematian pada janin. Kematian pada janin lebih

sering disebabkan saat serangan ibu hamil mengalami kecelakaan seperti

terjatuh, luka bakar dan tenggelam. Sedangkan trauma dapat menyebabkan

pecahnya selaput ketuban, persalinan prematur, infeksi.

Kejang umum tonik klonik sekali saja atau tunggal akan mempengaruhi

denyut jantung janin menjadi lambat (transient fetal bradycardia selama 20

menit), sedangkan bila kejang berulang dan berlangsung lama komplikasi

terhadap jantung menjadi lebih berat serta dapat mengganggu sirkulasi sistemik

janin sehingga bisa timbul hipoksia.

Pengaruh lainnya yang dapat dijumpai akibat kejang pada wanita hamil

yaitu keguguran 3-4 kali dari kehamilan normal, kemampuan untuk hidup janin

menurun seperti Apgar skor yang rendah, lahir mati dan kematian perinatal,

gangguan perkembangan janin (berat badan lahir rendah dan kelahiran

prematur) menjadi 2 kali lipat serta terjadi perdarahan intra kranial, dimana

15

Page 16: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

setelah dilakukan induksi persalinan ternyata bayi yang meninggal sudah

mengalami maserasi.

Bila status epileptikus timbul saat kehamilan biasanya sepertiga dari ibu-

ibu dan setengah dari janin tidak dapat diselamatkan dan harus segera diatasi

tanpa memandang kehamilannya.

H. PENGARUH EPILEPSI TERHADAP NEONATUS

Bayi lahir mati, kematian neonatal serta kematian perinatal didapatkan dua

kali lipat lebih banyak daripada populasi umum. Perdarahan pada neonatus

terjadi dalam 24 jam pertama dari awal kehidupan. Keadaan ini disebabkan

kekurangan atau defisiensi faktor pembekuan II, VII, IX dan X yang

tergantung pada vitamin K. Defisiensi vitamin K disebabkan oleh obat anti

epilepsi secara kompetitif menghambat transpostasi vitamin K melalui plasenta

dan ditambah dengan kadar vitamin K yang rendah pada kehamilan. Keadaan

ini dapat dicegah dengan memberikan vitamin K dosis tinggi pada minggu

terakhir kehamilan. Namun karena lebih sering terjadi persalinan prematur

maka vitamin K (10-20 mg/hari) ini diberikan pada 2-4 minggu terakhir.

Perdarahan neonatus harus diberi fresh frozen plasma untuk mengatasi

koagulopati.

I. PENGARUH OBAT ANTI EPILEPTIK (OAE)

a. Terhadap kehamilan

16

Page 17: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Dalam membandingkan efek samping (kematian dan anomali) ketiga

obat anti epilepsi maka yang paling kurang efek sampingnya berturut-turut

adalah phenobarbital, phenytoin dan karbamazepin.

Beberapa tindakan obastetik yang perlu dipertimbangkan akibat

pengaruh obat anti epilepsi pada kehamilan yaitu amniosintesis (trimester

II dan III) dan induksi partus. Keadaan ini disebabkan oleh partus lama,

perdarahan dan kelelahan uterus dan fisik akibat obat anti epilepsi,

sehingga akhirnya dilakukan seksio sesaria. Sebenarnya epilepsi sendiri

bukanlah suatu indikasi untuk operasi, karena kejang tonik klonik hanya

terjadi kurang dari 2% dari wanita hamil penyandang epilepsi sehingga

Hilesmaa membuat daftar indikasi seksio sesaria yaitu :

Seksio sesaria elektif

Dasar neurologik atau defek mental

Kurang kerja sama wanita penyandang epilepsi selama partus

Kejang yang sukar diatasi pada trimester III

Kejang parsial kompleks yang timbul tiap hari

Kejang tonik klonik yang timbul tiap minggu

Ada riwayat kejang hebat setelah stress fisik mental

Seksio darurat

Kejang tonik klonik selama partus

Adanya asfiksia janin

17

Page 18: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Tidak adanya kerja sama maternal

b. Terhadap neonatus

Ada dua kelompok malformasi kongenital yang dikenal yaitu :

- malformasi mayor 2%-3% (yang paling sering adalah celah orofacial,

anomali jantung dan defek pada neural tube)

- malformasi minor 15% (yang paling sering adalah hipertelorism,

lipatan epikantal, shallow philt, hipoplasia jari digital dan lipatan

simian). Hanya saja dikatakan defek neural tube (terutama spina bifida

lumbosakral) yang diakibatkan asam valproat (1%-2%) lebih banyak

daripada karbamazepin (0,5%).39 Oleh karena itu ada yang

menyarankan agar dosis yang digunakan diturunkan pada wanita

hamil penyandang epilepsi.

