puasa-fiqih-ahmadiyah

Upload: thaifurrahman

Post on 02-Apr-2018

238 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    1/85

    Untuk pencopyan wajib menyertakan cover ini

    kontak: [email protected]

    Fiqh Ahmadiyah:

    PuasaDirilis oleh Forum Kajian Ilmu Fiqh JamiahAhmadiyah Indonesia 2012 (EDIT 1)PENERJEMAH:

    ATAUL ALA AGUS MULYANA

    LAY OUT:

    MUSA SAIFUL ISLAM

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    2/85

    2

    PUASA

    Rukun kedua ibadah-ibadah Islam yang penting adalah

    puasa. Puasa adalah suatu ibadah yang di dalamnya tarbiyat untuk

    menjaga diri, introspeksi diri serta kekuatan untuk bersabar

    diperhatikan. Hadhrat Masih Mauud as bersabda:

    Agama yang di dalamnya tidak ada kerja keras yang lebih

    (mujahadah), menurut kami agama itu bukanlah apa-apa. (Fatawa

    Ahmadiyah, halaman 183)

    Arti shaum (puasa) secara bahasa adalah berhenti dan tidak

    melakukan suatu pekerjaan. Dalam istilah syariat, berhenti makan,

    minum dan berhubungan badan mulai dari terbit fajar (subuh

    shadiq) sampai terbenam matahari dengan niat ibadah disebut

    shaum atau puasa. Allah Taala berfirman dalam Alquran Karim:

    Makan dan minumlah kalian pada waktu malam, sehingga

    mulai nampak kepada kalian benang putih terpisah dari benang

    hitam, yakni terbit fajar. Setelah itu, sempurnakanlah puasa

    sepanjang hari sampai malam tiba. (Al-Baqarah: 188)

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    3/85

    3

    Perintah untuk berhenti makan, minum dan menghindari

    hawa nafsu demi Tuhan dan keridhaan-Nya supaya terhindar dari

    segala macam keburukan adalah sebagai tanda. SebagaimanaRasulullah saw telah bersabda:

    Yakni, barangsiapa tidak meninggalkan berbohong, bahkanmengamalkannya pada waktu puasa, lalu apa perlunya

    meninggalkan makan dan minum demi Allah Taala. (Bukhari;

    kitab Al-Shaum, jilid 1, halaman 255)

    Ketika tidak ada gejolak untuk meraih tujuan yang

    sebenarnya, lalu apa gunanya berpuasa. Demikian pula, pada satu

    kesempatan lain disabdakan:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    4/85

    4

    Yakni, puasa bukanlah nama berhenti makan dan minum

    saja, bahkan maksudnya adalah berhenti melakukan segala macam

    perkara yang tidak berguna dan perbuatan keji. Jadi, wahai orangyang berpuasa! Seandainya seseorang mencacimu atau

    membuatmu marah, maka katakanlah kepadanya bahwa aku

    sedang berpuasa. Barangsiapa yang mencaci, meskipun berpuasa,

    maka puasanya hanya untuk lapar dan haus saja, yang

    menyebabkannya tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya.

    (Darimi merujuk pada Misykat, jilid 1, halaman 177)

    Puasa Dalam Agama-Agama Terdahulu

    Puasa adalah suatu ibadah yang keberadaannya juga

    terdapat dalam agama-agama terdahulu. Sebagaimana Allah Taala

    berfirman sambil memberikan isyarat pada hal ini:

    Wahai orang-orang Islam! Telah diwajibkan kepada

    kalian berpuasa, seperti halnya diwajibkan kepada orang-orang

    yang berlalu sebelum kalian dan tujuannya adalah meraih

    ketakwaan dan menjaga diri. (Al-Baqarah: 184)

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    5/85

    5

    Meskipun terdapat perbedaan antara puasa agama Islam

    dengan puasa agama-agama terdahulu, akan tetapi terdapat

    persamaan dalam semua unsur utama. Sabda Hudhur saw:

    Salah satu perbedaan antara puasa kami dengan puasa ahli

    kitab adalah makan sahur. (Musnad Darimi, bab Fadhl Al-Sahur,

    halaman 154, catatan kaki, Al-Muntaqi Min Akhbar Al-Mushtafa,

    cetakan Rahmani Delhi, tahun 1337 Hijriah)

    Orang-orang Islam berpuasa setelah makan sahur,

    sedangkan ahli kitab tidak makan sahur. Demikian pula, orang-

    orang Hindu makan beberapa makanan selama puasa, masih saja

    puasa mereka itu tegak. Seolah-olah menurut mereka menghindar

    dari beberapa makanan disebut puasa. Puasa orang-orang Kristen

    adalah tidak makan daging atau tidak makan roti yang pakai ragi.

    Dalam beberapa agama, ada juga puasa sepanjang hari tanpamakan sahur. Mereka hanya buka puasa pada waktu sore hari.

    Dalam satu agama, ada perintah untuk berpuasa selama 4 hari

    berturut-turut. Dalam beberapa agama didapatkan juga puasa-

    puasa yang di dalamnya hanya dilarang makan makanan yang

    keras dan terdapat izin untuk menggunakan makanan ringan

    (snack), susu, buah dan lain-lain.

    Tujuan Puasa

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    6/85

    6

    Puasa adalah sarana untuk memperbaiki diri. Karena

    dimana manusia meninggalkan kelezatan-kelezatan demi Tuhan,

    maka disana pun ia mendapatkan pelajaran untuk menegakkandirinya pada kebaikan yang lebih dan berusaha untuk

    menghindarkan dirinya dari segala macam barang yang haram dan

    najis.

    Hadhrat Khalifatul Masih II ra bersabda:

    Tujuan puasa tidak membuat seseorang mati kelaparan

    atau kehausan. Seandainya surga dapat diraih dengan mati

    kelaparan, maka saya menganggap bahwa orang-orang yang paling

    kafir dan munafik juga siap untuk melakukannya, karena mati

    kelaparan dan kehausan bukanlah perkara yang sulit.

    Pada hakikatnya, perkara yang sulit adalah perubahan

    akhlak dan rohani. Ketika orang-orang lapar, maka mereka berada

    pada perkara-perkara yang biasa. Ketika mereka masuk ke dalam

    penjara, maka mereka mulai mati kelaparan. Alasan yang masyhurorang-orang Brahma adalah ketika orang-orang tidak mempercayai

    perkataan mereka, maka mereka meninggalkan makan. Jadi,

    menahan lapar bukanlah perkara yang agung dan bukan tujuan

    puasa.

    Tujuan Ramadhan yang sebenarnya adalah dalam bulan ini

    seseorang siap untuk meninggalkan segala sesuatu demi Allah

    Taala. Laparnya adalah tanda dan lambang bahwa dia siap untukmeninggalkan segala haknya demi Tuhan. Makan minum adalah

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    7/85

    7

    hak seseorang. Hubungan suami istri adalah haknya. Oleh karena

    itu, barangsiapa meninggalkan hal-hal ini, maka ia

    memberitahukan bahwa saya siap untuk meninggalkan hak sayademi Allah Taala. Meninggalkan yang tidak hak memang perkara

    yang sangat rendah dan tidak dapat diharapkan dari seorang

    mukmin supaya dia merampas hak seseorang. Yang dapat

    diharapkan dari seorang mukmin adalah dia meninggalkan haknya

    demi keridhaan Allah Taala. Akan tetapi, seandainya Ramadhan

    tiba dan berlalu begitu saja serta kita senantiasa mengatakan bahwa

    bagaimana kita meninggalkan hak kita, artinya kita tidak meraih

    apa-apa dari Ramadhan. Karena Ramadhan tiba untuk menjelaskan

    bahwa kita hendaknya meninggalkan hak-hak kita demi keridhaan

    Allah Taala. (Al-Fadhl, 30 Maret 1926, halaman 5-6)

    Hadhrat Khalifatul Masih I ra bersabda:

    Orang yang meninggalkan barang-barang yang dengan

    menggunakannya dia tidak melanggar hukum dan akhlak, maka

    dia akan terbiasa tidak menggunakan barang-barang orang lain

    dengan cara yang tidak jaiz dan tidak memperhatikannya. Ketika

    dia meninggalkan barang-barang yang jaiz demi Tuhan, maka

    pandangannya tidak dapat terarah pada barang-barang yang tidak

    jaiz. (Al-Fadhl, 17 Desember 1966, halaman 8)

    Ringkasnya, dimana terdapat pensucian diri dan pemurnian

    kalbu dengan puasa, maka disana puasa menjadi sumber faedah-

    faedah jasmani, akhlak dan lingkungan sosial. Dengannya

    kekuatan kasyaf meningkat dan terus maju. Seperti halnya tubuh

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    8/85

    8

    mendapatkan kekuatan dengan roti jasmani, demikian pula roti

    rohani (keadaan puasa) menegakkan roh dan dengannya kekuatan

    rohani menjadi lebih keras. Oleh karena itu, difirmankan:

    Yakni, seandainya kalian senantiasa berpuasa, maka di

    dalamnya terdapat kebaikan yang besar bagi kalian. (Al-Baqarah:

    185)

    Di dalam Alquran Karim dijelaskan bahwa puasa

    merupakan satu resep mujarab untuk menjadi orang yang bertakwa

    (mutaki). Yakni, seandainya kalian mengamalkan resep ini, maka

    kalian akan menjadi orang yang bertakwa (mutaki). Difirmankan:

    Terjemah: Wahai orang-orang yang beriman! Telah

    diwajibkan kepada kalian berpuasa seperti halnya telah diwajibkan

    kepada orang-orang yang berlalu sebelum kalian supaya kalian

    terhindar dari kelemahan-kelemahan rohani dan akhlak. (Al-

    Baqarah: 184)

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    9/85

    9

    Seberapa banyak keburukan yang muncul, sumbernya ada

    4 hal. Yang lain adalah furu (cabang). Keempat sumber itu

    adalah: pertama, makanan; kedua, minuman; ketiga, syahwat;keempat, ada keinginan tapi tidak mau bergerak.

    Semua aib berhubungan dengan 4 hal ini. Untuk

    menghindarkan keempat hal ini dari keburukan, diperintahkan

    untuk berpuasa. Misalnya, seseorang berkhianat karena ingin

    terhindar dari kerja keras, yakni dia ingin makan tapi tidak mau

    kerja keras, malahan makan harta orang lain. Akan tetapi, orang

    yang berpuasa harus bangun pada bagian malam dan beribadah.Dia bangun untuk sahur. Dia menutup mulut sepanjang hari. Dia

    kurang tidur. Sampai sebulan orang yang berpuasa harus

    menanggung penderitaan yang menyebabkan tubuhnya menjadi

    terbiasa dan kebiasaan untuk lalai menjadi jauh. Kemudian

    keburukan-keburukan muncul dengan makan, minum dan syahwat.

    Untuk itu pun dilakukan puasa. Manusia meninggalkan makan,

    minum dan keperluan-keperluan hidup. Jadi, keperluan-keperluan

    yang menyebabkan manusia terjerumus dalam dosa, itu

    dihindarkan untuk sementara waktu. (Al-Fadhl, 17 Desember

    1966)

    Manfaat puasa secara jasmani adalah tubuh manusia

    menjadi terbiasa untuk menanggung penderitaan-penderitaan dan

    kekerasan-kekerasan serta dengan faktor inilah muncul bahan

    kekuatan untuk bertahan dan bersabar di dalamnya. Selain itu,pentingnya dietdiakui secara kedokteran dalam menata kesehatan.

    Seandainya keseimbangan diperhatikan, maka dalam kesehatan

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    10/85

    10

    terdapat perbedaan yang nyata. Seolah-olah puasa merupakan

    jaminan kesehatan tubuh dan dari segi rohani, merupakan sumber

    dan mata air ketakwaan. Dengannya mendapatkan taufik untukberakhlak baik, menjaga kesucian, jujur, berkarakter baik dan

    mensucikan diri. Kekuatan-kekuatan sabar dan keberanian menjadi

    tumbuh dan berkembang. Menyadari penderitaan-penderitaan

    orang-orang miskin dan gejolak untuk menolongnya semakin

    meningkat. Demikianlah perhatian terhadap keseimbangan

    ekonomi dan martabat mendapatkan pencerahan dan bersamaan

    dengan itu juga kesehatan menjadi tertata.

    Tingkatan Orang Yang Berpuasa

    Hadis Kudsi:

    Yakni, semua amal manusia adalah untuk dirinya sendiri,

    akan tetapi puasa adalah bagi-Ku. Oleh karena itu, Aku sendiri

    yang akan menjadi ganjarannya. (karena dia meninggalkan semua

    keinginannya, makan dan minum demi Aku). (Bukhari, kitab Al-

    Shaum, jilid 1, halaman 255)

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    11/85

    11

    Sumpah demi zat yang dalam genggaman kudrat-Nya

    terdapat jiwa Muhammad saw. Bau mulut orang yang berpuasa,

    menurut Allah Taala, lebih suci dan harum daripada kesturi.

