referat chf dalam kehamilan n case
TRANSCRIPT
PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN
I. Pendahuluan
Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan
fisiologik dan anatomik pada berbagai sistem organ yang berhubungan dengan
kehamilan akibat terjadi perubahan metabolik yang disebabkan kebutuhan janin,
plasenta, dan uterus. Perubahan yang terjadi dapat mencakup sistem
gastrointestinal, respirasi, kardivaskular, urogenital, muskuloskeletal, dan saraf.
Adaptasi normal sistem kardiovaskular yang dialami seorang wanita yang
mengalami kehamilan akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan
dari penyakit jantung. Perubahan ini bila terjadi pada wanita hamil dengan
kelainan jantung sebelumnya akan menyebabkan perubahan yang mungkin tidak
dapat ditoleransi oleh tubuh wanita tersebut.1
Penyakit jantung dapat menjadi salah satu faktor penyebab kematian ibu.
Penyakit ini berpengaruh sekitar 1 % pada kehamilan. Di Amerika Serikat,
penyakit jantung berpengaruh pada 0,4- 4 % kehamilan.2,3
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, penyakit jantung
adalah penyebab utama kematian pada wanita yang berusia 25 hingga 44 tahun.
Gangguan jantung bervariasi tingkat keparahannya dan mempersulit sekitar 1%
dari kehamilan serta memberikan kontribusi yang signifikan terhadap morbiditas
dan mortalitas ibu. Sebagai contoh, penelitian dari Amerika Serikat melaporkan
bahwa pada tahun 1991 hingga 1999, kardiomiopati bertanggung jawab atas 8%
dari 4200 kematian yang berhubungan dengan wanita hamil. Dari Brasil,
dilaporkan angka kematian ibu menjadi 2,7 % dalam 1000 kehamilan dengan
komplikasi penyakit jantung. Selain kematian ibu, gangguan jantung juga
menyumbang 7,6 % dari morbiditas berat obstetrik yang didiagnosis selama rawat
inap untuk kelahiran di Amerika Serikat pada tahun 1991 hingga 2003.3
Gangguan kardiovaskular yang paling umum bermanifestasi selama
kehamilan adalah hipertensi, miokarditis, penyakit katup dan kongenital,
disaritmia, kardiomiopati, diseksi arteri, penyakit tromboembolik, dan penyakit
jantung hipertensi.3
1
II. Kasus
Seorang wanita, umur 36 tahun masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
dengan pengantar dari konsulen di bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi pada
tanggal 30 Juli 2012 dengan diagnosis G3P2A0 Gravid preterm + letak sungsang.
HPHT diketahui Januari 2012 (tangga tidak diketahui). Dari anamnesis,
didapatkan keluhan utama sesak saat melakukan aktivitas sedang, dan semakin
memberat selama masa kehamilan. Pasien memiliki riwayat menderita penyakit
jantung yang diketahui sejak lahir (VSD + L-R shunt). Tidak ada nyeri perut
tembus ke belakang, tidak ada pelepasan lendir dan darah. Riwayat ANC lebih
dari 4 kali, di dokter, riwayat suntik TT 2 kali. Tidak ada riwayat diabetes
mellitus, hipertensi, asma, maupun alergi. Riwayat Obstetri, anak pertama tahun
2009, berjenis kelamin perempuan, BBL 2100 gram, dengan kelahiran secara SC
di RS Stella Maris dan anak kedua tahun 2011, berjenis kelamin perempuan, BBL
2500 gram, lahir secara SC di RS Wahidin Sudirohusodo, dan kemudian
dilakukan tubektomi.
Pada pemeriksaan secara umum diperoleh keadaan pasien lemah dengan
tanda vital yaitu tekanan darah 110/70 mmHg, pernapasan 28 kali/menit, nadi 88
kali/menit, dan suhu 36,8◦C. Pada abdomen ditemukan bekas luka operasi.
Pada pemeriksaan luar diperoleh TFU 20 cm, situs memanjang, punggung
kiri, bagian terbawah bokong, perlimaan 5/5, his tidak ada, DJJ 148 kali /menit,
gerakan anak dirasakan ibu, anak kesan tunggal dengan TBJ 20 cm x 73 cm (1460
gram).
Pemeriksaan dalam vagina tidak dilakukan.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
diperoleh data
sebagai berikut:
2
Parameter Hasil pemeriksaan
RBC 1.450.000 U/L
HGB 12,4 g/dl
HCT 37,5 %
WBC 17.090 U/L
PLT 143.000 U/L
GDS 75 g/dl
Ur/Cr 18/0,4
GOT/GPT 25/9
Natrium 139
Kalium 3,6
Klorida 102
Pada pemeriksaan echocardiography diperoleh hasil dimensi ruang-ruang
jantung dalam batas normal, kontraktilitas LV baik, EF 73%, LVH (-), global
normokinetik, katup-katup jantung memiliki fungsi dan pergerakan yang baik,
pada IVS tampak VSD PM diameter 0,8 cm (L-R shunt), pada IAS tampak intak.
Kesimpulan VSD PM (L-R shunt) dan EF 63 %.
Dengan data-data yang diperoleh dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang, maka pasien didiagnosis G3P2A0 gravid preterm +
presentasi bokong + post SC 2x + post tubektomi + CHF NYHA II ec. VSD.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini yaitu segera melakukan
terminasi kehamilan dengan sectio caesar.
