referat-anak-ikterus

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan salahsatu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali di rawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan ole keadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15 Z bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. (1,6) Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus baru lahir menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10 mg. (3,7) Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19 % menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan 1

Upload: ugi-rahul

Post on 17-Feb-2016

15 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ikhterus neonatus

TRANSCRIPT

Page 1: referat-anak-ikterus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hiperbilirubinemia merupakan salahsatu fenomena klinis yang paling

sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang

kembali di rawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan ole keadaan

ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan

ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15 Z bilirubin IX alpha)

yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. (1,6)

Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM

persentase ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada

bayi kurang bulan sebesar 42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60%

bayi menderita ikterus baru lahir menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi

yang mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10 mg. (3,7)

Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup

bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19 %

menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang dapat

menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Karena

setiap bayi dengan ikterus harus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan

bayi atau bila kadar bilirubuin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. (3,7)

Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang berlangsung lebih

dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus patologi.

Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebayik-bayiknya

agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. (3,7)

BAB II

1

Page 2: referat-anak-ikterus

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2

standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau

lebih dari persentil 90. Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi

bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau

ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.

Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong

non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’. Digolongkan

sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar

serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% . (10)

Gambar 2.1 normogram penentuan resiko hiperbilirubinemia berdasarkan jam

observasi kadar bilirubin serum

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum

adalah keadaan klinis pada bayi ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan

2

Page 3: referat-anak-ikterus

sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara

klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7

mg/dL. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin

>2 mg/dl (>17µmol/L). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa

pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu

pada gambaran kadar bilirubin serum total.

2.2 Metabolisme bilirubin

Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada

neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus.

Bilirubin adalahlah pigmen Kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan akhir

dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidari-reduksi.

Langkah oksidasi yang pertama adalah bilierdin yang dibentuk dari heme dengan

bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat

dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang

digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO)

yang dieksresikan dalam paru. Biliverdin kemudian akan di reduksi menjadi

bilirubin oleh enzim biliverdin reductase (Gambar 1)

Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat dalam air dan secara

cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reductase. Berbeda

dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta

pada pH normal bersifat tidak larut jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan

mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.(11)

3

Page 4: referat-anak-ikterus

Gambar 2.2 Metabolisme bilirubin 11

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut 11

1. Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin

pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada

neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Pada bayi baru lahir , sekitar

75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme hemoglobin dari eritrosit

sirkulasi. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 34 mg bilirubin indirek, dan

sisanya (25%) disebut eraly labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan

4

Page 5: referat-anak-ikterus

hemoglobin karena eritropoesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang,

jaringan yang mengandung protein heme (myoglobin, sitokrom, katalase,

peroksidase) dan heme bebas. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak

langsung dengan zat warna diazo (reaksi hymans van den bergh), yang bersifat

tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak. 2,7, 12

2. Transportasi

Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikuloendotelial (RES)

selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi

baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma rendah terhadap bilirubin yang

terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air

dan kemudian di transportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin

tidak dapat memasuki sususnan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu,

albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat-obatan yang bersifat

asam seperti penisilin dan sulfonamide. 1,11

Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar

mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma.

Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin

terikat ke reseptor permukaan sel. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama

pada ligandin (protein , glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada

glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah,

tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam

hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di

ekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat

bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian fenobarbital mempertinggi

konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk

bilirubin. (1,2,7 11)

3. Konjugasi

Bilirubin tak terkonjugasi di konversikan ke bentuk bilirubin konjugasi

yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine

diphhospate glucoronosyl transferase (UDPG-T). katalisa oleh enzim ini merubah

5

Page 6: referat-anak-ikterus

formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya di konjugasi

menjadi bilirubin di glukoronida.

Bilirubin ini kemudian di eksresikan ke dalam kanalikulus empedu

sedangkan satu melekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum

endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya, pada keadaan peningkatan beban

bilirubin yang di hantarkan ke hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi

seperti halnya pada kedaan hemolysis kronik yang berat pigmen yang tertahan

adalah bilirubin monoglukoronida.

Penelitian in vitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir di

dapatkan defisiensi aktifitas enzim tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas

enzim ini meningkat melebihi bilirubin yang termasuk ke hati sehingga

konsentrasi bilirubin serum akan menurun. Kapasitas total konjugasi akan sama

dengan orang dewasa pada hari ke 4 kehidupan. Pada periode bayi baru lahir,

konjugasi monoglukoronida merupakan konjugat pigmen empedu yang lebih

dominan. 1, 2,7, 13

4. Ekskresi

Setelah melalui proses konjugasi, bilirubin akan dieksresi ke dalam

kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui

feses. Proses ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energy.

Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat

diresorbsi, kecuali jika di konversikan kembali menjadi bentuk terkonjugasi oleh

enzim beta glukoronidase yang terdapat di dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin

dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut

enterohepatik

Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat,

bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang

terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus

enterohepatis pun meningkat, selain itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya

steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi sterkobililin

( suatu produk yang tidak dapat diarbsorbsi)

6

Page 7: referat-anak-ikterus

Pemberian substansi oral yang tidak larut seperti agar atau karang aktif

yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan peran kontribusi sirkulasi

enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada bayi baru

lahir.(1, 2,7,11,12 )

5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus

Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada

kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada

inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai

untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat

pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum

diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas

dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama

besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat

terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian

hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah

melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan

fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi

bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan

fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini

diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat

penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena

fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat

hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau

kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.

Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin

dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga

dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan

sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat

pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernikterus’ dengan

pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg%

7

Page 8: referat-anak-ikterus

pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang

mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. (2,4,7,8)

2.3 Klasifikasi

Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis

1. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang

maupun cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada

bayi cukup bulan dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80 %. Untuk

kebanyakan bayi fenomena ini ringan dan dapat membayik tanpa pengobatan.

Ikterus fisiologis tidak disebabkan oleh faktor tunggal tapi kominasi berbagai

faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Peningkatan

kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi pada bayi baru lahir disebabkan

oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance

bilirubin.

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah

sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5

mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya

mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya

menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.

Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai

akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada

konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.

Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau

sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada

umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari

ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh

bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin.

Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-

kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.

Pada bayi-bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering

dan bayi dengan aspirasi meconium atau pengeluaran meconium lebih awal

8

Page 9: referat-anak-ikterus

cenderung mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis.

Pada bayi yang diberi minum susu formula lebih cenderung mengeluarkan

bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan

dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar

bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang

terlambat mengeluarkan meconium lebih sering terjadi ikterus fisiologis

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu

early ( yang berhubungan dengan breast feeding) dan late ( berhuubungan dengan

ASI) bentuk early d yakini berhubungan dengan onset diyakini berhubungan

dengan proses pemberian minum. Betuk late onset diyakini dipengaruhi oleh

kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi. Penyebab

late onset tidak diketahui diketahui, tetapi tealh dihubungakan dengan adanya

faktor spesifik dari ASI yaitu: 2α – 20β-pregnanediol yang mempengarhui

aktifitas UDPGT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit ; peningkatan

aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian meleepaskan asam lemak bebas ke

dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam lemak

unsaturated; atau β glukoronidase atau adanya faktor lain yang mungkin

menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.1,6

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari

ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi

menjadi ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :

1. Timbul pada hari kedua dan ketiga

2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.

3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.

4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.(,4,5,8,)

2. Ikterus Patologis

Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis

awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama

kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens

9

Page 10: referat-anak-ikterus

bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10

mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh

penyakit hemolitik.

Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindakan lanjut.

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap penungkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

3. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/Jam

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,

letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea

atau suhu yang tidak stabil)

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi

kurang bulan.1, 14

Kern ikterus

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak

akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum,

talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar

ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar,

letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher

kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus,

kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada

nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental. 4,8,9

2.4 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor.

Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :

1. Produksi yang berlebihan

10

Page 11: referat-anak-ikterus

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya

pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,

golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan

tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,

akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil

transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi

protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake”

bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke

hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat

misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih

banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah

melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar

hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.

Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh

penyebab lain. (2,4,5,7,8,9)

2.5 Patofisiologi

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi

dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain

seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan

hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian

mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan

memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang

disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak

terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma

11

Page 12: referat-anak-ikterus

terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini

beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari

albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam

glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut

masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam

usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen

dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian

urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah

porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya

diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian

dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai

senyawa larut air bersama urin

Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan

muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir

akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dL

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang

melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh

kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang

dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran

ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan

ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai

tertentu(sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan

yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice

2.6 Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin

serumnya kira-kira 6mg/dl. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek

pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau

jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna

12

Page 13: referat-anak-ikterus

kuning- kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada

ikterus yang berat

Gambaran klinis ikterus fisiologis sebagai berikut :

1. Timbul pada hari kedua dan ketiga

2. Bayi tampak sehat (normal).

3. Kadar bilirubin total < 12mg%.

4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis

Gambaran klinis Ikterus patologis. 1,14

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap penungkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

3. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/Jam

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,

letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea

atau suhu yang tidak stabil)

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi

kurang bulan

2.7 Diagnosis

Berbagai faktor resiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang

berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai resiko, terutama

untuk bayi-bayi yang pulang lebi awal. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan

medis bayi dan disosialisasikan pada dokter yang menanganibayi tersebut

selanjutnya

Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan

pencahayaan bayik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat

watna kulit dan jaringan subkutan, ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada

kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL1,15

Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab

ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah,

13

Page 14: referat-anak-ikterus

memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegaly, kehilangan berat badan dan

bukti adanya dehidrasi

Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka diperlu diketahui

daerah letak kadar bilirubin total. Beserta faktor resiko terjadinya

hiperbilirubinemia.

Faktor resiko mayor1,15

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus

terletak pada daerah resiko tinggi (gambar 2.1)

- Ikterus yang muncul dalam 25jam pertama kehidupan

- Inkompatibilitas golongan darah dengantes antiglobuling direk yang

positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkata

ETCO)

- Umur kehamilan 35-36 minggu

- Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi

- Sefalhematom aau memar yang bermakna

- ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak bayik dan kehilangan berat

badan berlebihan

- Ras Asia Timur

Faktor resiko minor1,15

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus

terletak pada resiko sedang (gambar 2.1)

- Umur kehamilan 37-38 minggu

- Sebelum pulang bayi tampak kuning

- Riwayat anak sebelumnya kunging

- Bayi makrosomia dari ibu DM

- Umur ibu ≥ 25 tahun

- Laki-laki

Faktor resiko kurang ( faktor resiko ini berhubungan dengan menurunnya resiko

ikterus yang signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin

ke bawah resiko makin rendah)1,15

14

Page 15: referat-anak-ikterus

- Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada

daerah resiko rendah

- Umur kehamilan ≥ 41 minggu

- Bayi mendapat susu formula penuh

- Kulit hitam

- Bayi dipulangkan setelah 72 jam.

Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer

Zona

indirek

Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin

1 Kepala dan leher 100

2 Pusat-leher 150

3 Pusat-paha 200

4 Lengan+Tungkai 250

5 Tangan+Kaki >250

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan

penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan

erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut

2.8 pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada

neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau

bayi- bayi yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi

menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs

test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining

G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang

setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum

15

Page 16: referat-anak-ikterus

albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi

tukar

2. 9 Penatalaksanaan

Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan

hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan

farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.1,15

Pencegahan 1,15

American Academy of pediatrics tahun 2004 mengeleuarkan strategi

praktis dalam pencegahan da penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (<35

minggu atau lebih) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal

hiperiblirubinemia erat dan esefalopati bilirubin serta meminimalkan resiko yang

tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breast feeding atau

terapi yang tidak diperlukan. Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum

sesegera mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik,

menunjang kestabilan bakteri flora normal, dan merangsang aktifitas usus

halus.1,15

1. Pencegahan primer

a. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari

untuk beberapa hari pertama

b. Tidak memberikan cairan tambahan turin seperti dekstrose atau air pada

bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi

2. Pencegahan Sekunder

Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya

hiperbilirubinemia berat. Selama periode neonatal

a. Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus

serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa

i. Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negative dilakukan

pemeriksaan antibody direk ( tes coombs), golongan darah dan tipe Rh

(D) darah tali pusat bayi.

ii. Bila golongan darah ibu O, Rh positifm terdapat pilihan untuk

dilakukan tes golongan darah dan tes coombs pada darah tali pusat

16

Page 17: referat-anak-ikterus

bayi tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan,

penilaian terhadap resiko sebelum keluar rumah sakit (RS) dan tindak

lanjut memadai.

