protap 5 (hal.212-250)

65
RETENSIO PLASENTAE Retensio Plasentae ialah keadaan dimana plasenta belum dilahirkan setelah 0,5 jam janin lahir. Plasenta adhesiva adalah plasenta yang belum lahir dan masih melekat didinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Sedangkan plasenta yang belum lahir karena villi korialisnya menembus dinding rahim disebut plasenta akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi terhalang oleh lingkaran kontriksi dibagian bawah rahim disebut plasenta inkraserata. Perdarahan hanya terjadi pada keadaan dimana plasenta sebagian atau seluruhnya telah lepas. Banyak sedikitnya perdarahan tergantung dari luas atau tidaknya daerah plasenta yang lepas. Diagnosis tidak sulit, melalui tarikan pada tali pusat atau diperiksa dalam dapat diketahui apakah plasenta telah lepas atau belum. Pengelolaan Plasenta manual dilakukan setelah syok diatasi, kecuali kalau perdarahan banyak. Pada plasenta inkarserata mungkin membutuhkan pembiusan. Prosedur plasenta manual : Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual idlakukan dalam narkosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksananaannya. Sebaiknya dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan dilakukan. Setelah desinfekta, termasuk tangan dan

Upload: fajar-al-habibi

Post on 21-Jan-2016

85 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

blablabla

TRANSCRIPT

Page 1: protap 5 (hal.212-250)

RETENSIO PLASENTAE

Retensio Plasentae ialah keadaan dimana plasenta belum dilahirkan setelah 0,5 jam

janin lahir. Plasenta adhesiva adalah plasenta yang belum lahir dan masih melekat

didinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta.

Sedangkan plasenta yang belum lahir karena villi korialisnya menembus dinding rahim

disebut plasenta akreta.

Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi terhalang oleh lingkaran

kontriksi dibagian bawah rahim disebut plasenta inkraserata. Perdarahan hanya terjadi pada

keadaan dimana plasenta sebagian atau seluruhnya telah lepas. Banyak sedikitnya

perdarahan tergantung dari luas atau tidaknya daerah plasenta yang lepas. Diagnosis tidak

sulit, melalui tarikan pada tali pusat atau diperiksa dalam dapat diketahui apakah plasenta

telah lepas atau belum.

Pengelolaan

Plasenta manual dilakukan setelah syok diatasi, kecuali kalau perdarahan banyak.

Pada plasenta inkarserata mungkin membutuhkan pembiusan.

Prosedur plasenta manual :

Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual idlakukan dalam narkosis, karena

relaksasi otot memudahkan pelaksananaannya. Sebaiknya dipasang infus NaCl 0,9%

sebelum tindakan dilakukan. Setelah desinfekta, termasuk tangan dan vulva dan daerah

sekitarnya, maka labia dibeberkan dengan tangan kiri dan tangan kanan masuk secara

obstetrik ke dalam vagina. Tangan kiri menahan fundus uteri untuk mencegah kolporeksis.

Tangan kanan dengan gerakan memutar-mutar menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi

plasenta dengan menyusuri tali pusat yang diregangkan. Setelah tangan sampai di palsenta,

menyusuri menuju pinggir plasenta mencari daerah plasenta yang telah terlepas. Kemudian

plasenta dilepaskan seperti membuka lembaran buku. Setelah plasenta dipegang, maka

dengan bantuan asisten diberikan uterotonika sebelum kita mengeluarkan plasenta dari

rongga rahim. Kesulitan yang mungkin terjadai adalah adanya lingkaran konstriksi, yang

hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan secara perlahan-lahan dan dalam narkosis.

Kadang-kadang tidak dapat dilepaskan seperti pada plasenta akreta. Setelah plasenta

dilepaskan maka diperiksa apakah kotiledon lengkap atau tidak. Pada kasus retensio

Page 2: protap 5 (hal.212-250)

plasentae resiko untuk terjadinya atonia uteri tinggi. Plasenta akreta dikelola dengan

histerektomi oleh karena itu harus dirujuk.

SISA PLASENTA

Sisa plasenta dapat menimbulkan perdarahan post partum dini atau lambat.

Perdarahan berasal dari rongga rahim dan kontraksi rahim biasanya baik. Pada perdarahan

post partum lambat gejalanya adalah adanya subinvolusi, perdarahan langsung terus-

menerus atau berulang, perdarahan jarang menimbulkan syok.

Pengelolaan

Pada umumnya sisa plasenta dilakukan kuretase. Dalam kondisi tertentu dapat dilakukan

digital. Kuretase harus dilakukan dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis,

kemudian dilanjutkand engan pemberian uterotonika dan antibiotika sebagai tindakan

pencegahan.

PERLUKAAN JALAN LAHIR

Perdarahan dalam keadaan plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,

dapat dipastikan perdarahan berasal dari perlukaan jalan lahir, perlukaan jalan lahir dapat

terjadi pada :

1. Perineum : misalnya episotomi, robekan perineum spontan

2. Vulva : misalnya robekan vulva, hematom vulva

3. Vagina : robekan dinding vagina, kolporeksis, fistula vesiko-vaginalis

4. Serviks : robekan serviks

5. Uterus : ruptura uteri

Pengelolaan

Pada robekan perineum tk. I dan II dapat dilakukan jahitan dengna catgut untuk otot

dan selaput lendir vagina. Untuk kulit dapt dilakukan penjahitan dengan sutera secara

terputus-putus atau dapat juga dengan catgut. Untuk hematom tergantung jenis hematom.

Apabila kecil cukup dilakukan pengompresan. Apbila besar, apalagi yang disertai dengan

syok, perlu dilakukan pengeluaran bekuan darah sampai kantong hematom kosong dan

Page 3: protap 5 (hal.212-250)

dicari sumber perdarahan untuk diikat atau dijahit. Robekan dinding vagina harus dijahit.

Untuk kolporeksis dan fistula vesikovaginalis harus dirujuk ke Rumah Sakit. Untuk

robekan serviks paling sering pada jam 3 dan jam 9. bibir depan dan belakang serviks

dijepit dengan klem Fenster, kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak dan

ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengna catgut kromik dimulai dari ujung

robekan untuk menghentikan perdarahan.

RUPTURA UTERI

Ruptura uteri dapat terjadi secara komplit, dimana selain dinding rahim robek

lapisan serosa juga robek sehingga janin berada dalam rongga perut, sedangkan pada

ruptura tidak komplit hanya dinding rahim yang robek, lapisan serosa tidak robek. Pada

kasus ruptura uteri terjadi gejala-gejala syok, perdarahan, penderita tampa pucat, nafas

cepat dan dangkal, nadi cepat dan kecil, tekanan darah turun. Pada perabaan sering bagian-

bagian janin dapat diraba langsung dibawah dinding perut. Jika ruptura uteri telah lama,

akan terjadi gejala-gejala perut kembung dan defance musculair sehingga sulit untuk

meraba bagian-bagian janin.

Pengelolaan

Pengelolaan ruptura uteri ialah dengan laparotomi, sehingga kasus in harus dirujuk

ke Rumah Sakit dengan tata cara seperti merujuk kasus syok perdarahan.

ATONIA UTERI

Sesudah plasenta lepas elalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis

ditempat insersi plasenta didinding rahim terbuka. Biasanya perdarahan tidak berlangsung

lama, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot rahim menekan pembuluh-pembuluh darah

yang terbuka tersebut. Pada umumnya perdarahan tidak lebih dari 500 ml. Otot-otot rahim

yang tidak dapat berkontraksi dan ber-retraksi dengan baik setelah plasenta lahir disebut

atonia uteri yang akan menyebabkan perdarahan pasca persalinan.

Page 4: protap 5 (hal.212-250)

Pengelolaan

Kandung kemih harus dikosongkan, lakukan kompresi bimanual. Pada saat yang

sama, tenaga yang lain menyuntikkan 0,2 mg ergometrin i.m. dan epmberian infus NaCl

0,9% berisi 10 U oksitosin. Bila kontraksi rahim membaik dipasang kateter yang menetap.

Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilakukan pemasangan tampon uterovaginal dan

penderita dirujuk ke Rumah Sakit dengan tata cara merujuk kasus syok perdarahan.

PERSALINAN MACET

Persalinan macet adalah persalinan yang tidak mengalami kemajuan dalam batas

waktu sesuai dengan fase persalinan. Dengan menggunakan partogram, maka kasus

persalinan macet sudah amsuk dalam garis bertindak.

