reaksi kusta

30
BAB II PENDAHULUAN Lepra atau kusta adalah infeksi bakteri pada kulit dan saraf yang dapat menyebabkan hilangnya rasa raba, kelemahan otot dan kelumpuhan. Salah satu ciri khas lepra adalah kemungkinan timbulnya reaksi, yaitu suatu periode di mana terjadi peradangan yang dapat mengenai saraf. Reaksi kusta adalah suatu episode akut di dalam perjalanan klinik penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral response), ditandai dengan terjadinya reaksi radang akut (neuritis) yang kadang- kadang disertai dengan gejala sistemik. [1,2] Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah pengobatan, namun reakis kusta paling sering terjadi pada 6 bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya pengobatan. Reaksi kusta dibagi menjadi dua yaitu reaksi tipe I atau reaksi reversal yang disebabkan karena meningkatnya kekebalan seluler secara cepat dan reaksi tipe II atau reaksi erythema nodosum leprosum (ENL) yang merupakan reaksi humoral yang ditandai dengan timbulnya nodul kemerahan, neuritis, dan gangguan saraf. [1,3] 1

Upload: dekita-diatmika

Post on 19-Jan-2016

136 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Laporan kasus reaksi kusta

TRANSCRIPT

Page 1: reaksi kusta

BAB II

PENDAHULUAN

Lepra atau kusta adalah infeksi bakteri pada kulit dan saraf yang dapat

menyebabkan hilangnya rasa raba, kelemahan otot dan kelumpuhan. Salah satu

ciri khas lepra adalah kemungkinan timbulnya reaksi, yaitu suatu periode di mana

terjadi peradangan yang dapat mengenai saraf. Reaksi kusta adalah suatu episode

akut di dalam perjalanan klinik penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi

kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral response),

ditandai dengan terjadinya reaksi radang akut (neuritis) yang kadang-kadang

disertai dengan gejala sistemik.[1,2]

Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat pengobatan, pada saat pengobatan,

maupun sesudah pengobatan, namun reakis kusta paling sering terjadi pada 6

bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya pengobatan. Reaksi kusta dibagi

menjadi dua yaitu reaksi tipe I atau reaksi reversal yang disebabkan karena

meningkatnya kekebalan seluler secara cepat dan reaksi tipe II atau reaksi

erythema nodosum leprosum (ENL) yang merupakan reaksi humoral yang

ditandai dengan timbulnya nodul kemerahan, neuritis, dan gangguan saraf. [1,3]

Sekitar 25 - 30 persen dari total penderita lepra cepat atau lambat akan mengalami

reaksi atau kerusakan saraf. Studi dari ScollardD.M, et.al (1994), menyimpulkan

bahwa frekuensi terjadinya reaksi tipe I adalah 32% dan frekuensi reaksi tipe II 37

%. Reaksi kusta dapat merugikan pasien kusta, oleh karena dapat menyebabkan

kerusakan syaraf tepi terutama gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat

menimbulkan kecacatan pada pasien kusta. Reaksi merupakan penyebab utama

kerusakan saraf dan kecacatan pada lepra. [1,3,4]

Apabila reaksi dapat diobati secara efektif, kerusakan saraf yang masih tahap awal

dapat membaik dan kecacatan masih dapat dicegah. Sayangnya banyak penderita

terlambat didiagnosis sehingga risiko terjadinya reaksi dan neuritis menjadi lebih

1

Page 2: reaksi kusta

besar. Diharapkan dengan penatalksanaan yang baik dan cepat, dapat mengurangi

kecacatan permanen yang terjadi pada penderita kusta. [4,5]

2

Page 3: reaksi kusta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi Kusta

2.1 Definisi

Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, yang disebabkan oleh Mycobacterium

leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas  pertama,

lalu kulit dan mukosa  traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat keorgan

lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta biasa disebut juga lepra atau Morbus

Hansen.[1]

