rabu, 31 mei 2017 utama perlu lembaga khusus pembinaan ... filenilai-nilai pancasila sebagai...

1
[JAKARTA] Aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa mengalami pasang surut, dan selalu menghadapi tantangan. Seperti saat ini, nilai-nilai Pancasila terancam oleh ge- rakan antipluralisme dan radikalisme. Oleh karena itu, dirasa perlu kehadiran lembaga yang khusus meru- muskan pole pembinaan dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila di masyarakat. Demikian pandangan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, secara terpisah, di Jakarta, Selasa (30/5) dan Rabu (31/5). Menurut Jimly, selama ini ada sejumlah lembaga negara yang melakukan sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Namun, semua lembaga itu tampak- nya berjalan sendiri-sendiri, tanpa koordinasi dengan ba- ik. Akibatnya, sosialisasi dan pembinaan Pancasila tidak dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Nah, lembaga khusus ini, akan mengkoordinasi semua lembaga yang mela- kukan sosialisasi dan pendi- dikan Pancasila sehingga menjadi efektif,” ungkap mantan ketua MK. Selain itu, lembaga khu- sus tersebut sebaiknya juga diberi kewenangan melaku- kan uji material (judicial re- view) terhadap semua pro- duk UU dan peraturan di ba- wahnya, yang tidak sesuai dengan Pancasila. “Jadi, lembaga khusus ini selain mempunyai fungsi pendidik- an, juga mempunyai fungsi penegakan hukum dalam mengaktualisasikan nilai-ni- lai Pancasila. Sehingga MK dan MA tidak hanya menjadi lembaga yang menguji UU atau peraturan terhadap UUD 1945, tetapi juga ada yang memastikan bahwa UU atau peraturan tersebut sesu- ai dengan nilai-nilai dan roh Pancasila,” jelasnya. Terkait peringatan Hari Pancasila, Jimly menegas- kan, Pancasila merupakan harga mati bagi bangsa Indonesia dan keberadaan- nya tidak bisa ditawar-ta- war lagi. Pasalnya, Pancasila merupakan pro- duk sejarah yang tidak bisa diubah-ubah lagi. “Pancasila sudah dite- mukan dan digali oleh Bung Karno sehingga melahirkan 5 nilai-nilai luhur yang di- rangkum dari berbagai sumber dan pemikiran para tokoh bangsa, hingga akhir- nya disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 bersama dengan UUD 1945,” ujarnya. Dia menambahkan, Pasal 37 UUD 1945 mene- gaskan, yang bisa diubah dari UUD 1945 hanya pa- sal-pasalnya. Sedangkan, Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya tertuang nilai-nilai Pancasila tidak bisa diubah lagi. Dia mengakui, aktuali- sasi nilai-nilai Pancasila se- lama ini mengalami pasang surut. Namun, sampai seka- rang nilai-nilai Pancasila masih konsisten relevan un- tuk mempersatukan bangsa Indonesia yang terkoyak. “Dari zaman ke zaman atau era ke era, pasti ada masalah dan tantangannya. Namun, kita sebagai bangsa harus tetap optimistis, bah- wa dengan Pancasila yang kita miliki, kita bisa menga- tasi berbagai tantangan yang ada, termasuk polari- sasi akibat pilkada DKI Jakarta,” tegasnya. Senada dengan itu, Arief Hidayat berpandangan, me- tode dalam menyosialisasi- kan Pancasila kepada ma- syarakat perlu segera diru- muskan. Rencana pemerin- tah membentuk Unit Kerja Presiden bidang Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) juga perlu segera direalisasikan. “Kalau Orde Baru meto- denya indoktrinatif, meng- gunakan alat kekuasaan un- tuk menekan. Kalau seka- rang metodenya harus diu- bah. Pakar pedagogik bisa merumuskan cara dan me- tode dalam memberikan pe- mahaman yang lebih rele- van dengan situasi saat ini,” kata Arief. Menurut Arief, MK me- mang mempunyai pusat kaji- an Pancasila. Sampai seka- rang, pihaknya masih men- cari metode yang tepat untuk menemukan pola yang im- plementatif agar publik mu- dah memahami Pancasila. “Di tengah kohesi sosial bangsa kita yang melemah, kita perlu percepat. Metode memang harus implementa- tif. Tidak hanya indoktrinasi tapi nilai-nilai itu yang harus digali dan dipahamkan kepa- da bangsa, metodenya bisa apapun,” ujarnya. Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) 54/2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), pada 19 Mei lalu. Dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa dalam rangka aktualisasi ni- lai-nilai Pancasila perlu dila- kukan pembinaan terhadap seluruh penyelenggara nega- ra, dengan kejelasan arah yang terencana, sistematis, dan terpadu. UKP-PIP yang segera dibentuk merupakan lemba- ga nonstruktural di bawah Presiden. Tugas lembaga ini adalah merumuskan arah kebijakan umum pem- binaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordi- nasi, sinkronisasi, dan pe- ngendalian pembinaannya. Nantinya UKP-PIP akan terdiri dari pengarah dan pe- laksana. Pengarah mencakup unsur tokoh kenegaraan, to- koh masyarakat dan agama, serta purnawirawan TNI/ Polri dan pensiunan PNS. Sedangkan pelaksana terdiri dari ketua dibantu tiga deputi. Upacara Peringatan Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno meng- ungkapkan, Presiden Jokowi akan memimpin upacara Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, yang ter- letak di Kementerian Luar Negeri, Kamis (1/6). Upacara juga digelar seren- tak secara nasional di kantor dan instansi pemerintah pu- sat dan daerah. “Seluruh in- spektur upacara akan mem- bacakan sambutan dari Presiden,” ungkapnya. Mensesneg menambah- kan, pemerintah juga menyi- apkan kegiatan Pekan Pancasila, dari 29 Mei hing- ga 4 Juni. Menurut Pratikno, Pancasila saat ini memang perlu diteguhkan kembali. “Kita ini sebagai bangsa ini mengalami ujian, di dunia internasional juga menga- lami ujian mengenai Bhinneka Tunggal Ika dalam memperkuat keberagaman, persatuan, dan lain-lain. Ini momentum yang pas sekali,” ucapnya. [YUS/C-6] 3 Suara Pembaruan Rabu, 31 Mei 2017 Utama Perlu Lembaga Khusus Pembinaan Pancasila [JAKARTA] Pendidikan Pancasila di kalangan siswa saat ini dinilai ku- rang. Untuk itu, pendidikan Pancasila perlu dihidupkan kembali. Akan tetapi, hal itu perlu diimbangi dengan penguatan kapasitas guru dalam menyampaikan pendidikan Pancasila, antara lain dengan mena- namkan perspektif kebangsaan. Hal tersebut disampaikan Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti. Dia menilai, kenyataan di lapangan banyak guru yang tidak mengembangkan visi ke- bangsaan. “Ini dipengaruhi sejak ca- lon guru berada di lembaga pendi- dikan,” ujarnya, Rabu (31/5). Retno menuturkan, dirinya per- nah mendapati dalam sebuah semi- nar yang diselenggarakan lembaga pendidikan tenaga keguruan, salah satu narasumbernya berasal dari sa- lah satu organisasi massa (ormas) yang ditengarai menyebarkan paham intoleransi dan anti-Pancasila. Untuk itu, dia meminta pemerintah juga memperhatikan sekolah guru. Pasalnya, cara pandang guru terha- dap nilai-nilai Pancasila akan diajar- kan kepada siswa di sekolah. “Jika gurunya sudah memiliki pandangan yang sesat, akan berim- bas kepada anak didiknya,” katanya. Menurutnya, untuk guru mata pelajaran kewarganegaraan, harus diberi pemahaman mengenai sikap cinta pada bangsa dan negara, serta berpegang pada Pancasila dan UUD 1945. “Guru PKN (pendidikan ke- warganegaraan) harus beri pema- haman jika dalam mendidik siswa dia harus berpegang pada Pancasila dan Konstitusi, bukan pada kitab su- ci agamanya. Itu bukan tugasnya dan berpotensi menyesatkan,” jelasnya. Secara terpisah, pakar pendidik- an Darmaningtyas mengatakan, an- caman disintegrasi bangsa menjadi nyata ketika isu agama dijadikan ko- moditas politik. Warga diberi pema- haman bahwa perbedaan agama itu seakan sesuatu yang tidak baik. Menurutnya, Pancasila menjadi tergusur oleh ideologi lain dari luar karena kegagalan bangsa dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila, sehingga dianggap abstrak. “Karena Pancasila dianggap barang abstrak, maka ketika ada ideologi lain yang masuk dengan menawarkan iming-i- ming kapital atau iming-iming surga, yakni ideologi berbasis agama, ma- syarakat lebih tertarik untuk meres- ponnya,” ujarnya. Dia juga mengakui, lunturnya ji- wa Pancasilais karena dipengaruhi sistem pengajaran di sekolah dan kampus, karena trauma dengan pola pendidikan Pancasila masa Orde Baru yang dinilai lebih bersifat in- doktrinatif. “Sekarang kesadaran tersebut ba- ru muncul lagi. Tapi satu generasi yang tidak mendapatkan materi pela- jaran telah terbentuk, dan itulah me- reka yang sekarang duduk di kam- pus-kampus dan giat mengusung ideologi lain,” jelasnya. [FAT/A-17] Faktor Guru Pengaruhi Pendidikan Pancasila Arief Hidayat FOTO-FOTO: DOK SP Jimly Asshiddiqie

