referat pengelolaan preoperatif

20
BAB I Latar Belakang Preoperatif merupakan fase dimana dimulainya keputusan untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Pengelolaan preoperatif sebaiknya dilakukan untuk memantapkan hubungan dokter dengan pasien. Penting untuk mendapatkan riwayat penyakit pasien dan melakukan pemeriksaan yang benar untuk menilai kesehatan medis dan surgikal pasien, khususnya untuk menilai derajat berat suatu penyakit sistemik dan resiko morbiditas perioperatif. Untuk kasus-kasus elektif, kita harus dapat memanfaatkan kesempatan untuk mengoptimalkan kondisi medis pasien untuk meminimalisasi morbiditas perioperatif. Pasien sebaiknya diberi penjelasan yang singkat dan tepat mengenai prosedur dan resikonya, menjawab pertanyaan mereka dan diharapkan dapat mengurangi ketakutan dan kecemasan mereka tujuannya adalah untuk menyampaikan informasi yang benar dengan cara yang menenangkan. Jika perlu dapat diresepkan medikasi preoperatif. Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan

Upload: ghini-meriza

Post on 29-Dec-2015

127 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: referat pengelolaan preoperatif

BAB I

Latar Belakang

Preoperatif merupakan fase dimana dimulainya keputusan untuk menjalani

operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja

operasi. Pengelolaan preoperatif sebaiknya dilakukan untuk memantapkan

hubungan dokter dengan pasien. Penting untuk mendapatkan riwayat penyakit

pasien dan melakukan pemeriksaan yang benar untuk menilai kesehatan medis

dan surgikal pasien, khususnya untuk menilai derajat berat suatu penyakit

sistemik dan resiko morbiditas perioperatif. Untuk kasus-kasus elektif, kita harus

dapat memanfaatkan kesempatan untuk mengoptimalkan kondisi medis pasien

untuk meminimalisasi morbiditas perioperatif. Pasien sebaiknya diberi penjelasan

yang singkat dan tepat mengenai prosedur dan resikonya, menjawab pertanyaan

mereka dan diharapkan dapat mengurangi ketakutan dan kecemasan mereka

tujuannya adalah untuk menyampaikan informasi yang benar dengan cara yang menenangkan.

Jika perlu dapat diresepkan medikasi preoperatif.

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi

hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan

membahayakan bagi pasien. Seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan

sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan

yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur asing yang

harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala

macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan.

Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan

yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait, di

samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif. Ada 3 faktor

penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan

yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien

merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tindakan

pembedahan adalah hal yang baik atau benar. Tetapi bagi pasien sendiri

pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah

Page 2: referat pengelolaan preoperatif

mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah penting untuk

melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif.

Tujuan evaluasi preoperatif sendiri adalah untuk mendapatkan informasi

yang tepat sesuai kondisi pasien saat ini, riwayat medis sebelumnya,

menyimpulkan resiko intraoperatif dan optimalisasi medis yang dibutuhkan.

Penyakit dasar, komplikasi, serta sindrom yang diderita dapat mempengaruhi

penanganan preoperatif anestesi, sehingga dokter anestesi harus memahami

berbagai aspek pengetahuan klinis bidang penyakit dalam.

Penderita memerlukan diagnosa preoperatif, pemeriksaan laboratorium yang

sesuai dengan riwayat penyakitnya, rencana tindakan bedah, dan kemungkinan

banyaknya kehilangan darah selama operasi. Edukasi preoperatif dan diskusi

pribadi pasien dengan dokter anestesi, dapat menurunkan kecemasan dan

ketakutan pasien tentang proses anestesi preoperatif. Dengan melakukan evaluasi

klinis, evaluasi analisa preoperatif dapat meningkatkan efisiensi kamar bedah,

menurunkan pembatalan dan keterlambatan jadwal hari pembedahan, mengurangi

biaya rawatan, dan meningkatkan kualitas rawat pasien.

Tujuan utama dari evaluasi preoperatif adalah untuk menekan angka

morbiditas atau mortalitas sehingga komplikasi dari tindakan anestesi dapat

dicegah. Evaluasi preoperatif meliputi semua pemeriksaan yang dilakukan

sebelum anestesi yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

Page 3: referat pengelolaan preoperatif

BAB II

PEMBAHASAN

Pengelolaan Pre-operatif

A. Informed Concent Informed Concent merupakan proses komunikasi antara dokter dan

pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter

terhadap pasien. Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan formulir

Informed Consent secara tertulis. Hal ini didasari atas hak seorang pasien

atas segala sesuatu yang terjadi pada tubuhnya serta tugas utama dokter

dalam melakukan penyembuhan terhadap pasien. Tujuan pemberian

informasi secara lengkap mengenai penyakit serta tindakan medis yang

akan dilakukan adalah agar pasien bisa menentukan sendiri keputusannya

sesuai dengan pilihannya sendiri.

