pt freeport indonesia
TRANSCRIPT
Dampak PT Freeport
Terhadap Lingkungan
PT Freeport Indonesia (PT FI) – afiliasi dari Freeport-McMoran Copper & Gold
Company (FCX) – adalah perusahaan penambangan dan eksplorasi yang menyadari tugas dan
tanggung-jawabnya dalam pelestarian sumber daya alam dan pembangunan yang berkelanjutan,
khususnya di Provinsi Papua. PT FI memulai kegiatan eksplorasi di Ertsberg pada Desember
1967. Konstruksi skala besar dimulai bulan Mei 1970, dilanjutkan dengan ekspor perdana
konsentrat tembaga pada bulan Desember 1972. Dalam tahun 2005, PTFI telah menghasilkan
dan menjual konsentrat yang mengandung 1,7 miliar pon tembaga dan 3,4 juta ons emas.
PT FI pun bekerjasama dengan instansi pemerintah, masyarakat setempat, maupun
lembaga swadaya masyarakat yang bertanggung jawab, untuk meningkatkan kinerja
lingkungannya. PT FI juga telah menganut prinsip-prinsip Kerangka Kerja Pembangunan
Berkelanjutan dari Dewan Internasional tentang Pertambangan dan Logam Sustainable
Development Framework of the International Council in Mining and Metals (ICMM). Untuk
mencapai komitmen ini, PT FI akan:
Mematuhi semua hal yang terkait dengan peraturan dan perundang-undangan lingkungan yang
berlaku, komitmen-komitmen lingkungan yang secara sukarela diikuti, dan ketentuan
Kebijakan Lingkungan FCX.
Mengupayakan pencegahan pencemaran lingkungan.
Mengupayakan perbaikan yang berkesinambungan dengan mengimplementasikan sistem
manajemen yang menetapkan tujuan dan sasaran berdasarkan data yang absah dan
berlandaskan ilmu pengetahuan yang tepatm dengan mengkaji ulang sasaran yang ditetapkan
dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL) serta melalui audit internal maupun audit eksternal berkala.
Memastikan bahwa pertimbangan lingkungan menjadi bagian integral pada setiap tahap
perencanaan, perekayasaan, dan pengoperasian.
Bekerja sama dengan masyarakat di sekitar wilayah kerja dengan prinsip saling menghormati
dan mengembangkan kemitraan aktif.
Memfasilitasi dan mendukung penggunaan kembali daur ulang dan pembuangan yang
bertanggung jawab dari produk yang digunakan dalam operasional.
Berkontribusi dalam konservasi keanekaragaman hayati dan pendekatan terintegrasi dalam
rencana penggunaan lahan.
Memastikan bahwa kebijakan ini didokumentasikan, disampaikan kepada seluruh karyawan
dan semua orang yang bekerja mewakili perusahaan, dan terbuka untuk semua pihak.
II. PEMBAHASAN
A. Program Pengelolaan Tailing
Tailing adalah sisa batu alam yang digiling halus hasil pengolahan bijih mineral. PT FI
menggunakan proses pengapungan (flotasi), yang merupakan pemisahan secara fisik mineral
yang mengandung tembaga dan emas dari batuan bijih. Dalam proses tersebut tidak digunakan
merkuri maupun sianida. Sebuah daerah aliran sungai mengangkut sedimen tersebut menuju
sebuah areal pengendapan yang telah ditentukan di kawasan dataran rendah dan pantai, yang
dinamakan Modified Deposition Area (Daerah Pengendapan Dimodifikasi), yaitu sebuah sistem
yang direkayasa dan dikelola bagi pengendapan dan pengendalian tailing. Sistem pengendapan
tailing tersebut dilakukan sesuai rencana pengelolaan tailing yang komprehensif dari PT FI,
sebagaimana telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia.
Sebagai bagian dari AMDAL yang selesai pada tahun 1997 dan telah disetujui
pemerintah, disepakati bahwa tiga dari 12 opsi pengelolaan tailing, akan dikaji lebih lanjut.
