pterygium

28
MINI CEX PTERYGIUM PEMBIMBING dr. Djoko Heru . S, Sp. M Disusun oleh: Dhina Amalia Putri 01.207.5467 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

Upload: sa3opontjoe

Post on 12-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

MINI CEXPTERYGIUM

PEMBIMBINGdr. Djoko Heru . S, Sp. M

Disusun oleh:Dhina Amalia Putri01.207.5467

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG2012

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIENNama : Ny. D. K.Umur: 51 tahunAgama: IslamPekerjaan: PedagangAlamat: Terban NjekuloTanggal Pemeriksaan: 15 Oktober 2012II. ANAMNESISAnamnesis secara: Autoanamnesis pada tanggal 15 Oktober 2012 Keluhan Utama:Mata kiri merahRiwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Kudus pada tanggal 15 Oktober 2012 dengan keluhan mata kiri yang merah. Keluhan ini berlangsung sejak 3 hari yang lalu ketika pasien bangun tidur dan mendapati mata kirinya yang merah, gatal dan terasa cekot-cekot. Setelah itu pasien membeli obat tetes mata sendiri di apotek untuk meredakan keluhan pada mata kirinya. Keluhan tidak banyak berkurang sehingga akhirnya pasien memeriksakan diri ke dokter dengan mata yang sudah tidak terlalu merah tetapi masih gatal dan kemeng serta terkadang nyrocos. Selain keluhan diatas pasien juga mengeluh adanya daging tumbuh pada kedua matanya dan buram bila melihat jauh. Pasien mengaku daging yang tumbuh pada kedua matanya jarang menimbulkan gangguan kecuali terasa mengganjal dan sering kemerahan terutama bila terkena angin atau debu. Daging tumbuh ini terletak di sudut mata dan dirasakan sudah lebih dari 6 bulan terakhir ini.

Riwayat Penyakit Dahulu:Pasien pernah sakit seperti ini sebelumnya dengan keluhan yang hampir sama. Riwayat operasi mata disangkal Riwayat trauma atau luka pada mata disangkal Riwayat diabetes melitus disangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat gigi berlubang (+) sudah lama tidak diperiksakan ke dokter gigi Riwayat alergi disangkalRiwayat Penyakit Keluarga:Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

Riwayat Sosial Ekonomi:Pasien bekerja sebagai seorang pedagang dan biaya pengobatan ditanggung oleh ASKES. Kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIKA. STATUS GENERALISTekanan darah:130/90 mmHgNadi:76x/ menitSuhu:Afebris Pernafasan:16x / menitKeadaan Umum:BaikKesadaran:Compos mentisStatus Gizi:Cukup

B. STATUS OFTALMOLOGI OD OS

1

24431Keterangan:1. Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva berwarna putih, dari nasal, bentuk segitiga, puncak ke arah limbus 2. Nodul kekuningan pada konjungtiva bulbi3. Pelebaran pembuluh darah4. Arcus senilisOCULI DEXTRA(OD)PEMERIKSAANOCULI SINISTRA(OS)

6/9Visus6/24

Tidak dikoreksiKoreksiTidak dikoreksi

(+)Proyeksi Sinar(+)

(+)Persepsi Warna(+)

Edema (-), hiperemis(-),nyeri tekan(-),blefarospasme (-), lagoftalmus (-),ektropion (-), entropion (-)PalpebraEdema (-), hiperemis(-),nyeri tekan (-),blefarospasme (-), lagoftalmus (-)ektropion (-), entropion (-)

Edema (-),injeksi konjungtiva (-),injeksi siliar (-), Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva berwarna putih, bentuk segitiga, puncak ke arah limbus (+)

KonjungtivaEdema (-),injeksi konjungtiva (+), Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva berwarna putih, bentuk segitiga, puncak ke arah limbus (+), Nodul kekuningan pada konjungtiva bulbi (+)

PutihSkleraPutih

Bulat, edema (-),keratik presipitat (-),infiltrat (-), sikatriks (-)Arkus senilis (+)Korneainfiltrat (-), sikatriks (-)Arkus senilis (+), bagian puncak jaringan fibrovaskuler yang mencapai nimbus kornea (+)

