rabu, 29 desember 2010 | media indonesia ayah … · reka dan hanya menghabiskan sedikit waktu...

1
T ERNYATA pepatah asing yang berbunyi you are what you eat (Anda adalah apa yang Anda makan) bukan cuma omong kosong. Malah, pepatah itu kini lebih spesik lagi menjadi you are what your father ate (Anda adalah apa yang ayah Anda makan). Penelitian terbaru di Ame- rika Serikat (AS) menunjukkan apa yang ayah makan ternyata merupakan ‘warisan’ paling awal bagi anaknya. Penelitian tim dari Univer- sity of Massachusetts Medical School, AS, menunjukkan tikus yang induk jantannya diberi diet rendah protein akan meng- alami perubahan aktivitas gen yang penting dalam metabo- lisme mereka. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal majalah Cell edisi 23 Desember 2010 itu menun- jukkan perubahan gen tersebut nyata dan bisa direproduksi. Peneliti memaparkan per- ubahan tersebut terjadi walau- pun pada faktanya si ayah tidak pernah melihat keturunan me- reka dan hanya menghabiskan sedikit waktu dengan induk betina tikus itu. Hal itu menunjukkan in- formasi nutrisi diteruskan ke generasi berikutnya melalui sperma tidak melalui semacam pengaruh sosial. Temuan baru itu menam- bah bukti bahwa epigenetik program ulang gen mungkin merupakan mekanisme pen- ting untuk menyampaikan informasi tentang lingkungan. Dalam hal ini lingkungan gizi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Epigenetika mengacu ke modikasi kimiawi DNA yang diwariskan untuk dapat meng- ubah cara gen disajikan. Namun, modikasi itu tidak mengubah urutan yang mendasari mereka, seperti Gs, Ts, dan Cs. “Kesimpulan dari sini adalah bahwa yang menentukan kita bukan hanya gen kita sendiri,” kata Oliver Rando, salah satu peneliti. “Ada banyak cara agar orang tua bisa ‘memberi tahu’ kita tentang berbagai hal,” tambahnya. Tentunya, dalam hal ini memberi tahu apa yang mereka makan. Namun, Rando mengatakan sebenarnya ide tentang pengaruh kebiasaan makan orang tua dan nenek moyang dapat memengaruhi metabolisme kita bukanlah hal baru. Pop Riset | 15 RABU, 29 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Ayah Makan, Anak Kena Getahnya Kebiasaan makan ayah terbukti memengaruhi gen yang diturunkan ke anaknya. SEBUAH tim riset multina- sional yang dipimpin para ilmuwan di National Institute of Health (NIH) di Amerika Serikat, AS, menemukan va- rian genetik molekul reseptor otak yang dapat berkontribusi terhadap perilaku kekerasan. Peneliti juga menemukan ke- kerasan impulsif dapat muncul ketika orang dengan varian gen tersebut berada di bawah pengaruh alkohol. Melalui kerja sama dengan para peneliti di Finlandia dan Prancis, Kepala Laboratorium Neurogenetics di NIH’s Natio- nal Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (NIAAA) Dr David Goldman mempela- jari contoh pelaku pidana ke- kerasan di Finlandia. Negara itu dipilih karena penduduk modernnya masih dianggap keturunan penduduk asli. Dengan begitu, Goldman dan timnya memperkirakan dapat meminimalkan komplek- sitas penyakit genetik. Tim peneliti kemudian memi- lih para individu dengan ciri tindak kekerasan yang spontan dan tanpa tujuan atau biasa disebut impulsif. Para peneliti merangkai DNA dari subjek yang impulsif dan memban- dingkan dengan rangkaian DNA dari subjek yang non- impulsif. Mereka menemukan peruba- han DNA tunggal yang meng- hadang sebuah gen yang dike- nal sebagai HTR2B, diprediksi sebagai perilaku yang sangat impulsif. HTR2B merupakan satu jenis reseptor serotonin di otak. Namun, Goldman menga- takan hal menarik yang kemu- dian ditemukan yakni varian genetik saja tidak cukup untuk menyebabkan orang melakukan tindakan kriminal impulsif. “Pembawa gen ( carrier ) HTR2B yang melakukan ke- jahatan impulsif adalah laki- laki dan semuanya menjadi tindak kekerasan hanya ketika mabuk dari alkohol, yang de- ngan sendirinya mengarah ke perilaku yang memalukan,” katanya. Goldman menjelaskan alko- hol memiliki keterlibatan nyata dalam lintasan neurotransmiter yang dianggap berperan pen- ting tindakan impulsif dan kecanduan lainnya. Para peneliti kemudian mengamati tikus dan me- nemukan ketika gen yang se- tara HTR2B dihancurkan atau dimatikan, tikus juga menjadi lebih impulsif. Studi tentang interaksi alcohol melalui tikus itu masih terus dilakukan. Secara