III. Pembahasan
a. Gambaran Klinis
Sebelum mengetahui bagaimana gejala sesak dapat terjadi pada wanita hamil
dengan penyakit jantung, terlebih dahulu harus dipahami mengenai perubahan
kardiovaskular yang terjadi pada kehamilan normal.1
Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena peningkatan
volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak awal kehamilan minggu ke-6
dan terus meningkat sampai mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-34
minggu, kemudian menetap sampai aterm. Sebagian besar, peningkatan volume
darah ini menyebabkan meningkatnya kapasitas uterus, mammae, ginjal, otot
polos, dan sistem vaskular kulit yang tidak memberi beban sirkulasi pada wanita
hamil yang sehat.1,2
3
Peningkatan volume plasma yang terjadi tidak proporsional dengan massa sel
darah merah dimana volume plasma meningkat 30-50% relatif lebih besar
dibanding peningkatan sel darah yang hanya terjadi 20-30%. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya hemodilusi dan menurunnya konsentrasi hemoglobin,
sehingga megakibatkan anemia fisiologis dalam kehamilan. Peningkatan volume
darah ini mempunyai dua tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran gas
pernapasan, nutrien dan metabolik ibu dan janin, kedua mengurangi dampak dari
perdarahan yang banyak saat kelahiran.1,2
Selama kehamilan, curah jantung (cardiac output) akan mengalami
peningkatan 30-50% dibandingkan sebelumnya dan mencapai puncaknya pada
minggu ke-24 kehamilan atau akhir trimester kedua, kemudian menetap, bahkan
mengalami penurunan sampai saat melahirkan. Pada awal kehamilan, peningkatan
cardiac output (CO) berhubungan dengan peningkatan stroke volume (SV),
sedangkan pada akhir kehamilan denyut jantung menjadi faktor utama pada
peningkatan CO. Denyut jantung mulai meningkat saat usia kehamilan 20 minggu
dan terus meningkat hingga usia kehamilan 32 minggu. Hal ini terus bertahan
tinggi hingga 2-5 hari setelah persalinan.1,2,4,5
Peningkatan CO terjadi oleh karena 3 faktor yaitu peningkatan preload
dikarenakan volume darah yang bertambah, pengurangan afterload dikarenakan
penurunan resistensi vaskular sistemik, dan peningkatan denyut jantung maternal
10-15 kali permenit. SV meningkat selama trimester pertama dan kedua, tetapi
menurun saat trimester ketiga dikarenakan kompresi vena kava inferior oleh
uterus. Tekanan darah menurun sekitar 10 mmHg di bawah baseline pada akhir
trimester kedua dikarenakan oleh vasodilatasi aktif melalui aksi mediator lokal
seperti prostasiklin dan nitric oxide, serta penurunan resistensi vaskular sistemik
akibat penambahan pembuluh darah baru di uterus dan plasenta.1,2,4,5
Perubahan hemodinamik yang terjadi pada kehamilan tersebut akan dapat
menjelaskan mengapa dapat muncul gejala palpitasi, edema, sesak napas saat
beraktivitas, atau kelelahan, walaupun diketahui wanita tersebut tidak menderita
penyakit jantung. Pertambahan volume plasma total akan menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan vena jugularis dan edema tungkai bawah pada > 80 % wanita
4
dengan kehamilan normal. Pertambahan ukuran uterus sesuai masa kehamilan
akan mengakibatkan pergerakan diafragma lebih ke atas sehingga menurunkan
volume paru dan menyebabkan terjadinya sesak. Elevasi difragma dan volume
darah yang bertambah juga menyebabkan bergesarnya letak impuls ke arah lateral
pada inspeksi dan palpasi prekordium. Peningkatan isi SV akan menyebabkan
mengerasnya saat penutupan katup di aorta dan pulmonal, sehingga akan
terdengar murmur early systolic yang fungsional di daerah pulmonal.5
Tabel 1. Temuan-temuan umum pada kehamilan normal.2,5
Gejala
Lelah, penurunan tingkat aktifitas
Nyeri kepala ringan, pingsan
Palpitasi
Dispnea, ortopnea
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Hiperventilasi
Distensi vena jugularis
Edema perifer
Pulsasi kapiler
Impuls ventrikel kiri yang bergeser, difus, dan terdengar lebih
keras
Impuls ventrikel kanan yang dapat diraba
Impuls trunkus pulmonal yang dapat diraba
Ronki di basal paru
Bunyi jantung yang mengeras dengan splitting
Splitting pada bunyi jantung 2
Murmur ejeksi midsistolik di bawah sternalis kiri dan pada
daerah pulmonal yang menjalar sampai ke suprasternal dan
lebih mngarah ke sisi kiri leher
Murmur kontinus
Murmur diastolik (jarang)
EKG Deviasi axis QRS
Q kecil, dan P terbalik pada sadapan III
5
Sinus takikardi, aritmia
RadiologiJantung tampak horizontal
Peningkatan marker paru
Echocardiografi
Peningkatan rendah dimensi sistolik dan diastolik ventrikel
kiri
Peningkatan sedang ukuran atrium kanan, ventrikel kiri, dan
atrium kiri
Regurgitasi trikuspid dan mitral
Wanita dengan penyakit jantung mungkin tidak dapat mengakomodasi
perubahan-perubahan hemodinamik yang terjadi selama masa kehamilan tersebut
sehingga menyebabkan disfungsi ventrikuler yang berakhir pada gagal jantung
kardiogenik. Sedikit wanita dengan disfungsi jantung dapat mengalami gagal
jantung sebelum pertengahan kehamilan. Pada sebagian wanita, gagal jantung
dapat terjadi setelah usia kehamilan mencapai 28 minggu, dimana saat tersebut
dapat menginduksi hipervolemia dan CO mencapai maksimum. Pada banyak
kasus, gagal jantung umumnya terjadi saat peripartum ketika sejumlah kondisi
obstetrik umum menempatkan beban yang tak seharusnya pada fungsi jantung.6
Adapun temuan umum pada kehamilan dengan penyakit jantung dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Tanda dan Gejala Umum pada Kehamilan dengan Penyakit
Jantung. 2,6
Gejala
Sesak napas yang progresif dan memburuk
Batuk dengan sputum berbusa merah muda (hemoptysis)
paroxysmal nocturnal dyspnea
nyeri dada bila beraktivitas
pingsan yang didahului palpitasi atau latihan
Pemeriksaan Fisik Sianosis
Clubbing finger
Pulsasi vena abnormal
Distensi vena jugular persisten
6
Bunyi S2 tunggal
Murmur sistolik yang keras, kadang dijumpai murmur
diastolik
Ejection clicks, late systolic clicks, opening snaps
Friction rub
Tanda Hipertensi pulmonal
EKGAritmia signifikan dan persisten
Blok jantung
RadiologiKardiomegali
Edema pulmonal
Berdasarkan etiologinya, penyakit jantung pada kehamilan dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Penyakit jantung kongenital
