provinsi sumatera selatan - bi.go.id · tabel 6.3 jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas menurut...

139
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Kantor Bank Indonesia Palembang Triwulan IV - 2010

Upload: vuongkhanh

Post on 30-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan

Kantor Bank Indonesia Palembang

Triwulan IV - 2010

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2010” dapat

dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa

indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran,

dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank

Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku in i. Harapan kami,

hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada

masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih

meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar

bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya

serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam

pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada

umumnya.

Palembang, Februari 2011

Ttd

Didy Laksmono R. Pemimpin

Daftar Isi

ii

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Daftar Isi

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK xi

INDIKATOR EKONOMI xv

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 7

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan 7

1.1.1. Perkembangan Sisi Sektoral Triwulan IV 2010 7

Suplemen 1 KONDISI USAHA AKHIR TAHUN 2010 MEMBAIK, PROSPEK TAHUN 2011 CUKUP MENJANJIKAN 9

1.1.2. Perkembangan Sisi Sektoral Tahun 2010 13

1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan 14

1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan 21

1.3.1. Perkembangan Sisi Penggunaan Triwulan IV 2010 21

1.3.2. Perkembangan Sisi Penggunaan Tahun 2010 22

1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan 23

1.5. Struktur Ekonomi 24

Suplemen 2 PERLUNYA PERUBAHAN STRUKTURAL PADA PEREKONOMIAN SUMATERA SELATAN 25

1.6. Perkembangan Ekspor Impor 27

1.6.1. Perkembangan Ekspor 27

1.6.2. Perkembangan Impor 29

Daftar Isi

iv

Suplemen 3 KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG KEMBALI MENURUN; EKSPEKTASI KONSUMEN DI AKHIR PERIODE SEDIKIT MENINGKAT 31

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG 35

2.1. Inflasi Tahunan 35

Suplemen 4 HARGA-HARGA KELOMPOK CORE MULAI MENGIKUTI GEJOLAK HARGA VOLATILE FOODS 37

Suplemen 5 RINGKASAN PENELITIAN: PERSISTENSI INFLASI KOTA PALEMBANG 41

Suplemen 6 REALISASI INFLASI PALEMBANG BERADA PADA RANGE SETIAP TRIWULAN PADA TAHUN 2010 44

2.2. Inflasi Bulanan 46

Suplemen 7 ANOMALI IKLIM MEMICU INFLASI 47

Suplemen 8 GANGGUAN PASOKAN PICU KENAIKAN HARGA CABE DI PALEMBANG 52

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 53

3.1. Kondisi Umum 53

3.2. Kelembagaan 54

3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 54

3.3.1. Penghimpunan DPK 54

3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota 55

3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 56

3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral 56

3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan 58

3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten 59

3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM) 60

Daftar Isi

v

3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan 61

3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan 62

3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman 62

3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga 63

3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan 64

3.7. Rentabilitas Perbankan 65

3.8. Kelonggaran Tarik 65

3.9. Risiko Likuiditas 66

3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah 67

3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat 68

Suplemen 9 VARIASI PERTUMBUHAN DANA PIHAK KETIGA (DPK) PERBANKAN SEBAGAI PENDEKATAN TERHADAP PERBEDAAN KARAKTERISTIK WILAYAH DI SUMATERA SELATAN 70

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 73

4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Tahun 2010 73

4.2. APBD Sumatera Selatan Tahun 2011 76

4.3. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan 78

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 81

5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) 81

5.1.1. Perkembangan Kliring dan RTGS Triwulan IV 2010 81

5.1.2. Perkembangan Kliring dan RTGS Tahun 2010 84

5.2. Perkembangan Perkasan 85

5.2.1. Perkembangan Perkasan Triwulan IV 2010 85

5.2.2. Perkembangan Perkasan Tahun 2010 87

5.2.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi 87

5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau 90

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 91

6.1. Ketenagakerjaan 91

6.2. Pengangguran 93

Daftar Isi

vi

6.3. Tingkat Kemiskinan 94

6.4. Nilai Tukar Petani 96

6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 98

6.6. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011 99

6.7. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen 100

6.7.1. Indikator Ketenagakerjaan 100

6.7.2. Indikator Penghasilan 101

6.7.3. Indikator Beban Angsuran Pinjaman 102

BAB 7 OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 103

7.1. Pertumbuhan Ekonomi 103

Suplemen 10 PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA SELATAN TAHUN 2011 107

7.2. Inflasi 109

Suplemen 11 PROYEKSI INFLASI KOTA PALEMBANG TAHUN 2011 111

7.3. Perbankan 113

Suplemen 12 PROSPEK PERMINTAAN CPO TAHUN 2011 115

DAFTAR ISTILAH

Daftar Tabel

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 8

Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Tahunan Kumulatif (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 13

Tabel 1.3 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 15

Tabel 1.4 Realisasi Luas Tanam (LT) dan Luas Panen (LP) Padi Provinsi Sumatera Selatan (dalam Ha) 16

Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%) 21

Tabel 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Kumulatif (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%) 22

Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%) 24

Tabel 1.8 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%) 26

Tabel 1.9 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%) 26

Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD) 27

Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 27

Tabel 1.12 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD) 29

Tabel 1.13 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 29

Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 56

Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta) 57

Tabel 3.3 Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan per Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 59

Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan IV 2010 65

Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta) 67

Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010 (Rp Miliar) 74

Tabel 4.2 Realisasi APBD Sumsel Tahun 2009 dan Tahun 2010 (Rp Miliar) 75

Tabel 4.3 APBD Sumsel Tahun 2010 & Tahun 2011 76

Tabel 4.4 APBD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2011 (Rp Miliar) 77

Daftar Tabel

viii

Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan 83

Tabel 5.2 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahunan Provinsi Sumatera Selatan 85

Tabel 5.3 Kegiatan Perkasan di Sumsel (Rp Miliar) 85

Tabel 5.4 Kegiatan Perkasan Tahunan di Sumsel (Rp Miliar) 87

Tabel 5.5 Pangsa Inflow Sumatera Selatan Berdasarkan Denominasi 88

Tabel 5.6 Pangsa Outflow Sumatera Selatan Berdasarkan Denominasi 88

Tabel 5.7 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar) 90

Tabel 6.1 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2009 - Agustus 2010 91

Tabel 6.2 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2009 - Agustus 2010 92

Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2009 - Agustus 2010 93

Tabel 6.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2010 94

Tabel 6.5 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008 – Maret 2010 95

Tabel 6.6 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2010 96

Tabel 6.7 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan 97

Tabel 6.8 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani 97

Tabel 6.9 IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2007-2009 98

Tabel 6.10 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007-2009 99

Tabel 6.11 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011 100

Tabel 6.12 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 100

Tabel 6.13 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 101

Tabel 6.14 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 101

Tabel 6.15 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 101

Tabel 6.16 Pendapat Konsumen Terhadap Beban Angsuran Pinjaman Terhadap Pendapatan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 102

Daftar Tabel

ix

Tabel 6.17 Pendapat Konsumen Terhadap Beban Angsuran Pinjaman Terhadap Pendapatan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan 102

Tabel 7.1 Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan IV 2010 104

Tabel 7.2 Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 dan 2011 (dalam persentase) 106

Tabel 7.3 Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan I 2011 114

Daftar Tabel

x

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Daftar Grafik

xi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000 7

Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi 11

Grafik 1.3 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih 12

Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumsel 12

Grafik 1.5 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000 14

Grafik 1.6 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2010 15

Grafik 1.7 Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan 16

Grafik 1.8 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan 16

Grafik 1.9 Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional 17

Grafik 1.10 Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional 17

Grafik 1.11 Perkembangan Penjualan LPG 18

Grafik 1.12 Perkembangan Konsumsi Listrik Total dan Sektor Rumah Tangga 18

Grafik 1.13 Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Sosial dan Pemerintah 18

Grafik 1.14 Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis dan Industri 18

Grafik 1.15 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional 19

Grafik 1.16 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional 19

Grafik 1.17 Perkembangan Konsumsi Semen 20

Grafik 1.18 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara 20

Grafik 1.19 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumsel 20

Grafik 1.20 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama 22

Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar 23

Grafik 1.22 Perkembangan Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel 23

Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan 24

Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 26

Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 28

Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 28

Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan 28

Daftar Grafik

xii

Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Sep 10 - Nov 10 28

Grafik 1.29 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan 30

Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan 30

Grafik 1.31 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal 30

Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Sep 10 - Nov 10 30

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang 35

Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan IV 2010 35

Grafik 2.3 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional 36

Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang 40

Grafik 2.5 Kontribusi Inflasi Tahunan 43

Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Tahunan: Core, Volatile Foods, Administered Prices 43

Grafik 2.7 Perbandingan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional 43

Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang 46

Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang per Kelompok Barang dan Jasa 48

Grafik 2.10 Kontribusi Inflasi Bulanan 49

Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi Bulanan: Core, Volatile Foods, Administered Prices 49

Grafik 2.12 Event Analysis Inflasi Kota Palembang Desember 2009 - Desember 2010 50

Grafik 2.13 Perbandingan Inflasi Bulanan dan Ekspektasi Harga Konsumen 3 Bulan YAD 51

Grafik 2.14 Perbandingan Inflasi Bulanan Palembang dan Nasional 51

Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan 53

Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan 54

Grafik 3.3 Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan 55

Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Triwulan IV 2010 di Provinsi Sumatera Selatan 55

Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan VI 2010 58

Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan 58

Daftar Grafik

xiii

Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan IV 2010 58

Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2010 Berdasarkan Wilayah 60

Grafik 3.9 Penyaluran Kredit MKM Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Menurut Penggunaan 61

Grafik 3.10 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit 61

Grafik 3.11 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan 62

Grafik 3.12 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan 63

Grafik 3.13 Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan 63

Grafik 3.14 Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan 64

Grafik 3.15 Perkembangan NPL Menurut Kelompok Bank 64

Grafik 3.16 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional Menurut Sektor Ekonomi Triwulan IV 2010 64

Grafik 3.17 Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan 66

Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Likuiditas Perbankan Sumatera Selatan 66

Grafik 3.19 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 68

Grafik 3.20 Perkembangan Rasio Likuiditas Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 68

Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010 75

Grafik 4.2 Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010 75

Grafik 4.3 Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Selatan 79

Grafik 4.4 Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 Sumatera Selatan 79

Grafik 4.5 Perkembangan Penerimaan PBB Sumatera Selatan 79

Grafik 4.6 Perkembangan Penerimaan BPHTB Sumatera Selatan 79

Grafik 5.1 Perkembangan Kliring Sumsel 81

Grafik 5.2 Perkembangan RTGS Sumsel 82

Grafik 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja 82

Grafik 5.4 Perkembangan Bulanan Perputaran Kliring Sumsel 83

Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong Sumsel 83

Grafik 5.6 Perkembangan Kliring Tahunan Sumsel 84

Grafik 5.7 Perkembangan RTGS Tahunan Sumsel 84

Grafik 5.8 Perkembangan Kegiatan Perkasan Sumsel 2009-2010 86

Daftar Grafik

xiv

Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang 86

Grafik 5.10 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh Tahunan oleh KBI Palembang 86

Grafik 5.11 Perkembangan Inflow Berdasarkan Denominasi Uang Kertas 89

Grafik 5.12 Perkembangan Outflow Berdasarkan Denominasi Uang Kertas 89

Grafik 5.13 Perkembangan Inflow Berdasarkan Denominasi Uang Logam 89

Grafik 5.14 Perkembangan Outflow Berdasarkan Denominasi Uang Logam 89

Grafik 5.15 Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2009-2010 90

Grafik 6.1 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani 96

Grafik 6.2 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia 97

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan 103

Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan 109

Indikator Ekonomi

xv

INDIKATOR EKONOMI

A. Inflasi dan PDRB

Indikator Ekonomi

xvi

B. Perbankan

Indikator Ekonomi

xvii

Lanjutan

C. Sistem Pembayaran

Indikator Ekonomi

xviii

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

IV/10 RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan

Abstraksi

Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2010 tumbuh tinggi walaupun dibayangi anomali cuaca. Pertumbuhan ekonomi terakselerasi dibandingkan periode sebelumnya, didorong oleh tingginya harga komoditas unggulan. Efek anomali cuaca yang terjadi relatif rendah pada kuantitas produksi tanaman perkebunan yang merupakan keunggulan daerah. Anomali cuaca lebih berdampak pada meningkatnya inflasi karena tekanan pada produksi tanaman bahan pangan dan menipisnya pasokan pangan, yang terindikasi oleh tingginya inflasi volatile foods dan bahan makanan. Selain itu, core inflation mulai meningkat didongkrak oleh kenaikan biaya. Peran fiskal terindikasi cenderung lebih kontraktif terhadap perekonomian dibandingkan tahun sebelumnya karena melebarnya surplus fiskal. Di sisi lain, dunia perbankan masih tumbuh baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit, diiringi dengan menyempitnya spread suku bunga. Intensnya transaksi sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai mengkonfirmasi tingginya aktivitas perekonomian.

Pada triwulan I 2011, perekonomian diperkirakan akan terkendala oleh kenaikan biaya energi. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan akan melambat. Selain dipengaruhi oleh faktor teknikal, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan banyak terkendala oleh kenaikan biaya energi baik secara langsung maupun tidak langsung. Di sisi lain, investasi yang berasal dari pemerintah dan swasta diperkirakan mulai terealisasi, salah satunya untuk membangun fasilitas Sea Games 2011. Tekanan inflasi akan terpengaruh oleh kenaikan harga energi dan kenaikan harga pangan di nasional dan global walaupun curah hujan di wilayah Sumatera Selatan diharapkan berangsur normal. Perbankan diperkirakan tumbuh konstan karena tetap terjaganya kondisi finansial secara makro dan prospek perekonomian. Frekuensi dan nilai transaksi tunai maupun non tunai diprediksi akan tinggi ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat.

Ringkasan Eksekutif

2  

Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan IV 2010 sebesar 6,0% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencetak pertumbuhan sebesar 5,3% (yoy). Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada tahun 2010 tercatat sebesar 5,4% (yoy) tidak jauh berbeda sebagaimana telah diproyeksikan pada laporan triwulan III 2010 pada kisaran 5,5 ± 1%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 4,1% (yoy).

Membaiknya perekonomian secara global telah mendorong meningkatnya permintaan dunia terhadap komoditas primer. Sebagai daerah yang mengandalkan komoditas primer sebagai penopang perekonomian, kondisi tersebut berdampak positif pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pengembangan usaha di sektor terkait. Kendati demikian, terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala dalam peningkatan kinerja sektor unggulan, yakni: (i) faktor cuaca yang kurang mendukung, yakni curah hujan yang tinggi, dan (ii) keterbatasan bahan baku karena terbatasnya produksi maupun meningkatnya persaingan dalam memperoleh bahan baku.

Kinerja dunia usaha pada triwulan IV 2010 secara umum menunjukkan peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan kinerja tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi yang didorong oleh terus membaiknya harga komoditas primer seperti sawit, karet dan batu bara. Selain itu, tingkat suku bunga kredit terutama KPR yang relatif menurun dibanding tahun sebelumnya mendukung peningkatan kinerja di sektor bangunan.

Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang terhadap kondisi perekonomian selama triwulan IV 2010 secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, tingkat keyakinan masih berada pada level optimis kecuali Indeks Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKESI) yang pada triwulan ini turun ke level pesimis dengan nilai indeks sebesar 98,04. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada periode laporan mencapai 104,28, sedikit menurun dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 114,09. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang sedikit menurun dari sebesar 119,96 pada triwulan sebelumnya menjadi 110,52.

Kinerja perekonomian triwulan IV 2010 berdasarkan komponen sektoral ditandai dengan pertumbuhan tahunan tertinggi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yakni sebesar 12,2% (yoy) dengan andil terhadap laju PDRB sebesar 0,7%. Adapun sektor ekonomi yang memberikan andil yang paling tinggi adalah sektor perdagangan, hotel,

Ringkasan Eksekutif  

3  

dan restoran yang memberikan sumbangan terhadap laju pertumbuhan ekonomi sebesar 1,1%.

Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 dari sisi penggunaan masih didominasi oleh konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga. Walaupun demikian, pertumbuhan konsumsi tercatat mengalami perlambatan dibanding kinerja tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 peningkatan konsumsi tercatat sebesar 6,0% (yoy), sementara tahun sebelumnya mencapai 6,5% (yoy).

Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (September - November 2010) meningkat sebesar 101,76% (yoy). Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi oleh komoditas karet dengan pangsa sebesar 72,16%. Berdasarkan negara tujuan ekspor, ekspor ke Cina pada triwulan ini tercatat paling tinggi dengan pangsa sebesar 28,61%. Nilai impor periode September - November 2010 tercatat meningkat sebesar 36,08% (yoy), terkait dengan meningkatnya impor mesin industri tertentu yang banyak digunakan dalam menunjang kegiatan sektor industri pengolahan. Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini masih didominasi negara Jerman yakni sebesar 41,37%.

Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan IV 2010 sebesar 6,02% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 4,57% (yoy). Tekanan inflasi terutama terjadi pada triwulan IV, dan lebih tinggi dibanding triwulan IV 2009 yang tercatat sebesar 1,85% (yoy). Kendati demikian, kenaikan inflasi tahun ini masih dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia Palembang untuk akhir tahun 2010 yang sebesar 5,24±1%.

Tekanan inflasi tahunan utamanya bersumber dari kenaikan harga pangan yang disebabkan oleh berkurangnya pasokan dan produksi komoditas tersebut akibat adanya anomali cuaca. Selain itu, peningkatan harga jual beberapa jenis barang dan meningkatnya ekspektasi inflasi secara umum yang disebabkan oleh kenaikan tarif listrik yang terjadi pada periode sebelumnya juga menjadi faktor pemicu. Kelompok bahan makanan berkontribusi sebesar 57% pada inflasi tahunan Desember 2010.

Berdasarkan data BMKG, rata-rata curah hujan per bulan pada 2010 sangat tinggi, yaitu sekitar 30% lebih tinggi d ibandingkan rata-rata curah hujan selama kurun waktu 2007-2009. Rata-rata curah hujan pada musim kemarau di tahun 2010 lebih tinggi 70% dari rata-rata curah hujan pada musim kemarau selama 2007-2009. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap produksi pertanian, dan mengganggu kualitas hasil pertanian di Sumatera Selatan.

Ringkasan Eksekutif

4  

Inflasi pada triwulan IV 2010 lebih banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation. Core inflation bulanan masih relatif terkendali di kisaran yang rendah. Komponen volatile foods mengalami perubahan harga yang semakin bergejolak dibandingkan tren pada dua tahun terakhir, mengalami inflasi 3,2% (mtm) pada bulan Desember 2010.

Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 7,22% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya.

Pola pergerakan harga antara beberapa komoditas secara umum meningkat. Untuk komponen volatile foods, harga beras, minyak goreng dan cabe merah mengalami tendensi peningkatan Di sisi lain, daging ayam mengalami penurunan harga. Sementara itu, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation mengalami peningkatan. Harga nasi dan mie mengalami peningkatan. Selain itu, harga emas perhiasan juga meningkat.

Secara umum, kinerja perbankan di Sumsel pada triwulan IV 2010 (November 2010) dari beberapa indikator seperti total aset, penghimpunan dana dan penyaluran kredit/pembiayaan mengalami peningkatan seiring dengan baiknya kondisi perekonomian dan naiknya harga komoditas unggulan. Selama tahun 2010, penyaluran kredit tumbuh lebih cepat dibandingkan penghimpunan DPK.

Pendapatan daerah Sumsel pada tahun 2010 (November) terealisasi sebesar Rp2.708,58 miliar atau mencapai 84,36% dari total anggaran yang sebesar Rp3.210,71 miliar. Sementara itu, total realisasi belanja daerah mencapai Rp2.414,44 miliar atau sebesar 69,33% dari anggaran sebesar Rp3.482,54 miliar. Realisasi belanja maupun pendapatan daerah sampai dengan November 2010 tercatat lebih rendah dibandingkan pencapaian pada tahun sebelumnya. Selisih antara realisasi pendapatan dan belanja pada tahun 2010 ini lebih rendah dibandingkan tahun 2009, yang mengindikasikan bahwa peran fiskal dalam perekonomian cenderung lebih kontraktif terhadap perekonomian dibandingkan tahun sebelumnya.

Perputaran kliring di Sumsel pada triwulan IV 2010 menunjukkan peningkatan dari sisi nominal d ibandingkan triwulan sebelumnya. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, perkembangan kliring tercatat mengalami peningkatan. Meningkatnya kegiatan kliring dan RTGS dibandingkan triwulan sebelumnya salah satunya erat kaitannya dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah

Ringkasan Eksekutif  

5  

di akhir tahun. Kegiatan perkasan di Palembang pada triwulan IV 2010 mencatat inflow sebesar Rp1,75 triliun, naik 8,10% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan I 2011 diprediksi tinggi, namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Walaupun terdapat pembangunan konstruksi terkait penyelenggaraan Sea Games 2011 dan tingginya harga komoditas di pasar internasional, terdapat beberapa faktor risiko dari sisi suplai, yaitu yang muncul dari meningkatnya tarif listrik, pembatasan subsidi BBM di pulau Jawa, dan kenaikan harga minyak di pasar internasional. Secara musiman, Produk Domestik Regional Bruto perekonomian pada triwulan I 2011 hanya akan sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2010. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan triwulan I 2011 diperkirakan akan melambat, yang juga disebabkan oleh faktor teknikal. Berdasarkan data historis, kondisi ekonomi terkini, dan prediksi shock yang akan terjadi di masa depan, diperkirakan pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada triwulan I 2011 akan berada pada kisaran 5,5 ± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan sedikit tumbuh di kisaran 0,2 ± 1%.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2011 secara umum menurun dibandingkan 2010. Penurunan volume perdagangan dunia dibandingkan tahun sebelumnya diperkirakan terjadi yang disebabkan oleh adanya penurunan pengeluaran pemerintah dan penurunan jumlah uang beredar di negara maju dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini akan turut menurunkan permintaan barang baku yang berasal dari negara berkembang, sehingga kemudian ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang didorong oleh masih berlanjutnya excess demand pangan karena adanya anomali cuaca, serta dampak lanjutan kenaikan tarif listrik melalui peningkatan harga jual. Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan I 2010 akan meningkat menjadi 6,92±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat menjadi 1,43±0,5%.

Ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen dimana sebagian besar responden berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga. Ekspektasi inflasi juga dapat dipengaruhi oleh inflasi akhir tahun 2010 yang cukup tinggi akibat lonjakan harga cabe merah. Selain itu, rencana

Ringkasan Eksekutif

6  

pembatasan BBM bersubsidi di Jabodetabek juga dapat meningkatkan ekspektasi inflasi, termasuk dari kenaikan penentuan harga jual barang dan jasa atas produk-produk yang berasal dari Pulau Jawa.

Kinerja perbankan pada triwulan I 2011 diproyeksikan akan relatif konstan dibandingkan triwulan IV 2010, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit, namun secara tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tingkat yang moderat. Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada triwulan I 2011 hanya akan cenderung konstan dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di kisaran 3,2% ± 1% (qtq). Tingkat Non Performing Loan (NPL) diprediksi tidak akan mengalami peningkatan berarti. Walaupun kemampuan membayar debitur sedikit berkurang karena turunnya margin pasca naiknya biaya energi, namun hal tersebut diperkirakan hanya akan bersifat temporer, sehingga tingkat NPL tetap rendah.

Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB

Provinsi Sumsel ADHK 2000

Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

• Laju pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan IV 2010 sebesar 6,0% (yoy) ditopang oleh kinerja positif sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta meningkatnya konsumsi secara umum.

• Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sebesar 5,4% (yoy) yang ditandai dengan semakin dominannya sektor industri pengolahan dalam menopang perekonomian.

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan

1.1.1. Perkembangan Sisi Sektoral Triwulan IV 2010

Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan IV

2010 sebesar 6,0% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya

yang mencetak pertumbuhan sebesar 5,3% (yoy).

Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Provinsi Sumsel Atas Dasar Harga

Konstan (ADHK) 2000 pada triwulan ini

mencapai Rp16,0 triliun, lebih tinggi

dibandingkan PDRB periode yang sama

pada tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar Rp15,1 triliun. Membaiknya

perekonomian di Sumsel terkonfirmasi

oleh survei bisnis yang menunjukkan

perkembangan usaha yang cukup baik

seiring dengan pulihnya kondisi

keuangan global.