Pada persalinan macet perlu dinilai :

- Ada tidaknya syok

- Ada tidaknya demam

- Usia kehamilan

- Ada tidaknya his/keadaannya

- Kondisi, perineum, vagina dan serviks

- Keadaan rahim

- Keadaan air ketuban

- Ukuran panggul dan imbang fetopelvik

- Ada tidaknya tumor jalan lahir

- Keadaan janin : - didalam/diluar rahim

- jumlah janin, letak janin, presentasi serta penurunan

- adanya kaput suskedaneum dan moulage

- taksiran berat janin, janin mati/hidup/gawat janin

Pengelolaan

Persalinan macet beresiko mengalami infeksi sampai ruptura biasanya harus

dikelola dengan tindakan bedah obstetri seperti ekstra vakum atau bedah sesar sehingga

harus dirujuk ke Rumah Sakit.

Page 5: protap 5 (hal.212-250)

INFEKSI AKUT DALAM OBSTETRI

Pada umumnya kasus infeksi akut dalam obstetri perlu dirawat, oleh karena itu

harus dirujuk ketempat yang memiliki fasilitas perawatan, baik Puskesmas ataupun Rumah

Sakit Infeksi akut dalam Obstetri lebih berbahaya dibandingkan dengan infeksi menahun

oleh karena resiko menjadi sepsis dan sepstik syok infeksi akut dapat terjadi dalam

kehamilan misalnya pada abortus infeksiosa, dalam persalinan misalnya setelah ketuban

epcah dini atau dalam masa nifas. Faktor resiko yang manjdi sepsis menyebabkan masalah

infeksi akut ini erat kaitannya dengan masalah kematian ibu dan bayi, sehingga perlu

mendapatkan perhatian dan pengelolaan yang baik.

Pengelolaan

Kasus yang mengalami sepsi, syok septik atau kondisinya beresiko besar untuk

mengalami sepsis harus dirujuk ke Rumah Sakit. Bidan hanya boleh mengelola kasus

persalinan dengan infeksi apabila persalinan spontan pervaginam dimungkinkan dan dalam

waktu yang tidak lama bayi akan lahir, yaitu pada pembukaan lebih dari 7 cm. Sebelum

merujuk kasus tidak boleh lupa untuk memberikan antibiotika terlebih dulu. Demikian juga

apabila penderita dalam keadaan syok harus diberikan infus sesuai dengan pengelolaan

syok. Apabila penderita tidak dalam keadaan syok seyogyanya diberikan infus dextrose

5%. Ini dimaksudkan disamping untuk memberikan kalori juga untuk persiapan sewaktu-

waktu terjadi syok.

Page 6: protap 5 (hal.212-250)

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PENDERITA

ABORTUS

Tujuan :

Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan abortus,

sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ruang lingkup :

Pengelolaan penderita abortus yang meliputi :

- Dasar diagnosis

- Pengobatan

- Pengamatan lanjut/evaluasi

Uraian umum :

Abortus ialah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.

Dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang

dari 500 gram.

Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah kelaur dari kavum uteri pada kehamilan

20 minggu.

Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri, masih ada

yang tertinggal.

Abortus insipien adalah abortus yang sedang mengancam, dimana serviks telah mendata

dan ostium uteri telah membuka akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.

Abortus imminen ialah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam

sedangkan ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

Missed abortion adalah abortus, dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam

kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih

tertahan dalam kandungan selama 6m inggu atau lebih.

Abortus habitualis adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau lebih.

Page 7: protap 5 (hal.212-250)

Kriteris diagnosis :

Ada terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu

Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi

Rasa sakit atau kram perut di daerah atas simfisis

Diagnosis abortus imminen ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui

ostium uteri eksternum disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar

sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka dan tes kehamilan positif. Pada

beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya

datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan vili koriales ke

dalam desidua, pada saat implantasi hasil konsepsi. Perdarahan implantasi biasanya sedikit,

warnanya merah dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules.

Abortus insipien adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu

dengan dilatasi serviks uteri dengan hasil konsepsi masih dalam uterus. Rasa mules

biasanya lebih sering dan kuat.

Abortus inkomlit ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20

minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal kanalis

servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sebuah

menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan para abortus inkomplit dapat banyak

sekali, sehingga menyebabkan syok. Perdarahan tidak akan berhetni sebelum hasil konsepsi

dikeluarkan seluruhnya.

Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah keluar. Diagnosis dapat dipermudah

apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar

dengan lengkap.

Diagnosis missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminen yang

kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.

Diagnosis banding :

- Abortus komplit

- Abortus inkomplit

- Abortus insipien

- Abortus imminen

Page 8: protap 5 (hal.212-250)

- Missed abortion

- Kehamilan ektopik terganggu

Pemeriksaan penunjang :

Diperlukan pada abortus imminen, abortus habitualis dan missed abortion :

Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup,

menentukan prognosis

Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion

Tes kehamilan (PPT)

Konsultasi : tidak ada

Terapi :

Penanganan abortus imminen terdiri atas :

1. Istirahat berbaring

Tidur berbaring unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini meneybabkan

bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.

2. fenobarbital 3 x 30 mg sehari, dapat diberikan utnuk menenangkan penderita.

Abortus insipien dengan kehamilan kruang dari 12 minggu, yagn biasanya disertai dengan

perdarahan, penanganan terdiri atas pengosongan uterus dengan segera. Pengeluaran hasil

konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam abortus, disusul

dengan kerokan.

Apabila abortus inkomplit disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus

intravena cairan NaCl fisiologik atau cairan Ringer yang selekas mungkin disusul dengna

pemberian darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kerokan. Pasca tindakan ergometrin

intramuskulus untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.

Penderita abortus komplit tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita

anemia perlu diberikan sulfas ferrosus dan dianjurkan supaya makanannya mengandung

banyak protein, vitamin dan mineral.

Pada missed abortion bila kadar fibrinogen normal, jaringan hasil konsepsi dapat segera

dikeluarkan. Sebaliknya, jika kadar fibrinogen rendah, diperbaiki dulu dengan cara

Page 9: protap 5 (hal.212-250)

memberikan fibrinogen kering atau segar. Setelah ada perbaikan, dilakukan kuretase/

tindakan kuretase pada missed abortion tidak jarang menghadapi kesulitan karena plsenta

melekat erat dengan dinding uterus.

Perawatan rumah sakit

Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah, kecuali

bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau

infeksi. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia, infeksi.

Penyulit

1. Anemia

Biasanya anemia post-hemorrhagis pengobatannya adalah pemberian darah atau

komponen darah

2. Infeksi

Kasus abortus yang datang dalam keadaan infeksi harus mendapat payung antibiotik

dulu, sebelum dilakukan evakuasi. Sedangkan tindakan evakuasi sendiri dapat

menimbulkan infeksi.

3. Perforasi

Merupakan komplikasi tindakan kuretase. Untuk mencegah perforasi :

- Pemberian uterotonika

- Sondage terlebih dahulu utnuk menentukan besar dan arah letak uterus

- Kuretase secara sistematis dan lege artis.

Informed consent

Seperti halnya tindakan bedah lainnya, pasien-pasien abortus harus menandatangani

informed consent sebelum melakukan kuretase.

Lama perawatan

Pasca kuretase pasien perlu dirawat selama 1 hari, bila tak ada komplikasi

Masa pemulihan

Pasien abortus dapat diberikan cuti sakit paling lama 2 minggu

Patologi anatomi

Jaringan konsepsi dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi

Page 10: protap 5 (hal.212-250)

PROSEDUR TETAP

PELAYANAN PAP SMEAR DAN TINDAK LANJUTNYA

1. Tujuan :

Memberikan pedoman secara jelas tentang indikasi pengambilan Pap’s Smear, cara

dan pengambilan secara benar.

Memberikan pedoman kepada petugas medis tentang pengenalan kelainan serviks

semenjak pra-kanker sampai menjadi kanker

2. Ruang Lingkup :

Penderita dengan kontrol, check up, dan kelainan serviks di instalasi rawat jalan,

rawat inap dan rawat darurat.

3. Uraian Umum :

Pap’s smear merupakan program skrining yang cukup akurat untuk mendeteksi

kelainan serviks uteri, mulai pra-kanker sampai kanker.

Pemeriksaan Pap’s smear relatif sederhana, murah tetapi perlu suatu keseragaman

sehingga akan didapatkan hasil dengan daya guna tinggi.

Pap’s smear mampu menurunkan frekuensi kanker serviks sampai 50%.

Pengambilan hasil Pap’s smear yang baik akan memberikan hasil terapi yang baik

pula.

Pap’s smear yagn baik dilanjutkan dengan tindak lanjut hasilnya akan menurunkan

angka kesakitan dan kematian, khususnya wanita di Indonesia.