b. Harus memastikan bawha semua bayi secara rutin dimonitor terhadap

timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus

yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang

dari setiap 8-12 menit

i. Protocol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh staf

perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin

secara transkutaneus atau memeriksakan ilirubin serum total

3. Evaluasi laboratorium

a. Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total

haruss dilakukan pada setiap bayi mengalami ikterus dalam 24 jam

pertama setelah lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang

bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum total tergantung pada

daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak. Umur bayi, dan

evolusi hiperbilirubinemia

b. Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin total harus

dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus

meragukan permeriksaan bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum

harus dilakukan, terutama pada klit hitam, oleh karena pemeriksaan

derajat ikterus secara visual seringkali salah

c. Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi

dalam jam

4. Penyebab kuning

Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima

fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat

dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis

17

Page 18: referat-anak-ikterus

a. Bayi yang mengalami peningkatan biliruibin direk atau konjugasi harus

dilakukan analisis dan kulur urin, pemeriksaan laboratorium tambahan

untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dfisis

b. Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan

pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk

mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan

terhadap tiroid dan galaktosemia

c. Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi menginkat, dilakukan

evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis

d. Pemeriksaan terhadap kadar glucose 6 phospatease dihhydorgenase

(G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi

dan dengan riwayat keluarga atau entis/asal geografis yang menunjukan

kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon terhadap

foto terapi yang buruk

5. Penilaian resiko seblum bayi dipulangkan

Sebelum dipulangkan dari rumah sakit , bayi harus dinilai terhadap

resiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat dan semua perawatan

harus menetapkan protocol untuk menilai resiko ini. Penilaian ini

sangat penting pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam

Ada dua pilihan rekomendasi yaitu

a. Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin total

sebelu keluar RS, secara individual atau kombinasi untuk pengukuran

yang sistematis terhadap isiko

b. Penilaian foktor resiko klinis

6. Kebijakan dan prosedur rumah sakit

Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat

keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya

18

Page 19: referat-anak-ikterus

monitoring terhadap kuning dan anjuran bagaimana monitoring harus

dilakukan.

a. Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan professional yang

berkualitas beberapa hari setelah keluar dari RS untuk menilai keadaan

bayi da nada tidaknya kuning. Waktu dan tempat untuk melakukan

penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau tidaknya

faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal

lainnya

b. Berdasarkan table dibawah

Bayi keluar RS Harus dihlihat saat umur

Sebelum umur 24 jam 72 jam

Antara umur 24 dan 47,9 jam 96 jam

Antara umur 48 dan 72 jam 120 jam

Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam diperlukan 2

kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara 24 – 72 jam

dan kedua antara 72 – 120 jam. Penilaian klinik harus digunakan dalam

menentukan tindak lanjut pada bayi yang mempunyai fakor resiko kecil

atau tidak berisiko. Waktu pemeriksaan kembali dapat leibh lama

c. Menunda pulang dari rumah sakit, bila tindak lanjut yang memadai

tidak dapat dilakukan terhadap adanya peningkatan resiko timbulnya

hiperbilirubinemia berat, mungkin diperlukan penundaan kepulangan

dari RS sampai tindak lanjut yang memadai dapat dipastikan periode

resiko terbesar telah terlewati (72-96 jam )

d. Penilaian tindak lanjut. Harus termasuk berat badan bayi dan perubahan

presentase berat lahir, asupan yang adekuat, pola buang air besar dan

buang air kecil serata ada tidaknya kunign. Penilaian klinis harus

digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan pemeriskaan bilirubin

jika penilaian visual meragukan kadar bilirubin transkutaneus dan

bilirubin total serum harus diepriksa. Perkiraan kadar bilirubin secara

visual dapat keliru terutama pada bayi dengan kulit hitam.

19

Page 20: referat-anak-ikterus

Penggunaan farmakoterapi

Farmako terapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia

dengan merangsang induki enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna

mempengaruhi penghancuran heme, atau untuk mengikat bilirubin dalam usus

halus sehingga reabsonsi enterohepatik menurun, antara lain

1. Immunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh

yang berat dan inkompatibilitsas ABO unutk menerkan hemolysis isoimun

dan menurunkan tindakan transfusi ganti

2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil efektif merangsang aktivitas dan

konsentrasi UDPGP dan ligandin serta dapat meningktakkan jumlah

tempat ikatan bilirubin

3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan

metaloprotoporphurin juga telah di teliti. Zat ini adalah analog sintesis

heme. Protoporphyrin telah terbukti efektif sebagai inhibitor kompetitif

dari heme oksiegenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisme heme

menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari kaabolisme dan

dieksresikan secara utuh dalam empedu1,6

4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau

tanpa penyakit hemolitik, tin-protoportyrin (Sn-PP) dan in mesoprophyrin

(Sn-MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi

setelah pemberian Sn-PP berhubingan dengan timbulnya eritema foo

toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, khususnya jika digunakan besamaan

