ref besar

28
BAB I PENDAHULUAN Tinea manuum adalah dermatofitosis yang mempengaruhi palmar dan interdigital dari tangan, biasanya asimetris dan timbul bersamaan dengan Tinea pedis. Timbul sisik yang memenuhi seluruh permukaan palmar di salah satu tangan atau unilateral. (1,2) Tinea manuum adalah infeksi jamur dari satu atau, kadang-kadang kedua tangan. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan Tinea pedis. Tinea manuum biasanya analog dengan moccasin jenis Tinea pedis. Palm muncul hiperkeratosis dan memiliki skala putih yang sangat halus yang menekankan garis normal tangan. Tinea dari permukaan punggung tangan biasanya mirip dengan penyakit tinea pada umumnya. Tinea manuum sering dihubungankan dengan Tinea pedis dan onikomikosis, permukaan palmar difus, kering dan hyperkeratosis, ketika kuku yang terlibat, mungkin ada sedikit vesikel, dan kondisi menyerupai eksim dishidrotik. (3,4) 1

Upload: nanoarashi

Post on 14-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kulit

TRANSCRIPT

Page 1: Ref BESAR

BAB I

PENDAHULUAN

Tinea manuum adalah dermatofitosis yang mempengaruhi palmar dan

interdigital dari tangan, biasanya asimetris dan timbul bersamaan dengan Tinea

pedis. Timbul sisik yang memenuhi seluruh permukaan palmar di salah satu tangan

atau unilateral.(1,2)

Tinea manuum adalah infeksi jamur dari satu atau, kadang-kadang kedua

tangan. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan Tinea pedis. Tinea manuum

biasanya analog dengan moccasin jenis Tinea pedis. Palm muncul hiperkeratosis

dan memiliki skala putih yang sangat halus yang menekankan garis normal tangan.

Tinea dari permukaan punggung tangan biasanya mirip dengan penyakit tinea pada

umumnya. Tinea manuum sering dihubungankan dengan Tinea pedis dan

onikomikosis, permukaan palmar difus, kering dan hyperkeratosis, ketika kuku

yang terlibat, mungkin ada sedikit vesikel, dan kondisi menyerupai eksim

dishidrotik.(3,4)

Gambar 1. Tinea manuum, dengan lesi yang luas, hiperkeratosis, eritema, dan radang

pada permukaan ekstensor tangan.

1

Page 2: Ref BESAR

(Dikutip dari kepustakaan 3)

Tinea manuum diperoleh melalui kontak langsung dengan orang yang

terinfeksi atau hewan, tanah atau melalui autoinokulasi. Tinea manuum paling

sering mengenai hanya satu tangan (tunggal ; Tinea manus) dan melibatkan kaki

sehingga sering disebut one hand-two feet syndrome. Presentasi klasik dari Tinea

manus merupakan infeksi sekunder yang berasal dari tanah setelah adanya

ekskoriasi dari kaki dan kuku kaki. Tinea manuum sering disertai dengan Tinea

pedis.(4,5)

Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton

mentagrophytes var interdigitale, dan jarang disebabkan oleh Trichophyton

violaceum dan Trichophyton erinacei. Kebanyakan kasus, selain dari infeksi hewan

terdapat pula infeksi yang diawali dari kaki yang terinfeksi baik yang terkena kuku

jarinya ataupun tidak, seperti misalnya terdapat kurap diantara cincin dan jari

tangan, jam tangan, atau terdapat maserasi akibat predisposisi pekerjaan.

Berdasarkan hal tersebut, timbul kerentanan terhadap Trichophyton

Mentagrophytes. Pada tipe infeksi interdigitale, dalam kebanyakan kasus dapat

terjadi karena adanya keterlibatan infeksi di kaki. Sirkulasi perifer yang buruk dan

palmar keratoderma merupakan faktor predisposisi yang lain.(6,7)

Infeksi Trichophyton rubrum dapat menunjukkan berbagai bentuk klinis.

Paling sering bentuk hiperkeratosis, kemudian selalu disertai dengan kaki, jika

disebabkan oleh jamur zoofilik, biasaya lebih terlokalisasi dan meradang.