Keunggulan Pap’s smear :

a. Hasil sensitivitas dan spesifisitas tinggi

b. Murah

c. Tidak nyeri

Mengenal wanita risiko tinggi :

1. Wanita dengan banyak partner

2. Wanita dengan PHS

3. Wanita kawin usia muda

Page 11: protap 5 (hal.212-250)

4. Wanita dengan higiene sanitasi yang kurang baik

5. Wanita usia > 50 tahun

6. Wanita multiparitas

7. Wanita perokok

8. Koitus pertama pada usia muda (early age of coitus)

KEBIJAKSANAAN

Kriteria diagnosis :

1. Gejala klinik :

a. Tanpa gejala oleh karena rutinitas (check up) Pap’s smear

b. Keputihan

c. Perdarahan pervaginam diluar siklus menstruasi

d. Perdarahan pasca senggama

2. Pemeriksaan klinik

a. Mengetahui secara jelas anatomi normal serviks uteri

b. Membedakan secara jelas serviks uteri pada nulli, multi dan post-partum

c. Pemeriksaan pada serviks yang diakibatkan oleh karena infeksi hormonal, pra-

kanker, kanker.

3. Pemeriksaan bantuan :

a. Schiller test

b. Kolposkopi

c. Mikrokolposkopi

d. Pengambilan biopsi pada lesi yang dicurigai

4. Persiapan Pap’s smear :

a. Penderita dipersiapkan diberi nasehat utnuk tidak melakukan pencucian vagina,

koitus, obat pervaginam 24 jam sebelum melakukan pemeriksaan.

b. Penyediaan peralatan Pap’s smear, yaitu : spekulum cocor bebek, spatula Ayre, cyto

brush, gelas objek, alkohol 95% dan formulir Pap’s smear.

Page 12: protap 5 (hal.212-250)

5. Cara pengambilan Pap’s smear yang benar

a. Seluruh serviks harus dilihat secara baik dengan spekulum, melihat daerah

transformasi (area squamo columnar junction).

b. Membersihkan dengan air steril (NaCl) untuk menghindari hasil Pap’s smear yang

negatif.

c. Melakukan cervical smear dengan memakai spatula kayu pada daerah ektoserviks

dan daerah endoserviks dengan lidi watten atau memakai spatula Ayre (diputar

360o) pada daerah transformasi. Hasil signifikan apabila pengambilan Pap’s smear

pada daerah endoserviks. Cyto brush dapat digunakan pula, bahan dioleskan pada

gelas objek.

d. Sediaan segera difiksasi dengan alkohol 95%. Setelah 1 jam dalam keadan kering,

diberi label dan dikirim ke laboratorium sitologi bersama formulir permintaan yang

telah diisi.

Penilaian hasil Pap’s smear :

Kelas I : sel normal

Kelas II : terdapat sel atipik

Kelas III : ditemukan sel abnormal dengan displasia (CIN I, CIN II)

Kelas IV : berisi sel abnormal dengan karsinoma insitu (CIN III)

Kelas V : berisi sel abnormal dengan sel ganas

Terminologi WHO :

1. No abnormal cell

Metaplasia noted

2. Abnormal cells consistent with benign atypia (non-dysplastic cells)

a. Inflmmatory; Trichomonas, HPV

b. Irradiation

c. Keratinization

d. Atypical metaplasia

e. Condyloma effect

f. Other

Page 13: protap 5 (hal.212-250)

3. Abnormal cells consisten with dysplasia

a. Mild dysplasia (CIN I)

b. Moderate dysplasia (CIN II)

c. Severe dysplasia (CIN III)

4. Abnormal cells consistent with malignancy

a. With insitu careinoma (CIN III)

b. With invasive carcinoma

c. Type unspecified

5. abnormal cells specifically calcified

Terminologi Bethesda

1. Memuaskan (satisfactory)

2. Kurang memuaskan (less than optimal)

3. Tidak memuaskan (unsatisfactory), tidak bisa diperiksa dan harus diulang.

Peran kolposkopi :

1. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan pelengkap untuk rujukan hasil Pap’s

smear yang abnormal, terutama pada derajat ringan yang kurang menggambarkan

kelainan patologik yang sebenarnya.

2. Kolposkopi dapat mengurangi tindakan histerektomi atau konisasi

3. Riwayat post coital bleeding.

4. Atipik persisten, border-line, abnormalitas sel kelenjar.

Hasil gabungan kolposkopi biopsi terarah dan sitologi akan menghasilkan diagnosis 98,6%.

Tindak lanjut hasil Pap’s smear :

Kelas I : follow up 1 tahun

Kelas II : ulangan Pap’s smear 6 bulan dengan pengobatan penyebabnya

Kelas III : ualngan + kolposkopi; follow-up 1 bulan

Kelas IV : dirujuk

Kelas V : dirujuk

Page 14: protap 5 (hal.212-250)

Pada hasil Pap’s smear dengan infeksi (Trichomonas, Salmonella, Gardnerella) setelah

diterapi dilakukan ulangan Pap’s smear.

TINDAKAN TERHADAP

NEOPLASMA EPITEL SERVIKS UTERI

DR INFEKSI ? OBATI RADANG

HORMONAL ? HORMON

DS KOLPOSKOPI BIOPSI

MIKRO HISTROSKOPI KRIOTERAPI

KAUTERASASI

DB KOLPOSKOPI LASER KONISASI

(TRAKHELEKTOMI)

KONISASI HISTEREKTOMI

KIS HISTEREKTOMI RADIKAL

RADIOTERAPI

Kinv KHEMOTERAPI

Page 15: protap 5 (hal.212-250)

Nama prosedur : No :

PROSEDUR TETAP BIOPSI SERVIKS UTERI

Tujuan :

1. Mendapatkan kepastian diagnosis dari sediaan serviks uteri

2. Mengetahui hasil pengobatan terhadap keganasan serviks uteri

3. Memberikan panduan pada tenaga medis pelaksana untuk pengelolaan penderita

keganasan serviks uteri.

Ruang lingkup : IRNA, IRJA

Indikasi :

1. Curiga keganasan pada serviks uteri

2. Penderita keganasan serviks uteri pasca pengobatan

Peralatan :

1. Spekulum

2. Pinset

3. Kapas lidi

4. Tong biopsi

5. Botol berisi formalin 10%

PROSEDUR

1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi.

2. Dilakukan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya.

3. Dipasang spekulum anterior dan posterior

4. Porsio uteri dibersihkan dengan menggunakan kapas lidi, agar jelas tempat yang akan

dibiopsi.

5. Dengan tang biopsi diambil jaringan pada daerah yang dicurigai dengan

mengikutsertakan daerah yang sehat.

6. Hasil biopsi dimasukkan dalam botol dan dikirm ke Bagian Patologi Anatomi untuk

pemeriksaan sitologi.

7. Perdarahan yang terjadi dihentikan dengan menekannya menggunakan kapas lidi, jika

perlu dengan dibasahi jodium.

8. Jika diperlukan dapat diberikan obat hemostatika

Tanggal pembuatan Pengesahan

Tanggal revisi

Revisi ke

Page 16: protap 5 (hal.212-250)

Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP EKSTIRPASI POLIP

Tujuan :1. Mengelola penderita polip pada genitalia wanita sebaik mungkin2. Mempelajari dan memperbaiki pengelolaan polip pada genitalia wanita3. Memberikan panduan pada tenaga medis pelaksana untuk pengelolaan penderita

polip pada genitalia wanita.Ruang lingkup : IRNAIndikasi :

1. Penderita polip endoserviks uteri dan endometrium2. Penderita polip vagina dan vulva.

Peralatan :1. Spekulum2. Klem ovarium3. Pinset4. Sendok kuret5. Tenakulum6. Botol berisi formalin 10%.

PROSEDUR1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi dalam general

anestesi.2. Dilakukan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya, dilanjutkan menutup daerah sekitar

dengan doek steril kecuali daerah vulva.3. Dipasang spekulum anterior dan posterior4. Dilakukan antisepsis pada daerah vagina - porsio uteri dan sekitarnya.5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum.6. Kecuali pada polip vagina dan vulva, tidak diperlukan penjepitan dengan tenakulum.7. Spekulum interior dilepaskan dan spekulum posterior dipegang oleh asisten.8. Polip dijepit dengan menggunakan klem ovarium pada tangkainya, dan selanjutnya

diputar dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam hingga polip terlepas.9. Polip dimasukkan dalam botol dan dikirim ke Bagian Patologi Anatomi untuk

pemeriksaan sitologi.10. Kecuali pada polip vagina dan vulva, pada daerah dasar polip dilakukan kerokan

dengan menggunakan sendok kuret tajam.11. Perdarahan yang terjadi dihentikan, dengan melakukan penekanan menggunakan kapas

yang dibasahi jodium atau jika perlu dapat dilakukan penjahitan hemostasis.12. Jika diperlukan dapat diberikan obat hemostatika.Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke

Page 17: protap 5 (hal.212-250)

Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP DILATASI SERVIKS

Tujuan :1. Memperlebar kanalis servikalis untuk pengeluaran isi kavum uteri.2. Mempermudah untuk melakukan tindakan pengosongan isi kavum uteri.3. Memberikan panduan bagi tenaga medis pelaksana.