Membaiknya perekonomian secara global telah mendorong meningkatnya

permintaan dunia terhadap komoditas primer. Sebagai daerah yang mengandalkan

komoditas primer sebagai penopang perekonomian, kondisi tersebut berdampak positif

pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pengembangan usaha di sektor terkait.

Kendati demikian, terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala dalam

peningkatan kinerja sektor unggulan, yakni: (i) faktor cuaca dan iklim yang kurang

BAB 1  

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

8

Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yo y) Sektoral

PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) Lapangan

Usaha

2009 2010

IV I II III IV

Pertanian 6.3 8.9 4.6 2.6 6.2

Pertambangan dan Pe nggalian

0.8 0.5 1.6 1.4 0.8

Industri Pengola han

5.2 4.6 5.9 6.4 5.6

LGA 6.7 6.2 5.5 7.1 4.9

Banguna n 8.7 6.6 8.5 10.0 9.9

PHR 4.4 5.8 6.7 7.1 8.0

Pengangkutan & Komunikasi

12.3 12.7 13.9 15.0 12.2

Keu., Persewaan & Js. Perusahaan

6.6 7.4 7.8 7.4 8.8

Jasa-jasa 9.5 7.7 8.4 5.8 7.6

Total PDRB 5.3 5.6 5.7 5.3 6.0

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

mendukung, yakni curah hujan yang tinggi, dan ( ii) keterbatasan bahan baku karena

terbatasnya tingkat produksi maupun meningkatnya persaingan dalam memperoleh bahan

baku (Lihat Suplemen 1. Kondisi Usaha Akhir Tahun 2010 Membaik, Prospek Tahun 2011

Cukup Menjanjikan).

Kinerja dunia usaha pada triwulan IV 2010 secara umum menunjukkan peningkatan

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan kinerja tersebut terjadi

pada semua sektor ekonomi yang didorong oleh terus membaiknya harga komoditas

primer seperti sawit, karet dan batu bara. Selain itu, tingkat suku bunga kredit terutama

KPR yang relatif menurun dibanding tahun sebelumnya dirasakan telah mendukung

peningkatan kinerja di sektor bangunan.

Kinerja perekonomian triwulan

IV 2010 berdasarkan komponen

sektoral ditandai dengan

pertumbuhan tahunan tertinggi

pada sektor pengangkutan dan

komunikasi yakni sebesar 12,2%

(yoy) dengan andil terhadap laju

pertumbuhan PDRB sebesar 0,7%.

Adapun sektor ekonomi yang

memberikan andil yang paling

tinggi adalah sektor perdagangan,

hotel, dan restoran yang

memberikan sumbangan terhadap

laju pertumbuhan ekonomi sebesar

1,1%.

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi menunjukkan pertumbuhan tahunan

yang paling tinggi yakni sebesar 12,2% (yoy). Ekspansifnya kinerja subsektor komunikasi

diproyeksikan memberi andil yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja

sektor pengangkutan dan komunikasi dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian,

kondisi cuaca yang relatif lebih buruk dibanding triwulan sebelumnya, memaksa aktivitas

perekonomian di subsektor pengangkutan mengalami perlambatan dibandingkan kinerja

tahunan pada triwulan sebelumnya.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

9

KONDISI USAHA AKHIR TAHUN 2010 MEMBAIK, PROSPEK TAHUN 2011 CUKUP MENJANJIKAN *)

Kondisi usaha di Sumatera Selatan secara umum menunjukkan perkembangan usaha yang cukup baik seiring dengan pulihnya perekonomian global yang berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap komoditas primer. Selain itu, pertumbuhan konsumsi dunia khususnya untuk minyak nabati dan peluang yang masih terbuka dari India dan Cina diyakini menjadi pendukung optimisme pengembangan usaha di masa yang akan datang.

Meskipun demikian, beberapa pelaku usaha menyatakan bahwa terdapat beberapa kendala dalam upaya optimalisasi kegiatan usaha, yaitu: (i) faktor cuaca yang kurang mendukung, yakni curah hujan yang tinggi, dan ( ii) keterbatasan bahan baku karena terbatasnya tingkat produksi maupun meningkatnya persaingan dalam memperoleh bahan baku.

Permintaan pasar domestik secara umum menguat. Penjualan yang meningkat dibanding tahun lalu menjadi indikator bahwa daya beli masyarakat saat ini relatif membaik. Sementara itu, membaiknya harga komoditas primer seperti kelapa sawit dan karet menjadi stimulus bagi industri pengolahan dan secara tidak langsung berdampak positif terhadap sektor lainnya. Penjualan untuk pasar ekspor saat ini secara umum menunjukkan terus berlanjutnya trend positif dibandingkan tahun sebelumnya, terutama untuk komoditas crumb rubber dan Crude Palm Oil (CPO). Permintaan luar negeri terhadap CPO diperkirakan akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Selain CPO, Palm Acid Oil yang merupakan produk turunan kelapa sawit juga diekspor, terutama ke Karachi (Pakistan). Produk ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun.

Kapasitas utilisasi relatif bervariasi, namun sebagian besar meningkat karena dorongan penjualan. Di sektor pertanian, peningkatan kapasitas terjadi pada pelaku usaha yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang didorong oleh perluasan lahan perkebunan dan penanaman kembali (replanting).

Hal yang masih menggembirakan di tengah masih terdapatnya kendala dan keterbatasan peningkatan usaha, beberapa pelaku usaha sangat optimis dapat meningkatkan kapasitas produksinya di masa yang akan datang dengan melakukan investasi. Investasi yang dilakukan diantaranya berupa: (i) perluasan lahan perkebunan, (ii) peremajaan tanaman, (iii) pembangunan dermaga, dan (iv) pembukaan show room baru yang dilakukan pelaku usaha sektor perdagangan.

Secara umum, biaya produksi mengalami peningkatan pada kisaran yang bervariasi terutama pada biaya tenaga kerja yang mengacu pada ketentuan pengupahan daerah setempat. Selain itu, kenaikan harga bahan baku seiring meningkatnya harga komoditas di pasar internasional dan kenaikan biaya energi yakni Tarif Dasar Listrik (TDL) telah mendorong meningkatnya biaya operasional para pelaku usaha. Namun demikian, biaya operasional mengalami kenaikan, margin usaha secara umum relatif meningkat yang didorong oleh peningkatan penjualan.

Suplemen 1

*) Diperoleh dari hasil Busi ness S urvey yang merupakan kegiatan pemantaua n kondisi usaha dengan mewawa ncarai langsung pelaku usaha

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

10

Penggunaan tenaga kerja saat ini secara umum relatif tetap dibanding tahun sebelumnya. Namun demikian, ada beberapa pelaku usaha yang menambah tenaga kerja seiring dengan meningkatnya beban kerja, pembukaan areal perkebunan baru, penambahan pabrik baru, serta replanting kebun plasma.

Terkait dengan pembiayaan, sebagian besar pelaku usaha menggunakan dana internal untuk operasional perusahaan. Meskipun demikian, beberapa pelaku usaha juga menggunakan pembiayaan perbankan untuk modal kerja maupun investasi terutama dari perbankan lokal dengan kisaran tingkat suku bunga yang bervariasi. Tingkat suku bunga KPR yang relatif menurun dibanding tahun lalu, mendorong peningkatan permintaan perumahan terutama tipe 36-45. Selain itu, pelaku usaha sangat mengharapkan agar tingkat suku bunga perbankan berada pada level yang mendukung pengembangan usaha.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

11

Grafik 1.2 Perkembang an Penyaluran Kredit Konstruksi

Sumber : Ba nk Indonesia

Kinerja sektor bangunan meningkat sebesar 9,9% (yoy), sedikit melambat

dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 10,0% (yoy). Akselerasi usaha di

sektor ini terindikasi dari meningkatnya

penyaluran kredit di sektor konstruksi yang

menembus angka Rp1,67 triliun. Hasil survei

terhadap dunia usaha menunjukkan bahwa

meskipun harga perumahan pada tahun ini rata-

rata mengalami kenaikan sebesar 5-10%

dibanding tahun sebelumnya, tingkat suku

bunga kredit terutama KPR yang relatif menurun

dibanding tahun sebelumnya merupakan

pendorong peningkatan kinerja sektor

bangunan. Namun demikian, pelaku usaha yang bergerak di sektor properti mengeluhkan

kesulitan dalam pemasangan jaringan listrik baru dan penambahan daya.

Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan

tahunan yang relatif tinggi yakni sebesar 8,8% (yoy). Cukup tingginya kinerja sektor

keuangan tidak terlepas dari perkembangan sektor perbankan yang cukup baik

(pembahasan lebih lanjut sektor ini dibahas pada bab mengenai Perkembangan Perbankan

Daerah).

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) serta sektor jasa-jasa masing-

masing tumbuh sebesar 8,0% dan 7,6 (yoy). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan

pencapaian tahunan pada triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja sektor PHR dibanding

kondisi triwulan sebelumnya ditenggarai dipicu oleh peningkatan kinerja sektor pertanian

yang merupakan salah satu sektor unggulan Sumatera Selatan dan berdampak langsung

pada peningkatan konsumsi masyarakat dan mendorong usaha di sektor tersier.

Meningkatnya konsumsi pun pada gilirannya mendorong kinerja sektor jasa-jasa

dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 5,8% (yoy).

Sektor pertanian mengalami peningkatan dibandingkan kondisi tahun

sebelumnya yakni menjadi sebesar 6,2% (yoy) yang disebabkan terutama karena lebih

baiknya kinerja subsektor tanaman bahan makanan (tabama) pada periode laporan.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

12

Grafik 1.4 Perkembang an Lifting Minyak Bumi

Provinsi Sumsel

Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi da n Sum ber

Daya Mineral

Grafik 1.3 Perkembang an Jumlah Pelanggan

dan Penju alan Air Bersih

Sumber : PT PDAM Tirta Musi, diolah

Berdasarkan hasil survei di beberapa sentra pertanian diindikasikan terjadinya

peningkatan produktivitas tabama dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Hal tersebut

pun didukung dengan data luas panen padi yang meningkat sesuai catatan dari Dinas

Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan.

Sektor industri pengolahan mengalami perlambatan dibandingkan kinerja

tahunan triwulan sebelumnya. Melambatnya kinerja sektor industri pengolahan dipengaruhi

oleh cuaca yang tidak kondusif sehingga menyebabkan pasokan bahan baku karet dan sawit

menjadi terbatas. Namun demikian, di tengah faktor alam yang tidak kondusif

meningkatnya harga komoditas unggulan di pasar internasional menjadi insentif utama

terhadap pelaku bisnis pada sektor industri

pengolahan.

Sektor Listrik, Gas Kota, dan Air Bersih

(LGA) tumbuh sebesar 4,9% (yoy). Mengalami

perlambatan dibanding kinerja triwulan

sebelumnya. Hal tersebut salah satunya

disebabkan melambatnya peningkatan penjualan

air bersih dari sebesar 11,20% menjadi 8,53%

(yoy) walaupun jumlah pelanggan PDAM

meningkat sebesar 11,58% (yoy).

Sektor pertambangan dan

penggalian merupakan sektor ekonomi yang

mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah

yakni sebesar 0,8% (yoy). Hal tersebut diperkuat

dengan proyeksi lifting minyak yang

diindikasikan mengalami penurunan sebesar

26,28% (yoy). Kondisi tersebut lebih buruk

dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya

yang mengalami penurunan sebesar 22,17%

(yoy).

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

13

Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Tahunan Kumulatif (yoy) Sektoral

PDRB ProvinsiSum atera Selatan ADHK 2000 (%)

Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010

Pertanian 6.4 6.5 4.0 3.1 4.4

Pertambangan da n Penggalian

0.4 0.3 1.4 1.6 1.2

Industri Pengolaha n 5.3 5.7 3.3 2.1 5.8

Listrik, Gas & Air Bersih 7.7 7.4 4.5 5.1 6.3

Banguna n 7.3 8.1 6.1 7.3 8.8

Perdaganga n, Hotel & Restoran

7.9 9.0 7.0 3.3 6.9

Pengangkutan & Komunikasi

10.6 14.3 13.8 13.8 12.7

Keu., Persewaan & Jasa Perusahaan 8.3 9.1 8.5 6.9 7.4

Jasa-jasa 7.9 9.1 11.3 9.4 7.4

Total PDRB 5.2 5.8 5.1 4.1 5.4 Sumber : BPS ProvinsiSumatera Selatan, diolah

1.1.2. Perkembangan Sisi Sektoral Tahun 2010

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada tahun 2010 tercatat sebesar 5,4% (yoy),

lebih tinggi d ibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya yang

hanya mencapai 4,1% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 ditandai dengan semakin

dominannya sektor industri pengolahan dalam menopang perekonomian dengan

pertumbuhan yang mencapai 5,8% (yoy). Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

menurut harga konstan tercatat sebesar Rp63,7 triliun (dengan migas).

Sektor pengangkutan dan komunikasi tetap dapat mempertahankan kinerja

positifnya selama kurun waktu 5 tahun terakhir dengan pencapaian pertumbuhan di atas

angka 10%. Hal ini tidak terlepas dari: (i) sifat industri yang terus melakukan inovasi,

(ii) pangsa pasar potensial yang masih luas, ( iii) tingkat permintaan yang tetap tinggi, dan

(iv) harga jual yang semakin kompetitif.

Sektor bangunan mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 8,8% (yoy). Informasi

yang diperoleh dari pelaku usaha di sektor bangunan menunjukkan bahwa animo

masyarakat terhadap properti pada tahun ini tidak surut.

Sektor jasa-jasa dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan

membukukan pertumbuhan kumulatif masing-masing sebesar 7,4% (yoy). Walaupun

angka pertumbuhan tersebut tergolong relatif tinggi, namun kinerja sektor jasa-jasa

mengalami perlambatan dibandingkan kinerja tahun sebelumnya.

Sektor Perdagangan,

Hotel, dan Restoran (PHR),

serta sektor Listrik, Gas dan

Air Bersih (LGA) mengalami

peningkatan kinerja masing-

masing menjadi 6,9% (yoy) dan

6,3% (yoy). Meningkatnya

kinerja kedua sektor tersebut

merupakan dampak dari

meningkatnya kinerja sektor

unggulan seperti pertanian dan

industri pengolahan yang pada

gilirannya mendorong

konsumsi masyarakat secara umum maupun konsumsi masyarakat terhadap energi.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

14

Grafik 1.5 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tr iwulan an PDRB

Provinsi Sumsel ADHK 2000

Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah

Walaupun tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dalam kisaran yang relatif

rendah dibandingkan sektor lainnya, tiga sektor unggulan Sumsel yaitu sektor industri

pengolahan, sektor pertanian, serta sektor pertambangan dan penggalian

mengalami peningkatan kinerja dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Masing-masing

sektor tersebut tercatat mengalami peningkatan tahunan sebesar 5,8% (yoy), 4,4% (yoy),

dan 1,2% (yoy). Meningkatnya kinerja ketiga sektor utama tersebut tidak terlepas dari

membaiknya perekonomian secara global yang telah mendorong meningkatnya permintaan

dunia terhadap komoditas primer. PT Tambang Batubara Bukit Asam memproyeksikan

volume penjualan batu bara akan meningkat sebesar 30% pada tahun 2011. Penjualan

diharapkan meningkat menjadi 16,9 juta metrik ton dari 12,95 juta ton yang ditorehkan

pada tahun 2010, sedangkan produksi batu bara ditargetkan naik menjadi 17,6 juta ton

dari 13,1 juta ton. Di sisi lain, relatif terjaganya kualitas panen tabama dari serangan hama

telah mendorong meningkatnya produktivitas sub sektor tabama dibandingkan tahun

sebelumnya.

1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan

Perekonomian Sumatera Selatan secara triwulanan mengalami kontraksi sebesar 3,7%

(qtq). Kondisi tersebut mengalami

penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencatat kinerja

triwulanan sebesar 5,5% (qtq).

Penyebab utama menurunnya

pertumbuhan ekonomi secara

triwulanan adalah tidak kondusifnya

cuaca yang berpengaruh terhadap

terhadap kinerja sektor unggulan

Sumatera Selatan, seperti sektor

pertanian dan sektor industri

pengolahan.

Kinerja perekonomian pada triwulan IV 2010 ditandai dengan turunnya

pertumbuhan hampir di seluruh sektor unggulan. Kinerja sektor pertanian mengalami

kontraksi pertumbuhan paling tinggi seiring curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

15

Grafik 1.6 Andil Sektor Ekonomi PDRB

Provinsi Sum atera Selatan Triwulan IV 2010

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

Tabel 1.3 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral

PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)

Lapangan Usaha 2009 2010

IV I II III IV

Pertanian (18.9) 3.6 5.5 15.2 (18.1)

Pertambangan dan Pe nggalian (0.8) (1.0) 2.0 1.6 (1.8)

Industri Pengola han

(2.2) (1.4) 4.6 3.2 0.7

LGA 1.7 (0.7) 2.6 3.3 (0.4)

Banguna n 1.7 (2.7) 4.8 5.2 2.4

PHR (2.0) 0.4 3.0 5.7 (1.1) Pengangkutan & Komunikasi 4.7 1.2 2.6 4.4 2.5

Keu., Persewaan & Jasa Perusahaan 0.3 4.2 0.1 2.2 3.2

Jasa-jasa 1.4 0.2 3.9 0.3 1.5

Total PDRB (4.4) 0.3 3.6 5.5 (3.7)

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja sektor pertanian ini tercatat memberikan andil

yang paling besar terhadap kontraksi pertumbuhan triwulanan yakni sebesar 76,5 %.

Sektor lainnya yang mengalami laju kontraksi cukup tinggi antara lain sektor

pertambangan dan penggalian yang

terkontraksi sebesar 1,8 % (qtq).

Adapun sektor ekonomi yang

mengalami pertumbuhan triwulanan

paling tinggi adalah sektor keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan

dengan laju pertumbuhan triwulanan

sebesar 3,2% (qtq).

Dari segi pangsa, sektor

pertambangan dan penggalian

merupakan penyumbang PDRB yang

paling besar dengan pangsa sebesar

21,8%. Kontribusi sektor tersebut

mengalami peningkatan setelah pada

triwulan sebelumnya tercatat memberikan sumbangan sebesar 21,4%.

Kinerja sektor pertanian mengalami kontraksi sebesar 18,1% (qtq). Kondisi

tersebut jauh lebih buruk dibandingkan

kinerja pada triwulan sebelumnya yang

mengalami pertumbuhan sebesar 15,2%

(qtq). Lebih tingginya curah hujan

dibandingkan triwulan sebelumnya

berdampak negatif terhadap produktivitas

subsektor tanaman bahan makanan

maupun tanaman perkebunan (terutama

karet). Rendahnya produktivitas tanaman

perkebunan sangat berdampak pada

industri terkait akibat berkurangnya

pasokan bahan baku. Walaupun demikian, berkurangnya pasokan menyebabkan semakin

meningkatnya harga komoditas tersebut baik di pasar domestik maupun internasional.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

16

Grafik 1.8 Perkembang an Harga Tand an Buah Segar

di Sumatera Selatan

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi S umatera Selatan, diolah

Dari subsektor tabama, selesainya panen padi yang terjadi di beberapa sentra beras

menyebabkan produksi subsektor tabama mengalami penurunan. Hal tersebut

terkonfirmasi melalui data dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumsel

yang menunjukkan terjadinya penurunan luas panen padi sebesar 65,09% (qtq).

Grafik 1.7 Perkembang an Curah Hujan

di Sumatera Selatan

Sumber: Stasiun Klimatologi Ke nten

Tabel 1.4 Realisasi Lu as Tan am (LT) dan Lu as Pan en (LP) Padi Provinsi Sum atera Selatan (dalam Ha)

Sumber : Dina s Tanaman Panga n dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

17

Grafik 1.9 Perkembang an Harga Batu Bara

di Pasar Intern asional

Sumber: Bloomberg

Terbatasnya kenaikan harga-harga komoditas pertambangan di pasar internasional

dan relatif menurunnya produksi pertambangan menyebabkan kinerja sektor

pertambangan dan penggalian mengalami kontraksi triwulanan yang cukup tinggi.

Kinerja sektor pertambangan dan penggalian tercatat mengalami kontraksi pertumbuhan

sebesar 1,8% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hasil monitoring pada beberapa

pelaku usaha menunjukkan bahwa stagnannya kapasitas produksi yang dialami pelaku

usaha (bahkan beberapa pelaku usaha mengalami penurunan lifting minyak). Rata-rata

harga batu bara di pasar internasional pada triwulan ini tercatat di level USD70,94/metrik

ton atau mengalami peningkatan sebesar 4,40% (qtq) dibandingkan posisi triwulan

sebelumnya, sedangkan rata-rata harga minyak bumi tercatat di level USD85,10/barrel atau

mengalami peningkatan sebesar 11,97% (qtq).

Kinerja sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan sektor Listrik, Gas

dan Air Bersih (LGA) masing-masing mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,1%

(qtq) dan 0,4% (qtq) yang diperkirakan sebagai dampak menurunnya konsumsi masyarakat

terutama di subsektor perdagangan besar & eceran. Kondisi yang sama terjadi pada tingkat

hunian hotel yang juga mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Walaupun

demikian, data pendaftaran kendaraan baru dari Dispenda Provinsi Sumatera Selatan masih

menunjukkan peningkatan pendaftaran mobil dan motor baru masing-masing sebesar

4,15% dan 2,62% (qtq). Terkontraksinya pertumbuhan sektor LGA terutama disebabkan

menurunnya kinerja subsektor air bersih. Sedangkan kinerja kedua subsektor lainnya yakni

subsektor gas kota dan subsektor listrik mengalami peningkatan. Salah satu indikator pada

Grafik 1.10 Perkembang an Harga Minyak Bumi

di Pasar Intern asional

Sumber: Bloomberg

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

18

sektor gas kota ini tercermin dari data penjualan Liquid Petroleum Gas (LPG) yang

menunjukkan peningkatan sebesar 6,45% (qtq). Kondisi tersebut masih cukup

menggembirakan walaupun pada triwulan sebelumnya tercatat mengalami peningkatan

pada level 8,84% (qtq). Di sisi lain, data konsumsi listrik dari PT PLN Wilayah Sumatera

Selatan, Jambi, dan Bengkulu (WS2JB) menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi listrik

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Grafik 1.11 Perkembang an Penjualan LPG

Sumber : PT. Pertamina UPMS II

Grafik 1.12 Perkembang an Konsumsi Listrik Total

dan Sektor Rumah Tangg a

Sumber : PT. PLN WS2J B

Grafik 1.13 Perkembang an Konsumsi Listrik Sektor Sosial

dan Pem erintah

Sumber : PT. PLN WS2J B

Grafik 1.14 Perkembang an Konsumsi Listrik

Sektor Bisnis dan Industri

Sumber : PT. PLN WS2J B

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

19

Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan ini meningkat sebesar 0,7%

(qtq) mengalami penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami

pertumbuhan triwulanan sebesar 3,2% (qtq). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha, walaupun harga di pasar internasional terus menguat terkait permintaan yang tetap

tinggi, curah hujan yang semakin tinggi mengakibatkan ketersediaan bahan baku menjadi

terbatas. Kondisi curah hujan yang tinggi pun terjadi di kawasan ASEAN lainnya, khususnya

negara Thailand yang merupakan produsen karet alam terbesar di dunia.

Menurunnya pasokan karet dunia dan semakin tingginya permintaan karet dunia,

khususnya negara China telah menyebabkan rata-rata harga karet di pasar internasional

mencapai USD434,67 cent/kg atau mengalami peningkatan sebesar 17,16% (qtq)

dibandingkan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya yang sebesar USD371,00 cent/kg.

Sementara itu rata-rata harga CPO dunia tercatat sebesar USD1.051,37/metrik ton atau

mengalami peningkatan sebesar 25,38% dibandingkan dengan rata-rata harga pada

triwulan sebelumnya.

Sektor jasa-jasa sebagai sektor pendukung perekonomian Sumsel tercatat

mengalami peningkatan sebesar 1,5% (qtq). Kondisi tersebut mengalami peningkatan

dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang hanya mencatatkan pertumbuhan

triwulanan sebesar 0,3% (qtq).