    (Bukhari, kitab Al-Shaum, jilid 1, halaman 255)

    Demikian pula disabdakan:

    Barangsiapa bangun pada waktu malam dan mengerjakan

    salat serta berpuasa sesuai tuntutan keimanan dan dengan niat

    untuk mendapatkan pahala, semua dosanya yang dahulu

    diampuni. (Bukhari, kitab Al-Shaum, jilid 1, halaman 260)

    Macam-Macam Puasa

    Penjelasan beberapa macam puasa didapatkan dalam

    Alquran dan Hadis. Misalnya, puasa-puasa Wajib dan puasa-puasa

    Nafal.

    Contoh puasa-puasa Wajib: puasa Ramadhan, qadha puasa

    Ramadhan yang tertinggal, puasa Kafarah Zhihar (menyamakan

    istri dengan ibu, saudara dan perempuan-perempuan yang haram

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    12/85

    12

    untuk dinikahi), puasa Kafarah Qatal (membunuh), puasa 60 hari

    sebagai balasan membatalkan puasa Ramadhan dengan sengaja,

    puasa Kafarah Qasam (sumpah), puasa Nadzar (berjanji), puasaHaji Tamatu atau Haji Qiran, puasa dalam keadaan ihram karena

    memburu, puasa dalam keadaan ihram karena memotong rambut.

    Puasa jenis kedua adalah puasa-puasa Nafal. Misalnya,

    puasa 6 hari pada bulan Syawal, puasa Asyura (10 Muharam),

    puasa nabi Daud as, yakni sehari berpuasa dan sehari berbuka,

    puasa hari Arafah, puasa tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Islam.

    Berpuasa dalam beberapa hari adalah dilarang dan makruh.

    Misalnya, berpuasa hanya pada hari Sabtu atau Jumat secara

    khusus, berpuasa pada hari Neroz-o-Mehrgan seperti orang-orang

    Parsi, puasa Dihar, yakni terus berpuasa tanpa berhenti. Berpuasa

    pada hari Id dan hari-hari Tasyriq, yakni tanggal 11, 12, 13

    Dzulhijah sangat dilarang. (Fatawa Alamgiri dan Dar Mukhtar

    merujuk pada Bahar Syariat, halaman 98, jilid 5)

    PUASA RAMADHAN

    Bulan Ramadhan Dan Keunggulannya

    Bulan Ramadhan ditetapkan oleh Allah Taala sebagai bulan

    yang penting dan beberkat. Turunnya Alquran Karim mulai dari

    bulan ini. Difirmankan:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    13/85

    13

    Bulan Ramadhan adalah bulan yang berkenaan dengannya

    Alquran Karim diturunkan. Itu adalah Alquran yang dikirim dan

    dijadikan hidayah (petunjuk) bagi semua orang. (Al-Baqarah:

    186)

    Rasulullah saw telah bersabda:

    Dalam bulan yang beberkat ini, pintu-pintu surga terbuka,pintu-pintu Jahanam ditutup dan setan-setan dibelenggu.

    (Bukhari, kitab Al-Shaum, jilid 1, halaman 255)

    Yakni, bulan ini adalah bulan yang beberkat untuk menarik

    karunia dan rahmat Tuhan. Dalam bulan ini, secara khusus dalam

    10 hari terakhirnya, Rasulullah saw banyak memanjatkan doa dan

    banyak bersedekah.

    Puasa Diwajibkan Kepada Siapa?

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    14/85

    14

    Puasa Ramadhan adalah wajib atas setiap laki-laki dan

    perempuan yang balig (dewasa), berakal, sehat, tinggal di tempat

    (muqim) dan muslim. Orang musafir dan sakit diberikankeringanan untuk menyempurnakan puasa yang tertinggal pada

    bulan ini di hari-hari lain, sakit yang menetap yang tidak dapat

    diharapkan kesembuhannya atau orang lemah yang tidak mampu

    untuk berpuasa. Demikian pula perempuan yang sedang menyusui

    dan hamil yang terus menerus menghadapi penderitaan-

    penderitaan. Orang-orang yang beralasan (udzur) seperti ini harus

    membayar fidyah sebagai ganti puasa sesuai kemampuan. Allah

    Taala berfirman:

    Barangsiapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan,

    maka ia harus menyempurnakan jumlahnya di hari-hari lain dan

    wajib bagi orang-orang yang tidak mampu berpuasa untuk

    memberi makan seorang miskin sebagai fidyah dengan syarat

    mampu. (Al-Baqarah: 185)

    Kapan Puasa Sebaiknya Dilaksanakan?

    Untuk puasa Ramadhan ada satu perintah:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    15/85

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    16/85

    16

    Puasa Memerlukan Niat

    Orang yang hendak berpuasa, ia harus berniat untuk

    berpuasa. Rasulullah saw telah bersabda:

    Orang yang tidak niat untuk berpuasa sebelum fajar, puasanya

    tidak sah. Untuk niat, tidak perlu mengucapkan beberapa kata

    yang ditentukan.

    Pada dasarnya, niat adalah keinginan hati. Yakni, untuk apa

    dia meninggalkan makan dan minum.

    Pada puasa Nafal, kita dapat niat untuk berpuasa pada

    waktu siang sebelum tengah hari (asalkan tidak makan minum

    sampai waktu berniat). Demikian pula, seandainya ada alasan,

    misalnya mendapat berita tentang keluarnya bulan Ramadhan

    setelah terbit fajar dan belum makan minum, maka pada saat itu

    kita dapat berniat puasa dan puasa orang seperti ini sah pada hari

    itu.

    Waktu Berpuasa Dan Berbuka

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    17/85

    17

    Makan dan minumlah kalian sampai tampak kepada kalian

    benang putih terpisah dari benang hitam pada waktu pagi. Setelah

    itu sempurnakanlah puasa dari pagi sampai malam. (Al-Baqarah:

    188)

    Tertera dalam Hadis:

    Ketika siang sirna, malam tiba dan matahari terbenam,

    maka bukalah puasa. (Tirmidzi, bab Idza Aqbala Al-Lail, jilid

    1, halaman 88)

    Bangun pada tengah malam dan makan sahur atau berpuasa

    tanpa makan sahur tidak disunahkan. Berkat yang sebenarnya dan

    mengikuti sunah yang benar adalah orang makan minum sebelum

    terbit fajar. Setelah itu, niat untuk berpuasa. Inilah cara Rasulullah

    saw dan para sahabat beliau.

    Sabda Hudhur saw:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    18/85

    18

    Biasakanlah makan sahur, karena dalam makan sahur

    terdapat berkat. (Bukhari, bab Barkat Al-Sahur, jilid 1, halaman

    257)

    Pada zaman sekarang, perkiraan terbit fajar, yakni

    perkiraan pagi-pagi sekali dapat dilakukan dengan perantaraan

    jam. Yakni waktu terbitnya matahari dapat dicatat dan makan

    sahur dapat dilakukan sebelum 120 jam (kurang lebih).

    Tertera dalam Hadis:

    Setelah makan sahur, kami berdiri untuk salat. (Tirmidzi,

    kitab Al-Shaum, bab Takhir Al-Sahur, jilid 1, halaman 88)

    Diantara makan sahur dan salat Subuh ada rentang waktu

    kira-kira sama dengan membaca 50 ayat Alquran. Tertera dalam

    satu Hadis lain:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    19/85

    19

    Setelah makan sahur, kami segera salat Subuh bersama

    Rasulullah saw. (Bukhari, kitab Mawaqit Al-Shalat, bab Waqt Al-

    Fajri, jilid 1, halaman 82; Bukhari, Fi Tamil Al-Sahur)

    Waktu Buka Puasa

    Buka puasa hendaknya dilakukan setelah 1, 2 menit

    terbenam matahari. Melambatkannya dengan sengaja, tidak

    dibenarkan. Sabda Hudhur saw:

    Selama orang-orang segera untuk berbuka puasa, maka

    mereka akan mendapatkan kebaikan dan keberkatan. (Bukhari,

    bab Tajil Al-Ifthar, jilid 1, halaman 262)

    Terdapat satu Hadis lain:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    20/85

    20

    Hadhrat Abi Aufa menjelaskan bahwa dalam satu

    perjalanan, saya menyertai Hudhur saw. Setelah terbenam

    matahari, Hudhur saw memerintahkan seseorang untuk buka

    puasa. Orang itu memohon: Hudhur! Biarkan gelap terlebih

    dahulu. Beliau bersabda: Buka puasalah!. Orang itu memohon

    lagi: Hudhur! Sekarang masih terang. Hudhur bersabda: Buka

    puasalah!. Orang itu buka puasa. Beliau bersabda setelah buka

    puasa: Ketika kamu melihat kegelapan muncul dari arah Timur

    setelah terbenam matahari, maka buka puasalah. Jangan melihat ke

    arah Barat terus, apakah sinar sudah hilang atau belum. (Muslim,

    kitab Al-Shaum, bab Bayan Waqti Inqidhai Al-Shaum, jilid 1,

    halaman 456)

    Puasa Hendaknya Dibuka Pakai Apa?

    Buka puasa dengan kurma, susu dan air yang secukupnya adalah

    disunahkan.

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    21/85

    21

    Apabila ada seseorang diantara kalian yang hendak buka

    puasa, maka bukalah dengan kurma, karena di dalamnya terdapat

    berkat. Seandainya ini tidak tersedia, maka buka puasalah denganair, karena ini merupakan barang yang sangat suci. (Tirmidzi, bab

    Ma Yastahibbu Alaih Al-Ifthar, jilid 1, halaman 87-88)

    Pada saat buka puasa, bacalah doa ini:

    Ya Allah, aku berpuasa demi Engkau dan dengan rezeki

    Engkau aku buka puasa. (Abu Daud, bab Al-Qaul Inda Al-Ifthar,

    jilid 1, halaman 322)

    Setelah berbuka, bacalah ini:

    Haus telah hilang, tenggorokan telah basah dan pahala

    telah terbukti, seandainya Allah Taala menghendaki. (Abu Daud,

    kitab Al-Shaum, bab Al-Qaul Inda Al-Ifthar, jilid 1, halaman 321)

    Memberikan makanan kepada orang yang puasa untuk

    berbuka merupakan pekerjaan yang mengandung banyak pahala.

    Orang yang memberikan makanan untuk berbuka puasa

    mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa.

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    22/85

    22

    Rasulullah saw telah bersabda: Orang yang memberikan

    makanan untuk berbuka puasa, ia akan mendapatkan pahala sama

    dengan pahala orang yang berpuasa. Akan tetapi, dalam pahala

    orang yang berpuasa tidak akan ada kekurangan. (Tirmidzi, kitab

    Al-Shaum, bab Fadhlu Man Faththara Shaiman, jilid 1, halaman

    100)

    Perkara Yang Membatalkan Puasa

    Puasa batal dengan makan minum secara sengaja dan jimak

    (melakukan hubungan intim). Puasa juga batal dengan tranfusi

    darah, diinjeksi dan muntah dengan sengaja. Terdapat sebuah

    Hadis:

    Seandainya orang yang berpuasa muntah tanpa disengaja,

    maka puasanya tidak perlu diqadha. Akan tetapi, orang yang

    berpuasa muntah dengan sengaja, maka ia harus mengqadha

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    23/85

    23

    puasanya. (Tirmidzi, bab Man Istiqa Amadan, jilid 1, halaman

    90)

    Untuk orang yang membatalkan puasa Ramadhan dengan

    sengaja, selain mengqadha puasanya, ia wajib berpuasa selama 60

    hari berturut-turut sebagai kafarah (balasan).

    Seandainya dia tidak mampu berpuasa, maka memberikan

    makanan kepada 60 orang miskin sesuai kemampuannya,

    menyediakan makanan selama 60 hari kepada seorang miskin atau

    memberikan biaya sesuai dengan harga tersebut adalah mencukupi.

    Seandainya tidak mampu memberikan makanan, maka dia

    sebaiknya bertumpu pada rahmat dan karunia Allah Taala.

    (Bukhari, bab Idza Jamiu Fi Ramadhan Wa Lam Yakul Lahu

    Syaiun, jilid 1, halaman 259)

    Seandainya ada orang yang buka puasa Ramadhan tanpa

    disengaja, maka itu tidak dosa. Akan tetapi, ia perlu mengqadha

    puasanya. Seandainya hari-hari khusus perempuan (haid) mulai

    dalam keadaan berpuasa atau melahirkan seorang anak, maka

    puasanya selesai. Akan tetapi, setelahnya ia wajib mengqadha

    puasa hari-hari itu.