Ruang lingkup : IRNAIndikasi :

1. Penderita missed abortion2. Penderita intra uterine fetal death3. Penderita Mola hidatidosa.

Peralatan :1. Spekulum2. Pinset3. Tenakulum4. Kasa steril5. Benang sutra6. Spuit berisi aquadestilata steril7. Beban bertali dengan kerekan8. Dilalator Hegar9. Kateter Balon10. Batang laminaria

PROSEDUR1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi.2. pada tindakan yang dilanjutkan dengan pengosongan isi kavum uteri, dilakukan dalam

general anestesi.3. dilakukan antisepsis pada daerah vulva dan sekitarnya dan ditutup dengan doek steril,

kecuali daerah tindakan.4. Dipasang spekulum anterior dan posterior5. Dilakukan antisepsis pada daerah - porsio dan sekitarnya.6. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum.7. Dilakukan dilatasi :

a. Dilalator Hegar : dilakukan sebelum melakukan pengosongan isi kavum uteri dengan kuretase- Porsio ditampakkan dengan menariknya menggunakan tenakulum yang telah

terpasang.- Dilalator Hegar dimasukkan ke dalam kanalis servikalis sehingga melewati Orifisium

Uteri Internum.- Pemasangan dilalator hegar dimulai dari ukuran yang terkecil, yang dapat masuk

hingga ukuran terbesar yang sesuai dengan ukuran sendok kuret yang akan digunakan.

Page 18: protap 5 (hal.212-250)

b. Kateter Balon- Kateter balon dimasukkan ke dalam kanalis servikalis hingga bagian yang dapat

mengembang melewati Orifisium Uteri Internum- Bagian balon dikembangkan dengan memasukkan aquadestilata steril sebanyak 30 –

50 ml.- Pangkal kateter diikatkan dengan tali yang dihubungkan dengan beban melalui

kerekan.- Beban yang digantungkan sekurangnya seberat 500 gram.

c. Batang Laminaria- batang laminaria (umumnya sebanyak 3 batang) diikatkan satu sama lain sehingga

rapat dengan benang sutra.- Dengan menggunakan pinset batang laminaria dimasukkan ke dalam kanalis

servikalis hingga ujungnya melewati Orifisium Uteri Internum.- Pada bagian ujung laminaria yang tampak diberi kasa steril sebagai penahan.- Batang laminaria dipertahankan agar mengembang, selama 18 – 24 jam.

Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke

Page 19: protap 5 (hal.212-250)

Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP KURETASE

Tujuan :1. Mengosongkan ataupun mengeluarkan isi kavum uteri.2. Menghentikan perdarahan yang terjadi dari kavum uteri.3. Memberikan panduan bagi tenaga medis pelaksana dalam pengosongan isi kavum

uteri.Ruang lingkup : IRNAIndikasi :

1. Abortus- Missed abortion- Abortus inkompletus

2. Blighted ovum.3. Meno/metroragia4. Mola hidatidosa

Peralatan :1. Spekulum2. Tenakulum 3. Pinset4. Sonde5. Tang abortus6. Sendok kuret7. Botol isi formalin 10%

PROSEDUR1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi dalam general

anestesi.2. Dilakukan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya, dan dipasang doek steril, kecuali

daerah tindakan.3. Dipasang spekulum anterior dan posterior4. Dilakukan antisepsis pada daerah porsio dan sekitarnya.5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum, lalu spekulum anterior

dilepaskan dan spekulum posterior dipegang oleh asisten.6. Dilakukan pengukuran besar kavum uteri dan posisi kavum uteri dengan menggunakan

sonde.7. Jika diperlukan dilakukan dilatasi kanalis servikalis dengan dilalator Hegar.8. Dilakukan pengeluaran isi kavum uteri sebanyak mungkin dengan menggunakan tang

abortus.9. Tang abortus tidak digunakan pada kasus penderita meno/metroragia.10. Dilakukan pengosongan sebersih mungkin dengan menggunakan sendok kuret secara

sistematik sesuai arah jarum jam.

Page 20: protap 5 (hal.212-250)

11. Pada kasus penderita mola hidatidosa dapat digunakan penghisapan isi kavum uteri/gelembung mola dengan menggunakan ekstraktor.

12. Pada kasus mola hidatidosa digunakan sendok kuret dengan ujung tumpul dan jika perlu dapat diulang setelah 1 minggu kemudian untuk mengosongkan isi kavum uteri.

13. Jaringan hasil kuretase dimasukkan dalam botol dan dikirim ke Bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi.

14. Jika diperlukan dapat diberikan uterotonika, per-infus maupun intra-vena.Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke

Page 21: protap 5 (hal.212-250)

Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP LAPAROSKOPI

Tujuan :1. Mendapatkan kepastian diagnosis dari suatu penyakit ginekologi intra abdomen.2. Melakukan tindakan operatif dengan bantuan alat laparoskopi.3. Memberikan panduan pada tenaga medis pelaksana dalam pemakaian alat

laparoskopi.Ruang lingkup : IRNAIndikasi :

1. Diagnostik Nyeri pelvis kronis yang penyebabnya tak jelas Pemeriksaan infertilitas Amenore primer dan sekunder yang tidak jelas penyebabnya. Evaluasi adanya massa dalam rongga pelvis. Evaluasi permasalahan interseksual Evaluasi terhadap nyeri akut pelvis, kehamilan ektopik, putaran tangkai dan

endometriosis. Penilaian terhadap suatu proses keganasan dalam rongga pelvis (terbatas). Evaluasi terhadap kelianan kongenital.

2. Tindakan operatif Alat bantu untuk melakukan lisis terhadap genitalia interna Alat untuk melakukan fungsi pada kista ovarium Kauterisasi pada endometriosis Pengangkatan benda asing dalam rongga pelvis.

Peralatan :- Doek steril- Doek pembungkus tungkai- Klem doek- Mangkuk betadin- Kateter foley- Spekulum Sims- Tenakulum atraumatis- Klem Allis- Kanula uterus- Sklapel- Jarum Veres atau Touhay- Trokar- Laparoskop- Forsep pemegang- Kabel penyalur cahaya

Page 22: protap 5 (hal.212-250)

- Pipa penyalur gas CO2

- Sumber cahaya dingin (fiber optic)- Tabung gas CO2

- Pemegang jarum Hegar- Gunting- Pinset sirurgis- Gunting/sklapel laparoskop- Koagulator- Aspirator/irigator- Morcelator

PROSEDUR1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi dan trendelenberg dalam general

anestesi.2. Dilakukan asepsis dan antisepsis daerah abdomen, vulva dan vagina.3. Dilakukan periksa dalam vagina ulangan.4. Dipasang spekulum anterior dan posterior5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum.6. Dilakukan pengukuran panjang kavum uteri dan posisi uterus dengan sonde.7. Dipasang kanula uterus dan difiksasikan dengan tenakulum8. Dipasang doek steril, kecuali pada daerah tindakan9. Kulit bagian kanan dan kiri umbilikus dijepit dengna 2 buah klem Allis dan asisten

mengangkatnya setinggi-tingginya sehingga kulit menjadi tegang.Dengan menggunakan skalpet kulit ditusuk tepat dibawah umbilikus pada garis median,

kemudian diperlebar 1,5 cm.10. Jarum veres ditusukkan dengan arah hampir tegak lurus sambil tangan kiri operator

mengangkat dinding perut.11. Setelah fascia ditembus, jarum diarahkan ke lengkung sakrum dengan sudut 45o

terhadap dinding perut ke arah rongga peritoneum.12. Jarum digerakkan ke kanan dan kiri agar ujung jarum bebas dari kemungkinan tertutup

omentum atau usus yang menempel pada ujungnya.13. dilakukan percobaan dengan menggunakan spuit yang berisi larutan garam fisiologis,

dimasukkan ke rongga peritoneum melalui jarum Veres.14. Jarum veres dihubungkan dengan pipa gas CO2 dan gas dialirkan dengan kecepatan 1

L/menit dengan takaran 15 – 25 mmHg sampai volume 2 L.15. Pneumoperitoneum dikatakan berhasil jika pekak hati menghilang dan perut

mengembung secara simetris.16. Dengan tangan asisten masih memegang kedua klem Allis, jarum veres dicabut, trokar

dengan selubungnya dimasukkan dengan arah hampir tegak lurus hingga menembus peritoneum.