Obat Dosis Masa rentan,

Post konsepsi

Jenis anomali yangmungkin timbul

Carbamazepin Terapeutik,

Kronik

Organogenesis

( 18 – 60 hari )

Facial dysmorphism, sama seperti

yang terlihat pada pemakaian

Oxazolidine–2,4 diones, spina bifida,

hipoplasi falang distal,keterlambatan

pertumbuhan dan

perkembangan

Phenytoin / Terapeutik, Organogenesis Sindroma fetal hidantoin, hipoplasi

18

Page 19: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Fosphenytoin Kronik ( 18 – 60 hari ) kuku dan phalang distal, okular

hipertelorisme, batang hidung rata,

celah bibir/palatum, cacat jantung

kongenital, mikrosefali,

perkembangan lambat

Asam

valproat

Terapeutik,

Kronik

Organogenesis

( 18 – 60 hari )

Brachisefali dengan dahi yang tinggi,

shallow orbits,okular hipertelorisme,

hidung dan mulut kecil, telinga letak

rendah, jari dan jempol dempet, kuku

jari hiper konvek, septo optik displasi,

celah bibir/palatum, kelainan anggota

gerak bawah, keterlambatan tumbuh

kembang,mikrosefali, spina bifida,

anomali traktus UG dan repirastorius,

kraniosinotosis, autisme.

Phenobarbital Terapeutik,

Kronik

Organogenesis

( 18 – 60 hari )

Celah wajah, kelainan jantung

kongenital, fasial dismorfisme dan

hipoplasi kuku seperti yang terlihat

pada penggunaan Oxazolidine–2,4

diones, neonatus withdrawal, ketidak

mampuan belajar, retardasi mental

19

Page 20: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Clonazepam Terapeutik,

Kronik

Organogenesis

( 18 – 60 hari )

Anomali kongenital dilaporkan pada

13% bayi dari ibu yangmengkonsumsi

clonazepam kom binasi dgn OAE lain.

Tidak ada pola anomali yang tetap.

Pada satu penelitian, ditemukan

kraniofasial atau digital embriopati

antikonvul san pada bayi dari ibu yang

menkonsumsi clonazepam kombinasi

dengan primidone

Primodon Terapeutik,

Kronik

Organogenesis

( 18 – 60 hari )

Hirsute forehead, thick nasal root,

fasial dismorfisme dan hipoplasi kuku

sama seperti pada pemakaian

Oxazolidine–2,4 diones,cacat jantung

kongenital, perkembangan lambat

Oxazolidine –

2,4 diones (tri

Terapeutik,

Kronik

Organogenesis

( 18 – 60 hari )

Pertumbuhan lambat, mikrosefali,

celah bibir / palatum,

J. PENANGANAN KEHAMILAN DENGAN EPILEPSI

a. Pemberian OAE

Hingga saat ini, belum ada penelitian prospektif, terkendali komparatif

yang mengindikasikan bahwa OAE mana yang paling aman selama

kehamilan. Terjadinya cacat lahir ini selain bergantung pada jenis dan dosis

obat OAE, lama dan waktu serta cara pemberiannya, juga dipengaruhi oleh

20

Page 21: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

faktor genetik, beratnya epilepsi yang diderita ibu, atau kombinasi dari

berbagai faktor tersebut.

Penovich et al. (2004) merekomendasikan penggunaan OAE dalam

kehamilan :

1. Gunakan monoterapi dengan OAE yang dipilih untuk sindrom atau tipe

bangkitan.

2. Gunakan dosis yang paling rendah yang diperlukan untuk

mengendalikan bangkitan dengan optimal.

3. Hindari kadar puncak yang tinggi dengan membagi dosis harian total ke

dalam dosis multipel yang lebih kecil.

4. Ada bukti bahwa sediaan extendedrelease mungkin lebih aman selama

kehamilan.

5. Periksa kadar obat total dan bebas setiap bulan.

b. Pemberian Asam Folat

Pada trimester pertama kehamilan, folat sangat penting dalam mencegah

cacat bawaan, khususnya NTD. Neural tube defect adalah salah satu dari

malformasi yang terjadi lebih sering pada wanita dengan pengobatan

antiepileptik, khususnya dengan sodium valproat. Telah diketahui dengan

jelas bahwa asam folat prakonsepsi (dengan dosis 4-5 mg/hari) efektif

dalam mengurangi risiko neural tube defect diantara ibu dengan risiko

tinggi karena memiliki anak yang dengan kondisi tersebut sebelumnya.

