rangkuman lepra

12
LEPRA PENDAHULUAN Lepra berasal dari bahasa India kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Lepra merupakan penyakit yang sangat ditakuti karena dapat menyebabkan ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita lepra tidak hanya menderita akibat penyakitnya saja tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitarnya Lepra merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intrasellular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Penderita lepra tersebar di seluruh dunia. Jumlah yang tercatat 888.340 orang pada tahun 1997. Sebenarnya kapan penyakit lepra ini mulai bertumbuh tidak dapat diketahui dengan pasti, tetapi ada yang berpendapat penyakit ini berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, Afrika dan Amerika. Di Indonesia tercatat 33.739 orang penderita lepra. Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak penderitanya setelah India dan Brasil dengan prevalensi 1,7 per 10.000 penduduk. DEFINISI Lepra adalah penyakit menular kronik yang berkembang lambat, disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan ditandai dengan pembentukan lesi granulomatosa atau neurotropik pada kulit, selaput lendir,

Upload: tata-salim

Post on 08-Dec-2015

236 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

definisi, etiologi, patofis, talak, prognosis lepra

TRANSCRIPT

Page 1: Rangkuman Lepra

LEPRA

PENDAHULUAN

Lepra berasal dari bahasa India kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum

masehi. Lepra merupakan penyakit yang sangat ditakuti karena dapat menyebabkan

ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita lepra tidak hanya menderita akibat

penyakitnya saja tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitarnya

Lepra merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah

Mycobacterium leprae yang bersifat intrasellular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas

pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke

organ lain kecuali susunan saraf pusat.

Penderita lepra tersebar di seluruh dunia. Jumlah yang tercatat 888.340 orang

pada tahun 1997. Sebenarnya kapan penyakit lepra ini mulai bertumbuh tidak dapat

diketahui dengan pasti, tetapi ada yang berpendapat penyakit ini berasal dari Asia

Tengah kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, Afrika dan Amerika. Di Indonesia tercatat

33.739 orang penderita lepra. Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak

penderitanya setelah India dan Brasil dengan prevalensi 1,7 per 10.000 penduduk.

DEFINISI

Lepra adalah penyakit menular kronik yang berkembang lambat, disebabkan

oleh Mycobacterium leprae dan ditandai dengan pembentukan lesi granulomatosa atau

neurotropik pada kulit, selaput lendir, saraf, tulang, dan organ-organ dalam.

Manifestasinya berupa gejala-gejala klinis dengan spektrum luas, yang terdiri dari dua

tipe utama, dengan jenis lepromatous pada ujung spektrum dan tuberkuloid di ujung

yang lain: diantara dua tipe ini terdapat tipe borderline, dengan dua sub tipe, borderline

tuberkuloid dan borderlinelepromatous. Disebut juga Hansen’s disease.

PATOGENESIS

Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen

Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua.

Signal pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell

receptor) yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan

Page 2: Rangkuman Lepra

signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul

kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua

signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan

Th2. Adanya TNF α dan IL 12 akan membantu differensiasi To menjadi Th1.

Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN γ yang akan meningkatkan fagositosis

makrofag (fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari M.leprae akan berikatan

dengan C3 melalui reseptor CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan difagositosis)

dan proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan mengaktifkan CTL lalu CD8+. Di dalam

fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri dari penghancuran oksidatif oleh

anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi.

Karena gagal membunuh antigen maka sitokin dan growth factors akan terus dihasilkan

dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus diaktifkan dan lama

kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag akan membesar, sekarang makrofag

seudah disebut dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk

granuloma.

Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13.

IL 5 akan mengaktifasi eosinofil.

IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag.

IL 4 akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4 dan IgE.

IL 4 , IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast.

Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak

teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2. Pada

Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi dibandingkan

dengan Th2 sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan

dengan Th1.