Hiperkeratosis dari keseluruhan kulit, telapak tangan dan jari-jari adalah jenis yang

paling umum, namun tidak simetris pada sebagian kasus. Jenis klinis yang lain

2

Page 3: Ref BESAR

termasuk sisik eksfoliasi berbentuk sabit, bercak vesikuler sirkumskripta, papul

eritem dan bercak folikuler yang bersisik pada bagian dorsal dari telapak tangan.

Sementara itu, gambaran klinik stadium akhir mirip infeksi oleh parasit.(6,7)

Gambar 2. Two feet - one hand syndrome

(Dikutip dari kepustakaan 1)

Secara histologi, hiperkeratotis Tinea manuum memiliki karakteristik berupa

akantosis, hiperkeratosis, dan infiltrasi perivaskular yang dangkal, kronik dan dapat

menyebar pada dermis. Bentuk vesiculobullous menampilkan spongiosis,

parakeratosis, dan subkornea atau spongiosis intraepitel vesiculasi dengan kedua

tipe, foci dari neutrofil biasanya dapat dilihat pada daerah stratum kornea, infiltrat

perivaskular superfisial pada dermis. Jenis vesiculobullous menunjukkan

subcorneal atau spongiotik vesikulasi intraepithelial.(1,5)

3

Page 4: Ref BESAR

Gambar 3. Gambaran histlogi hiperkeratosis Tinea manuum

BAB II

DIAGNOSIS

II.1 Anamnesis

Dalam penegakkan diagnosa Tinea manus, peranan anamnesis sangat besar.

Melalui anmnesis kita dapat menggali keluhan-keluhan yang nantinya mengarah

kepada Tinea manus dengan gejala klinis yang dikeluhkan oleh pasien.(8)

II.2 Pemeriksaan Fisik

Diagnosis dari tinea biasanaya dilakukan secara klinikal dan berdasarkan

pemeriksaan dari daerah yang terinfeksi.

Gambaran lesi kulit dari Tinea manus yaitu : Lesi berbatas tegas,

hiperkeratosis, mengikuti alur lipatan tangan dan central healing. Lesi dapat

menyebar ke dorsum manus dengan bentuk papul, nodul, dan pustul. Lesi yang

timbul pada tipe dishidrotik dapat memberi gambaran papul, vesikel dan bulla

(jarang) pada daerah telapak tangan dan tepi jari, menyerupai lesi pada Tinea pedis.

Bentuk sekunder yang dapat terjadi adalah Liken simplek kronik, nodul prorigo

dan impetigonisasi. Disribusi lesi yakni hyperkeratosis dari telapak tangan

mengikuti alur lipatan tangan dan biasanya unilateral, diserta dengan adanya Tinea

pedis. Jika kronis, sering dikaitkan dengan Tinea unguium. (8)

4

Page 5: Ref BESAR

Gambar 3. Tinea manus pada telapak tangan yang juga melibatkan jari

(Dikutip dari kepustakaan 8)

Gambar 4. plak eritem besar dengan tepi tajam pada dorsum tangan kiri duhubungkan

dengan Tinea pedis dan subungual onikomikosis distal.

(Dikutip dari kepustakaan 8)

5

Page 6: Ref BESAR

II.3 Pemeriksaan Penunjang

Untuk menunjang diagnosis, gambaran klinis yang tampak dapat dikonfirmasi

melalui:(1)

1) Pemeriksaan KOH

Menggunakan potassium hydroxide untuk melarutkan sel epitel untuk

menunjukkan hifa. Pada pemeriksaan dibawah mikroskop dapat ditemukan

hifa bersepta atau bercabang. (1)

2) Kultur

Media kultur yang digunakan adalah SDA (Sabouraud’s dextrose agar) atau

mengguanakan Dermatophyte tes medium (DTM) untuk mengkonfirmasi

diagnosis. Tes ini sensitif dan dapat mengindikasi perubahan warna menjadi

warna merah dalam waktu 1 minggu, hasil kultur biasanya selesai dalam

kurun waktu 4 minggu.(1)