Grafik 1.15 Perkembang an Harga Karet

di Pasar Intern asional

Sumber: Bloomberg

Grafik 1.16 Perkembang an Harga CPO

di Pasar Intern asional

Sumber: Bloomberg

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

20

Grafik 1.17 Perkembang an Konsumsi Sem en

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, di olah

Kinerja sektor bangunan mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,4% (qtq),

kinerja tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami

pertumbuhan sebesar 5,2% (qtq).

Sementara itu, berdasarkan kegiatan

survei bisnis diperoleh informasi bahwa

permintaan properti untuk perumahan

tipe menengah ke bawah masih

meningkat. Kondisi tersebut diperkuat

dengan data Asosiasi Semen Indonesia

yang menunjukkan terjadi peningkatan

penjualan semen yakni sebesar 10,02%

(qtq). Selain dipergunakan untuk

membangun properti, peningkatan

konsumsi semen juga diperkirakan erat kaitannya dengan penyelesaian beberapa proyek

pembangunan pada akhir tahun.

Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan triwulanan

cukup tinggi yakni sebesar 2,5% (qtq). Walaupun demikian, kondisi tersebut tidak sebaik

kinerja yang ditorehkan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 4,4% (qtq). Semakin

kompetitifnya layanan komunikasi seiring permintaan konsumen yang tetap tinggi diyakini

mampu menjaga kinerja subsektor komunikasi. Pada subsektor pengangkutan, perayaan

natal yang sebelumnya didahului liburan sekolah telah cukup menjaga konsistensi

pertumbuhan pada subsektor ini. Data dari PT. Angkasa Pura II dan dari PT. Pelindo

menunjukkan tingkat aktivitas angkutan penumpang yang cukup tinggi dan mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Grafik 1.19 Perkembang an Penumpang Angkutan L aut

Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumsel

Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah

Grafik 1.18 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara

Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

21

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat sebagai sektor

ekonomi yang kinerja triwulannya meningkat paling tinggi yakni sebesar 3,2% (qtq)..

Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami

pertumbuhan triwulanan sebesar 2,2% (qtq). 1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan

1.3.1. Perkembangan Sisi Penggunaan Triwulan IV 2010

Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2010 secara tahunan

didorong oleh konsumsi dengan andil sebesar 5,3%. Kegiatan ekspor mengalami

peningkatan sebesar 8,4% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan kondisi pada

triwulan sebelumnya yang sempat mencapai 23,8% (yoy). Sementara itu, impor juga

tercatat melambat dengan pertumbuhan tahunan sebesar 12,9% (yoy) dibandingkan

kinerja tahunan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 17,7% (yoy).

Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Pro vinsi Sum atera Selatan

ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

Konsumsi secara umum mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya

menjadi 7,2% (yoy) dari 3,6% (yoy). Berdasarkan komponen konsumsi, konsumsi rumah

tangga tumbuh sebesar 6,1% (yoy), tercatat lebih baik apabila dibandingkan dengan

pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 4,1% (yoy). Konsumsi

lembaga swasta nirlaba tumbuh sebesar 1,1% (yoy) mengalami perbaikan dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 7% (yoy), dan konsumsi

pemerintah meningkat sebesar 16,1% (yoy). Sementara itu, investasi tercatat mengalami

pertumbuhan sebesar 7,1% (yoy). Namun demikian, kondisi tersebut mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,8% (yoy).

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

22

Grafik 1.20 Perkembang an Indeks Ketepatan Waktu Pembel ian

(Konsumsi) Barang Tahan L ama

Sumber : Survei Konsumen K BI Palembang

1.3.2. Perkembangan Sisi Penggunaan Tahun 2010

Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 dari sisi penggunaan masih didominasi oleh konsumsi,

terutama konsumsi rumah tangga. Walaupun demikian, pertumbuhan konsumsi tercatat

mengalami perlambatan dibanding kinerja tahun sebelumnya. Pada tahun 2010

peningkatan konsumsi tercatat sebesar 6,0% (yoy), sementara tahun sebelumnya mencapai

6,5% (yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah masing-

masing sebesar 6,0% (yoy) dan 9,8% (yoy). Di sisi lain, konsumsi swasta nirlaba mengalami

penurunan dari tahun sebelumnya yakni terkontraksi sebesar 16,6% (yoy), jauh lebih rendah

dibanding kinerja tahun 2009 yang mencapai 45,9% (yoy). Tabel 1.6

Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Kumulatif (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan (%)

Sumber : BPS ProvinsiSumatera Selatan, diolah

Dari sisi kegiatan perdagangan, ekspor barang dan jasa diproyeksikan mengalami

pertumbuhan sebesar 11,8% (yoy), meningkat dibandingkan dengan kinerja pada tahun

sebelumnya yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 11,3% (yoy). Sementara itu,

impor mengalami akselerasi pertumbuhan yakni meningkat sebesar 14,0% (yoy), tercatat

lebih baik apabila dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar

8,8% (yoy).

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

23

Grafik 1.22 Perkembang an Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel

Sumber : Pertamina UPMS II Palembang

Grafik 1.21 Perkembang an Nilai Tu kar Rupiah Terhad ap US Dollar

Sumber : Website Ba nk Indonesia, diola h

1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan

Komponen PDRB Penggunaan yang mengalami pertumbuhan triwulanan paling tinggi

adalah konsumsi pemerintah dengan pertumbuhan sebesar 18,5% (qtq). Kondisi tersebut

diperkirakan terkait dengan realisasi belanja pemerintah yang dioptimalkan pada akhir

tahun anggaran.

Net Ekspor mengalami pertumbuhan relatif tinggi yakni sebesar 13,5% (qtq).

Kondisi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang

mengalami kontraksi pertumbuhan

sebesar 9,9% (qtq). Meningkatnya net

ekspor dibandingkan triwulan

sebelumnya didorong akselerasi ekspor

dibandingkan triwulan sebelumnya

walaupun nilai mata uang Rupiah relatif

terus menguat terhadap US Dollar.

Penguatan nilai Rupiah dalam kurun

waktu satu tahun terakhir rata-rata

meningkat sebesar 2,14% setiap triwulannya. Di sisi lain, menguatnya nilai tukar rupiah

belum mendorong peningkatan nilai impor. Saat ini pertumbuhan impor sebesar 2,8%

(qtq), tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Konsumsi tercatat hanya

mengalami pertumbuhan sebesar 2,8%

(qtq). Kondisi tersebut lebih buruk

dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya

yang mengalami pertumbuhan sebesar

3,8% (qtq). Melambatnya komponen

konsumsi disebabkan melambatnya

konsumsi rumah tangga dan lembaga

swasta nirlaba yang masing-masing

menjadi sebesar 0,9% (qtq) dan -2,0%

(qtq).

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

24

Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Pro vinsi Sum atera Selatan

ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

1.5. Struktur Ekonomi

Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel tahun 2010 masih ditopang oleh sektor primer

yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar

38,5%. Pangsa sektor primer tersebut sedikit meningkat dibandingkan kondisi tahun

sebelumnya. Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong peningkatan pangsa

sektor pertambangan dan penggalian dari sebesar 21,0% menjadi 21,6%.

Sektor sekunder relatif tidak

mengalami perubahan dibandingkan tahun

sebelumnya, yakni sebesar 30,7%. Pangsa

subsektor industri pengolahan mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya yakni dari 23,6% menjadi

23,7%. Sedangkan sub sektor lainnya,

yakni subsektor LGA dan subsektor

bangunan relatif tidak mengalami

perubahan.

Pangsa sektor tersier relatif tidak mengalami perubahan yakni sebesar 30,9%. Pada

sektor ini hanya subsektor jasa-jasa yang mengalami peningkatan pangsa yakni dari 10,0%

menjadi 10,2%, sedangkan pangsa subsektor PHR mengalami penurunan dari sebesar

12,8% menjadi 12,7%. Sementara itu kedua pangsa subsektor lainnya tidak mengalami

perubahan.

Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan

Sumber: BPS Pr ovinsi Sumatera Selatan, diolah

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

25

PERLUNYA PERUBAHAN STRUKTURAL PADA PEREKONOMIAN SUMATERA SELATAN

Pertumbuhan ekonomi kumulatif Sumatera Selatan selama 10 tahun (2001 s.d. 2011F) tidak pernah mencapai level lebih dari 6% (yoy). Sedangkan pertumbuhan per triwulan sempat melebihi 6% pada tahun 2007-2008, yaitu disaat booming komoditas terjadi di dunia dan berlanjut pada krisis finansial global. Pada periode dimana tidak terjadi shock berlebihan, pertumbuhan ekonomi konstan pada level di bawah 6%. Hal tersebut membuktikan bahwa Sumatera Selatan sangat bergantung pada pergerakan harga komoditas di pasar internasional, atau dengan kata lain sangat bergantung pada fluktuasi permintaan jangka pendek.

Setelah mengalami percepatan dari tahun 2001, percepatan pertumbuhan ekonomi semakin melambat sehingga pertumbuhan ekonomi jangka panjang terindikasi sudah mengalami konvergensi di level 5 – 6% (yoy). Hal ini berimplikasi bahwa pertumbuhan yang hanya mengandalkan permintaan domestik maupun eksternal tidak dapat mendorong pertumbuhan melebihi level tersebut, dan lambat laun, pertumbuhan perekonomian yang tinggi akan selalu diikuti dengan inflasi yang tinggi. Karena itu, perubahan yang bersifat struktural perlu dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi perekonomian lebih lanjut.

Peningkatan kapasitas produksi perekonomian, terutama dapat dicapai bukan dengan penambahan faktor produksi secara masif, namun dengan pemanfaatan teknologi terkini yang lebih efisien. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi mulai saat ini harus dipicu dari produktivitas, karena efek permintaan sudah bersifat jenuh dan hanya memberikan dampak siklikal. Peningkatan produktivitas dapat diusahakan melalui intensifikasi pertanian dan peningkatan skala ekonomi secara makro.

Penopang pertumbuhan yang lebih stabil sangat diperlukan. Pertumbuhan ekonomi triwulanan yang disesuaikan secara musiman (seasonally adjusted) terlihat sangat berfluktuasi pada saat booming komoditas, dan kembali berfluktuasi rendah pada saat krisis finansial global. Dengan melihat pola historis, fluktuasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan terjadi lagi pada tahun 2014-2015. Karena itu, perubahan struktural perlu diusahakan sebelum periode tersebut.

Suplemen 2

Grafik Pertumbuh an Ekonomi Tahunan

Grafik Pertumbuhan Ekonomi Triwu lanan

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

26

Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih

memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen

tersebut mengalami penurunan menjadi 75,3% dibandingkan pangsa tahun sebelumnya

yang mencapai 77,0%.

Menurunnya kontribusi komponen impor dan peningkatan ekspor yang relatif besar

sangat berpengaruh terhadap peningkatan kontribusi komponen eksternal menjadi 1,3%

dari pangsa tahun sebelumnya yang sebesar 0,2%. Sebagai konsekuensinya, komponen

internal tercatat mengalami penurunan kontribusi dibandingkan kondisi tahun sebelumnya

yakni menjadi sebesar 98,7%.

Tabel 1.8 Struktur Ekonomi Sektoral Pro vinsi Sum atera Selatan (%)

Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah

Tabel 1.9 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sum atera Selatan (%)

Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah

Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

27

Tabel 1.10 Perkembang an Nilai Ekspor Komoditas Utam a Provinsi Sumatera Selatan (USD)

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia, di olah

1.6. Perkembangan Ekspor Impor

1.6.1. Perkembangan Ekspor

Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (September - November 2010) tercatat sebesar

USD900,59 juta, meningkat sebesar 101,76% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada periode

yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD446,37 juta. Dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, nilai ekspor tercatat meningkat sebesar 14,66% (qtq) dari sebesar

USD785,43 juta. Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi

oleh komoditas karet dengan pangsa sebesar 72,16%.

Nilai ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan November 2010 (ytd) tercatat

sebesar USD2.697,01 juta atau meningkat sebesar 96,28% (yoy) dibandingkan dengan

posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD1.374,04 juta.

Tabel 1.11

Perkembang an Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia, di olah

Berdasarkan volume, ekspor pada periode September - November 2010 tercatat

sebesar 1.051,64 ribu ton, meningkat sebesar 49,53% (yoy) dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 703,31 ribu ton. Sementara dibandingkan

triwulan sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 18,39% (qtq) dari sebesar 888,25

ribu ton.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

28

Volume ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan November 2010 tercatat

sebesar 2.728,56 ribu ton atau meningkat sebesar 24,30% (yoy) dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2.235,42 ribu ton.

Berdasarkan negara tujuan, ekspor ke Cina pada triwulan ini tercatat paling tinggi

dengan pangsa sebesar 28,61%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

hanya mencapai 21,99%. Begitupun dengan ekspor ke Amerika Serikat mengalami

peningkatan pangsa dari sebesar 20,70% pada triwulan sebelumnya menjadi 22,68%.

Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter

Bank Indonesia

Grafik 1.26 Perkembang an Volum e Ekspor

Provinsi Sumatera Selatan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter

Bank Indonesia

Grafik 1.27 Perkembang an Ekspor Provinsi Sumatera Selatan

Berdasarkan Negara Tujuan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter

Bank Indonesia

Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berd asarkan

Negara Tujuan Sep 10-Nov 10

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

29

Tabel 1.13 Perkembang an Bulanan Nilai Impor Komoditas Pi lihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia

1.6.2. Perkembangan Impor

Nilai impor periode September - November 2010 tercatat sebesar USD111,96 juta,

meningkat sebesar 36,08% (yoy) d ibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang

tercatat sebesar USD82,27 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi

peningkatan nilai impor sebesar 25,60% (qtq) dari sebesar USD89,13 juta. Peningkatan

nilai impor secara triwulanan ini terkait dengan meningkatnya impor mesin industri tertentu

yang banyak digunakan dalam menunjang kegiatan sektor industri pengolahan.

Nilai impor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan November 2010 (ytd) tercatat

sebesar USD368,28 juta, meningkat sebesar 51,20% (yoy) diandingkan dengan posisi yang

sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD243,57 juta.

Volume impor pada periode ini tercatat sebesar 102,56 ribu ton atau meningkat

sebesar 104,55% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar 50,15 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor

tercatat mengalami penurunan sebesar 2,35% (qtq) dari sebesar 105,05 ribu ton.

Tabel 1.12 Perkembang an Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

30

Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini masih didominasi negara

Jerman yakni sebesar 41,37%, kemudian disusul o leh negara China dengan pangsa sebesar

27,24%, dan negara Malaysia dengan pangsa sebesar 5,45%. Sementara itu, pangsa

negara asal impor terbesar selama tahun 2010 hingga November 2010 adalah negara Cina

dengan pangsa sebesar 45,71%.

Grafik 1.31 Perkembang an Impor Provinsi Sumatera Selatan

Berdasarkan Negara Asal

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Bank Indonesia

Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berd asarkan

Negara Asal Sep 10-Nov 10

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

Grafik 1.29 Perkembang an Nilai Impor Provinsi Sum atera Selatan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor

Provinsi Sum atera Selatan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

31

KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG KEMBALI MENURUN; EKSPEKTASI KONSUMEN DI AKHIR PERIODE SEDIKIT MENINGKAT

I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan IV 2010

Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang terhadap kondisi perekonomian selama triwulan IV 2010 secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, tingkat keyakinan masih berada pada level optimis kecuali Indeks Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKESI) yang pada triwulan ini turun ke level pesimis dengan nilai indeks sebesar 98,04. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada periode laporan mencapai 104,28, sedikit menurun dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 114,09. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang sedikit menurun dari sebesar 119,96 pada triwulan sebelumnya menjadi 110,52.

Grafik 1. IKK, IKESI, IEK Tahun 2010

20 

40 

60 

80 

100  

120  

140  

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2010

IKK IKESI IEK

Opt

imis

Pesi

mis

Suplemen 3

Indeks Keyakinan Konsumen diperoleh dari Survei Konsumen. Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Januari 1999. Di kota Palembang survei dilaksanakan sejak tahun 2001 terhadap 300 rumah tangga setiap bulan sebagai responden (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden secara rotated. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100), sehingga jika indeks diatas 100 berarti optimis, sebaliknya dibawah 100 berarti pesimis.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

32

Beberapa hal yang mendapatkan perhatian konsumen Palembang antara lain: tingkat penghasilan, ketersediaan tenaga kerja, perkiraan harga barang dan jasa baik kondisi untuk saat ini, maupun prediksi untuk periode 6 bulan mendatang (lihat grafik 2).

Grafik 2. Pembentuk Keyakinan Konsumen Tahun 2010

II. Keyakinan Konsumen

Secara umum IKK selama triwulan IV 2010 mengalami tren penurunan. Pada bulan Oktober tercatat sebesar 104,94, dengan IKESI dan IEK masing-masing 98,33 dan 111,56. Pada bulan November mengalami peningkatan menjadi sebesar 106,06 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 103,56 dan 108,56. Sementara itu IKK pada bulan Desember turun menjadi sebesar 101,83 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 92,22 dan 111,44.

2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi

Mayoritas responden menilai bahwa kondisi ekonomi selama periode laporan masih sama dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hal itu terkonfirmasi dari besarnya persentase responden yang berpendapat demikian, yakni sebesar 44,33% pada bulan Oktober, kemudian meningkat menjadi 49,00% pada bulan November. Akan tetapi, pada Desember sedikit menurun menjadi 48,00%.

2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja

Pada awal triwulan, sebanyak 44,67% responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja lebih buruk dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Sementara itu pada bulan November, mayoritas responden yakni sebesar 38,67% justru menilai ketersediaan lapangan kerja tidak mengalami perubahan. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena pada bulan Desember mayoritas responden kembali meyakini bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja kembali memburuk. Fluktuatifnya kondisi ketersediaan lapangan kerja terindikasi dari pendapat responden yang membaik ke level indeks 88,00 pada bulan November dari sebelumnya sebesar 77,00. Kemudian pendapat masyarakat terhadap kondisi ketersediaan lapangan kerja menurun cukup signifikan di akhir triwulan yang diindikasikan dengan penurunan indeks menjadi 79,67.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

33

2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan

Sebanyak 54,67% responden berpendapat bahwa penghasilan mereka relatif tetap pada bulan Oktober 2010, yang kemudian sedikit turun menjadi 50,00% responden pada bulan berikutnya. Di akhir periode triwulan IV 2010 jumlah responden yang berpendapat bahwa pendapatan mereka tidak berubah mengalami peningkatan menjadi 52,33%.

2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang

Lebih dari setengah jumlah responden berpendapat bahwa harga barang/jasa pada 3 bulan yang akan datang akan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari persentase responden yang berada di atas 50,00% pada tiap periodenya. Pada bulan Oktober tercatat sebesar 55,00%, kemudian meningkat cukup tajam menjadi sebesar 59,00% pada bulan November dan kembali turun ke level 54,33% pada bulan Desember 2010. III. Profil Responden

3.1 Profil Responden Bulan Oktober 2010

Profil responden pada bulan Oktober 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.

Profil R esponden Survei Konsumen Kota Palembang

Periode Bulan Oktober 2010

Profil Responden Pengeluaran per Bulan

Rp 1juta-Rp3 Juta

Rp3-5 juta >Rp 5 juta Total

Jenis Kelamin

Laki-Laki Pendidikan

SMA 75 8 2 85 Akademi/D.III 22 2 0 24 Sarjana/S1 37 17 1 55 Pasca Sarjana 8 1 4 13

Subtotal 142 28 7 177

Perempuan Pendidikan

SMA 52 5 1 58 Akademi/D.III 15 0 1 16 Sarjana/S1 28 10 1 39 Pasca Sarjana 4 2 4 10 99 17 7 123

Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

SMA 127 13 3 143 Akademi/D.III 37 2 1 40 Sarjana/S1 65 27 2 94 Pasca Sarjana 12 3 8 23

Total Responden 241 45 14 300  

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

34

3.2 Profil Responden Bulan November 2010

Profil responden pada bulan November 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Profil R esponden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan November 2010

3.3 Profil Responden Bulan Desember 2010

Profil responden pada bulan Desember 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

Profil R esponden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Desember 2010

Profil Responden Pengeluaran per Bulan

Rp 1juta-Rp3 Juta

Rp3-5 juta

>Rp 5 juta Total

Jenis Kelamin

Laki-Laki Pendidikan

SMA 88 9 3 100 Akademi/D.III 11 1 0 12 Sarjana/S1 46 16 3 65 Pasca Sarjana 4 3 1 8

Subtotal 149 29 7 185

Perempuan Pendidikan

SMA 44 1 4 49 Akademi/D.III 20 1 0 21 Sarjana/S1 26 9 3 38 Pasca Sarjana 3 3 1 7 93 14 8 115

Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

SMA 132 10 7 149 Akademi/D.III 31 2 0 33 Sarjana/S1 72 25 6 103 Pasca Sarjana 7 6 2 15

Total Responden 242 43 15 300  

Profil Responden Pengeluaran per Bulan

Rp 1juta-Rp3 Juta

Rp3-5 juta >Rp 5 juta Total

Jenis Kelamin

Laki-Laki Pendid ikan

SMA 73 9 3 85 Akademi/D.III 12 3 0 15 Sarjana/S1 51 11 4 66 Pasca Sarjana 0 1 0 1

Subtotal 136 24 7 167

Perempuan Pendid ikan

SMA 53 8 0 61 Akademi/D.III 19 5 0 24 Sarjana/S1 34 11 1 46 Pasca Sarjana 1 0 1 2 107 24 2 133

Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

SMA 126 17 3 146 Akademi/D.III 31 8 0 39 Sarjana/S1 85 22 5 112 Pasca Sarjana 1 1 1 3

Total Responden 243 48 9 300  

PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG

• Realisasi inflasi akhir tahun sesuai dengan proyeksi inflasi Bank Indonesia Palembang.

• Core inflation mulai mengalami peningkatan dan harga volatile foods masih bergejolak.

2.1. Inflasi Tahunan

Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan IV 2010 sebesar 6,02% (yoy), atau

meningkat dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar

4,57% (yoy). Tekanan inflasi terutama terjadi pada triwulan IV, dan lebih tinggi dibanding

triwulan IV 2009 yang tercatat sebesar 1,85% (yoy). Kendati demikian, kenaikan inflasi

tahun ini masih dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia untuk akhir tahun 2010 yang

sebesar 5,24±1%.

Tekanan inflasi tahunan utamanya bersumber dari kenaikan harga pangan yang

disebabkan oleh berkurangnya pasokan dan produksi komoditas tersebut akibat adanya

anomali cuaca. Selain itu, peningkatan harga jual beberapa jenis barang dan meningkatnya

ekspektasi inflasi secara umum yang disebabkan oleh kenaikan tarif dasar listrik juga

menjadi faktor pemicu inflasi 2010.

Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Kota Palembang

per Kelompok Pengeluaran Triwulan IV 2010

Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan

Grafik 2.1 Perkembang an Inflasi Tahun an Palemb ang

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

BAB 2  

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

36

Grafik 2.3 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Intern asional

Harga beberapa komoditas pangan (terigu, beras, dan kedelai) di pasar internasional

secara umum mengalami peningkatan pada triwulan IV 2010 ini. Excess demand terhadap

komoditas terjadi dalam skala global seiring dengan berkurangnya produksi di negara-

negara sentra produksi secara umum akibat adanya anomali cuaca.

Menurut data Bloomberg, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, harga beras

di pasar internasional pada triwulan IV 2010 mengalami peningkatan dari USD

403,06/metrik ton menjadi USD 446,35/metrik ton, atau naik sebesar 10,74% (qtq). Harga

beras secara tahunan menurun sebesar 0,11% (yoy), namun penurunan tersebut jauh

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu harga terigu dan harga

kedelai mengalami peningkatan dari USD 5,31/bushel menjadi USD 6,26/bushel dan dari

USD 10,18/bushel menjadi USD 12,14/bushel, atau masing-masing naik cukup tajam

sebesar 17,92% (qtq) dan 19,31% (qtq). Secara tahunan pertumbuhan harga terigu dan

Perkembang an Harga Terigu

Sumber : Bloomberg, diola h

Perkembang an Harga Beras

Sumber : Bl oomberg, diola h

Perkembang an Harga Em as

Sumber : Bl oomberg, diola h

Perkembangan Harga Ked elai

Sumber : Bloomberg, diola h

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

37

HARGA-HARGA KELOMPOK CORE MULAI MENGIKUTI GEJOLAK HARGA VOLATILE FOODS

Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 7,22% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. .