keseluruhan, temuan itu dapat memberi pemaham- an yang lebih baik tentang aspek perilaku impulsif untuk mendiagnosis dan mengo- bati masalah klinis yang berasal dari perilaku impulsif. Namun para peneliti mengingatkan, ba- gaimanapun, perilaku impulsif merupakan sebuah perilaku yang kompleks, yang berkaitan dengan genetik dan pengaruh lingkungan. Goldman menjelaskan meskipun relatif umum di Finlandia, varian genetik yang diidentikasi dalam penelitian itu tidak mungkin menjelaskan sebagian besar dari keselu- ruhan varian dalam perilaku impulsif. (sciencedaily.com/ Dip/M-7) Gen dan Alkohol Ciptakan Perilaku Impulsif REUTERS/RICK WILKING Dian Palupi MEWARISKAN MASALAH: Sudah saatnya para ayah lebih memperhatikan apa yang mereka makan. Masalah kesehatan akibat pola makan mereka tidak hanya diderita sendiri, tapi juga bisa diturunkan pada gen anak. AP/DAMIAN DOVARGANES Apa yang ayah makan ternyata merupakan ‘warisan’ paling awal bagi anaknya.” PEMICU IMPULSIF: Para peneliti di Amerika Serikat telah menemukan varian gen yang mencetus perilaku impulsif. Perilaku ini juga didorong minuman beralkohol. AP/MIKE ALBANS Salah satu bukti terbaik ten- tang ‘warisan’ metabolisme itu berasal dari studi epidemiologi yang menunjukkan jika sang kakek tidak memiliki pola ma- kan yang baik, Anda akan lebih berisiko menderita obesitas dan penyakit kardiovaskuler. Awal tahun ini, sebuah pene- litian pada tikus oleh tim lain menemukan induk jantan tikus yang makanannya tinggi lemak bisa menurunkan masalah kesehatan pada anak betina mereka. Cara pewarisan belum jelas Dalam studi baru, para pe- neliti ingin menguji apakah kondisi lingkungan memiliki efek transgenerasi (diwariskan ke generasi berikutnya). Me- reka mempelajari aktivitas gen pada induk jantan tikus yang diberi makanan rendah protein sejak mereka disusui sampai mereka mencapai kematangan seksual. Ternyata banyak sekali gen anak, dari induk yang kela- paran protein tersebut, berubah. Peneliti menyebutkan gen yang mengalami perubahan itu men- capai ratusan. Identikasi gen berdasarkan epigenomik menunjukkan gen dari hati tikus-tikus muda mengalami banyak perbedaan bergantung pada makanan induk jantan mereka. Perubahan itu termasuk modikasi kimia dari urutan DNA yang diperkirakan ber- peran sebagai pendorong untuk faktor transkripsi lipid utama yang dikenal sebagai PPARA (peroxisome proliferator-activated receptor alpha). Perubahan itu terkait dengan aktivitas yang lebih rendah dari PPARA. “Ini konsisten dengan ide bahwa ketika orang tua ke- laparan secara protein, yang terbaik bagi anaknya adalah memperbanyak kalori,” kata Rando. Kesimpulannya terkait dengan peran faktor transkripsi dalam mengontrol sintesis ko- lesterol sintesis lipid di hati. Namun, ia mengatakan be- lum jelas apakah perubahan dalam metabolisme kolesterol akan terbukti menguntung- kan dalam konteks kebiasaan makan rendah protein. Walau- pun demikian, sebenarnya keterkaitan itu dianggap ide yang sangat mungkin. Para peneliti juga belum yakin bagaimana informasi dikodekan dan diteruskan dari ayah ke keturunannya. Belum jelas apakah sperma menunjukkan pola epigenetik yang sama seperti di hati para keturunannya. Satu hal yang jelas, temuan baru dengan kombinasi spe- sies uji itu memiliki implikasi penting untuk penelitian masa depan. Tikus juga kini menjadi model yang berguna untuk me- neliti mekanisme yang bertang- gung jawab atas metabolisme transgenerasional. Dalam kesimpulannya, pe- neliti menuliskan hasil peneli- tian itu mendorong pemikiran ulang terhadap praktik dasar studi epidemiologi penyakit kompleks seperti diabetes, pe- nyakit jantung, atau alkohol. “Kami percaya bahwa masa depan penelitian catatan pa- paran lingkungan akan perlu memasukkan sejarah paparan orang tua,” ungkap peneliti. Dengan begitu, penelitian tersebut membuka pikiran juga bahwa dalam studi pe- nyakit yang kompleks bisa dipisahkan antara pengaruh faktor lingkungan dengan fak- tor genetik. “Sampai saat ini, studi-studi manusia menunjukkan cucu adalah yang paling terpe- ngaruh oleh sejarah paparan kakek-nenek mereka,” tukas Rando. Sebelumnya, tim peneliti dari Australia menemukan hubung- an berat badan ayah terhadap resiko penyakit diabetes pada keturunannya. (sciencedaily. com/*/M-7) [email protected]