3) Penggunaan Wood Light examination dapat dilakukan juga (jika memiliki

alatnya), pemeriksaan pada kulit kepala dan wajah dilakukan dalam ruang

gelap menggunakan wood lamp (lampu ultraviolet) dan dapat terihat warna

kehijauan pada infeksi Microsporum audonii dan Microsporum canis.(1)

6

Page 7: Ref BESAR

BAB III

DIAGNOSIS BANDING

III.1 Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau subtansi

yang menempel pada kulit. Kejadian dermatitis kontak iritan maupun alegi paling

sering ditangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering

digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Dermatitis kontak tidak jarang

ditemukan pada penderita yang juga mempunyai riwayat atopi. Pada pekerjaan

basah (wet work), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut

disalon, angka kejadian dermatitis kontak pada tangan lebih tinggi. Etiologi

dermatitis pada tangan sangat kompleks karena banyak sekali faktor yang berperan

disamping atopi. Bahan-bahan yang dapat menimbulkan dermatitis tangan,

misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen, dan peptisida. (9,10)

Gambar 5. Dermatitis Kontak Alergi

(Dikutip dari kepustakaan 9)

7

Page 8: Ref BESAR

III.2 Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit kronis, umum, dan bersisik eritem terutama

berlokasi di epidermis, yang ditandai dengan peningkatan proliferasi dan

diferensiasi sel, sehingga menyebabkan hiperkeratosis dan parakeratosis. Psoriasis

bersifat kronik dan residif. Lesi klasik psoriasis berbatas tegas, plak merah dengan

permukaan bersisik putih. Lesi psoriasis dapat bervariasi dalam berbagai ukuran

dari papul pinpoint untuk plak yang menutupi sebagian besar tubuh. Berdasarkan

skala, kulit mengkilap eritema homogen, dan titik perdarahan muncul ketika

penebalan sisiknya dihapus karena terjadi pelebaran kapiler di bawah kulit (Auspitz

sign). Psoriasis cenderung menjadi erupsi, dan simetri dan hal tersebut membantu

dalam menegakkan diagnosis. Keterlibatan sepihak dapat terjadi, namun fenotip

psoriasis dapat menyebabkan spektrum penyakit yang berubah ekspresi bahkan

dalam pasien yang sama.(10,11)

Gambar 6. Psoriasis pada tangan

(Dikutip dari kepustakaan 11)

8

Page 9: Ref BESAR

III.3 Kandidiasis

Kandidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut

disebabkan oleh spesies kandida, biasanya oleh spesies Candida albicans, dan

dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, kadang-kadang dapat

menyebabkan septikema, endokarditis atau meningitis. Kandidiasis adalah bagian

dari Candida albicans dan termasuk genus Candida. Organisme ini meyerang kulit,

kuku, membran mukosa dan gastrontenstinal. Karakeristik lesi berukuran 0,5-1,0

cm papul eritem dengan kemerahan atau pustul ditengah. Hal terpenting yang bisa

kita dapatkan pada pasien yang menderita kandidiasis yaitu ditemukannya infeksi

kandidiasis yang berulang mengenai pada kulit, kuku dan juga mukosa. Candida

albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang terus memanjang,

membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora

berbentuk bulat atau lonjong disekitar septum, beberapa strain glastospora

berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol dalam jumlah sedikit. Sel ini

dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah

sekitar 8 – 12 µ. Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat

Sabouraud’s dextrose agar berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung,

halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang

telah tua, warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape.(10,12)

9

Page 10: Ref BESAR

Gambar 7. Multiple papul erimatous

(Dikutip dari kepustakaan 12)

10

Page 11: Ref BESAR

BAB IV

PENATALAKSANAAN

Terapi yang dapat diberikan adalah dalam bentuk topikal maupun sistemik.

Terapi topikal efektif diberikan pada infeksi yang sedikit dan terlokalisir. Terapi

sistemik diberikan pada infeksi yang luas.(1, 13)

IV.1 Terapi Topikal

Terapi topikal yang digunakan adalah ointment witfield golongan azoles,

imidazoles atau allylamines. Golongan azoles seperti miconazole dan clotrimazole,

imidazole yang digunakan seperti ketoconazole dan allylamines seperti terbinafine

atau naftifine cream. Terapi topikal ini digunakan sehari dua kali selama 4 minggu.