Grafik 1. Perg erakan Harga Bulan an Berd asarkan SPH

Sumber : SPH K BI Palembang

Suplemen 4

Grafik 2. Perg erakan Harga Mingguan Berd asarkan SPH

Sumber : SPH K BI Palembang

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

38

Sesuai dengan disagregasi inflasi menjadi core, volatile foods, dan administered prices, perubahan harga komoditas-komoditas yang termasuk pada volatile foods pada triwulan IV 2010 in i masih terbilang bergejolak. Setelah mengalami kecenderungan penurunan harga pada bulan Oktober, harga volatile foods meningkat tajam hampir 5% dalam satu minggu pada minggu ketiga November, dan menurun tipis sekitar 1% pada minggu keempat November. Secara gradual, harga volatile foods mulai meningkat kembali hingga pertengahan Desember, kemudian kenaikan tersebut sedikit melambat pada minggu kelima Desember. Di sisi lain, core Inflation secara umum lebih mengalami gejolak harga dibandingkan triwulan sebelumnya. Core inflation meningkat sekitar 3% pada minggu kedua Oktober, dan menurun pada minggu keempat Oktober. Kemudian, proses kenaikan harga pada minggu kedua dan penurunan harga pada minggu keempat tersebut berulang sampai dengan akhir tahun.

Grafik 3. Perg erakan Harg a Beras

Sumber : SPH K BI Palembang

Grafik 4. Perg erakan Harg a Minyak Goreng

Sumber : SPH K BI Palembang

Grafik 5. Perg erakan Harg a Daging Ayam

Sumber : SPH K BI Palembang

Grafik 6. Perg erakan Harg a Cab e Merah

Sumber : SPH K BI Palembang

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

39

Pola pergerakan harga antara beberapa komoditas secara umum meningkat. Untuk komponen volatile foods, harga cabe merah mengalami lonjakan harga sebesar 41,8% (qtq), harga beras mengalami tendensi peningkatan sebesar 5,3% (qtq), sedangkan minyak goreng mengalami peningkatan harga sebesar 13,9% (qtq). Di sisi lain, daging ayam mengalami penurunan harga sebesar 13,1%. Sama halnya dengan volatile foods, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation mengalami peningkatan. Harga nasi dan mie mengalami peningkatan masing-masing sebesar 7,7% dan 2,3% (qtq). Selain itu, harga emas perhiasan mengalami inflasi sebesar 11,3% (qtq).

Grafik 7. Perg erakan Harg a Nasi

Sumber : SPH K BI Palembang

Grafik 8. Pergerakan Harg a Mie

Sumber : SPH K BI Palembang

Grafik 9. Perg erakan Harg a Emas Perhiasan

Sumber : SPH K BI Palembang

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

40

kedelai masing-masing sebesar 43,33% dan 50,02% (yoy). Adapun harga emas mengalami

peningkatan sebesar 11,57% (qtq) dari USD 1.227,73/oz menjadi USD 1.369,73/oz.

Walaupun meningkat, peningkatan harga emas mengalami perlambatan dari 27,77% (yoy)

menjadi 24,39% (yoy).

Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi

tahunan tertinggi yaitu sebesar 14,93% (yoy), diikuti oleh kelompok sandang dan

kelompok perumahan yaitu masing-masing sebesar 8,85% dan 3,22% (yoy). Sebaliknya,

inflasi terendah terjadi pada kelompok kesehatan dan kelompok transportasi masing-

masing sebesar 0,92% dan 1,41% (yoy).

Bila dibandingkan dengan triwulan

III, inflasi tahunan sebagian besar kelompok

barang dan jasa cukup bervariasi.

Kelompok bahan makanan dan kelompok

sandang mengalami peningkatan inflasi

yang cukup besar dari yang semula sebesar

9,77% dan 7,28% menjadi 14,93% dan

8,85% (yoy). Kelompok makanan jadi juga

mengalami peningkatan inflasi dari 1,29%

menjadi 1,69% (yoy). Adapun perubahan

tingkat inflasi pada kelompok barang

lainnya relatif kecil.

Kelompok bahan makanan berkontribusi sebesar 57% pada inflasi tahunan

Desember 2010. Kelompok perumahan dan kelompok sandang berkontribusi masing-

masing sebesar 14% dan 13%. Subkelompok bumbu-bumbuan merupakan subkelompok

yang berkontribusi tertinggi pada inflasi tahunan, yaitu mencapai 23%. Kenaikan

subkelompok bumbu-bumbuan terutama dikontribusikan oleh kenaikan harga cabe yang

tinggi pada beberapa bulan terakhir. Selain itu, subkelompok padi-padian juga

berkontribusi tinggi terhadap inflasi tahunan, yaitu sebesar 21%, yang banyak dipengaruhi

oleh kenaikan harga beras yang cukup persisten. Subkelompok sayur-sayuran dan

subkelompok daging dan hasilnya berkontribusi terhadap inflasi tahunan masing-masing

sebesar 6% dan 5%.

Grafik 2.4 Perkembang an Inflasi Tahun an per Kelompo k Barang dan

Jasa di Palembang

Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

41

RINGKASAN PENELITIAN: PERSISTENSI INFLASI KOTA PALEMBANG

Persistensi inflasi merupakan derajat korelasi serial yang positif antara inflasi periode t dengan periode sebelumnya (Batini, 2002) dan seberapa lama waktu yang diperlukan oleh inflasi untuk kembali ke posisi semula jika terjadi kejutan untuk kembali ke perilaku normal atau rata-ratanya (Ceccheti dan Debelle 2004).

Persistensi inflasi Sumatera Selatan (dalam hal ini yang dihitung adalah inflasi Kota Palembang) tergolong tinggi meski lebih rendah dibanding nasional, dengan kelompok tertinggi kelompok bahan makanan, diikuti dengan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Sementara pada komoditas persistensi inflasi tertinggi yaitu pada minyak goreng diikuti dengan kontrak rumah, beras, pempek, mie, sewa rumah, tukang bukan mandor, dan gas elpiji. Pembedaan periode pengamatan berdasarkan masa sebelum dan sesudah pemberlakuan Inflation Targetting Framework (ITF) memperlihatkan pengaruh implementasi kebijakan ITF belum terbukti secara statistik dapat menurunkan derajat persistensi inflasi Kota Palembang.

Berdasarkan New Keynesian Phillips Curve (NKPC) hybrid, perilaku inflasi dipengaruhi oleh eskpektasi inflasi yang lebih bersifat backward looking. Perilaku pembentukan harga yang cenderung melihat ke belakang di Kota Palembang terkait dengan masih banyaknya pengusaha di Palembang yang tidak mengubah harga. Selain itu pada komoditas kebutuhan pokok (seperti beras, gula, minyak goreng) di Kota Palembang hanya dikuasai oleh sedikit pedagang. Persistensi inflasi kelompok bahan makanan dan makanan jadi beserta komoditas pembentuknya (minyak goreng, beras, pempek, dan mie) memiliki derajat persistensi inflasi yang lebih tinggi dibanding komoditas lain, dikarenakan struktur pasar dan sifat barang tersebut yang tergolong inelastis. Untuk komoditas beras, penyebab tingginya persistensi inflasi antara lain adalah beras produksi Sumatera Selatan selain dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Selatan juga oleh beberapa provinsi lainya yaitu Bangka Belitung, Lampung, Jambi, Riau, Bengkulu, dan Jakarta.

Inflasi Sumatera Selatan dan Indonesia konvergen, dengan tingkat konvergen setelah penerapan ITF sedikit lebih tinggi dibanding sebelum penerapan ITF. Selain itu tingkat konvergensi Sumatera Selatan dengan Indonesia pada saat era otonomi mengalami peningkatan dibanding sebelum era otonomi. Inflasi Sumatera Selatan (Kota Palembang) dengan provinsi lain (Bangka Belitung, Jambi, Lampung, Bengkulu, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur) konvergen dengan tingkat yang berbeda-beda, dimana tingkat konvergensi tertinggi adalah inflasi Sumatera Selatan dengan Bangka Belitung. Inflasi Kota Palembang dengan target/sasaran inflasi nasional konvergen dengan tingkat yang tidak terlalu tinggi.

Inflasi Kota Palembang memiliki tingkat persistensi yang cukup tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan inflasi Kota Palembang cenderung lambat untuk kembali ke keseimbangan awal jika terjadi gangguan (shock). Sehingga, strategi untuk meminimalisir potensi inflasi adalah sedapat mungkin menghindari shock dan pengendalian inflasi yang lebih bersifat preventif.

Suplemen 5

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

42

Terkait dengan hal tersebut, maka perlu untuk memunculkan awareness stakeholders akan pentingnya pengendalian inflasi di daerah, penguatan manajemen stok, khususnya kebutuhan barang pokok seperti beras, persiapan program mitigasi bencana untuk menjaga kelangsungan pasokan, regulasi antisipasi kelangkaan pasokan (supply dan distribusi), diseminasi melalui media massa yang cukup intensif dapat dilakukan guna mempengaruhi ekspektasi inflasi masyarakat.

Selain itu, diperlukan peningkatan koordinasi antara TPID Sumatera Selatan dengan provinsi lain mengingat tingginya tingkat konvergensi inflasi Kota Palembang dengan provinsi lain. Salah satu koordinasi yang dapat dilakukan adalah mengenai distribusi dan produksi tanaman bahan makanan. Mengingat Sumatera Selatan merupakan produsen beras yang cukup besar di Sumatera, sehingga produksi beras Sumatera Selatan juga dikonsumsi oleh beberapa provinsi lain.

Peran pemerintah daerah dalam era otonomi sangat besar dalam mempengaruhi inflasi baik secara jangka pendek maupun panjang, yaitu dari sisi penawaran. Perlunya kebijakan pemerintah yang dapat menurunkan inflasi dan meningkatkan pertumbuhan, seperti program sekolah gratis yang telah dapat menurunkan inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga. Lebih jauh lagi secara jangka panjang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Sumatera Selatan yang merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

43

Sejak awal tahun hingga Desember 2010, peningkatan inflasi yang terjadi terutama

didorong oleh adanya inflasi pada volatile foods. Core inflation tercatat stabil pada tingkat

yang rendah sejak pertengahan 2009 dan sampai bulan Juni 2010. Inflasi administered

prices mulai menunjukkan peningkatan namun masih berada pada level yang rendah.

Walaupun mempunyai pergerakan yang cenderung searah dengan inflasi nasional,

inflasi kota Palembang relatif cukup terkendali sejak pertengahan tahun 2009 sampai

dengan triwulan IV 2010, dimana inflasi tahunan Palembang setiap bulannya selalu berada

di bawah inflasi nasional. Inflasi Palembang sebesar 6,02% (yoy) sedangkan inflasi nasional

sebesar 6,96% (yoy) pada triwulan IV 2010, atau mempunyai selisih sebesar 0,94%.

Grafik 2.7 Perbanding an Inflasi Tahun an

Palembang dan N asional

Sumber: BPS

Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Tahunan: Core, Volatile Foods,

Administered Pr ices

Grafik 2.5 Kontribusi Inflasi Tahunan

Sumber: BPS, diolah

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

44

REALISASI INFLASI PALEMBANG BERADA PADA RANGE PROYEKSI SETIAP

TRIWULAN PADA TAHUN 2010

Pengendalian inflasi merupakan suatu proses utama dalam mencapai tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu memelihara kestabilan nilai Rupiah. Sejak tahun 2005, Bank Indonesia menerapkan Kebijakan moneter dengan Inflation Targeting Framework (ITF) yang bersifat forward looking.

Untuk efektivitas penerapan ITF, Bank Indonesia perlu menuntun ekspektasi inflasi masyarakat yang salah satunya dilakukan melalui diseminasi proyeksi inf lasi ke depan. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia Palembang juga mendiseminasikan proyeksi inflasi selama satu tahun pada awal tahun.

Melalui Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2009 dan beberapa kajian rutin perekonomian Sumatera Selatan yang bersifat internal, Bank Indonesia Palembang dalam berbagai kesempatan telah menyampaikan angka proyeksi inflasi tahun 2010 pada akhir 2009. Kota Palembang diprediksi akan mengalami inflasi sebesar 5,24±1% (yoy) pada tahun 2010, atau 4,24-6,24% (yoy), lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada tahun 2009 yang sebesar 1,85% (yoy). Realisasi inflasi pada akhir tahun 2010 mencapai 6,02% (yoy), atau sesuai dengan proyeksi. Mencermati pencapaian inflasi di akhir tahun yang telah terjadi, inflasi berada lebih tinggi dari median proyeksi yang mengindikasikan terealisasinya risiko tekanan inflasi tinggi yang berasal dari gangguan suplai barang sebagai akibat dari anomali cuaca, sehingga memunculkan excess demand pada kondisi permintaan pangan yang cenderung inelastis. Sepanjang triwulan, realisasi inflasi sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia Palembang.

Suplemen 6

Grafik 1. Tracking Proyeksi dan R eal isasi Inflasi 2010

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

45

Pada triwulan I 2010, realisasi inflasi sebesar 2,50% (yoy) atau lebih rendah dari median proyeksi triwulan I 2010 yang sebesar 2,77% (yoy). Kemudian, realisasi inflasi meningkat menjadi 3,62% (yoy) atau sangat mendekati median proyeksi triwulan II 2010 yang sebesar 3,70% (yoy). Pada triwulan III 2010, realisasi inflasi mencapai 4,57% (yoy) atau lebih tinggi dari median proyeksi triwulan III 2010 yang sebesar 3,96% (yoy). Pada akhir tahun, realisasi inflasi mencapai 6,02% (yoy) atau lebih tinggi dari median proyeksi yang sebesar 5,24% (yoy).

Sejak triwulan I hingga triwulan IV 2010, deviasi proyeksi mengalami peningkatan setiap triwulannya. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi semakin melebihi tingkat normal, dan lebih banyak disebabkan oleh volatilitas jangka pendek.

Tabel 1. Proyeksi dan R ealisasi Inflasi 2010

Triwulan Proy eksi

Realisasi Dev iasi

terhadap median

Batas bawah Median Batas atas

I 1.77 2.77 3.77 2.50 -0.27

II 2.70 3.70 4.70 3.62 -0.08 III 2.96 3.96 4.96 4.57 0.61

IV 4.24 5.24 6.24 6.02 0.78

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

46

2.2. Inflasi Bulanan

Kota Palembang pada bulan Desember

2010 tercatat mengalami inflasi sebesar

0,54% (mtm), menurun dibandingkan

bulan Juli 2010 dimana terjadi inflasi

sebesar 1,01%. Selama bulan November

dan Desember 2010, terjadi kenaikan harga

volatile foods yang cukup signifikan

disebabkan oleh adanya anomali cuaca

yang juga merupakan isu global.

Berkurangnya produksi dan pasokan

komoditas bahan makanan akibat kondisi

cuaca yang tidak kondusif dibarengi

dengan permintaan yang cenderung

inelastis memberikan tekanan inflasi yang

cukup tinggi pada akhir tahun 2010.

Inflasi bulanan yang tertinggi pada bulan Desember 2010 terjadi pada kelompok

bahan makanan dan kelompok sandang masing-masing sebesar 1,02%. Kenaikan harga

kelompok bahan makanan disumbang antara lain oleh kenaikan harga cabe dan beras.

Harga-harga di kelompok tersebut secara umum mengalami peningkatan didorong oleh

gangguan produksi dan pasokan dari pulau Jawa berkenaan dengan gagalnya panen

beberapa komoditas pangan sehubungan dengan anomali cuaca yang terjadi. Kelompok

perumahan mengalami kenaikan harga yang disebabkan antara lain oleh meningkatnya

harga-harga bahan bangunan. Kelompok sandang mengalami inflasi yang cukup tinggi

seiring kenaikan harga emas dan meningkatnya ekspektasi inflasi, kelompok makanan jadi

juga menunjukkan tendensi peningkatan yang semakin tajam. Harga-harga kelompok

kesehatan dan kelompok pendidikan relatif konstan. Sementara itu, kelompok transportasi

mengalami penurunan harga pada bulan Oktober sebagai penyesuaian setelah Idul Fitri.

Grafik 2.8 Perkembang an Inflasi Bulanan Palembang

Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

47

ANOMALI CUACA MEMICU INFLASI

Cuaca ekstrim terjadi pada tahun 2010 in i, yang juga merupakan isu global. Banjir terjadi di berbagai negara seperti Cina, Australia, India, dan Pakistan. Gelombang panas terjadi antara lain di Jepang, Eropa, dan Rusia.

Berdasarkan data BMKG Kenten, rata-rata curah hujan per bulan pada 2010 sangat tinggi, yaitu sekitar 30% lebih tinggi d ibandingkan rata-rata curah hujan selama kurun 2007-2009. Rata-rata curah hujan pada musim kemarau di tahun 2010 lebih tinggi 70% dari rata-rata curah hujan pada musim kemarau selama 2007-2009. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap produksi pertanian, dan mengganggu kualitas hasil pertanian di Sumatera Selatan.

Southern Oscillation Index (SOI) mengindikasikan adanya el nino d i Pasifik pada Januari sampai Maret 2010 (nilai SOI < -8), yang seketika berubah secara ekstrim menjadi la nina pada Mei sampai dengan akhir tahun 2010 (nilai SOI > +8). Kedua fenomena iklim tersebut (el nino dan la nina) merupakan anomali cuaca dan memberikan dampak negatif bagi produksi pertanian. El nino mengganggu produksi pertanian akibat adanya kekeringan, sedangkan la nina akan mengganggu produksi pertanian karena terjadinya banjir dan meningkatnya organisme pengganggu tanaman. Mengingat umur tanaman pangan relatif pendek, maka pengaruh anomali cuaca tersebut akan lebih besar pada produksi tanaman pangan dibandingkan tanaman perkebunan (Irawan, 2006)1. Karena itu, anomali cuaca akan menimbulkan adanya supply shock dan kemudian akan memberikan tekanan inflasi melalui kenaikan harga barang pangan.

1 Bambang Irawan (2006), “Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina: Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan”, Forum Penelitian Argo Ekonomi, Vol. 24, No. 1.

Grafik 1. Perkemb angan Curah Hujan

Sumber : BMKG

Suplemen 7

Grafik 2. Southern Oscillation Index (SOI)

Sumber : Australian Bureau of Meteorology

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

48

Bahan makanan tercatat mempunyai kontribusi yang sangat besar pada inflasi

bulanan September 2010 yaitu sebesar 48%. Kemudian, kontribusi yang tinggi juga dicatat

oleh kelompok sandang, kelompok perumahan dan kelompok makanan jadi, yaitu masing-

masing sebesar 18%, 16% dan 16%. Di antara kelompok bahan makanan, subkelompok

bumbu-bumbuan merupakan subkelompok yang berkontribusi terbesar terhadap inflasi

bulanan, yaitu sebesar 34%, yang diikuti oleh subkelompok ikan segar yang sebesar 9%. Di

sisi lain, subkelompok sayur-sayuran meminimalisir tekanan inflasi dengan berkontribusi

negatif terhadap inflasi sebesar 6%.

Grafik 2.9 Perkembang an Inflasi Bulanan Palembang

per Kelompok Barang dan Jasa

Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

49

Grafik 2.10 Kontribusi Inflasi Bulanan

Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan

Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi Bulanan : Core, Volatile Foods, Administered Prices

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

50

Melalui disagregasi inflasi bulanan, dapat diketahui bahwa inflasi pada triwulan IV

2010 lebih banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation. Core inflation bulanan masih

relatif terkendali di kisaran yang rendah. Komponen volatile foods mengalami perubahan

harga yang semakin bergejolak dibandingkan tren pada dua tahun terakhir, mengalami

inflasi 3,2% (mtm) pada bulan Desember 2010. Di sisi lain, inflasi administered prices mulai

mengalami peningkatan pada bulan Desember, yang antara lain dipengaruhi oleh kenaikan

harga listrik.

Efek anomali cuaca yang sangat terasa pada akhir tahun 2010 ternyata sempat

meningkatkan inflasi bulanan pada bulan November melebihi inflasi bulanan pada bulan

September dimana terdapat hari raya Idul Fitri. Walaupun pada Desember inflasi bulanan

melambat, namun inflasi bulanan yang terjadi masih relatif tinggi dibanding tahun-tahun

sebelumnya.

Grafik 2.12

Event Analysis Inflasi Kota Palemb ang Desember 2009 – Desember 2010

Sumber: Diolah dari BPS Pr ovinsi Sumatera Selatan

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

51

Grafik 2.13 Perbanding an Inflasi Bulanan d an Ekspektasi Harga

Konsumen 3 Bulan YAD

Sumber: BPS dan Survei Konsume n BI

Grafik 2.14 Perbanding an Inflasi Bulanan

Palembang dan N asional

Sumber: Ba dan P usat Statistik

Secara umum inflasi kota Palembang memiliki pola pergerakan yang searah dengan

inflasi nasional, meskipun relatif lebih fluktuatif dibandingkan dengan inflasi nasional,

terutama mulai bulan Agustus 2010. Sejak akhir tahun 2009, Kota Palembang mengalami

inflasi yang secara umum lebih rendah dibandingkan nasional, dan mengalami variasi pada

semester kedua 2010.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan setiap bulan oleh Bank

Indonesia Palembang dengan responden yang berdomisili di Palembang, terdapat

pergerakan yang searah antara laju inflasi bulanan atau laju inflasi bulanan pada bulan

sebelumnya dengan jumlah konsumen yang memprediksikan kenaikan harga pada 3 bulan

yang akan datang (ekspektasi harga t).

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

52

GANGGUAN PASOKAN PICU KENAIKAN HARGA CABE DI PALEMBANG

Pedasnya rasa cabe rupanya masih kalah dengan pedasnya harga cabe yang kian hari kian membumbung tinggi. Selama 3 bulan terakhir harga cabe masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Persoalan harga cabe di Palembang memang tidak dapat dilepaskan dari rantai pasokan Pulau Jawa. Begitu dominannya cabe dari Pulau Jawa terlihat ketika pasokannya berkurang bahkan berhenti sama sekali langsung membawa pengaruh terhadap kenaikan harga cabe. Di Pasar Induk Jakabaring harga cabe merah keriting pada Sabtu 15 Januari 2011 tercatat Rp40.000,- h ingga Rp42.000,- per kg dan cabe rawit mencapai Rp38.000,- hingga Rp40.000,- per kg. Sebagai pusat perkulakan sayur mayur, harga di Pasar Induk Jakabaring tentunya masih lebih murah jika dibanding dengan harga di Pasar Tradisional lain seperti Pasar Cinde dan Pasar Lemabang yang harganya mencapai Rp55.000,- hingga Rp60.000,- per kg baik untuk cabe merah kriting maupun cabe rawit. Menurut salah seorang pedagang besar, masih tingginya harga cabe selama 3 bulan terakhir ini dipengaruhi oleh tidak adanya pasokan cabe dari Pulau Jawa akibat pengaruh cuaca dan bencana alam yang melanda Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Cabe yang berasal dari Pulau Jawa memang sangat mendominasi pasokan cabe di Pasar Induk, mencapai sekitar 70% dari total cabe yang diperdagangkan. Selebihnya merupakan cabe yang berasal dari Betung (Banyuasin), Pagar Alam, dan Lampung. Meski di bulan Januari ini daerah Betung (Banyuasin), Pagar Alam, dan Lampung.telah panen, namun supply-nya tidak mampu untuk membuat harga cabe bergerak ke harga normal sekitar Rp15.000,- per kg. Akibatnya untuk menyiasati harga cabe yang masih tinggi ini sebagian konsumen yang membuka usaha rumah makan yang memerlukan bahan mentah cabe mulai beralih ke cabe giling yang harganya lebih murah, sekitar Rp27.000,- per kg. Pedagang sampai saat ini belum mampu untuk memperkirakan kapan harga cabe akan turun ke harga normal.

Suplemen 8

  

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

• Pertumbuhan kredit lebih cepat dibandingkan pertumbuhan DPK selama tahun 2010.

• Suku bunga simpanan mulai mengalami peningkatan, namun belum diikuti oleh suku bunga pinjaman.

3.1. Kondisi Umum

Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi

Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan IV

2010 (November 2010) dari beberapa indikator

seperti total aset, penghimpunan dana dan

penyaluran kredit/pembiayaan mengalami

peningkatan seiring dengan baiknya kondisi

perekonomian dan naiknya harga komoditas

unggulan.