Jernih, kedalaman cukuphipopion (-),hifema (-)Camera Oculi Anterior(COA)Jernih, kedalaman cukuphipopion (-),hifema (-)

Kripta(N), warna coklat,edema(-), synekia (-)IrisKripta(N), warna coklat,edema(-), synekia (-),

bulat, diameter : 3 mm,letak sentral,refleks pupil langsung (+),refleks pupil tak langsung (+)Pupilbulat, diameter : 3 mm,letak sentral,refleks pupil langsung (+),refleks pupil tak langsung (+)

Keruh (-)LensaKeruh (-)

JernihVitreusJernih

Papil N II bulat, batas tegas, warna orange cemerlang, ablatio (-), eksudat (-),perdarahan (-), CD ratio: 0,3; A/V > 1/3RetinaPapil N II bulat, batas tegas, warna orange cemerlang, ablatio (-), eksudat (-),perdarahan (-), CD ratio: 0,3; A/V > 1/3

Orange cemerlangFundus RefleksOrange cemerlang

Digital NTIODigital N

Epifora (-), lakrimasi (-)Sistem LakrimasiEpifora (-), lakrimasi (-)

IV. RESUMESubjektif: Pasien datang dengan keluhan mata kiri merah. Keluhan ini berlangsung sejak 3 hari yang lalu ketika pasien bangun tidur dan mendapati mata kirinya merah, gatal dan terasa cekot-cekot. Walaupun sudah diobati pasien sendiri, keluhan tidak banyak berkurang sehingga pasien memeriksakan diri ke dokter dengan mata yang sudah tidak terlalu merah tetapi masih gatal dan kemeng serta terkadang nyrocos. Selain itu ada daging tumbuh pada kedua matanya dan buram bila melihat jauh. Daging yang tumbuh ini jarang menimbulkan gangguan kecuali terasa mengganjal dan sering kemerahan terutama bila terkena angin atau debu dalam 6 bulan terakhir ini. Tidak ada riwayat trauma atau luka sebelumnya,

Objektif:OCULI DEXTRA(OD)PEMERIKSAANOCULI SINISTRA(OS)

6/9Visus6/24

Tidak dikoreksiKoreksiTidak dikoreksi

Edema (-),injeksi konjungtiva (-),injeksi siliar (-), Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva berwarna putih, bentuk segitiga, puncak ke arah limbus (+)

KonjungtivaEdema (-),injeksi konjungtiva (+), Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva berwarna putih, bentuk segitiga, puncak ke arah limbus (+), Nodul kekuningan pada konjungtiva bulbi (+)

Bulat, edema (-),keratik presipitat (-),infiltrat (-), sikatriks (-)Arkus senilis (+)Korneainfiltrat (-), sikatriks (-)Arkus senilis (+), bagian puncak jaringan fibrovaskuler yang mencapai nimbus kornea (+)

Orange cemerlangFundus RefleksOrange cemerlang

Digital NTIODigital N

V. DIAGNOSA BANDING1. ODS Pterygium2. ODS Pseudopterygium 3. ODS Pinguikula

VI. DIAGNOSA KERJAODS PterygiumOS Pinguikula

Dasar diagnosis: Mata kiri merah, gatal, serta kemeng Didapatkan daging pada sudut mata, terasa mengganjal, sering kemerahan terutama bila terkena angin atau debu

Visus OD 6/9 OS 6/24 Pada kedua konjungtiva didapatkan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva berwarna putih, bentuk segitiga, puncak ke arah limbus Pada konjungtiva kiri didapatkan nodul kekuningan pada konjungtiva bulbi

VII. TERAPIMedikamentosa:Cendo lyteers 3 dd 2 gtt ODSInmatrol 3 dd 1 gtt OSSohobion 1 dd 1

VIII. PROGNOSIS OKULI DEKSTRA (OD)OKULISINISTRA(OS)Quo Ad Visam: Dubia ad bonam Dubia ad bonamQuo Ad Sanam: Dubia ad bonam Dubia ad bonam Quo Ad Kosmetikam: Dubia ad malam Dubia ad malamQuo Ad Vitam: Dubia ad bonam Dubia ad bonam