- Penyakit jantung kongenital asianotik
- Penyakit jantung kongenital sianotik
2. Penyakit jantung didapat (acquired heart disease)
- Penyakit jantung rematik
- Penyakit jantung koroner
3. Penyakit jantung spesifik pada kehamilan, yaitu kardiomiopati peripartum.
Pada kasus ini, pasien diketahui telah memiliki penyakit jantung berupa VSD
sejak lahir. VSD tergolong kedalam penyakit jantung kongenital asianotik. VSD
merupakan kelainan jantung dimana terjadi defek sekat antara ventrikel yang
dapat terjadi pada berbagai lokasi. Pada VSD terjadi aliran darah dari ventrikel
kiri ke ventrikel kanan, terjadi percampuran darah arteri dan vena tanpa sianosis.
Ukuran dan besarnya aliran melalui defek merupakan faktor penting dalam
menentukan akibat fisiologis yang dapat terjadi. 5
Gambaran klinis yang terjadi tergantung pada ukuran defek dan umur saat
ditemukan, pada VSD kecil (1/3 anulus aorta) dapat terdengar murmur
pansistolik. Defek kecil bersifat benigna, dan dapat menutup spontan tergantung
7
tipenya. Pada VSD besar (>1/2 anulus aorta) dapat disertai sesak napas dan
gangguan pertumbuhan oleh karena aliran pulmonal. 5
Pada kasus ini, sesak dan kelelahan sangat mudah terjadi walaupun hanya
dengan melakukan aktivitas sedang. Hal ini disebabkan perubahan hemodinamik,
berupa pertambahan volume darah dan meningkatnya CO, yang terjadi selama
masa kehamilan memperberat status penyakit jantung kongenital yang sudah
dimiliki oleh pasien sebelumnya. Peningkatan aliran pulmonal (L-R shunt) akibat
VSD, semakin membesarnya uterus yang menyebabkan elevasi diafragma, serta
penambahan beban jantung akibat hipervolemia, merupakan faktor-faktor penting
yang dapat menjelaskan terjadinya gejala sesak yang bersifat progresif seiring
dengan pertambahan usia kehamilan pada pasien ini.5
b. Klasifikasi Klinis
Menentukan fungsi jantung sangat penting bagi pasien hamil dengan penyakit
jantung. Pasien dengan NYHA kelas I dan II memiliki risiko komplikasi yang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelas III dan IV. Semua pasien yang
mengalami gangguan kapasitas fungsional jantung sesuai NYHA kelas III dan
kelas IV selama kehamilan merupakan risiko tinggi, tanpa tergantung apapun
penyebabnya.4,5
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Fungsional Jantung Menurut New York Heart Association (NYHA).2-6
KELA
S
DESKRIPSI
Kelas 1 Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa adanya pembatasan aktivitas
fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnu,
atau nyeri angina.
Kelas 2 Pasien dengan penyakit jantung mengakibatkan sedikit keterbatasan
aktivitas fisik. Akan merasa lebih baik dengan istrahat. Aktivitas fisik biasa
menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 3 Pasien dengan penyakit jantung dengan adanya keterbatasan aktivitas fisik.
Nyaman saat istrahat. Aktivitas fisik yang ringan dapat menyebabkan
8
kelelahan, palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 4 Pasien dengan penyakit jantung ditandai ketidakmampuan untuk
melakukan semua aktivitas fisik. Gejala insufisiensi jantung dapat muncul
saat istrahat. Jika aktifitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan meningkat.
Pasien ini mengeluhkan sesak saat melakukan aktivitas sedang sebagai ibu
rumah tangga. Pasien juga merasa membaik dengan beristrahat. Dengan demikian
pasien tergolong kedalam NYHA kelas II.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pasien dengan NYHA kelas II memiliki
faktor risiko komplikasi yang ringan pada kehamilan. Pada umumnya wanita
hamil dengan NYHA kelas I dan kelas II dapat melalui kehamilannya dengan
aman. Akan tetapi, khusus pada wanita dengan obstruksi ventrikel kiri, hipertensi
pulmonal, dan penyakit aorta yang fragile tidak hanya memperhatikan kelas
fungsional, tetapi juga dilihat kemungkinan perburukan gejala klinis yang dapat
mengancam keselamatan wanita tersebut.7
c. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada pasien tanpa penyakit jantung penting untuk menanyakan tentang
riwayat penyakit jantung rematik, episode sianosis pada saat lahir atau anak usia
dini, adanya gangguan reumatologik (misalnya lupus eritematosus sistemik),
episode aritmia, terjadinya sinkop eksersional atau nyeri dada, dan edema tungkai
yang sering terjadi. Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, penting untuk
menanyakan tentang kapasitas fungsional, prevalensi gejala yang terkait lainnya,
regimen terapi yang diperoleh, tes diagnostik sebelumnya (misalnya,
ekokardiogram, tes olahraga, dan kateterisasi jantung), dan riwayat operasi
paliatif. Selain itu, pertanyaan mengenai ada tidaknya riwayat keluarga dengan
penyakit jantung bawaan, penyakit arteri koroner prematur, atau kematian
mendadak pada anggota keluarga juga penting untuk mengetahui faktor risiko
yang dimiliki.2
9
Kebanyakan pasien mengakui toleransi melakukan aktivitas berkurang dan
merasa mudah kelelahan. Kondisi ini berhubungan erat dengan peningkatan berat
badan yang diperoleh selama masa kehamilan dan akibat anemia fisiologis pada
kehamilan. Episode pingsan atau sakit kepala ringan terjadi sebagai akibat dari
kompresi mekanik dari uterus gravid pada vena cava inferior, sehingga
