punya jal
TRANSCRIPT
Yatim menurut bahasa adalah orang yang ditinggal mati ayahnya. Sedangkan menurut
istilah, yatim dikhususkan bagi seseorang yang ditinggal mati ayahnya dalam keadaan belum
dewasa. Seperti disebutkan dalam hadits Nabi yang artinya: “Tidak disebut yatim jika sudah
dewasa”. Kata yatim yang digunakan untuk menamakan orang yang tidak memiliki ilmu
pengetahuan.
Orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan disebut juga yatim karena orang-orang
bodoh selalu dalam kesulitan dan kesusahan. Ilmu pengetahuan akan menjadi penolong bagi
seseorang layaknya seorang ayah menjadi penolong anaknya.1 Anak yatim tercatat dalam
beberapa ayat Al-Qur’an. Mereka disebutsebut, baik dengan sebutan yatim (tunggal), maupun
yatama (jamak). Mereka mendapatkan perhatian yang begitu besar dari Allah swt. begitu
pula, nama mereka banyak tertera di dalam hadits.2
Allah dan Rasul-Nya memang tidak menjelaskan dan memberikan definisi secara
khusus tentang anak yatim. Namun dari berbagai keterangan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan
dalam Sunnah Rasulullah saw. dapat dijumpai beberapa makna dan arti anak yatim. Salah
satunya, seperti yang dinyatakan dalam firman Allah sehubungan dengan kisah Nabi Khidir
a.s. ketika memberikan penjelasan kepada Nabi Musa a.s. yang berguru kepadanya.3
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kami tidak dapat sabar terhadapnya.” ( al- Kahfi :
82)6
Tafsir dari ayat ini yakni harta yang terpendam berupa emas dan perak, bagi mereka
berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang shaleh maka dengan keshalehannya itu ia
1Khozin, Refleksi Keberagamaan, Dari Kepekaan Teologis Menuju Kepakaan Sosial, Cet. I (Malang: UMM Press, 2004 ), h. 107
2Muhsin M.K, Mari Mencintai Anak Yatim, Cet. I, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2003 ), h. 1
3Muhsin M.K, Mari Mencintai..., h. 24
dapat memelihara kedua anaknya dan harta benda bagi keduanya, maka Rabbmu
menghendaki agar mereka berdua sampai kedewasaannya (sampai kepada usia dewasa). Dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu. Semua hal yang telah
disebutkan tadi, yakni melobangi perahu, membunuh anak muda dan mendirikan tembok
yang hampir roboh berdasarkan keinginanku sendiri, tetapi hal itu kulakukan berdasarkan
perintah dan ilham dari Allah.4
Dari ayat ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang disebut anak yatim adalah
anak-anak yang ayahnya mereka telah meninggal dunia. Sementara itu dalam ayat-ayat Al-
Qur’an yang lain dijelaskan bahwa yatim itu bukan hanya terbatas pada anak-anak yang tidak
mempunyai ayah saja, tetapi juga mereka tidak memiliki dua orang tua.8 Salah satu firman
Allah yang berkaitan dengan masalah ini menerangkan,
kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan
saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka.Dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu)”( an-Nisaa : 6)9
Ayat ini menegaskan bahwa wali hendaknya memperhatikan keadaan mereka ( anak
yatim ), sehingga bila para pemilik itu telah dinilai mampu mengelola harta dengan baik,
maka harta mereka harus segera diserahkan. Selanjutnya, karena dalam rangkaian ayat-ayat
yang lalu anak yatim yang pertama disebut ( ayat 2 )sebab merekalah yang paling lemah,
maka disini mereka pun yang pertama disebut. Kepada para wali diperintahkan : ujilah anak
yatim itu dengan memperhatikan keadaan mereka dalam hal penggunaan harta, serta latihlah
mereka sampai hampir mencapai umur yang menjadikan mereka mampu memasuki gerbang
perkawinan. Maka ketika itu, jika kamu telah mengetahui, yakni pengetahuan yang
menjadikan kamu tenang karena adanya pada mereka kecerdasan, yakni kepandaian
4Imam JaLaluddin Al Mahally, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Penerjemah, Bahrun Abu Bakar, LC.,Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul 3, Cet. I ( Bandung: Sinar Baru, 1990 ), h. 1224 – 1225
memelihara harta serta kestabilan mental, maka serahkanlah kepada mereka harta-harta
mereka, karena ketika itu tidak ada lagi alasan untuk menahan harta mereka.
Boleh jadi ada diantara wali yang tamak, maka ayat ini melanjutkan tuntunannya
dengan menegaskan bahwa janganlah kamu, para wali, memakan, yakni memanfaatkan untuk
kepentingan kamu harta anak yatim dengan kamu yang mengelolanya sehingga
memanfaatkannya lebih dari batas kepatutan, dan jangan juga kamu membelanjakan harta itu
dalam keadaan tergesa-gesa sebelum mereka dewasa, karena kamu khawatir bila mereka
dewasa kamu tidak dapat mengelak untuk tidak menyerahkannya.