(1)

Imidazole adalah obat antijamur golongan azole mempunyai spektrum yang

luas. Kelompok imidiazole terdiri atas ketokonazole, mikonazole, dan klotrimazole.

Obat antijaamur ini banyak dugunakan sebagai antijamur sistemik. (13,14)

Ketokonazole, merupakan turunan dari imidazole sintetik yang bersifat

liofilik dan larut dalam air pada pH asam. Ketokonazole aktif sebagai antijamur

baik sistemik maupun nonsistemik, efektif terhadap candida, coccidiodes immitis,

Cryptococcus neoformans, dll. Farmakokinetik ketokonazole, obat ini

menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan berbagai kenis jamur. Efek

samping dari ketokonazole yaitu ketokonazole memiliki efek toksik lebih ringan

dari pada aamfoterisin B. Mual dan muntah paling sering dijumpai. Efek samping

yang paling jarang ialah saakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, dan juga dapat

11

Page 12: Ref BESAR

meningkatkan aktifitas enzim hati dalam beberapa waktu. Obat ini sebaiknya tidak

digunakan pada wanita hamil maaupun pada wanita yang sedang menyusui, karena

obat ini disekresi dalam asi. Indikasi pemakaian ketokonazole efektif untuk

histoplasmosis paru, tulang , send, dan jaringan lemak. Ketokonazole tersedia

dalam tablet 200 mg, krim 2%. Dosis yang dianjurkan padaa orang dewasa satu

kaali 200-400 mg sehari. Pada anak-anak diberikan 3,3-6,6mg/kg/BB/hari. (13,14)

Mikonazole, obat antijamur yang memiliki spectrum luas terhadap jamur

dermatofit. Mikonazole menghambat aktivitas jamur Trichophyton,

Epidermophton, Microsporum, Candida dan Malassazia furfur. Mikonazol in vitro

efektif terhaadap beberapa kuman gram positif. Mekanisme kerja obat ini belum

siketahui ssepenuhnya. Mikonazole masuk kedalam sel jaamur dan menyebabkan

kerusakaan dinding sel sehingga permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel

meningkat. Mikonazole topical diindikasokan untuk dermatofitosis, tinea

versicolor, dan kandidiasis mukokutan. Efek samping dari mikonazole berupa

iritasi, rasa terbakar dam maserasi. Pemakainan mikonazole pada kehamilan

trimester pertama sebaiknya dihindari. Obat ini tersedia dalam bentuk krim 2% dan

bedak tabur dipakai dalam dua kali sehari selama 2-4 minggu. Krim 2% untuk

penggunan intravaginal diberikan sekali saja pada malam hari selama 7 hari. (13,14)

Itrakonaazole, merupakan antijamur dimana aktivitas antijamurnya lebih

besar namun efek sampingnya lebih sedikit. Merupakam antijamur spectrum luas.

Itrakonazole tersedia dalam kapsul 100 mg, dosis yang disarankan 200 mg sekali

sehari. (13,14)

12

Page 13: Ref BESAR

Klotrimazol, memiliki efek antijamur dengan antibiotik dengan mekanisme

kerja mirip dengan mikonazole dan secara topical digunakan untuk pengobaataan

tinea pedis, rubrum, korporis. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan larutan

dengan kadar 1% dioleskan dua kali sehari.(13,14)

IV.2 Terapi Sistemik.

Terapi sistemik yang digunakan untuk tinea manus meliputi griseofulvin

untuk dewasa dosisnya 250-500 mg/hari dan untuk anak-anak 10-20 mg/kg hari.