menyebabkan aliran balik vena ke jantung tidak adekuat, terutama pada trimester
ketiga. Gejala lain yang sering dikeluhkan termasuk hiperventilasi dan ortopnea
yang disebabkan oleh tekanan mekanik dari uterus yang membesar pada
diafragma. Palpitasi juga umum dijumpai dan hal ini diduga berhubungan dengan
sirkulasi hiperdinamik kehamilan.2
2. Pemeriksaan Fisik
Hiperventilasi adalah fenomena umum dalam kehamilan yang mungkin
berhubungan dengan efek progesteron pada pusat pernapasan. Penting untuk
membedakan hiperventilasi dari dyspnea, yang umum ditemukan pada gagal
jantung kongestif. Bibasilar crackles biasanya terdengar di kehamilan normal
yang dihasilkan dari atelektasis yang berkembang dari kompresi basal pulmonal
karena pembesaran rahim dan selanjutnya meningkatkan tekanan intraabdomen.2
Impuls ventrikel kiri mudah teraba, cepat, dan tidak terus menerus. Pulsasi
perifer sering kolaps dan dapat membingungkan dengan temuan klinis pada
regurgitasi aorta. Pulsasi distensi vena jugularis, dengan penonjolan a dan puncak
v, dengan penurunan cepat x dan y. Sejumlah besar wanita hamil mengalami
edema kaki. Hal ini terjadi sebagai akibat dari penurunan tekanan onkotik koloid
plasma dengan peningkatan seiring dengan tekanan vena femoralis sebagai akibat
dari aliran balik vena yang tidak adekuat. 2
Pemeriksaan fisik harus fokus pada wajah, kelainan jari, atau skeletal yang
menunjukkan adanya anomali kongenital. Adanya clubbing, sianosis, atau pucat,
harus diamati dengan seksama. Pemeriksaan dada dapat menyingkirkan
deformitas pectus excavatum, tonjolan prekordial, atau adanya pulsasi ventrikel
kanan atau kiri. Bunyi jantung pertama biasanya pecah (yang dapat disalahartikan
sebagai bunyi jantung keempat). Bunyi jantung pertama yang keras dapat
10
menunjukkan mitral stenosis, sedangkan bunyi jantung pertama intensitas rendah
menunjukkan blok jantung tingkat pertama. Bunyi jantung kedua terpecah dapat
diartikan sebagai defek septum atrium, sedangkan suara paradoks terpecah dapat
ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri yang berat atau blok cabang berkas kiri.
Bunyi jantung ketiga adalah normal pada kehamilan. Bunyi jantung IV, ejection
click, opening snap, atau mid sistolik hingga late sistolik mengindikasikan
penyakit jantung. Murmur sistolik dapat terdengar pada wanita hamil dan
merupakan hasil dari sirkulasi hiperkinetik selama masa kehamilan. Murmur
yang terdengar yaitu murmur midsistolik dan didengar terbaik pada linea sternum
kiri bawah dan di atas area pulmonal. Murmur jinak kontinyu, seperti dengungan
vena servikal uterus dan mammary soufflé, juga disebabkan oleh adanya
peningkatan aliran darah terhadap perubahan hemodinamik dari kehamilan.
Dengung vena terbaik terdengar di fossa supraklavikula kanan, dan mammary
soufflé paling baik diauskultasi di payudara atas pada trimester akhir. Murmur
diastolik yang terdengar selama kehamilan memerlukan penyelidikan lebih lanjut
oleh echocardiography dan USG Doppler.2
3. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab pertanyaan
yang sangat spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari variasi
gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasa. Depresi segmen ST inferior sering
didapati pada wanita hamil normal. Pergeseran aksis QRS ke kiri, sering dijumpai,
tetapi deviasi aksis ke kiri yang nyata (-30o) menyatakan adanya kelainan
jantung.1,2,4
4. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi termasuk dopler sangat aman dan tanpa risiko
terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan transesofageal ekokardiografi pada wanita
hamil tidak dianjurkan karena risiko anestesi selama prosedur pemeriksaan
radiografi. Semua pemeriksaan radiografi harus dihindari terutama pada awal
kehamilan. Pemeriksaan radiografi mempunyai risiko terhadap organogenesis
11
abnormal pada janin, atau malignansi pada masa kanak-kanak terutama leukemia.
Jika pemeriksaan sangat diperlukan, sebaiknya dilakukan pada kehamilan lanjut,
dengan dosis radiasi seminimal mungkin, dan perlindungan terhadap janin
seoptimal mungkin. 1,2,4
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan terlebih dahulu yaitu evaluasi kardiovaskular
selama kehamilan. Pasien dengan pintas yang kecil atau sedang (L-R shunt) tanpa
hipertensi pulmonal atau regurgitasi katup mitral pada umumnya akan
mendapatkan keuntungan dari menurunnya resistensi vaskular sistemik yang
terjadi selama kehamilan. Namun pada kasus ini justru terjadi peningkatan gradien
tekanan yang semakin meningkat sesuai dengan peningkatan SV dan hipervolemia
pada trimester II, sehingga usia kehamilan yang semakin besar tidak dapat
ditoleransi dengan baik dan membutuhkan tindakan intervensi yaitu terminasi
kehamilan dengan melakukan sectio caesar. Hal ini bertujuan agar keadaan
hemodinamik dapat dijaga tetap stabil sebelum beban jantung semakin memberat
mendekati masa persalinan (akhir trimester 3). 5
Walaupun CO meningkat baik pada pembiusan umum maupun epidural, tetapi
peningkatannya masih di bawah (30%) kenaikan selama kelahiran spontan (50%).
Perlu diingat bahwa terjadi aliran darah balik seperti autotransfusi sewaktu his
sebanyak 300-400 cc/kontraksi. Kejadian ini akan memperberat kerja jantung.