B. Anamnesa

Anamnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau

melalui keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :

1. Identifikasi pasien, misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan, dll. 

2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat

menjadi penyulit dalam anesthesia, antara lain penyakit alergi, diabetes

mellitus, penyakit paru kronik (asma bronchial, pneumonia, bronchitis),

penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,

dekompensasi kordis), penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese,

plegi, dll), penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit ganguan perdarahan

(riwayat perdarahan memanjang).

3. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin

menimbulkan intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat

anestetik. Misalnya, obat anti hipertensi, obat-obat antidiabetik, antibiotik

golongan aminoglikosida, obat penyakit jantung (seperti digitalis, diuretika),

monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan

Page 4: referat pengelolaan preoperatif

medikasi selama periode sebelum anestesi tergantung dari beratnya penyakit

dasarnya. Biasanya obat tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi

preparat dengan masa kerja lebih singkat atau dihentikan untuk sementara

waktu. Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan

sampai waktu untuk dilakukan pembedahan.

4. Alergi dan reaksi obat.

Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan kurangnya

dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai. Beratnya

berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam

kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi

obat-obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan

penjelasan tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius, termasuk

reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat

penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal

dengan antihistamin, atau kortikosteroid.

5. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa

kali dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu

seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.

6. Riwayat keluarga.

Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada keluarga yang

lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya

ditanyakan tentang kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan,

pemeriksaan kehamilan preoperative merupakan suatu indikasi.

7. Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti

perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi

karena merangasang batuk, sekresi jalan napas yang banyak, memicu

atelektasis dan pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal

24 jam sebelumnya untuk menghindari adanya CO dalam darah. Pecandu

alkohol umumnya resisten terhadap obat-obat anestesi khususnya golongan

barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis hepatic. Meminum obat-

obat penenang atau narkotik.

Page 5: referat pengelolaan preoperatif

8. Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi). Untuk kasus

elektif pasien diharuskan puasa 12 jam sebelum di lakukan anatesi dengan

tujuan untuk mencegah risiko aspirasi.

C. Pemeriksaan Fisik

Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-

paru dan pemeriksaan neurologik. Jika ingin melaksanakan teknik anestesi

regional maka perlu dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung.

Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :

1. Keadaan umum : gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi, obesitas.

2. Tanda-tanda vital

Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik

dan pengeluaran urine yang adekuat selama operasi.

Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai

(perbedaan bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai

penyakit aorta thoracic atau cabang-cabang besarnya).

Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi)

dan jumlah denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien

dengan pemberian beta blok dan cepat pada pasien dengan demam,

regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien yang cemas dan dehidrasi

sering mempunyai denyut nadi yang cepat tetapi lemah.

Respirasi diobservasi mengenai frekuensi pernapasannya,

dalamnya dan pola pernapasannya selama istirahat.

Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).

Visual Aanalog Scale (VAS).

Skala untuk menilai tingkat nyeri

3. Kepala dan leher 

Page 6: referat pengelolaan preoperatif

Mata : anemis, ikterik, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek

cahaya).

Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan.

Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan

pada gigi, kelainan ortodontik lainnya.

Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut … jari),

Pergerakan (baik/kurang baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu

kecil.

Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan

Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor,

pergerakan leher (mobilitas sendi servical) pada fleksi ektensi dan

ritasi, trakea (deviasi), karotik bruit, kelenjar getah bening. Dalam

prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T (Teet, Tongue,

Temporo mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD,

Tumor, Trakea)

4. Thoraks

Jantung. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising

katup), irama gallop atau perikardial rub.

Paru-paru.

Inspeksi Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest,

pectus excavatum, kifosis, skoliosis)

Frekuensi (bradipnue/takipnue) Sifat

pernafasan ( torakal, torako

abdominal/abdominal torako), irama

pernafasan (reguler/ireguler, cheyne stokes,

biot), Sputum (purulen, pink frothy),

Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak,

sindroma pancoas)

Palpasi Vocal fremitus (normal, mengeras, melemah)

Auskulatasi  Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial,

bronkovesikuler, amporik), bunyi nafas

Page 7: referat pengelolaan preoperatif

tambahan (ronchi kering/ wheezing, ronchi

basah/rales, bunyi gesekan pleura,

hippocrates succussion.

Perkusi Sonor, hipersonor, pekak, redup.

5. Abdomen 

Pristaltik (kesan normal/meningkat/menurun), hati dan limpa

(teraba/tidak, batas, ukuran, per-mukaan), distensi, massa atau asites

(dapat menjadi predisposisi untuk regurgitasi).