Upload: hoangthuy

Post on 07-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

[JAKARTA] Aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa mengalami pasang surut, dan selalu menghadapi tantangan. Seperti saat ini, nilai-nilai Pancasila terancam oleh ge-rakan antipluralisme dan radikalisme. Oleh karena itu, dirasa perlu kehadiran lembaga yang khusus meru-muskan pole pembinaan dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila di masyarakat.

Demikian pandangan K e t u a U m u m I k a t a n Cendek iawan Mus l im Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie dan Ketua Mahkamah Konst i tus i (MK) Arief Hidayat, secara terpisah, di Jakarta, Selasa (30/5) dan Rabu (31/5).

Menurut Jimly, selama ini ada sejumlah lembaga negara yang melakukan sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Namun, semua lembaga itu tampak-nya berjalan sendiri-sendiri, tanpa koordinasi dengan ba-ik. Akibatnya, sosialisasi dan pembinaan Pancasila tidak dilakukan secara terstruktur dan sistematis.

“Nah, lembaga khusus ini, akan mengkoordinasi semua lembaga yang mela-kukan sosialisasi dan pendi-dikan Pancasila sehingga menjadi efektif,” ungkap mantan ketua MK.

Selain itu, lembaga khu-sus tersebut sebaiknya juga diberi kewenangan melaku-kan uji material (judicial re-view) terhadap semua pro-duk UU dan peraturan di ba-wahnya, yang tidak sesuai dengan Pancasila. “Jadi, lembaga khusus ini selain mempunyai fungsi pendidik-an, juga mempunyai fungsi penegakan hukum dalam mengaktualisasikan nilai-ni-lai Pancasila. Sehingga MK dan MA tidak hanya menjadi lembaga yang menguji UU atau peraturan terhadap UUD 1945, tetapi juga ada yang memastikan bahwa UU atau peraturan tersebut sesu-ai dengan nilai-nilai dan roh Pancasila,” jelasnya.

Terkait peringatan Hari Pancasila, Jimly menegas-

kan, Pancasila merupakan harga mati bagi bangsa Indonesia dan keberadaan-nya tidak bisa ditawar-ta-w a r l a g i . P a s a l n y a , Pancasila merupakan pro-duk sejarah yang tidak bisa diubah-ubah lagi.

