pseudomonas aeruginosa

29
PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa adalah pathogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak, bakteremia, infeksi tylang dan sendi, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat, kanker, dan penderita AIDS yang mengalami penurunan sistem imun. Infeksi Pseudomonas aeruginosa menjadi problema serius pada pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik dan luka bakar. Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan asal hewan perlu dilakukan apabila kita menginginkan bahan makanan tersebut tidak cepat rusak atau cepat menjadi busuk, melainkan menjadi tahan lama. Kerusakan bahan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme terjadi karena mikroorganisme tersebut berkembangbiak dan bermetabolisme sedemikian rupa sehingga bahan makanan mengalami perubahan yang menyebabkan kegunaannya sebagai bahan pangan menjadi terganggu. Proses kerusakan ini dimungkinkan karena bahan makanan memiliki persyaratan untuk pertumbuhan

Upload: adhiena-rizky

Post on 25-Jul-2015

353 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pseudomonas Aeruginosa

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pseudomonas aeruginosa adalah pathogen oportunistik, yaitu

memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk

memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran

kemih, infeksi saluran pernafasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak,

bakteremia, infeksi tylang dan sendi, infeksi saluran pencernaan dan

bermacam-macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar

berat, kanker, dan penderita AIDS yang mengalami penurunan sistem

imun. Infeksi Pseudomonas aeruginosa menjadi problema serius pada

pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik dan luka bakar.

Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan asal hewan

perlu dilakukan apabila kita menginginkan bahan makanan tersebut tidak

cepat rusak atau cepat menjadi busuk, melainkan menjadi tahan lama.

Kerusakan bahan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme terjadi

karena mikroorganisme tersebut berkembangbiak dan bermetabolisme

sedemikian rupa sehingga bahan makanan mengalami perubahan yang

menyebabkan kegunaannya sebagai bahan pangan menjadi terganggu.

Proses kerusakan ini dimungkinkan karena bahan makanan memiliki

persyaratan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Dengan demikian,

kerusakan bahan makanan dapat terjadi apabila tersedia substrat (yaitu

bahan makanan tsb.) yang cocok, kemudian bahan makanan itu telah

tercemar oleh mikroorganisme dan ada kesempatan bagi mikroroganisme

untuk berkembangbiak. Usaha pengendalian mikroorganisme dapat

dilaksanakan apabila faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau

perkembangbiakan mikroorganisme telah diketahui sebelumnya. Faktor-

faktor yang mempengaruhi tersebut umumnya dibagi ke dalam lima

bahasan yaitu a) waktu generasi; b) faktor intrinsik; c) faktor ekstrinsik; d)

faktor proses dan e) faktor implisit.

Page 2: Pseudomonas Aeruginosa

II. Tujuan

II.I Untuk mengetahui klasifikasi ilmiah Pseudomonas aeruginosa

II.II Untuk mengetahui morfologi Pseudomonas aeruginosa

II.III Untuk mengetahui waktu generasi Pseudomonas aeruginosa

II.IV Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

Pseudomonas aeruginosa

II.V Untuk mengetahui epidemiologi Pseudomonas aeruginosa

II.VI Untuk mengetahui pathogenesis Pseudomonas aeruginosa

II.VII Untuk mengetahui uji laboratorium Pseudomonas aeruginosa

II.VIII Untuk mengetahui cara untuk mengendalikan pertumbuhan

Pseudomonas aeruginosa

III. Manfaat

III.I Mahasiswa mengetahui klasifikasi ilmiah Pseudomonas aeruginosa

III.II Mahasiswa mengetahui morfologi Pseudomonas aeruginosa

III.III Mahasiswa mengetahui waktu generasi Pseudomonas aeruginosa

III.IV Mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa

III.V Mahasiswa mengetahui epidemiologi Pseudomonas aeruginosa

III.VI Mahasiswa mengetahui pathogenesis Pseudomonas aeruginosa

III.VII Mahasiswa mengetahui uji laboratorium Pseudomonas aeruginosa

III.VIII Mahasiswa mengetahui cara untuk mengendalikan pertumbuhan

Pseudomonas aeruginosa

IV. Rumusan Masalah

IV.I Bagaimana klasifikasi ilmiah Pseudomonas aeruginosa?

IV.II Bagaimana morfologi Pseudomonas aeruginosa?