Sebuah Komite Pengkajian Tailing terdiri dari anggota Tim Dewan Peninjauan Penilaian Risiko
Lingkungan, Dewan Penasihat Lingkungan PT FI dan pimpinan PT FI, dibentuk untuk mengkaji
seluruh opsi tersebut. Setelah menyelesaikan 11 kajian rinci, termasuk analisis data penginderaan
jarak jauh, evaluasi terhadap berbagai opsi pemipaan, kajian berbagai pertimbangan geoteknis,
dampak banjir dan hidrologi, serta serangkaian analisis risiko, maka Komite Pengkajian Tailing
menyimpulkan bahwa sistem pengelolaan yang diterapkan saat ini, yaitu mengalirkan tailing
menuju daerah pengendapan, merupakan yang terbaik dari semua opsi yang ada. Audit-audit
independen terhadap sistem pengelolaan lingkungan PT FI menghasilkan kesimpulan yang sama.
PT FI tetap melanjutkan kerjasama dengan berbagai pakar dari dalam dan luar negeri
guna memastikan bahwa praktik pengelolaan tailing yang dilakukannya merupakan alternatif
terbaik, dengan mempertimbangkan kondisi geoteknis, topografi, iklim, seismik dan curah hujan
yang berlaku. Sistem pengendapan tailing tersebut melibatkan pembangunan struktur penahan
beban lateral, atau tanggul, untuk membentuk areal bagi pengendapan tailing yang terkendali.
Sistem tersebut senantiasa menjalani berbagai peningkatan, termasuk inspeksi, pemantauan dan
proyek penahan tailing.
PT FI telah melakukan penyelidikan dan mengimplementasikan berbagai teknik penahan
khusus yang dirancang untuk menghalau aliran dan mendorong pengendapan dalam batas-batas
daerah pengendapan tersebut. Rencana penahan tailing tersebut memecah daerah pengendapan
menjadi tiga bagian berdasarkan elevasi, besaran butir sedimen, dan jenis aliran, serta merinci
teknik-teknik tertentu yang akan diterapkan pada setiap bagian. Teknik-teknik penahan tailing
antara lain termasuk: penggunaan penyaring hayati (bio-filter) (dengan penanaman rumput
phragmites dan bakau), permeable groin, struktur pengalih aliran, dan berbagai aplikasi rekayasa
lainnya. Sebuah kelompok teknik – terdiri dari pakar internasional maupun wakil dari Institut
Teknologi Bandung dan PT FI – telah dibentuk untuk mengembangkan dan menerapkan teknik-
teknik penahan tailing yang paling efektif.
PT FI juga telah menyerahkan sebuah Kajian Risiko Lingkungan rinci terhadap sistem
pengelolaan tailing kepada Pemerintah Indonesia. Dalam kajian tersebut ditemukan bahwa
dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh perluasan kegiatan PT FI konsisten dengan yang telah
diantisipasi dalam dokumen AMDAL perusahaan yang selesai disusun tahun 1997 dan telah
disetujui oleh Pemerintah Indonesia.
Berbagai kajian terhadap reklamasi tailing dan pembangunan lahan percontohan di atas
kawasan tailing menunjukkan bahwa penghijauan/penanaman kembali lahan tailing dapat
dengan mudah dilakukan dengan menggunakan tanaman asli maupun tanaman pertanian.
Bahkan, kolonisasi alami terjadi dengan pesat. Apabila kegiatan pertambangan telah selesai,
daerah pengendapan tersebut dapat direklamasikan dengan tanaman alami ataupun digunakan
untuk tujuan pertanian, kehutanan atau budi daya air.