GEJALA KLINIS

Gejala dan keluhan penyakit bergantung pada:

1. multiplikasi dan diseminasi kuman M. leprae

2. respons imun penderita terhadap kuman M. leprae

3. komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer

Page 3: Rangkuman Lepra

Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit,

saraf, dan membran mukosa6. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi

menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen

multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy).

Penilaian untuk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area umum: lesi kutaneus,

neuropati, dan mata.

Untuk lesi kutaneus, menilai jumlah dan distribusi lesi pada kulit. Makula

hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol sering merupakan lesi kutaneus yang

pertama kali muncul. Sering juga berupa plak. Lesi mungkin atau tidak mungkin

menjadi hipoesthetik. Lesi pada pantat sering sebagai indikasi tipe borderline.

Tanda-tanda umum dari neuropathy lepra

1. neuropathy sensoris jauh lebih umum dibandingkan neuropathy motorik, tapi

neuropathy motorik murni dapat juga muncul.

2. mononeuropathy dan multiplex mononeuritis dapat timbul, dengan saraf ulna

dan peroneal yang lebih sering terlibat

3. neuropathy perifer simetris dapat juga timbul

Gejala dari neuropathy lepra biasanya termasuk berikut:

1. anesthesia, tidak nyeri, patch kulit yang tidak gatal ,: pasien dengan lesi kulit

yang menutupi cabang saraf perifer mempunyai resiko tinggi untuk

berkembangnya kerusakan motoris dan sensoris.

2. deformitas yang disebabkan kelemahan dan mensia-siakan dari otot-otot yang

diinervasi oleh saraf perifer yang terpengaruh (ct. claw hand atau drop foot

menyusul kelemahan otot)

3. gejala sensoris yang berkurang untuk melengkapi hilangnya sensasi, paresthesia

dalam distribusi saraf-saraf yang terpengaruh, nyeri neuralgia saat saraf

memendek atau diregangkan

4. lepuh yang timbul spontan dan ulcus tropic sebagai konsekuensi dari hilangnya

sensoris

Gejala yang terlihat pada suatu reaksi

1. reaksi reversal – onset yang mendadak dari kulit yang kemerahan dan

munculnya lesi-lesi kulit yang baru

Page 4: Rangkuman Lepra

2. reaksi ENL – nodul pada kulit yang multiple, demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan

mata merah

3. nyeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan saraf perifer

yang menghasilkan claw hand atau drop foot7.

Kerusakan mata pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan

alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya.

Sekunder disebabkan oleh rusaknya N.fasialis yang dapat membuat paralisis

N.orbitkularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang

selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian – bagian mata lainnya. Secara sendirian

atau bersama – sama akan menyebabkan kebutaan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

1. Hitung sel darah lengkap

2. Glukosa darah, BUN, creatinine, liver function tests

3. HIV status, terutama nonresponder

4. Kerokan kulit dan atau mukosa hidung untuk AFB

5. Keluarga dan atau screening kontak untuk bukti terjangkit

Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa

hidung yang diwarnai dengan pewarnaan BTA ZIEHL NEELSON.

Imaging Studies

Foto thorak

Foto rontgen untuk mendeteksi keterlibatan tulang

MRI atau CT dari sendi neurophatik saat diperlukan

Magnetic resonance (MR) neurography pada kondisi khusus

Ultrasonography dan Doppler ultrasonography

Tes Yang Lain

a. Tes Imunologi

Lepromin test

Page 5: Rangkuman Lepra

Respon imun seluler melawan M leprae juga dapat dipelajari dengan

lymphocyte transformation test dan lymphocyte migration inhibition test (LMIT).

Tes berdasar pada deteksi antibody M lepra atau antigen.