Upload: lyquynh

Post on 01-Jul-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TERNYATA pepatah a sing yang berbunyi you are what you eat (Anda adalah apa

yang Anda makan) bukan cuma omong kosong. Malah, pepatah itu kini lebih spesifi k lagi menjadi you are what your father ate (Anda adalah apa yang ayah Anda makan).

Penelitian terbaru di Ame-rika Serikat (AS) menunjukkan apa yang ayah makan ternyata merupakan ‘warisan’ paling awal bagi anaknya.

Penelitian tim dari Univer-sity of Massachusetts Medical School, AS, menunjukkan tikus yang induk jantannya diberi diet rendah protein akan me ng-alami perubahan aktivitas gen yang penting dalam metabo-lisme mereka.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal majalah Cell edisi 23 Desember 2010 itu menun-jukkan perubahan gen tersebut nyata dan bisa direproduksi.

Peneliti memaparkan per-ubahan tersebut terjadi walau-pun pada faktanya si ayah tidak pernah melihat keturunan me-reka dan hanya menghabiskan sedikit waktu dengan induk betina tikus itu.

Hal itu menunjukkan in-formasi nutrisi dite ruskan ke generasi berikutnya melalui sperma tidak melalui semacam pengaruh sosial.

Temuan baru itu menam-bah bukti bahwa epigenetik program ulang gen mungkin merupakan mekanisme pen-ting untuk menyampaikan informasi tentang lingkungan. Dalam hal ini lingkungan gizi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Epigenetika mengacu ke modifi kasi kimiawi DNA yang diwariskan untuk dapat meng-ubah cara gen disajikan. Namun, modifi kasi itu tidak meng ubah urutan yang mendasari mereka, seperti Gs, Ts, dan Cs.

“Kesimpulan dari sini adalah bahwa yang menentukan kita bukan hanya gen kita sendiri,” kata Oliver Rando, salah satu peneliti. “Ada banyak cara agar orang tua bisa ‘memberi tahu’ kita tentang berbagai hal,” tambahnya. Tentunya, dalam hal ini memberi tahu apa yang mereka makan. Namun, Rando mengatakan sebenarnya ide tentang pengaruh kebiasaan makan orang tua dan nenek moyang dapat memengaruhi metabolisme kita bukanlah hal baru.