dengan foto terapi

5. Baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor β glukoronidase pada bayi

sehat cukup bulan yang mendapat ASI, seperti L-aspartik dan kasein

hoidrolisat dalam jumlah kecil (5ml/dosis – 6 kali/hari) dapat

meningkatkan pengeluaran bilirubin fese dan ikterus menjadi kurang

dibandingkan dengan bayi kontrol. 1,6,16

Foto terapi dan transfusi tukar.1,15

20

Page 21: referat-anak-ikterus

Lakukan foto terapi intensi dan aatau transfusi tukar sesuai indikasi (lihat

gambar 2.1)

1. Lakukan pemeriksaan laboratorium

Bilirubin total dan direk

Golongan darah (ABO,Rh)

Tes antibody direk (Coombs)

Serum albumin

Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi

Jumlah retikulosit

ETCO (bila tersedia)

G6PD ( bila terdapat kecurigaan atau respon foto terapi kurang)

Urinalisis

Bila anamnesis dan atau tampilan klinis mennunjukan kemungkinan

sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, dan likuor untuk protein,

glukosa, hitung sel dan kultur

2. Tindakan

Bila bilirubin total ≥ 25 mg atau ≥ 20 mg pada bayi sakit atau bayi < 38

minggu, lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross match pada pasien

yang akan direncanakan transfusi ganti

Pada bayi dengan autoimun hemolitik dan kadar bilirubin total meningkat

walau telah dilakukan foto terapi intesif atau dalam 23mg/dL kadar

transfusi ganti, berikan imuoglobulin intravena 0,5-1 g/Kg selam 2 jam

dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian

Pada bayi menglami penurunan berat badan lebih dari 12% atau secara

klinis atau bukti secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi, dianjurkan

pemberian susu formula atau ASI tambahan. Bila pemberian peroral sulit

dapat diberikan intravena

3. Pada bayi mendapat foto terapi intensif

Pemberian munim dilakukan setiap 2-3 jam

21

Page 22: referat-anak-ikterus

Bila bilirubin total ≥25mg/dL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3

jam

Bila bilirubin total 20-25 mg/dL , pemeriksaan dilakukan dalam 3-4 jam

bila < 20 mg/dl dulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun

periksa ulan dalam 8- 12 jam

Bila kadar bilirubin tidak turin atau malah mendekati kadar transfusi tukar

aau perbandinan bilirubin total dengan albumin meningkat mendekati

angka untuk transfusi tukar maka lakukan transfusi ganti

Bila kadar bilirubin total kurang dari 13 -14 mg/dl foto terapi dihentikan

Tergantungkepada penyebab hiperbilirubinemia, periksa bilirubin ulangan

boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melihat

kemungkinan terjadinya rebound

Foto terapi

Gambar 2.3 panduan foto terapi pada bayi usia kehamilan ≥ 35 minggu

Sebagai patokan gunakan kadar bilirubin total

22

Page 23: referat-anak-ikterus

Faktor resiko : isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD asfiksia

letargis , suhu tubuh yang tidak stabiil, sepsis , asidosis atau kadar albmin

< 3 g/dl

Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 minggu diperbolehkan unuk

melakukan fototerapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line.

Untuk bayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin

total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7

minggu.

Diperbolehkan melakukan foto terapi dirumah sakit atau dirumah pada

kadar bilirubin total 2-3 mg/dl di garis yang ditunjukan , namun pada bayi

yang memiliki faktor risiko foto terapi sebayiknya tidak dilakukan

dirumah.1,15

Transfusi tukar

Gambar 2.4. Panduan transfusi tukar

23

Page 24: referat-anak-ikterus

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan tanpa

patokan pasti karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan

tergantung respon terhadap foto terapi

Direkomendasikan transfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala

ensefalopati akut atau bila kadar bilirubin total≥ 5 mg/dl

Fakor risiko : penyakit hemolitik autoimun, defisiensi g6PD asfiksia,

letarfis suhu tidak stabil, sepsis, asidosis

Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total/albumin

Sebagai patokan adalah bilirubin total

Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu transfusi tukar dapat

dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai

usianya1,15

Komplikasi transfusi tukar 1,14

1. Hipokalsemia dan hipomagnesia

2. Hipoglikemia

3. Gangguan keseimbangan asambasa

4. Hyperkalemia

5. Gangguan kardiovaskular

6. Perdarahan

7. Infeksi

8. Hemolysis

9. Graft versus host disease

24

Page 25: referat-anak-ikterus

10. Lain-lain : hipotermia, hipertermia dan kemungkinan terjadinya enterokolitis

nekrotikans.