Barang siapa diantara para pemelihara itu yang mampu, maka hendaklah ia menahan
diri, yakni tidak menggunakan harta anak yatim itu dan mencukupkan dengan anugerah Allah
yang diperolehnya, dan siapa yang miskin hendaklah boleh ia makan dan memanfaatkan
harta itu, bahkan mengambil upah atau imbalan menurut yang patut. Lalu apabila kamu
menyerahkan harta mereka yang sebelumnya ada dalam kekuasaan kamu kepada mereka,
maka hendaklah kamu mempersaksikan atas mereka tentang penyerahan itu bagi mereka, dan
cukuplah Allah menjadi Pengawas atas persaksian itu.
Ulama sepakat bahwa ujian yang dimaksud adalah dalam soal pengelolaan harta,
misalnya dengan memberi yang diuji itu sedikit harta sebagai modal. Jika dia berhasil
memelihara dan mengembangkannya, maka ia dapat dinilai telah lulus dan wali berkewajiban
menyerahkan harta miliknya itu kepadanya. Ujian itu dilaksanakan sebelum yang
bersangkutan dewasa. Ada yang berpendapat sesudahnya. Sebagian Ulama menambahkan
diuji yakni diamati juga pengamalan agamanya.
Mayoritas Ulama berpendapat bahwa anak yatim yang telah dewasa tidak otomatis
diserahkan kepadanya hartanya, kecuali setelah terbukti kemampuannya mengelola harta. Ini
berdasar ayat ini dan ayat sebelumya.
Imam Abu Hanifah menolak pendapat ini. Menurutnya, apa dan bagaimana pun
keadaan anak yatim, bila dia telah mencapai usia dua puluh lima tahun, maka wali harus
menyerahkan harta itu kepadanya, walaupun dia fasik atau boros. Pendapatnya didasarkan
pada pertimbangan bahwa usia dewasa adalah delapan belas tahun. Tujuh tahun setelah
dewasa, yang menggenapkan usia menjadi dua puluh lima tahun adalah waktu yang cukup
untuk terjadinya perubahan-perubahan dalam diri manusia.5
Secara tersirat ayat ini menunjukkan makna yatim ialah anak-anak yang kedua orang
tua mereka telah meninggal dunia. jika hanya bapak yang meninggal dunia, berarti masih ada
ibu yang mengasuh dan merawat mereka dengan menggunakan harta peninggalan bapak
mereka. Namun dalam ayat ini diisyaratkan bagi orang-orang yang mampu dan berkecukupan
dalam mengasuh dan merawat anak-anak yatim tidak boleh mempergunakan dan memakan
harta kaum dhuafa itu, kecuali jika mereka miskin. Ketentuan ini diisyaratkan pada orang lain
yang mengurus dan mengasuh anak-anak yatim dan bukan untuk ibunya. Dengan demikian
dari kedua makna di atas dapat ditarik suatu kesimpulan tentang defenisi yatim adalah anak
anak yang bapak atau orang tua mereka telah meninggal dunia.
Defenisi ini lebih diperkuat lagi dengan kenyataan sejarah sebagaimana dialami oleh
Rasulullah saw. sendiri. Beliau telah menjadi anak yatim ketika masih dalam perut ibunya,
karena ayahnya, Abdullah, telah meninggal dunia dalam perjalanan berniaga. Begitu lahir
beliau tidak mengenal siapa bapaknya. Ibunya sendiri yang mengasuh dan merawatnya ketika
masih bayi dan anak-anak. Setelah ibunya meninggal, beliau telah bersama kakeknya,
Abdullah Muthalib. Jadi, pada masa kecil, beliau tergolong sebagai anak yatim yang sudah
tidak memiliki orang tua.
5M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah. Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 2, Cet. I ( Jakarta: Lentera Hati, 2000 ), h.333 - 334
Dengan demikian defenisi yatim adalah anak-anak yang bapak atau orang tuanya
meninggal dunia dan membutuhkan perlakuan serta perawatan yang sebaik-baiknya dari
orang lain.