17. Trokar dicabut, laparoskop dimasukkan melalui selubung yang ditinggalkan.

Page 23: protap 5 (hal.212-250)

18. Sumber cahaya dihubungkan dengan laparoskop dan pemeriksaan organ pelvis dapat dimulai.

19. Untuk visualisasi lebih jelas dapat digerakkan kanula uterus.20. Untuk tindakan operasi sesuai dengan jenis operasi.

Salpingektomi (pada kehamilan Ektopik Terganggung)- Kenali tuba Falopii yang akan dimanipulasi.- Dilakukan elektrokoagulasi yang dilanjutkan insisi pada mesosalping, dimulai

dari ujung fimbrae.- Dilakukan reseksi tuba di bagian proksimal- Potongan tuba selanjutnya diangkat dengan mocelator- Evaluasi perdarahan

Linier salpingotomi (pada Kehamilan Ektopik Belum Terganggu)- Kenali tuba Falopii beserta massanya- Dilakukan insisi secara linier pada massa tuba di daerah yang berlawanan

dengan mesosalping.- Sebelumnya dilakukan elektrokoagulasi pada daerah sekitar massa.- Untuk mencegah perdarahan dapat digunakan injeksi vasopressin.- Digunakan forsep untuk membuka luka insisi.- Dengan menggunakan aspirator massa hasil konsepsi pada tuba dibersihkan.- Jika luka insisi kecil tidak perlu ditutup, perdarahan yang terjadi dirawat.- Jika luka insisi cukup lebar, dijahit dengan benang kromik 4,0- Dieksplorasi adanya perdarahan.

Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke

Page 24: protap 5 (hal.212-250)

Nama prosedur : No :PROSEDUR TETAP HISTEREKTOMI

Tujuan :1. Mengelola penderita tumor ginekologi yang memerlukan pengangkatan tumor

secara per-abdominam.2. Memberikan pedoman bagi tenaga medis pelaksana dalam pengelolaan penderita

tumor ginekologi.Ruang lingkup : IRNAIndikasi :

1. Penderita Mioma uteri.2. Penderita Kistoma Ovarii.3. Penderita dengan kecurigaan keganasan ovarium.

Peralatan : terlampir PROSEDUR

1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi dalam keadaan general anestesi.2. Desinfeksi daerah abdomen dan sektiarnya secara sistematik.3. Dipasang doek, kecuali pada daerah tindakan4. Dilakukan insisi kulit pada linea mediana mulai tepi atas simfisis ke atas sepanjang

10 cm, insisi diperdalam sampai peritoneum secara tumpul dan tajam.5. Setelah peritoneum terbuka, dilakukan eksplorasi organ abdomen dengan megngunakan

tangan operator.6. Jika diperlukan insisi dapat diperlebar ke arah atas.7. jika ditemukan, dapat diambil cairan dalam rongga abdomen untuk pemeriksaan

sitologi pada Bagian Patologi Anatomi.8. Bila memungkinkan massa tumor dikeluarkan dari rongga abdomen dengan cara

meluksirnya atau jika terlalu besar dilakukan pengecilan massa tumor dengan melakukan pungsi.

9. Dipasang darm gaas untuk melindungi usus dan organ sekitarnya.10. Dikenali ligamentum ovarii proprium dan ligamentum infundibulo pelvikum pada

daerah dengan tumor, dilakukan klem-ikat-potong-jahit dengan benang kromik no. 1.11. Dari massa diambil sedikit jaringan untuk dilakukan pemeriksaan frozen section ke

Bagian Patologi Anatomi, perdarahan dikontrol dan ditunggu hasil frozen section.12. Pada frozen section jinak, dilakukan pengangkatan masa tumor dan pembersihan

rongga abdomen dari sisa-sisa darah dan cairan.13. Pada frozen section ganas, dilakukan panhisterektomi dan omentektomi14. Dikenali ligamentum rotundum, dilakukan klem-potong-jahit dengan benang kromik

no.1.15. Ligamentum latum ditembus secara tumpul.16. Dilakukan pada kedua sisi uterus.17. Plika vesikouterina dilepaskan dari uterus secara tajam dan tumpul.

Page 25: protap 5 (hal.212-250)

18. Dikenali ligamentum kardinale, dilakukan klem-potong-ikat dengan benang kromik no. 1.

19. Pada daerah forniks anterior setinggi porsio, dijepit dengan 2 buah tenakulum, dilakukan insisi menembus diantara kedua tenakulum

20. Diberikan cairan desinfeksi kedalam lubang, dilanjutkan memotong forniks sekeliling porsio hingga uterus terlepas.

21. Dilakukan jahitan hemostasis pada tunggul vagina dan ditautkan bagian depan dan belakang dengan benang kronik no. 1.

22. Tunggul ligamentum-ligamentum ditautkan dengan tunggul vagina dengan cara mengaitkan ikatannya, dilanjutkan dengan reperitonealisasi tunggul.

23. Dilakukan pemotongan omentum pada daerah seproksimal mungkin, klem-potong-ikat dengan benagn sutra no. 1.0.

24. Dilakukan eksplorasi dengan membersihkan rongga abdomen dari sisa darah dan dilihat apakah timbul perdarahan baru.

25. Peritoneum ditutup secara jelujur terkunci dengan menggunakan plain catgut no. 1.0, otot ditautkan dengan menggunakan plain catgut no. 1, fascia ditutup dengan jahitan silang angka delapan menggunakan benang sutra no. 1, jaringan lemak subkutis ditutup dengan jahitan simple terputus menggunakan plain catgut no. 1.0 atau 2.0, dan kulit ditutup secara matras menggunakan benang sutra no. 1.0.

26. Jaringan massa yang diangkat, dikirim ke Bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi.

Tanggal pembuatan PengesahanTanggal revisiRevisi ke

Page 26: protap 5 (hal.212-250)

PROSEDUR TETAP PENGELOLAAN PENDERITA

MIOMA UTERI

Tujuan :

Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan mioma uteri,

supaya tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ruang Lingkup :

Pengelolaan mioma uteri meliputi :

Dasar diagnosis, terapi dan komplikasinya

Uraian Umum :

Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berasal dari otot uterus.

Jenis mioma uteri meliputi :

- Mioma uteri submukosum

- Mioma uteri intramural

- Mioma uteri subserosum

- Mioma serviks uteri

Terapi mioma uteri meliputi :

1. Konservatif

2. Pembedahan

KEBIJAKSANAAN

Gejala dan tanda klinis :

1. Benjolan diperut bagian bawah

Keadaan ini dirasakan oleh penderita dan pada pemeriksaan bimanual ditemukan

benjolan di bagian bawah perut dan terletak di tengah.

2. Perdarahan tidak normal

Perdarahan bersifat hipermenore, menoragi, metroragi atau menometroragi.

3. Nyeri

Dapat terjadi karena :

Page 27: protap 5 (hal.212-250)

- Dismenore

- Mioma menyempitkan kanalis servikalis

- Mioma submukosum yang sedang dikeluarkan dari rahim

- Torsi pada mioma subserosum

- Degenerasi merah

4. Tanda-tanda penekanan

- Penekanan pada kandung kemih : gangguan miksi

- Penekanan pada uretra : retensio urinae.

- Penekanan pada ureter : hidroureter

- Penekanan pada rektum : obstipasi, nyeri defekasi.

- Penekanan pada pembuluh darah panggul : rasa nyeri panggul

5. Infertilitas dan abortus.

Mioma uteri pada kehamilan

1. Pengaruh mioma uteri pada kehamilan dan persalinan

- Mengurangi kemungkinan menjadi hamil

- Abortus dan partus prematurus.

- Kelainan letak janin

- Menghalangi jalan lahir

- Inertia uteri dan atonia uteri

- Mempersulit lepasnya plasenta

2. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri

- Cepat membesar selama kehamilan

- Degenerasi merah

- Torsi mioma uteri subserosum

Diagnosis :

Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan :

A. Anamnesis

- Adanya benjolan di perut bagian bawah

- Perdarahan haid tidak normal

Page 28: protap 5 (hal.212-250)

B. Pemeriksaan fisik :

- Palpasi abdomen

- Pemeriksaan bimanual

- Sondage

- Ultrasonografi

- Kuretase

- Histerografi / histerokopi

Terapi :

Beberapa hal yang mempengaruhi terapi mioma uteri, yaitu : usia, paritas, keinginan punya

anak, keluhan dan gejala serta gangguan yang ditimbulkan.