Selama proses persalinan harus dilakukan pemantauan keadaan hemodinamik dan
analisis gas darah. Pasien hamil dengan penyakit jantung kongenital sebaiknya
ditangani oleh tim dari berbagai disiplin ilmu, seperti ahli jantung, ahli bedah
jantung, ahli anestesi, ahli kebidanan, ahli neonatologi untuk meminimalisasi
risiko yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. 5,7
Pada umumnya penatalaksanaan kasus penyakit jantung dalam kehamilan
dapat dilakukan dengan langkah-langkah di bawah ini:
12
1. Evaluasi Kardiovaskular selama Kehamilan
Kebanyakan wanita dengan penyakit jantung mengalami kehamilan yang
sukses, tetapi kepuasan dalam diagnosis dan manajemen pasien hamil dapat
memiliki konsekuensi yang mengerikan bagi ibu dan janin. Oleh karena itu
penting untuk mengevaluasi setiap wanita hamil dengan penyakit jantung untuk
risiko yang merugikan selama kehamilan, persalinan, persalinan, dan pasca
persalinan. Secara umum, semua perempuan tersebut harus dirujuk ke pusat
spesialis yang mana perawatannya dilaksanakan bersama oleh dokter kandungan,
ahli jantung, ahli genetika klinis, dan neonatologist. Idealnya, pasien dengan
penyakit jantung harus berkonsultasi dengan dokter mereka sebelum mereka
menjadi hamil. Konseling prakonsepsi memungkinkan untuk waktu yang optimal
untuk pembuahan, selesai semua prosedur diagnostik sebelumnya (khususnya
yang melibatkan paparan radiasi berbahaya), penghentian obat teratogenik, dan
penjadwalan perbaikan / operasi paliatif sebelum hamil.2
Evaluasi dari pasien hamil dengan riwayat gagal jantung mencakup
pengkajian status fungsional (NYHA) dan optimalisasi pengobatan. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah x-ray dada, elektrokardiogram, dan dua
echocardiography Doppler.2
Tujuan dari evaluasi medis adalah untuk mengoptimalkan hemodinamik
selama trimester pertama. Hal ini dapat dicapai dengan terapi rutin pada kongesti
paru, penurunan afterload jika diindikasikan, pengendalian hipertensi, dan
kateterisasi jantung kanan jika terdapat tanda-tanda fisik yang buruk. Dua tujuan
dapat dicapai dengan menggunakan rejimen yang sama dengan pasien CHF yang
tidak hamil seperti: digoksin, diuretik, restriksi natrium, dan vasodilator.2
2. Penggunaan Obat-Obat Kardiovaskular
a. Diuretik
Diuretik dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif yang
tidak dapat dikontrol dengan retriksi natrium dan merupakan obat lini terdepan
untuk pengobatan hipertensi. Tidak satu diuretik pun merupakan kontra indikasi
dan yang paling sering digunakan adalah golongan diuretik tiazid dan forosemid.
13
Diuretik tidak boleh digunakan untuk profilaksis terhadap toksemia atau
pengobatan terhadap edema pedis.1,8
Diuretik diberikan untuk mengurangi gejala-gejala dispnea nokturnal
paroksismal dan exertional dan edema perifer yang nyata dalam kehamilan.
Komplikasi ibu terhadap terapi diuretik mirip dengan pasien yang tidak hamil
seperti kontraksi volume, alkalosis metabolik, penurunan toleransi karbohidrat,
hipokalemia, hiponatremia, hiperurisemia, dan pankreatitis. Sebuah diatesis
perdarahan dan hiponatremia telah dilaporkan pada neonatus dari ibu yang telah
mengkonsumsi diuretik thiazide selama kehamilan.8
b. Vasodilator
Bila diperlukan pada krisis hipertensi atau untuk mengurangi afterload dan
preload emergensi, nitropruside merupakan obat vasodilator pilihan. Rekomendasi
yang kontroversi telah dibuat karena obat ini sangat efektif, bekerja segera, dan
mudah ditoleransi. Juga efeknya segera menghilang bila penggunaan obat tersebut
segera dihentikan. Namun, nitroprusside natrium harus digunakan hanya ketika
semua intervensi lain telah gagal dan ketika itu sangat penting untuk kesejahteraan
ibu. Bahkan di bawah kondisi, dosis dan durasi terapi harus diminimalkan karena
metabolisme agen ini untuk tiosianat dan sianida, yang dapat mengakibatkan
keracunan sianida janin pada model binatang, akan tetapi tidak menjadi problem
yang signifikan pada manusia.1,8
Hidralazin, nitrogliserin, dan labetalol intravena adalah pilihan lain untuk obat
parenteral. Reduksi afterload kronik untuk pengobatan hipertensi, regurgitasi
aotral atau mitral, atau disfungsi ventrikel selama kehamilan telah didapat dengan
calcium chanel blocker, hidralazin, dan metildopa. Efek yang membahayakan
terhadap janin tidak dilaporkan. ACE inhibitor merupakan kontra indikasi pada
kehamilan karena obat ini menambah risiko untuk terjadinya kelainan pada
perkembangan ginjal janin. Hingga kini, tidak ada data yang melaporkan
mengenai penggunaan losartin, valsartin, dan penghambat angiotensin II.1
14
c. Obat Penghambat Reseptor Adrenergik
Beta blockers umumnya aman dan efektif selama kehamilan, walaupun
mungkin ada tingkat peningkatan pembatasan pertumbuhan janin ketika mereka
diberikan. Sesekali kasus apnea neonatus, hipotensi, bradikardia, dan
hipoglikemia juga telah dilaporkan, terutama setelah penggunaan jangka panjang
dari propanolol. Beta blocker tidak berhubungan dengan peningkatan risiko
kelainan kongenital. Propranolol, labetalol, atenolol, nadolol, dan metoprolol