Pop Riset | 15RABU, 29 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Ayah Makan, Anak Kena GetahnyaKebiasaan makan ayah terbukti memengaruhi gen yang diturunkan ke anaknya.

SEBUAH tim riset multina-sional yang dipimpin para ilmuwan di National Institute of Health (NIH) di Amerika Serikat, AS, menemukan va-rian genetik molekul reseptor otak yang dapat berkontribusi terhadap perilaku kekerasan. Peneliti juga menemukan ke-kerasan impulsif dapat muncul ketika orang dengan varian gen tersebut berada di bawah pengaruh alkohol.

Melalui kerja sama dengan para peneliti di Finlandia dan Prancis, Kepala Laboratorium Neurogenetics di NIH’s Natio-nal Institute on Alcohol Abuse

and Alcoholism (NIAAA) Dr David Goldman mempela-jari contoh pelaku pidana ke-kerasan di Finlandia.

Negara itu dipilih karena penduduk modernnya masih dianggap keturunan penduduk asli. Dengan begitu, Goldman dan timnya memperkirakan dapat meminimalkan komplek-sitas penyakit genetik.

Tim peneliti kemudian memi-lih para individu dengan ciri tindak kekerasan yang spontan dan tanpa tujuan atau biasa di sebut impulsif. Para peneliti merangkai DNA dari subjek yang impulsif dan memban-

dingkan dengan rangkaian DNA dari subjek yang non-impulsif.

Mereka menemukan peruba-han DNA tunggal yang meng-hadang sebuah gen yang dike-nal sebagai HTR2B, diprediksi sebagai perilaku yang sangat impulsif. HTR2B merupakan satu jenis reseptor serotonin di otak.

Namun, Goldman menga-takan hal menarik yang kemu-dian ditemukan yakni varian genetik saja tidak cukup untuk menyebabkan orang melakukan tindakan kriminal impulsif.

“Pembawa gen (carrier)

HTR2B yang melakukan ke-jahatan impulsif adalah laki-laki dan semuanya menjadi tindak kekerasan hanya ketika mabuk dari alkohol, yang de-ngan sendirinya mengarah ke perilaku yang memalukan,” katanya.

Goldman menjelaskan alko-hol memiliki keterlibatan nyata dalam lintasan neurotransmiter yang dianggap berperan pen-ting tindakan impulsif dan kecanduan lainnya.

Para peneliti kemudian mengamati tikus dan me-nemukan ketika gen yang se-tara HTR2B dihancurkan atau dimatikan, tikus juga menjadi lebih impulsif. Studi tentang interaksi alcohol melalui tikus itu masih terus dilakukan.

Secara keseluruhan, temuan itu dapat memberi pemaham-an yang lebih baik tentang aspek perilaku impulsif untuk mendiagnosis dan mengo-bati masalah klinis yang berasal dari perilaku impulsif. Namun para peneliti mengingatkan, ba-gaimanapun, perilaku impulsif merupakan sebuah perilaku yang kompleks, yang berkaitan dengan genetik dan pengaruh lingkungan.

G o l d m a n m e n j e l a s k a n meskipun relatif umum di Finlandia, varian genetik yang diidentifi kasi dalam penelitian itu tidak mungkin menjelaskan sebagian besar dari keselu-ruhan varian dalam perilaku impulsif. (sciencedaily.com/Dip/M-7)

Gen dan Alkohol Ciptakan Perilaku Impulsif

REUTERS/RICK WILKING

Dian Palupi

MEWARISKAN MASALAH: Sudah saatnya para ayah lebih memperhatikan apa yang mereka makan. Masalah kesehatan akibat pola makan mereka tidak hanya diderita sendiri, tapi juga bisa diturunkan pada gen anak.