1. Terapi konservatif

Mioma uteri pada menopause tidak ada keluhan, dan besar uterus tidak melebihi

kehamilan 12 minggu.

Terapi hormonal; dengan gonadotrophin releasing hormone, terutama untuk persiapan

operasi.

2. Pembedahan

- Miomektomi ; pada mioma uteri subserosum bertangkai

- Histerektomi

- Histerektomi vaginal; pada mioma uteri dengan uterus sebesar kehamilan kurang dari

12 minggu.

- Laparoskopik histerektomi.

Keuntungan :

Pemulihan pasca bedah lebih cepat

Jaringan perut sedikit

Terhindar dari kesakitan yang berlebihan.

Persiapan pembedahan :

Laboratorium darah rutin

Laboratorium urine rutin

Tes fungsi hati

Page 29: protap 5 (hal.212-250)

Tes fungsi ginjal

Faktor pembekuan

Pap’s smear

X-foto toraks

Ultrasonografi

Kerokan endometrium

Page 30: protap 5 (hal.212-250)

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PENDERITA

NEOPLASMA OVARIUM

Tujuan :

Memberikan pedoman kepada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan neoplasma

ovarium, sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ruang lingkup :

Pengelolaan penderita neoplasma ovarium yang meliputi :

- Dasar diagnosis, pengobatan dan pengamatan lanjut

- Kebijaksanaan pengelolaan neoplasma ovarium yang disertai kehamilan

Uraian umum :

Neoplasma ovarium adalah pertumbuhan jaringan ovarium yang bersifat neoplastik.

Sesuai dengan klasifikasi histopatologis, neoplasma ovarium dapat berasal dari epitel

ovarium atau stromanya.

Diagnosis meliputi jenis hispatologis, ukuran dan konsistensinya.

Terapi utama neoplasma ovarium adalah pembedahan pada tumor dengan konsistensi

solid atau tumor kistik dengan ukuran > 15 cm (> telur angsa).

KEBIJAKSANAAN

Kriteria diagnostik :

A. Anamnesis :

1. Tanpa gejala awal

sampai massa tumor cukup besar untuk memberikan tekanan pada vesika urinaria

dan rektum atau rasa sakit hebat, seperti pada torsi dan ruptur.

2. Tingkat lanjut :

- Kembung

- Hilang nafsu makan

- Rasa penuh pada perut

- Rasa sakit pada dinding perut

Page 31: protap 5 (hal.212-250)

- Perut membesar dan timbul benjolan dalam waktu relatif lama.

B. Pemeriksaan fisik :

1. Ditemukan tumor di rongga pelvis dan dapat meluas sehingga seluruh rongga perut,

mengisi parametrium kiri/kanan dan di kavum Douglasi.

2. Permukaan tumor rata, konsistensi padat atau kistik, atau kistik dengan bagian

padat.

3. Mobilisasi cukup

4. Dapat disertai asites.

C. Pemeriksaan penunjang :

1. Ultrasonografi untuk menilai ukuran konsistensi tumor, adanya asites, kelainan non-

ginekologi lain serta diagnosis banding keganasan ovarium.

2. X-foto pelvis jika dicurigai terdapat kelainan saluran kemih yang menyertainya.

3. Barium enema (bila pada anamnesis dan pemeriksaan dicurigai adanya neoplasma

colon).

4. Sitologi dari hapusan vagina atau kavum peritonei.

Diagnosis :

Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, yang didapat dari

pembedahan.

Standard persiapan pra-bedah :

Laboratorium darah dan urine

Tes fungsi hati dan ginjal

X-foto toraks

Ultrasonografi

Pap’s smear.

PENATALAKSANAAN

Pembedahan :

Pembedahan dilakukan untuk mengambil tumor primer dengan insisi vertikal (median)

dibawah pusat. Pemeriksaan potongbeku dilakukan untuk menentukan tindak lanjut

Page 32: protap 5 (hal.212-250)

(macam pembedahan) pada neoplasma ovarium, disamping itu dilakukan pencucian

abdomen untuk pemeriksaan sitologi.

Indikasi pembedahan : (kriteria Johnson)

Konsistensi padat 5 cm.

Konsistensi kistik 15 cm.

Pembesaran ovarium 1 tahun sebelum menars / 1 tahun setelah menopause / kehamilan

trimester II-III / setelah terapi supresi hormonal

Neoplasma dengan aktivitas hormonal

Pembesaran ovarium fungsional yang membesar setelah terapi supresi hormonal.

Tanda-tanda torsi / ruptur kista ovarium.

Asites yang tidak diketahui penyebabnya.

Kecurigaan keganasan pada pemeriksaan makroskopis saat pembedahan bila :

Konsistensi padat/kistik dengan bagian padat

Pertumbuhan tumor pada kapsula

Gambaran pelebaran pembuluh darah pada permukaan tumor

Terdapat asites terutama bila hemoragis

Perlekatan dengan organ lain

Metastase pada omentum atau peritoneum.

Macam pembedahan :

1. Ooforektomi unilateral ; dilakukan pada penderita muda yang masih mempertahankan

fertilitasnya dan neoplasma ovarium bersifat jinak. Pada wanita hamil pembedahan

dilakukan pada umur kehamilan 16 minggu karena plasenta telah terbentuk sampai

dengan umur kehamilan < 28 minggu (7 bulan) sehingga penyembuhan luka operasi

telah sempurna dan tidak mengganggu saat persalinan. Pada pra-bedah dilakukan

pemberian Depo Progestin 50 mg/hari selama 3 hari mulai 1 hari menjelang

pembedahan.

2. Ooforektomi bilateral; dilakukan bila usia penderita 45 tahun atau telah menopause

untuk mengurangi risiko keganasan ovarium dikemudian hari.

Page 33: protap 5 (hal.212-250)

3. Panhisterektomi dan omentektomi; dilakukan bila didapatkan hasil pemeriksaan potong

beku menunjukkan keganasan.

Pengamatan lanjut :

Penderita neoplasma ovarium pasca bedah, perlu dilakukan pengamatan lanjut untuk

melihat :

Komplikasi terapi bedah

Timbulnya kembali tumor pasca bedah

Timbulnya keganasan pasca pembedahan.

Page 34: protap 5 (hal.212-250)

PROSEDUR TETAP

PELAYANAN PENDERITA KARSINOMA OVARIUM

Tujuan :

Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan karsinoma

ovarium, sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ruang lingkup :

Pengelolaan penderita karsinoma ovarium yang meliputi :

- Dasar diagnosis, pengobatan dan pengamatan lanjut/evaluasi

- Kebijaksanaan pengelolaan karsinoma ovarium yang disertai kehamilan.

Uraian umum :

Karsinoma ovarium adalah tumor ganas pada ovarium. Sesuai dengan klasifikasi

histopatologis karsinoma ovarii dapat berupa primer berasal dari epitel ovarium, germ

cell, stroma, dan sekunder berasal dari metastase karsinoma di bagian tubuh yang lain.

Diagnosis meliputi jenis hispatologis dan stadium

Terapi utama karsinoma ovarii adalah pembedahan dengan radiasi dan sitostatika

sebagai terapi adjuvant.

KEBIJAKSANAAN

Kriteria diagnostik :

A. Anamnesis

1. Tanpa gejala awal :

Sampai massa tumor ini besarnya cukup memberikan tekanan pada vesika urinaria

dan rektum atau rasa sakit hebat seperti torsi.

2. Tingkat lanjut :

a. Kembung

b. Hilangnya nafsu makan

c. Rasa penuh di perut

d. Sakti pada dinding perut

Page 35: protap 5 (hal.212-250)

e. Haid tidak teratur

f. Perdarahan pervaginam baik pada premenopause atau postmenopause

g. Perut membesar dan timbul benjolan dalam waktu yang relatif cepat.

B. Pemeriksaan fisik

1. Ditemukan tumor di rongga pelvis dan dapat meluas sehingga seluruh rongga perut,

mengisi parametrium kiri/kanan dan di kavum Douglasi.

2. Permukaan tumor tidak rata, konsistensi padat atau kistik dengan bagian padat.

3. Mobilitas terbatas karena perlekatan

4. Sering disertai asites

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi kalau perlu menilai hepar, ginjal, omentum dan asites.