Allah, melalui serangkaian peraturan dalam Al-Qur’an, telah mewajibkan kepada kita,
khususnya orang-orang yang berpunya untuk meringankan dan bersimpati terhadap
penderitaan mereka. Al-Qur’an sendiri secara tegas menyatakan bahwa faktor utama
kecemburuan sosial adalah jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Karena itulah
perintah mengulurkan tangan kepada mereka yang tidak berpunya merupakan suatu petunjuk
yang selalu diulang-ulang dalam Al-Qur’an, di samping kecaman bahkan ancaman kepada
mereka yang tidak mengindahkannya. Menurut Islam, segala sesuatu termasuk harta benda
adalah milik Tuhan. Manusia yang beruntung mendapatkannya pada hakikatnya dia
menerima titipan dari Tuhan.6
Menurut ajaran Islam, setiap orang miskin, anak yatim patut
memperoleh pertolongan, dan tentu saja merupakan tanggung jawab orang
berada untuk memberikan pertolongan itu.
6Alwi Shahab, Memilih Bersama Rasulullah, Cet. II, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), h. 145
B. Ayat- ayat Yang Berhubungan Dengan Anak Yatim
Mengingat perhatian Al-Qur’an pada “manusia” secara umum dan kaum
tertindas yang juga meliputi anak yatim secara khusus, maka dalam kontek
penindasan, bentuk tertinggi kebenaran adalah praktis untuk membentuk
mereka dieksploitasi dan dizalimi. Ide mengenai solidaritas yang katif dan
terorganisasi dengan kaum tertindas itu telah tampak dalam kehidupan Nabi
Muhammad saw, lama sebelum kenabiannya.13
Islam bertujuan membentuk masyarakat ideal, yaitu sosok masyarakat
yang diwarnai oleh jalinan solidaritas sosial yang tinggi, rasa persaudaraan
yang solid antarmanusia. Ini bukan khayalan.
Bila diamati, untuk mencapai sasaran mulia itu, Islam telah
mempersiapkan alatnya. Di antaranya puasa. Melalui ibadah ini, si kaya dapat
merasakan langsung pahitnya kelaparan dan penderitaan yang ditanggungnya
bertahun-tahun. Juga ambisi dunia yang menggebu-gebu, yang merupakan
cikal bakal sifat egoisme, individualisme, dan mau senang sendiri itu, menjadi
lunak dan cair. Dari sini diharapkan muncul rasa sayang dan kasihan pada orang yang lemah.
Apalagi dilanjutkan dengan perenungan bahwa sewaktuwaktu
si kaya dapat mengalami nasib dan penderitaan si miskin.14
Anak yatim adalah sosok manusia yang mendapat kedudukan khusus dan
mulia di sisi Allah swt. perhatian Allah swt. begitu besar kepada mereka,
sebagaimana tercermin dari banyaknya ayat dalam Al-Qur’anul Karim yang
membicarakan masalah yatim. Bahkan, bila Al-Qur;an menyebutkan namanama
kaum dhuafa, maka anak yatim menduduki urutan pertama. Bahkan kata
yatim (tunggal) atau yatama (jamak) disebut kurang lebih 23 kali dalam Al-
Qur’an. Adalah wajar jika mereka mendapat perhatian yang besar dari Allah
swt. sebab, selain dhuafa, sejak kecil mereka telah merasakan penderitaan
lahir batin.
Al-Qur’an menjelaskan tentang anak-anak yatim dalam berbagai kaitan
antara lain, dengan agama, keimanan, harta, warisan, rampasan perang,
perkawinan, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan anak
yatim dalam Al-Qur’an bukan semata-mata masalah sosial dan kemanusiaan,
tapi juga berhubungan dengan persoalan keagamaan dan keimanan yang
berpengaruh kelak di alam akhirat. Oleh karena masalah anak yatim dalam
Islam termasuk hal yang sangat penting, sehingga memerlukan perhatian dan
penanganan yang serius dari orang-orang yang memiliki kepedulian dan
kecukupan. Allah memerintahkan orang –orang yang beriman dan bertakwa
agar memperhatikan, memelihara, membantu, menolong dan melindungi
anak-anak yatim dengan cara-cara yang telah ditetapkan-Nya.15
1. Berbuat Baik Kepada Anak Yatim
Al-Qur’an menjelaskan keharusan berbuat baik kepada anak-anak
yatim, Allah berfirman:
�ى ب �ق�ر� ال �ذ�ي و�ب �ا ان �ح�س� إ �ن� �د�ي �و�ال �ال و�ب �ا �ئ ي ش� �ه� ب �وا ر�آ �ش� ت و�ال� الل ه� �د�وا و�اع�ب
) ا( ف�خ�ور� �اال� ت 36م�خ�
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun. Dan berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapak, karib
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil, dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri “. ( an- Nisaa : 36)16
Al- Biqa'i menilai ayat ini sebagai penekanan terhadap tuntunan
dan bimbingan ayat-ayat yang lalu. Dia menulis bahwa : “Cukup banyak
nasehat yang dikandung surah ini sejak awal, yang semuanya
mengarahkan kepada ketakwaan, keutamaan, serta anjuran meraih dan
ancaman mengabaikannya”.