Penderita kusta dapat mengalami reaksi kusta. Reaksi kusta ini adalah interupsi

dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik,

yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen

antibody (humoral response). Reaksi kusta dibagi menjadi dua yaitu reaksi tipe I

atau reaksi reversal yang disebabkan karena meningkatnya kekebalan seluler

secara cepat dan reaksi tipe II atau reaksi erythema nodosum leprosum (ENL)

yang merupakan reaksi humoral yang ditandai dengan timbulnya nodul

kemerahan, neuritis, dan gangguan saraf. [1,3,4]

2.2 Epidemiologi

Kusta terdapat dimana-mana, tertama di Asia,Afrika, Amerika latin, daerah tropis

dan subtropik, serta masyarakat yang social ekonominya rendah. Menurut data

kusta nasional tahun 2000, sebanyak 5 % penderita kusta mengalami reaksi

kusta. Penderita tipe PB dapat mengalami reaksi kusta sebanyak 1 kali dan

penderita tipe MB sebanyak 2 kali. Menurut Pieter A.M Schreuder (1998),

sebanyak 12 % penderita kusta mengalami reaksi tipe I selama masa pengobatan

dan1,6 % terjadi setelah penderita RFT (Realease From Treatment). Penelitian R.

Bwire dan H.J.S Kawuma(1993), menyatakan bahwa reaksi kusta dapat terjadi

sebelum pengobatan adalah 14,8%, selama pengobatan 80,5 % dan setelah

3

Page 4: reaksi kusta

pengobatan 4,7 %.31. Studi dari ScollardD.M, et.al (1994), menyimpulkan bahwa

frekuensi terjadinya reaksi tipe I adalah 32% dan frekuensi reaksi tipe II 37 %.[1,3,4]

2.3 Etiologi

Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae berbentuk basil dengan ukuran3-8

µm x 0,5 µm, tahan asam dan alkohol, serta positif  – Gram.1 Meskipun gambaran

klinis, bakteriologis, histopatologis maupun faktor   pencetus  reaksi  kusta  sudah 

diketahui dengan jelas, namun penyebab pasti belum diketahui. Kemungkinan

reaksi ini menggambarkan episode hipersensitivitas akut terhadap antigen basil

yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.[2,4]

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih belum diketahui. Yang

diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput

lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta

adalah melalui sekret hidung (basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang

sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2 – 7 x 24 jam), dan kontak kulit

dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,dan adanya

kontak yang lama dan berulang-ulang. [4]

2.4 Patofisiologi

Mycobacterium leprae dapat ditemukan di seluruh tubuh seperti saraf, kulit dan

jaringan tubuh lainnya. Perubahan patologik dari saraf  biasanya

merupakan respon dari ditemukannya Mycobacterium leprae dalam kulit yang

memunculkan reaksi imunologi pada penderita. Pada kusta tipe TT kemarnpuan

fungsi system imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup

menghancurkan kuman. Pada kusta tipe LL, terjadi kelumpuhan sistem-imunitas,

dengan demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman

dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak  jaringan. [1,3,7]

Respon imun pada penyakit kusta meliputi respon imun humoral atau antibody

mediated immunity dan respon imun seluler atau cell mediated immunity (CMI).

Pada respon imun humoral, tubuh akan memproduksi antibodi untuk

menghancurkan antigen yang masuk. Dengan CMI, antigen akan memacu

4

Page 5: reaksi kusta

produksi sel pertahanan spesifik yang dapat dimobilisasi untuk menghancurkan

antigen dan akan memicu terjadinya reaksi kusta. [1,3]

Meskipun respon imun berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap bakteri atau

antigen, tetapi respon imun yang berlebihan dapat menimbulkan reaksi kusta

reversal maupun ENL. Pada kusta tipe lepromatosa aktivasi limfosit Th2

mempengaruhi produksi IL - 4 dan IL -10, yang akan menstimulasi respon imun

humoral dan intensitas produksi antibody limfosit B2. Mekanisme imunopatologi

ENL masih kurang jelas. ENL diduga merupakan manifestasi pengendapan

kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah. Diperkirakan reaksi pada ENL

ada hubungannya dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi peradangan

terjadi pada tempat-tempat basil lepra berada, yaitu pada saraf dan kulit,

umumnya terjadi pada pengobatan 6 bulan pertama.[1,4]

2.5 Gejala Klinis

Reaksi kusta dapat dibagi atas dua kelompok yaitu:

1. Reaksi kusta tipe 1 (Reaksi Reversal)

Menurut jopling reaksi kusta tipe 1 merupakan delayed hypersensitivity reaction

seperti halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi kusta tipe 1 terutama terjadi

pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL) dan biasanya terjadi dalam 6 bulan

pertama ataupun sedang mendapat pengobatan. Pada reaksi ini terjadi peningkatan

respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman kusta dikulit dan syaraf.[1,3]

Antigen yang berasal dari basil yang telah mati akan bereaksi dengan limfosit T

disertai perubahan imunitas selular yang cepat. Dasar reaksi kusta tipe 1 adalah

adanya perubahan keseimbangan antara imunitas selular dan basil. Dengan

demikian sebagai hasil reaksi tersebut terjadi upgrading/reversal, apabila menuju

kearah bentuk lepromatosa (terjadi penurunan system imun seluler). [1,7]

Gejala yang terjadi pada reaksi tipe I berupa adanya perubahan lesi kulit (lesi

hipopigmentasi menjadi eritema, lesi macula menjadi infiltrate) maupun saraf

akibat peradangan yang terjadi, onset nya mendadak. Manifestasi lesi pada kulit

5

Page 6: reaksi kusta

dapat berupa warna kemerahan, bengkak, nyeri dan panas, sering muncul lesi kulit

yang baru dengan waktu yang relative singkat. Pada saraf dapat terjadi neuritis

dan gangguan fungsi saraf. Kadang dapat terjadi gangguan keadaan umum

penderita (demam). Hampir tidak terjadi peradangan pada organ lain.Reaksi kusta

tipe I dapat berlangsung 6-12 minggu atau lebih. [2]

Menurut beratnya, reaksi tipe I dapat dibedakan menjadi reaksi ringan dan berat.

Adapun perbedaan antara reaksi kusta tipe I ringan dan berat dapat dilihat pada

pada tabel berikut: [2]

Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat

Lesi Kulit Tambah aktif, menebal, merah,

panas, nyeri, makula

membentuk plaque

Lesi bengkak sampai pecah,

merah, panas, nyeri, kaki dan

tangan bengkak, ada kelainan

kulit baru, sendi sakit

Saraf Tepi Tidak ada nyeri tekan dan

gangguan fungsi

Nyeri tekan dan atau gangguan

fungsi

2. Reaksi kusta tipe II (Erythema Nodosum Leprosum/ ENL) 

Reaksi kusta tipe II sering terjadi pada penderita kusta tipe MB dan merupakan

respon imun humoral karena tingginya respons imun humoral penderita. Pada

kusta tipe MB, reaksi kusta banyak terjadi setelah pengobatan. Kompleks imun

dapat beredar dalam sirkulasi darah dan mengendap pada organ kulit, saraf,

limfonodus dan testis. Diagnosis ENL diperoleh dengan pemeriksaan klinik

maupun histologi. Secara mikroskopis spesimen ENL digolongkan menjadi 3

bagian mengikuti lokasi peradangan utama yaitu : klasikal (subkutis), kulit dalam,

dan permukaan. Gejala ENL bisa dilihat pada perubahan lesi kulit berupa nodul

kemerahan yang multiple, mengkilap, tampak berupa nodul atau plakat,

ukurannya pada umumnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama

didaerah tungkai bawah, wajah, lengan dan paha, serta dapat pula muncul

6

Page 7: reaksi kusta

di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang berambut, aksila,

lipatan paha dan daerah perineum. Selain itu didapatkan nyeri, pustulasi dan

ulserasi juga disertai gejala sistematik seperti demam, malaise, nyeri sendi, nyeri

otot dan mata, neuritis, gangguan fungsi saraf, gangguan konstitusi dan

komplikasi pada organ tubuh lainnya. Bila mengenai organ lain dapat

menimbulkan gejala seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, arthritis,

orkitis, dan nefritis yang akut dengan adanya proteinuria. Ia juga dapat disertai

gejala konstitusi dari ringan sampai berat. Lama perjalanan ENL dapat

berlangsung 3 minggu atau lebih. [4,9, 10]

Menurut beratnya, reaksi tipe II dapat dibedakan menjadi reaksi ringan dan berat.