Tetapi penelitian yang menunjukkan sebuah efek protektif dari suplemen

folat pada wanita dengan epilepsi masih kurang. Dosis optimal asam folat

belum diketahui secara pasti. Untuk perempuan yang tidak mengalami

defisiensi asam folat cukup diberi 1 mg/hari. Apabila terbukti ada defisiensi

asam folat maka kepada penderita perlu diberi asam folat dengan dosis

yang lebih tinggi, dapat diberikan sampai 4 mg/hari.

c. Pemberian Vitamin K

21

Page 22: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Bayi dari ibu yang mendapatkan pengobatan dengan OAE tertentu

(karbamazepin, fenitoin, primidon, fenobarbiton) memiliki risiko yang

lebih tinggi untuk mengalami perdarahan pada neonatus yang disebabkan

defisiensi faktor penjendalan yang tergantung pada vitamin K. Ibu dengan

obat ini harus mendapatkan penanganan profilaksis dengan vitamin K

(Konakion) 20 mg oral per hari dari usia kehamilan 36 minggu hingga

persalinan dan bayi mereka harus mendapatkan vitamin K 1 mg

intramuskuler pada saat kelahiran.

d. Persalinan dan Menyusui

Persalinan adalah waktu dimana terjadi peningkatan risiko baik untuk ibu

maupun janin. Bangkitan relatif mungkin terjadi selama persalinan dengan

akibat risiko pada janin karena anoksia. Persalinan harus dilakukan di

klinik atau rumah sakit dengan fasilitas untuk perawatan epilepsi dan unit

perawatan intensif untuk neonatus. Selama persalinan, OAE harus tetap

diberikan; apabila perlu maka dapat diberi dosis tambahan dan/atau obat

penetral terutama apabila terjadi partus lama. Banyak perempuan

penyandang epilepsi yang mampu menyusui anaknya secara baik. Kadar

OAE ditentukan oleh kadar obat dalam plasma dan tingkat terikatnya obat

oleh protein. Makin tinggi tingkat keterikatan oleh protein maka kadar obat

dalam ASI semakin rendah.

Kadar kandungan Obat Anti Epilepsi dalam Air Susu Ibu :

22

Page 23: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Mengingat banyaknya efek samping obat anti epilepsi dan komplikasi pada

kehamilan, maka penanganan kehamilan dengan epilepsi meliputi :

a. Pemeriksaan kadar obat anti epilepsi.

Kadar obat anti epilepsi dalam darah sebaiknya selalu dikontrol setiap bulan

sebelum terjadinya kehamilan sehingga penyesuaian dosis pada saat

kehamilan bisa dilakukan.

b. Penyuluhan pada wanita penyandang epilepsi usia remaja sebelum konsepsi

mengenai:

o Risiko akibat timbulnya serangan selama kehamilan seperti perdarahan,

eklampsia dan prematuritas.

o Risiko obat anti epilepsi pada janin, yaitu timbulnya malformasi dan

gangguan perkembangan.

o Risiko timbulnya serangan kejang pada anak (kejang neonatal, kejang

tanpa demam dan epilepsi), termasuk adanya prediposisi genetik pada

bayi bila orang tuanya menderita epilepsi.

c. Masa Pra Konsepsi

o Melakukan evaluasi terhadap kontrasepsi KB yang dipergunakan

o Melakukan evaluasi terhadap obat anti epilepsi yang dipergunakan.

o Melakukan evaluasi kembali mengenai diagnosis epilepsinya atau bukan

epilepsi (kejang nonepilepsi, sinkop atau suatu sindroma lain).

o Mencoba menghentikan obat anti epilepsi pada yang telah bebas kejang

2-3 tahun.

23

Page 24: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

o Berusaha menggunakan monoterapi dengan dosis terendah yang efektif,

bila memungkinkan merubah dari politerapi ke monoterapi serta

ditambah multivitamin dengan suplementasi asam folat. Asam folat harus

diberikan minimal 4 minggu sebelum konsepsi. Bila terdapat riwayat

neural tube defect dalam keluarga maka valproat dan karbamazepin

sebaiknya dihindari.

d. Masa Post Konsepsi

o Berikan cukup perhatian terhadap semua keluhan dan anjurkan istirahat

yang cukup, karena kedua faktor ini sering menimbulkan peningkatan

atau kambuhnya serangan.

o Jangan menghentikan atau mengganti obat anti epilepsi tanpa

sepengetahuan dokter.

o Mengukur kadar obat anti epilepsi bebas setiap trimester untuk

menyesuaikan dosis obat, terutama pada bulan terakhir dan menjelang

persalinan untuk mencegah timbulnya kejang pada waktu bersalin.