    Perkara Yang Tidak Membatalkan Puasa

    Seandainya ada orang yang makan minum karena lupa,

    maka puasanya masih sah sesuai keadaan dan dalam puasanya

    tidak ada kerugian. Sabda Rasulullah saw:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    24/85

    24

    Seandainya ada orang yang makan minum pada saat puasa

    karena lupa, maka puasanya tidak batal. Ia harus menyempurnakan

    puasanya, karena Allah Taala sedang memberikan makanan

    padanya. (Bukhari, kitabu Al-Shaum, bab Al-Shaim Idza Akala

    Au Syariba Nasiyan, jilid 1, halaman 259)

    Seandainya pada saat berkumur-kumur, beberapa tetes air,

    asap, debu, lalat dan nyamuk masuk ke dalam tenggorokan atau

    perut dengan tiba-tiba, maka puasa tidak batal. Demikian pula

    puasa tidak batal dengan memasukkan air atau obat ke dalam

    telinga, menelan dahak, muntah dengan tiba-tiba, memasukkan

    obat ke dalam mata, ingus menetes, darah mengalir dari gigi,

    diinjeksi karena penyakit cacar, miswak (gosok gigi), mencium

    wangi-wangian, memasukkan obat ke dalam hidung (Bukhari, bab

    Qaul Al-Nabi Idza Tawadhdhaa, jilid 1, halaman 59),

    mengoleskan minyak pada kepala atau janggut, mencium anak atau

    istri, mimpi basah pada saat tidur siang hari (Tirmidzi, jilid 1,

    halaman 96) atau tidak dapat mandi junub pada saat sahur.

    Perempuan dapat menggunakan celak mata pada waktu siang hari.

    Sabda Rasulullah saw berkenaan dengan laki-laki:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    25/85

    25

    Wahai saudaraku! Janganlah kamu menggunakan celak

    mata pada waktu siang hari dalam keadaan puasa, akan tetapi

    kamu dapat menggunakannya pada waktu malam hari. (MusnadDarimi, bab Al-Kahli Li Al-Shaim, halaman 157)

    Hadhrat Masih Mauud as bersabda:

    Apa perlunya menggunakan celak mata pada waktu siang

    hari, gunakanlah pada waktu malam hari. (Badr, 7 Pebruari 1907)

    Orang Yang Tidak Berpuasa

    Meninggalkan puasa Ramadhan tanpa alasan atau

    menjadikan hal-hal biasa sebagai alasan adalah tidak benar. Sabda

    Rasulullah saw mengenai orang-orang yang tidak puasa dengan

    sengaja:

    Barangsiapa meninggalkan sehari puasa Ramadhan tanpa

    alasan, seandainya dia berpuasa sepanjang hidup untuk mengganti

    puasa tersebut setelahnya, dia tidak akan bisa menggantinya dan

    kesalahannya tidak bisa diperbaiki. (Musnad Darimi, bab Man

    Afthara Yauman Min Ramadhan Mutaamidan, halaman 156)

    Hadhrat Khalifatul Masih II ra bersabda:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    26/85

    26

    Menurut saya, orang-orang yang menganggap puasa

    sebagai perintah yang sangat sepele dan meninggalkan puasa

    berdasarkan alasan yang kecil, bahkan meninggalkan puasa karenaberpikir bahwa kami akan sakit, padahal ini bukanlah alasan, yakni

    seseorang berpikir bahwa saya akan sakit... Puasa dapat

    ditinggalkan ketika seseorang sakit dan apabila berpuasa itu akan

    menjadi mudharat. Meninggalkan puasa karena sakit yang tidak

    mempengaruhi puasa adalah tidak jaiz. (Al-Fadhl, 11 April 1925)

    Fatwa-Fatwa

    Soal: Seandainya di suatu negeri bulan tidak nampak pada tanggal

    29 karena mendung dan mendapatkan informasi dari negeri lain

    melalui radio bahwa bulan telah tampak, apakah orang-orang dapat

    mengikuti rukya ini?

    Jawab: Seandainya ujung langit dan sinar itu bersatu, maka orang-

    orang di suatu daerah dapat berbuka puasa melalui rukya daerah

    lain dan dapat merayakan Id. Ini juga merupakan perintah untuk

    mulai Ramadhan. Negeri-negeri jauh yang ujung langit atau tempat

    terbitnya matahari tidak bersatu, mereka tidak berhak mengikuti

    perintah ini. Demikian pula kadang-kadang terjadi perselisihan

    pendapat antara pemerintah. Sebagaimana ada penjelasan rincisebagai berikut:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    27/85

    27

    Allamah Ibnu Rushdi menulis dalam bukunya yang terkenal

    Bidayat Al-Mujtahid:

    Yakni, apakah ini merupakan kepastian bahwa seandainya

    bulan terlihat di suatu daerah, maka orang-orang di daerah lain

    yang tidak melihat bulan, harus mempercayai dan mengikuti

    orang-orang daerah ini atau tidak?

    Pertanyaan ini diberikan beberapa jawaban. Imam Abu

    Hanifah rh, Imam Syafii rh dan lain-lain mengatakan bahwa

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    28/85

    28

    seandainya ujung langit itu bersatu, maka itu perlu diikuti dan

    sesuai dengan tradisi orang Medinah, cara Imam Malik rh adalah

    dalam bentuk satu ujung langit, tidak perlu diikuti. Ya, seandainyapemerintah Islam daerah ini memutuskan sesuai tradisi mereka dan

    memerintahkan untuk mengikutinya, maka itu harus diikuti.

    Seandainya kedua daerah tersebut sangat jauh, yakni kedua sinar

    berbalikan, seperti perbedaan antara sinar (ujung langit) di Hijaz

    dan Andalusia, maka orang-orang yang melihat bulan di suatu

    daerah tidak dapat mempengaruhi orang-orang di daerah lain dan

    tidak perlu diikuti. (Bidayat Al-Mujtahid, kitab Al-Shiyam,

    halaman 197, jilid 1)

    Terdapat dalam sebuah Hadis bahwa Hadhrat Kuraib ra

    suatu kali pergi ke Syam untuk suatu pekerjaan. Di sana beliau

    melihat bulan Ramadhan pada hari Kamis. Ketika beliau kembali

    ke Medinah, maka Hadhrat Ibnu Abbas ra bertanya kepada beliau:

    Kapan tuan melihat bulan?. Beliau berkata: Hari Kamis dan

    orang-orang di sana berpuasa sesuai dengan itu. Hadhrat Ibnu

    Abbas ra berkata bahwa kami melihat bulan pada malam Sabtu

    dan kami akan menyempurnakan puasa kami sesuai dengan itu.

    Atas hal itu, Hadhrat Kuraib ra mengatakan bahwa ketika hakim

    saat ini, Hadrat Muawiyah ra melihat bulan, itu cukup bagi

    tuan?. Hadhrat Ibnu Abbas ra berkata: Demikianlah perintah

    Hudhur saw. (Tirmidzi, kitab Al-Shiyam, bab Likulli Ahli

    Baladin Ruyatuhum, halaman 87, jilid 1)

    Jelas dari Hadis ini bahwa berdasarkan pada sinar negeri-

    negeri jauh yang berbeda, tidak harus mengikuti riwayat satu sama

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    29/85

    29

    lain. Namun, seandainya tidak ada perbedaan yang khusus diantara

    dua sinar pada dua daerah, dikarenakan persatuan ujung langit,

    orang-orang di daerah lain hendaknya mempercayai penglihatansatu daerah, mengakuinya dan beramal sesuai dengan itu.

    (Tirmidzi, bab Ma Jaa Fi Al-Shaum Bi Al-Syahadat, jilid 1,

    halaman 87; Ibnu Majah, kitab Al-Shaum bab Fi Al-Syahadat Ala

    Ruyat Al-Hilal, jilid 1, halaman 119)

    Kabar melihat bulan yang disepakati dan benar, meskipun

    itu didapat dengan perantaraan radio yang terpercaya, menurut

    Jamaah Ahmadiyah itu dipercaya dan jaiz untuk diamalkan.

    Cara Melihat Bulan Yang Tidak Alami

    Soal: Seandainya bulan Ramadhan atau Id nampak kepada orang

    yang duduk di pesawat terbang dan naik ke atas, akan tetapi tidak

    nampak kepada seseorang pun dengan penglihatan lahir ke atas

    permukaan bumi, apakah puasa atau Id dapat dimulai atau tidak?

    Jawab: Melihat bintang seperti ini tidak dipercaya secara syariat,

    karena ini takalluf. Melihat bulan yang dipercaya adalah bulan

    dapat dilihat oleh penglihatan umum tanpa bantuan suatu takalluf

    atau alat sains. Dalam keadaan berawan, untuk puasa bulan

    Ramadhan kesaksian seorang yang dipercaya bahwa dia telah

    melihat bulan, jaiz untuk diterima dan untuk merayakan Id

    diperlukan saksi dua orang yang dipercaya. Meskipun demikian,

    dalam urusan-urusan seperti ini nizam pusat Jamaah Musliminmemiliki kekuasaan untuk memberikan keputusan terakhir.

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    30/85

    30

    Soal: Terdapat dalam Hadis bahwa bukalah puasa dengan melihat

    bulan. Seandainya bulan nampak sebelum terbenam matahari,

    apakah sebaiknya kita buka puasa?

    Jawab: Arti buka puasa dalam Hadis ini adalah seandainya bulan

    Syawal nampak sebelum terbenam matahari setelah tengah hari,

    maka orang-orang harus merayakan Id di hari berikutnya dan tidak

    puasa. Bukanlah demikian bahwa ketika mereka melihat bulan,

    mereka langsung buka puasa. Hal ini sama dengan arti Shumu L i

    Ruyatihi bahwa mulailah puasa dari hari berikutnya karena bulan

    telah tampak. Bukanlah demikian bahwa ketika bulan tampak,maka dari saat itu puasa harus dimulai. Karena waktu puasa adalah

    mulai dari terbit fajar sampai terbenah matahari baik puasa Fardhu

    atau puasa Nafal. Puasa yang waktunya kurang dari itu adalah

    puasa yang tidak dibenarkan.

    Ayat Alquran Suci Tsumma Atimmu Al -Shiyama I la Al-

    Laili dan Sunah Rasulullah saw yang mutawatir membuktikan

    hakikat ini. Pemikirannya adalah bulan yang tampak sebelum

    terbenam matahari, itu pada dasarnya adalah hari sebelumnya dan

    bukan hari untuk puasa. Secara ushul, pemikiran ini tidak benar

    karena dalam beberapa bentuk bulan dapat tampak lama sebelum

    matahari terbenam. Ya, sebagian ulama melihat bahwa seandainya

    bulan nampak sebelum tengah hari, maka ketika melihat bulan,

    kita hendaknya langsung membatalkan puasa. Karena ini pada

    dasarnya merupakan tanggal 1 Syawal, yakni hari Id. Bukan haritanggal 29 atau 30 Ramadhan.

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    31/85

    31

    Hadhrat Umar ra menulis sebuah surat yang ditujukan

    kepada Utbah bin Furqad:

    1.Seandainya bulan nampak pada waktu pagi, maka batalkanlah

    puasa. Karena bulan itu adalah bulan hari kemarin dan seandainya

    bulan nampak di akhir siang hari, maka sempurnakanlah puasa hari

    tersebut karena itu adalah bulan yang akan datang.

    2.Bulan-bulan baru terkadang besar. Oleh karena itu, seandainya

    kamu melihat bulan di siang hari, maka janganlah batalkan puasa

    selama 2 orang muslim memberikan kesaksian bahwa mereka telah

    melihat bulan yang lalu. (Surat-surat Perintah Hadhrat Umar ra

    oleh Khursyid Ahmad Faruqi, halaman 236, merujuk pada Kanzul

    Ummal, jilid 4, halaman 325, dikutip oleh Ibnu Abi Syaibah

    Qalami, jilid 2, halaman 420)

    Allamah Ibnu Rusydi menulis dalam bukunya yang terkenal

    Bidayat Al-Mujtahid:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    32/85

    32

    Cara Imam Abu Yusuf rh dari antara para Hanafi dan Ibnu

    Habib rh diantara para Maliki kemudian Imam Tsauri rh adalah

    seandainya bulan Syawal nampak sebelum tengah hari, maka

    segerahlah batalkan puasa. Karena bulan ini bukanlah bulan untuk

    malam yang akan datang, bahkan bulan malam lalu dan hari

    tanggal 1 Syawal telah lewat.

    Pendapat sebagian ahli perbintangan adalah bentuk ini

    tidak benar, karena bulan sebelumnya tidak bisa nampak sebelum

    tengah hari. Akan tetapi, Yang Mulia Mirza Abdul Haq Sahib,

    pemimpin komite penyusunan fikih menjelaskan bahwa pada tahun

    1947, beliau sendiri telah melihat bulan pada jam 10.00

    Pada zaman Hadhrat Umar ra, orang-orang di suatu daerahtelah melihat bulan setelah tengah hari dan mereka buka puasa

    pada saat itu. Ketika kabar ini sampai kepada Hadhrat Umar ra,

    maka beliau mengingatkan mereka dan menulis bahwa seandainya

    bulan nampak sebelum tengah hari, kita hendaknya membatalkan

    puasa. Akan tetapi, seandainya nampak setelah tengah hari, maka

    kita sebaiknya sempurnakan puasa dan buka setelah terbenam

    matahari.