Page 3: Pseudomonas Aeruginosa

IV.III Berapa lama waktu generasi Pseudomonas aeruginosa?

IV.IV Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

Pseudomonas aeruginosa?

IV.V Bagaimana epidemiologi Pseudomonas aeruginosa?

IV.VI Bagaimana pathogenesis Pseudomonas aeruginosa?

IV.VII Bagaimana uji laboratorium Pseudomonas aeruginosa?

IV.VIII Bagaimana cara mengendalikan pertumbuhan Pseudomonas

aeruginosa?

Page 4: Pseudomonas Aeruginosa

PEMBAHASAN

Pseudomonas aeruginosa

I. Klasifikasi Ilmiah:

Kerajaan : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Pseudomonadales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

Nama binominal : Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negatif aerob obligat,

berkapsul, mempunyai flagella polar sehingga bakteri ini bersifat motil,

berukuran sekitar 0,5-1,0 µm. Pseudomonas aeruginosa tidak

menghasilkan spora dan tidak dapat menfermentasikan karbohidrat. Pada uji

biokimia, bakteri ini menghasilkan hasil negatif pada uji Merah Metil,

dan Voges-Proskauer. Bakteri ini secara luas dapat ditemukan di alam,

contohnya di tanah, air, tanaman, dan hewan. P. aeruginosa

adalah patogen oportunistik. Bakteri ini merupakan penyebab utama

infeksi pneumonia nosokomial. Meskipun begitu, bakteri ini dapat berkolonisasi

pada manusia normal tanpa menyebabkan penyakit.

Ketika bakteri ini ditumbuhkan pada media yang sesuai, bakteri ini akan

menghasilkan pigmen nonfluoresen berwarna kebiruan, piosianin. Beberapa

strain Pseudomonas juga mampu menghasilkan pigmen fluoresen berwarna

Page 5: Pseudomonas Aeruginosa

hijau, yaitu pioverdin. Pseudomonas aeruginosa

memproduksi katalase,oksidase, dan amonia dari arginin. Bakteri ini dapat

menggunakan sitrat sebagai sumber karbonnya. 1

II. Morfologi

Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x

2 μm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang

membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri gram negatif.

Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu

memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidak

berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika

(flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh

di air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C.

Suhu optimum untuk pertumbuhan P. aeruginosa adalah 42o C. P. aeruginosa

mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya

sangat sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk

Page 6: Pseudomonas Aeruginosa

pertumbuhannya digunakan asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk

nitrogen).

Pembiakan dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe

koloni yang halus :

1. Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi.

2. Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berbahan dari alignat. Tipe

ini sering didapat dari sekresi saluran pernafasan dan saluran kemih.

Alignat merupakan suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari

glucoronic acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling bakteri.

Alignat ini memungkinkan bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan

koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu permukaan misalnya kateter

intravena atau jaringan paru. Alignat dapat melindungi bakteri dari pertahanan

tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di saluran pernafasan, antibodi, dan

komplemen. P. aeruginosa membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan

hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia.

Terkadang menghasilkan bau yang manis dan menyerupai anggur.

Koloni yang dibentuk halus bulat dengan warna fluoresensi yang kehijau-

hijauan. Bakteri ini menghasilkan pigmen yang tak berfluoresensi kehijauan

(plosianin). Strain P. aeruginosa menghasilkan pigmen yang berfluoresensi

antara lain : piooverdin (warna hijau), piorubin (warna merah gelap), piomelanin

(hitam). P. aeruginosa yang berasal dari koloni yang berbeda mempunyai

aktivitas biokimia, enzimatik dan kepekaan antimikroba yang berbeda pula.2

III. Waktu Generasi

Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme

untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva

pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian

(lag phase), fase eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase

Page 7: Pseudomonas Aeruginosa

kematian. Pada fase eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel dan

digunakan untuk untuk menentukan waktu generasi. Beberapa contoh waktu

generasi pada suhu pertumbuhan yang optimal antara lain 30 menit untuk

Bacillus cereus, 20 menit untuk Escherichia coli dan Salmonella, dan 10 menit

untuk Clostridium perfringens.

IV. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

IV.I Faktor intrinsik

Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw),

kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan nutrien,

bahan antimikroba dan struktur bahan makanan.

Ukuran keasaman atau pH adalah log10 konsentrasi ion hidrogen.