Secara triwulanan (qtq) total aset

meningkat sebesar 2,51% menjadi Rp49,17

triliun dan secara tahunan total aset perbankan

Sumsel meningkat dibandingkan triwulan yang

sama pada tahun sebelumnya (yoy) sebesar

18,92%.

Penghimpunan DPK triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 16,62% (yoy)

dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp33,39 triliun menjadi Rp38,94 triliun, dan secara

triwulanan tercatat meningkat sebesar 3,03% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit/

pembiayaan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 17,29% (yoy) dari Rp27,91

triliun menjadi Rp32,74 triliun.

Penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) secara tahunan (yoy) tercatat

mengalami peningkatan sebesar 19,47% dari Rp18,19 triliun menjadi sebesar Rp21,73

triliun. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengalami penurunan

sebesar 1,13%.

Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perban kan Provinsi Sumatera Selatan

*Posisi November 2010

BAB 3  

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

54      

Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan  

*Posisi November 2010

 

Peningkatan penghimpunan DPK yang lebih tinggi dari pertumbuhan penyaluran

pembiayaan/kredit secara triwulanan telah menyebabkan penurunan Loan to Deposit Ratio

(LDR) dari 86,06% pada triwulan III 2010 menjadi 84,08% pada triwulan IV 2010.

3.2. Kelembagaan

Jumlah bank yang beroperasi di Provinsi Sumsel

sampai dengan triwulan IV 2010 berjumlah 56

bank. Jumlah kantor bank sebanyak 530 kantor

yang terdiri dari 4 Kantor wilayah Bank Umum

Konvensional, 1 Kantor Pusat Bank Pemerintah

Daerah, 18 Kantor Pusat BPR/S, 62 Kantor

Cabang Bank Umum Konvensional, 11

Kantor Cabang Bank Umum Syariah dan 4

Kantor Cabang BPR/S, 314 Kantor Cabang

Pembantu Bank Umum Konvensional, 41

Kantor Cabang Pembantu Bank Umum Syariah,

serta 64 Kantor Kas Bank Umum, 6 Kantor Kas

Bank Syariah dan 4 Kantor Kas BPR. Sementara itu jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM)

tercatat sebanyak 525 unit.

3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)

3.3.1 Penghimpunan DPK

Jika dibandingkan dengan akhir triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy), DPK

mengalami peningkatan sebesar 16,62%. Seluruh komponen DPK mengalami kenaikan

secara tahunan. Giro tercatat meningkat dari Rp4,79 triliun menjadi sebesar Rp6,34 triliun

atau sebesar 32,45%. Tabungan mengalami peningkatan sebesar 19,07% menjadi

Rp16,27 triliun. Simpanan berjangka/deposito meningkat dari Rp14,94 triliun menjadi

Rp16,33 triliun atau meningkat sebesar 9,03%.

Secara triwulanan (qtq), penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar

3,03% yang dikontribusikan oleh peningkatan simpanan deposito dan tabungan masing-

masing sebesar 5,37% dan 6,45%. Namun di sisi lain, seiring dengan pelunasan transaksi

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

55  

bisnis yang dilakukan pada akhir tahun, simpanan giro mengalami penurunan sebesar

9,57% (qtq).

 

Berdasarkan pangsa masing-masing komponen simpanan terhadap total DPK yang

dihimpun, deposito tercatat memiliki pangsa terbesar yaitu sebesar 41,93%, atau sedikit

melebihi tabungan yang pada triwulan lalu memiliki pangsa terbesar. Sementara itu

tabungan dan giro masing-masing memiliki pangsa sebesar 41,78% dan 16,29%.

 3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota

Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang masih

mengelompokkan daerah berdasarkan 11 kabupaten/kota. Berdasarkan laju pertumbuhan

secara tahunan (yoy), penghimpunan DPK Musi Banyuasin tercatat mengalami

pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 54,06% atau dengan pangsa pertumbuhan

tahunan sebesar 2,33%. Kota Palembang mencatat kontribusi terhadap pertumbuhan

tahunan yang tinggi, yaitu sebesar 12,66%. Pada periode ini, Lematang Ilir Ogan Tengah

merupakan wilayah yang membatasi pertumbuhan kredit secara tahunan, yaitu dengan

andil pertumbuhan tahunan sebesar minus 0,33%.

Grafik 3.3 Pertumbuhan D PK Perban kan di Provinsi Sumatera Selatan

*Posisi November 2010

Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Tr iwulan IV 2010

di Provinsi Sumatera Selatan

*Posisi November 2010

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

56      

Tabel 3.1

Pertumbuhan DPK Perban kan p er Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)

Kabupaten/Kota 2009 2010

IV I II III IV* Prabumulih 1,069,924 994,060 1,204,056 1,287,632 1,262,557

Pagar Alam 308,350 244,480 327,537 372,992 369,986

Lubuklinggau 1,196,570 1,266,307 1,467,709 1,465,093 1,430,246

Baturaja 789,252 42,448 44,761 52,096 46,499

Palembang 22,469,744 21,479,957 23,946,104 25,466,056 26,629,153

Ogan Komering Ulu 472,256 1,329,957 1,519,619 1,572,425 1,618,354

Ogan Komering Ilir 746,578 841,085 694,373 637,310 637,139

Musi Banyuasin 1,041,640 1,265,999 1,795,090 1,803,149 1,604,732

Musi Rawas 45,194 104,645 44,027 52,043 60,541

Lematang Ilir Ogan Tengah 4,524,899 4,482,735 4,263,236 4,204,704 4,394,034

Lahat 722,501 764,056 870,552 875,061 881,779

*Posisi November 2010

Pertumbuhan DPK secara triwulanan di berbagai wilayah secara umum pada

periode ini relatif rendah. Wilayah Palembang dan Lematang Ilir Ogan Tengah tercatat

sebagai wilayah dengan peningkatan penghimpunan DPK terbesar secara triwulanan yakni

masing-masing naik sebesar 4,57% dan 4,50%. Sementara itu, beberapa kota/kabupaten

lain yakni Musi Banyuasin dan Baturaja mencatat penurunan DPK dibandingkan triwulan

sebelumnya. DPK Kabupaten Musi Banyuasin juga tercatat mengalami penurunan paling

drastis yaitu sebesar 11,00%. Kontribusi Palembang terhadap pertumbuhan DPK

merupakan yang tertinggi yakni sebesar 3,12%. Wilayah yang juga berkontribusi sebagai

penopang pertumbuhan triwulanan antara lain adalah Lematang Ilir Ogan Tengah dan

Ogan Komering Ulu, dengan andil masing-masing sebesar 0,51% dan 0,12%. Berdasarkan

pangsa, DPK Kota Palembang masih merupakan wilayah dengan pangsa terbesar yakni

sebesar 68,39% dari total DPK Sumatera Selatan, sementara daerah yang mempunyai

pangsa terendah adalah Kabupaten Baturaja sebesar 0,12%.

3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan

3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral

Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 17,29%

dari tahun sebelumnya (yoy) yaitu dari Rp27,91 triliun menjadi Rp32,74 triliun. Laju

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

57  

pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit sektor jasa listrik, gas, dan air dan kredit sektor

jasa sosial masyarakat dan masing-masing sebesar 172,27% dan 113,36%.

Tabel 3.2

Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta)

Sektor 2009 2010

IV I II III IV*

Pertanian 4,935,680 4,263,349 4,270,243 4,747,927 4,830,256

Pertambangan 609,393 615,637 518,460 587,974 718,683

Perindustrian 3,156,263 2,610,876 3,018,585 3,282,853 3,685,796

Perdagangan 5,828,923 4,936,273 5,325,800 6,292,020 6,379,800

Jasa-jasa 3,485,232 3,518,964 3,712,200 4,100,111 4,375,275

Listrik, Gas dan Air 242,201 250,016 284,317 639,984 659,433

Konstruksi 1,550,167 1,485,497 1,601,727 1,638,913 1,675,739

Pengangkutan 244,498 330,557 363,728 356,889 348,540

Jasa Dunia Usaha 1,262,746 1,255,387 1,041,484 1,050,939 1,295,528

Jasa Sosial Masyarakat 185,620 197,507 420,944 413,386 396,035

Lain-lain 9,896,154 12,060,873 13,224,773 13,509,297 12,747,304

*Posisi November 2010

Sektor yang berkontribusi terbesar sebagai penopang pertumbuhan kredit tahunan

adalah sektor jasa listrik, gas dan air dan sektor perindustrian masing-masing sebesar 3,47%

dan 1,89%. Sektor perindustrian juga memegang peranan terbesar pada pertumbuhan

triwulanan dengan andil pertumbuhan sebesar 1,38%. Pertumbuhan kredit secara tahunan

sedikit terhambat oleh pertumbuhan kredit di sektor pertanian dengan andil sebesar minus

0,32%.

Selain sektor lain-lain, sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar dalam

penyaluran kredit yaitu sebesar 19,49%. Urutan kedua dan ketiga ditempati oleh sektor

pertanian dan sektor perindustrian yaitu masing-masing sebesar 14,75% dan 11,26%.

Selain itu, penyaluran kredit di sektor jasa konstruksi dan sektor jasa dunia usaha juga

mempunyai pangsa yang cukup besar, yaitu masing-masing sebesar 5,12% dan 3,96%.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

58      

3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan

Penyaluran kredit/pembiayaan menurut penggunaan mengalami perubahan yang bervariasi

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Kredit modal kerja

mencatat peningkatan paling tinggi yakni dari Rp11,87 triliun menjadi Rp.14,54 triliun atau

22,43%. Kredit konsumsi mencatat pertumbuhan sebesar 22,34%. Di sisi lain, kredit

investasi menurun 0,73%. Secara triwulanan (qtq), penyaluran kredit/pembiayaan untuk

investasi justru tercatat mengalami peningkatan yang juga tertinggi yaitu sebesar 10,00%.

Penyaluran kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar 1,44%, sedangkan kredit

konsumsi tercatat menurun sebesar 4,31%.

Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral

Provinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2010

 *Posisi November 2010

Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan

Provinsi Sum atera Selatan

*Posisi November 2010

Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit /Pembiayaan

Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan IV 2010

 *Posisi November 2010

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

59  

Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit

modal kerja yakni sebesar 44,40%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar

36,93%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 18,67%. Jika diperhatikan pula data

triwulan sebelumnya, telah terjadi sedikit peningkatan pada proporsi kredit modal kerja dari

sebelumnya sebesar 44,07%.

3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten

Berdasarkan daerah penyaluran kredit, wilayah Lubuklinggau, Musi Banyuasin, dan

Palembang tercatat sebagai wilayah yang paling dominan dalam penyaluran

kredit/pembiayaan secara tahunan (yoy) yakni dengan andil pertumbuhan masing-masing

sebesar 34,87%, 27,00% dan 24,83%.

Tabel 3.3

Perkembang an Penyaluran Kredit/Pemb iayaan Perb ankan per W ilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)

Wilayah 2009 2010

IV I II III IV*

Prabumulih 1,034,049 926,720 1,065,823 1,120,648 1,077,349

Pagar Alam 309,706 264,518 269,491 311,886 289,665

Lubuklinggau 840,973 921,416 1,130,749 1,145,890 1,134,211

Baturaja 1,099,851 95,339 91,588 102,257 111,769

Palembang 14,835,993 16,204,837 16,815,392 18,063,601 18,520,274

Ogan Komering Ulu 1,743,072 1,844,438 2,087,848 2,216,523 2,169,811

Ogan Komering Ilir 2,209,802 2,259,199 2,485,484 2,519,835 2,507,507

Musi Banyuasin 2,727,439 2,342,973 2,745,756 3,470,524 3,463,952

Musi Rawas 693,235 869,712 766,770 841,560 822,388

Lematang Ilir Ogan Tengah 1,674,845 1,552,376 1,803,014 1,884,898 1,820,057

Lahat 737,015 718,920 802,817 837,322 814,928

Lainnya 5,665 5,524 5,329 5,238 5,203 *Posisi November 2010

Begitupun halnya dengan pertumbuhan secara triwulanan (qtq), wilayah Palembang

dan Musi Banyuasin tercatat sebagai wilayah dengan kontribusi tertinggi terhadap

pertumbuhan kredit/pembiayaan yakni masing-masing sebesar 14,05% dan 2,86%.

Sementara itu, kontribusi pertumbuhan yang negatif disumbang oleh wilayah Pagar Alam

dengan andil sebesar minus 0,06%.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

60      

Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Pro vinsi Sum atera Selatan Triwulan IV 2010

Berdasarkan Wilayah

*Posisi November 2010

Menurut lokasi penyaluran, Palembang tercatat sebagai kota dengan pangsa

penyaluran kredit terbesar yakni sebesar 56,57%. Kemudian disusul oleh Musi Banyuasin

dan Ogan Komering Ilir yaitu masing-masing mempunyai pangsa sebesar 10,58% dan

7,66%.

3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM)

Realisasi kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) pada triwulan ini secara tahunan

tercatat mengalami peningkatan dari posisi yang sama tahun sebelumnya, yakni meningkat

sebesar 19,47% (yoy) dari Rp18,19 triliun menjadi sebesar Rp21,73 triliun. Berdasarkan

penggunaan, pertumbuhan tertinggi adalah kredit investasi yaitu sebesar 26,52%, diikuti

oleh kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 22,29% dan 13,47%.

Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengalami penurunan sebesar

1,13% dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut dikontribusikan oleh

penurunan penyaluran kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing sebesar

3,30% dan 3,68%. Di sisi lain, kredit investasi masih tumbuh positif sebesar 25,97%.

Berdasarkan pangsa penggunaan, kredit yang diberikan pada triwulan IV 2010

banyak digunakan untuk konsumsi dan modal kerja. Kredit konsumsi tercatat sebesar

Rp11,93 triliun atau dengan pangsa sebesar 54,89%, sementara kredit modal kerja tercatat

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

61  

sebesar Rp7,55 triliun atau dengan pangsa sebesar 34,77%. Selain itu, kredit investasi

tercatat sebesar Rp2,25 triliun atau dengan pangsa sebesar 10,35%.

Berdasarkan plafon kredit, realisasi penyaluran kredit kecil masih mencatat

pertumbuhan tertinggi secara tahunan. Secara tahunan (yoy), perkembangan realisasi

penyaluran kredit mikro (plafon sd. Rp50 juta) mengalami peningkatan sebesar 2,83%,

sedangkan kredit kecil (plafon Rp51 juta s.d. Rp500 juta), dan menengah (Rp501 juta s.d.

Rp5 miliar) masing-masing meningkat sebesar 29,00%, dan 23,76%. Secara triwulanan

(qtq), perkembangan realisasi penyaluran kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil masing-

masing menurun sebesar 1,40% dan 3,31%, sedangkan penyaluran kredit menengah

masih meningkat sebesar 3,21%.

Menurut komposisinya, kredit kecil mempunyai pangsa tertinggi yaitu sebesar

46,46% dari keseluruhan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah. Kemudian, kredit mikro dan

kredit menengah masing-masing mempunyai pangsa sebesar 26,91% dan 26,63%.

Walaupun menurun secara triwulanan, pangsa penyaluran kredit kecil mengalami

peningkatan cenderung berkelanjutan sejak awal tahun 2009.

3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan

Suku bunga bank umum konvensional yang terdiri dari suku bunga simpanan dan suku

bunga pinjaman pada triwulan IV 2010 mengalami pertumbuhan dengan arah yang

Grafik 3. 9 Penyaluran Kredit MKM Perb ankan

Provinsi Sum atera Selatan Menurut Penggunaan

 *Posisi November 2010

Grafik 3.10 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit

 *Posisi November 2010

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

62      

berbeda. Kenaikan bunga simpanan dan penurunan suku bunga pinjaman mempersempit

spread suku bunga kredit perbankan.

3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan

Suku bunga simpanan yang terdiri dari suku bunga simpanan yang berjangka waktu

1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, secara rata-rata mengalami peningkatan

bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Suku bunga simpanan mengalami

peningkatan setelah menurun pada

beberapa periode terakhir. Rata-rata suku

bunga simpanan tercatat sebesar 7,55%,

sedikit meningkat dibandingkan dengan

tingkat suku bunga simpanan pada triwulan

sebelumnya (qtq) yang tercatat sebesar

7,45%, namun lebih rendah dibandingkan

dengan periode yang sama tahun

sebelumnya (yoy), yang sebesar 8,12%.

Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, berdasarkan jangka waktu

simpanan, jenis simpanan dengan berbagai jangka waktu mengalami perubahan yang

bervariasi. Kenaikan suku bunga yang secara relatif paling tajam terjadi pada jenis

simpanan dengan jangka waktu 24 bulan, yaitu sebesar 0,25%.

Suku bunga simpanan yang tertinggi saat ini dicatat oleh suku bunga simpanan

dengan jangka waktu 24 bulan, yakni sebesar 8,50%. Sedangkan suku bunga simpanan

yang memiliki rate paling rendah adalah dengan jangka waktu 6 bulan yakni sebesar

7,13%.

3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman

Perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal

kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, secara rata-rata mengalami penurunan

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), namun sedikit

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq).

Grafik 3.11 Perkembang an Suku Bunga Simpanan

Sumatera Selatan

 

*Posisi November 2010

 

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

63  

Rata-rata tingkat suku bunga

pinjaman tercatat sebesar 15,34%,

sedikit menurun apabila dibandingkan

dengan tingkat suku bunga pinjaman

pada triwulan sebelumnya (qtq) yang

sebesar 15,41%. Namun, suku bunga

pinjaman lebih tinggi dibandingkan

dengan tahun sebelumnya (yoy) yang

tercatat sebesar 15,22%. Berdasarkan

penggunaan, suku bunga kredit yang

tertinggi pada triwulan IV 2010 adalah

suku bunga kredit konsumsi, yaitu

sebesar 18,19%. Sementara itu kredit

investasi tercatat sebagai kredit dengan

suku bunga terendah, yakni sebesar

13,78%.

Berbeda dengan suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja,

suku bunga kredit konsumsi mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. dari 18,17% menjadi 18,19%.

3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga

Spread suku bunga bank umum

konvensional, yaitu selisih antara suku

bunga kredit dan suku bunga

simpanan perbankan tercatat

mengalami penurunan pada triwulan

IV 2010 menjadi 7,79%. Selain itu,

angka tersebut lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya yang

sebesar 7,10%. Hal ini memberikan

indikasi menurunnya excess demand

dalam hal penyaluran kredit pada

triwulan IV 2010.

Grafik 3.12 Perkembang an Suku Bunga Pin jaman

Sumatera Selatan

 

*Posisi November 2010

Grafik 3.13 Perkembang an Spread Suku Bunga Sumatera Selatan

 *Posisi November 2010

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

64      

3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan

Tingkat Non-Performing Loan (NPL)

gross bank umum Sumatera Selatan

pada triwulan IV 2010 sebesar 2,19%,

sedikit meningkat dibandingkan

kondisi tahun sebelumnya maupun

triwulan sebelumnya yang sebesar

2,15%. Sementara itu, NPL net (sudah

memperhitungkan PPAP) posisi

triwulan IV 2010 tercatat sebesar

0,95%, relatif konstan apabila

dibandingkan tingkat NPL net triwulan

sebelumnya.

Perubahan NPL Gross pada periode triwulan IV 2010 secara umum menurun pada

setiap kelompok bank. NPL pada Bank pemerintah relatif konstan pada level 2,07%. Bank

Umum Swasta Nasional (BUSN) mengalami peningkatan NPL dari 2,05% menjadi 2,21%.

Walaupun tetap merupakan yang tertinggi, NPL pada BPR mengalami penurunan dari

7,58% menjadi 7,47%. Persentase NPL gross bank umum konvensional terbesar masih

Grafik 3.16 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwulan IV 2010

*Posisi November 2010

Grafik 3.14 Perkembang an NPL Perban kan Sumatera Selatan

*Posisi November 2010

Grafik 3.15 Perkembang an NPL m enurut Kelompok B ank

*Posisi November 2010

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

65  

bersumber dari sektor perdagangan yakni sebesar 42,61%, meningkat dari triwulan

sebelumnya yang mencapai 38,25%. Sektor pertanian tercatat menyumbang NPL sebesar

7,01% dan sektor konstruksi tercatat menyumbang NPL sebesar 12,19%. Berubahnya

proporsi NPL di sektor–sektor tersebut pada umumnya lebih bersifat temporer bergantung

pada faktor musiman permintaan barang dan jasa serta cash flow yang secara umum

berbeda pada masing-masing sektor.

3.7. Rentabilitas Perbankan

Bank pemerintah mampu mencatat keuntungan sebesar Rp812,4 miliar, lebih tinggi

dibandingkan BUSN yang memperoleh keuntungan Rp449,6 miliar. Sementara itu, BPR

hanya mampu mencetak laba sebesar Rp27,6 miliar.

Return on Asset (ROA) Bank Pemerintah sebesar 2,43%, lebih rendah dibandingkan

BPR yang mencapai 4,35% maupun dibandingkan BUSN yang mencapai 3,37%. Rasio

beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank pemerintah sebesar

80,72%. Sementara itu, BOPO pada BUSN dan BPR lebih rendah, yaitu masing-masing

sebesar 78,18% dan 71,59%.

Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan IV 2010

No Indikator Angka Rasio

Bank Pemerintah BUSN BPR

1 Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) 80.72 78.18 71.59

2 Return on Asset (ROA) 2.43 3.37 4.35

3 Keuntungan (dalam Rp juta) 812,363 449,565 27,647

3.8. Kelonggaran Tarik

Dari Laporan Bank Umum (LBU) KBI Palembang diperoleh informasi bahwa undisbursed

loan (kredit yang belum ditarik oleh debitur) pada triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp2,05

triliun atau 7,71% dari plafon kredit yang disetujui oleh perbankan, menurun dibandingkan

dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,95 triliun atau 13,21%, dan juga

menurun bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,12

triliun atau 7,98%.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

66      

3.9. Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas bank umum konvensional di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV

2010 tergolong cukup likuid dengan

besaran angka rasio likuiditas sebesar

91,76% 1. Rasio tersebut tercatat

menurun jika dibandingkan dengan rasio

likuiditas triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 95,48%.

Meningkatnya rasio likuiditas

merupakan dampak dari kenaikan aktiva

likuid < 1 bulan sebesar 2,04% (qtq)

menjadi sebesar Rp31,33 triliun yang

disertai dengan peningkatan pasiva likuid

< 1 bulan sebesar 6,17% (qtq) menjadi

sebesar Rp34,14 triliun.

                                                                         1 Diperoleh melalui  rasio  nila i aktiva likuid  < 1 bulan terhadap nilai pasiva likuid < 1 bulan  

Grafik 3.17 Perkembang an Undisbursed Loan

Perban kan Sumatera Selatan

*Posisi November 2010

 

Grafik 3.18 Perkembang an Risiko Likuiditas

Perban kan Sumatera Selatan

 *Posisi November 2010

  

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

67  

3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah

Perkembangan bank umum Syariah dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja

yang cukup baik. Total aset pada triwulan IV 2010 (hingga akhir November 2010) tercatat

sebesar Rp2.130,08 miliar, meningkat sebesar 36,30% dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar Rp1.460,97 miliar, dan juga meningkat

apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), yaitu tercatat mengalami

peningkatan sebesar 8,04%.

Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp1.398,53 miliar, meningkat cukup pesat

sebesar 36,30% (yoy) dan meningkat sebesar 8,04% (qtq). Dana investasi t idak terikat

mendominasi pangsa penghimpunan DPK yakni sebesar 87,64% atau sebesar Rp1.224,88

miliar yang terdiri dari komponen tabungan mudharabah sebesar Rp470,53 miliar (pangsa

34,59% dari total DPK) dan deposito mudharabah sebesar Rp754,35 miliar (pangsa

53,05% dari total DPK).

Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta)

INDIKATOR 2009 2010

IV I II III IV*

Total Aset 1,460,966 1,547,729 1,737,731 2,008,655 2,130,084

Dana Pihak Ketiga 1,026,077 1,015,414 1,156,153 1,294,504 1,398,534

1. Simpanan Wadiah 92,307 95,832 130,473 159,938 173,649

- Giro Wadiah 64,322 57,057 75,080 94,874 84,080

- Tabungan Wadiah 27,985 38,775 55,393 65,064 89,569

2. Dana Investasi tidak terikat 933,770 919,582 1,025,680 1,134,566 1,224,885

- Tabungan Mudharabah 419,160 406,078 433,700 447,822 470,532

- Deposito Mudharabah 514,610 513,504 591,980 686,744 754,353

Komposisi Pembiayaan 1,051,636 1,214,996 1,356,821 1,453,330 1,522,512

- Piutang Murabahah 669,024 755,944 869,120 929,506 966,282

- Piutang Istishna 1,919 1,819 1,753 1,881 1,824

- Piutang Qardh 54,364 79,804 85,373 91,414 106,901

- Pembiayaan Mudharabah 215,169 211,819 213,776 228,497 233,678

- Pembiayaan Musyarakah 111,113 165,178 185,764 200,212 211,780

Aktiva Ijarah 47 432 1035 1820 2047

Non Performing Financing 1.09 1.34 1.83 1.05 1.53

*) Data s.d November 2010 

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

68      

Penyaluran pembiayaan mengalami peningkatan secara tahunan sedikit lebih tinggi,

yaitu sebesar 44,78% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 4,76% (qtq). Dari

total penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp1.522,51 miliar, piutang murabahah

memiliki pangsa sebesar 63,96% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan

mudharabah tercatat sebesar Rp 233,68 miliar atau memiliki pangsa sebesar 15,72% dan

pembiayaan musyarakah tercatat sebesar Rp211,78 miliar atau memiliki pangsa sebesar

13,78%. Sementara itu, piutang qardh dan piutang istishna pangsanya masih relatif kecil

yakni masing-masing sebesar 6,29% dan 0,13%.

Secara triwulanan pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih kecil

dibandingkan pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit

Ratio (FDR) menurun dari sebesar 112,27% pada triwulan sebelumnya menjadi 108,86%.

Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah mengalami peningkatan

tipis d ibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,05% menjadi 1,53. Tingkat NPF juga

lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara besaran masih terbilang

rendah.

3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi Sumatera Selatan secara umum menunjukkan

perkembangan kinerja. Total aset BPR meningkat sebesar 20,78% (yoy) atau 0,40% (qtq).

Peningkatan DPK yang terjadi juga cukup tinggi, yakni sebesar 18,72% (yoy) namun secara

triwulanan menurun sebesar 0,34% (qtq).

Grafik 3.19 Perkembang an Aset, DPK, dan Kredit

Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan

 *Posisi November 2010

 

Grafik 3.20 Perkembang an Rasio Likuiditas

Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan

 *Posisi November 2010

 

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

69  

Penyaluran kredit mengalami peningkatan sebesar 2,57% (qtq), dan secara tahunan

juga menunjukkan peningkatan sebesar 25,89% (yoy). Dengan perkembangan DPK dan

penyaluran kredit tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) pada BPR meningkat menjadi

94,88%. Secara bersamaan, tingkat Non Performing Loan (NPL) pada BPR menurun dari

7,58% menjadi 7,47%.

Sama halnya dengan bank umum konvensional, rasio likuiditas BPR meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 39,79% menjadi 44,77%, yang

menunjukkan meningkatnya kondisi likuiditas pada BPR. Rasio likuiditas tersebut meningkat

dari tahun sebelumnya yang sebesar 43,82%.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

70      

VARIASI PERTUMBUHAN DANA PIHAK KETIGA (DPK) PERBANKAN SEBAGAI PENDEKATAN TERHADAP PERBEDAAN KARAKTERISTIK WILAYAH

DI SUMATERA SELATAN *

Rata-rata laju pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di wilayah Sumatera Selatan selama kurun waktu 2006-2010 tercatat sebesar 18,33%. Kondisi tersebut ditopang oleh stabilnya rata-rata pertumbuhan DPK di wilayah utama sentra ekonomi Sumatera Selatan (Kota Palembang, Prabumulih, Lahat, Lubuk Linggau, dan Pagar Alam) pada kisaran 16,69%. Gabungan penghimpunan DPK kelima wilayah tersebut sangat dominan terhadap raihan DPK Sumatera Selatan dengan rata-rata total pangsa sebesar 79,70%. Namun demikian, 6 (enam) wilayah lainnya tercatat mengalami laju pertumbuhan DPK yang cukup bervariasi dari 3,43% hingga mencapai 163,10%. Wilayah Musi Rawas mencatatkan rata-rata peningkatan DPK paling tinggi, sedangkan yang paling rendah ditorehkan oleh wilayah Baturaja.

Secara umum, sebaran laju peningkatan DPK di sebagian besar wilayah Sumatera Selatan berada pada range yang tidak terlalu lebar. Tercatat hanya 3 (tiga) wilayah yang memiliki laju pertumbuhan DPK di atas 20% dan 1 (satu) wilayah dengan pertumbuhan di bawah 5%. Namun demikian, perlu dilakukan pengujian terhadap variabilitas laju pertumbuhan DPK antar wilayah tersebut untuk mengetahui ada tidaknya variansi antar wilayah.

Suplemen 9

Grafik 1. Rata-rata Laju Peningkatan DPK per Wilayah

di Sumatera Selatan Tahun 2006- 2010*

 *Data s.d. November 2010 

Tabel 1. Variabilitas Penghimpunan DPK di Wilayah

Tahun 2006-2010

 

Data 2010 hingga November

*signifikan pa da nilai kritis 5%

*) Pembagian wilayah berdasarkan Statistik Ekonomi dan Ke uangan Daerah (SEKDA) Provinsi S umatera Selatan yang dipublikasikan Kantor Ba nk Indonesia Palembang

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

71  

Adanya variansi pada laju pertumbuhan DPK dapat dijadikan proxy adanya perbedaan karakteristik antar wilayah di Sumatera Selatan. Untuk mengetahui hal tersebut dapat digunakan Uji Anova pada program Predictive Analytics Software (PASW).

Berdasarkan hasil Uji Anova pada laju pertumbuhan DPK yang terjadi di 11 (sebelas) wilayah Sumatera Selatan diperoleh nilai estimasi variansi sesatan (σ2) sebesar 2,497 dengan variansi

wilayah sebesar 15,2710. Dengan asumsi menolak H0 jika σλ2 > 0 dan H0 bermakna tidak

terdapat variansi laju pertumbuhan DPK antar wilayah, maka dapat diketahui bahwa terdapat variansi laju pertumbuhan DPK antar wilayah yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,00 pada tingkat kepercayaan 95%.

Adanya variasi dalam laju pertumbuhan DPK di wilayah Sumsel mengimplikasikan bahwa kemajuan daerah berbeda, khususnya dari sisi income masyarakat. Wilayah yang konsisten mencatat pertumbuhan DPK yang tinggi antara lain adalah Musi Rawas, Ogan Komering Ulu, dan Lematang Ilir Ogan Tengah. Kinerja penghimpunan dana juga terkait dengan kinerja penyediaan dana dalam bentuk kredit/pembiayaan yang bersumber dari sektor perbankan.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

72      

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

• Realisasi belanja maupun pendapatan daerah s.d. November tahun 2010 tercatat

lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya.

• Realisasi pendapatan daerah mencapai Rp2.708,58 miliar atau sebesar 84,36%. Sementara itu, belanja terealisasi 69,33% atau sebesar Rp2.414,44 miliar.

4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Tahun 2010

Pendapatan daerah Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2010 (November) terealisasi

sebesar Rp2.708,58 miliar atau mencapai 84,36% dari total anggaran yang sebesar

Rp3.210,71 miliar. Sementara total realisasi belanja daerah mencapai Rp2.414,44 miliar

atau sebesar 69,33% dari anggaran sebesar Rp3.482,54 miliar. Realisasi belanja maupun

pendapatan daerah sampai dengan November 2010 tercatat lebih rendah dibandingkan

pencapaian pada tahun sebelumnya.

Dari komponen pendapatan daerah, realisasi paling tinggi dicapai oleh pendapatan

Dana Perimbangan yakni sebesar Rp1.466,30 miliar atau mencapai 81,58% dengan

kontribusi sebesar 54,14% dari total realisasi pendapatan. Realisasi Dana Perimbangan

paling tinggi disumbangkan oleh dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak sebesar Rp947,09

dengan pencapaian sebesar 75,08%, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) terealisasi

100%. Sementara itu, realisasi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan

gambaran kemandirian suatu daerah mencapai Rp1.214,58 miliar atau 89,10% dari target

dengan pangsa sebesar 41,31% terhadap total pendapatan. Komponen PAD yang

mencatat realisasi paling besar adalah Pajak Daerah yakni sebesar Rp1.116,69 miliar atau

dengan realisasi sebesar 92,93% dari anggaran. Hasil Retribusi Daerah mencapai 90,96%

dengan nominal sebesar Rp15,35 miliar dan realisasi Lain-lain PAD yang sah mencapai

Rp59,29 miliar atau 69,44% dari target anggaran.

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

74

Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010 (Rp Miliar)

Sumber: Biro Keuanga n Provinsi S umatera Selatan, diolah

Pada komponen belanja, realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 68,72%

atau sebesar Rp935,35 miliar, di bawah pencapaian tahun sebelumnya yang mencapai

79,34%. Realisasi belanja hibah pada komponen belanja tidak langsung tercatat sebesar

Rp75,93 miliar merupakan komponen belanja dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni

sebesar 92,60%. Sementara itu, realisasi belanja pegawai sebesar Rp398,30 miliar atau

mencapai 75,54%. Komponen belanja tidak langsung yang terealisasi paling rendah adalah

belanja tidak terduga yakni sebesar 8,25%.

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

75

Komponen belanja langsung mencapai Rp1.479,09 miliar atau terealisasi sebesar

69,72%, lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 76,90%.

Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp486,11

miliar dan merupakan komponen belanja langsung dengan tingkat realisasi paling tinggi

yakni sebesar 88,05%. Sementara itu, realisasi belanja modal sebesar Rp681,41 miliar atau

mencapai 63,67%. Komponen belanja langsung yang terealisasi paling rendah adalah

belanja barang dan jasa yakni dengan realisasi sebesar Rp311,57 atau terealisasi sebesar

62,44% dari anggaran.

Tabel 4.2 Realisasi APBD Sumsel Tahun 2009 dan Tahun 2010 (Rp Miliar)

Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah

Grafik 4.2 Perbanding an Komponen Sisi Pengelu aran

Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010

Sumber : Biro Ke uangan Provinsi S umatera Selatan

Grafik 4.1 Perbanding an Komponen Sisi Pendapatan

Realisasi APBD Sumsel Tahun 2010

Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

76

4.2. APBD Sumatera Selatan Tahun 2011

Berdasarkan data Biro Keuangan Provinsi Sumatera Selatan diperoleh informasi bahwa

secara umum alokasi APBD tahun 2011 dari sisi pendapatan maupun belanja pemerintah

berada di atas APBD tahun 2010. Di sisi pendapatan, penerimaan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) Sumsel pada tahun 2011 ditargetkan sebesar Rp3.435,48 miliar

atau meningkat sebesar 7,00% dari pendapatan APBD tahun 2010 yang sebesar

Rp3.210,71 miliar. Adapun belanja pemerintah daerah direncanakan sebesar Rp3.565,89

miliar atau meningkat sebesar 2,39% dari sebesar Rp3.482,54 miliar.

Berdasarkan komponen penerimaan, Pendapatan Asli Daerah tercatat ditargetkan

meningkat paling tinggi d ibandingkan sumber pendapatan lainnya yakni sebesar 14,71%.

Hal tersebut setidaknya dapat menutupi pendapatan Lain-lain PAD yang sah mengalami

penurunan sebesar 76,54% dari tahun sebelumnya. Sementara itu berdasarkan komponen

belanja, belanja tidak langsung meningkat sebesar 29,01% sedangkan belanja langsung

direncanakan turun sebesar 14,69%.

Target penerimaan APBD Sumsel tahun 2011 ditopang oleh komponen Dana

Perimbangan yakni sebesar Rp1.859,99 miliar atau mencapai 54,14% dari total target

penerimaan APBD Sumsel. Pangsa komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) tercatat

sebesar 45,52% atau sebesar Rp1.563,70 miliar. Komponen lain-lain PAD yang sah

ditargetkan sebesar Rp11,79 miliar atau dengan pangsa sebesar 0,34%.

Tabel 4.3 APBD Sumsel Tahun 2010 & Tahun 2011

Anggaran 2010 Anggaran 2011 Peningkatan

(Rp Miliar) (Rp Miliar) (%)

Pendapatan 3,210.71 3,435.48 7.00

PAD 1,363.16 1,563.70 14.71

Dana Perimbangan 1,797.29 1,859.99 3.49

Lain-lain PAD 50.26 11.79 (76.54)

Belanja 3,482.54 3,565.89 2.39

Belanja Tidak Langsung 1,361.20 1,756.13 29.01

Belanja Langsung 2,121.34 1,809.76 (14.69)

Surplus/Defisit (271.83) (130.40) (52.03)

Pembiayaan 271.83 130.40 (52.03)

Komponen

Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

77

Komponen Belanja Langsung tercatat sedikit lebih besar dalam menopang

pengeluaran pemerintah Sumatera Selatan dengan pangsa sebesar 50,75% atau mencapai

Rp1.809,76 miliar. Adapun komponen Belanja Tidak langsung tercatat sebesar Rp

Rp1.756,13 miliar atau memiliki pangsa sebesar 49,25%.

Tabel 4.4

APBD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2011 (Rp Miliar)

Sumber: Biro Ke uanga n Provinsi Sumatera Selatan

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

78

Menyikapi rendahnya target penerimaan dibandingkan anggaran belanja,

Pemerintah Provinsi telah menetapkan anggaran pembiayaan daerah secara sebesar

Rp130,40 miliar, turun sebesar 52,03% dari rencana pembiayaan tahun sebelumnya yang

mencapai Rp271,83 miliar.

4.3. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan

Proyeksi terhadap data penerimaan pajak sampai dengan bulan November 2010 yang

diperoleh dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan

Bangka Belitung menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan pajak pada triwulan IV 2010

akan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Walaupun demikian, realisasi penerimaan pajak tahun 2010 secara total diperkirakan

meningkat 14,91% dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Rendahnya realisasi pada

triwulan IV disebabkan karena realisasi Pajak Bumi dan bangunan (PBB) sebagai

penyumbang penerimaan pajak paling besar telah dioptimalkan pada triwulan III 2010.

Penerimaan PPh Orang Pribadi diperkirakan sebesar Rp10,24 miliar atau mengalami

peningkatan sebesar 62,66% (yoy). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan kinerja

triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 9,61% (yoy). Realisasi

penerimaan PPh Orang Pribadi pada tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp53,47 miliar,

meningkat sebesar 35,64% (yoy) dibandingkan realisasi tahun sebelumnya.

Bertolak belakang dengan kinerja penerimaan PPh Orang Pribadi, kinerja

penerimaan PPh Pasal 21 pada triwulan IV diperkirakan mengalami perlambatan

dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya. Penerimaan PPh Pasal 21 triwulan berjalan

diperkirakan hanya meningkat sebesar 14,05% (yoy) menjadi sebesar Rp236,10 miliar,

melambat dari pencapaian triwulan sebelumnya yang mencatatkan peningkatan sebesar

36,85% (yoy). Realisasi penerimaan PPh Pasal 21 pada tahun 2010 diperkirakan mencapai

Rp991,45 miliar, meningkat sebesar 22,48% (yoy) dibandingkan realisasi tahun sebelumnya

yang sebesar Rp809,51 miiar.

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

79

Sementara itu, penerimaan PBB pada triwulan IV 2010 diperkirakan sebesar

Rp376,59 miliar atau turun sebesar 43,66% (yoy). Kondisi tersebut pun tercatat lebih buruk

dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mencatatkan peningkatan sebesar 11,92%

(yoy). Penerimaan PBB selama tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp1,56 triliun, meningkat

sebesar 12,21% dibandingkan realisasi pada tahun 2009. Adapun penerimaan Bea

Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada tahun 2010 diperkirakan turun 11,85%

(yoy) dari tahun sebelumnya menjadi sebesar Rp105,02 miliar.

Grafik 4.3 Perkembang an Penerim aan PPh Orang Pribadi

Sumatera Selatan

Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Kepulauan Ba ngka Belitung

Grafik 4.4 Perkembang an Penerim aan PPh Pasal 21

Sumatera Selatan

Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Kepulauan Ba ngka Belitung

Grafik 4.6 Perkembang an Penerimaan B PHTB

Sumatera Selatan

Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Kepulauan Ba ngka Belitung

Grafik 4.5 Perkembang an Penerim aan PBB

Sumatera Selatan

Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Kepulauan Bangka Belitung

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

80

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Grafik 5.1 Perkembang an Kliring Sumsel

Bab 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

• Aktivitas pembayaran tunai menunjukkan adanya peningkatan. Kendati demikian, secara net telah terjadi penurunan outflow pada kegiatan perkasan selama triwulan IV 2010.

• Transaksi kliring dan RTGS triwulan IV 2010 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)

5.1.1. Perkembangan Kliring dan RTGS Triwulan IV 2010

Perputaran kliring di Sumsel pada

triwulan IV 2010 menunjukkan sedikit

penurunan dalam jumlah warkat, namun

terjadi peningkatan dari sisi nominal

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya, perkembangan

kliring tercatat mengalami peningkatan.

Selama triwulan IV jumlah warkat yang

dikliringkan sebanyak 187.427 lembar

dengan nominal sebesar Rp6,95 triliun. Jumlah warkat secara tahunan meningkat

sebesar 6,30% (yoy), sedangkan secara nominal meningkat sebesar 15,86% (yoy) dari

sebesar Rp6,00 triliun.

Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan IV 2010 menunjukkan peningkatan

baik secara tahunan maupun triwulanan. Nilai net RTGS tercatat sebesar Rp6,94 triliun,

meningkat sebesar 12,03% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu volume

(transaksi) net RTGS juga tercatat mengalami peningkatan dibandingkan tahun triwulanan

sebelumnya, namun mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya.

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

82

Grafik 5.3 Perkembang an Perputaran Kliring dan Hari Kerja

Meningkatnya kegiatan kliring dan RTGS dibandingkan triwulan sebelumnya salah

satunya erat kaitannya dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah di akhir tahun.

Secara triwulanan terjadi sedikit penurunan volume warkat kliring sebesar 1,26% (qtq) dari

sebanyak 189.809 lembar, sedangkan

berdasarkan nominal meningkat sebesar

4,13% (qtq) dari sebesar Rp6,68 triliun.

Perkembangan RTGS secara net dibandingkan

triwulan sebelumnya tercatat mengalami

peningkatan sebesar 35,27% (qtq) dari sisi nilai

dan mengalami peningkatan sebesar 17,97%

dari sisi volume. Jumlah hari kerja pada

triwulan ini tercatat sebanyak 62 hari atau

sama dibandingkan triwulan sebelumnya.

Seiring dengan peningkatan aktivitas pembayaran non tunai, peredaran cek dan

bilyet giro kosong.ternyata mengalami peningkatan. Perkembangan cek dan bilyet giro (BG)

kosong yang dikliringkan pada triwulan IV 2010 tercatat sebanyak 3.551 lembar dengan

nominal sebesar Rp115,55 miliar.

Grafik 5.2 Perkembang an RTGS Sumsel

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

IV I II III IV

2009 2010

-51015202530354045

Nilai RTG S da ri Sumse lNilai RTG S ke Sumse lNilai RTG S Ne t Volume RTG S da ri Sumse l (Aks is Kanan)Volume RTG S ke Sumse l (Aksis K anan)Volume RTG S Ne t (Aksis K anan)

Rp Milia rL

Ribu Lembar

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

83

Jumlah warkat cek/BG kosong tercatat meningkat sebesar 14,92% (qtq)

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni dari sebanyak 3.090 lembar, sedangkan

dari sisi nominal tercatat meningkat sebesar 38,64% (qtq) dari sebesar Rp83,35 miliar.

Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pun nominal cek/BG kosong

tercatat mengalami peningkatan yakni sebesar 31,06% (yoy), sementara itu jumlah warkat

tercatat mengalami peningkatan sebesar 13,70% (yoy).

Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong

Provinsi Sum atera Selatan

IV I II III IV

1. Lembar Warkat 3,123 2,784 2,934 3,090 3,551

2. Nominal (Rp Miliar) 88.17 85.10 87.19 83.35 115.55

Keterangan2009 2010

Aktivitas kliring bulanan yang paling tinggi selama triwulan IV 2010 terjadi pada

bulan November dengan jumlah warkat sebanyak 66.530 lembar dan nominal sebesar

Rp2,37 triliun atau rata-rata perputaran nominal kliring/hari sebesar Rp113,01 miliar.

Sementara itu, secara bulanan aktivitas perputaran warkat cek dan bilyet giro kosong paling

tinggi terjadi pada bulan Desember.

Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro

Kosong Sumsel

Grafik 5.4 Perkembang an Bulanan Jumlah

Perputaran Kliring Sumsel

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

84

Grafik 5.6 Perkembang an Kliring Tahunan Sumsel

5.1.2. Perkembangan Kliring dan RTGS Tahun 2010

Perputaran kliring di Sumsel pada tahun

2010 menunjukkan peningkatan baik

dari jumlah warkat maupun nominal

dibandingkan tahun sebelumnya.

Jumlah warkat yang dikliringkan

tercatat sebanyak 745.360 lembar atau

naik sebesar 5,56% (yoy), dengan

jumlah nominal sebesar Rp26,22 triliun

yang mengalami kenaikan sebesar

13,52% (yoy) dari sebesar Rp23,09

triliun pada tahun 2009.

Perkembangan nilai

RTGS secara net pada tahun 2010

menunjukkan peningkatan yakni

sebesar 8,99% (yoy) dari tahun

sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp19.795,02 miliar. Sementara itu

volume net RTGS tercatat

mengalami peningkatan menjadi

sebesar 30,23 ribu lembar atau

naik sebesar 3,40% (yoy) dari

tahun sebelumnya.

Jumlah warkat cek/BG kosong selama tahun 2010 tercatat meningkat sebesar

9,15% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yakni dari sebanyak 11.323 lembar menjadi

12.359, sedangkan dari sisi nominal tercatat mengalami peningkatan sebesar 22,00% (yoy)

dari sebesar Rp304,24 miliar menjadi Rp371,19 miliar

Grafik 5.7 Perkembang an RTGS Tahunan Sumsel

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

2007 2008 2009 2010

-

50

100

150

200

Nilai RTGS dari SumselNilai RTGS ke SumselNilai RTGS Net Volume RTGS dari Sumsel (Aksis Kanan)Volume RTGS ke Sumsel (Aksis Kanan)Volume RTGS Net (Aksis Kanan)

Rp Miliar Ribu Lembar

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

85

Tabel 5.2 Perputaran Cek dan B ilyet Giro Kosong Tahunan

Propinsi Sumatera Selatan

1. Lembar Warkat 8,041 5,864 8,830 11,323 12,359

2. Nominal (Miliar Rp) 127.00 153.24 278.23 304.24 371.19

2009 2010Keterangan 2006 2007 2008

5.2. Perkembangan Perkasan

5.2.1. Perkembangan Perkasan Triwulan IV 2010

Kegiatan perkasan di Palembang pada triwulan IV 2010 mencatat inflow sebesar Rp1,75

triliun, naik 8,10% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar Rp1,62 triliun. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, terjadi

penurunan sebesar 30,31% (qtq) dari sebesar Rp2,51 triliun. Pada periode yang sama,

outflow tercatat sebesar Rp3,51 triliun, naik sebesar 51,39% (yoy) dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan sebesar 43,70% (qtq) apabila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Dengan membandingkan angka inflow dan outflow maka diperoleh net-outflow

selama triwulan IV 2010 sebesar Rp1,76 triliun, sedangkan pada periode yang sama tahun

sebelumnya tercatat mengalami net-outflow sebesar Rp0,70 triliun. Sementara itu kondisi

triwulan sebelumnya yang mengalami net-inflow sebesar Rp0,06 triliun.