2. Barium enema, bila pada anamnesis dan pemeriksaan ada kecurigaan invasi ke

rektum atau sigmoid.

3. Sitologi dari hapusan vagina atau kavum peritoneum.

Diagnosis :

Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan hispatologi yang didapat dari pembedahan.

Standard persiapan pra-bedah :

1. Laboratorium darah dan urine

2. Tes fungsi hepar dan ginjal

3. Faktor pembekuan

4. X-foto toraks

5. Ultrasonografi

6. Pap’s smear.

7. Kerokan endometrium

8. Petanda tumor

Page 36: protap 5 (hal.212-250)

Pelaksanaan pengobatan :

A. Pembedahan

Dengan pembedahan diharapkan dapat menentukan diagnosis, stadium dan mengangkat

jaringan tumor sebanyak mungkin, serta mengevaluasi seluruh permukaan rongga

pelvis/abdomen. Cara pembedahan yang dianjurkan adalah melakukan insisi vertikal

(median/paramedian) melewati pusat untuk mempermudah pengangkatan tumor dan

memungkinkan melakukan penilaian ke dalam rongga abdomen terutama dibawah

diafragma.

Perlu dicurigai adanya keganasan pada pemeriksaan makroskopis saat pembedahan

bila :

1. Konsistensi padat/kistik dengan bagian padat

2. Adanya pertumbuhan tumor pada kapsul

3. Gambaran pelebaran pembuluh darah pada permukaan tumor

4. Gambaran hematoma

5. Terdapat asites, terutama bila hemoragis

6. Adanya perlekatan dengan organ lain.

7. Adanya metastasis pada peritoneum/omentum

Pemeriksaan potong beku perlu untuk menentukan tindak lanjut (macam pembedahan)

dari karsinoma ovarium.

Ada 3 macam pembedahan pada pengelolaan karsinoma ovarium :

1. Pembedahan konservatif.

Disini hanya dilakukan ooforektomi unilateral. Jenis pembedahan ini hanya

dilakukan pada penderita wanita muda yang masih berusaha mempertahankan

fertilitasnya dan baru dilakukan pengangkatan uterus, ovarium kontralateral dan

omentum setelah berhasil mendapatkan keturunan (memenuhi kriteria Morrow).

2. Pembedahan baku

Prinsip dasar pembedahan baku adalah pengangkatan lesi primer dan tempat

potensial untuk metastasis, yang meliputi histerektomi total, salfingo ooforektomi

bilateral dan omentektomi. Pada stadium lanjut dimana sudah banyak metastasis

dan perlekatan, sehingga tidak mungkin dilakukan histerektomi total dan salfingo-

ooforektomi bilateral, maka dilakukan pengangkatan jaringan tumor sebanyak

Page 37: protap 5 (hal.212-250)

mungkin/sebisa mungkin, dilanjutkan tempat-tempat metastasis dan omentektomi,

untuk kemudian dilanjutkan dengan terapi tambahan, yaitu kemoterapi dan jika

perlu radioterapi.

3. Pembedahan dengan penentuan stadium secara pembedahan

Prosedur penentuan stadium secara pembedahan (comprehensive staging

laparotomy). Disini selain dilakukan pembedahan baku, juga dilakukan pencucian

utnuk pemeriksaan sitologi tempat-tempat yang potensial menjadi tempat metastasis

dan biopsi tempat-tempat yang dicurigai ada metastasis serta limfadenektomi

terbatas.

Prosedur operasi dengan comprehensive staging laparatomy pada karsinoma

ovarium stadium awal :

a. Insisi abdomen pada linea mediana.

b. Pencucian rongga abdomen untuk pemeriksaan sitologi

- Asites

- Pelvis

- Pericolic gutters

- Diafragma

c. Histerektomi total dan salfingo-ooforektomi bilateral

d. Omentektomi

e. Eksplorasi peritoneum

- Biopsi daerah perlekatan/lesi yang dicurigai

Dinding kavum Douglasi

Dinding pelvis

Pericolic gutters

Serosa usus halus dan mesenterium

Diafragma

f. Limfadenektomi pelvis dan para-aortal secara selektif.

B. Kemoterapi

Penggunaan kemoterapi pada karsinoma ovarium sebagai terapi tambahan, yang

diberikan pasca bedah/pasca radioterapi. Tujuan kemoterapi ini adalah untuk

Page 38: protap 5 (hal.212-250)

memberantas sel-sel kanker yang secara mikroskopis tidak terangkat saat pembedahan

atau tidak terbunuh saat terapi radiasi.

Perlu diperhatikan beberapa faktor dalam pemberian kemoterapi seperti ; status klinis,

status performance, respon tumor, metode pemberian obat dan macam obat yang

dipakai.

Macam obat sitostatika yang digunakan adalah (lihat protokol kemoterapi).

1. Karsinoma ovarium jenis epitelial.

a. Risiko rendah; terpai tunggal dengan Klorambusil atau Siklofosfamit.

b. Risiko tinggi; terapi kombinasi dengan Siklofosfamit + Sis-platinum (CP).

2. Karsinoma + Aktinomisin-D + Siklofosfamit (VAC)

C. Terapi Radiasi

Terapi radiasi dianjurkan untuk neoplasma ovarium ganas jenis disgerminoma serta

tumor stroma gonad yang tidak membutuhkan fungsi reproduksi. Terapi radiasi ini

tidak diberikan secara sendiri melainkan diberikan sebagai terapi tambahan setelah

terapi pengangkatan jaringan tumor.

Tujuan terapi radiasi antara lain :

1. Memberantas sel ganas yang tertinggal/tidak terangkat saat tindakan pembedahan

2. Memberantas metastasis yang tersembunyi, misalnya pada kelenjar limfe-pelvis,

para-aortal, peritoneum dan diafragma.

Karsinoma ovarium yang disertai kehamilan

Pengelolaan karsinoma ovarium dengan kehamilan tergantung dari stadium klinik, tingkat

keganasa, paritas dan umur kehamilan. Bila paritas, stadium klinik dan tingkat keganasan

rendah serta umur kehamilan cukup bulan/mendekati cukup bulan maka dilakukan

pembedahan konservatif (salfingo-ooforektomi unilateral), baru dilakukan pembedahan

baku setelah anak lahir. Jika tingkat keganasan tinggi, maka tanpa memandang umur

kehamilan harus dilakukan tindakan pembedahan baku (histerektomi total, salfingo-

ooforektomi bilateral dan omentektomi).

Page 39: protap 5 (hal.212-250)

Pengamatan lanjut

Penderita karsinoma ovarium pasca bedah baik dengan ataupun tanpa terapi tambahan

perlu dilakukan pengamatan lanjut untuk melihat :

1. Respon terapi

2. Kemungkinan terjadinya residif

3. Komplikasi dari terapi yang diberikan

Beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan :

1. Pemeriksaan pelvis yang teratur

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan ultrasonografi

4. Petanda tumor

5. Laboratorium

6. Second look operation, yaitu tindakan laparotomi eksploratif setelah pemberian

kemoterapi dengan tujuan :

a. Mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan

b. Menetapkan terapi selanjutnya (apakah pemberian kemoterapi dapat diteruskan,

dihentikan atau diganti).

c. Mengangkat jaringan tumor sebisa mungkin bila ditemukan

Umumnya Second look operation dilakukan 5-8 bulan pasca kemoterapi.

Page 40: protap 5 (hal.212-250)

STRATEGI PENGOBATAN KANKER SERVIKS UTERI INVASIF

Di RSUP Dr. Kariadi Semarang

Kanker serviks

uteri invasif

Radiasi : Intrakaviter Eksterna

Khemoterapi Radiasi : Intrakaviter Eksterna

Konisasi atau histerektomi total

Histerektomi radikal

Penentuan Skor Prioritas

Khemoterapi

Radiasi Eksternal

Stadium LanjutStadium IB atau IIA

Mikroinvasif (lesi 3 mm)

Penentuan stadium

Page 41: protap 5 (hal.212-250)

PROSEDUR PENGGUNAAN SITOTATIKA

PADA KANKER GINEKOLOGI

Tujuan :

Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah penggunaan sitostatika

pada kanker ginekologi, sehingga penggunaan sitostatika memberikan hasil seperti

yang diharapkan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ruang lingkup :

Penderita-penderita kanker ginekologi yang mendapatkan terapi sitostatika

Uraian umum :

Tujuan utama pemberian sitostatika pada penderita kanker ginekologi adalah untuk

meningkatkan harapan hidup, akant etapi dipihak lain efek samping obat-obat ini

kadang-kadang begitu hebat sehingga mengancam jiwa penderita.