Lazimnya bakteri tumbuh pada pH sekitar netral (6,5 – 7,5) sedangkan kapang

dan ragi pada pH 4,0-6,5.

Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan

dengan tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama ( aw = p/po ).

Ini merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam

pangan dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan

makanan sebab adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh

konstituen larut (mis. gula, garam). Air murni mempunyai aw 1,0 dan bahan

makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw = 0. Bakteri Gram negatif

lebih sensitif terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri lain. Batas aw

minimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia

coli membutuhkan aw minimum sebesar 0,96, sedangkan Penicillium 0,81.

Meskipun demikian aw minimum untuk Staphylococcus aureus adalah 0,85.

Page 8: Pseudomonas Aeruginosa

Kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh) adalah

perbandingan total daya mengoksidasi (menerima elektron) dengan daya

mereduksi (memberi elektron). Eh dalam pangan bergantung pada pH,

kandungan substansi yang mereduksi, tekanan partial oksigen (pO2) dan

kemampuan metabolisasi oksigen. Potensi Eh diukur dalam milivolts (mV).

Dalam keadaan teroksidasi ukuran mV makin positif, sedangkan dalam

keadaan tereduksi akan semakin negatif. Berdasarkan Eh, mikroorganisme

dibagi menjadi aerob, anaerob, fakultatif anaerob dan mikroaerofilik.

Mikroorganisme aerob memerlukan keadaan Eh positif, mikroorganisme

anaerob memerlukan Eh negatif, mikroorganisme fakultatif anaerob

memerlukan keadaan Eh positif atau negatif dan mikroorganisme mikroaerofilik

memerlukan Eh sedikit tereduksi.

Pertumbuhan mikroorganisme memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin

dan faktor pertumbuhan, mineral. Air yang tersedia untuk pertumbuhan

mikroorganisme ditentukan oleh aw bahan makanan. Sebagai sumber energi,

mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat, alkohol dan asam amino yang

terdapat dalam bahan makanan. Faktor pertumbuhan yang diperlukan adalah

asam amino, purin dan pirimidin, serta vitamin. Salmonella typhi memerlukan

triptofan untuk pertumbuhannya, sedangkan Staphylococcus aureus

memerlukan arginin, sistein dan fenilalanin.

Beberapa unsur dalam bahan makanan mempunyai sifat antimikroba.

Susu sapi mengandung laktoferin, konglutinin, lisozim, laktenin dan sistem

laktoperoksidase. Bahan antimikroba dalam telur adalah lisozim, konalbumin,

ovomukoid, avidin. Sistem laktoperoksidase terdiri dari laktoperoksidase,

tiosianat dan peroksidase. Ketiga komponen ini diperlukan untuk efek

antimikroba. Susu kambing mengandung lebih banyak lisozim dibandingkan

susu sapi. Meskipun demikian kandungan lisozim susu lebih rendah bila

dibandingkan dengan putih telur. Laktoferin adalah protein penangkap Fe

dalam susu dan dapat disamakan dengan konalbumin putih telur. Lisozim yang

Page 9: Pseudomonas Aeruginosa

terdapat dalam telur menyebabkan lisis lapisan peptidoglikan dinding sel

bakteri. Kandung lisozim dalam telur adalah 3,5 %.

Struktur bahan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme misalnya lemak karkas dan kulit pada karkas unggas dan

karkas babi dapat melindungi daging dari kontaminasi mikroorganisme.

Kerabang telur yang mempunyai pori-pori sebesar 25-40 µm dapat mempersulit

masuknya mikroorganisne ke dalam telur walau tidak dapat mencegah tetap

masuknya mikroorganisme. Mikroorganisme akan ditahan oleh lapisan

membran dalam yang mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen.

Daging giling atau daging yang sudah dipotong menjadi bagian lebih kecil akan

lebih memberi kemudahan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak

dibandingkan dengan pada daging karkas.

IV.II Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya

berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti kelembaban, tekanan

gas/keberadaan gas, juga cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.