“Pancasila sudah dite-mukan dan digali oleh Bung Karno sehingga melahirkan 5 nilai-nilai luhur yang di-rangkum dari berbagai sumber dan pemikiran para tokoh bangsa, hingga akhir-nya disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 bersama dengan UUD 1945,” ujarnya.

Dia menambahkan, Pasal 37 UUD 1945 mene-gaskan, yang bisa diubah dari UUD 1945 hanya pa-sal-pasalnya. Sedangkan, Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya tertuang nilai-nilai Pancasila tidak bisa diubah lagi.

Dia mengakui, aktuali-sasi nilai-nilai Pancasila se-lama ini mengalami pasang surut. Namun, sampai seka-rang nilai-nilai Pancasila masih konsisten relevan un-tuk mempersatukan bangsa Indonesia yang terkoyak.

“Dari zaman ke zaman atau era ke era, pasti ada masalah dan tantangannya. Namun, kita sebagai bangsa harus tetap optimistis, bah-wa dengan Pancasila yang kita miliki, kita bisa menga-tasi berbagai tantangan yang ada, termasuk polari-sasi akibat pilkada DKI Jakarta,” tegasnya.

Senada dengan itu, Arief Hidayat berpandangan, me-tode dalam menyosialisasi-kan Pancasila kepada ma-syarakat perlu segera diru-muskan. Rencana pemerin-tah membentuk Unit Kerja P r e s i d e n b i d a n g P e m a n t a p a n I d e o l o g i Pancasila (UKP-PIP) juga perlu segera direalisasikan.

“Kalau Orde Baru meto-denya indoktrinatif, meng-gunakan alat kekuasaan un-tuk menekan. Kalau seka-rang metodenya harus diu-bah. Pakar pedagogik bisa merumuskan cara dan me-

tode dalam memberikan pe-mahaman yang lebih rele-van dengan situasi saat ini,” kata Arief.

Menurut Arief, MK me-mang mempunyai pusat kaji-an Pancasila. Sampai seka-rang, pihaknya masih men-cari metode yang tepat untuk menemukan pola yang im-plementatif agar publik mu-dah memahami Pancasila.

“Di tengah kohesi sosial bangsa kita yang melemah, kita perlu percepat. Metode memang harus implementa-tif. Tidak hanya indoktrinasi tapi nilai-nilai itu yang harus digali dan dipahamkan kepa-da bangsa, metodenya bisa apapun,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) 54/2017 tentang Unit Kerja Presiden P e m b i n a a n I d e o l o g i Pancasila (UKP-PIP), pada 19 Mei lalu. Dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa dalam rangka aktualisasi ni-lai-nilai Pancasila perlu dila-kukan pembinaan terhadap

seluruh penyelenggara nega-ra, dengan kejelasan arah yang terencana, sistematis, dan terpadu.

UKP-PIP yang segera dibentuk merupakan lemba-ga nonstruktural di bawah Presiden. Tugas lembaga ini adalah merumuskan arah kebijakan umum pem-binaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordi-nasi, sinkronisasi, dan pe-ngendalian pembinaannya.

Nantinya UKP-PIP akan terdiri dari pengarah dan pe-laksana. Pengarah mencakup unsur tokoh kenegaraan, to-koh masyarakat dan agama,

serta purnawirawan TNI/Polri dan pensiunan PNS. Sedangkan pelaksana terdiri dari ketua dibantu tiga deputi.

Upacara PeringatanSementara itu, Menteri

S e k r e t a r i s N e g a r a (Mensesneg) Pratikno meng-ungkapkan, Presiden Jokowi akan memimpin upacara Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, yang ter-letak di Kementerian Luar Neger i , Kamis (1 /6) . Upacara juga digelar seren-tak secara nasional di kantor dan instansi pemerintah pu-sat dan daerah. “Seluruh in-

spektur upacara akan mem-bacakan sambutan dari Presiden,” ungkapnya.