Maka sangat wajar jika nasehat pertama pada awal surah ini
diulangi lagi di sini untuk memulai petunjuk-petunjuk baru. Nasehat
tersebut tidak hanya ditujukan kepada orang-orang mukmin, maka ayat ini
tidak dimulai dengan memanggil mereka. Ayat ini juga ditujukan kepada
semua manusia ( walau dalam ayat ini tidak disebut lagi ), karena pada
ayat pertama surah ini telah disebutkan, yaitu : Hai sekalian manusia,
sembahlah Allah yang Maha Esa dan Yang menciptakan kamu serta
pasangan kamu, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun selain-Nya, dan jangan juga mempersekutukan-Nya dengan
sedikit persekutuan pun. Dan dengan dua orang ibu-baapak,
persembahkanlah kebajikan yang sempurna, dan jangan abai berbuat baik
dengan karib-kerabat dan anak-anak yatim, yakni mereka yang
meninggalkan ayahnya sedang ia belum dewasa, serta orang-orang miskin,
tetangga yang dekat hubungan kekerabatannya atau yang dekat rumahnya
denganmu, tetangga yang jauh kekerabatannya atau rumahnya, demikian
juga dengan teman sejawat dalam perjalanan maupun dalam kehidupan
sehari-hari, serta ibnu sabil, yakni anak-anak jalanan dan orang-orang yang habis bekalnya
sedang ia dalam perjalanan, dan hamba sahaya kamu, baik
lelaki maupun perempuan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai, yakni
tidak melimpahkan rahmat kasih sayang-Nya, tidak juga
menganugerahkan ganjaran-Nyaa kepada orang-orang yang sombong,
yang merasa diri tinggi, sehingga enggan membantu dan bergaul dengan
orang-orang lemah, apalagi yang menggabungkan keangkuhan itu dengan
membangga-banggakan diri.17
Ayat ini memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada anak-anak
yatim dalam berbagai hal yang dapat menjadikan hidup mereka menjadi
tenang, sejahtera, dan bahagia. Jika tidak begitu, kehidupan mereka
semakin menderita dan sengsara. Berbuat baik kepada mereka dapat
meringankan atau menghilangkan kesengsaraan dan penderitaan yang
dialami sejak kecil; mengangkat harkat dan martabat mereka, serta dapat meningkatkan
semangat mereka untuk menghadapi hidup dan masa depan.
2. Memuliakan Anak Yatim
Hidup anak-anak yatim juga harus dimuliakan dan dihormati.
Mereka yang tidak mau memuliakan anak-anak yatim mendapat teguran
dan peringatan dari Allah swt. Al-Qur’an menegaskan :
م� ( ) �ي �ت �ي ال �ر�م�ون� �ك ت ال� �ل ب ال � 17آ
“ Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak
yatim”. ( al Fajr : 17 )19
Allah mengingatkan manusia jangan sampai mengira bahwa
kemuliaan di sisi Allah itu hanya ditentukan oleh kaya atau miskin dalam
harta benda atau banyak dan sedikit makanannya, gendut atau kurusnya
perut, bukan itu sekali-kali bukan itu, tetapi semata-mata karena
kerakusanmu terhadap harta kekayaan yang berlebihan sehingga kalian 2. Memuliakan Anak
Yatim
Hidup anak-anak yatim juga harus dimuliakan dan dihormati.
Mereka yang tidak mau memuliakan anak-anak yatim mendapat teguran
dan peringatan dari Allah swt. Al-Qur’an menegaskan :
م� ( ) �ي �ت �ي ال �ر�م�ون� �ك ت ال� �ل ب ال � 17آ
“ Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak
yatim”. ( al Fajr : 17 )19
Allah mengingatkan manusia jangan sampai mengira bahwa
kemuliaan di sisi Allah itu hanya ditentukan oleh kaya atau miskin dalam
harta benda atau banyak dan sedikit makanannya, gendut atau kurusnya
perut, bukan itu sekali-kali bukan itu, tetapi semata-mata karena
kerakusanmu terhadap harta kekayaan yang berlebihan sehingga kalian
( جه ( ما بن ا رواه ليه ا يساء يتيم فيه بيت لمسلمين
“Sebaik-baik rumah dikalangan kaum Muslimin adalah rumah yang di
dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan sangat baik, dan sejelekjelek
rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan sangat
buruk “. ( HR. Ibnu Majah)23
Memuliakan dan menghormati anak-anak yatim dapat
membesarkan hati dan mengangkat harga diri mereka, sehingga mereka
menjadi tegar dan bersemangat dalam menghadapi hidup dan masa depan.