diekskresikan dalam ASI. Meskipun efek samping belum dilaporkan, adalah tepat
untuk memantau bayi yang baru lahir untuk gejala blokade beta ketika obat
tersebut pernah digunakan.8
d. Obat Anti Aritmia
Penghambatan nodus atrioventrikuler (AV node) kadang-kadang diperlukan
semasa kehamilan. Untuk itu dapat digunakan digoksin, penyekat beta, dan
penyekat kalsium. Laporan awal menyokong, penggunaan adenosin yang dapat
digunakan secara aman sebagai obat penyekat nodus. Obat ini umumnya lebih
disukai untuk menghindarkan penggunaan obat anti aritmia standar pada pasien
semasa kehamilan. Bila diperlukan untuk aritmia berulang atau untuk keselamatan
ibu, maka dapat digunakan.1
Lidokain merupakan obat lini pertama yang diberikan. Depresi neonatus
transien telah terbukti terjadi bila kadar lidokain darah janin melebihi 2,5
mikrogram/liter. Untuk itu, direkomendasikan untuk memelihara kadar lidokain
darah pada ibu 4 mikrogram/liter, karena kadar pada janin 60% dari kadar pada
ibu.1
Jika diperlukan obat anti aritmia oral, dapat dimulai dengan kuinidin karena
mempunyai availabilitas jangka panjang. Dan obat ini paling sering digunakan
karena tidak jelas efek yang membahayan pada bayi. Informasi awal mengenai
amiodaron mendukung kemungkinan meningkatnya angka kehilangan janin dan
deformitas janin.1
15
e. Antikoagulasi
Fenomena tromboembolik tidak jarang merupakan komplikasi CHF. Lebih
lanjut, pasien hamil bahkan tanpa penyakit jantung akan mengalami peningkatan
risiko untuk terjadinya thromboemboli. Sebagai contoh, kejadian tromboemboli
vena mungkin sebanyak 5 kasus dalam 1.000 kelahiran dan selanjutnya meningkat
setelah melahirkan.1,8
Bila diperlukan antikoagulan, sebagian penulis menganjurkan menggunakan
heparin untuk trimester pertama dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian
warfarin pada lima bulan berikutnya, dan kembali lagi menggunakan heparin
sebelum melahirkan. Walaupun kehamilan yang sukses dapat dicapai dengan cara
ini, penulis memilih untuk menghindarkan penggunaan warfarin selama
kehamilan. Obat anti platelet ternyata meningkatkan kesempatan untuk terjadinya
perdarahn maternal dan dapt melewati plasenta. Selain itu, warfarin juga
memberikan efek teratogenik pada janin, termasuk warfarin embryopathy dan
kelainan sistem saraf serta perdarahan ketika digunakan selama trimester
pertama.1,8
Meskipun heparin memiliki sejumlah efek samping, termasuk menipisnya
antitrombin III, trombositopenia, dan dini osteoporosis ibu, itu tetap merupakan
agen yang aman pada kehamilan. Suatu studi dengan melakukan evaluasi pada
100 kehamilan terkait dengan terapi heparin memperoleh hasil yaitu terdapat 17
janin yang dilahirkan dengan efek samping heparin. Sembilan adalah kelahiran
prematur, yang memiliki hasil akhir normal dan lima dikaitkan dengan kondisi
komorbiditas yang dirasakan menjadi faktor risiko komplikasi lainnya.8
Baik heparin atau warfarin tidak disekresikan ke dalam ASI dan karena itu
tidak menimbulkan efek antikoagulan pada bayi yang menkonsumsi ASI.
Akibatnya, kedua obat tersebut dapat digunakan pada periode postpartum.8
3. Manajemen Umum
Dalam kebanyakan kasus, manajemen melibatkan pendekatan tim ahli jantung
dengan anestesiologist dan dokter kandungan, dan spesialis lain sesuai kebutuhan.
Perubahan kardiovaskular yang terjadi pada wanita hamil cenderung buruk
16
ditoleransi oleh seorang individu dengan kelainan jantung sebelumnya, dan
rencana diformulasikan untuk meminimalkan efek kehamilan tersebut.6
Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam penatalaksanaan umum adalah
sebagai berikut.4
a. Prekonsepsi
Pada semua wanita yang menunjukkan gejala dan tanda adanya penyakit
jantung sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh tentang status kardiologinya
sebelum kehamilan. Evaluasi itu antara lain: 4
1. Riwayat penyakit jantung yang diderita beserta penanganannya
2. Pemeriksaan fisik umum
3. Pemeriksaan foto thoraks dan EKG 12 lead
4. Pemeriksaan pulse oxymetri
5. Pemeriksaan trans toraks ekokardiografi (untuk mencari lesi spesifik
maupun menentukkan fraksi ejeksi
6. Evaluasi status fungsional jantung (menurut NYHA atau ACC/AHA)
7. Pengelompokkan penyakit jantung berdasarkan kelompok risiko
8. Bila perlu dilakukan pemeriksaan MSCT scan jantung
Selain itu, dibutuhkan konseling individual oleh spesialis kandungan ataupun
kardiologi. 4
b. Antepartum
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pasien melakukan kunjungan antenatal
antara lain: 4
1. Pendekatan multidisiplin
2. Konfirmasi usia kehamilan berdasarkan HPHT maupun USG
3. Pemeriksaan ekokardiografi janin dilakukan pada usia kehamilan 20-24
minggu khususnya pada ibu dengan penyakit jantung kongenital
4. Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan untuk menilai pertumbuhan
janin baik dengan biometri janin, doppler velocimetry, maupun NST
dimulai saat usia kehamilan 30-34 minggu
17
5. Deteksi dini kelainan yang menyertai misalnya preeklampsia, anemia,
hipertiroid, maupun infeksi.