Adapun perbedaan antara reaksi kusta tipe II ringan dan berat dapat dilihat pada

pada tabel berikut: [2]

Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat

Lesi Kulit Nodul Nyeri tekan, jumlah

sedikit, hilang sendiri 2 – 3 hari

Nodul Nyeri tekan, pecah,

jumlah banyak, berlangsung

lama

Keadaan

umum

Tiddak demam atau demam

ringan

Demam ringan sampai berat

Saraf Tepi Tidak ada nyeri saraf dan

gangguan fungsi

Nyeri saraf dan atau gangguan

fungsi

Organ

Tubuh

Tidak ada gangguan Peradangan pada mata, testis,

limfa.

Nyeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan saraf perifer

yang menghasilkan claw hand atau drop foot.11 kerusakan mata pada kusta dapat

primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu

mata. Sekunder disebabkan oleh rusaknya N.facialis yang dapat membuat paralisis

N.orbitkularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus

7

Page 8: reaksi kusta

yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian – bagian mata lainnya. Secara

sendirian atau bersama – sama akan menyebabkan kebutaan. [8,9]

Fenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada kusta

tipe lepromatosa non nodular difus. Gambaran klinis berupa plak atau infiltrate

difus, berwarna merah muda, bentuk tidak teratur dan terasa nyeri. Lesi terutama

di ekstremitas, kemudian meluas keseluruh tubuh. Lesi yang berat tampak lebih

eritematous disertai purpur, bula kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serta

ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk jaringan

parut.[1]

2.6 Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang.

Tanda-tanda reaksi umumnya yaitu pada kulit berupa peradangan bercak kulit,

pada saraf berupa rasa sakit atau nyeri tekan pada saraf, timbul kehilangan rasa

raba baru, timbul kelemahan otot baru, dan pada mata berupa rasa sakit atau

kemerahan pada mata, timbul penurunan daya penglihatan yang baru, dan timbul

kelemahan otot-otot penutup mata yang baru. [1,4]

Pemeriksaan penunjang pada ENL dapat berupa pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan histopatologi.

Pada pemriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan protein dan sel

darah merah dalam urine yang dapat menunjukan terjadinya

glomerulonefritis akut.

Pemeriksaan histology, ENL akan menunjukan imflamasi akut berupa

lapisan infiltrate pada inflamasi granulomatosa yang kronik dari BL dan

LL. Selain itu akan tampal peningkatan vaskularisai dengan dilatasi

kapiler pada dermis bagian atas dab pada dermis bagian bawah terdapat

infiltrasi leukosit polimorfonuklear yang likasinya disekeliling pembuluh

darah dan menyerang dinding pembuluh darah. [4,8]

2.7 Diagnosis Banding

8

Page 9: reaksi kusta

Reaksi kusta tipe Eritema nodusum leprosum (ENL) perlu dibedakan dengan :

Eritema nodusum

2.8 Penatalaksanaan

Prinsip dalam penatalaksanaan reaksi kusta adalah mengontrol neuritis akut untuk

mencegah anastesi, paralisis dan kontraktur, serta menghentikan kerusakan pada

mata dan mencegah kebutaan. Prinsip pengobatan reaksi kusta yaitu

istirahat/imobilisasi, pemberian analgesic/sedative, pemberian obat anti

reaksi pada reaksi berat, dan melanjutkan terapi MDT. [4,11]

Penatalaksanaan reaksi kusta tergantung dari berat ringannya reaksi. pada reaksi

ENL ringan dapat diberikan analgesik/antipiretik, berobat jalan dan istirahat di

rumah. Jika tidak membaik setelah pengobatan 6 minggu harus diobati sebagai

reaksi kusta berat. Berdasarkan pedoman WHO untuk penanganan reaksi eritema

nodosum leprosum (ENL) berat dilakukan pemberian prednisone dengan cara

bertahap atau”tappering off ”selama 12 minggu. [4,11]

Manajemen dengan kortikosteroid:

1. Jika masih dalam pengobatan kusta, lanjutkan pemberian MDT.

2. Gunakan analgesik dengan dosis adekuat untuk mengatasi demam dan

nyeri.