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    33/85

    33

    Soal: Seorang Muslim baru di Amerika menulis, saat ini saya

    sedang berpuasa. Meskipun saya tidak tahu pasti tanggal berapa

    Ramadhan mulai. Saya mulai puasa tanggal 21 bulan lalu dan akanbuka pada tanggal 20 bulan ini.

    Hadhrat Khalifatul Masih II ra menjawabnya:

    Ramadhan yang beberkat itu adalah mulai tanggal 5 Mei

    sampai 2 Juni dan 3 Juni adalah hari Id. Akan tetapi, barangsiapa

    yang tidak tahu (kapan Ramadhan mulai dan kapan berakhir),

    kapanpun ia puasa, menurut Allah Taala puasa tersebut diterima.

    Karena Tuhan kita menuntut kita sesuai dengan ilmu kita.

    Seandainya Dia menuntut kita sesuai dengan ilmu-Nya, maka tidak

    ada seorang pun di dunia yang mendapatkan keselamatan. (Al-

    Fadhl, 28 Juli 1954)

    Puasa Dan Niat

    Soal: Apakah untuk puasa diperlukan niat?

    Jawab: Hudhur bersabda: untuk puasa diperlukan niat. Pahala

    tidak dapat diraih tanpa niat. Niat adalah nama keinginan hati.

    Makan minum sampai nampak benang putih dari benang hitam di

    ujung langit Timur adalah jaiz. Seandainya ada orang yang hati-

    hati dan mengatakan bahwa sekarang sudah nampak warna putih,

    maka puasa telah dimulai. Jarak makan dan salat Subuh Rasulullah

    saw adalah sama dengan membaca 50 ayat. (Al-Fadhl, 28 Juli1914)

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    34/85

    34

    Seseorang ketiduran dari pagi sampai sore hari tanpa

    makan minum atau asyik dalam suatu pekerjaan sehingga dia tidak

    punya keinginan untuk makan minum, maka menganggap dietorang ini sebagai puasa adalah tidak benar. Karena dia tidak

    berniat untuk puasa dan dietnya bukan untuk puasa.

    Soal: Seandainya pada waktu sahur tidak ada niat untuk puasa,

    akan tetapi pada jam 10.00 atau 11.00 ada keinginan untuk puasa,

    apakah itu akan menjadi puasanya?

    Jawab: Niat puasa hendaknya dilakukan sebelum terbit Fajar.

    Akan tetapi, seandainya ada udzur, misalnya ia tidak dapat

    mengetahui bahwa puasa mulai dari hari ini atau ketiduran dan

    ketika bangun pada pagi hari, ia tahu bahwa hari ini adalah puasa

    atau ada udzur lain yang seperti ini, maka ia dapat berniat puasa

    pada hari itu sebelum tengah hari dengan alasan ia belum makan

    minum setelah terbit Fajar.

    Ada sebuah riwayat dari Hadhrat Ibnu Umar ra:

    Yakni, puasa hanyalah milik orang yang telah berniat puasa

    dengan tekad yang kuat sebelum Fajar. (Nail Al-Authar, babWujub Al-Niat Min Al-Laili, jilid 4, halaman 195; Tirmidzi, kitab

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    35/85

    35

    Al-Shaum bab La Shiamu Liman Lam Yazam Min Al-Laili, jilid

    1, halaman 91)

    Akan tetapi, bersamaan dengan itu ada juga sebuah Hadis lain:

    Yakni, Hudhur saw terkadang datang ke rumah dan

    bertanya, apakah ada sesuatu untuk sarapan? Seandainya beliau

    mendapat jawaban bahwa tidak ada, maka beliau bersabda: Baik,

    sekarang saya puasa. (Muslim, kitab Al-Shaum bab Jawaz Shaum

    Al-Nafilah Bayyinah Min Al-Nahari, jilid 1, halaman 481)

    Diketahui dari Hadis ini bahwa seandainya ada udzur

    ketika niat sebelum Fajar, maka niat puasa dapat dilakukan pada

    waktu siang hari. Meskipun ini merupakan puasa Nafal Hudhursaw.

    Demikian pula terdapat dalam sebuah Hadis bahwa suatu

    kali didapat kabar sebelum tengah hari bahwa kemarin bulan

    Ramadhan terlihat di sebuah desa dekat Medinah. Atas hal itu,

    Hudhur saw bersabda: Barangsiapa yang belum makan dari pagi

    hari, maka dia dapat berniat untuk puasa dan barangsiapa telah

    makan, maka ia dapat mengqadha puasa tersebut setelahnya. (Abu

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    36/85

    36

    Daud, kitab Al-Shiyam bab Fi Syahadat Al-Wahid Ala Ruyati

    Hilali Ramadhan, jilid 1, halaman 320)

    Soal: (a) Seseorang berniat untuk puasa Nafal, akan tetapi

    ketinggalan makan sahur, apakah ia dapat berpuasa?

    (b) Pada bulan Ramadhan, seseorang sakit di malam hari. Pada

    pagi hari waktu sahur, tabiatnya membaik, apakah ia dapat

    berpuasa?

    (c) Seseorang tidak dapat makan sahur untuk puasa Fardhu, apakah

    ia dapat berpuasa?

    Jawab: (a) Makan sahur disunahkan. Tidak menjadi keharusan dan

    wajib. Oleh karena itu, seandainya ada orang yang tidak dapat

    makan sahur, maka ia dapat berpuasa. Bukannya ia tidak dapat

    berpuasa.

    (b) Seandainya pada waktu sahur tabiatnya membaik, maka ia

    hendaknya berpuasa. Maksud niat puasa dari malam adalahberkeinginan untuk puasa sebelum terbit Fajar.

    Soal: Apakah makan sahur merupakan suatu keharusan?

    Jawab: Puasa tidak beberkat tanpa makan sahur. Karena ada suatu

    keperluan dan udzur, puasa tanpa makan sahur adalah jaiz. Hadhrat

    Anas ra berkata, Hudhur saw bersabda:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    37/85

    37

    Makan sahurlah, karena dalam makan sahur ada berkat.

    (Bukhari, kitab Al-Shaum bab Barkat Al-Sahuri Min Ghairi

    Ijabin..., jilid 1, halaman 257)

    Tertera dalam sebuah Hadis lain bahwa Allah Taala dan

    para malaikat-Nya mengirimkan shalawat pada orang-orang yang

    makan sahur. (Aujaz Al-Masalik Syarah Muatha Imam Malik,

    halaman 15, jilid 3)

    Niat Puasa Pada Saat Bayang-Bayang Putih

    Soal: Ada pertanyaan dari seseorang bahwa saya duduk di rumahdan saya yakin bahwa waktu puasa belum tiba dan saya makan

    sedikit lalu berniat puasa. Akan tetapi, sesudahnya diketahui dari

    orang lain bahwa sekarang bayang-bayang putih telah nampak,

    kini apa yang harus saya lakukan?

    Jawab: Hadhrat Masih Mauud as bersabda:dalam keadaan seperti

    ini puasanya sah. Tidak perlu mengulanginya lagi. Karena dia hati-

    hati dan tidak ada perbedaan dalam niat. (Badr, 14 Pebruari 1907;

    Fatawa Masih Mauud, halaman 126)

    Soal: Berdasarkan pada kamus, apa arti lail dari ayat Alquran

    Karim Tsumma Atimmu Al -Shiyama I la Al -Lail dan bagaimana

    cara buka puasa Rasulullah saw?

    Jawab: Arti lail dalam kamus adalah:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    38/85

    38

    yakni, waktu dari terbenam matahari sampai terbit matahari

    disebut malam. Akan tetapi, jelas dari Sunah dan praktek umat

    bahwa dalam ayat tersebut, arti lailbukanlah sepanjang malam,

    bahkan bagian malam untuk berpuasa. Kini, seandainya kita

    memperhatikan idiom Alquran untuk menentukan bagian ini, maka

    ini menjadi awal malam, yakni waktu terbenam matahari. Karena

    arti i la adalah puasa sampai tiba malam hari dan ketika tiba,

    maka kita harus buka puasa. Sebagaimana Hadis-Hadis jugamendukung arti ini. Dalam hadis Bukhari dan Muslim, Rasulullah

    saw bersabda:

    ketika malam tiba dari timur dan siang menuju barat, yakni

    matahari hilang di ujung langit, maka pada waktu itu orang yangberpuasa hendaknya buka puasa. (Bukhari, kitab Al-Shaum bab

    Mata Yahillu Fithr Al-Shaim, jilid 1, halaman 262; Muslim, bab

    Bayan Waqtu Inqidhai Al-Shaum..., jilid 1, halaman 456; Tirmidzi,

    kitab Al-Shaum, jilid 1, halaman 88). Demikian pula disabdakan:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    39/85

    39

    selama orang-orang segera buka puasa, maka kebaikan akan

    menyertai mereka. (Bukhari, bab Tajil Al-Ifthar, jilid 1, halaman

    263)

    Dalam hadis Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda: Orang-

    orang Yahudi dan Kristen lambat dalam buka puasa. Orang-orang

    Islam hendaknya tidak melakukan hal seperti ini.

    (Ibnu Majah, kitab Al-Shaum bab Ma Jaa Fi Tajil Al-Ifthar,

    halaman 122)

    Dalam hadis Tirmidzi, Rasulullah saw selalu

    memerintahkan secara khusus untuk segera berbuka puasa.

    (Tirmidzi, bab Tajil Al-Ifthar, jilid 1, halaman 88)

    Jadi, inilah Sunah dan semua ulama Ahlus Sunah wal Jamaah

    melakukan demikian.

    Penjelasan Tentang Larangan Puasa Dalam Perjalanan

    1.Hadhrat Masih Mauud as menetapkan puasa di perjalanansebagai hukum yang adil. Sebagaimana Hudhur bersabda:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    40/85

    40

    Seandainya orang yang sakit dan orang yang melakukan

    perjalanan berpuasa, maka fatwa pelanggaran hukum akan berlaku

    pada mereka.

    Keputusan Hudhur as ini tergantung pada ayat Alquran

    Faiddatun Min Ayyamin Ukhar dan juga didukung oleh

    pemahaman Hadis-Hadis Nabi. Rasulullah saw telah menetapkan

    orang-orang yang puasa Ramadhan dalam keadaan safar

    (melakukan perjalanan) sebagai ushah. (Muslim kitab Al-Shaum

    bab Jawaz Al-Shaum Wa Al-Fithr..., jilid 1, halaman 465).

    Keringanan (rukhshah) diketahui dari Hadis-Hadis yang ditetapkanoleh Imam Zahri rh sebagai hadis utama. Sebagaimana penjelasan

    sahih Muslim:

    (Muslim, jilid 1, halaman 464)

    2.Hadhrat Masih Mauud as telah menetapkan Qadian sebagai

    tanah air kedua bagi para Ahmadi yang datang dari luar negeri.

    Oleh karena itu, mereka dapat berpuasa selama tinggal di sana dan

    seandainya tidak berpuasa, itu pun jaiz.

    3.Perjalanan ke tanah air kedua disebut juga dengan safar(melakukan perjalanan). Oleh karena itu, berpuasa adalah tidak

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    41/85

    41

    jaiz. Hadhrat Masih Mauud as memerintahkan buka puasa kepada

    orang-orang yang berpuasa yang datang ke Qadian sebelum waktu

    buka.

    4.Semua orang yang tugasnya berkaitan dengan safar (melakukan

    perjalan) seperti masinis, sopir, pilot, agen perjalanan, pegawai

    desa dan lain-lain termasuk dalam hukum muqim (berada di

    tempat) dan mereka harus berpuasa Ramadhan. (Keputusan

    Majelis Ifta, halaman 26, tanggal 26 Pebruari 1967)

    Hadhrat Aqdas as bersabda sambil menjelaskan hukum puasa

    dalam perjalanan:

    Seandainya perjalanan dengan kereta api, tidak ada

    penderitaan apapun, maka puasalah. Jikalau tidak, ambillah faedah

    dari keringanan (rukhshah) Allah Taala. (Al-Hakam, 24

    Desember 1900)

    Soal: Seandainya orang yang berpuasa perlu melakukan

    perjalanan, apakah ia dapat membatalkan puasanya?

    Jawab: Pada hari-hari Ramadhan, sejauh mungkin kita hendaknya

    terhindar dari perjalanan dan kita hendaknya melakukan perjalanan

    sesuai keperluan. Perjalanan seperti apa yang harus dilakukan.

    Keputusannya ada pada keinginan orang yang akan melakukan

    perjalanan. Itu akan ditanya dihadapan Allah Taala. Orang lain

    tidak dapat memberikan keputusan mengenai hal ini. Selamaperjalanan itu berlangsung, kita hendaknya tidak berpuasa.