6. Perencanaan kapan terminasi kehamilan dan metode persalinannya. 4
c. Intrapartum
Induksi persalinan, penanganan persalinan, dan pasca persalinan memerlukan
perhatian dan keahlian khusus serta manajemen kolaboratif oleh dokter ahli
kandungan, ahli jantung, dan ahli anestesia, dengan pengalaman yang tinggi
terhadap unit dan obat maternal fetal. 4
d. Waktu kelahiran
Pada pasien dengan penyakit jantung lebih disarankan untuk melakukan
induksi persalinan. Waktu yang tepat sangatlah individual tergantung pada status
jantung gravida, skor bishop, kesejahteraan janin dan maturitas paru janin. 4
e. Induksi persalinan
Oksitosin dan amniotomi diindikasikan jika skor bishop >5. Waktu induksi
yang memanjang perlu dihindari jika serviks belum matang. Metode-metode
mekanik seperti penggunaan kateter foley lebih baik jika dibandingkan dengan
agen farmakologis, khususnya pada pasien dengan sianosis dimana adanya
penurunan tahanan vaskular sistemik atau tekanan darah akan sangat merugikan. 4
f. Monitor hemodinamik
Pulse Oxymetri dan pengawasan EKG digunakan sesuai kebutuhan. Tekanan
arteri sistemik dan denyut jantung ibu dipantau ketat dikarenakan anestesia lumbal
epidural dapat menyebabkan hipotensi. 4
g. Anestesia dan Analgesia
Penanganan untuk rasa sakit dan ketakutan juga berperan penting. Meskipun
analgesik intravena memberikan penatalaksanaan nyeri yang memuaskan bagi
beberapa wanita, namun analgesia epidural terus menerus tidak direkomendasikan
dalam banyak kasus. Masalah utama dengan analgesia konduksi adalah hipotensi
18
ibu. Hal ini sangat berbahaya pada wanita dengan shunts intracardiac di antaranya
aliran dapat dibalik. Darah dapat mengalir dari kanan ke kiri jantung atau aorta
dan dengan demikian dapat melewati paru-paru. Hipotensi juga bisa mengancam
jiwa dengan hipertensi paru atau stenosis aorta karena output ventrikel tergantung
pada preload memadai. Pada wanita dengan kondisi ini, konduksi analgesia
narkotik atau anestesi umum mungkin lebih baik.6
Untuk penglahiran pervaginam pada wanita dengan gangguan jantung ringan,
analgesia epidural sering diberikan dengan sedasi intravena. Hal ini telah
dibuktikan dapat meminimalkan fluktuasi curah jantung intrapartum dan
memungkinkan penggunaan forsep atau vakum yang dapat membantu persalinan.
Blokade subarachnoid umumnya tidak dianjurkan pada wanita dengan penyakit
jantung yang signifikan. Untuk kelahiran sesar, epidural analgesia lebih disukai
oleh kebanyakan dokter dengan peringatan bila digunakan pada pasien dengan
hipertensi paru. Anestesi umum dengan thiopental endotrakeal, succinylcholine,
nitrous oxide, dan sedikitnya oksigen 30-persen juga telah terbukti memuaskan.6
h. Persalinan Pervaginam atau Perabdominam
Cara persalinan secara umum yang dipilih adalah pervaginam. Rencana
persalinan harus dilakukan perindividu, dan hal yang perlu diinformasikan adalah
waktu persalinan, metode persalinan, induksi persalinan, anastesia
analgesia/regional, dan monitoring yang diperlukan. Persalinan harus dilakukan di
pusat kesehatan tersier dengan tim perawatan multidisiplin. Secara umum
persalinan sesar dilakukan bila ada indikasi obstetrik. 4
Adapun indikasi obstetrik persalinan sesar adalah sebagai berikut: 4
1. Stenosis aorta berat (AS)
2. Bentuk hipertensi pulmonal berat (termasuk sindrom Eisenmenger)
3. Gagal jantung akut
4. Dipertimbangkan pada pasien dengan prostesis katup jantung mekanik
untuk mencegah masalah dengan persalinan pervaginam yang terencana.
5. Sindrom Marfan
19
6. Diseksi aorta kronik atau akut.
Prinsip umum manajemen intrapartum adalah meminimalkan stres
kardiovaskular. Pada sebagian besar kasus, prinsip ini akan dicapai dengan
penggunaan anestesia epidural inkremental awal lambat dan dibantu persalinan
pervaginam. 4
Saat persalinan, hindari posisi supinasi dan pasien berada dalam posisi lateral
dekubitus serta pemberian oksigen untuk meminimalisir dampak hemodinamik
dari kontraksi uterus. Kontraksi uterus harus dapat menurunkan kepala janin
hingga ke perineum tanpa adanya dorongan mengejan, untuk menghindari efek
samping dari manuver valsava. 4
Persalinan sebaiknya dibantu dengan forsep rendah atau ekstraksi vakum, dan
disarankan untuk melakukan monitoring denyut jantung janin secara terus
menerus. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan selama persalinan: 4
1. Monitoring ketat
2. Posisi left lateral dekubitus
3. Balans cairan
4. Bila memungkinkan pengukuran saturasi O2 dengan pulse oxymetri
5. Pada kasus risiko tinggi pertimbangkan monitoring invasif
6. Pertimbangkan penggunaan intrapartum analgesia
7. Mempercepat kala II
8. Pasien yang menggunakan warfarin harus dihentikan minimal 2
minggu sebelum persalinan dan diganti dengan heparin.