Mereka tidak boleh dihina dan direndahkan. Perasaan mereka yang sensitif
perlu dijaga. Jangan sampai kita mengucapkan kata-kata kasar yang
menyinggung, apalagi sampai memukul.24
3. Mengurus Mereka Secara Patut dan Adil
Mereka yang mengurus anak-anak yatim di rumah atau di dalam
panti asuhan perlu menjaga diri dan berusaha merawat anak-anak itu
secara patut dan bersikap adil. Firman Allah :
�ن� و�إ �ر4 ي خ� �ه�م� ل ح4 �ص�ال� إ ق�ل� �ام�ى �ت �ي ال ع�ن� �ك� �ون �ل أ �س� و�ي ة� خ�ر� و�اآل� �ا �ي الد?ن ف�ي
اء� ش� �و� و�ل �ح� �م�ص�ل ال م�ن� د� �م�ف�س� ال �م� �ع�ل ي و�الل ه� �م� �ك �خ�و�ان ف�إ ال�ط�وه�م� �خ� ت
الل ه�
ح�ك�يم4 ( ) ع�ز�يز4 الل ه� �ن إ �م� �ك �ت ع�ن� 220أل�
Tentang dunia dan akhirat, dan mereka bertanya kepadamu tentang anak
yatim. Katakanlah, “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik”,
dan jika bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu dan
Allah mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dari yang mengadakan
perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat
mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. ( Al Baqarah : 220 )25
Tentang dunia dan akhirat. Inilah yang harus menjadi renungan.
Perhatian kepada dunia menghasilkan upaya meraih keuntungan dini.
Sedang ganjaran ukhrawi tidak diraih di sini. Jika hanya berfikir tentang
dunia anak yatim dan orang lemah tidak akan terbantu, karena tidak ada
imbalan duniawi yang akan diperoleh dari mereka. Tetapi jika berfikir
tentang akhirat, pasti anak yatim termasuk yang dipikirkan nasibnya dan
diperhatikan keadaannya.
Untuk mengingatkan agar manusia, khususnya para pengasuh anak
yatim, selalu mencurahkan kasih sayang dan tidak menyulitkan orang lain,
apalagi anak-anak yatim yang tidak berdaya, Allah mengingatkan kasih
sayang-Nya yang sedemikian luas pada manusia.26
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah,
“Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang
dibacakan kepadamu dalam Al-Qur’an (juga memfatwakan) tentang para
wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang
ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka, dan
(fatwa) tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah
menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil.
Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahuinya ( An Nisaa : 127 ) 27
Setelah menyebutkan sisi keimanan yang hakikatnya tidak tampak,
ayat ini melanjutkan penjelasan tentang contoh-contah kebajikan sempurna
dari sisi yang lahir ke permukaan. Contoh-contoh itu antara lain berupa
kesediaan mengorbankan kepentingan peribadi demi orang lain, sehingga
bukan hanya memberi harta yang sudah tidak disenangi atau tidak
dibutuhkan , walaupun ini tidak dilarang, tetapi memberikan harta yang
dicintainya secara tulus dan demi meraih cinta-Nya kepada kerabat, anak- anak yatim, orang-
orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan,
dan orang-orang yang meminta-minta; dan juga memberi untuk tujuan
memerdekakan sahaya, yakni manusia yang diperjualbelikan dan atau
ditawan oleh musuh, maupun yang hilang kebebasannya akibat
penganiayaan, melaksanakan shalat secara benar sesuai syarat, rukun, dan
sunnah-sunnahnya, dan menunaikan zakat sesuai ketentuan tanpa
menunda-nunda, setelah sebelumnya memberikan harta yang dicintainya
selain zakat. Adapun yang amat terpuji adalah orang-orang yang sabar
yakni tabah, menahan diri, dan berjuang dalam mengatasi kesempitan,
yakni kesulitan hidup seperti krisis ekonomi; penderitaan, seperti penyakit
atau cobaan; dan dalam peperangan, yakni ketika perang sedang
berkecamuk. Mereka itulah orang-orang yang benar, dalam arti sesuai
sikap, ucapan, dan perbuatannya dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.28
BeramaL shaleh terhadap anak-anak yatim dan anak-anak yang
tidak mempunyai orang tua tidak hanya menguntungkan sang pemberi dan
sang penerima semata. Tindakan ini juga dapat mengembangkan
komunitas dan masyarakat. Dunia adalah satu bangsa besar yang terdiri
dari kumpulan komunitas, yang mana komunitas itu terdiri dari individu
dan keluarga. Jika setiap individu dapat menjadikan diri mereka sendiri
baik, maka dunia akan menjadi cerminan fisik dari surga.29
Mengurus dan mengasuh anak-anak yatim secara patut akan
memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang secara wajar dan lebih
baik. Hidup mereka tidak akan terlantar dan terabaikan. Mereka dapat
menikmati hidup dengan sebaik-baiknya layaknya anak-anak lain yang
masih memiliki orang tua kandung. 31
4. Bergaul Dengan Mereka Sebagai Saudara
Setiap muslim termasuk anak-anak mereka sudah seharusnya
bergaul dengan atau mengajak anak-anak yatim bergaul dengan mereka.