Tes serologi

Estimasi dari komponen spesifik M leprae pada jaringan

b. DNA Recombinant dan polymerase chain reaction (PCR)

c. Penyelidikan tentang abnormalitas konduksi saraf termasuk sebagai berikut:

konduksi yang melambat secara segmental terlihat pada tempat-tempat

terperangkap (ct segmen siku dari saraf ulnaris), latensi distal memanjang,

berkurangnya (sensorik atau motorik) velositas konduksi saraf

berkurangnya amplitude dari evoked motor responses (ct, compound muscle

action potentials [CMAPs]) atau hilangnya amplitodo rendah dari potensial

sensoris.

Saraf-saraf yang paling sering terlibat didalamnya adalah saraf ulnaris,

peroneal, median, dan saraf-saraf tibial.

DIAGNOSIS-KRITERIA

Diagnosa dari lepra pada umumnya berdasarkan pada gejala klinis dan smptom.

Lesi kulit dapat bersifat tunggal atau multiple yang biasanya dengan pigmentasi lebih

sedikit dibandingkan kulit normal yang mengelilingi. Kadang lesi tampak kemerahan

atau berwarna tembaga. Beberapa variasi lesi kulit mungkin terlihat, tapi umumnya

berupa makula (datar), papula (menonjol), atau nodul. Kehilangan sensasi merupakan

tipikal dari lepra. Lesi pada kulit mungkin menunjukkan kehilangan sensasi pada

pinprick atau sentuhan halus. Saraf yang menebal, terutama cabang saraf perifer

merupakan ciri-ciri lepra. Saraf yang menebal biasanya disertai oleh tanda-tanda lain

sebagai hasil dari kerusakan saraf. Ini dapat mengakibatkan berkurangnya sensasi

pada kulit dan kelemahan otot-otot yang dipersarafi oleh saraf yang terserang. Pada

ketidakhadiran tanda-tanda tadi, hanya penebalan saraf, tanpa berkurangnya sensori

dan atau kelemahan otot menjadi tanda yang kurang reliable bagi lepra. Smear pada

kulit dengan hasil positif: pada proporsi kecil dari kasus-kasus, bentuk batang, basil

lepra tercat merah, dimana merupakan diagnostic dari penyakit, dapat terlihat pada

Page 6: Rangkuman Lepra

sediaan yang diambil dari kulit yang terinfeksi saat diperiksa dibawah mikroskop

sesudah mengalami pengecatan yang tepat.

Seseorang yang menunjukkan kelainan kulit atau dengan symptom yang

mengarah kepada kerusakan saraf, dimana pada dirinya tanda kardinal tidak

didapatkan atau diragukan sebaiknya disebut ‘’suspek kasus’’. Individu dengan hal

tersebut sebaiknya diberitahu tentang fakta-fakta dasar dari lepra dan disarankan untuk

kembali ke pusat kesehatan jika gejala tetap ada selama lebih dari enam bulan atau jika

ditemukan gejala makin memburuk. Suspek kasus dapat dikirim ke klinik rujukan

dengan fasilitas yang lebih baik untuk diagnose10.

Ada 3 tanda kardinal, yang kalau salah satunya ada sudah cukup untuk

menetapkan diagnosis dari penyakit kusta yakni5:

1. Lesi kulit yang anestesi,

2. Penebalan saraf perifer, dan

3. Ditemukannya M. leprae sebagai bakteriologis positif.

Klasifikasi berdasarkan pada system klinis yang bertujuan pada pengobatan

terdiri dari penggunaan jumlah dari lesi pada kulit dan saraf yang terlibat sebagai

dasar untuk mengkelompokkan pasien lepra kedalam multibasiler lepra(MB) dan

pausibasiler lepra(PB)11.

Adapun klasifikasi yang banyak dipakai pada bidang penelitian adalah klasifikasi

menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 tipe yaitu

Tipe tuberculoid- tuberculoid (TT), Tipe borderline tuberculoid (BT), Tipe borderline-

borderline (BB), Tipe borderline lepromatous (BL) dan Tipe lepromatous- lepromatous

(LL) berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis,histopatologis, dan imunologis 12.

Sekarang klasifikasi ini juga secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan 13.