Pengambilan sampel secara luas terhadap mutu air dalam sistem pengelolaan tailing
menunjukkan bahwa air pada sungai yang mengangkut tailing dari pabrik pengolahan PT FI di
daerah dataran tinggi menuju daerah pengendapan di dataran rendah telah memenuhi baku mutu
air bersih untuk logam terlarut sesuai peraturan Pemerintah Indonesia maupun USEPA
(Lembaga Perlindungan Lingkungan AS). Data dari pengambilan sampel hayati tetap
menunjukkan bahwa muara estuaria pada bagian hilir daerah pengendapan tailing adalah
ekosistem yang masih berfungsi, berdasarkan jumlah spesies maupun jumlah spesimen
organisme nektonik yang terkumpul, seperti ikan dan udang.
Kanal Alur Sungai Ajkwa
Mulai tahun 1998 dibangun sebuah tanggul baru di bagian timur tanggul barat yang
sudah ada, yang menjadi perbatasan barat dari daerah pengendapan tailing di dataran rendah.
Pembangunan tanggul baru tersebut membentuk sebuah saluran baru yang terletak di antara
tanggul baru dan tanggul lama. Untuk memenuhi komitmen kepada Pemerintah Indonesia sesuai
AMDAL tahun 1997, pada tahun 2005 PT FI menyelesaikan pekerjaan pengalihan Sungai Ajkwa
ke saluran baru tersebut, yang lebih menyerupai aliran asli Sungai Ajkwa. Pengalihan aliran
Ajkwa tersebut berjalan sesuai harapan dengan stabilisasi saluran yang cepat dan perkembangan
pola berliku.
Ada beberapa keuntungan bagi lingkungan dengan mengalihkan sungai Ajkwa agar lebih
mendekati aliran aslinya. Sungai Otomona membawa endapan tailing menuju daerah
pengendapan. Di daerah aliran Sungai Ajkwa, yang bertemu dengan aliran Otomona di sisi utara
daerah pengendapan, tidak terdapat kegiatan tambang. Sebelumnya aliran sungai ikut
mengalirkan tailing melalui bagian daratan dari daerah pengendapan. Pengalihan Sungai Ajkwa
menuju saluran di antara kedua tanggul tersebut mencegah terjadinya kontak dengan daerah
pengendapan tailing sehingga dapat menambah aliran air tawar sepanjang perbatasan timur
Timika yang sangat padat dengan penduduk. Hal tersebut juga mengurangi jumlah tailing yang
mengalir keluar melalui daerah pengendapan menuju muara estuaria dan Laut Arafura, hingga
25%.
Pengalihan aliran Sungai Ajkwa ke saluran baru memungkinkan diselenggarakannya
proyek-proyek percontohan reklamasi di daerah di antara kedua tanggul barat tersebut. Daerah
tersebut pun sudah menjadi lokasi proyek penghijauan dan pertanian yang cukup berhasil, yang
dimulai ketika tanggul sedang dalam tahap pembangunan.
B. Pengelolaan Overburden dan Air Asam Tambang
Overburden adalah batuan yang harus dikupas agar bijih yang ditambang dapat dijangkau
dan diolah untuk diambil logamnya untuk keperluan komersial. PT FI menangani overburden
melalui sebuah Rencana Pengelolaan Overburden komprehensif yang telah disetujui oleh
Pemerintah Indonesia. Banyak logam terdapat di alam dalam bentuk mineral sulfida. Pada saat
bijih ditambang dan overburden yang mengandung sulfida terpapar, maka reaksi air, oksigen dan
bakteri alami berpotensi membentuk asam belerang. Air bersifat asam tersebut dapat melarutkan
logam yang terkandung di dalam batuan overburden dan terbawa dalam sistem pembuangan air,
dan apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Proses tersebut dikenal dengan nama air asam tambang.
PT FI melakukan pengelolaan dan pemantauan terhadap air asam tambang yang
dihasilkan oleh kegiatannya. Berbagai audit independen yang dilakukan terhadap sistem
pengelolaan lingkungan hidup PT FI mencapai kesimpulan bahwa program pengelolaan
overburden PT FI “terpadu dengan baik” dan “konsisten dengan praktik-praktik internasional”.