Tabel 5.3 Kegiatan Perkasan di Sumsel (Rp Miliar)

IV I II III IV

Inflow 1,617.00 1,258.33 1,487.84 2,508.09 1,747.93

Outflow 2,319.96 1,635.36 2,501.95 2,444.08 3,512.18

Net Inflow (Net Outflow) (702.96) (377.03) (1,014.11) 64.02 (1,764.25)

2010Keterangan

2009

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

86

Grafik 5.8 Perkembang an Keg iatan Perkasan Sumsel

2009-2010

Grafik 5.9 Perkembang an Penarikan Uang Lusuh

oleh KBI Palembang

Grafik 5.10 Perkembang an Penarikan Uang Lusuh

Tahunan oleh KBI Palembang

Melalui kegiatan perkasan,

dilakukan pula penarikan uang lusuh

di KBI Palembang sebagai wujud dari

clean money policy Bank Indonesia

untuk memenuhi kebutuhan uang

dalam kondisi layak edar. Secara

triwulanan, uang lusuh yang ditarik

tercatat menurun sebesar 29,55%

(qtq), sedangkan secara tahunan

tercatat naik sebesar 51,55%

(yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp149,69 miliar.

Menurut proporsinya terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh juga

mengalami peningkatan dari sebesar 19,16% pada triwulan sebelumnya menjadi 19,36%.

Secara nominal, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan pada triwulan ini mencapai

Rpp338,48 miliar.

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

87

5.2.2. Perkembangan Perkasan Tahun 2010

Kegiatan perkasan di KBI Palembang pada tahun 2010 mencatat inflow sebesar Rp7,00

triliun, meningkat sebesar 19,52% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar

Rp5,86 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar Rp10,09 triliun,

meningkat sebesar 31,65% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp7,67 triliun.

Tabel 5.4 Kegiatan Perkasan Tahunan di Sumsel (Rp Miliar)

Inflow 5,238.51 6,970.81 5,858.67 7,002.19

Outflow 7,272.26 7,645.26 7,666.92 10,093.56

Net Inflow (Net Outflow) (2,033.75) (674.45) (1,808.25) (3,091.37)

2010Keterangan 2008 20092007

Dengan membandingkan angka inflow dan outflow maka diperoleh net-outflow

selama 2010 sebesar Rp3,09 triliun, sedangkan pada tahun sebelumnya tercatat mengalami

net-outflow sebesar Rp1,81 triliun. Uang lusuh yang ditarik selama tahun 2010 tercatat

meningkat sebesar 80,66% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp1.007,55 miliar.

5.2.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi

Sebagaimana gejala umum yang terjadi secara nasional, masyarakat Sumatera Selatan pada

umumnya sangat mengandalkan uang kertas dalam transaksi keuangan tunai. Hal tersebut

dapat dilihat dari dominasi uang kertas yang mengalir masuk (inflow) maupun yang keluar

(outflow) dari Sumatera Selatan yakni dengan rata-rata mencapai 99,98%.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pecahan mata uang

(denominasi) yang sesuai dan layak edar, inflow uang kertas selama triwulan IV 2010

didominasi denominasi Rp100.000,00 sebesar Rp923,08 miliar atau 52,82%, kemudian

diikuti denominasi Rp50.000,00 sebesar Rp626,85 miliar atau 35,87%. Kedua denominasi

tersebut pun mendominasi outflow yakni masing-masing tercatat sebanyak 66,47% dan

31,59%. Sementara itu denominasi Rp500,00 mendominasi inflow uang logam yakni

sebesar 72,97%, sedangkan outflow didominasi denominasi Rp1.000,00 sebesar 63,32%.

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

88

Tabel 5.5

Pangsa Inflow Sumatera Selatan Berd asarkan Denomin asi

Tabel 5.6 Pangsa Outflow Sumatera Selatan Berdasarkan Denomin asi

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

89

Selain mendominasi pangsa uang kertas, permintaan masyarakat terhadap

denominasi Rp100.000,00 tercatat meningkat sebesar 96,24% (qtq) dibandingkan triwulan

sebelumnya, sementara dibandingkan tahun sebelumnya meningkat sebesar 120,74%

(yoy). Permintaan denominasi Rp50.000,00 pun mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya yakni sebesar 36,92% (qtq), namun mengalami penurunan apabila

dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar 7,97% (yoy).

Pada uang logam, permintaan masyarakat terhadap denominasi Rp1.000,00

tercatat menurun sebesar 38,88% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara

dibandingkan tahun sebelumnya meningkat sebesar 7.107,32% (yoy). Adapun peningkatan

permintaan uang logam yang paling tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya adalah

denominasi Rp500,00 yakni sebesar 383,64% (qtq) dengan peningkatan secara tahunan

sebesar 74,09% (yoy).

Grafik 5.11 Perkembang an Inflow Berdasarkan Denominasi

Uang Kertas

Grafik 5.12 Perkembang an Outflow Berdasarkan D enominasi

Uang Kertas

Grafik 5.13 Perkembang an Inflow Berdasarkan Denominasi

Uang Logam

Grafik 5.14 Perkembang an Outflow Berdasarkan D enominasi

Uang Logam

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

90

5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau

Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, Bank Indonesia

mengadakan kegiatan kas titipan di Kota Lubuk Linggau. Pertimbangan penyelenggaraan

kas titipan di daerah ini dilatarbelakangi oleh relatif tingginya kebutuhan terhadap uang

tunai serta jarak yang cukup jauh dari Kota Palembang.

Tabel 5.7

Perkembang an Kas Titip an Lubuk Linggau (Rp Miliar)

IV I II III IV

Inflow 1,095.19 1,119.30 239.24 312.39 235.59 318.01 253.32

Outflow 1,157.85 1,410.79 344.60 284.62 437.42 318.98 369.78

Net Inflow (Net Outflow) (62.67) (291.49) (105.36) 27.77 (201.83) (0.97) (116.46)

2009 20102010Keterangan 2009

Pada triwulan IV 2010 outflow di Lubuk Linggau tercatat sebesar Rp369,78 miliar,

meningkat sebesar 15,92% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu

aktivitas inflow tercatat sebesar Rp253,32 miliar, turun sebesar 20,34% (qtq) dibandingkan

triwulan sebelumnya, sehingga dengan membandingkan angka outflow dan inflow

diperoleh net-outflow sebesar Rp116,46 miliar.

Dalam kurun waktu tahun 2010 kas titipan Lubuk Linggau mencatat angka net-

outflow sebesar Rp291,49 miliar yang diperoleh dari nilai outflow dan inflow masing-

masing sebesar Rp1.410,79 miliar dan Rp1.119,30 miliar. Net-outflow yang terjadi pada

tahun 2010 tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kondisi tahun 2009 yang

mencapai Rp62,67 miliar.

Grafik 5.15

Perkembang an Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2009-2010

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

• Perkembangan NTP dalam satu tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Rata-rata NTP pada triwulan IV 2010 tercatat sebesar 107,54, meningkat sebesar 2,57% (qtq) dibandingkan periode triwulan sebelumnya.

• Peningkatan harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab meningkatnya Indeks Harga yang diterima Petani, sementara naiknya harga bahan makanan menjadi pendorong utama meningkatnya Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani

6.1. Ketenagakerjaan

Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumsel pada bulan Agustus 2010 mencapai 3.665.044

orang, bertambah 204.679 orang atau 5,91% (yoy) dibanding jumlah angkatan kerja pada

bulan Agustus 2009 yang tercatat sebesar 3.460.365 orang. Secara keseluruhan, kondisi

ketenagakerjaan di Sumsel ditandai perubahan beberapa indikator ketenagakerjaan yang

cukup signifikan ke arah yang lebih baik. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang

bekerja tercatat sebesar 3.421.193 orang, bertambah 224.299 orang atau sebesar 7,02%

(yoy) jika dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya.

Tabel 6.1 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Beker ja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2009 – Agustus 2010

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

92

Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan menurut sektor

ekonomi pada Agustus 2010 relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dimana

sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian. Hal ini d isebabkan sektor pertanian

merupakan sektor utama di Sumatera Selatan dan mayoritas penduduk memiliki mata

pencaharian pada sektor tersebut. Walaupun demikian, pangsa tenaga kerja sektor

pertanian pada Agustus 2010 mengalami penurunan dibanding beberapa semester

sebelumnya menjadi sebesar 58,10%.

Hal yang cukup mengembirakan adalah adanya peningkatan pangsa tenaga kerja

yang bergerak pada sektor jasa. Sektor tersebut kini memiliki pangsa tenaga kerja sebesar

12,20% dan tercatat merupakan pencapaian tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun

terakhir. Berubahnya pola hidup seiring tingkat pendidikan yang semakin maju diyakini

menjadi pendorong utama terjadinya transformasi struktur ketenagakerjaan.

Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan

Kerja Nasional (Sakernas), diidentifikasi dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi,

yakni formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha

dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal

umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jika melihat status pekerjaan

berdasarkan klasifikasi formal dan informal, pada bulan Agustus 2010 lebih dari 70%

tenaga kerja Sumatera Selatan bekerja pada kegiatan informal.

Tabel 6.2 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Beker ja Menurut Status Pekerjaan, F ebruari 2009 – Agustus 2010

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

93

6.2. Pengangguran

Pengangguran merupakan indikator utama dari bidang ketenagakerjaan dan kesejahteraan.

Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan

ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat

pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2010

mengalami penurunan sebanyak 19.620 orang atau 7,45% dibandingkan dengan posisi

bulan Agustus 2009. Namun apabila dibandingkan dengan kondisi bulan Februari 2010

tercatat mengalami sedikit peningkatan sebanyak 6.733 orang atau sebesar 2,84% yang

diperkirakan sebagai dampak dari melambatnya kinerja beberapa sektor unggulan pada

periode survey. Kinerja sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 2,6% (yoy) pada triwulan

III 2010, mengalami perlambatan yang cukup signifikan dari kinerja triwulan I 2010 yang

mencapai 8,9% (yoy).

Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan,

Februari 2009 – Agustus 2010

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

Melambatnya perekonomian secara umum juga telah menyebabkan meningkatnya

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel pada bulan Agustus 2010 menjadi 6,65%

dibandingkan kondisi pada bulan Februari 2010 yang sebesar 6,55%. Namun demikian,

kondisi tersebuut lebih baik dibanding pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya

yang mencatat TPT sebesar 7,61%.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan

pertumbuhan alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

94

banyaknya pencari kerja sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk

perkotaan.

6.3. Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada di

bawah Garis Kemiskinan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 1.125.725 jiwa atau

15,47% dari jumlah penduduk Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan

sebesar 3,61% atau sebesar 42.140 orang dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya (Maret 2009) yang tercatat sebesar 1.167.870 jiwa.

Tabel 6.4

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2010

Tahun Jumlah Penduduk Miskin

(ribuan) Persentase

1993 901,9 15,73

1996 1.017,0 17,04 1999 1.481,9 23,87 2002 1.434,1 22,49

2003 1.397,3 21,54 2004 1.379,3 20,92

Januari 2005 1.429,0 21,01 Januari 2006 1.446,9 20,99 Maret 2007 1.331,8 19,15 Maret 2008 1.249,61 17,73 Maret 2009 1.167,87 16,28 Maret 2010 1.125,73 15,47

Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)

Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2010 berfluktuasi dari

tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar

464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari

17,04% menjadi 23,87%. Selama periode 1999-2010, jumlah penduduk miskin relatif

terus mengalami penurunan.

Garis Kemiskinan mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir,

yakni sebesar 4,38% dari Rp212.381,00 per kapita/bulan menjadi Rp221.687,00 per

kapita/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan

pedesaan, Garis Kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

95

peningkatan sebesar 4,3% dari Rp247.661,00 per kapita/bulan menjadi Rp258.304,00 per

kapita/bulan. Sementara itu, Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan

sebesar 4,5% pada periode yang sama, dari Rp190.109,00 per kapita/bulan menjadi

Rp198.572,00 per kapita/bulan.

Tabel 6.5 Garis Kemiskinan, Jum lah d an Persentase Penduduk Miskin

Menurut Daerah, Maret 2008-Maret 2010

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan

(Rp/Kapita/Bulan)

Jumlah Penduduk

Miskin Persentase

Perkotaan

Maret 2008 229.552 514.704 18,87 Maret 2009 247.661 470.025 16,93 Maret 2010 258.304 471.224 16,73

Perdesaan Maret 2008 175.556 734.905 17,01

Maret 2009 190.109 697.848 15,87 Maret 2010 198.572 654.501 14,67

Kota+Desa Maret 2008 196.452 1.249.609 17,73 Maret 2009 212.381 1.167.873 16,28

Maret 2010 221.687 1.125.725 15,47

Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)

Dengan memperhatikan garis kemiskinan berdasarkan komponen makanan dan

bukan makanan terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan

peranan komoditi bukan makanan. Kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis

kemiskinan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 77,08%. Garis kemiskinan bukan

makanan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar Rp170.875,00/kapita/bulan, dan garis

kemiskinan makanan sebesar Rp50.813,00/kapita/bulan. Kondisi tersebut mengalami

kenaikan dibandingkan Maret 2009 yang mencatat Rp163.801,00/kapita/bulan untuk garis

kemiskinan bukan makanan dan Rp48.580,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan

makanan.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase

penduduk miskin, karena ada beberapa dimensi lain yang perlu diperhatikan yakni tingkat

kedalaman dan keparahan dari kemiskinan itu sendiri. Selain harus mampu memperkecil

jumlah penduduk miskin, kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus mampu

mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

96

Grafik 6.1 Indeks Harga yang d iterima, Indeks Harga yang dibayar

dan Nilai Tukar Petani

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

Tabel 6.6 Garis Kemiskinan Makanan d an Bukan Makanan di Sumsel

Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2010

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)

Total Makanan Bukan Makanan

Perkotaan Maret 2009 181.415 66.246 247.661

Maret 2010 188.781 69.523 258.304

Perdesaan Maret 2009 152.681 37.427 190.109 Maret 2010 159.571 39.001 198.572

Kota+Desa Maret 2009 163.801 48.580 212.381 Maret 2010 170.875 50.813 221.687

Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)

6.4. Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan

salah satu indikator kesejahteraan

masyarakat, khususnya petani.

Perkembangan NTP dalam satu tahun

terakhir terus mengalami peningkatan.

Rata-rata NTP pada triwulan IV 2010

tercatat sebesar 107,54, meningkat

sebesar 2,57% (qtq) dibandingkan

periode triwulan sebelumnya yang

memiliki rata-rata NTP sebesar 104,85.

Peningkatan harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab

meningkatnya indeks harga yang diterima petani menjadi jauh lebih besar daripada

pertumbuhan indeks harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks yang diterima petani

meningkat dari 128,79 menjadi 133,69 atau sebesar 3,80% (qtq), sedangkan indeks yang

dibayar petani mengalami peningkatan sebesar 2,48% (qtq) dari 122,83 menjadi 124,30.

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

97

Grafik 6.2 Perkembang an Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan

Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah

Tangga Petani mengalami peningkatan

sebesar 1,37% (qtq) dibanding triwulan

sebelumnya dari 124,51 menjadi 126,21.

Konsumsi yang mengalami peningkatan

indeks paling tinggi terjadi pada

komponen bahan makanan yang naik

sebesar 1,77% (qtq) sebagai akibat

naiknya harga bahan makanan dengan

inflasi sebesar 4,11% (qtq).

Tabel 6.7

Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sum atera Selatan

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan

yang tercermin dari kenaikan rata-rata indeks biaya produksi dan penambahan modal dari

sebesar 118,46 pada triwulan sebelumnya menjadi 119,22. Peningkatan biaya produksi

yang paling tinggi terjadi pada biaya sewa lahan, sementara peningkatan yang paling

rendah adalah biaya bibit.

Tabel 6.8 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Pen ambahan Modal Petani

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

98

Tabel 6.9 IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2007-2009

Sumber : Ba dan P usat Statistik

6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran prestasi keseluruhan suatu wilayah menurut tiga dimensi Pembangunan

Manusia, yaitu : panjangnya usia, pengetahuan, dan standar hidup layak. IPM digunakan

untuk mengklasifikasikan apakah sebuah wilayah adalah wilayah maju, wilayah

berkembang atau wilayah terbelakang, serta untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan

ekonomi terhadap kualitas hidup.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Sumatera

Selatan pada tahun 2009 sebesar 72,61 menempati peringkat ke-10 dari seluruh provinsi di

Indonesia. Kondisi ini lebih baik dibandingkan peringkat tahun sebelumnya dimana IPM

Sumatera Selatan tercatat sebesar 72,05 dan menempati peringkat ke-12 nasional.

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

99

Tabel 6.10 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007-2009

Sumber : Ba dan P usat Statistik Sumatera Selatan

Peringkat IPM tertinggi masih dimiliki o leh DKI Jakarta dengan IPM sebesar 77,36,

sedangkan IPM terendah adalah Provinsi Papua dengan IPM sebesar 64,53.

Sementara itu, berdasarkan kabupaten/kota di Sumatera Selatan, IPM Kota

Palembang masih tetap menempati peringkat pertama dan diikuti oleh Kota Prabumulih di

posisi kedua. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, tercatat hanya ada satu kabupaten

yang peringkatnya naik yaitu Kabupaten Musi Banyuasin. Kabupaten Musi Banyuasin

menggantikan posisi Kabupaten OKU Selatan yang peringkatnya turun satu peringkat.

Namun demikian, secara umum IPM seluruh kabupaten/kota yang berada di Sumatera

Selatan mengalami peningkatan.

6.6. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011

Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan pada tahun 2011 ditetapkan sebesar

Rp1.048.440,00 atau mengalami peningkatan sebesar 13,00% dibandingkan UMP tahun

2010 yang sebesar Rp927.825,00. Sektor bangunan mencatat UMP paling tinggi yakni

sebesar Rp1.750.000,00 sementara UMP terendah diberlakukan untuk sektor angkutan,

pergudangan, dan komunikasi dengan UMP sebesar Rp1.100.862,00.

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

100

Tabel 6.11 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sum atera Selatan Tahun 2011

Sumber : Dina s Tena ga Kerja Provinsi Sumatera Selatan

Selain tercatat sebagai sektor ekonomi yang UMP-nya paling tinggi, sektor

bangunan juga mengalami peningkatan yang paling tinggi yakni sebesat 45,83%

dibandingkan UMP tahun lalu. Sementara itu, sektor ekonomi yang mengalami

peningkatan UMP paling rendah adalah sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta

sektor perdagangan besar, eceran, dan rumah yakni sebesar 7,62%.

6.7. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen

Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Palembang mencatat setidaknya

ada 3 (tiga) pengukuran yang dapat dijadikan indikator kesejahteraan masyarakat. Survei

yang dilakukan secara bulanan tersebut melibatkan 300 responden dari berbagai kalangan

pendidikan dan pekerjaan di Kota Palembang.

6.7.1. Indikator Ketenagakerjaan

Mayoritas responden Survei Konsumen di Kota Palembang berpendapat bahwa

ketersediaan lapangan kerja pada triwulan IV 2010 relatif lebih buruk dibandingkan 6 bulan

sebelumnya. Hal tersebut terkonfirmasi dari banyaknya responden yang berpendapat

demikian, yakni sebesar 41,00%. Sementara itu, 40,67 responden berpendapat

ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan yang akan datang juga tidak jauh berbeda.

Tabel 6.12 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan L apangan Peker jaan Saat Ini

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan

Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

101

6.7.2. Indikator Penghasilan

Dari sisi pendapatan, mayoritas responden yakni sebesar 52,33% menyatakan bahwa

penghasilan mereka pada periode pengukuran relatif sama dibandingkan 6 bulan

sebelumnya. Namun demikian, sebanyak 34,00% responden meningkat penghasilannya

yang terutama terjadi pada responden dengan penghasilan antara Rp1 s.d. Rp3 juta rupiah

per bulan.

Hal yang cukup menggembirakan diperkirakan akan terjadi pada 6 bulan yang akan

datang ketika sebagian besar responden yakni sebesar 44,11% berpendapat akan terjadi

kenaikan pendapatan seiring naiknya Upah Minimum. Sementara itu, 43,89 responden

meyakini bahwa penghasilannya tidak akan mengalami peningkatan.

Tabel 6.15 Pendapat Konsumen Terhad ap Penghasilan 6 Bulan YAD

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan

Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang

Tabel 6.13 Pendapat Konsumen Terhad ap Ketersediaan L apangan Pekerjaan 6 Bulan YAD

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan

Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang

Tabel 6.14 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan

Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

102

6.7.3. Indikator Beban Angsuran Pinjaman

Dari 55,67% responden yang memiliki pinjaman, mayoritas responden yakni sebesar

50,38% menyatakan bahwa beban angsuran pinjaman terhadap pendapatan mereka saat

ini tidak berubah dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Sementara itu hanya sebagian

kecil saja atau sebanyak 18,80% yang menyatakan bertambah. Kondisi yang sama

diperkirakan akan terjadi pada 6 bulan yang akan datang, yang diindikasikan dengan tidak

berubahnya jumlah responden yang berpendapat bahwa beban angsuran mereka tidak

mengalami peerubahan.

Tabel 6.17 Pendapat Konsumen Terhad ap Beban Angsuran Pinjaman Terh adap Pendapatan 6 Bulan YAD

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan

Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang

Tabel 6.16 Pendapat Konsumen Terhad ap Beban Angsuran Pinjaman Terh adap Pendapatan Saat Ini

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden per Bulan

Sumber : Survei Konsumen Bank I ndonesia Palembang

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

• Pertumbuhan ekonomi diperkirakan cukup tinggi namun melambat pada triwulan I 2011 seiring dengan adanya dorongan dari permintaan domestik, kendati terdapat risiko dari sisi suplai produksi.

• Harga-harga volatile foods yang telah bertahan di level yang tinggi selama beberapa bulan diperkirakan akan meningkatkan core inflation.

• Kinerja perbankan diperkirakan tumbuh stabil karena baiknya prospek usaha terkait pangan dan energi.

7.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan I 2011 diprediksi tinggi,

namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Walaupun terdapat pembangunan

konstruksi terkait penyelenggaraan Sea Games 2011 dan tingginya harga komoditas di

pasar internasional, terdapat beberapa faktor risiko yang akan menekan sisi suplai, yaitu

yang muncul dari kenaikan tarif dasar listrik, pembatasan subsidi BBM di pulau Jawa,

kenaikan harga minyak di pasar internasional, dan masih tidak menentunya kondisi cuaca.

Secara musiman, Produk Domestik Regional Bruto perekonomian pada triwulan I 2011

hanya akan sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2010.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera

Selatan triwulan I 2011 diperkirakan akan

melambat, yang juga disebabkan oleh faktor

teknikal. Berdasarkan data historis, kondisi

ekonomi terkini, dan prediksi shock yang akan

terjadi di masa depan, diperkirakan

pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada

triwulan I 2011 akan berada pada kisaran 5,5

± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq)

pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan

sedikit tumbuh di kisaran 0,2 ± 1%.

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan

 Sumber: BPS, estimasi BI

*Hasil proyeksi KBI Palemba ng

BAB 7  

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

104      

Laju pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi

akan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan memberikan indikasi

bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2011 secara riil akan melambat, yaitu

menjadi sebesar 1,3 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,9% (qtq,sa).1

Tabel 7.1

Resume Lead ing Economic Indicator Pro vinsi Sumsel Tr iwulan IV 2010 Aspek Pertumbuhan Penyebab Pertumbuhan Ekspektasi

triwulan mendatang

Keterangan Ekspektasi

Kegiatan Usaha (umum)

Moderat Realokasi sumber daya produksi akibat kenaikan TDL, namun permintaan barang tinggi

Moderat Baiknya prospek perekonomian khususnya permintaan karet dan pangan

Volume produksi

Meningkat Faktor musiman yang meningkatkan produksi

Meningkat Kondisi cuaca yang lebih mendukung

Nilai penjualan

Moderat Meningkatnya harga jual namun stok terbatas

Meningkat Harga jual tetap tinggi, dan kondisi cuaca relatif lebih baik

Kapasitas produksi

Moderat Peningkatan kegiatan investasi karena optimisme usaha yang tinggi dan kondisi perekonomian yang baik

Meningkat Adanya investasi, namun terdapat ekspektasi kenaikan biaya energi

Tenaga kerja Menurun Terjadinya mobilitas tenaga kerja yang bersifat jangka pendek

Meningkat Investasi pemerintah dan swasta, termasuk terkait penyelenggaraan Sea Games

Volume pesanan

Meningkat Permintaan yang cukup tinggi karena meningkatnya aktivitas perekonomian

Moderat Ekspektasi melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia

Harga jual komoditas unggulan

Meningkat Meningkatnya permintaan dari negara maju dan berkembang

Meningkat Meningkatnya permintaan dan terbatasnya suplai

Kondisi keuangan

Meningkat Membaiknya harga jual Tetap Harga jual tetap tinggi namun di saat yang sama terjadi kenaikan biaya energi

Akses kredit Meningkat

Baiknya prospek bisnis dan permintaan komoditas unggulan

Tetap Permintaan komoditas unggulan tinggi, namun terjadi kontraksi moneter

Situasi bisnis Meningkat Perekonomian domestik tetap baik, diiringi dengan situasi investasi yang kondusif

Meningkat Pengeluaran pemerintah dan swasta diperkirakan meningkat untuk menyambut Sea Games

Sumber: SKDU K BI Palembang, Analisa Kelompok Kajian Ekonomi KBI Palembang

Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan IV 2010 dan analisis

yang dilakukan KBI Palembang, secara umum kegiatan usaha diperkirakan masih akan

                                                                         1 Laju pertumbuhan ekonomi dengan penyesuaian musiman (qtq,sa) diperoleh dari laju pertumbuhan triwulanan dari hasil estimasi PDRB harga konstan yang telah dihilangkan faktor musimannya (seasonally adjusted). Metode yang digunakan adalah X12-ARIMA dengan mengadopsi US Census Bureau.