3. Gunakan prednisolon dengan dosis per hari tidak melebihi 1 mg/Kg BB

dengan total durasi pemberian 12 minggu.

Minggu Dosis harian

1-2 40 mg

3-4 30 mg

5-6 20 mg

7-8 15 mg

9-10 10 mg

11-12 5 mg

9

Page 10: reaksi kusta

Reaksi tipe II berulang dapat diberikan prednison dan clofazimin. Selain itu

klofazimin juga dapat diberikan jika tidak berespon dengan pengobatan

kortikosteroid atau dimana risiko toksisitas dengan kortikosteroid yang tinggi.

Imobilisasi lokal dan bila perlu penderita dirawat di rumah sakit. [5,8]

2.9 Komplikasi dan Prognosis

Di dunia, kusta mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma dan

infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari jemari ataupun

ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Fenomena lucio yang

ditandai dengan artitis, terbatas pada pasien lepromatous difus, infiltrative dan non

nodular. Kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis nekrotikus dan

menyebabkan meningkatnya mortalitas. Amiloidos sekunder merupakan penyulit

pada penyakit kusta berat terutama ENL kronik. Setelah program terapi obat

biasanya prognosis baik, yang paling sulit adalah manjemen dan gejala

neurologis, krontraktur, dan perubahan pada tangan dan kaki. [1,10]

BAB III

LAPORAN KASUS

10

Page 11: reaksi kusta

3.1 Identitas Pasien

Nama : Putu Renis

Jenis kelamin : Laki - laki

Usia : 51 tahun

Alamat : Desa Pejarakan Buleleng

Agama : Hindu

Suku bangsa : Bali

Warga negara : Indonesia

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Status : Sudah menikah

Tanggal pemeriksaan : 21 April 2014

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Bentol – bentol kemerahan di badan yang terasa nyeri.

Anamnesa Umum

Pasien datang dengan diantar oleh anaknya ke Poliklinik Kulit dan Kelamin

RSUD Buleleng dengan membawa rujukan dari puskesmas. Pasien datang dengan

keluhan kulit bentol – bentol kemerahan sejak kurang lebih satu tahun yang lalu.

Bentol – bentol ditemukan di dada, punggung, bahu, siku, dan kedua cuping

telinga. Pasien mengatakan bentol – bentolnya semakin bertambah besar dan

banyak. Pasien juga mengeluh adanya rasa nyeri hampir seluruhh tubuh, nyeri

sendi. Sebelumnya pasien memiliki riwayat kusta dan sudah menyelesaikan

pengobatan anti kusta selama 1 tahun. Keluhan bentol – bentol dikatakan timbul

beberapa hari setelah pasien selesai mengkonsumsi obat anti kustanya.

Riwayat Pengobatan

Sebelumnya pasien sempat datang ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan

mengenai keluhannya ini dan pasien mengatakan sempat diberikan prednison

11

Page 12: reaksi kusta

untuk tiga hari dan keluhannya dirasakan membaik tetapi setelah pasien tidak

minum obat keluhannya muncul kembali kemudian dari puskesmas pasien dirujuk

ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Buleleng. Pasien dirujuk ke Poliklinik

Kulit dan Kelamin RSUD Buleleng dengan kecurigaan terjadi reaksi kusta.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelum ini memiliki riwayat penyakit kusta dan sudah berobat untuk

penyakit kustanya. Pasien juga sudah menyelesaikan pengobatan anti kustanya

selama 1 tahun.

Riwayat penyakit dalam keluarga

Pasien menyatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang memiliki keluhan

serupa.

Riwayat Sosial

Pasien merupakan seorang petani. Waktu sehari-harinya dihabiskan dengan

menggarap sawah miliknya.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status present :

Kesadaran : compos mentis

Kesadran Umum : baik

Tensi : 110/60mmHg

Nadi : 88 kali/menit

Respirasi rate : tidak diperiksa

Suhu axila : tidak diperiksa

Status generalis:

Kepala : Normocephali

Mata : Anemis(-/-), ikterus(-/-), reflek pupil (+/+)

Thorax : nodul multiple diatas kulit eritema

Abdomen : nodul multiple diatas kulit eritema

Extremitas : nodul multiple diatas kulit eritema pada

ekstremitas atas

12

Page 13: reaksi kusta

Status dermatologis :

Lokasi : 1. Dada

2. Punggung

3. Ekstremitas atas kanan dan kiri

4. Cuping telinga kanan dan kiri

Efloresensi : Nodul eritema multiple, batas tegas, mengkilap,

bentuk dump shaped, dengan ukuran 1 cm x 1 cm

hingga 3 cm x 3 cm, terdistribusi bilateral.