Sesuai rencana pengelolaan overburden yang telah disetujui oleh pemerintah, PT FI
menempatkan overburden pada daerah-daerah terkelola di sekitar tambang terbuka Grasberg.
Rencana PT FI untuk mengurangi dampak air asam tambang dilakukan dengan menampung dan
mengolah air asam tambang yang ada, bersamaan upaya proses pencampuran dengan batu
gamping dan penutupan daerah penempatan overburden dengan batu gamping guna mengelola
pembentukan air asam tambang di masa datang.
C. Pengelolaan dan Daur Ulang Limbah
Program-program pengelolaan lingkungan PT FI mencakup seluruh aspek kegiatannya,
bukan saja yang berhubungan dengan pertambangan. PT FI memiliki sistem pengelolaan limbah
yang komprehensif yang menerapkan prinsip-prinsip pemanfaatan ulang, pendauran ulang, dan
pengurangan. Program-program minimalisasi limbah yang dilaksanakan mencakup pengurangan
dan penukaran dengan produk-produk yang ramah lingkungan. Wadah bekas, minyak bekas,
kertas bekas, dan ban bekas semuanya dipakai ulang secara lokal dengan cara yang ramah
lingkungan. Bahan lain yang dapat didaur ulang seperti aluminium, besi tua, dan baterai bekas
dikumpulkan dan disimpan di tempat penyimpanan sementara untuk selanjutnya didaur ulang
atau dibuang sesuai ketentuan Pemerintah Indonesia.
Limbah padat lainnya yang dihasilkan PT FI ditempatkan pada tiga lokasi yang
diperuntukkan secara khusus, termasuk TPA untuk limbah tak bergerak, dan TPA untuk limbah
biodegradable, yang diberi lapisan dalam dan dilengkapi sistem pengumpulan dan pengolahan
lindi. PT FI telah mengimplementasikan ketentuan pemerintah yang terbaru tentang limbah cair
domestik yang berdampak pada ke sepuluh instalasi pengolahan limbah milik PT FI. Mutu
limbah cair dari seluruh instalasi pengolahan limbah cair dipantau secara berkala untuk
parameter pH (kadar alkali), BOD (biological oxygen demand), TSS (total suspended solids/total
padatan tersuspensi) serta minyak dan lemak sesuai baku mutu.
Limbah, termasuk limbah berbahaya (B3) dalam jumlah kecil, dipilah-pilah pada titik
pengumpulan asal. Pengumpulan, pengemasan, dan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan
dari pekerjaan uji coba terhadap sampel bijih, laboratorium analitis, dan proses-proses lainnya
dikelola dengan menaati ketentuan Pemerintah Indonesia. Limbah B3 dipilah dan disimpan di
gudang-gudang khusus hingga pada saatnya dikirim ke instalasi pembuangan limbah berbahaya
lainnya di Indonesia yang telah disetujui. Limbah medis dipilah dari limbah lainnya dan
ditempatkan di dalam wadah khusus untuk pemusnahan akhir pada instalasi insinerator limbah
medis bersuhu tinggi yang sudah ada izinnya dan berada di lokasi.
D. Penutupan Tambang
PT Freeport Indonesia mempunyai rencana penutupan tambang yang merupakan analisa
dan strategi terbaru untuk pengelolaan penutupan. Adapun strategi penutupan yang dianut PT
Freeport Indonesia secara keseluruhan adalah mengidentifikasi, memantau dan mengurangi
dampak, baik terhadap lingkungan maupun sosial, melalui program-program pengelolaan yang
tengah berjalan selama tahapan operasional. Hal ini guna menjamin agar proses
decommissioning (penutupan kegiatan dan sarana), reklamasi dan kegiatan pemantauan
lingkungan yang diperlukan pada saat penutupan dan bahwa selama tahapan pasca penutupan,
seluruh kegiatan dapat dikelola dengan efektif; dampak penutupan tambang terhadap ekonomi
dan masyarakat setempat dapat dikelola dengan baik, dan serah-terima setiap aset yang tersisa,
berikut pengalihan tanggung jawab atas kawasan tambang tersebut kepada pemerintah Indonesia
dapat berjalan lancar dan efisien.