Berdasarkan suhu optimumnya, mikroorganisme dibagi menjadi psikrofil

dengan suhu optimum kurang dari + 20 °C, mesofil (+20° s/d + 40 °C) dan

termofil (lebih dari +40 °C). Pada suhu minimum terjadi perubahan membran

sel sehingga tidak terjadi transpor zat hara. Sebaliknya pada suhu maksimum

terjadi denaturasi enzim, kerusakan protein dan lipida pada membran sel yang

menyebabkan lisisnya mikroorganisme. Mikroorganisme patogen biasanya

termasuk ke dalam kelompok mesofil. Pengaruh suhu rendah pada mesofil

adalah inaktivasi dan perubahan struktur protein permease. Kapang

mempunyai kisaran pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan bakteri,

sedangkan ragi mampu tubuh pada kisaran psikrofil dan mesofil.

Page 10: Pseudomonas Aeruginosa

Mikroorganisme juga dapat diklasifikasikan menurut resistensinya terhadap

temperatur yang tidak menguntungkan yaitu psikrotrof (tumbuh pada suhu

kurang dari + 7 °C) dan termotrof (tumbuh pada suhu lebih dari + 55 °C).

Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi aw bahan

makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan makanan.

Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan menyebabkan bahan

makanan yang tidak dikemas mengalami kekeringan pada permukaannya dan

dengan demikian mengubah nilai aktivitas airnya.Produk bahan makanan yang

kering ini bila dibawa ke lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap

kelembaban sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama

akan terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke lingkungan

yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi air di bagian

permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan pada pengepakan produk

yang dapat membusuk, karena biasanya ruang pengepakan lebih hangat

dibandingkan dengan ruang pendingin, sehingga akan terbentuk lapisan tipis

air kondensasi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada

gilirannya dapat mempermudah pertumbuhan mikroorganisme.

Penyimpanan bahan makanan di ruang terbuka meningkatkan kadar

CO2 sampai 10 % yang dapat dicapai dengan menambahkan es kering (CO2)

padat. Penghambatan oleh CO2 meningkat sejalan dengan menurunnya suhu

karena solubilitas CO2 meningkat pada suhu rendah. Bakteri Gram negatif

lebih rentan terhadap CO2 dibandingkan bakteri Gram positif. Pseudomonas

paling rentan sedangkan bakteri asam laktat serta bakteri anaerob paling

tahan. Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme dan kerusakan toxin yang dihasilkannya, misalnya pada

Aspergillus ochraceus.

Page 11: Pseudomonas Aeruginosa

IV.III Faktor proses

Semua proses teknologi pengolahan bahan makanan mengubah

lingkungan mikro bahan makanan tersebut. Proses tersebut dapat berupa

pemanasan, pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing, pengasapan,

iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian medan listrik dan pemberian bahan

imbuhan pangan.

IV.IV Faktor implisit

Faktor lain yang berperan adalah faktor implisit yaitu adanya sinergisme

atau antagonisme di antara mikroorganisme yang ada dalam “lingkungan”

bahan makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia

akan bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan

terjadi interaksi di antara mikroorganisme yang berbeda. Interaksi ini dapat

saling mendukung maupun saling menghambat (terjadi sinergisme atau

antagonisme).5

V. Epidemiologi

Pseudomonas aeruginosa pertama kali diisolasi dari nanah hijau dengan

Gessard tahun 1882. Hal ini kemudian terbukti terlibat dalam berbagai infeksi

manusia dari sepsis neonatal dan membakar sepsis terhadap infeksi paru-paru

akut dan kronis. P. aeruginosa dibedakan sebagai patogen oportunistik,

menyebabkan infeksi pada pasien dengan cacat fisik, fagositosis, atau

kekebalan pada mekanisme pertahanan tuan rumah.