i. Pasca persalinan
Infus oksitosin intra vena lambat (<2 U/menit) deberikan setelah pengeluaran
plasenta. Metilergonovine dikontraindikasikan karena adanya risiko vasokontriksi
dan hipertensi melebihi 10%. Bantuan berupa pemasangan stolking elastik pada
tungkai bawah, dan ambulasi dini sangat penting untuk mengurangi risiko
tromboemboli. 4
20
Pemantauan hemodinamik harus dilanjutkan selama minimal 24 jam setelah
melahirkan. Wanita yang telah menunjukkan bukti sedikit atau tidak ada tekanan
jantung selama kehamilan atau persalinan mungkin masih dapat mengalami
dekompensasi postpartum. Oleh karena itu, penting dilakukan perawatan seteliti
mungkin hingga ke masa nifas. Perdarahan postpartum, anemia, infeksi, dan
tromboemboli merupakan komplikasi yang lebih serius pada wanita dengan
penyakit jantung. Dalam banyak misalnya, sepsis dan preeklamsia berat
disebabkan oleh edema paru atau diperburuk oleh edema permeabilitas yang
dihasilkan dari aktivasi endotel dan kebocoran kapiler-alveolar.4,6
j. Laktasi
Laktasi dapat berhubungan dengan risiko rendah terjadinya bakteremia
sekunder akibat mastitis. Pada pasien gangguan jantung berat atau simptomatis,
perlu dipertimbangkan untuk menyusui menggunakan botol.4
k. Sterilisasi dan Kontrasepsi
Jika sterilisasi tuba yang ingin dilakukan setelah persalinan pervaginam,
yang terbaik adalah untuk menunda prosedur ini sampai hemodinamik ibu telah
mendekati normal, dan ketika ibu tidak demam, tidak anemia, dan ambulates
normal.6
4. Komplikasi
Pada wanita hamil dengan gangguan jantung dapat terjadi berbagai
komplikasi seperti gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, dan abortus.
Siu dkk (2001) memperluas klasifikasi NYHA dan mengembangkan sistem
penilaian untuk memprediksi komplikasi jantung selama kehamilan. Sistem ini
didasarkan pada analisis prospektif terhadap 562 wanita hamil dengan penyakit
jantung dalam 617 kehamilan di 13 rumah sakit pendidikan Kanada.4,6
21
Tabel 4. Prediktor Risiko Maternal untuk Komplikasi Jantung 4,6,7
KRITERIA CONTOH POIN
Riwayat sakit jantung
sebelumnya
Riwayat gagal jantung, serangan iskemik
transien, aritmia, atau stroke sebelum
kehamilan.
1
Wanita dengan NYHA
kelas III atau IV atau
sianosis
1
Obstruksi jantung kiri katup mitral < 2 cm2, katup aorta <1,5 cm2, atau
gradien puncak arus keluar ventrikel kiri > 30
mm Hg dengan echocardiography. 1
Obstruksi sisi kiri ditandai
dengan
LVEF < 40%, kardiomiopati restriktif, atau
kardiomiopati hipertropik 1
Risiko edema paru, aritmia berkelanjutan, stroke, serangan jantung, atau
kematian jantung akan meningkat bila memiliki salah satu faktor tersebut di atas
dan akan semakin bertambah bila memiliki dua faktor atau lebih.6
Tabel 5. Persentase Risiko komplikasi maternal.6
Jumlah prediktorRisiko kejadian gangguan jantung
dalam kehamilan
0 5%
1 27%
>1 75%
Faktor risiko obstetri yang sering termasuk yaitu umur ibu (risiko meningkat
pada umur < 20 dan > 35 tahun) , riwayat dilatasi prematur, ruptur membran,
serviks inkompeten, gestasi multipel dan riwayat operasi sesar.6
Faktor ibu yang bisa meningkatkan faktor risiko janin termasuk NYHA
kelas III dan IV dan sianosis, obstruksi jantung kiri, gestasi multipel, atau
22
pemakaian antikoagulasi oral saat hamil. Faktor risiko bukan jantung termasuk
merokok.4,6
Selain dari permasalahan yang bisa timbul pada ibu, seorang dokter juga
harus memperhitungkan risiko yang mungkin terjadi kepada janin yang
dikandung. Adapun pengaruh penyakit jantung terhadap janin yaitu dapat
menyebabkan prematuritas, dismaturitas atau pertumbuhan janin terhambat, lahir
dengan skor apgar rendah, dan kematian janin dalam rahim (KJDR).6,9
5. Prognosis
Pada banyak wanita dengan penyakit jantung, prognosis umumnya baik.
Wanita dengan penyakit jantung kongenital asianotik memiliki prognosis yang
lebih baik dibanding dengan penyakit jantung kongenital sianotik. Banyak ahli
yang mengatakan bahwa seorang wanita dengan penyakit jantung risiko tinggi
harus mencegah kehamilan oleh karena tingginya risiko kematian ibu. Keadaan ini
meliputi hipertensi pulmonal dengan atau tanpa septal defek, obstruksi aliran
traktus ventrikel kiri yang hebat, penyakit jantung sianotik, dan marfan syndrom
dengan keterlibatan aortic root.6
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar, TB. Wanita Kehamilan dan Penyakit Jantung. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara: Usu Repository; 2004. hal. 1-33.
2. DeCherney, AH., et al. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill; 2003. p. 22.1-9.
3. Sovndal, S, Jeffrey AT. Cardiovascular Disorders in Pregnancy. In Pearlman, MD., Judith ET., Pamela LD. Obstetrics & Gynecology Emergencies, Diagnosis and Management, 1st edition . New York. McGraw-Hill. 2004. p. 20.1-21.
4. Karkata, MK., dkk. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. Jakarta: Komisi Pengabdian Masyarakat Himpunanan Kedokteran Feto Maternal POGI; 2012. hal. 50-75.
5. Nasution, SA. Kehamilan Pada Penyakit Jantung. Dalam Sudoyo AW, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. Hal.1669-1672.
6. Cunningham FG., et al. William’s Obstetrics, 23rd edition. New York. The McGraw-Hill. 2007. p. 44.1-36.
7. Sedyawan, JH. Penyakit Jantung Katup. Dalam Saifuddin, AB., dkk. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. Hal 766-69.
8. Lang, RM. Pharmacologic Management of Heart Failure in Pregnancy. [online]. [cited 2012 August 3]; Available from: URL: http://cmbi.bjmu.edu.cn/uptodate/congestive%20heart%20failure/Treatment/Pharmacologic%20management%20of%20heart%20failure%20in%20pregnancy.htm.
9. Mochtar, R., Lutan Delfi. Sinopsis Obstetri, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998. hal 137-41.
24