2.10 komplikasi

Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan

bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan

tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-

putar, gerakan tidak menentu kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan

akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa

berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis

sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.

25

Page 26: referat-anak-ikterus

BAB III

KESIMPULAN

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum

yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin

bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Bila ikterus terlihat pada hari ke 2-3

dengan kadar bilirubin indirek 5-6 mg/dl dan untuk selanjutnya menurun hari ke

5-7 kehidupan maka disebut ikterus fisiologis sedangkan ikterus patologis yaitu

bila bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl / 24 jam

pertama kehidupan yang selanjutnya dapat terjadi kernikterus bila tidak

didiagnosa dan ditangani secara dini.

Pengobatan yang diberikan pada ikterus bertujuan untuk mencegah agar

konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang

menimbulkan neurotoksitas, pengobatan yang sering diberikan adalah fototerapi

dan transfusi tukar. Prognosis ikterus tergantung diagnosa secara dini dan

penatalaksanan yang cepat dan tepat.

26

Page 27: referat-anak-ikterus

DAFTAR PUSTAKA

1. Soleh K, Ari Yunanto Rizalya D, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar

Neonatologi. Hiperebilirubinemia Edisi pertama. IDAI. 2012. Hal .147-69

2. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Hepatologi Anak dalam Buku Kuliah

Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku 2, edisi 7, Bab 20, Infomedia, Jakarta,

1997, hal : 519-522.

3. Shopin Steven M Kern Ikterus; Newborn Jaundice on line, Verginia

Commonhealth Univercity, http.//www.mcvfoundation.org.

4. Prawirohartono EP, Sunarto (ed), Ikterus dalam Pedoman Tata Laksana Medik

Anak RSUP. Dr. Sardjito, Edisi 2, Cetakan 2, Medika FK UGM, Yogyakarta

2000, hal 37-43.

5. Poland R, dan Ostrea E.M.; Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam Klaus

M.H, Fanaroff A.A (ed); Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi, Edisi 4,

EGC, Jakarta, 1998, hal 367-389

6. Wong Rj, Stevenson DK, ahlfolrs CE,reman HJ, Neonatal Jaundice: Bilirubin

Physiology and clinical Chemistry. NeoRiiews 2007; 8: 58-67

7. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam

A.H. Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 1999, hal : 313-317.

8. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Perinatologi dalam Buku Kuliah Ilmu

Kesehatan Anak FKUI, Buku 3, edisi 7, Bab 32, Infomedia, Jakarta, 1997, hal

: 1101-1115.

9. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Ikterus

Neonatorum in Nelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B.

Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, 1992; pages 641-647.

10. Wong RJ, Bhutani VK,Vreman HJ, Stevensons DK. Tin mesoporphyrin for

the prevention of severe neonatal hyperbilirubinemia. Pharmacology review.

Neo reviews 2007; 3: 77-84

27

Page 28: referat-anak-ikterus

11. Mac Mahon JR. Stevensons DK, Oski FA. Nilirubin metabolism dalam :

teausch HW, Ballard RA, Editors. Avery’s disease of the newborn. Edisi ke 7

philadelphia: WB Saunders Company, 1998: h, 765-819

12. Maisels MJ. Jaundice dalam: Avery GB, Fleccher MA, Mac Donald MG,

Penyuting. Neonatology , pathophysiology and Management of the Newborn.

Edisi ke 5. Baltimore: lippincot William and Wilkins, 1999 h 765-819

13. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal Jaundice and liver disease. Dalam :

Fanaroff AA, Martin RJ. Penyunting. Neonatal perinatal medicine. Disease of

the fetus and infant. Edisi ke 7 St louis: Mosby inc 2002. H 1309-50

14. Martin CR, Cloherty Jp. Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam : Chloherty JP,

Eichenwaald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal Care. Edisi ke 5.

Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. 2004 h. 185-221

15. American Academy of Pediatrics. Subcommitee on Hyperbilirubinemia.

Management of Hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks

of gestation .clinical Practice guidelines. Pediatrics 2004; 114: 297-316

28