referat periapendikular infiltrat

17
BAB I PENDAHULUAN Periapendikular Infiltrat adalah merupakan suatu keadaan menutupnya apendiks dengan omentum, usus halus, atau adeneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler. Periapendisistis infiltrat adalah suatu peradangan yang disertai adanya pembesaran pada apendiks periformis yang merupakan asaserbasi dari proses peradangan akut, yang belum tertangani secara adekuat. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif. 1

Upload: georgius-rudolf-alponso

Post on 04-Oct-2015

1.051 views

Category:

Documents


128 download

DESCRIPTION

Referat Periapendikular Infiltrat

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Periapendikular Infiltrat adalah merupakan suatu keadaan menutupnya apendiks dengan omentum, usus halus, atau adeneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler. Periapendisistis infiltrat adalah suatu peradangan yang disertai adanya pembesaran pada apendiks periformis yang merupakan asaserbasi dari proses peradangan akut, yang belum tertangani secara adekuat. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISIPeriapendikular Infiltrat adalah merupakan suatu keadaan menutupnya apendiks dengan omentum, usus halus, atau adeneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler.Periapendisistis infiltrat adalah suatu peradangan yang disertai adanya pembesaran pada apendiks periformis yang merupakan asaserbasi dari proses peradangan akut, yang belum tertangani secara adekuat.Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendical mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

2.2. ETIOLOGIObstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture.Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.

2.3. PATOGENESIS

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.2.4. DIAGNOSIS

a. Gambaran KlinisAdanya keluhan appendiksitis akut meliputi: Kurang enak ulu hati/ daerah pusat, mungkin kolik, nyeri tekan kanan bawah (rangsaganan automik) nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan muntah, rangsangan peritoneum lokal (somatik), nyeri pada gerak aktif dan pasif, defans muskuler, takikardia, mulai toksik, leukositosis, demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik, massa perut kanan bawah, jika berhasil membentuk perdindingan keadaan umum berangsur membaik, demam remiten, massa mulai mengecil bahkan menghilang.

b. Pemeriksaan Fisik Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5(C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1(C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal Touche) sebagai massa yang hangat. Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri.

Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.Pemeriksaan Radiologi, foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik.

Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon.5 Tetapi untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.3

d. Skor Alvarado

Gejala dan tandaSkor

Nyeri berpindah

Anoreksi

Mual dan muntah

Nyeri fossa iliaca dextra

Nyeri lepas

Peningkatan suhu > 37,3C

Jumlah leukosit >10.000

Jumlah neutrofil > 75%1

1

1

2

1

1

2

1

Keterangan :

< 7 : kronis

4-7 : observasi

>7: Akut

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:

keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi

pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis

laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan :

keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.2.5. PENATALAKSANAAN

a. Konservatif

Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Pada periapendikuler infiltrat dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, terlebih jika masa apendik telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan awal. Terapi konservatif meliputi : Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi. Diet lunak bubur saring.

Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.b. Operatif

Massa periapendikular yang masih bebas. Bila sudah tidak demam, masa periapendikuler hilang dan leukosit normal. Masa apendik dengan proses radang yang masih aktif. Pembedahan dilakukan segera jika dalam perawatan terjadi abses baik dengan ataupun tanpa peritonitis umum. c. Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang:

LED

Jumlah leukosit

Massa

d. Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila:

Anamesa: penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler).

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat.

Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.

Laboratorium: LED kurang dari 20, Leukosit normal.

e. Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat:

Bila LED telah menurun kurang dari 40.

Tidak didapatkan leukositosis.

Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.

f. Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa:

Apakah penderita sudah bed rest total.

Pemberian makanan penderita

Pemakaian antibiotik penderita.

g. Kemungkinan adanya sebab lain:

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.

Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.

2.6. PENCEGAHAN

Pencegahan pada apendisitis infiltrat yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi atau peradangan pada lumen apendik atau dengan penanganan secara tuntas pada penderita apendisitis akut. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi serat. Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendisitis dan apendisitis infiltrat meminimalkan resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.

2.7. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah:

Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali.

Nadi semakin cepat.

Defance Muskular yang menyeluruh

Bising usus berkurang

Distensi abdomenAkibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya:

Pelvic Abscess

Subphrenic absess

Intra peritoneal abses lokal.

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006. Appendix Mass. GP Note Book http://www.gpnotebook.co.uh/cache/1738145813.htm

Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR. Surabaya.

Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines. http://www.patholoyoutlines.com

Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services. National Institute of Health. NIH Publication No. 044547.June 2004 www.digestive.niddk.nih.govDe Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.

Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.

Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis: Review and Update. The American Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas http://www.aafg.orgHugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15. www.emedmag.com

Lugo,.V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23 No.03 September 2004. http://home.coqui.net/titolugo/PSU23304.PDF#search=periappendiceal %20 mass

Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.

Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication.PAGE 1