Selanjutnya pemeriksaan obat anti epilepsi ini harus diikuti sampai

minggu ke-8 postpartum karena kadarnya dapat meningkat dan

menimbulkan toksisitas.

o Pemeriksaan USG untuk deteksi adanya kelainan janin (spina bifida,

defek jantung atau ekstremitas).

24

Page 25: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

o Vitamin K (20 mg/hari) harus diberikan 3 minggu sebelum masa

persalinan sampai persalinan untuk mencegah perdarahan pada

neonatal.

e. Masa Post Partum

o Dokter spesialis anak atau saraf anak yang mengobservasi harus

waspada terhadap timbulnya perdarahan neonatus dan gejala drug

withdrawal terutama pada ibu yang minum phenobarbital. Lalu

dilakukan evaluasi terhadap kemungkinan adanya gangguan

perkembangan, terutama pada anak yang ibunya menderita epilepsi

yang sukar diatasi.

o Pada umumnya ibu dapat menyusui bayinya namun bila terlihat efek

sedasi, gangguan minum dan menurunnya berat badan bayi maka

dianjurkan untuk memperpendek pemberian ASI tersebut. Penghentian

obat anti epilepsi jangan berlangsung mendadak karena dapat

menimbulkan kejang pada neonatal.

BAB III

KESIMPULAN

25

Page 26: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Sebagian besar perempuan dengan epilepsi saat ini dapat memiliki dan

membesarkan anak yang normal dan sehat, tetapi kehamilan mereka memiliki

peningkatan risiko untuk komplikasi. Kehamilan dapat menyebabkan peningkatan

frekuensi bangkitan pada beberapa perempuan dengan epilepsi. Bangkitan epilepsi

maternal dan paparan obat antiepilepsi in utero dapat meningkatkan risiko

terjadinya outcome yang merugikan pada anak yang dilahirkan dari ibu dengan

epilepsi. Outcome ini termasuk fetal loss dan kematian perinatal, malformasi dan

anomali kongenital, perdarahan neonatal, berat badan lahir rendah, keterlambatan

perkembangan, dan epilepsi masa kanak-kanak.

Penatalaksanaan epilepsi pada kehamilan meliputi pentalaksanaan

konsultasi dan edukasi prakonsepsi, pemilihan OAE sebelum dan selama

kehamilan, ANC dan pemberian supemen Folat dan Vit K, persalinan dan post

partum (menyusui).

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 27: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

1. Yerby MS, Devinsky O. Epilepsy and pregnancy, Neurological Complications

of pregnancy Ed. By Devinsky O. Raven Press, New York, 1994:45-63

2. Yerby MS, Leavitt A, Erickson BS, et. al. Antiepileptics and the development

of congenital anomalies. Neurology, 1992; 42: 132-140

5. Cunningham, F.G., Gant, Norman F. Leveno, Kenneth J. 2006. Obstetri

Williams Volume 1 edisi 21. Jakarta : EGC.

6. Pedoman Tata Laksana Epilepsi. Kelompok studi epilepsi Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) 2003.

7. Gram L, Dam M. Epilepsy explained. 1st edition. Munksgaard, Copenhagen,

1995: 30-31

8. Morrell MJ. Epilepsy in women : The Science why it is special. Neurology,

1999; 53: 542-548

9. Morrell MJ. Guidelines for the care of women with epilepsy. Neurology,

1998;51:S21-S26

10. Wodley CS., Schwatzkroin PA. Hormonal effects on the brain. Epilepsia,

1998; 39: S2-S8

11. Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George

Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr. Yuda

Turana, SpS.

27

Page 28: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

12. Cotman CW, et. al. Excitatory Aminocid neurotransmission. In: Bloom, FE &

Kupfer DJ: Psychopharmacology. The fourth generation of progress. Raven

Press, New York, 1995: 75-85

Referat

EPILEPSI PADA KEHAMILAN

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Kandungan dan Kebidanan

Oleh :

SEPTINNA KURNIA DEWI

J 500 050 037

28

Page 29: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Pembimbing :

dr. SUTIYONO, Sp.OG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2011

Lembar Pengesahan

Referat

EPILEPSI PADA KEHAMILAN

Diajukan Oleh :

Septinna Kurnia Dewi, S.Ked

J 500 050 037

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari …….., …. 30 April 2011

Pembimbing :

dr. Sutiyono, Sp.OG (..................................)

Dipresentasikan di hadapan :

dr. Sutiyono, Sp.OG (..................................)

29

Page 30: Referat Septinna Kurnia.D (Epilepsy in Pregnancy)

Disahkan Ketua Program Profesi :

dr. Yuni Prasetyo Kurniati, M. Kes (..................................)

30