Membuktikan berbagai ekologis dan kemampuan bertahan hidup yang luas,

P. aeruginosa juga merupakan patogen tanaman penting, mempengaruhi

tembakau, tomat dan selada, bisa ditemukan di lingkungan air yang paling

segar, termasuk daerah lembab di rumah sakit. Secara historis, P. aeruginosa

telah menjadi patogen luka bakar utama, agen bakteremia pada pasien

neutropenia, dan patogen yang paling penting dalam fibrosis (CF) pasien

Page 12: Pseudomonas Aeruginosa

fibrosis, sejak diperkenalkannya obat antistaphylococcal. Namun, asosiasi ini

menarik telah mengalami perubahan yang cukup besar, dengan pergeseran

spektrum dari host yang sekarang umum terinfeksi oleh P. aeruginosa.3

Pseudomonas aeruginosa pada dasarnya merupakan suatu patogen

nosokomial. Menurut CDC, kejadian keseluruhan infeksi P. aeruginosa dalam

rata-rata rumah sakit AS sekitar 0,4 persen (4 per 1000 discharge), dan bakteri

adalah akuntansi yang paling sering terisolasi keempat patogen nosokomial

untuk 10,1 persen dari seluruh infeksi didapat di rumah sakit. Dalam rumah

sakit, P. aeruginosa menemukan waduk banyak: desinfektan, peralatan

pernapasan, makanan, wastafel, keran, dan pel. Organisme ini sering

diperkenalkan kembali ke dalam lingkungan rumah sakit pada buah-buahan,

tanaman, sayuran, dan juga oleh pengunjung dan pasien dipindahkan dari

fasilitas lainnya. Penyebaran terjadi dari pasien ke pasien di tangan petugas

rumah sakit, melalui kontak langsung dengan pasien terkontaminasi, dan oleh

konsumsi makanan dan air yang terkontaminasi.

P. aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi

dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan.

Endoskopi, termasuk bronkoskopi adalah alat-alat medik yang paling sering

dihubungkan dengan berjangkitnya infeksi nosokomial. Suatu penelitian di AS

membuktikan bahwa dari 414 pasien yang menjalani prosedur bronkoskopi

didapati 9.4% infeksi saluran nafas atas dan bawah serta infeksi lewat aliran

darah, dan pada 66.7% dari infeksi tersebut didapati P. aeruginosa sesudah

dilakukan kultur.

Karena merupakan patogen nosokomial, maka metode untuk

mengendalikan infeksi ini mirip dengan metode untuk patogen nosokomial

lainnya. Kemampuannya untuk tumbuh subur dalam lingkungan yang basah

menuntut perhatian khusus pada bak cuci, bak air, pancuran, bak air panas,

dan daerah basah yang lain. Untuk mencegah terkontaminasinya kolam renang

umum, dilakukan klorinasi terhadap air kolam renang, menghindari lantai kolam

Page 13: Pseudomonas Aeruginosa

renang yang kasar untuk mengurangi gesekan pada kulit, dan

membersihkan lantai kolam renang beserta saluran air menggunakan senyawa

ammonium quaternium diikuti penggunaan ozone untuk memecah biofilm

Untuk tujuan epidemiologi, strain dapat ditentukan tipenya berdasarkan

kepekaan terhadap piosin dan imunotipe lipopolisakarida-nya. Vaksin dari jenis

yang tepat yang diberikan pada penderita dengan risiko tinggi akan

memberikan perlindungan sebagian terhadap sepsis Pseudomonas. Terapi

semacam itu telah digunakan secara eksperimental pada penderita leukemia,

luka bakar, fibrosis kistik,dan imunosupresi.

VI. Patogenesis

Kemampuan Pseudomonas aeruginosa mengnyerang jaringan

bergantung pada produksi enzim-enzim dan toksin-toksin yang merusak barier

tubuh dan sel-sel inang. Endotoksin Pseudomonas aeruginosa seperti yang

dihasilkan bakteri gram negative lainnya, menyebabkan gejala sepsis dan syok

septic. Eksotoksin A yang dihasilkan banyak strain menyebabkan nekrosis

jaringan dan dapat mematikan hewan bila disuntikan dalam bentuk murni.

Eksotoksin A menghambat sintesis protein eukariotik dengan cara kerja yang

sama dengan cara kerja toksin difteria (walaupun struktur kedua toksin ini tidak

sama) yaitu mengkatalis pemindahan sebagian ADP-ribosil dari NAD

(nicotinamide adenine dinucleotide) kepada EF-2 (elongation factor 2).

Hasil dari kompleks ADP-ribosil-EF-2 adalah inaktivasi sintesis protein

sehingga mengacaukan fungsi fisiologik sel normal. Enzim-enzim ekstraseluler,

seperti elastase dan protease mempunyai efek histotoksik dan mempermudah

invasi organism ini ke dalam pembuluh darah.

Antitoksin terhadap eksotoksin A ditemukan dalam beberapa serum

manusia, termasuk serum penderita yang telah sembuh dari infeksi yang berat.

Piosianin merusak silia dan sel mukosa pada saluran pernafasan.