Bila mereka bergaul atau mengajak anak-anak dhuafa itu bergaul dengan
baik, maka mereka akan mendapatkan kebaikan dan pahala yang berlipat
ganda dari Allah swt.
Allah juga memerintahkan kaum muslimin agar tidak bersikap
masa bodoh dan tak acuh terhadap anak-anak yatim. Mereka yang tidak
dapat memelihara dan mengurus anak-anak itu di rumah sekurangkurangnya
dapat berbuat baik kepada mereka, diantaranya menghormati
mereka dengan cara mengajak anak-anak itu bergaul dan memandangnya
sebagai saudara sendiri.32 Firman Allah :
mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. ( Al Baqarah : 220 )33
Mengajak bergaul dan menganggap sebagai saudara dapat
membantu anak-anak yatim merasa tidak kesepian dan terasing dalam
hidup mereka, selain juga dapat menggembirakan dan membahagiakan
hidup mereka di dunia ini.
Cinta sebagai salah satu ideal manusia menuntut manusia agar
mencintai Tuhan sebagai pengejawantahan sempurna dari semua nilai
moral, yang lebih penting dari segala sesuatu yang lain. Cinta menuntut
agar manusia berlaku baik dan mencintai orang tua, terutama kepada ibu
yang telah mengandung dan telah melahirkannya dengan susah payah.
Kewajiban mencintai itu diperluas lebih jauh hingga meliputi kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang yang membutuhkan, musafir, dan fakir
miskin. Nabi yang mengasihi orang-orang yang beriman, dan semua
ciptaan selalu ramah dalam bergaul dengan masyarakat.34
Bertentangan dengan nilai cinta, adalah kebencian, kekerasan atau
kekasaran, terhadap yang lain. Manusia dilarang berbicara yang
menyakitkan kepada orang tua, anak-anak yatim, dan peminta-minta.35
Sesungguhnya orang yang berbuat zhalim kepada anak yatim,
menghinakannya, menyepelekannya, meremehkannya, berbuat sesuatu
yang menyakitkan jiwanya dan menyelipkan rasa sedih dan sakit hati
kepadanya, maka sebenarnya ia telah kafir kepada ajaran-ajaran Allah dan
tidak mempedulikan dan memperhatikan terjadinya hari Kiamat,
Kebangkitan dan perhitungan amal atas segala keburukan yang telah ia
perbuat.
Orang yang berbuat demikian terhadap anak yatim adalah orang
yang mendustakan terhadap hari Pembalasan. Walaupun ia tidak mengucapkan kedustaannya
itu secara terang-terangan, tetapi gambaran
tingkah lakunya membuktikan akan kedustaannya itu.36 Allah berfirman:
ن� ( �الدJي ب �ذJب� �ك ي ال ذ�ي �ت� �ي أ ر�� م�) ( 1أ �ي �ت �ي ال �د�ع? ي ال ذ�ي �ك� و�ال�) 2ف�ذ�ل
�ح�ض? ي
ن� ( ) �م�س�ك�ي ال � ط�ع�ام 3ع�ل�ى
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang
menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin. (QS. Al Maa’un : 1 – 3 )37
Setiap muslim termasuk anak-anak mereka perlu menanamkan
pada diri mereka, bahwa sesungguhnya anak-anak yatim itu adalah
saudara yang perlu digauli atau diajak bergaul. Sebab, antara orang dan
anak-anak lain yang mau bergaul dengan mereka dalam pandangan Allah
swt. adalah bersaudara
5. Memberi Harta dan Makanan Kepada Mereka
Manusia tidak akan hidup bermasyarakat dengan normal dan tidak
akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan yang mereka inginkan kecuali
jika mereka berinteraksi antar sesamanya dengan baik dan benar. Interaksi
antar anggota masyarakat hanya dapat terwujud jika dalam masyarakat itu
terdapat aktivitas sosial dan ekonomi, sehingga mereka dapat saling
memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat.38
Allah juga mengajarkan kepada hamba-hamba-Nya agar anak-anak
yatim yang miskin dan sengsara yang tidak memiliki harta waris
peninggalan dan orang tua perlu diberikan bantuan harta dan makanan.39
Al-Qur’an menerangkan :
ر�ق� �م�ش� ال �ل� ق�ب �م� و�ج�وه�ك ?وا �و�ل ت ن�� أ �ر �ب ال �س� �ي ل
Bukanlah menghadap wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, Hari Kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-Nabi, dan
memeberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir ( yang memerlukaan pertolongan ),
dan orang-orang yang meminta-minta, dan ( memerdekakan ) hamba
sahaya. Mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orangorang
yang benar ( imannnya ), dan mereka itulah orang-orang yang
bertaqwa. (QS. Al Baqarah : 177 )40
Maksudnya, kebajikan atau ketaatan yang mengantar kepada
kedekatan kepada Allah bukanlah dalam menghadapkan wajah dalam
sholat ke arah timur dan barat tanpa makna, tetapi kebajikan yang
seharusnya mendapat perhatian semua pihak adalah yang mengantar
kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu keimanan kepada Allah, dan
lain-lain yang disebut oleh ayat ini.