Gambar 1. Nodul multiple pada dada Gambar 2. Nodul multiple pada punggung

Gambar 3. Nodul multiple pada lengan

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang antara lain:

1. Kimia darah : dalam batas normal

13

Page 14: reaksi kusta

2. Darah lengkap : dalam batas normal

3. Pemeriksaan bakterioskopik :

Sedian dari kerokan jaringan kulit yang diambil dari cuping telinga, siku,

dan punggung. Pemeriksaan BTA negatif (-)

3.5 Resume

Pasien datang dengan rujukan dari puskesmas, dengan keluhan kulit bentol –

bentol kemerahan sejak kurang lebih satu tahun yang lalu. Bentol – bentol

ditemukan di dada, punggung, bahu, siku, dan kedua cuping telinga. Pasien

mengatakan bentol – bentolnya semakin bertambah besar dan banyak. Pasien juga

mengeluh adanya rasa nyeri hampir seluruhh tubuh, nyeri sendi. Sebelumnya

pasien memiliki riwayat kusta dan sudah menyelesaikan pengobatan anti kusta

selama 1 tahun. Bentol – bentol timbul beberapa hari setelah pasien selesai

mengkonsumsi obat anti kustanya.

Sebelumnya, pasien sempat datang ke puskesmas dan diberikan prednison untuk

tiga hari, karena keluhannya muncul kembali setelah obatnya habis pasien

kemudian dirujuk ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Buleleng dengan

kecurigaan terjadi reaksi kusta. Pasien merupakan seorang petani. Riwayat

penyakit yang sama dikeluarga penderita disangkal.

Pemeriksaan Fisik

Status present : dalam batas normal

Status general : Nodul eritema multiple pada dada, punggung, ekstremitas

atas kanan dan kiri, dan cuping telinga kanan dan kiri.

Status dermatologis :

Lokasi : Dada, punggung, ekstremitas atas kanan dan kiri, dan

cuping telinga kanan dan kiri.

Efloresensi : Nodul eritema multiple, batas tegas, mengkilap, bentuk

dump shaped, dengan ukuran 1 cm x 1 cm hingga 3 cm

x 3 cm, terdistribusi bilateral.

Pemeriksaan penunjang :

1. Kimia darah : dalam batas normal

14

Page 15: reaksi kusta

2. Darah lengkap : dalam batas normal

3. Pemeriksaan bakterioskopik : pemeriksaan BTA negatif (-)

3.6 Diagnosis banding

Eritema nodusum

3.7 Diagnosis Kerja

Reaksi kusta tipe II (Eritema Nodusum Leprosum) pada kusta tipe MB

3.8 Penatalaksanaan

Pengobatan medikamentosa

Sistemik : - Prednison tablet 2x10 mg

- Paracetamol tablet 3x500 mg

- Sohobion 2x1

KIE :

Memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyakit pasien, dari jenis

penyakit, penyebab, perjalanan penyakit sampai prognosisnya.

Menyarankan pasien menjaga kondisi tubuhnya dengan beristirahat dan

olah raga yang cukup.

menghindari stres fisik karena stres fisik bisa menjadi pencetus timbulnya

reaksi kusta.

Menggunakan terapi yang telah diberikan sesuai dengan anjuran dokter

dan apabila keluhan masih timbul atau timbul lesi baru, penderita

diharapkan kontrol ulang ke poli kulit & kelamin

Hindari kontak dengan orang lain.

3.9 Prognosis

Prognosis baik selama pengobatan dilakukan secara adekuat dan terkontrol.