Ketoconasole untuk dewasa dosisnya 200 mg/hari. Terbinafine dosis 250 mg/hari

untuk dewasa, dan 125 mg/hari untuk anak-anak (anak-anak dengan berat badan

20-40 kg), sedangkan obat anti jamur triazole dosis 200 mg/hari dan 100 mg/hari

unuk anak-anak dengan berat badan 20-40 kg. (1)

Griseofulvin, hanya efektif atau berespon terhadap berbagai jenis jamur

dematovites (Trichopyhton, Epidermophyton, dan Mikosporum), infeksi ragi

termasuk yamg disebabkan oleh organism Candida, organisme Pityrosporum dan

infeksi jamur yang lebih dalam tidak berespon pada Griseofulfin. Obat ini telah

tersedia selama lebih dari 40 tahun dan telah terbukti aman. Griseofulvin bersifat

fungisidal yaitu obat ini akan menghambat mitosis sel muda dengan mengganggu

sintesis dan polymerase asam nukleat. Griseofulvin kemungkinan berdifusi

kedalam statum korneum melalui cairan ekstraseluler dan keringat. Peningkatan

keringat dapat meningkatkan konsentrasi griseofulvin di stratum korneum, sehingga

meningkatkan efek dari obat tersebut. Penyerapan griseofulvin berbeda pada setiap

individu, pemakaian dengan level tinggi atau rendahnya obat tergantung pasien.

13

Page 14: Ref BESAR

Griseofulvin kurang baik penyerapannya paada saluran cerna bagian atas karena

obat ini tidak larut dalam air. Pemberian obat griseofulvin dengan makanan

berlemak dapat meningkatkan penyerapan obat griseofulvin. Obat ini

dimetabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6-metilgriseofulvin. Waktu

paruh daari obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan

dikeluarkan bersama urin dalam bentuk metabolit selama 5 hari. Efek samping

yang berat dari pemakaian griseofulvin jarang timbul. Leucopenia dan

granulusitopenia dapat terjadi pada pemakaian dosis besar dalam waktu lama, oleh

karena itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah yang teratur selama pemakaian

obat ini. Sakit kepala dan gejala gastrointestinal lebih sering ditemukan. Efek

samping lainnya seperti artralgia, neuritis perifer, demam, penglihatan kabur,

insomnia, berkurangnya fungsi motorik dan sinkop. Indikasi pemakaian griseofulfin

yaitu menghasilkaan yang terbaik terhadap penyakit jamur pada kulit, rambut dan

kuku yang disebabkan oleh jamur yang sensitive. Griseofulfin tersedia dalam

bentuk tabel berisi 125-500 mg dan tablet yang mengandung partikel

ultramikrokristal tersedia dalam takaran 330 mg, untuk anak-anak diberikan 5-15

mg/hari/kh/BB/hari, sedangkan untuk dewasaa 500-1000 mg/hari dalam dosis

tunggal. Bila dosis tunggaltidak dapat ditoleransi, maka dibagi dalam beberapa

dosis. Dosis sangat tinggi griseofulvin bersifat karsinogenik dan teratogenik

sehingga dermatofitosis tidak perlu diberikan griseofulvin, cukup dengan

pemberian preparat tropical. (13,14)

14

Page 15: Ref BESAR

Terbinafin, merupakan derivate alilanim sintetik. Obat ini digunakan dalam

terapi dermatofitosis. Terbinafin bersifat keratofilik dan fungisidal. Obat ini

mempengaruhi biosintetis ergosterol dinding sel jamur melalui penghambatan

enzim skualen epoksidase pada jamur dan bukan melalui penghambatan sitokrom

p-450. Terbinafin diabsorbsi dengan baik melalui saluran cerna dan didistribusi ke

seluruh jaringan adipose, dermis, epidermis, dan kuku. Obat ini bertahan dalm

plasma, dermis-epidermis, rambut dan kuku selama beberapa minggu. Terbinafin di

kirim ke stratum korneum melalui sebum dan pada tingkat lebih rendah, melalui

penggabungan ke dalam keratinosis pada basal dan difusi melalui dermis-

epidermis. Terbinafin tidak ditemukan pada ekrin. Waktu paruh awalnya adalah

sekitar 12 jam dan berkisar antara 200 sampai 400 jam bila telah mencapai kadar

mantap. Obat ini masih dapat ditemukan di kuku 6-12 minggu setelah pemakaian

oral, terbinafin masih dapat dideteksi di kuku 30 sampai 36 minggu. Terbinafin di

metabolism di hati menjadi metabolit tidak aktif dan diekskresi dalam urin.