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    42/85

    42

    Melakukan Perjalanan Dengan Berpuasa

    Sayidina Hadhrat Khalifatul Masih II ra bersabda:

    Akidah dan pemikiran saya mengenai perjalanan adalah

    mungkin sebagian ahli fikih berbeda pendapat tentang perjalanan

    yang dimulai setelah sahur dan berakhir pada sore hari, dari segi

    puasa, itu bukanlah perjalanan. Syariat melarang puasa dalam

    perjalanan. Akan tetapi, syariat tidak melarang melakukan

    perjalanan ketika berpuasa. Jadi, perjalanan yang dimulai setelah

    makan sahur dan berakhir sebelum buka puasa, dari segi puasa, itu

    bukanlah perjalanan. Dalam puasa ada perjalanan dan dalam

    perjalanan tidak ada puasa. (Al-Fadhl, 25 September 1942)

    Soal: Dalam keadaan melakukan perjalanan, puasa dapat

    dilakukan atau tidak. Lalu, perjalanan berapa mil yang di dalamnya

    kita tidak dapat berpuasa?

    Jawab: Kita hendaknya tidak melakukan puasa Ramadhan dalam

    perjalanan. Akan tetapi, menjauhi makan minum secara terang-

    terangan untuk menghormati Ramadhan adalah mustahsan

    (dianggap baik). Batas syariat dan definisi safar serta jaraknya

    tidak ditetapkan. Itu tergantung pada perasaan dan kemampuan

    seseorang untuk memutuskannya. (Untuk rincian lebih lanjut

    mengenai safar, lihatlah bab Qashr Al-Shalat)

    Ringkasan

    Puasa dalam perjalanan memiliki 4 bentuk:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    43/85

    43

    1.Seandainya perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki, naik

    tunggangan atau terus menerus, maka janganlah berpuasa. Karena

    meninggalkan puasa dalam keadaan seperti ini merupakan suatukeharusan.

    2.Seandainya perjalanan dilakukan dengan menginap di suatu

    tempat dan fasilitasnya tersedia, maka puasa dapat dilakukan.

    Yakni, ada izin untuk berpuasa atau tidak, selama tinggal di sana

    sepanjang hari.

    3.Seandainya perjalanan dimulai dari rumah setelah makan sahur

    dan berakhir sebelum buka puasa, yakni ada kemungkinan untuk

    pulang ke rumah, maka puasa dapat dilakukan.

    4.Seandainya tinggal di suatu tempat selama 15 hari atau lebih,

    maka aturlah sahur di sana dan berpuasalah.

    Orang Yang Sakit Dan Musafir (Orang Yang Melakukan

    Perjalanan)

    Hadhrat Aqdas Masih Mauud as:

    Barangsiapa berpuasa pada bulan puasa dalam keadaan

    sakit dan musafir, dia menentang perintah Allah Taala dengan

    terang-terangan. Allah Taala berfirman dengan jelas bahwa orang

    yang sakit dan musafir jangan berpuasa. Berpuasalah setelah

    sembuh dari sakit dan selesai melakukan perjalanan. Kita

    hendaknya mengamalkan perintah Tuhan ini. Karena keselamatan

    ada dengan karunia. Tidak ada orang yang dapat meraih

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    44/85

    44

    keselamatan dengan memperlihatkan kekerasan terhadapa amal

    perbuatannya. Allah Taala tidak berfirman bahwa baik penyakit itu

    ringan ataupun berat dan perjalanan itu dekat ataupun jauh, bahkanperintah tersebut bersifat umum dan kita hendaknya mengamalkan

    perintah ini. Seandainya orang yang sakit dan musafir berpuasa,

    maka mereka dikenakan fatwa melanggar hukum. (Badr, 17

    Oktober 1907)

    Usia Untuk Berpuasa

    Hadhrat Khalifatul Masih II ra bersabda:

    Ada sebagian orang yang memerintahkan anak kecil untuk

    berpuasa. Padahal bagi setiap kewajiban dan perintah terdapat

    batas dan waktu yang berbeda-beda. Menurut kami, masa sebagian

    perintah berlaku mulai dari usia 4 tahun. Masanya terkadang mulai

    dari usia 7 tahun sampai 12 tahun. Masanya terkadang mulai dari

    usia 15 tahun sampai 18 tahun. Menurut saya, perintah puasa

    berlaku kepada anak mulai berusia 15 sampai 18 tahun dan inimerupakan batas kedewasaan. Kita hendaknya membiasakan

    berpuasa mulai dari usia 15 tahun dan pada usia 18 tahun, kita

    menganggap puasa sebagai kewajiban. Saya teringat ketika kami

    masih kecil. Kami juga mendambakan untuk berpuasa. Akan

    tetapi, Hadhrat Masih Mauud as tidak membiarkan kami

    berpuasa. Sebaliknya, beliau menyukai kami melakukan suatu

    gerakan yang berhubungan dengan puasa. Beliau senantiasa

    menanamkan ruub kepada kami. Untuk menegakkan kesehatan

    anak dan mengembangkan potensinya, kita hendaknya melarang

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    45/85

    45

    mereka untuk berpuasa. Setelah itu, apabila suatu masa tiba ketika

    mereka mencapai potensinya, yaitu usia 15 tahun, maka

    perintahkan mereka untuk berpuasa dan itu pun dengan pelan-pelan. Tahun pertama perintahkan mereka berpuasa sesuai

    kemampuan. Tahun kedua perintahkan untuk berpuasa lebih dari

    sebelumnya dan tahun ketiga juga perintahkan mereka untuk

    berpuasa lebih dari sebelumnya. Demikianlah mereka dijadikan

    orang yang biasa berpuasa. (Al-Fadhl, 14 April 1925)

    Berpuasa bagi orang tua yang kekuatannya sudah

    melemah dan membuatnya mahrum dari kesibukan-kesibukanhidup bukanlah suatu kebaikan. Kemudian berpuasa bagi anak-

    anak yang kekuatannya masih berkembang dan sedang

    mengumpulkan khazanah kekuatan untuk usia 50-60 di masa

    mendatang tidak dapat menjadi kebaikan. Akan tetapi, seandainya

    orang yang mampu dan orang yang diperintahkan untuk berpuasa

    tidak berpuasa, maka dia telah melakukan dosa. (Al-Fadhl, 2

    Pebruari 1933)

    Perempuan Yang Menyusui, Hamil Dan Pelajar

    Di dalam Alquran hanya ada penjelasan tentang larangan

    berpuasa bagi orang yang sakit dan musafir. Bagi perempuan yang

    sedang menyusui dan hamil tidak ada perintah seperti ini. Akan

    tetapi, Rasulullah saw menetapkannya dalam batas sakit. Demikian

    pula anak-anak yang tubuhnya masih berkembang atau

    kesehatannya melemah karena sibuk mempersiapkan ujian,

    termasuk dalam batas sakit. Pada hari-hari itu otak mereka

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    46/85

    46

    terbebani sehingga sebagian orang menjadi gila. Kesehatan

    seseorang terkadang menjadi rusak. Jadi, apa gunanya berpuasa

    sekali dan mahrum untuk selamanya. (Al-Fadhl, jilid 18, nomor88, halaman 30-31)

    Soal: Apa petunjuk bagi seorang pelajar yang sibuk dalam

    mempersiapkan ujian berkenaan dengan puasa?

    Jawab: Kita tidak diperintahkan untuk meninggalkan kesibukan

    sehari-hari karena puasa. Oleh karena itu, seandainya seseorang

    tidak mampu berpuasa karena pekerjaan sehari-hari, maka dia

    termasuk dalam hukum sakit. Akan tetapi, dalam kaitan ini dia

    bertanggungjawab sepenuhnya terhadap langkah-langkahnya dan

    Allah Taala akan memperlakukannya sesuai niat dan keadaannya.

    Seolah-olah seseorang menjadi mufti dalam memberikan

    keputusan tentang keadaannya sendiri.

    Barangsiapa sakit karena puasa, meskipun sebelumnya

    tidak sakit, maka puasanya dimaafkan. Seandainya keadaannyaselalu demikian, maka puasa tidak menjadi wajib baginya.

    Seandainya keadaannya seperti ini dalam musim tertentu, maka

    puasalah di waktu lain. Ya, bertakwalah dan berpikirlah bahwa

    bukan hanya alasan, bahkan sakit yang sebenarnya. (Al-Fadhl, 22

    Mei 1922)Soal: Ramadhan terkadang tiba pada musim ketika banyak

    melakukan pekerjaan bertani. Misalnya, menanam benih ataupanen. Demikian pula para buruh tidak dapat berpuasa karena

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    47/85

    47

    pekerjaannya sebagai buruh. Apa petunjuk berkenaan dengan

    mereka?

    Jawab: Hadhrat Masih Mauud as bersabda:

    Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat.

    Orang-orang ini menyembunyikan keadaannya. Setiap orang harus

    memahami keadaannya dengan ketakwaan dan kesucian.

    Seandainya seorang buruh dapat berpuasa di suatu tempat, maka

    lakukan demikian. Jikalau tidak, dia akan termasuk dalam hukum

    orang sakit. Ketika ada kemudahan, lakukanlah. Arti dari

    alalladzina yuthiqunahu adalah orang-orang yang tidak

    mampu. (Badr, 26 September 1907)

    Seorang sahabat bertanya kepada Hadhrat Sahib tentang puasa

    dalam keadaan sakit Diabetes. Dalam jawabannya, beliau

    bersabda:

    Dalam keadaan sakit, tidak diperbolehkan berpuasa dan

    puasa sangat memudharatkan Diabetes. (Al-Fadhl, 15 Juli 1915)

    Beberapa Penyakit Lama

    Ada beberapa penyakit dimana seseorang dapat melakukan

    semua pekerjaan. Misalnya, penyakit-penyakit lama. Seseorang

    dapat melakukan semua pekerjaan dalam keadaan demikian. Orang

    seperti ini tidak dianggap sakit.

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    48/85

    48

    Suatu kali Hadhrat Masih Mauud as pernah ditanya suatu fatwa,

    apakah perjalanan seorang karyawan termasuk safar karena

    tugasnya sebagai seorang karyawan? Beliau bersabda:

    Perjalanannya bukan merupakan safar. Perjalanannya

    adalah bagian dari pekerjaannya. Demikian pula beberapa penyakit

    dimana seseorang dapat melakukan semua pekerjaan. Para tentara

    juga yang terserang penyakit-penyakit ini, mereka dapat

    melakukan semua pekerjaan. Beberapa hari terkena disentri, akan

    tetapi mereka tidak dapat meninggalkan pekerjaannya untuk

    selamanya. Jadi, seandainya waktu diluangkan untuk pekerjaan-pekerjaan lain, lalu apa sebabnya orang sakit seperti ini tidak dapat

    berpuasa. Alasan-alasan seperti ini muncul karena mereka pada

    dasarnya menentang untuk berpuasa. Tidak ragu, perintah Alquran

    adalah kita hendaknya tidak berpuasa dalam keadaan safar dan

    sakit. Kita ditekankan pada hal ini supaya tidak melanggar perintah

    Alquran. Akan tetapi, orang-orang yang dapat berpuasa dengan

    mengambil faedah dari alasan ini, kemudian tidak berpuasa atau

    ada beberapa hari yang tertinggal, padahal kalau mereka berupaya,

    mereka dapat menyempurnakannya, akan tetapi mereka tidak

    berupaya untuk menyempurnakannya, maka mereka berdosa

    seperti halnya orang yang tidak puasa Ramadhan tanpa alasan.

    Oleh karena itu, setiap Ahmadi hendaknya menyempurnakan

    puasanya yang ia tinggalkan karena lalai atau alasan syariat.

    Sebagian ahli fikih berpikir bahwa puasa yang tertinggal ditahun sebelumnya tidak dapat dilakukan di tahun selanjutnya.

    (Bidayat Al-Mujtahid, jilid 1, halaman 206) Akan tetapi, menurut

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    49/85

    49

    saya orang yang tidak dapat berpuasa karena tidak tahu, maka

    ketidaktahuannya itu dapat dimaafkan. Ya, seandainya ia tidak

    berpuasa karena sengaja, maka itu tidak dapat diqadha, sepertihalnya shalat yang ditinggal dengan sengaja tidak dapat diqadha.

    Akan tetapi, seandainya ia tidak berpuasa karena lupa atau

    kesalahan ijtihad, maka menurut saya, ia dapat berpuasa kembali.

    (Al-Fadhl, 16 Agustus 1948)

    Fidyah Adalah Sarana Untuk Mendapatkan Puasa

    Hadhrat Masih Mauud as bersabda:

    Suatu kali timbul dalam hati saya bahwa fidyah ini

    ditetapkan untuk apa? Diketahui bahwa ini ditetapkan supaya

    mendapatkan taufik puasa. Zat Tuhan-lah yang menganugerahkan

    taufik dan segala sesuatu hendaknya memohon kepada Tuhan

    semata. Dia Mahakuasa. Seandainya Dia kehendaki, maka Dia

    dapat menganugerahkan taufik puasa kepada orang yang terkena

    tipus. Oleh karena itu, orang yang melihat bahwa ia mahrum daripuasa patut untuk berdoa, Ya Allah! Ini adalah bulan Engkau

    yang penuh berkat. Aku mahrum daripadanya. Aku tidak tahu,

    apakah tahun depan aku masih hidup atau sudah mati, dapat

    membayar puasa orang-orang yang sudah meninggal atau tidak.