IX. USUL DAN SARANUsul :Dilakukan pemeriksaan lanjutan: Tes Sondase

Saran: Gunakan tetes mata secara teratur Konsumsi obat secara teratur Kontrol 1 minggu setelah pengobatan maupun jika ada keluhan-keluhan pada mata Lindungi mata dari debu dan sinar matahari langsung dengan menggunakan kacamata berwarna gelap

TINJAUAN PUSTAKA

PTERYGIUMA. DEFINISIPterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterygium akan berwarna merah. Pterygium dapat mengenai kedua mata.Pterygium merupakan konjungtiva bulbi patologik yang menunjukkan penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke dalam kornea, dengan puncak segitiganya di kornea, kaya akan pembuluh darah yang menuju ke arah puncak Pterygium. Kebanyakan Pterygium ditemukan di bagian nasal, dan bilateral. Pada kornea penjalaran Pterygium mengakibatkan kerusakan epitel kornea dan membran Bowman.

B. ETIOLOGIPterygium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.

C. FAKTOR RISIKOFaktor risiko yang mempengaruhi antara lain : 1. Usia Prevalensi Pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa, tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat Pterygium terbanyak pada usia 2 dekade dua dan tiga. Di RSUD AA tahun 2003-2005 didapatkan usia terbanyak 31 40 tahun, yaitu 27,20%.2. Pekerjaan Pertumbuhan Pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV.3. Tempat tinggal Gambaran yang paling mencolok dari Pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian Pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 30 memiliki risiko penderita Pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan.4. Jenis kelamin Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.5. Herediter Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.6. Infeksi Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab Pterygium.7. Faktor risiko lainnya Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Pterygium.

D. PATOFISIOLOGIPatofisiologi Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi jaringan fibrovaskular pada stroma subepitel yang tervaskularisasi, dengan permukaan yang menutupi epitelium. Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila diberi pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin. Jaringan ini juga dapat diwarnai dengan pewarna jaringan elastik akan tetapi bukan jaringan elastik yang sebenarnya oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.

E. KLASIFIKASI DAN GRADEKlasfikasi Pterygium:1. Pterygium simpleks: jika terjadi hanya di bagian nasal atau temporal saja.2. Pterygium dupleks : jika terjadi pada nasal dan temporal.Grade pada Pterygium:1. Grade 1Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan lesi (ditunjukkan dengan Stocker line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan Pterygium. Lesi/jejas ini asimptomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat meradang (intermitenly inflamed). Jika memakai soft contact lens, gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang luas bersandar pada ujung kepala Pterygium yang sedikit naik/terangkat dan hal ini dapat menyebabkan iritasi.2. Grade 2Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recunrrent) sehingga diperlukan tindakan pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme.3. Grade 3Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis). Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan mata.Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia derajat pertumbuhan Pterygium dibagi menjadi :a. Derajat I : hanya terbatas pada limbus b. Derajat II : sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati kornea.c. Derajat III: jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm) d. Derajat IV: jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

F. TANDA KLINIKBila masih baru, banyak mengandung pembuluh darah, warnanya menjadi merah, kemudian menjadi membran yang tipis berwarna putih dan stasioner. Bagian sentral melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantinkan epitel, juga membran Bowman, dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini mendekati pupil. Biasanya didapat pada orang-orang yang banyak berhubungan dengan angin dan debu, terutama pelaut dan petani. Kelainan ini merupakan kelainan degenerasi yang berlangsung lama. Bila mengenai kornea, dapat menurunkan visus karena menimbulkan astigmat dan juga dapat menutupi pupil, sehingga cahaya terganggu perjalanannya. Pterygium juga dapat meradang dan berwarna merah, terasa mengganjal disertai mata yang berair.

G. DIAGNOSISPterygium dapat berupa berbagai macam perubahan fibrovaskular pada permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea bagian nasal. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik sering didapatkan berbagai macam keluhan, mulai dari tidak ada gejala yang berarti sampai mata menjadi sangat merah, mata gatal, iritasi, berair, dan pandangan kabur, disertai jejas pada konjungtiva yang membesar.Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 kategori umum, sebagai berikut :1. Kelompok pasien yang mengalami Pterygium berupa ploriferasi minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.2. Pada kelompok kedua, Pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Pterygium dalam grup ini mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.