Mensesneg menambah-kan, pemerintah juga menyi-apkan kegiatan Pekan Pancasila, dari 29 Mei hing-ga 4 Juni. Menurut Pratikno, Pancasila saat ini memang perlu diteguhkan kembali. “Kita ini sebagai bangsa ini mengalami ujian, di dunia internasional juga menga-lami u j i an mengena i Bhinneka Tunggal Ika dalam memperkuat keberagaman, persatuan, dan lain-lain. Ini momentum yang pas sekali,” ucapnya. [YUS/C-6]

3Sua ra Pem ba ru an Rabu, 31 Mei 2017 Utama

Perlu Lembaga Khusus Pembinaan Pancasila

[JAKARTA] Pendidikan Pancasila di kalangan siswa saat ini dinilai ku-rang. Untuk i tu , pendidikan Pancasila perlu dihidupkan kembali. Akan tetapi, hal itu perlu diimbangi dengan penguatan kapasitas guru dalam menyampaikan pendidikan Pancasila, antara lain dengan mena-namkan perspektif kebangsaan.

Hal tersebut disampaikan Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti. Dia menilai, kenyataan di lapangan banyak guru yang tidak mengembangkan visi ke-bangsaan. “Ini dipengaruhi sejak ca-lon guru berada di lembaga pendi-dikan,” ujarnya, Rabu (31/5).

Retno menuturkan, dirinya per-nah mendapati dalam sebuah semi-nar yang diselenggarakan lembaga pendidikan tenaga keguruan, salah satu narasumbernya berasal dari sa-lah satu organisasi massa (ormas) yang ditengarai menyebarkan paham intoleransi dan anti-Pancasila. Untuk itu, dia meminta pemerintah juga

memperhatikan sekolah guru. Pasalnya, cara pandang guru terha-dap nilai-nilai Pancasila akan diajar-kan kepada siswa di sekolah.

“Jika gurunya sudah memiliki pandangan yang sesat, akan berim-bas kepada anak didiknya,” katanya.

Menurutnya, untuk guru mata pelajaran kewarganegaraan, harus diberi pemahaman mengenai sikap cinta pada bangsa dan negara, serta berpegang pada Pancasila dan UUD 1945. “Guru PKN (pendidikan ke-warganegaraan) harus beri pema-haman jika dalam mendidik siswa dia harus berpegang pada Pancasila dan Konstitusi, bukan pada kitab su-ci agamanya. Itu bukan tugasnya dan berpotensi menyesatkan,” jelasnya.

Secara terpisah, pakar pendidik-an Darmaningtyas mengatakan, an-caman disintegrasi bangsa menjadi nyata ketika isu agama dijadikan ko-moditas politik. Warga diberi pema-haman bahwa perbedaan agama itu seakan sesuatu yang tidak baik.

Menurutnya, Pancasila menjadi tergusur oleh ideologi lain dari luar karena kegagalan bangsa dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila, sehingga dianggap abstrak. “Karena Pancasila dianggap barang abstrak, maka ketika ada ideologi lain yang masuk dengan menawarkan iming-i-ming kapital atau iming-iming surga, yakni ideologi berbasis agama, ma-syarakat lebih tertarik untuk meres-ponnya,” ujarnya.

Dia juga mengakui, lunturnya ji-wa Pancasilais karena dipengaruhi sistem pengajaran di sekolah dan kampus, karena trauma dengan pola pendidikan Pancasila masa Orde Baru yang dinilai lebih bersifat in-doktrinatif.

“Sekarang kesadaran tersebut ba-ru muncul lagi. Tapi satu generasi yang tidak mendapatkan materi pela-jaran telah terbentuk, dan itulah me-reka yang sekarang duduk di kam-pus-kampus dan giat mengusung ideologi lain,” jelasnya. [FAT/A-17]

Faktor Guru Pengaruhi Pendidikan Pancasila

Arief HidayatFOTO-FOTO: DOK SP

Jimly Asshiddiqie