Redaksi ayat tersebut juga dapat bermakna: Bukannya
menghadapkan wajah ke arah timur dan barat yang merupakan semua
kebajikan, atau bukannya semua kebajikan merupakan sikap
menghadapkan wajah ke arah timur dan barat. Menghadap ke timur atau
ke barat bukanlah sesuatu yang sulit atau membutuhkan perjuangan, dan
disanalah kebajikan sejati ditemukan.
Kepada siapa ayat ini ditujukan? Kalau melihat konteks ayat-ayat
sebelumnya, tidak keliru jika dikatakan bahwa ia ditujukan kepada Ahl al
Kitab. Mereka bukan saja berkeras untuk menghadapi ke al-Quds
Yerussalem di mana terdapat Dinding Ratap, tetapi juga tidak hentihentinya mengecam dan
mencemoohkan kaum muslimin yang beralih ke
Makkah.
Namun demikian, pendapat yang lebih baik adalah yang
memahami redaksi ayat tersebut ditujukan kepada seluruh pemeluk agama,
karena tujuannya adalah menggarisbawahi kekeliruan banyak di antara
mereka yang mengandalkan shalat atau sembahyang saja. Ayat ini
bermaksud menegaskan bahwa yang demikian itu bukan kebajikan yang
sempurna, atau bukan satu-satunya kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan sempurna itu ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian dengan sebenar-benarnya iman sehingga meresap dalam jiwa
dan membuahkan amal-amal shaleh, percaya juga kepada malaikatmalaikat
sebagai makhluk-makhluk yang ditugaskan Allah dengan aneka
tugas, lagi amat taat dan sedikit pun tidak membangkang perintah-Nya,
juga percaya kepada semua kitab-kitab suci yang diturunkan, khususnya
Al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur yang disampaikan melalui para
malaikat dan diterima para Nabi, juga percaya kepada seluruh Nabi-Nabi,
yang merupakan manusia-manusia pilihan Tuhan yang diberi wahyu untuk
membimbing manusia.41 Dalam firman yang lain Allah juga menjelaskan:
( ) Sة� غ�ب م�س� ذ�ي S �و�م ي ف�ي �ط�ع�ام4 إ و�� �ة ) ( 14أ ب م�ق�ر� ذ�ا �يم�ا �ت 15ي
Atau memberikan makan pada Hari Kelaparan ( kepada ) anak yatim
yang ada hubungan kerabat. ( QS. Al Balad : 14 –15 )42
Dalam hadits yang lain juga telah diterangkan. Hadits yang
diterima dari Abu Hurairah menyebutkan bahwasanya seseorang mengadu
kepada Rasulullah saw tentang kekerasan hatinya, lalu beliau menjawab.
قسوة وسلم عليه الله صلى النبى الى شكا الى رجال ان وعنه
قلبه
. ( احمد . ( رواه لمسكين ا وأطعم اليتيم س رأ إمسح فقال
“Dari Abu hurairah r.a, bahwa ada seorang laki-laki mengeluh kepada
Rosulullah saw tentang kekerasan hatinya, maka sabda Nab saw: “i
Eluslah kepala ( sayangilah ) anak yatim dan berilah makan orang
miskin”. ( HR. Ahmad )44
Dengan demikian, menjadi kewajiban orang yang berharta dan
berkecukupan hidupnya untuk membantu dhuafa, termasuk memberi harta
dan makanan kepada anak-anak yatim yang terlantar, agar mereka dapat
hidup layak dan tidak kelaparan.
6. Memperbaiki Rumah Mereka
Hal ini dilakukan oleh Nabi Khidir as. Ketika Nabi Musa as.
Mengikutinya untuk berguru, sebagaimana di jelaskan Allah dalam Al-
Qur’an.