    Oleh karena itu, ia harus memohon kepada-Nya. Saya yakin bahwa

    Tuhan akan menganugerahkan kekuatan kepada hati yang seperti

    ini. Seandainya Tuhan kehendaki, maka Dia tidak akan

    menghukum umat ini seperti umat-umat yang lain. Akan tetapi,

    Dia menetapkan hukuman demi kebaikan. Menurut saya, pada

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    50/85

    50

    dasarnya ketika manusia memohon ke hadapan singgasana Tuhan

    dengan ketulusan dan keikhlasan yang sempurna, Jangan Engkau

    mahrumkan aku dari bulan ini, maka Dia tidak akanmemahrumkannya. Dalam keadaan demikian, seandainya ia sakit

    pada bulan Ramadhan, maka penyakit itu akan menjadi rahmat

    baginya. Karena setiap pekerjaan bergantung pada niat. Seorang

    mukmin hendaknya membuktikan dirinya berani di jalan Allah

    Taala dengan wujudnya sendiri. Barangsiapa yang mahrum dari

    puasa, akan tetapi dalam hatinya ada niat dari hati yang perih,

    Semoga saya sehat dan dapat berpuasa, hatinya perih untuk hal

    ini, maka para malaikat akan berpuasa baginya, asalkan dia tidak

    pura-pura. Allah Taala sama sekali tidak akan memahrumkannya

    dari pahala. Ini merupakan perkara yang halus. Seandainya

    seseorang sulit untuk berpuasa karena malas dan berpikir bahwa

    saya sakit dan kesehatan saya seperti ini bahwa seandainya tidak

    makan satu waktu, maka penderitaan akan menyerang. Akan

    terjadi ini dan itu. Orang yang mempersulit nikmat Tuhan atas

    dirinya kapan akan mendapatkan pahala ini. Ya, orang yanghatinya senang bahwa Ramadhan telah tiba dan ia menanti bahwa

    Ramadhan akan tiba dan saya akan berpuasa, kemudian ia tidak

    dapat berpuasa karena sakit, maka ia tidak mahrum dari puasa di

    langit. Di dunia ini banyak orang yang pura-pura dan berpikir

    bahwa kami dapat menipu orang dunia, demikian pula menipu

    Tuhan, akan tetapi itu tidak baik di hadapan Tuhan. Pintu

    formalitas sangat luas. Seandainya seseorang mau, maka ia dapat

    salat sambil duduk seumur hidup dan tidak melakukan puasa

    Ramadhan. Akan tetapi, Tuhan melihat niat dan keinginan orang

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    51/85

    51

    yang memiliki ketulusan dan keikhlasan. Tuhan mengetahui bahwa

    dalam hatinya ada kepedihan dan Tuhan akan memberinya pahala

    lebih dari pahala yang sebenarnya, karena hati yang pedihmerupakan suatu hal yang patut dihargai. (Fatawa Ahmadiyah,

    halaman 175)

    Fidyah

    Seandainya seseorang sakit, baik penyakit itu melekat atau

    dalam keadaan dimana puasa sungguh-sungguh akan membuatnyasakit, seperti perempuan yang hamil atau sedang menyusui atau

    orang tua yang kekuatannya mulai menurun atau anak kecil yang

    kekuatannya sedang berkembang, sebaiknya tidak berpuasa.

    Seandainya orang seperti ini mendapatkan kemudahan, maka ia

    hendaknya memberi makan kepada seorang. Seandainya tidak

    mampu, jangan memaksa. Niat orang seperti ini dipandangan

    Allah Taala sama dengan puasanya.

    Seandainya halangan tersebut sementara dan sesudahnya

    itu menjauh, baik bayar fidyah atau tidak, pokoknya ia harus

    berpuasa. Karena dengan membayar fidyah, puasa tidak kembali

    pada dirinya. Bahkan ini merupakan balasan karena ia tidak dapat

    melaksanakan ibadah tersebut bersama-sama dengan orang Islam

    yang lain pada hari itu atau ucapan syukur karena Allah Taala telah

    memberikan taufik kepadaku untuk melakukan ibadah ini. Orangyang membayar fidyah sambil berpuasa, ia berhak mendapatkan

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    52/85

    52

    pahala yang banyak karena ia bersyukur kepada Allah Taala

    setelah mendapatkan taufik untuk berpuasa. Orang yang beralasan

    dari puasa, ia harus membayar fidyah.

    Alasan ini ada 2 jenis, sementara dan tetap. Dalam kedua

    keadaan ini sebaiknya membayar fidyah. Ketika alasan ini

    menjauh, maka seyogyanya berpuasa. Ringkasnya, meskipun

    membayar fidyah, akan tetapi kapanpun ia mendapatkan

    kesehatan, ia harus berpuasa sesuai kemampuan. Kecuali penyakit

    tersebut mula-mula sementara dan setelah sembuh, ia terus

    berkeinginan bahwa hari ini saya berpuasa, besok berpuasasehingga kesehatannya rusak secara tetap, maka dalam keadaan

    demikian ia cukup membayar fidyah saja. (Al-Fadhl, 10 Agustus

    1945)

    Soal: Fidyah Ramadhan wajib kepada siapa? Apakah orang tua,

    orang yang lemah, orang yang sakit menahun, perempuan yang

    hamil, perempuan yang sedang menyusui dan lain-lain yang tidak

    mampu menyempurnakan bilangan sampai Ramadhan yang akan

    datang hanya dengan membayar fidyah atau orang yang sakit

    sementara dan terpaksa meninggalkan beberapa hari puasa,

    sembuh setelah Ramadhan dan mampu menyempurnakan bilangan

    tersebut serta mendapatkan taufik. Berapa standar fidyah itu?

    Jawab: Petunjuk yang umum adalah seseorang harus berpuasa dan

    seandainya mampu, harus membayar fidyah. Berpuasa adalah

    wajib dan membayar fidyah adalah sunah. Fidyah atas puasa

    Ramadhan yang tertinggal tidak wajib atas orang yang terpaksa

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    53/85

    53

    meninggalkan beberapa hari puasa karena penyakit sementara.

    Kecuali dia meninggal sebelum mengqadha puasanya. Dalam

    keadaan demikian, ahli warisnya harus membayar fidyah ataspuasanya atau melakukan puasanya yang tertinggal.

    Fidyah atas puasa Ramadhan menjadi keharusan bagi orang

    yang mampu yang tidak diharapkan bahwa di masa yang akan

    datang dapat mengqadha puasa tersebut, seperti orang tua, orang

    yang lemah, orang yang sakit menahun, perempuan yang hamil

    dan sedang menyusui.

    Allamah Ibnu Rusydi menulis dalam Bidayat Al-Mujtahid:

    (Bidayat Al-Mujtahid, jilid 1, halaman 205)

    Pengarangbuku Aujaz Al-Masalik menulis:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    54/85

    54

    (Aujaz Al-Masalik Syarah Muwatha Malik, jilid 3, halaman 37;

    Bidayat Al-Mujtahid, jilid 1, halaman 307)

    (Tirmidzi, kitab Al-Shaum, bab Rukhshat Fi Al-Ifthar Li Al-Hamli

    Wa Al-Murdhi, jilid 1, halaman 89)

    Berapa standar fidyah itu? Dalam kaitan ini, petunjuk yang dasar:

    (Al-Maidah: 90)

    Jadi, usul ini harus diperhatikan. Akan tetapi, Imam Abu

    Hanifah rh memperkirakannya setengah sha (gandum) yakni kira-

    kira 2, 25 ser. {sha adalah alat untuk mengukur timbangan yang

    beratnya sama dengan 2751 liter. Yakni, sama dengan 2751 cm2.

    Dalam ukuran berat ini, 2751 gr air sama dengan 2 ser, 75 tolah,

    10 masyah dan 1,83 ratti. Akan tetapi, dalam takaran gandum,

    sama dengan 2173,29 gr. Yakni, sama dengan 2 ser, 26 tolah, 3

    masyah, 7,1 ratti. Selanjutnya, 1 sha sama dengan 5, 33 ratal.

    Menurut penelitian lain, 1 sha sama dengan 2 ser, 29 tolah, 6

    masyah. (Islam Ka Nizham Mahasil, halaman 98)}

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    55/85

    55

    Ini merupakan fidyah orang yang sudah meninggal yang cukup

    makan 2 waktu saja.

    Fidyah tidak harus diberikan kepada orang miskin yang

    mampu berpuasa. Tujuan yang sebenarnya adalah memberi makan

    kepada orang yang tak mampu (mustahik), baik dia dapat berpuasa

    atau tidak dapat berpuasa karena suatu alasan. Demikian pula

    fidyah wajib atas orang yang mampu untuk membayarnya. Jikalau

    tidak, orang yang tidak mampu cukup untuk menyesalinya, tobat,

    istigfar, berdoa, mengingat Tuhan dan mengkhidmati agama.

    Orang Musafir Dan Sakit Dapat Membayar Fidyah

    Hadhrat Masih Mauud as bersabda pada tanggal 30 Oktober 1907:

    Orang sakit dan musafir yang tidak berharap untuk

    mendapatkan kesempatan berpuasa, misalnya orang yang sangat

    lemah dan tua atau perempuan hamil yang lemah, karena ia

    melihat bahwa setelah hamil, ia akan beralasan dikarenakan

    menyusui anak dan akan lewat setahun. Orang seperti ini

    diperbolehkan untuk tidak berpuasa, karena tidak dapat berpuasa

    dan harus membayar fidyah.

    Fidyah hanya diberikan kepada orang yang sudah tua-renta

    dan orang yang tidak mampu untuk berpuasa. Tidak diperbolehkan

    kepada orang yang membayar fidyah dan dianggap beralasan

    berpuasa. Untuk orang awam yang sehat dan mampu untukberpuasa hanya memperhatikan fidyah dan membuka pintu ibahat.

    (Fatawa Ahmadiyah, halaman 183)

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    56/85

    56

    Soal: Seseorang memberikan uang sebagai fidyah demi puasa dan

    dia sebelumnya diberi oleh orang lain. Apa perintah yang

    sebenarnya?

    Jawab: Pemikiran ini keliru bahwa seseorang diberi uang dan

    diperintahkan untuk berpuasa. Perintah yang sebenarnya adalah

    seandainya seseorang tidak dapat berpuasa karena suatu alasan,

    maka dia harus memberi makan 2 waktu kepada seseorang yang

    membutuhkan sebagai ganti setiap puasa atau membayarkan

    uangnya. Orang yang berhak diberikan fidyah tidak harus berpuasa

    sebagai gantinya. Seandainya orang yang tak mampu tersebutsakit, usianya sudah lanjut atau belum balig, ia tidak harus

    berpuasa. Akan tetapi, ia berhak mendapatkan fidyah karena

    memperhatikan kebutuhannya. Akan tetapi, seandainya orang yang

    berhak diberikan fidyah berpuasa, maka perkara ini sungguh

    menjadi sarana pahala yang banyak. Akan tetapi, syarat ini tidak

    menjadi keharusan bahwa fidyah tidak dibayar tanpanya.

    Membatalkan Puasa Dengan Sengaja

    Orang yang membatalkan puasa dengan sengaja sangat

    berdosa. Orang seperti ini wajib kafarah dengan tujuan tobat.

    Yakni, dia harus berpuasa selama 60 hari berturut-turut atau

    memberi makan 60 orang miskin sesuai kemampuan atau memberi

    2 ser gandum kepada setiap orang miskin atau membayarkan

    uangnya. Pada hakikatnya, tobat adalah penyesalan sejati yang

    muncul dalam hati yang paling dalam. Seandainya keadaan ini

    muncul dalam diri seseorang, akan tetapi tidak mampu untuk

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    57/85

    57

    berpuasa selama 60 hari atau memberi makan kepada 60 orang

    miskin, maka ia hendaknya bertumpu pada rahmat dan karunia

    Allah Taala. Dalam keadaan demikian, istigfar cukup baginya.

    Tertera dalam Hadis bahwa seseorang datang ke hadapan

    Rasulullah saw dan mulai mengeluh: Hudhur! Saya telah binasa.

    Hudhur bersabda: Siapa yang telah membinasakanmu?. Dia

    mengemukakan: Hudhur! Saya telah menggauli istri saya dalam

    keadaan puasa. Hudhur bersabda: Apakah kamu dapat

    memerdekakan seorang budak?. Dia berkata: Tidak. Kemudian

    Hudhur bertanya: Apakah kamu dapat berpuasa selama 60 hariberturut-turut?. Dia mengemukakan: Tidak, Hudhur. Seandainya

    demikian dan dapat menahan gejolak syahwat, mengapa kesalahan

    ini muncul. Hudhur bersabda: Berilah makan 60 orang miskin.