15

Page 16: reaksi kusta

BAB IV

PEMBAHASAN

16

Page 17: reaksi kusta

Reaksi kusta tipe II sering terjadi pada penderita kusta tipe MB dan merupakan

respon imun humoral karena tingginya respons imun humoral penderita. Pada

kusta tipe MB, reaksi kusta banyak terjadi setelah pengobatan. Diagnosis ENL

diperoleh dengan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun histologi. Gejala ENL

bisa dilihat pada perubahan lesi kulit berupa nodul kemerahan yang multiple,

mengkilap, tampak berupa nodul atau plakat, ukurannya pada umumnya kecil,

terdistribusi bilateral dan simetris. Selain itu didapatkan nyeri, pustulasi dan

ulserasi juga disertai gejala sistematik seperti demam, malaise, nyeri sendi, nyeri

otot dan mata, neuritis, gangguan fungsi saraf, gangguan konstitusi dan

komplikasi pada organ tubuh lainnya.

Dari anamnesi diperoleh informasi bahwa keluhan yang dialami pasien laki – laki

51 tahun adalah timbulnya bentol – bentol kemerahan pada badan sejak satu tahun

yang lalu. Pasien juga merasakan nyeri pada bentolan, nyeri hampir diseluruh

tubuh, dan nyeri pada persendian. Sebelumnya pasien memiliki riwayat penyakit

kusta dan sudah menyelesaikan pengobatan anti kustanya selama 1 tahun.

Beberapa hari setelah menyelesaikan pengobatan anti kustanya muncul keluhan

bentol – bentol tersebut. Adanya nodul eritema dengan riwayat penyakit kusta

sebelumnya dan pasien sudah menyelesaikan pengobatan kustanya mengarahkan

pada terjadinya reaksi kusta tipe II (Eritema Nodusum Leprosum) pada kusta tipe

MB.

Oleh karena menampakkan gejala klinis yang mirip, Eritema Nodusum Leprosum

(ENL) dalam kasus ini didiagnosis banding dengan Eritema Nodusum.

Didiagnosis banding dengan Eritema Nodusum oleh karena gambaran klinik yang

hampir sama yaitu terlihat nodul eritema dengan batas tegas. Dari informasi yang

diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang kasus ini lebih

mengarah pada reaksi kusta tipe Eritema Nodusum Leprosum setelah pengobatan

kusta, karena sebelumnya pasien memiliki riwayat penyakit kusta dan pasien

sudah menyelesaikan pengobatan anti kustanya. Dari pemeriksaan bakterioskopik

tidak ditemukan lagi bakteri basil tahan asam yang menunjukan kustanya tidak

aktif. Reaksi kusta tipe ENL yang khas ditandai dengan adanya nodul multiple

diatas kulit eritema yang dirasakan nyeri dan disertai gejala lain seperti nyeri

sendi. Reaksi kusta tipe ENL timbul pada kusta tipe lepromatosa. Gejala yang

17

Page 18: reaksi kusta

dialami pasien ini sesuai dengan teori untuk gejala dari reaksi kusta tipe ENL.

Diagnosis banding Eritema Nodusum dapat dibedakan melalui pemeriksaan

histopatologis. Pada ENL menunjukan terjjadi vasculitis, sedangkan pada Eritema

Nodusum menunjukan panniculitis tanpa disertai atau minimal vasiculitis. 1,3,4

Penatalaksanaan reaksi kusta tergantung dari berat ringannya reaksi. Pemanfaatan

modalitas terapi yang dipilih untuk penangana kasus pasien diatas adalah berupa

medikamentosa yaitu agen sistemik. Oleh karena dasar pathogenesis reaksi kusta

adalah factor imunologik yang mengalami hipersensitivitas, maka agen yang

diberikan adalah berupa agen sistemik meliputi kortikosteroid sebagai anti reaksi.

Kortikosteroid yang diberikan biasanya prednisone dengan cara bertahap

atau”tappering off. Pada reaksi ENL dapat ditambahkan analgesik/antipiretik,

dengan dosis adekuat untuk mengatasi nyeri, tambhan vitamin untuk

meningkatkan daya tahan tubuh pasien terhadap penyakitnya.