Lipopolisakarida mempunyai peranan penting sebagai penyebab timbulnya

demam, syok, oliguria, leukositosis dan leucopenia, koagulasi intrevaskular

desiminata, dan sindroma gagal pernafasan pada orang dewasa.

Page 14: Pseudomonas Aeruginosa

Bakteri yang baru diisolasi dari paru-paru penderita fibrosis kistik bersifat

mukoid. Lapisan alginat yang mengelilingi bakteri dan mikrokoloni bakteri

dalam paru-paru berfungsi sebagai adhesion dan kemungkinan mencegah

fagositosis bakteri, bahkan dapat meningkatkan resistensi Pseudomonas

aeruginosa terhadap antibiotika.

Strain Pseudomonas aeruginosa yang mempunyai sistem sekresi tipe III

secara signifikan lebih virulen dibandingkan dengan yang tidak mempunyai

sistem sekresi tersebut. Sitem sekresi tipe III adalah sistem yang dijumpai pada

bakteri gram negative, teridir dari 30 rotein yang terbentang dari bagian dalam

hingga luar membrane sel bakteri, berfungsi seperti jarum suntik yang

menginjeksi toksin-toksin secara langsung ke dalam sel inang sehingga

memungkinkan toksin mencegah netralisasi antibody.

Pseudomonas aeruginosa bersifat pathogen hanya bila memasuki daerah

dengan sistem pertahanan yang tidak normal, misalnya saat membrane

mukosa dan kulit robek karena kerusakan jaringan langsung, sewaktu

penggunaan kateter intravena atau kateter air kemih, atau bila terdapat

nuetropenia, seperti pada kemoterapi kanker.

VII. Pengendalian

Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan

Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya

bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi tahan lama, atau dengan

perkataan lain bertujuan untuk pengawetan bahan makanan. Pengendalian

mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat

berarti membunuh atau menghambat pertumbuhan itu sendiri. Biasanya

tindakan ini dilakukan dengan perlakuan fisik atau perlakuan kimia. Perlakuan

fisik dapat dilakukan dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan

perlakuan penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari suhu rendah, yaitu

pendinginan dan pembekuan, dan suhu tinggi/pemanasan yang dapat berupa

pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan pengeringan dapat dilakukan dengan

Page 15: Pseudomonas Aeruginosa

cara pengeringan atau cara pengeringan beku. Perlakuan penyinaran dapat

dilakukan dengan sinar ultraviolet dan ionisasi (sinar röntgen, sinar gamma,

sinar elektron). Perlakuan kimia dapat dilakukan dengan cara penggaraman,

curing, pengasaman, pengasapan dan pemberian bahan pengawet.

Perlakuan termal

Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme. Dibandingkan dengan mahluk tingkat tinggi,

mikroorganisme memiliki rentang pertumbuhan yang sangat lebar (kira-kira –

15 s/d 90 °C). Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan berhenti, sedangkan

pada suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada kedua situasi di atas, terkait

proses terjadinya metabolisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan

makanan. Karena proses enzimatik juga bergantung pada suhu, maka

perlakuan dengan suhu ekstrim akan menyebabkan pengawetan hampir

seluruh bahan makanan.

Suhu rendah

Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat

perkembangbiakannya. Dengan demikian pertumbuhan mikroorganisme

semakin berkurang seiring dengan semakin rendahnya suhu, dan akhirnya di

bawah “suhu pertumbuhan minimum” perkembangbiakannya akan berhenti.

Pada beberapa mikroorganisme, suhu rendah dapat pula menyebabkan

aktivitas enzimatik menjadi intensif. Pseudomonas lebih banyak menghasilkan

lipase dan proteinase pada suhu di bawah suhu optimum pertumbuhannya. Hal

ini dapat menjelaskan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa perubahan

akibat kerja mikroorganisme dalam bahan makanan sering terjadi walau jumlah

mikroorganisme tidak melebihi jumlah yang diperbolehkan. Pada fase

eksponensial, mikroorganisme sangat peka terhadap suhu rendah, khususnya

Enterobacter dan Pseudomonas, sedangkan bakteri Gram positif nampaknya

lebih tahan. Pembekuan sedikit banyak membuat kerusakan mikroorganisme.