6. Urogenitalia.

Kateter (terpasang/tidak), urin [volume : cukup (0,5-1 cc/jam),

anuria (< 20 cc/24 jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria

(> 2500 cc/24 jam)], kualitas (BJ, sedimen), tanda-tanda sumbatan saluran

kemih (seperti kolik renal).

7. Muskulo Skletal

Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik /kelemahan otot

(parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot).

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin preoperatif sekarang diminimalisasi,

pemeriksaan tersebut sudah seharusnya disesuaikan dengan keadaan masing-

masing pasien.

The National  Institute for Clinical Excellence telah membuat pedoman

dan sebagian besar rumah sakit memiliki versi pedoman ini sendiri-sendiri.

Hal-hal berikut inilah yang harus dijadikan sebagai pedoman.

1. Hemoglobin.

Pasien yang sehat yang akan menjalani pembedahan elektif dengan

perkiraan kehilangan darah < 10% dari total volume darah tidak

memerlukan penilaian hemoglobin. Penilaian Hemoglobin diperlukan pada

neonatus < 6 bulan, wanita > 50 tahun, pria > 65 tahun, penyakit Sickle

Cell, malignansi, kelainan hematologis, kehilangan darah preoperative,

trauma, malnutrisi, penyakit sistemik lainnya dan ASA 3 atau di atasnya.

Page 8: referat pengelolaan preoperatif

2. Ureum dan elektrolit

Tidak diindikasikan pada pasien sehat yang akan menjalani operasi

elektif. Diindikasikan pada pasien > 65 tahun, penyakit ginjal, diabetes,

hipertensi, penyakit jantung iskemik/vaskuler, penyakit liver. Pasien yang

dalam pengobatan digoksin, diuretik, steroid, ACE inhibitor dan agen anti

aritmia. Koreksi kelainan elektrolit yang cepat sebaliknya dapat membuat

pasien yang stabil menjadi bermasalah, seperti demielinisasi pontin sentral

saat koreksi hiponatremi, dan aritmia pada saat koreksi hipokalemia. Bila

mungkin, operasi seharusnya ditunda dan kelainan elektrolit dikoreksi secara

perlahan-lahan (kuranglebih 2-3 hari untuk hiponatremia).

3. Pembekuan

Diindikasan pada pasien dengan ggguan perdarahan yang sudah

diketahui atau koagulopati, pasien dengan terapi antikoagulan, tranfusi

darah saat ini menggantikan > 20% volume darah total, infus koloid atau

substansi plasma saat ini menggantikan > 20% volume darah total (volume

darah berkisar antara 70-80 ml/kg BB), memar yang diketahui sebabnya, kehilangan

darah dan atau penurunan hemoglobin yang tidak diketahui penyebabnya,

hipersplenisme, gangguan liver, gagal ginjal.

4. Elektrokardiogram

Diindikasikan pada pria > 40 atau wanita > 50, penyakit

kardiovaskuler, penyakit ginjal, diabetes, ketidakseimbangan elektrolit,

aritmia, pasien yang diterapi dengan antihipertensi, antiaritmia, dan

antiangina. Perubahan pada EKG terkini ( dalam waktu 3 bulan) harus

dianggap signifikandan perlu pemeriksaan lebih lanjut.

5. Foto rontgen thoraks

Diindikasikan pada pasien dengan penyakit dada, penyakit

kardiovaskuler yang membatasi aktivitas, perokok lama dengan gejala

penyakit dada, penyakit keganasan.

6. Pemeriksaan lain

Pemeriksaan lain mungkin diperlukan untuk penilaian lengkap

terhadap suatu penyakit yang berbahaya, efektivitas suatu pengobatan, dan

apakah pasien dalamkondisi medis optimum serta resiko-resiko lain yang ada pada

Page 9: referat pengelolaan preoperatif

pasien. Pemeriksaannya dapat meliputi test fungsi paru, analisa gas darah

(penyakit paru dengan toleransi aktivitas yang terbatas), echocardiografi

(penyakit jantung dengan indikasi fungsi terbatas), EKG (penyakit arteri

koroner dengan angina), enzim-enzim hepar (pada alkoholisme, penyakit

liver), gula darah (diabetes), fungsi endokrin (hipo/hipertiroidisme).

Beberapa pemeriksaan juga diperlukan sebagai dasar untuk

membandingkan preoperative dengan intra dan post operatif (misalnya

analisa gas darah).

E. Persiapan Preoperatif

Alasan puasa sebelum operasi yaitu untuk meminimalkan isi perut dan

adanya resiko yang berhubungan dengan regurgitasi dan aspirasi paru

setelah induksi anestesi. Meskipun puasa cukup, beberapa pasien masih beresiko

muntah dan mengalami aspirasi paru, beberapa pasien mempunyai kemampuan

pengosongan lambung yang lambat atau penurunan tonus sfingter esofagus

yang lemah. Pada operasi elektif, umumnya :

Pada orang dewasa, puasa makan makanan padat 6 jam sebelum operasi.