�ه�م�ا ل �ز4 �ن آ �ه� ت �ح� ت �ان� و�آ �ة� �م�د�ين ال ف�ي �ن� �يم�ي �ت ي �ن� م�ي �غ�ال� ل �ان� ف�ك �ج�د�ار� ال م ا� و�أ
ا �خ�ر�ج� ت �س� و�ي د ه�م�ا ش�� أ �غ�ا �ل �ب ي �ن� أ ?ك� ب ر� اد� ر�
� ف�أ ا �ح� ص�ال �وه�م�ا ب� أ �ان� و�آ
�م� ل م�ا و�يل�� �أ ت �ك� ذ�ل م�ر�ي
� أ ع�ن� �ه� �ت ف�ع�ل و�م�ا Jك� ب ر� م�ن� ح�م�ة� ر� ه�م�ا �ز� ن� آ
ا ( ) �ر� ص�ب �ه� �ي ع�ل �س�ط�ع� 82ت
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di
kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka
berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-Mu
menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhan-Mu, dan
bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanku sendiri. Demikianlah
itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya. ( QS. Al Kahfi : 82 )45
Oleh sebab itu, hamba-hamba-Nya diharapkan agar
memperhatikan keadaan rumah anak-anak yatim yang ditinggalkan orang
tua mereka. Apabila rumah mereka itu mengalami kerusakan-kerusakan,
hendaknya umat Islam berusaha memperbaiki dan membangunnya
kembali. Selain agar mereka dapat tinggal dan berteduh dengan lebih
aman dan nyaman, juga dalam rangka memelihara harta-benda
peninggalan orang tua.46
7. Melindungi Harta Mereka
Supaya makanan kita halal, kita harus waspada terhadap hal-hal
yang mencemari kehalalan makanan kita dari dan menjaganya dari halhal
yang berbau syubhat. Lebih-lebih kita harus menghindari memakan
harta anak yatim, yang mana Allah telah peringatkan dan menjadikan
perbuatan itu sebagi puncak kezaliman.47 Allah swt telah berfirman :
�ل�ون� �آ أ ���ا ي ���#ن!م ا إ %��و�ال� ال�ي�ت�ام�ى ظ�ل�م م��ل�ون� أ� �آ إ#ن! ال!ذ#ين� ي�أ
م� ف#ي ب�ط�ون#ه#
ا) ) ع#ير% ل�و�ن� س� ي�ص� ا و�س� 10ن�ار%
Sesungguhnya orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sesungguhnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka
akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala ( neraka ). (QS. An Nisaa :
10 )48
Maksudnya ayat ini adalah, dia memakan apa yang
menghantarkannya masuk ke dalam neraka Jahannam di akhirat nanti.
Azab ini terkadang juga terjadi di dunia, yaitu orang yang memakan harta
anak yatim perutnya terkena berbagai penyakit yang membakar ususnya.
Pada hari Kiamat nanti, orang-orang mukmin akan melihat golongan
manusia yang telah memakan harta anak yatim itu, dan mereka
mempunyai tanda tersendiri, yaitu dari mulut mereka keluar asap. Dan,
jangan dipahami bahwa hanya perut saja yang akan dipenuhi dengan api neraka, sementara
sekujur tubuh mereka tidak dibakar api. Namun, nanti
perut mereka akan dibakar oleh api neraka yang berkobar di dalam
tubuhnya, dan tubuh mereka juga akan dipanggang dengan api neraka
yang menyala-nyala.49
Hal ini juga dilakukan oleh Nabi Khidir as. Yang berkaitan dengan
peristiwa di atas dalam rangka melindungi harta anak yatim dari
peninggalan orang tua mereka.
Sudah seharusnya orang yang memiliki kesadaran yang tinggi,
terlebih lagi bagi yang mendapat amanah, untuk memelihara dan
berkewajiban melindungi harta benda anak-anak yatim itu. Selain itu,
keamanan dan keutuhan harta benda mereka juga perlu dijaga untuk
kepentingan hidup mereka sendiri.51
Keberpihakan Allah swt kepada kaum dhuafa sedemikian detail
dan terperinci. Hal ini juga memberi gambaran bahwa sedemikian besar
perhatian, pembelaan dan perlindungan yang Allah berikan kepada
mereka. Semuanya memperkuat dan memperjelaskan konsepsi ajaran
Islam dalam mengatasi masalah sosial kemanusiaan, khususnya
pengentasan dan pemberdayaan kaum dhuafa. Di sini, Allah selain telah
memberikan batasan yang jelas tentang dhuafa dan anak yatim yang
biasanya dilakukan oleh manusia, juga telah memberikan cara-cara
konkret dalam memberi bantuan serta pertolongan kepada mereka.
Disamping itu, Allah juga memberikan penghargaan kepada orang-orang
yang memiliki keberpihakan dan kepedulian atas nasib dhuafa dan
menentukan sanki kepada mereka yang tidak mau membantu, menolong,
mempedulikan, membela, dan melindungi golongan dhuafa ini di dunia dan akhirat.52