AP/DAMIAN DOVARGANES

Apa yang ayah makan ternyata merupakan ‘warisan’ paling awal bagi anaknya.”

PEMICU IMPULSIF: Para peneliti di Amerika Serikat telah menemukan varian gen yang mencetus perilaku impulsif. Perilaku ini juga didorong minuman beralkohol.

AP/MIKE ALBANS

Salah satu bukti terbaik ten-tang ‘warisan’ metabolisme itu berasal dari studi epidemiologi yang menunjukkan jika sang kakek tidak memiliki pola ma-kan yang baik, Anda akan lebih berisiko menderita obesitas dan penyakit kardiovaskuler.

Awal tahun ini, sebuah pene-litian pada tikus oleh tim lain menemukan induk jantan tikus yang makanannya tinggi lemak bisa menurunkan masalah kesehatan pada anak betina mereka.

Cara pewarisan belum jelasDalam studi baru, para pe-

neliti ingin menguji apakah kondisi lingkungan memiliki efek transgenerasi (diwariskan ke generasi berikutnya). Me-reka mempelajari aktivitas gen pada induk jantan tikus yang diberi makanan rendah protein sejak mereka disusui sampai mereka mencapai kematangan seksual.

Ternyata banyak sekali gen anak, dari induk yang kela-paran protein tersebut, berubah. Peneliti menyebutkan gen yang mengalami perubahan itu men-capai ratusan.

Identifi kasi gen berdasarkan epigenomik menunjukkan gen dari hati tikus-tikus muda mengalami banyak perbedaan bergantung pada makanan induk jantan mereka.

Perubahan itu termasuk modifi kasi kimia dari urutan DNA yang diperkirakan ber-peran sebagai pendorong untuk faktor transkripsi lipid utama yang dikenal sebagai PPARA (peroxisome proliferator-activated receptor alpha). Perubahan itu terkait dengan aktivitas yang lebih rendah dari PPARA.

“Ini konsisten dengan ide bahwa ketika orang tua ke-laparan secara protein, yang terbaik bagi anaknya adalah memperbanyak kalori,” kata Rando. Kesimpulannya terkait dengan peran faktor transkripsi dalam mengontrol sintesis ko-lesterol sintesis lipid di hati.

Namun, ia mengatakan be-lum jelas apakah perubahan dalam metabolisme kolesterol akan terbukti menguntung-kan dalam konteks kebiasaan makan rendah protein. Walau-pun demikian, sebenarnya keterkaitan itu dianggap ide yang sangat mungkin.

Para peneliti juga belum yakin bagaimana informasi dikodekan dan diteruskan dari ayah ke keturunannya. Belum jelas apakah sperma menunjukkan pola epigenetik yang sama seperti di hati para keturunannya.

Satu hal yang jelas, temuan baru dengan kombinasi spe-sies uji itu memiliki implikasi penting untuk penelitian masa depan. Tikus juga kini menjadi model yang berguna untuk me-neliti mekanisme yang bertang-gung jawab atas metabolisme transgenerasional.

Dalam kesimpulannya, pe-neliti menuliskan hasil peneli-tian itu mendorong pemikiran ulang terhadap praktik dasar studi epidemiologi penyakit kompleks seperti diabetes, pe-nyakit jantung, atau alkohol.

“Kami percaya bahwa masa depan penelitian catatan pa-paran lingkungan akan perlu memasukkan sejarah paparan orang tua,” ungkap peneliti.

Dengan begitu, penelitian tersebut membuka pikiran juga bahwa dalam studi pe-nyakit yang kompleks bisa dipisahkan antara pengaruh faktor lingkungan dengan fak-tor genetik.

“Sampai saat ini, studi-studi manusia menunjukkan cucu adalah yang paling terpe-ngaruh oleh sejarah paparan kakek-nenek mereka,” tukas Rando.

Sebelumnya, tim peneliti dari Australia menemukan hubung-an berat badan ayah terhadap resiko penyakit diabetes pada keturunannya. (sciencedaily.com/*/M-7)

[email protected]