Oleh karena usia panjang tambang yang didasarkan atas cadangan terbukti dan cadangan
potensial – yaitu seluruhnya 70 tahun dengan kemungkinan perpanjangan selama 35 tahun
kedepan – maka lingkup rencana pengelolaan penutupan tambang sifatnya masih luas dan
terbuka. Rencana tersebut sejalan dengan peraturan perundang-undangan Indonesia yang
berlaku, komitmen yang berlaku saat ini (Kontrak Kerja, AMDAL, dan rencana kerja
operasional), azas-azas dan praktek penutupan tambang internasional, serta alokasi pembiayaan
penutupan tambang.
E. Reklamasi dan Penghijauan Kembali
E.1 Daerah Dataran Tinggi
Ekosistem pada daerah dataran tinggi dibentuk oleh kondisi lingkungan yang ekstrem,
antara lain suhu malam hari yang sangat rendah, intensitas sinar matahari yang tinggi pada siang
hari namun disertai masa fotosintesa yang pendek, kabut tebal, curah hujan tinggi, serta kondisi
tanah yang buruk. Tanaman yang tumbuh pada daerah tersebut sifatnya sangat khusus karena
harus bertahan untuk hidup pada kondisi sulit tersebut. Para ilmuwan internasional dan staf PT
FI telah mengkaji ekologi dari ekosistem alpin di wilayah kerja PT FI, serta mengembangkan
cara-cara handal untuk menghasilkan bibit jenis tanaman asli. Kajian-kajian yang pernah
dilakukan hingga saat ini mencakup etnobotani, keanekaragaman hayati pada ekosistem sub-
alpin dan alpin, pemanfaatan jenis-jenis asli tanaman lumut dan bakteri untuk strategi reklamasi
perintis dan budi daya jaringan untuk pengembangbiakan jenis tanaman alpin asli. Walaupun
daerah penimbunan overburden di sekitar tambang masih akan aktif hingga 10 tahun ke depan,
PT FI memiliki komitmen untuk melakukan reklamasi atas lahan-lahan overburden yang tersedia
setiap tahunnya saat tak lagi dimanfaatkan, dengan memantau kinerja berbagai teknik
penanaman dan melakukan modifikasi program untuk meningkatkan hasil akhir. Hingga akhir
2005, lebih dari 10 hektar tanah terganggu pada tambang di daerah dataran tinggi yang berhasil
dihijaukan kembali dalam rangka memenuhi komitmen PT FI kepada Pemerintah Indonesia.
Sebagian besar lahan terganggu di daerah dataran tinggi masih dimanfaatkan secara aktif dan
karenanya belum tersedia untuk keperluan penghijauan kembali.
Kajian-kajian intensif yang telah dilakukan berhasil mengidentifikasi jenis-jenis tanaman
dataran tinggi yang dapat tumbuh subur di atas lahan reklamasi, dan penelitian saat ini dilakukan
dirancang untuk menemukan cara meningkatkan daya tahan spesies-spesies tersebut pada kondisi
yang sulit. Titik berat penelitian yang dilakukan selama tahun 2005 adalah peran iklim setempat
dalam pembentukan lumut serta suksesi alami yang cepat pada daerah penempatan akhir
overburden. Adapun manfaat dari transplantasi diamati dari keberhasilan menumbuhkan
tanaman alami yang dihasilkan dan/atau diperkenalkan lewat transplantasi pada daerah uji coba.
Spesies-spesies asli Deschampsia klossii, Anaphalis helwigii dan berbagai herba asli terbukti
dapat diprediksi dan memilih daya tahan sangat tinggi terhadap kondisi di Grasberg, serta
mampu berkembang biak secara mandiri dan tumbuh dengan pesat di daerah tersebut.