Page 16: Pseudomonas Aeruginosa

Kerusakan ini dapat bersifat reversibel maupun menyebabkan kematian sel

bakteri. Kerusakan ini bergantung pada jenis dan kecepatan proses

pembekuan. Pembekuan cepat dengan suhu sangat rendah tidak atau hanya

sedikit membuat kerusakan sel bakteri, sedangkan pembekuan lambat dengan

suhu pembekuan relatif tinggi (s/d –10 °C) dapat membuat kerusakan hebat

pada sel bakteri. Hal ini didukung pada kenyataan bahwa laju kematian bakteri

meningkat dengan semakin meningkatnya suhu mendekati titik nol. Dalam

suatu uji kultur diperoleh hasil bahwa setelah disimpan selama 220 hari dalam

suhu –10 °C hanya tinggal 2,5 % sel bakteri yang masih hidup, sedangkan

yang disimpan pada suhu –20 °C masih ada 50 % sel bakteri yang hidup. Pada

suhu –4 s/d – 10 °C angka kematian sangat tinggi. Meskipun demikian hal ini

dalam prakteknya tidak dapat digunakan untuk menghilangkan mikroorganisme

pada bahan makanan yang dibekukan karena pada suhu ini mikroorganisme

psikrofil tertentu masih dapat berkembangbiak dan juga perombakan kimiawi

masih berjalan sehingga mempengaruhi kualitas bahan makanan.

Pengetahuan mengenai proses ini penting karena alasan berikut:

Mikroorganisme yang subletal rusak sulit ditemukan pada pemeriksaan kultur

bakteriologik. Setelah bahan makanan beku ini dihangatkan dan pada kondisi

yang menguntungkan, bakteri ini dapat kembali beraktivitas sehingga seperti

halnya pada kasus Salmonella, dapat menjadi ancaman kesehatan konsumen.

Oleh karena itu, pada pemeriksaan mikrobiologik bahan makanan yang

dibekukan (demikian pula pada produk yang dikeringkan atau dipanaskan),

hendaknya memakai metode dan media yang cocok untuk dapat

menghidupkan kembali mikroorganisme yang rusak tersebut.

Suhu tinggi

Pengendalian mikroorganisme melalui perlakuan suhu tinggi pada

umumnya dilakukan dengan pasteurisasi atau sterilisasi. Pasteurisasi adalah

pemanasan dengan suhu di bawah 100 °C dan tidak akan menyebabkan

inaktivasi mikroba dan enzim secara sempurna. Dengan demikian produk yang

Page 17: Pseudomonas Aeruginosa

dipasteurisasi tidak akan bertahan lama bila tidak disertai perlakuan

pendinginan atau faktor proses lainnya seperti perubahan aw dan pH.

Sterilisasi adalah pemanasan yang dapat menyebabkan inaktivasi mikroba dan

enzim sehingga produk dapat tahan lama.

Perlakuan pengeringan

Pengeringan adalah identik dengan pengurangan aktivitas air. Pada aw

kurang dari 0,70 pertumbuhan agen penyebab infeksi dan intoksikasi tidak

perlu dikuatirkan lagi. Pada produk yang dikeringkan, mikroorganisme berada

dalam keadaan “tidur” atau dengan perkataan lain berada dalam fase lag yang

diperpanjang. Bila terjadi rekonstruksi (penyerapan air kembali) maka flora

yang ada dalam bahan makanan dapat kembali beraktivitas. Secara umum

pengeringan dibedakan menjadi pengeringan di bawah tekanan udara dan

pengeringan vakum. Proses yang khusus adalah kombinasi antara pembekuan

dan penghilangan air dengan atau tanpa vakum. Pengeringan dengan udara

dilakukan dalam udara yang bergerak, dalam ruang pengeringan yang

dipanaskan, dll.

Perlakuan penyinaran

Dosis penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah

bila dosisnya adalah kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan tinggi bila

lebih dari 10 kGy. Lingkup proses penyinaran (iradiasi) adalah untuk desinfeksi,

pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan perbaikan kualitas produk.

Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan seminimal mungkin bahan

makanan yang hilang akibat proses pengawetan, dan penghematan energi

serta keuntungan lainnya. Daging sapi yang mendapat perlakuan iradiasi akan

menyebabkan pertumbuhan Psedomonas dan Enterobacteriaceae sangat

terhambat tanpa menyebabkan perubahan organoleptik. Shelf life daging

Page 18: Pseudomonas Aeruginosa

mentah yang dikemas vakum dapat diperpanjang. Pada daging babi, iradiasi

dengan dosis antara 0,3 – 1,0 kGy dapat membuat inaktivasi Trichinella spiralis

.