Terbinafin tidak boleh diberikan pada pada penderita azotemia dan gagal hati. Efek

samping terbinbafin jarang ditemukan, biasanya berupa gangguan saluran cerana,

sakit kepala dan rush. Terbinafin dapat menyebabkan Sindrom Steven Johnson tapi

jarang. Terbinafin tersedia dalam bentuk tablet oral 250 mg, dosis terapi 250 mg

dalam sehari. (13,14)

Itrakonazole, merupakan antijamur dimana aktivitas antijamurnya lebih besar

namun efek sampingnya lebih sedikit. Merupakam antijamur spectrum luas dapat

diberikan dalam bentuk oral dan intra vena. Itrakonazole diserap lebih sempurna

15

Page 16: Ref BESAR

bial diberikan bersamaan makanan. Itrakonazole tersedia dalam kapsul 100 mg,

dosis yang disarankan 200 mg sekali sehari. Itrakonazole juga tersedia dalam

bentuk suspensi 10 mg/ml dan larutan intra vena 10 mg/ml. Efek samping

kemerahan, pruritus, pusing, edema kaki dan kehilangan libido.(13,14)

16

Page 17: Ref BESAR

DAFTAR PUSTAKA

1. Edith Nkechi Nnouka FDO, Osume Faye. Common skin disease and treatment

in Afrika. In : Kelly AP TS, editor. Dermatology for skin color. New York:

McGraw Hill Medicine:2007. p. 600-2

2. Gawkrodger DA. Fungal Disease. In: Gawkrodger DA, editor. Dermatology:

An Illustrated Colour Text. 2rd Edition. USA: Churchill Livingstone; 2003. p.

57

3. Hainer BL. Dermatophyte Infections. In: American Family Physician. South

Carolina : Medical University of South Carolina, Charleston, South Carolina

Am Fam Physician. 2003.p.101-109 

4. Verma S, Heffernan MP. Superficial fungal infction: dermatophytosis,

onychomycosis, tinea nigra, piedra. in: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine. 8th .edition.1. New York: McGraw-Hill Medicine; 2012; 3257-8

5. Brian Thomas M. Clear Choices in Managing Epidermal Tinea Infection. The

Journal of Family Pratice. 2003;52:850-62.

6. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Fungal Disease. In Thieme Clinica Companion

Dermatology. New York: Stuttgart;2006.p.106-11

7. Hay RJ, Ashbee HR. Mycology, in: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C,

eds. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th edition.1. Cambridge: Wiley-

Balckwell; 2010. p.36.32-3

17

Page 18: Ref BESAR

8. Wolff, Klaus. Johnson, RA. Superficial Fungal Infection. In: Fritzpatrick’s

Color Atlas And Synoopsis of Clinical Dermatology. 6th Ed. New York :

McGraw-Hill Medicine. p. 701

9. Castanedo Mari Paz –Tardan, A. Zug Kathryn. Allergic Contact Dermatitis :

Hand and feet, in; Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th .edition.1.

New York: McGraw-Hill Medicine; 2012; 247, 252

10. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. In: Djuanda PDdA, Hamzah dM,

Aisah PDdS, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p. 130,135.

11. Proksch Ehrhardt,Jensen Jens-Michael. Psoriasis : Cutaneus Lesion, in; Wolff

K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th .edition.1. New York:

McGraw-Hill Medicine; 2012; 323, 725

12. Janik M, Heffernan M. Yeast Infection: Candidiasis and Tinea (Pityriasis)

Versicolor. In: Fritzpatrick’s Color Atlas And Synoopsis of Clinical

Dermatology. 6th Ed. New York : McGraw-Hill Medicine. p. 1860

13. Setiabudy Rianto, Bahry Bhroelim. Editor Gunawan Gan Sulistia. Farmakologi

dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. p. 871-4

14. Habif TP, editor. Treatment of Fungal Infections. In: Clinical Dermatology: A

Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th edition. USA; Mosby. 2004.p.434-9

18