Untuk program pengobatan, WHO membaginya atas kelompok Pausibasiler (PB) dan

kelompok multibasiler (MB)14.

Pada tuberkuloid leprosy, tipe lesinya adalah adanya makula yang

hipopigmentasi, anestesi, dengan pinggir yang agak tinggi dan bervariasi ukurannya

dari mm sampai lesi besar yang menutupi seluruh tubuh. Warna lesinya adalah eritema

atau ungu pada pinggirnya dan hipopigmentasi di tengah. Distribusi lesinya adalah

Page 7: Rangkuman Lepra

dimana saja termasuk wajah. Keterlibatan saraf yaitu dapat terjadinya penebalan saraf

pada pinggir lesi dan sering terjadi pembesaran saraf perifer pada nervus Ulnaris.

Pada lepromatous Leprosy, tipe lesinya adalah makula kecil yang eritematous

atau hipopigmentasi yang akan menjadi papul, plak, nodul, dan penebalan kulit yang

difus. Selain itu, kita juga bisa menjumpai hilangnya rambut pada alis dan bulu mata

(madarosis). Facies lionina (Lion’s face) karena penebalan, nodul, dan plak yang

mengubah wajah yang normal. Warna lesinya adalah warna kulit, eritema, dan

hipopigmentasi. Distribusinya adalah bilateral simetris termasuk cuping telinga, wajah ,

lengan, dan pantat atau nyang paling jarang di badan dan ekstremitas bawah. Pada

membran mukosa tepatnya di lidah dijumpai plak, nodul, atau fisura.

Pada borderline, lesinya terdapat diantara tuberkuloid dan lepromatous dengan

makula, papul, dan plak. Ditemukan adanya anestesi dan penurunan keringat pada lesi.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan

insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya

penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg dilakukan didasarkan atas

deteksi dini dan pengobatan penderita.

Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu menghalangi atau

menghambat pertumbuhan bakteri. Lamprene atau Clofazimin, merupakan

bakteriostatik dan dapat menekan reaksi kusta.

Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin bekerja dengan cara

menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel bakteri dengan berikatan

pada subunit beta. Prednison, untuk penanganan dan pengobatan reaksi kusta. Sulfas

Ferrosus untuk penderita kusta dgn anemia berat. Vitamin A, untuk penderita kusta

dgn kekeringan kulit dan bersisik (ichtyosis). Ofloxacin dan Minosiklin untuk penderita

kusta tipe PB I.

Regimen pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh

WHO/DEPKES RI (1981) dengan memakai regimen pengobatan MDT. Kegunaan MDT

untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengatasi

ketidakteraturan penderita dalam berobat, menurunkan angka putus obat pada

Page 8: Rangkuman Lepra

pemakaian monoterapi Dapson, dan dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta

dalam jaringan.

Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan

berupa kelumpuhan yang permanen seperti claw hand , drop foot , claw toes , dan

kontraktur. Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dilakukan pengobatan. “Prinsip

pengobatan reaksi Kusta yaitu immobilisasi / istirahat, pemberian analgesik dan

sedatif, pemberian obat-obat anti reaksi, MDT diteruskan dengan dosis yang tidak

diubah.

Pada reaksi ringan, istirahat di rumah, berobat jalan, pemberian analgetik dan

obat-obat penenang bila perlu, dapat diberikan Chloroquine 150 mg 3x1 selama 3-5

hari, dan MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis yang tidak diubah.

Reaksi berat, immobilisasi, rawat inap di rumah sakit, pemberian analgesik dan

sedative, MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis tidak diubah, pemberian obat-obat

anti reaksi dan pemberian obat-obat kortikosteroid misalnya prednison.

KOMPLIKASI

Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari jemari

ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Hilangnya hidung

dapat terjadi pada kasus LL.

PROGNOSIS

Dengan obat-obat kombinasi, pengobatan jadi lebih sederhana dan singkat,

serta prognosis jadi lebih baik. Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis

menjadi kurang baik.