Perlu pengetahuan dasar dan manfaat klinik dari penggunaan obat-obat sitostatika,

sehingga tujuan pengobatan yang diberikan akan tercapai baik secara paliatif maupun

kuratif.

PROSEDUR

A. Kriteria persiapan

Syarat-syarat pemberian sitostatika

1. Syarat-syarat penderita :

a. Diagnosis pasti secara histopatologis

b. Keadaan umum penderita baik (penilaian keadaan umum menggunakan derajat

status performance menurut IUCC 1991).

c. Memenuhi skor prioritas pemberian sitostatika

d. Penderita mengerti tujuan pengobatan dan efek samping obat yang mungkin

terjadi.

e. Fungsi hati dan fungsi ginjal baik

f. Hb > 10 gr%

Page 42: protap 5 (hal.212-250)

g. Lekosit > 3500/l

h. Trombosit > 150.000/l

2. Syarat-syarat pengelola

a. Mempunyai pengetahuan tentang sitostatika dan pengelolaan kanker pada

umumnya.

b. Tersedianya sarana laboratorium yang memadai.

B. Kriteria pemilihan sitostatika :

Pemilihan sitostatika yang dipergunakan tergantung macam diagnosis kanker

ginekologi.

1. Kanker serviks uterus

a. Terapi adjuvant

- Mitomisin-C; pemberian satu kali disertai terapi radiasi.

Cara :

Simultan :

25 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan antara dua aplikasi radium

intrakaviler.

Atau

25 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan antara radiasi eksterna yang

ke-5 dan ke-6

Induksi :

25 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan sebelum terapi radiasi.

Cara ini diberikan pada keadaan tertentu, seperti pada infiltrasi tumor

pada serviks terlalu luas sehingga menyulitkan aplikasi radium.

Pada kanker serviks dengan respon radiasi moderat dan jelek diberikan

Mitomisin-C 10 mg IV, diulang setiap 3-4 minggu sampai tiga kali.

- Hidroksi urea; disertai radiasi

Cara pemberian :

Hidroksi urea 40-80 mg/KbBB atau 1-2 gram/m2 oral tiap tiga hari mulai

hari pertama radiasi. Hidroksi urea diberikan sampai 4 minggu setelah

pemberian terapi radiasi selesai atau diberikan sampai 12 minggu.

Page 43: protap 5 (hal.212-250)

b. Terapi paliatif :

Untuk yang residif, resisten, metastasis

- Rejimen MIYAMOTO

Cara pemberian :

Hari I Bleomisin 5 mg IV

Hari II Bleomisin 5 mg IV

Hari III Bleomisin 5 mg IV

Hari IV Bleomisin 5 mg IV

Hari V Bleomisin 5 mg IV tambah Mitomisin-C 10 mg IV.

Diulang tiap 4 minggu sampai tercapai hasil terapi.

Perhatian terhadap radang paru-paru dan ekstravasasi.

- Sis-platinum

50-100 mg/m2 IV; diulang tiap 3 minggu

perhatian terhadap payah jantung dan gagal ginjal

2. Kanker korpus uterus

a. Kanker endometrium terapi adjuvant

- Megace (Megestrol 40 mg) 3 x 1 tablet, atau

- Provera 3 x 100 mg, atau

- Farlutal 3 x 100 mg

Preparat progesteron diberikan paling sedikit selama 1 tahun

- CP (Siklofosfamit + Sis-platinum) atau

- CEP (Siklofosfamit + Epirubisin/Adriamisin + Sis-platinum)

Cara pemberian dapat dilihat pada kanker ovarium.

b. Sarkoma uterus terapi adjuvant

- Epirubisin 60-100 mg/m2 IV hari pertama ; diulang setiap 3-4 minggu

- Doksorubisin 60-90 mg/m2 IV hari pertama ; diulang setiap 3-4 minggu

dengan maksimum dosis total 800 mg.

Perhatian terhadap kardiomiotoksisitas.

3. Penyakit trofoblas ganas terapi kuratif

a. Koriokarsinoma risiko rendah

Ada beberapa pilihan terapi dengan sitostatika tungal

Page 44: protap 5 (hal.212-250)

- Metotreksat (Ametopterin)

0,4 mg /KgBB/hari IM atau IV selama 5 hari

10-20 mg/m2 IV hari I-V ; diulang setiap 2-3 minggu

- Aktinomisin-D (Cosmegen)

0,010 – 0,012 mg/KgBB/hari IV selama 5 hari; diulang tiap 2-3

minggu.

- Etoposide (VP-16)

200 mg/m2/hari oral selama 5 hari, diulang setiap 2 minggu.

Pemberian terapi sampai tidak tanda-tanda kegiatan trofoblas, antara lain

sampai -hCG (-) atau hCG 5 ml/CC; dilanjutkan 3 kali.

b. Koriokarsinoma risiko tinggi

- Rejimen MAC

Rejimen I :

Etoposide 100 mg/m2 IV hari I dan II

Metotreksat 100 mg/m2 IV hari I

Metotreksat 200 mg/m2 IV (melalui infus dalam 12

jam) hari I.

Aktinomisin-D 0,5 mg IV hari I dan II

Folinic acid (Leukovorin kalsium) 2 x 15 mg/hari oral/IM

untuk 4 dosis, dimulai 24 jam setelah pemberian Metotreksat

pertama.

Rejimen II :

Vinkristin 1mg/m2 IV hari VIII

Siklofasfamit 600 mg/m2 IV hari VIII

Pemberian rejimen I dan II diulang dengan interval 6 hari, kecuali

terjadi mukositis. Terapi diberikan sampai terlihat complete response

atau terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya metastasis ke

kranium, Metotreksat diberikan pada hari I dan II dengan dosis 12,5

mg intratekal.

4. Kanker vulva dan vagina

Terapi adjuvant dan paliatif :

Page 45: protap 5 (hal.212-250)

a. Bleomisin 5 mg IV/IM selama 5 hari

b. Siklofasfamit (endoksan) 200 mg IV

Diulang tiap 2-4 minggu sampai hasil terapi tercapai, atau :

c. Bleomisin 2 x 7,5 mg/minggu IV/IM

d. Siklofofamit 3 x 1 table/hari

5. Kanker ovarium

a. Jenis epitelial

- Risiko rendah :

Stadium I dan II dengan pengangkatan lengkap

Derajat histologi bukan keganasan tinggi

Bukan yang resisten/residif

Pilihan I

Klorambusil (Leukeran) 2 x 5 mg/hari oral selama 1 bulan.

Dilanjutkan 2 x 5 mg/hari oral selama 10 hari. Istirahat 20 hari

sampai hasil terapi tercapai.

Pilihan II

Siklofosfamit 3 x 1 tablet oral sampai hasil terapi tercapai.

- Risiko tinggi terapi adjuvant

Yang tidak termasuk dalam kriteria risiko rendah

Rejimen CP (Siklofosfamit + Sis-platinum)

Siklofosfamit 750 mg/m2 IV

Sis-platinum 750 mg/m2 IV diulang setiap minggu

Catatan : CP dengan tujuan terapi diberikan 4-8 seri disusul dengan second

look operation.

b. Jenis germinatif terapi adjuvant

Rejimen VAC :

- Vinkristin 1,5 mg/m2 IV hari I dan VIII

- Aktinomisin 0,3 mg/m2 IV hari I-V (maks. Dosis sekali 0,5 mg)

- Siklofosfamit 5-7 mg/KgBB IV hari I-V.

Diulang setiap 4 minggu; lama terapi 2-3 tahun.

Page 46: protap 5 (hal.212-250)

C. Kriteria evaluasi :

Evaluasi pengobatan dinilai dari 3 hal :

1. Respon pengobatan yang objektif :

a. Respon lengkap (complete response)

Menghilangnya massa tumor dari 2 kali pemeriksaan dengan jarak waktu

kurang dari 4 minggu.

b. Respon sebagian (partial response)

Menghilangnya 50% atau lebih dari massa tumor dan tidak didapatkan lesi baru.

c. Tidak ada respon (no response)

Pengecilan massa tumor kurang dari 50% atau massa tumor membesar kurang

dari 25% dari lesi yang diukur.

d. Menjadi progresif (progressive disease)

Terjadi pembesaran tumor 25% atau lebih dari lesi yang diukur atau timbul lesi

baru.

2. Gejala/keluhan penderita

Hasil yang baik diharapkan keluhan atau gejala akan mengurang atau menghilang

sama sekali.

3. Kelangsungan hidup

Keberhasilan pengobatan adalah memperpanjang kelangsungan hidup tanpa

penurunan kualitas hidup.