H. DIAGNOSIS BANDINGa. PseudopterygiumApabila terjadi ulkus kornea atau kerusakan permukaan kornea, dapat terjadi bahwa dalam proses penyembuhan, konjungtiva menutupi luka kornea tersebut, sehingga terlihat seolah-olah konjungtiva menjalar ke kornea. Pada pseudopterygium dapat dimasukkan sonde di bawahnya, dan tidak bersifat progresif. Pseudopterygium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan kecuali sangat mengganggu visus atau alasan kosmetik.b. PannusMerupakan pertumbuhan pembuluh darah ke dalam sekeliling kornea. Pada individu normal, kornea seharusnya avaskuler, hipoksia lokal kronis (seperti pada penggunaan contact lens berlebihan) atau inflamasi dapat menyebabkan vaskularisasi di sekeliling kornea. Pannus juga dapat terjadi pada penyakit stem cell kornea seperti aniridia.c. Pinguekula Kelainan ini juga terdapat pada konjungtiva bulbi, baik bagian nasal maupun bagian temporal, di daerah celah kelopak mata. Pinguekula terlihat sebagai penonjolan berwarna putih kuning keabuan berupa hipertrofi, yaitu penebalan selaput lendir. Pada umumnya pinguekula tidak memerlukan pengobatan. Pinguekula yang menunjukkan adanya peradangan, diobati dengan steroid untuk mempercepat redanya peradangan.d. Kista DermoidMerupakan tumor kongenital berasal dari lapisan mesodermal dan ektodermal, jaringan tumor terdiri dari jaringan ikat, jaringan lemak, folikel rambut, kelenjar keringat, dan jaringan kulit. Lokasinya dapat pada limbus konjungtiva bulbi atau tumbuh jauh ke orbita posterior dan dapat menyebabkan ptosis. Kista dermoid diterapi dengan eksisi tumor atau kista.

I. PENATALAKSANAANPterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila Pterygium meradang, dapat diberikan steroid atau tetes mata dekongestan. Pengobatan Pterygium adalah dengan sikap konservatif. Dapat juga dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau bila Pterygium telah menutupi media penglihatan. Hal-hal ini merupakan indikasi dari operasi pengangkatan Pterygium.Prinsip penanganan Pterygium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika Pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada Pterygium yang melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada Pterygium derajat 1 atau 2 yang telah mengalami gangguan penglihatan. Lindungilah mata dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat dellen (lekukan kornea) dapat diberikan air mata buatan dalam bentuk salep. Tindakan bedah yang dapat dilakukan dalam kasus Pterygium antara lain adalah:a. Bare SkleraPterygium diangkat, lalu dibiarkan saja. Tindakan ini tidak dilakukan untuk Pterygium progresif karena dapat menimbulkan terjadinya granuloma.b. Mc Reynold OpperationPuncak Pterygium yang terdapat pada kornea dilepaskan dari dasarnya, sementara bagian yang lai dilepaskan dari konjungtiva bulbi. Bekasnya di kornea dan sklera dibersihkan dan dilakukan elektrokauterisasi untuk menghindari perdarahan. Bila membran tersebut terlalu tebal atau panjang, dapat digunting sebagian untuk kemudian disisipkan di bawah konjungtiva bulbi. Maksudnya agar bila terjadi kekambuhan, tidak masuk ke dalam kornea. Tetapi menurut pengalaman, meskipun telah dioperasi, masih dapat kambuh kembali dengan cepat. Bila sering residif, dapat diberi penyinaran sinar , atau dilakukan eksterpasi dan transplantasi mukosa mulut atau konjungtiva forniks.c. Amnion Graft / Konjungtiva GraftSetelah Pterygium diambil lalu digraft dari amnion atau selaput mukosa mulut atau konjungtiva bulbi pars superior. Dengan teknik amnion graft ini tingkat rekurensi kasus Pterygium dapat ditekan sebesar sekitar 5%.d. Fibrin Tissue Adhesive (GLUE)Metode pembuatan fibrin menggunakan teknik dari Hratman dengan modifikasi minor. Sehari sebelum dioperasi, ambil dengan spuit yang diberi heparin 10 l darah vena pasien untuk setiap 100 cm2 kulit yang akan digraft/dibuat flap. Lalu dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Lalu plasma yang terpisah diambil dengan jarum spinal. Seluruh prosedur dilakukan dengan kondisi yang sangat steril. Plasma inilah yang akan menjadi bahan dari fibrinogen dan disimpan di dalam syringe dengan suhu -200oC. konsentrasi dari fibrinogen dalam plasma ini adalah 350-450 mg/100 ml.Komponen thrombin disiapkan menurut cara Armand J. Quick. Komponen ini didapat dari Fresh Frozen Plasma (FFP) dari donor sehat yang telah dilakukan screening ngeatif dari HIV dan Hepatitis B. 10 ml FFP dipanaskan hingga suhu 2-4oC dan diencerkan 10x dengan air suling, sehingga tercipta 100 ml cairan ini. Pada cairan ini, 1 ml asam asetat 1% ditambahkan untuk membuat larutan dengan pH 5.3 dan terbentuk suatu presipitat. Lalu dibiarkan selama 1,5 jam dan dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit, kemudian presipitat diambil dan ditambah cairan saline hingga 10 ml, lalu pH larutan dinaikkan hingga 7 dengan cara titrasi dengan sodium karbonat. Cairan ini dihangatkan di dalam air dengan suhu 37oC dan ditambahkan 0,1 ml CaCl2 0,1 M. Gumpalan yang terbentuk dalam waktu 45-120 detik dikeluarkan. Larutan thrombin yang telah terbentuk ini bersifat jernih seperti air dan disimpan dalam keadaan beku dengan suhu -200oC untuk mempertahankan konsistensi dan dapat digunakan hingga 1 bulan. Sebelum digunakan, fibrinogen dan thrombin dikeluarkan dari suhu dingin dan dihangatkan pada suhu kamar. Teknik operasi:i. Mata yang sakit dianestesi dengan propacaine HCl.ii. Mata dan alat dipersiapkan dengan steril.iii. Mata dibuka dengan spekulum.iv. Suntikkan solutio lidocaine-epinefrin ke dalam Pterygium untuk mengembangkan konjungtiva untuk memperlihatkan area yang akan dilakukan graftt agar dapat dipisahkan dari capsula Tenon.v. Dilakukan pembebasan tumpul dan tajam untuk melepaskan sklera dan konjungtiva sekitarnya sehingga sklera terbuka.vi. Graft donor dari limbus superior dieksisi sepanjang 1 mm dengan conjungtiva forseps dan gunting vannas.vii. Konjungtiva dipisahkan dari capsula Tenon secara hari-hati dengan manipulasi minimal.viii. Graft yang telah diseksi diletakkan terbalik di atas kornea pasien dan dijaga agar tetap lembab.ix. Cairan fibrinogen diteteskan pada sklera yang telanjang dan diratakan dengan jarum kanula.x. Cairan thrombin dioleskan pada graft donor yang diletakkan terbalik pada kornea pasien.xi. Dengan 2 forseps McPherson, graft donor dibalikkan dari kornea untuk menutup sklera yang telah diteteskan fibrinogen. Fibrinogen dan thrombin akan membentuk lem alami.xii. Setelah proses pengeringan selama 5 menit, tepi graft yang tidak rata akan diratakan dengan gunting vannas.xiii. Oleskan Neomycin Sulfat/Polymixin B Sulfat/Dexamethasone zalf pada mata yang dioperasi dan pasang eye patch selama 24 jam.xiv. Teteskan Prednisone Asetat 1% dan Levofloxacine 0,5% pada mata yang dioperasi 4x/hari selama 1 bulan untuk maintenance.Keunggulan teknik operasi dengan fibrin glue untuk Pterygium yaitu mengurangi waktu operasi, fotofobia, sensasi benda asing, iritasi, epifora, gatal, hiperemis lokal, konjungtiva kemosis, mata kering, dan kesakitan pasien. Sampai saat ini belum ditemukan komplikasi pada teknik operasi dengan fibrin glue, tetapi masih terus dilakukan evaluasi untuk menilai tingkat rekurensi dan kemungkinan komplikasi jangka panjang.Teknik lain untuk menurunkan tingkat rekurensi (misalnya dengan aplikasi mitomycin atau dengan radiasi) dapat digunakan walaupun dalam situasi sulit, tetapi bukan merupakan pilihan pertama karena dapat menyebabkan masalah lain dalam jangka waktu yang panjang ke depan.Setelah dilakukan operasi pengangkatan Pterygium, penderita disarankan untuk:a. Setelah pengangkatan mata pasien dapat terasa sangat sakit dalam jangka waktu 3-4 hari, maka mungkin diperlukan obat penahan rasa sakit. Sedangkan pada hari pertama dapat diberikan obat hipnotik sedatif. Kompres dingin juga dapat diberikan untuk mengurangi rasa sakit pada hari-hari awal setelah operasi.b. Bekas jahitan mungkin akan terasa sedikit gatal, tapi hal ini akan berkurang secara perlahan sampai hari kedua setelah operasi. Pasien juga diberitahu untuk tidak mengucek-ucek matanya.c. Mata pasien yang dioperasi akan terasa silau selama kurang lebih 1 minggu, maka disarankan untuk menggunakan kacamata hitam untuk mengurangi rasa silau.d. Gunakan tetes mata atau salep mata untuk mengurangi peradangan dan untuk mencegah infeksi pada luka setelah operasi. Setelah mata terasa lebih baik maka tetes mata dapat dihentikan.e. Sesudah dilakukan eksisi Pterygium juga dapat diberikan steroid topikal dengan pemberiannya yang ditingkatkan secara perlahan-lahan. Namun penggunaan steroid ini harus sangat diperhatikan karena efek samping yang dapat mengakibatkan katarak, glaukoma bahkan sampai kehilangan penglihatan atau kebutaan.Selain tindakan operatif pengangkatan Pterygium, penatalaksanaan Pterygium dengan pemberian obat atau dengan medikamentosa, yaitu dengan pemberian:a. Air mata artifisial untuk membasahi permukaan okuler dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.b. Obat tetes anti inflamasi untuk mengurangi inflamasi pada permukaan mata dan jaringan okuler lainnya, bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam penatalaksanaan Pterygium yang mengalami inflamasi dengan mengurangi pembengkakan jaringan yang inflamasi pada permukaan okuler di dekat jejasnya, namun penggunaannya harus sangat diperhatikan karena kortikosteroid dapat menyebabkan terjadinya katarak, glaukoma hingga terjadi kebutaan.J. KOMPLIKASIa. Sebelum operasii. Penurunan penglihatanii. Kemerahan pada mataiii. Iritasiiv. Diplopiab. Setelah operasii. Sikatrik pada korneaii. Pengeringan fokal kornea mata (hal ini sangat jarang terjadi)iii. Infeksiiv. Reaksi material jahitanv. Diplopiavi. Conjungtival graft dehiscencevii. Corneal scaringviii. Komplikasi yang jarang terjadi, meliputi: perforasi bola mata, perdarahan vitreus atau retinal detachment.Komplikasi juga dapat terjadi karena terlambatnya dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium yaitu terjadinya pengenceran sklera dan kornea.