    Dia mengatakan: Kemiskinan menghalangi berbuat demikian.

    Hudhur bersabda: Duduklah. Sementara itu, datang seseorang

    yang membawa seranjang kurma. Beliau bersabda: Bawalah dan

    berikan kepada orang-orang miskin. Dia mengambil keranjang

    dan mengemukakan: Siapa yang lebih miskin daripada saya. Saya

    adalah orang yang sangat membutuhkan di seluruh Medinah.

    Hudhur tersenyum atas permohonan ini dan bersabda: Pergilah

    dan berilah makan anak istrimu.

    Soal: Pada bulan Ramadhan, seseorang yang tidak berpuasa

    menggauli istrinya yang sedang berpuasa dan memberitahu

    suaminya. Apa hukumnya?

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    58/85

    58

    Jawab: Puasa istri akan batal. Akan tetapi, seandainya ia tidak

    setuju, maka ia tidak perlu kafarah sebagai balasan. Ya, ia harus

    berpuasa kembali. Seandainya ia setuju, maka ia harus membayarkafarah, berpuasa selama 60 hari atau memberi makan 60 orang

    miskin. Suaminya yang berdosa harus tobat, istigfar, membayar

    fidyah dan berjanji untuk menjauhi perbuatan demikian di masa

    yang akan datang.

    Soal: Seandainya seseorang membatalkan puasa karena sangat

    kehausan, apakah dia harus membayar kafarah?

    Jawab: Seandainya dia terpaksa membatalkan puasa karena sangat

    kehausan, maka ia harus mengqadha puasa tersebut. Akan tetapi,

    dalam keadaan demikian tidak diharuskan membayar kafarah

    (fidyah dan lain-lain). Kafarah hanya diharuskan ketika seseorang

    membatalkan puasa dengan sengaja tanpa alasan dan terpaksa.

    Dalam keadaan demikian, ia harus membayar kafarah atas

    kesalahannya, yakni berpuasa selama 2 bulan berturut-turut.

    Seandainya tidak mampu, maka ia harus memberi makan kepada60 orang miskin.

    Soal: Ada pemikiran bahwa hari ini adalah hari Id. Sarapan pada

    jam 08.00 pagi dan pergi ke tempat Id. Diketahui bahwa hari Id

    adalah besok. Saya berniat puasa dari saat itu dan tidak makan

    sampai sore hari. Apakah puasa saya sah?

    Jawab: Untuk puasa diharuskan untuk tidak makan dari terbitmatahari sampai terbenam matahari dan niat puasa. Dikarenakan

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    59/85

    59

    pada siang hari makan dan beranggapan bahwa hari ini tidak

    puasa, maka ia tidak berdosa. Akan tetapi, puasanya tidak sah.

    Oleh karena itu, harus mengqadhanya.

    Soal: Apakah orang yang puasa dilarang untuk disuntik? Apakah

    orang yang berpuasa dapat disuntik karena ada usulan dari

    pemerintah?

    Jawab: Ketika Allah Taala memberikan keringanan bahwa

    seandainya seseorang sakit, maka ia harus berpuasa setelah

    sembuh. Keterpaksaan seperti apa sehingga puasa Ramadhan

    dilakukan meskipun sakit. Suntikan diperlukan karena seseorang

    sakit atau menurut dokter diperlukan suntikan untuk menahan

    penyakit atau pemerintah memerintahkan suntikan untuk menahan

    penyakit. Dalam keadaan demikian, diizinkan untuk berbuka

    puasa. Jadi, dalam keadaan puasa tidak ada masalah berkenaan

    dengan disuntik.

    Puasa tidak batal dengan suntikan kulit, misalnya suntikancacar. Akan tetapi, puasa batal dengan suntikan interamuscular

    atau interavenous. Demikian pula, puasa batal dengan

    mendonorkan darah.

    Perkara Yang Tidak Membatalkan Puasa

    Puasa tidak batal dengan miswak yang kering dan basah,

    menggunakan obat mata, mencium wangi-wangian, dahak masukke tenggorokan dan debu yang melekat di tenggorokan. Sabda

    Hadhrat Masih Mauud as mengenai celak mata: Menggunakan

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    60/85

    60

    celak mata pada siang hari adalah makruh. (Al-Fadhl, 28 Juli

    1914) Demikian pula yang tertera dalam Hadis.

    Demikian pula puasa tidak batal dengan muntah, dioperasi,

    mencium wangi-wangian atau kloroform. Akan tetapi, hal tersebut

    tidak disukai. Oleh karena itu, hal seperti ini adalah makruh. Selain

    itu, berkumur-kumur, menghirup air, memakai wangi-wangian,

    mengoleskan minyak di janggut atau kepala, mandi berkali-kali,

    bercermin, diurapi, mencium dengan kasih sayang tidak dilarang.

    Hal tersebut tidak membatalkan puasa dan tidak makruh. Demikian

    pula dalam keadaan junub, seandainya sulit untuk mandi, maka diadapat makan dan berniat untuk puasa tanpa mandi.

    Soal: Dalam keadaan puasa, apa hukum berkenaan dengan

    menggunakan pasta gigi, tincur iodine pada luka?

    Jawab: Pasta gigi tidak disukai. Akan tetapi, diperbolehkan

    menggunakan sikat gigi yang sederhana dan berkumur-kumur.

    Demikian pula tincur iodine dapat digunakan pada anggota tubuhbagian luar.

    Soal: Apakah puasa batal dengan niswar?

    Jawab: Memasukkan niswar dalam keadaan puasa adalah makruh

    dan tidak disukai.

    Makan Karena Lupa Dalam Keadaan Puasa

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    61/85

    61

    Seandainya seseorang tidak ingat dan makan karena lupa,

    maka puasanya tetap sah sesuai keadaannya. Tidak ada kerugian

    dalam puasanya. Bahkan dalam keadaan demikian lebih baikapabila seseorang makan minum karena lupa, maka orang yang

    didekatnya tidak mengingatkannya, karena Allah Taala sedang

    memberinya makan dan minum. Lalu, apa perlunya mereka

    menghalanginya. Tertera dalam Hadis bahwa Rasulullah saw

    bersabda:

    Yakni, apabila ada orang yang berpuasa makan minum

    karena lupa, maka ia sebaiknya tidak gelisah. Ini merupakan rezeki

    yang telah diberikan oleh Allah Taala kepadanya. Ia tidak perlu

    qadha dan kafarah. Akan tetapi, seandainya seseorang buka puasa

    karena keliru. Misalnya, puasanya ingat, akan tetapi ia buka puasa

    karena menganggap bahwa matahari sudah tenggelam. Setelahnya

    diketahui bahwa matahari belum tenggelam, maka dalam keadaan

    demikian puasanya batal dan perlu mengqadhanya. Akan tetapi, ia

    tidak berdosa karena kekeliruan seperti ini dan tidak perlu kafarah.

    Soal: Apakah puasa orang yang mendonorkan darahnya kepada

    pasien karena kecelakaan menjadi batal?

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    62/85

    62

    Jawab: Puasa tidak batal hanya dengan mendonorkan darah. Akan

    tetapi, dikarenakan melakukan demikian timbul kelemahan, maka

    kita sebaiknya buka puasa. Dikarenakan donor darah terkadangdiperlukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang dan setelahnya

    diizinkan untuk puasa serta Allah Taala memberikan keringanan

    ini, maka kita seyogyanya mendonorkan darah. Barangsiapa yang

    mahrum dari mengkhidmati seseorang karena alasan puasa semata,

    maka dia tidak melakukan suatu kebaikan.

    Soal: Apakah puasa Ramadhan yang ketinggalan dapat dilakukan

    terus-menerus atau selang-seling setelah Ramadhan?

    Jawab: Seandainya puasa Ramadhan tertinggal karena perjalanan

    atau sakit, maka setelahnya harus disempurnakan. Akan tetapi,

    tidak dilakukan terus-menerus. Dapat dilakukan dengan selang-

    seling. Meskipun satu hari satu hari.

    Waktu Puasa Di Daerah Yang Luar Biasa

    Wakil Al-Tabsyir Sahib mengirimkan fatwa Hadhrat

    Khalifatul Masih II ra kepada mubalig :

    1.Untuk negara yang seperti ini diperintahkan untuk berpuasa

    selama 12 jam. Jangan menunggu terbit dan terbenam matahari.

    Tetapkanlah waktu untuk berbuka dan sahur. Demikian pula waktu

    salat. Inilah penjelasan yang dilakukan oleh Rasulullah saw

    sendiri. (File Dini Masail, 27 Agustus 1957)

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    63/85

    63

    2.Pada bulan Ramadhan, semua orang Islam di dunia, meskipun

    tinggal di suatu pelosok, diperintahkan untuk berpuasa dalam satu

    waktu. Mereka makan pagi sebelum terbit matahari, kemudiantidak makan minum sepanjang hari sampai terbenam matahari.

    Mereka diizinkan untuk makan minum setelah terbenam matahari

    sampai pagi hari.

    Puasa ini nampak dalam waktu yang berbeda di semua

    negara yang siangnya kurang dari 24 jam dan yang siang-

    malamnya 24 jam dalam corak yang telah dijelaskan di atas. Akan

    tetapi, bagi orang yang tinggal di negara yang siang-malamnyalebih dari 24 jam, hanya diperintahkan untuk memperkirakan

    waktunya. (Debacah Tafsir Al-Quran, halaman 455)

    Itikaf

    Arti itikaf secara bahasa adalah terkurung atau tinggal di

    suatu tempat. Dalam istilah Islam adalah:

    Yakni, tinggal di mesjid sambil berpuasa dengan niat

    ibadah disebut itikaf (Hidayah, bab Al-Itikaf). Seperti halnya

    puasa, itikaf juga didapatkan dalam agama-agama lain.

    Sebagaimana tertera dalam Alquran Karim:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    64/85

    64

    Kami telah memerintahkan kepada Ibrahim dan Ismail:

    Jagalah kesucian dan kebersihan rumah-Ku bagi orang-orang

    yang tawaf, itikaf, rukuk dan sujud. (Al-Baqarah: 126)

    Demikian pula tertera mengenai Hadhrat Maryam as:

    (Maryam: 17-18)

    Yakni, Hadhrat Maryam as meninggalkan kerabat beliau

    untuk beberapa waktu dan pergi ke suatu tempat terpisah demi

    ibadah, dimana beliau mendapatkan kabar suka tentang seorang

    anak yang agung.

    Pada hari-hari sebelum kebangkitan, menjauhnya

    Rasulullah saw dari kesibukan dunia dan sibuk dalam mengingatTuhan di gua Hira merupakan salah satu corak itikaf. Ketika

    seseorang menghendaki dan pada hari apa ia kehendaki, ia dapat

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    65/85

    65

    melakukan itikaf. Akan tetapi, itikaf pada 10 hari terakhir

    Ramadhan disunahkan. Hadhrat Aisyah ra bersabda berkenaan

    dengan itikaf Rasulullah saw:

    Kebiasaan Rasulullah saw sampai wafat beliau adalah

    beliau senantiasa itikaf di 10 hari terakhir Ramadhan. Setelahkewafatan beliau, istri-istri suci beliau mengikuti sunah ini.

    (Bukhari, halaman 271; Muslim, kitab Al-Itikaf bab Itikafu Al-

    Asyri Al-Awakhir, jilid 1, halaman 497)

    Rasulullah saw selalu memberikan petunjuk kepada orang-

    orang yang mencari lailatul qadr untuk itikaf di 10 hari terakhir

    Ramadhan. Sebagaimana sabda beliau:

    Yakni, Hudhur saw bersabda bahwa saya diberitahu bahwa

    lailatul qadr berada di 10 hari terakhir Ramadhan. Barangsiapa

    diantara kalian ingin melakukan itikaf, maka itikaflah di 10 hari

    ini. Oleh karena itu, para sahabat itikaf bersama beliau di 10 hari

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    66/85

    66

    terakhir ini. (Muslim, bab Fadhl Lailat Al-Qadr, jilid 1, halaman

    494)

    Hadhrat Abu Said Khudri ra berkata:

    Yakni, kami itikaf bersama Rasulullah saw di 10 hari

    pertengahan Ramadhan. Kami keluar dari itikaf pada 20 Ramadhanpagi hari. Atas hal itu, Rasulullah saw membimbing kami bahwa

    saya melihat lailatul qadr di mimpi. Akan tetapi, saya tidak ingat

    hari itu. Akan tetapi ingatlah bahwa pada malam itu saya sujud di

    air dan lumpur (yakni pada malam itu sedang hujan). Oleh karena

    itu, carilah lailatul qadr di malam ganjil 10 hari terakhir. (Bukhari,

    bab Al-Itikaf, jilid 1, halaman 272; Muslim, bab Fadhl Al-Lailat

    Al-Qadri Wa Al-hatstsi Ala Thalabiha, jilid 1, halaman 494)

    Untuk itikaf tidak ada standar yang ditetapkan. Ini

    terkandung pada kehendak orang yang duduk. Berapa hari ia

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    67/85

    67

    hendak duduk, maka duduklah. {Hidayah, halaman 190; Fiqih

    Madzahib Arbaah (urdu), jilid 1, halaman 946}

    Namun, itikaf yang disunahkan yang terbukti dari amalan

    Rasulullah saw adalah sekurang-kurangnya 10 hari. Terdapat

    dalam Hadis:

    Yakni, Hudhur saw selalu melakukan itikaf 10 hari di bulan

    Ramadhan. Akan tetapi, ketika tahun kewafatan beliau, beliau

    melakukan itikaf 20 hari. (Bukhari, bab Al-Itikaf Fi Al-Asyri,

    jilid 1, halaman 274)

    Itikaf hendaknya dimulai dari salat Subuh 20 Ramadhan,

    karena sudah jelas bahwa Rasulullah saw biasa melakukan itikaf10 hari dan 10 hari sempurna ketika itikaf dilakukan pada 20

    Ramadhan pagi.