Perlakuan kimia

Perlakuan yang biasa dilakukan antara lain dengan pemberian garam.

Penggaraman ini bertujuan untuk menurunkan aktivitas air dan garam sendiri

tidak memiliki pengaruh antimikroba secara langsung. Perlakuan yang lain

adalah dengan curing, yaitu perlakuan dengan menggunakan garam dapur dan

garam nitrit (natrium nitrit atau kalium nitrit). Perlakuan ini dapat menghambat

pertumbuhan dan produksi toxin oleh Clostridium botulinum. Efek utamanya

adalah menentukan panjangnya fase lag. Faktor yang mempengaruhi

efektivitas nitrit antara lain pH, oksigen, komponen pangan lainnya (konsentrasi

garam), pemanasan dan iradiasi. Pengasapan juga merupakan salah satu cara

pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan dengan menggunakan

metode pengasapan dingin, pengasapan hangat dan pengasapan panas.

Pengasaman dan penggunaan bahan pengawet juga lazim dilakukan dengan

menggunakan bahan-bahan yang tidak merugikan kesehatan selama diberikan

dengan dosis yang tepat untuk tujuan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme.

Page 19: Pseudomonas Aeruginosa

PENUTUP

Kesimpulan

Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram-negatif termasuk dalam

family pseudbmonadaceae, merupakan pathogen opurtunistik pada manusia.

Alginat dan lipopolisakarida melindungi organism ini dari pertahanan tubuh inang.

Kemampuan Pseudomonas aeruginosa menyerang jaringan bergantung pada

produksi enzim-enzim dan toksin-toksin, misalnya endotoksin menyebabkan gejala

sepsis dan syok septic, eksotoksik A menyebabkan nekrosis jaringan, enzim-enzim

ekstraseluler bersifat histotoksik dan mempermudah invasi ke dalam pembuluh

darah.

Pseudomonas aeruginosa dapat menginfeksi hampir setiap jaringan atau

lokasi tubuh dan penyebab sepsis yang umum dijumpai pada pasien di unit

perawatan intensif. Sering menginfeksi pasien luka bakar derajat II dan III.

Menyebabkan meningitis, infeksi saluran kemih, pneumonia disertai nekrosis, otitis

eksterna ringan pada perenang, otitis eksterna invasive pada penderita diabetes,

infeksi mata setelah cedera atau pembedahan, dan lain-lain. Pada sebagian besar

infeksi, gejala dan tanda-tandanya tidak spesifik

Pseudomonas aeruginosa terdapat di tanah dan air, pada beberapa orang

merupakan flora normal di kolon. Pseudomonas aeruginosa dijumpai di banyak

tempat di rumah sakit, perlu perhatian khusus pada lingkungan yang basah.

Biakan merupakan tes spesifik untuk diagnosis infeksi Pseudomonas aeruginosa.

Isolasi primer menggunakan agar darah dan salah satu media diferensial;

MacConkey atau eosin-methylene blue. Pseudomonas aeruginosa piosianogenik

paling sering diisolasi dari specimen klinik.

Page 20: Pseudomonas Aeruginosa

DAFTAR PUSTAKA

1. Pseudomonas aeruginosa. (internet) (cited2012 April 28). Available from:

http://id.wikipedia.org/wiki/Pseudomonas_aeruginosa

2. Lia Natalia. Pseudomonas Aeruginosa, Penyebab Infeksi Nosokomial.

(internet) (cited 2012 April 29). Available From URL:

http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/lia-natalia078114123.pdf

3. Reuben Ramphal. epidemiology and pathogenesis of Pseudomonas

aeruginosa infection. (internet) (cited 2012 April 29). Available From URL:

http://www.uptodate.com/contents/epidemiology-and-pathogenesis-of-

pseudomonas-aeruginosa-infection

4. Evita Mayasari. Pseudomonas aeruginosa : Karakteristik, Infeksi dan

Penanganan (Tesis). Universitas Sumatra Utara; 2005.

5. Y. Doddi. Pengendalian Mikroorganisme Dalam Bahan Makanan Asal

Hewan: Pelatihan Pengawas Kesmavet yang diselenggarakan oleh

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian.

Bogor; 2003 Agustus.