Mereka boleh sarapan makanan ringan jika operasi dijadwalkan

siang.

Anak dan balita puasa boleh makan atau minum susu 6 jam sebelum

operasi.

Semua pasien tidak boleh minum sejak 2 jam sebelum operasi

Bayi diperbolehkan menyusui ASI atau formula sampai 4 jam sebelum operasi.

F. Premedikasi

Adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan

melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi, diantaranya:

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

Bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi

anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakit dapat diberikan opioid,

misalnya petidin 50 mg IM.

2. Memperlancar induksi anestesia.

Page 10: referat pengelolaan preoperatif

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik.

5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.

Sering ditambah suntikan intramuscular untuk dewasa dropedirol 2,5-5 mg

atau ondansentron 2-4 mg.

6. Menciptakan amnesia.

7. Mengurangi isi cairan lambung.

8. Mengurangi reflex yang membahayakan.

G. Perencanaan Anestesi

Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan

anestesi secara umum. Secara garis besar komponen dari rencana anestesi

adalah :

1. Ringkasan tentang anamnesis pasien, dan hasil-hasil pemeriksaan fisik

sehubungan dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah,

satukan bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang digunakan oleh

dokter yang merawat.

2. Perencanaan teknik anestesi yang akan digunakan termasuk tehnik-tehnik

khusus (seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif).

3. Perencanaan penanganan nyeri post operasi bila perlu.

4. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan

di ICU).

5. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.

6. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada, informed consent, dan

pernyataan bahwa semua pertanyaan telah dijawab.

7. Klasifikasi status fisik dan penilaian singkat.

 

H. Menentukan Prognosis

Page 11: referat pengelolaan preoperatif

Pada kesimpulan evaluasi preanestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi

status fisik menurut American Society of Anestesiologist (ASA). Hal ini

merupakan ukuran umum keadaan pasien. Klasifikasi status fisik menurut

ASA adalah sebagai berikut :

ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik

selain penyakit yang akan dioperasi.

ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai

dengan sedang selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes

mellitus yang terkontrol atau hipertensi ringan.

ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang

akan dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes

mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak terkontrol.

ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam

jiwa selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial

yang berat, koma diabetikum

ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan

anestesi mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap

jauh lebih besar. Misalnya operasi pada pasien koma berat.

ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana

organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ

donor bagi yang membutuhkan.

Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E

(emergency) atau D (darurat).

BAB III

KESIMPULAN

Page 12: referat pengelolaan preoperatif

Sebelum dilakukannya anestesi dalam setiap tindakan operasi sebaiknya

dokter  anestesi melakukan evaluasi atau penilaian dan persiapan pra anestesi

pada pasien-pasien yang akan melakukan tindakan operasi.

Selain itu perlu diperhatikan pertimbangan-pertimbangan anestesi seperti

anamnesa pasien, mengetahui riwayat pasien sangatlah penting, yang termasuk

riwayat adalah indikasi prosedur operasi, informasi mengenai anestesi

sebelumnya, dan pengobatan saat ini. Pemeriksaan fisik pasien yang harus

dilakukan dengan teliti dan hati-hati tapi fokus, perhatian ekstra ditujukan untuk

evaluasi terhadap jalan napas, jantung, paru, dan pemeriksaan neurologi dan juga

dilakukan evaluasi resiko perdarahan dan thrombosis serta evaluasi jalan nafas

(mallampati). Pemeriksaan umum seperti tanda vital, kepala dan

leher, precordium, paru-paru, abdomen, ektremitas, punggung dan neurologi.

Pemeriksaan penunjang juga dilakukan jika ada indikasi tertentu yang

didapatkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik. Setelah itu baru dilakukan

pengklasifikasian status fisik pasien menggunakan  ASA (American Society of

Anaesthesiologist) yang merupakan klasifikasi yang lazim digunakan untuk

menilai status fisik pasien pra-anestesi.

REFERENSI

Page 13: referat pengelolaan preoperatif

Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan M. R. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi.

Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

FKUI.

http://id.scribd.com/doc/134562587/Tugas-Evaluasi-Anestesi-Preoperatif

http://id.scribd.com/doc/122565432/Evaluasi-Dan-Medikasi-Preoperatif

http://www.surgwiki.com/wiki/Pre-operative_management

http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0009/78669/002779.pdf

http://id.scribd.com/doc/154925826/PERSIAPAN-PREOPERATIF-

PREMEDIKASI

http://id.scribd.com/doc/184890749/EVALUASI-PREOPERATIF-ANESTESI