    Rasulullah saw tinggal di tempat itikaf setelah salat Subuh.

    Ada sebuah riwayat dari Hadhrat Aisyah ra:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    68/85

    68

    (Bukhari, bab Al-ItikafFi Syawal, jilid 1, halaman 273)

    Terdapat juga dalam riwayat lain:

    Ketika Rasulullah saw hendak melakukan itikaf, maka

    beliau pergi ke tempat itikaf yang disediakan untuk tujuan itu

    setelah melakukan salat Subuh. (Bukhari, bab Mata Yadkhulu Man

    Arad Al-Itikaf, jilid 1, halaman 497)

    Tempat yang cocok dan sesuai untuk itikaf adalah mesjid

    raya. Sebagaimana terdapat penjelasan dalam Alquran:

    (Al-Baqarah: 188)

    Karena mesjid-mesjid dikhususkan untuk mengingat dan

    beribadah kepada Allah Taala. Dalam Hadis terdapat penekanan

    untuk melakukan itikaf di mesjid. Sebagaimana Hadhrat Aisyah ra

    bersabda:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    69/85

    69

    (Bukhari, kitab Al-Itikaf bab Al-MutakifYaudu Al-Maridh, jilid

    1, halaman 335)

    Seandainya terpaksa, maka itikaf dapat dilakukan di luar

    mesjid. Hadhrat Mushlih Mauud ra bersabda:

    Itikaf dapat dilakukan di luar mesjid. Akan tetapi, pahala

    mesjid tidak dapat diraih. (Al-Fadhl, 6 Maret 1962)

    Perempuan juga dapat melakukan itikaf di mesjid. Akan

    tetapi, lebih baik baginya untuk melakukan itikaf dalam sebuah

    tempat yang dikhususkan untuk salat dalam rumahnya. Terteradalam buku Hidayah:

    (Hidayah, bab Al-Itikaf, jilid 1, halaman 190)

    Orang yang itikaf tidak diperbolehkan untuk keluar darimesjid kecuali untuk keperluan-keperluan yang sangat penting.

    Sehingga tidak perlu keluar dari mesjid untuk mandi biasa dan

    memotong rambut. Akan tetapi, keluar dari mesjid untuk

    berwudhu dan mandi junub merupakan suatu keharusan.

    Seandainya perempuan datang bulan (haid) pada saat itikaf,

    maka ia harus meninggalkan itikaf. Dalam keadaan demikian,

    tinggal di mesjid tidak dibenarkan.

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    70/85

    70

    Orang yang itikaf harus menghabiskan waktu semaksimal

    mungkin dalam mengingat dan beribadah kepada Allah Taala.

    Menghabiskan waktu dalam perkara yang sia-sia dan diam begitusaja tidak dibenarkan, karena dalam Islam tidak ada puasa diam.

    (Hidayah, bab Al-Itikaf, jilid 1, halaman 192)

    Pentingnya Itikaf

    Rasul Karim saw bersabda sambil menjelaskan kelebihan orang

    yang itikaf:

    Yakni, orang yang itikaf harus menjerumuskan dirinya ke

    hadirat Tuhan sepenuhnya dan mengatakan: Wahai Tuhan! Aku

    bersumpah, aku tidak akan beranjak dari sini sehingga Engkau

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    71/85

    71

    mengasihani aku. (Durr-e-Mantsur, halaman 202, jilid pertama,

    dibawah ayat:

    Selanjutnya disabdakan:

    Yakni, barangsiapa melakukan itikaf sehari demi keridhaan

    Allah Taala, Allah Taala akan membuat 3 parit yang jaraknya

    sejauh Timur dan Barat diantara dia dan Jahanam. (Durr-e-

    Mantsur, halaman 202, jilid pertama, merujuk pada Thabrani

    Ausath dan Baihaqi)

    Yakni, Rasul Maqbul saw bersabda kepada orang yang

    itikaf bahwa orang yang itikaf terpelihara dari semua dosanya

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    72/85

    72

    disebabkan itikaf. Dia akan mendapatkan balasan kebaikan yang

    dilakukannya sebelum itikaf dan akan mendapatkan pahala atas

    kebaikan yang masih dilakukannya. (Ibnu Majah, kitab Al-Itikafbab Tsawab Al-Itikaf, halaman 127)

    Fatwa-Fatwa

    Soal: Apakah diperbolehkan melakukan itikaf di mesjid terdekat

    bukan di mesjid raya?

    Jawab: Syarat yang diperlukan untuk kesahihan itikaf adalah

    mesjid tempat salat berjamaah. Terdapat dalam Hadis Abu Daud:

    Yakni, itikaf dapat dilakukan dalam sebuah mesjid tempat

    salat berjamaah. (Abu Daud, bab Al-Mutakif Yaud Al-Maridh,

    jilid 1, halaman 335)

    Semua imam sepakat atas pendapat ini. (Nail Al-Authar, jilid 4,

    halaman 268)

    Soal: Seandainya di suatu tempat tidak ada mesjid, apakah itikaf

    dapat dilakukan di rumah?

    Jawab: Ketika mesjid tidak tersedia dengan kaedah umum,

    misalnya di suatu tempat tinggal hanya seorang Ahmadi atauorang-orang Jemaat setempat salat di rumah seorang temannya,

    maka dalam keadaan demikian mereka dapat melakukan itikaf di

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    73/85

    73

    tempat yang dikhususkan untuk salat secara umum di rumahnya.

    Allah Taala mengetahui keadaan-keadaan terpaksa dan Dia

    memberikan ganjarang atas amal perbuatan sesuai dengan niathamba-Nya.

    Soal: Apakah seorang perempuan dapat melakukan itikaf di tempat

    khalwat di rumah?

    Jawab: Seandainya di suatu tempat tidak ada mesjid atau tidak ada

    pengaturan tempat tinggal untuk perempuan di mesjid, maka

    perempuan dapat menetapkan tempat khusus di rumah dan

    melakukan itikaf.

    Sejauh mungkin di rumah tangga setiap Ahmadi hendaknya

    ada sebuah tempat sebagai masjidul bait. Perempuan-perempuan di

    rumah salat di sana. Laki-laki melakukan salat Sunah, Nafal dan

    lain-lain. Ketika ada kesulitan, dijadikan tempat mengasingkan diri

    dan memanjatkan doa. Cara beramal ini merupakan sarana

    keberkatan yang banyak dan kebanyakan para sahabat beramalsesuai dengan hal ini.

    Soal: Apakah orang yang sudah tua, yang kesulitan untuk

    berpuasa, dapat melakukan itikaf di mesjid tanpa puasa?

    Jawab: Dalam keadaan umum, puasa merupakan syarat yang

    diperlukan untuk itikaf. Ada sebuah riwayat dari Hadhrat Aisyah

    ra bahwa itikaf tanpa puasa adalah tidak benar. Kata-kata riwayatitu adalah:

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    74/85

    74

    (Abu Daud, kitab Al-Itikaf bab Al-Mutakif Yaud Al-Maridh,

    jilid 1, halaman 335)

    Penjelasan ayat Alquran:

    (Al-Baqarah: 188)

    mendukung cara ini. Selain itu, tidak ditemukan penjelasan bahwa

    Rasulullah saw dan para sahabat pernah itikaf tanpa puasa. Ini

    merupakan cara para sahabat (Hadhrat Ibnu Abbas ra, Hadhrat

    Ibnu Umar ra) dan para imam (Imam Malik rh, Imam Abu Hanifah

    rh, Imam AuzaI rh) serta pendapat ulama Ahmadiyah. Sebaliknya,

    Hasan Bashri rh, Imam SyafeI rh dan Imam Ahmad rh tidak

    menetapkan puasa sebagai syarat untuk itikaf. Para ulama ini

    mengemukakan sebuah riwayat untuk mendukung pendapatnya

    bahwa suatu kali Hadhrat Umar ra bertanya bahwa saya bernadzar

    untuk itikaf satu malam, apakah saya harus memenuhi nadzar

    tersebut? Rasulullah saw bersabda: Ya. Oleh karena itu, HadhratUmar ra melewatkan semalam untuk itikaf. (Bukhari, kitab Al-

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    75/85

    75

    Itikaf bab Idza Nadzara Fi Al-Jahiliyyah, jilid 1, halaman 274;

    Abu Daud, jilid 1, halaman 335)

    Diketahui dari riwayat ini bahwa untuk itikaf tidak harus

    berpuasa, karena kita tidak berpuasa pada malam hari. Berdasarkan

    pada inilah, para imam memperbolehkan itikaf dalam waktu 2 jam.

    (Nail Al-Authar, jilid 4, halaman 268)

    Soal: Pada saat itikaf, apakah seseorang dapat tidur dengan

    menghamparkan ranjang di mesjid pada malam hari?

    Jawab: Pada hari-hari itikaf, tidur dengan menghamparkanranjang di sudut mesjid atau tempat yang sesuai karena suatu

    keperluan adalah jaiz. Di dalamnya tidak ada halangan, asalkan

    orang-orang yang salat di mesjid tidak merasa kesulitan dengan

    melakukan hal seperti ini. Tertera dalam sebuah Hadis:

    Yakni, ketika Hudhur saw mulai itikaf, maka

    dihamparkanlah kasur dan ranjang untuk beliau di belakang tiang

    yang disebut dengan tiang tobat. (Ibnu Majah, kitab Al-Itikaf

    bab Fi Al-Mutakif Yalzimu Makanan Fi Al-Masjid, halaman 127;

    Nail Al-Authar, jilid 4, halaman 266)

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    76/85

    76

    Karena suatu peristiwa yang terkenal, tiang ini disebut

    ustuwanah. (Ibnu Majah, halaman 127, catatan kaki ke-2)

    Soal: Tertera dalam sebuah Hadis bahwa orang yang itikaf dapat

    keluar dari mesjid untuk keperluan-keperluan yang sangat penting.

    Apa maksud dari keperluan-keperluan yang sangat penting?

    Jawab: Kata-kata Hadis tersebut adalah:

    Yakni, Rasulullah saw tidak pulang ke rumah dalam keadaan itikaf

    kecuali untuk keperluan manusiawi. (Muslim, kitab Al-Thaharah

    bab Jawazu Ghusl Al-Haidh Rasi Jauziha, jilid 1, halaman 117)

    Apa maksud dari keperluan manusiawi? Salah satu

    maksudnya adalah pergi ke kamar mandi. Semua ulama sepakat

    bahwa untuk keperluan ini dapat pergi keluar.Demikian pula seandainya itikaf di mesjid pedesaan, maka

    diizinkan pergi ke mesjid raya untuk salat Jumat dan itu dianggap

    sebagai kebutuhan manusiawi. Selain itu, dalam keperluan-

    keperluan lain terdapat perselisihan. Misalnya, keluar untuk ikut

    dalam daras Alquran atau doa bersama, potong rambut, makan-

    makan (kecuali dalam keadaan terpaksa, misalnya tidak ada orang

    yang membawakan makanan dari rumah), salat Jenazah,

    menjenguk saudara yang sakit atau musyabiat seseorang.

    Kebanyakan orang tidak memperbolehkan keluar dari mesjid untuk

  • 7/27/2019 PUASA-Fiqih-Ahmadiyah

    77/85

    77

    keperluan-keperluan ini. Intisari itikaf juga menuntut supaya orang

    yang itikaf tidak keluar dari mesjid untuk keperluan-keperluan

    lain, bahkan berusaha untuk memutuskan hubungan sepenuhnyadengan dunia dan membiasakan dirinya untuk mengorbankan

    dorongan dan kehendak ini.

    Soal: Ada perkara yang masyhur mengenai itikaf bahw