K. PENCEGAHANSecara teoritis adalah dengan memperkecil terpaparnya radiasi UV untuk mengurangi risiko berkembangnya Pterygium, pada individu yang mempunyai risiko lebih tinggi. Pasien disarankan untuk menggunakan kacamata atau topi pelindung dari cahaya matahari. Pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah tropis dan subtropik atau pada pasien yang memiliki aktivitas di luar dengan suatu risiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet, misalnya memancing, berkebun, atau pekerja bangunan. Jadi sebaiknya untuk para pekerja lapangan dianjurkan untuk menggunakan kacamata dan topi pelindung.Rekurensi pterygium dipengaruhi oleh riwayat keluarga, paparan sinar matahari yang lama, serta teknik operasi yang dilakukan. Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk mengatasinta berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau antineoplasia maupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan recurrent pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograf atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3-6 bulan pertama setelah operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, H.S. 2009.Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3.Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. JakartaIlyas, H.S. 2009.Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2.Sagung seto. JakartaKim, H.H, Mun, H.J. 2008. Conjunctivolimbal Autograft Using a Fibrin Adhesive in Pterygium Surgery. Dalam: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2629906/. Diakses tanggal: 7 Juli 2011.Raihana. 2007.Karakteristik penderita pterygium dipoliklinik mata RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari 2003 Desember 2005. Pekanbaru ; FK UNRI.Tan, D.T.H.2002. Ocular Surface Diseases Medical and Surgical Management. New York: Springer. 65 83Vaughan, D.G., 2009, Oftalmologi Umum, Widya Medika: Jakarta.Wijana, N., 1983, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta

Faktor-Faktor Rekurensi Pterygium. Resiko rekurensi pterygium tetap ada meskipun pencegahan secara medikamentosa dan surgikan sedang dilakukan.Tingkat rekurensi sangat individual dan mungkin multifaktorial1. Bawah usia 40 tahun2. Pembuluh daran yang banyak pada pterygia3. Memiliki riwayat terpapar sinar ultraviolet signifikan4. Tindakan operasi sendiri

Pencegahan rekurensi pterygiumpSaat operasi daerah limbus perlu dipoles hati-hati agar:1. Menyingkirkan semua sel-sel epitel yang cenderung terjadinya rekurensi2. Menyingkirkan semua jaringan fibrovaskular yang reaktif3. Pemulihan permukaan korena yang licin4. Pemulihan batas limbus yang normal

Pasca operasi:1. Mitomycin C. Antibitika yang memiliki sifat anti tumor. Obat ini menghambat sintesis DNA,RNA dan protein secara selektif. Mitomycin C 0.01%-0.1% ditetes pada mata 2-4 kali sehari selama 5-14 hari. Namun penggunaan agak kontroversial karena ada studi mengatakan penggunaan Mitomycin Cpada saat operasi menghasilkan tingkat rekurensi yang lebih rendah dan terdapat komplikasipenggunaannya seperti gangguan reepitelisasi kornea.2. Beta irradiasi. Beta-irradiasi menghasilkan perubahan pada struktur jaringan pada tahap biomolekul, menghambataktiviti fibroblast dan pembuluh darah subkonjungtiva tanpa kelebihan dosis. Beta-irradiasi menembussecara dangkal dan cornea, sclera, uvea, retina, serta cilliary body adalah radioresisten. Beta-irradiasiefektif terhadap jaringan immatur yang muncul pasca-operasi. Tidak terdapat protokol khusus danaplikasi beta-irridiasi bervariasi. Prinsip yang dipegang adalah beta-iridiasi tidak melebihi total irridiasi2000 rads. Secara umumnya, 1000 rads diaplikasi pada saat operasi dan 1000 rads pada satu minggupasca-operasi.3. Steroids. Tetes steroids dapat menghambat revaskularisasi and pertumbuhan pterygium baru. Steroiddiaplikasikan pada saat follow-up pasca operasi, sebelum permukaan epitelial sembuh.4. Thio-tepa. Thio-tepa atau triethylene thiophosphoramide adalah agen radiomimetic yang dapat menghambatproliferisasi pembuluh kapiler baru pada daerah surgikal sehingga menghambat pertumbuhan sel-selendotelial. Dosis efektif adalah 1:1,000 hingga 1: 2,000, 4-6 kali sehari selama 6-8 minggu pasca-operasi.5. Argon laser. Argon laser biru-hijau efektif dalam pencegahan rekurensi pterygium pasca-operasi jika pada saatoperasi, eksisi sudah optimal dan permukaan kornea licin. Tidak efektif jika terdapat hipoksia padapermukaan. Laser diindikasi jika terdapat neovaskularisasi selama periode observasi 8-10 miggu pasca-operasi