Pada kasus ini pasien diberikan prednisone 20 mg/hari selama 5 hari, antipiretik

paracetamol 500 mg selama 3 hari, dan vitamin sohobion yang diberikan selama 5

hari. Pengobatan yang diberikan ini sesuai dengan teori dimana diberikan

prednisone sebagai anti imflamsi, dan paracetamol sebagai antipiretik. Pengobatan

ini diharapkan memberikan hasil yang maksimal dan efektif untuk mengatasi

reaksi kustanya dan mencegah kecacatan lebih lanjut. Prognosis pasien tergantung

dari berat ringannya reaksi, kepatuhan terhadap terapi, dan efektivitas terapi.

BAB V

SIMPULAN

18

Page 19: reaksi kusta

5.1 Kesimpulan

1. Reaksi kusta ini adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan

penyakit yang sebenarnya sangat kronik, yang merupakan suatu reaksi

kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral

response).

2. Reaksi kusta dibagi menjadi dua yaitu reaksi tipe I atau reaksi reversal

yang disebabkan karena meningkatnya kekebalan seluler secara cepat dan

reaksi tipe II atau reaksi erythema nodosum leprosum (ENL) yang

merupakan reaksi humoral.

3. Gejala ENL bisa dilihat pada perubahan lesi kulit berupa nodul eritema

yang multiple, terdistribusi bilateral dan simetris yang disertai dengan

nyeri.

4. Penatalaksanaan reaksi kusta tergantung dari berat ringannya reaksi.

Terapi medikamentosa reaksi kusta yang utama adalah dengan pemberian

kortikosteroid sebagai anti reaksi.

5. Prinsip dalam penatalaksanaan reaksi kusta adalah mengontrol neuritis 

akut untuk mencegah anastesi, paralisis dan kontraktur, serta

menghentikan kerusakan pada mata dan mencegah kecacatan.

5.2 Saran

Penatalaksanaan ENL bertujuan untuk mengontrol neuritis  akut untuk mencegah

anastesi, paralisis dan kontraktur, serta mencegah kecacatan akibat reaksi kusta

tersebut. Sehingga memrlukan kepatuhan terhadap terapi dan kontrol yang rutin

untuk pengawasan perkembangan penyakitnya untuk mencegah terjadinya

kecacatan akibat reaksi kusta.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: reaksi kusta

1. Kosasih, A, Wisnu,M, Sjamsoe,E, dkk. Kusta. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin FKUI, edisi kelima. 2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

2. Prawoto. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya reaksi

(Studi di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Brebes). Available at:

http://eprints.undip.ac.id/17745/2/PRAWOTO.pdf. Access on : April 21

2014.

3. Mary Tamplin, June Nash, Tim Almond. Bagaimana Mengenali dan

Menatalaksana Reaksi Lepra.2002. The International Federation of Anti-

Leprosy Associations (ILEP) London

4. Amirudin MD. Eritema Nodosum Leprosum. Ilmu Penyakit Kusta. 2003.

Makassar : Hassanudin University Press. Hlm. 83-99.

5. Freedbeg IM, Eizen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine. 6 th ed. 2003, New York: McGraw Hill.

Hlm. 1962-1971.

6. Dermatology Online Journal [Online]. 2001. Available at:

url:http://dermatology.cdlib.org/121/case_presentations/leprosy2/chauhan.htm

l .Access on:April 21 2014.

7. Sridharan R, Lorenzo NZ. Neuropathy of leprosy. 2007. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/1171421-overview

8. Lockwood DNJ, Bryceson ADM. Leprosy. In : Champion RH, Burton JL,

Burns DA, Breathnach SM, editor. Rook. Wilkinson/Ebling Textbook of

Dermatology. 7th ed. London: Blackwel science; 1998.p.29

9. Menaldi,S. repository reaksi kusta. Dept. I.K. Kulit dan Kelamin RSUP Dr.

CiptoMangunkusumo. Jakarta. 2010

10. Warren, Grace. Reaction In Leprosy. Pediglione Dermatologia Sociate. P ; 1-

14.2006

20

Page 21: reaksi kusta

11. World Health Organization. WHO Expert Committee on Leprosy Six Report.

WorldHealth Organization, Geneva. 1988

21