E.2 Daerah Dataran Rendah
Di daerah dataran rendah, penelitian reklamasi telah berulangkali membuktikan
keberhasilan spesies tanaman asli untuk melakukan kolonisasi secara pesat dan alami di atas
tanah yang mengandung tailing. Tanah yang mengandung tailing sangat cocok untuk ditanami
sejumlah tanaman pertanian apabila tanah tersebut diperbaiki dengan menambahkan karbon
organik. Tujuan dari program reklamasi dan penghijauan kembali PT FI di daerah dataran rendah
adalah untuk mengubah endapan tailing pada daerah pengendapan menjadi lahan pertanian atau
dimanfaatkan sebagai lahan produktif lainnya, atau menumbuhkannya kembali dengan tanaman
asli setelah kegiatan tambang berakhir. Hingga akhir tahun 2005, 138 spesies tumbuhan berhasil
ditanam di atas tanah yang mengandung tailing. Beberapa spesies tanaman yang berhasil di uji
coba hingga saat ini termasuk tanaman kacang-kacangan penutup tanah untuk dijadikan pakan
ternak; pohon-pohon lokal seperti casuarina dan matoa; tanaman pertanian seperti nanas, melon,
dan pisang; serta sayur mayur dan bijih-bijihan seperti cabai, ketimun, tomat, padi, buncis dan
labu. Sejumlah besar spesies tanaman pangan dan buah-buahan tersebut berhasil dipanen pada
tahun 2005.
Rencana reklamasi PT FI disusun berdasarkan rencana kerja 5 tahun RKL-RPL PT
Freeport Indonesia yang diajukan kepada Pemerintah Indonesia. Hingga akhir tahun 2005,
sekitar 40 hektar lahan pengendapan tailing telah direklamasi. Hampir 900 pohon kelapa dari
empat varietas Cocos nucifera yang berbeda ditanam di atas lahan tailing seluas 5 hektar. Upaya
ini diikuti dengan penanaman tanaman kacang-kacangan penutup tanah di atas lahan seluas
kurang lebih 15 hektar yang berada di dalam daerah yang ditanami dengan Casuarina sp,
Pometia pinnata dan pohon kelapa. Untuk mencegah terjadinya erosi, rumput Vetiver zizanoides
ditanam pada tepi Sungai Ajkwa di atas lahan seluas kurang lebih 18 hektar. Pemantauan
terhadap pertumbuhan pohon-pohon tersebut menunjukkan kemajuan yang sangat baik.
Sebagian tailing berhasil lolos melalui Daerah Pengendapan Dimodifikasi. Sejumlah
daratan baru yang terbentuk dari sedimen tersebut mengalami kolonisasi alami dengan adanya
tanaman bakau. Dalam waktu beberapa tahun lalu, enam spesies tanaman bakau, 30 spesies
kepiting dan udang, empat spesies siput dan beberapa spesies ikan serta Polychaetes (cacing) laut
teridentifikasi dalam lahan kolonisasi bakau tersebut. Guna mempercepat proses suksesi primer
pada lahan daratan yang baru terbentuk, PT FI telah memprakarsai sebuah program kolonisasi
untuk mempercepat tanaman bakau. Selama tahun 2005 saja, hampir 70.000 pohon bakau telah
ditanam. Pemantauan terhadap tingkat ketahanan dari bibit bakau tersebut menunjukkan bahwa
tingkat pertumbuhan dan ketahanan bibit tersebut menyerupai tingkatan yang dilaporkan pada
program percepatan kolonisasi lainnya di seluruh dunia sebagaimana diuraikan dalam berbagai
pustaka ilmiah. Penelitian dilanjutkan untuk memperbaiki tingkat bibit yang bertahan hidup.
Lahan rawa bakau merupakan bagian dari ekosistem asli, serta menjadi daerah pelindung warga
pedalaman.