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

105  

mengalami peningkatan pada triwulan I 2011, namun peningkatan tersebut lebih lambat

dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi baik dari aspek volume produksi, nilai

penjualan, kapasitas produksi, tenaga kerja, harga jual, dan situasi bisnis.

Secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat membuat permintaan domestik

tetap kuat, yaitu: (1) tetap baiknya pendapatan karena tetap tingginya harga komoditas

unggulan dan kenaikan UMP yang memicu peningkatan konsumsi masyarakat, (2) adanya

ekspansi usaha seiring dengan meningkatnya perhatian pengusaha dan investor untuk

memenuhi kebutuhan pangan dan energi dunia, (3) adanya peningkatan investasi fisik, baik

yang berasal dari pemerintah maupun swasta, sehubungan dengan persiapan pergelaran

Sea Games 2011. Di sisi permintaan domestik, pembangunan venues Sea Games senilai

lebih dari Rp2 triliun diperkirakan akan memicu pertumbuhan di beberapa sektor,

khususnya sektor bangunan.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan domestik akan sedikit

tertahan oleh kenaikan administered prices khususnya kenaikan tarif listrik dan pembatasan

subsidi BBM di Jabodetabek. Selain itu, biaya energi juga akan terdongkrak oleh adanya

kecenderungan peningkatan harga minyak di pasar internasional, yang pada akhirnya akan

menghambat kegiatan produksi dan distribusi.

Produksi secara triwulanan lebih menurun karena faktor musiman, namun

pertumbuhan tahunan produksi komoditas unggulan diperkirakan meningkat karena

kondisi cuaca yang relatif telah menurun dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi lebih

dekat pada curah hujan normal.

Net ekspor diperkirakan sedikit mengalami penurunan walaupun masih berada

pada zona positif. Ekspor diperkirakan akan relatif tetap karena melambatnya pertumbuhan

permintaan komoditas unggulan, walaupun produksi sedikit membaik dibandingkan

triwulan sebelumnya karena curah hujan yang menurun. Di sisi lain, impor diperkirakan

akan mengalami peningkatan karena baiknya pendapatan masyarakat dan kegiatan

investasi yang meningkat.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk

tahun 2011 secara umum menurun dibandingkan 2010. Berdasarkan World Bank dan IMF,

Singapura dan Jepang diproyeksikan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi paling

dalam diantara beberapa negara tujuan ekspor Sumatera Selatan, yaitu masing-masing dari

17,5% dan 4,3% menjadi 5,0% dan 1,6%. Berdasarkan IMF, pertumbuhan ekonomi Uni

Eropa dan India diproyeksikan menurun masing-masing dari 1,8% menjadi 1,5% dan dari

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

106      

9,7% menjadi 8,4%. Kemudian, negara yang mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu

Cina, juga diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan dari 10,3% menjadi 9,6%.

Harapan topangan ekspor muncul dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang

diproyeksikan meningkat, yaitu menjadi 3,0% dari yang sebelumnya 2,8%. Berdasarkan

World Bank, pertumbuhan ekonomi Malaysia juga diproyeksikan melambat, yaitu dari

7,4% menjadi 4,8%.

Tabel 7.2

Proporsi Ekspor Sum atera Selatan d an Pro yeksi Pertumbuhan Ekonomi Neg ara Tujuan Tahun 2010 dan 2011

(dalam persentase)

Negara Ekspor Sumsel1 Proyeksi 2

2010 2011

AS 21,50 2,8 3,0

Uni Eropa 10,93 1,8 1,5

Cina 25,96 10,3 9,6

India 5,47 9,7 8,4

Jepang 5,95 4,3 1,6

Malaysia 5,23 7,4 4,8

Singapura 3,67 17,5 5,0

Kanada 3,13 2,9 2,3 1 Proporsi nilai ekspor Sumatera Selatan pada negara tersebut, menggunakan data “Nilai Ekspor

Berdasarkan Negara Tujuan” periode Januari 2009 sampai dengan November 2010, Bank Indonesia 2 IMF, World Economic Outlook Update, January 2011, kecuali untuk Malaysia dan Singapura dari

World Bank, Global Economic Prospects, January 2011.

Selanjutnya, juga berdasarkan IMF, pertumbuhan volume perdagangan dunia akan

menurun dari 12,0% pada 2010 menjadi 7,1% pada 2011. Impor baik dari negara maju

maupun negara berkembang diproyeksikan akan mengalami penurunan, masing-masing

dari 11,1% dan 13,8% pada 2010 menjadi 5,5% dan 9,3% pada tahun 2011.

Penurunan volume perdagangan dunia secara umum dibandingkan tahun

sebelumnya disebabkan oleh adanya penurunan pengeluaran pemerintah dan penurunan

jumlah uang beredar di negara maju dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini akan turut

menurunkan permintaan barang baku yang berasal dari negara berkembang, sehingga

kemudian ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Walaupun

demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang termasuk salah satu emerging markets,

diproyeksikan masih mengalami sedikit percepatan antara lain karena adanya potensi

ditingkatkannya rating surat utang pemerintah menjadi investment grade yang kemudian

memicu investasi.

 

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

107  

PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA SELATAN TAHUN 2011

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada tahun 2011 secara kumulatif diproyeksikan akan mencapai 5,6 ± 1% (yoy), lebih tinggi d ibandingkan tahun 2010 yang sebesar 5,4% (yoy). Pertumbuhan ekonomi akan didominasi lebih banyak oleh permintaan domestik, khususnya penanaman modal dan investasi.

Anomali cuaca yang terjadi secara cukup signifikan pada tahun 2010 kembali mengingatkan masyarakat dunia atas pentingnya pemenuhan kebutuhan pangan dan energi. Sebagai perekonomian yang kaya akan sumber daya alam, Sumatera Selatan diperkirakan akan menjadi salah satu tujuan dari investor asing untuk mengamankan cadangan komoditas primer, khususnya energi, demi mendukung pertumbuhan ekonomi beberapa negara. Hal ini akan memicu investasi yang bersifat jangka panjang dalam nilai investasi yang cukup besar.

Konsumsi swasta diperkirakan akan tetap kuat dan akan mampu mempertahankan kondisi perekonomian jika gejolak eksternal terjadi. Konsumsi akan didorong oleh tingginya permintaan komoditas unggulan baik yang berasal dari propinsi maupun negara lainnya. Selain itu, terdapat kenaikan UMP yang dapat meningkatkan ekspektasi penghasilan di masa mendatang, sehingga akan meningkatkan optimisme secara umum.

Dari sisi ekspor, harga komoditas unggulan masih akan meningkat namun kenaikannya diperkirakan jauh melambat dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi dunia akan terhambat oleh adanya pengurangan defisit fiskal dan kontraksi kebijakan moneter, yang pada akhirnya akan memperlambat laju permintaan dan volume transaksi perdagangan dunia.

Grafik 1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sum atera Selatan Tahun 2011

 Sumber: BPS, Proyeksi Bank I ndonesia

Suplemen 10

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

108      

Pada triwulan I 2011 pertumbuhan ekonomi diproyeksikan sebesar 5,5% (yoy) dengan pertumbuhan triwulanan sebesar 0,2% (qtq). Pertumbuhan ekonomi akan meningkat menjadi 5,6% (yoy) pada triwulan II 2011, didorong oleh percepatan pembangunan venues untuk penyelenggaraan Sea Games.

Pertumbuhan ekonomi kemudian akan kembali mengalami percepatan menjadi 5,8% (yoy) pada triwulan III 2011. Namun, secara riil pertumbuhan ekonomi justru akan melambat pada periode ini, yang ditunjukkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman. Pada periode ini pula, d iperkirakan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia mulai terasa dan berimplikasi pada mulai terkoreksinya harga komoditas.

Pada akhir tahun, pertumbuhan ekonomi akan dipicu oleh penyelenggaraan Sea Games pada bulan November. Pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman diperkirakan mengalami percepatan, dari 1,0% menjadi 1,8% (qtq,sa). Namun demikian pertumbuhan secara tahunan akan menurun menjadi 5,7% (yoy).

Tabel 1. Proyeksi Pertumbuh an Ekonomi 2011

Triwulan Proy eksi

qtq y oy qtq,sa* I 0.2 5.5 1.3 II 3.7 5.6 1.5 III 5.8 5.8 1.0 IV -3.8 5.7 1.8

Sumber: BPS, Proyeksi Bank I ndonesia * Pertumbuha n ek onomi triwulana n de nga n pe nyesuaian musiman

 

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

109  

7.2. Inflasi

Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang didorong oleh masih

berlanjutnya excess demand pangan karena adanya anomali cuaca, serta dampak lanjutan

kenaikan tarif listrik melalui peningkatan harga jual. Berdasarkan proyeksi dan dengan

mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera

Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan I 2010 akan meningkat

menjadi 6,92±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat

menjadi 1,43±0,5%.

Persediaan beras Bulog pada awal tahun ini diperkirakan masih terbatas, sehingga

diperkirakan sulit untuk melakukan operasi pasar beras secara masif. Rencana PLN

menghapus capping kenaikan TDL yang dilakukan pada Juli 2010 lalu diperkirakan akan

kembali meningkatkan biaya produksi beberapa jenis industri.

Berdasarkan BMKG, curah hujan di beberapa wilayah sebelah selatan dan barat

Sumatera Selatan diperkirakan masih cukup tinggi, khususnya pada bulan Januari dan

Maret 2011. Hal ini dapat menyebabkan masih terganggunya produksi dan pasokan

pangan. Namun demikian, curah hujan diperkirakan menurun dan telah mencapai kisaran

normal pada wilayah timur dan utara Sumatera Selatan, sehingga distribusi barang secara

umum akan lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.

Ekspektasi inflasi masyarakat ke

depan adalah meningkat, yang ditunjukkan

oleh hasil Survei Konsumen dimana

sebagian besar responden berpendapat

bahwa akan terjadi kenaikan harga.

Ekspektasi inflasi juga dapat dipengaruhi

oleh inflasi akhir tahun 2010 yang cukup

tinggi akibat lonjakan harga cabe merah.

Selain itu, rencana pembatasan BBM

bersubsidi d i Jabodetabek juga dapat

meningkatkan ekspektasi inflasi, termasuk

dari kenaikan penentuan harga jual barang

dan jasa atas produk-produk yang berasal

dari Pulau Jawa.

Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan

 Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan dan

proyeksi KBI Palembang

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

110      

Walaupun inflasi pada triwulan IV 2010 lebih banyak terpengaruh oleh inflasi pada

volatile foods, namun kenaikan harga volatile foods yang diprediksi bertahan dalam

beberapa periode ini lambat laun diperkirakan akan juga mendorong core inflation, karena

biaya hidup maupun biaya pembelian bahan baku mengalami peningkatan.

Dari sisi perekonomian domestik, peningkatan tekanan inflasi tersebut utamanya

disebabkan oleh investasi dan konsumsi yang diindikasikan akan tetap tinggi pada baik

melalui pengeluaran pemerintah maupun melalui konsumsi masyarakat. Pergelaran Sea

Games 2011 yang menuntut berbagai persiapan termasuk pembangunan venues berbagai

cabang olahraga diperkirakan akan berdampak pada kenaikan harga barang konstruksi

karena tingginya permintaan. Selain itu, rencana penyelenggaraan Sea Games diperkirakan

dapat meningkatkan optimisme masyarakat secara umum sehingga akan meningkatkan

konsumsi.

Realisasi inflasi tahunan sampai dengan triwulan IV 2010 (Desember 2010) sesuai

dengan proyeksi Bank Indonesia untuk inflasi sepanjang 2010, begitu pula volatilitas inflasi

bulanan. Hal ini diharapkan dapat meminimalisasi inflation bias ke depan melalui terjaganya

ekspektasi inflasi dalam perekonomian pada tingkat yang wajar.

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

111  

 

PROYEKSI INFLASI KOTA PALEMBANG TAHUN 2011

Inflasi Kota Palembang pada tahun 2011 diperkirakan masih terkendali pada kisaran yang moderat, dengan volatilitas harga-harga bulanan yang cenderung menurun dibandingkan tahun 2010. Sepanjang tahun 2011, diperkirakan terdapat tekanan harga barang konstruksi akibat adanya investasi fisik, yang salah satunya terkait persiapan Sea Games ke 26 di Kota Palembang.

Tekanan inflasi pada tahun 2011 secara umum terbagi menjadi dua periode, yaitu saat efek la nina diperkirakan masih tinggi dan mengganggu pasokan serta produksi pangan pada semester pertama, serta saat permintaan dunia mengalami sedikit koreksi akibat pengurangan defisit fiskal dan kebijakan moneter ketat di berbagai negara pada semester kedua.

Pada triwulan I 2011 inflasi diproyeksikan berada pada kisaran 6,92 ± 1% (yoy). Terdapat kenaikan harga beras beserta harga pangan lainnya secara umum akibat berkurangnya stok sehubungan dengan anomali cuaca. Selain itu, terdapat kenaikan penentuan harga barang makanan jadi dan sandang akibat kenaikan tarif listrik. Kemudian, rencana penghapusan capping kenaikan TDL akan berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi barang industri.

Grafik 1. Proyeksi Inf lasi Palembang 2011

 Sumber: BPS, Proyeksi Bank I ndonesia

Suplemen 11

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

112      

Pada triwulan II 2011 inflasi diproyeksikan menurun tipis menjadi 6,82 ± 1% (yoy). Rata-rata inflasi bulanan diperkirakan sedikit menurun karena adanya musim panen. Namun demikian, diperkirakan terjadi penurunan hasil panen sehingga inflasi tahunan masih tinggi. Ekspektasi inflasi juga diperkirakan meningkat karena adanya rencana pembatasan subsidi BBM, walaupun untuk tahun 2011 belum berlaku di dalam wilayah Sumsel.

Pada triwulan III 2011, tekanan inflasi secara tahunan diperkirakan akan menurun, dengan inflasi tahunan yang diproyeksikan sebesar 6,49 ± 1% (yoy). Pembatasan subsidi BBM di Jabodetabek diperkirakan mulai berpengaruh terhadap harga jual barang yang berasal dari Pulau Jawa. Pada bulan September, terjadi tekanan inflasi yang cukup tinggi secara bulanan akibat adanya perayaan Idul Fitri. Dari sisi eksternal, permintaan dunia diperkirakan mulai menurun akibat adanya pengurangan defisit fiskal dan kebijakan moneter ketat, sehingga akan menyebabkan sedikit koreksi pada harga komoditas.

Pada triwulan IV 2011, tekanan inflasi diperkirakan akan tetap rendah, dan angka inflasi pada akhir tahun diproyeksikan sebesar 6,20 ± 1% (yoy). Setelah Idul Fitri, diperkirakan akan terjadi penyesuaian pada harga-harga yang telah naik pada jangka pendek, berbarengan dengan adanya lanjutan koreksi permintaan dunia. Namun di sisi lain, karena penyediaan barang dan jasa masih terbatas untuk lonjakan permintaan jangka pendek, penyelenggaraan Sea Games diperkirakan akan diikuti dengan kenaikan tarif transportasi dan beberapa jenis barang dan jasa lainnya.

Tabel 1. Proyeksi Inflasi Palembang 2011

Triwulan Proyeksi

Batas bawah Median Batas atas

I 5.92 6.92 7.92

II 5.82 6.82 7.82

III 5.49 6.49 7.49

IV 5.20 6.20 7.20 Sumber: BPS, Proyeksi Bank I ndonesia

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

113  

7.3. Perbankan

Kinerja perbankan pada triwulan I 2011 diproyeksikan akan relatif konstan dibandingkan

triwulan IV 2010, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran

kredit, namun secara tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tingkat

yang moderat.

Adanya kontraksi moneter dan pengurangan defisit fiskal di berbagai negara akan

membuat berkurangnya likuiditas dunia, sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi

pasar finansial secara global. Hal in i tentunya juga akan berpengaruh terhadap portofolio

investasi di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada triwulan I 2010, diperkirakan

akan terjadi volatilitas capital flow walaupun masih dalam tingkat yang moderat, karena

outlook perekonomian Indonesia yang baik namun secara bersamaan terdapat aksi ambil

untung investor asing secara jangka pendek. Tren penanaman dana akan cenderung beralih

ke pasar komoditas yang juga dipengaruhi oleh peningkatan tren inflasi.

Faktor risiko juga muncul dari kenaikan harga energi yang akan mempengaruhi

profitabilitas bisnis. Dalam jangka pendek, hal ini dapat memperlambat kegiatan penjualan

secara jangka pendek karena konsumen belum sepenuhnya terbiasa dengan harga baru

yang lebih tinggi. Hal tersebut pada akhirnya akan memperlambat laju pertumbuhan kredit

perbankan.

Penyaluran kredit perbankan diperkirakan juga akan terdorong kegiatan investasi

maupun pembangunan fisik khususnya terkait persiapan Sea Games 2011, antara lain

melalui pembangunan perumahan, jalan, dan infrastruktur pendukung lainnya. Kemudian,

ekspektasi naiknya permintaan Cina dan India, serta meningkatnya perhatian pengusaha

atas pemenuhan kebutuhan pangan dunia di masa depan juga dapat mendorong

penyaluran kredit.

Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada

triwulan I 2011 hanya akan cenderung konstan dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di

kisaran 3,2% ± 1% (qtq).

Tingkat Non Performing Loan (NPL) diprediksi tidak akan mengalami peningkatan

berarti. Walaupun kemampuan membayar debitur sedikit berkurang karena turunnya

keuntungan pasca naiknya tarif listrik, namun hal tersebut diperkirakan hanya akan bersifat

temporer, sehingga tingkat NPL tetap rendah.

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

114      

Tabel 7.3

Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian p ada Triwulan I 2011

Indikator Prediksi Faktor Penyebab

Ekspor Moderat Harga komoditas dunia khususnya karet berada pa da level yang cukup

tinggi, nam un terdapat penuruna n permintaan dari berbagai negara.

Impor Moderat Pendapatan per kapita yang meningkat, da n meningkatnya investasi fisik.

Pertumbuhan Moderat Potensi pe ningkatan investasi, walaupun terda pat hambatan dari sisi

produk si terkait kenaikan biaya energi

Inflasi Meningkat Masih berlanjutnya kek uranga n stok pangan akibat k ondisi iklim yang

tidak kondusif, ekspektasi inflasi meningkat karena meningkatnya harga

minyak

Pengangguran Moderat Meningkatnya investasi yang me ndor ong pe nyerapan tenaga kerja

khususnya terkait konstruksi, namun di sisi lain terdapat kenaika n UMP

dan tarif listrik yang dapat meningkatkan upaya efisiensi tenaga kerja

Investasi Meningkat Meningkatnya urgensi peningkatan produksi komoditas primer dan

adanya rencana pem banguna n terkait persiapan Sea Games.

Konsumsi domestik Moderat Kenaikan permintaan karena naiknya ekspektasi penghasilan ke depa n

Kredit p erbankan Moderat Adanya capital inflow, namun terdapat efek musiman awal tahun dimana

kredit perbankan cenderung menurun

*Prediksi mempertimbangkan kondisi terkini, ekspektasi, dan karakteristik siklikal secara relatif terhadap keadaan normal

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

115  

PROSPEK PERMINTAAN CPO TAHUN 2011

Saat ini, harga-harga komoditas di pasar internasional sudah mencapai level yang hampir sama dengan saat booming komoditas primer sebelum terjadinya krisis tahun 2008. Kondisi ini banyak didorong oleh permintaan dunia yang semakin meningkat di saat anomali cuaca terjadi di seluruh dunia, sehingga berimbas pada menipisnya stok komoditas berbasis pertanian, termasuk CPO. Tren ini diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2011, khususnya pada semester pertama.

Permintaan yang terus-menerus meningkat banyak disebabkan oleh meningkatnya populasi dunia, sehingga kebutuhan atas pangan dan energi mengalami peningkatan. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi emerging markets yang tinggi menyebabkan meningkatnya pendapatan per kapita dan juga konsumsi pangan per kapita, sehingga akan menyebabkan peningkatan permintaan robust secara jangka panjang khususnya pada beberapa negara berpopulasi besar, seperti Cina, India, dan Indonesia.

Lain halnya dengan permintaan jangka panjang, terdapat risiko atas permintaan pada jangka pendek. Pengetatan kebijakan moneter dan pengurangan defisit fiskal di banyak negara terkait dengan meningkatnya tekanan inflasi dan melonjaknya utang berpotensi menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Hal ini dapat berdampak pula pada melambatnya laju pertumbuhan permintaan atas CPO pada semester kedua.

Di sisi suplai, produksi CPO dunia diperkirakan akan meningkat cukup signifikan pada tahun 2011, yang banyak dikontribusikan oleh peningkatan produksi di Indonesia dan Malaysia. Pada triwulan pertama, produksi diperkirakan masih tidak optimal karena faktor cuaca, namun produksi diperkirakan akan jauh lebih baik pada semester kedua. Sejak tahun 2006, produksi CPO Indonesia telah melebihi produksi CPO Malaysia, dengan konsumsi pasar domestik lebih dari 60%.

Seiring dengan prediksi perubahan konsumsi dan produksi CPO dunia, terdapat faktor bearish yang dapat membuat harga CPO terkoreksi pada semester kedua, yaitu pada saat produksi dunia sudah kembali pada tren potensialnya seiring dengan kondisi cuaca yang mulai mendukung, dibarengi dengan menurunnya permintaan jangka pendek akibat adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, selisih harga CPO dengan harga minyak dunia saat ini sudah sangat tinggi. Kondisi-kondisi ini tentunya berpotensi membuat harga CPO akan sedikit terkoreksi.

Kinerja industri CPO, khususnya perkebunan kelapa sawit, masih akan menghadapi beberapa tantangan, terutama terkait dengan isu lingkungan. Selain itu, keterbatasan infrastruktur, baik transportasi darat dan juga pelabuhan, dapat membuat aktivitas produksi dan distribusi kelapa sawit dan CPO kurang dari optimal.

Suplemen 12

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

116      

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

DAFTAR ISTILAH

Mtm

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya

Qtq

Quarter to quarter perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya

Yoy

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya

Share Of Growth

Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal

Sektor ekonomi dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan

Migas

Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas

Omzet

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi

Share effect

Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli

APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah

Andil inflasi

Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan

Bobot inflasi

Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secarakeseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut

Ekspor

Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.

Impor

Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil

PDRB atas dasar harga berlaku

Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian

PDRB atas dasar harga konstan

Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya

Bank Pemerintah

Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito

Loan to Deposits Ratio (LDR)

Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun

Cash inflows

Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu

Cash Outflows

Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu

Net Cashflows

Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya

Aktiva Produktif

Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan

Kualitas Kredit

Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional

Inflasi Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent) Kliring

Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu

Kliring Debet

Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional

Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)

Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET

Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)

Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) Industri Pekerja Pekerja Dibayar Pekerja Tidak Dibayar I n p u t Output Nilai Tambah/Value Added Produktivitas Tingkat Efisiensi

Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri. Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha tersebut. Oorang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang. Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan. Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya. Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya. Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar. Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar. Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.

 

 

 

 

 

Intensitas Tenaga Kerja Gross Margin Usaha Perusahaan Perusahaan Industri Jasa Industri

Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah. Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output. Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko. Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi. Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki. Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).