prospek pengembangan pertanian modern...

104
PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN PADA LAHAN PADI SAWAH Oleh : Handewi P. Saliem Ketut Kariyasa Henny Mayrowani Adang Agustian Supena Friyatno Sunarsih PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTRIAN PERTANIAN 2015

Upload: nguyenthien

Post on 22-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN MELALUI PENGGUNAAN

TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN PADA LAHAN

PADI SAWAH

Oleh :

Handewi P. Saliem

Ketut Kariyasa Henny Mayrowani Adang Agustian

Supena Friyatno Sunarsih

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTRIAN PERTANIAN

2015

Page 2: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

i

KATA PENGANTAR

Masalah yang dihadapi dalam swasembada pangan khususnya padi antara lain

produktivitas padi yang cenderung stagnan bahkan menurun. Permasalahannya antara

lain yaitu irigasi, benih, pupuk dan alat mesin pertanian. Alat dan mesin pertanian,

diperlukan untuk mengatasi berkurangnya jasa penanam padi sawah yang

mengakibatkan periode penanaman padi menjadi lebih panjang, sehingga upaya

rekomendasi penanaman serentak dalam suatu hamparan/kawasan tidak dapat

dilaksanakan secara optimal. Selain aspek tersebut diatas, penyelamatan produksi

dengan perlakuan pascapanen yang tepat penting diadopsi. Salah satu solusi yang

ditawarkan untuk mengatasi masalah di atas adalah penerapan pertanian moderen

menggunakan teknologi mekanisasi pertanian, mulai dan kegiatan olah tanah,

penanaman sampai panen dan perontokan.

Kajian ini dilakukan untuk mengkaji prospek pengembangan usahatani padi

berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian di lokasi pengembangan. Secara

khusus kajian ini dilakukan untuk mengetahui tambahan manfaat yang diberikan

pertanian moderen yang dikelola dengan mekanisasi relatif terhadap pertanian

konvensional yang dikelola secara manual, kelembagaan pengelolaan alsintan yang

eksisting pada lahan pengembangan, dan memberikan masukan dalam penerapan

kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian yang

berkelanjutan.

Kepada semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian sampai

tersusunnya laporan ini, disampaikan terima kasih. Mudah mudahan hasil kajian ini

bermanfaat bagi yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2015

Kepala Pusat,

Dr Handewi P. Saliem NIP: 19570604 198103 2 001

Page 3: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pendahuluan

Kementerian Pertanian telah menetapkan target swasembada pangan khususnya

padi dalam tiga tahun kedepan. Masalah yang dihadapi antara lain produktivitas padi

yang cenderung stagnan bahkan menurun. Permasalahannya antara lain yaitu irigasi,

benih, pupuk dan alat mesin pertanian.Alat dan mesin pertanian, diperlukan untuk

mengatasi berkurangnya jasa penanam padi sawah yang mengakibatkan periode

penanaman padi menjadi lebih panjang, sehingga upaya rekomendasi penanaman

serentak dalam suatu hamparan/kawasan tidak dapat dilaksanakan secara optimal.

Selain aspek tersebut diatas, penyelamatan produksi dengan perlakuan pascapanen

yang tepat penting diadopsi. Susut hasil saat penanganan pascapanen berpengaruh

pada produksi beras nasional.

Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah di atas adalah

penerapan pertanian moderen menggunakan teknologi mekanisasi pertanian, mulai dan

kegiatan olah tanah, penanaman sampai panen dan perontokan. Beberapa aspek yang

perlu diperhatikan dalam pengembangan usahatani berbasis penggunaan teknologi

mekanisasi pertanian penuh, antara lain status kepemilikan atau penguasaan lahan

petani, kelembagaan pasar-baik pasar input maupun output, dan kelembagaan

pengelolaan alsintan.

Tujuan kajian

Tujuan umum adalah mengkaji prospek pengembangan usahatani padi berbasis

penggunaan teknologi mekanisasi pertanian di lokasi pengembangan. Secara khusus tujuan

kajian ini adalah : (1) Mengkaji tambahan manfaat yang diberikan pertanian moderen;

(2) Mengkaji kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan

pengembangan; dan (3) Merumuskan alternatif kebijakan pengembangan lahan

usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian yang berkelanjutan.

Metodologi

Kajian ini difokuskan pada Proyek Percontohan Pertanian Moderen Kabupaten

Soppeng-Sulawesi Selatan, Kabupaten Sukahorjo-Jawa Tengah, Kabupaten Blora-Jawa

Page 4: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

iii

Tengah, dan Kabupaten Cilacap-Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap diambil sebagai

contoh dengan dasar bahwa keberhasilan UPJA di Kabupaten Cilacap dianggap dapat

menjadi acuan dalam pengembangan UPJA di lokasi Percontohan Pertanian Moderen.

Data yang digunakan adalah adalah data sekunder dan primer. Data tersebut

dikumpulkan dari berbagai Instansi Pemerintah terkait di pusat dan di daerah contoh

dan wawancara dengan aparat pertanian tingkat provinsi/kabupaten dan petani padi

sawah. Data dianalisis dengan menggunakan analisis tabulasi sederhana, sedangkan

data kualitatif menyangkut aspek kebijakan dan kelembagaan akan dianalisis secara

deskriptif.

Hasil kajian

Konsolidasi lahan

Dalam bidang pertanian konsolidasi dapat diartikan menyatukan lahan-lahan

sempit milik petani dan menyatukan petani dalam menjalankan usaha bersama untuk

mencapai tujuan bersama. Di lokasi Percontohan Pertanian Modern (PPM) kegiatan

konsolidasi merupakan tantangan terberat. Penghilangan pematang sawah untuk

memudahkan mobilitas alat dan mesin (alsin) pertanian, tidak bisa diterima petani

karena pematang memiliki fungsi sebagai batas kepemilikan sawah dan berfungsi

sebagai penahan air, agar air tidak terus mengalir ke lahan yang lebih rendah.

Akhirnya disepakati bahwa pematang tetap dipertahankan sebagaimana adanya, dan

untuk memudahkan pergerakan alsin, petani tidak keberatan untuk membuka

pematang sawahnya sesuai kebutuhan sehingga tidak menjadi penghalang bagi

operasional dan mobilitas alsin.

Untuk mengatasi hal tersebut diatas, kesiapan infrastruktur irigasi yang terkait

konsolidasi lahan perlu dipersiapkan baik oleh pihak PU dan BPN (Badan Pertanahan

Nasional). Pada pola pengelolaan secara corporate dalam konsep konsolidasi, masih

sulit dilaksanakan. Sehingga hingga saat ini, penerapan PPM yang diintegrasikan

dengan program mekanisasi yang bersifat penuh (traktor, transplanter, dan harvester),

dalam pelaksanaannya baru terintegrasi dalam hal praktek pengolahan tanah dan

Page 5: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

iv

tanam. Untuk kegiatan pemeliharaan, panen dan penjualan hasil masih dilakukan oleh

masing-masing petani.

Manfaat Pertanian Moderen Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian

Manfaat Usahatani

Penggunaan alat dan mesin pertanian dalam suatu hamparan yang cukup luas

memberikan beberapa manfaat yaitu: penghematan waktu, pengurangan penggunaan

tenaga kerja, pengurangan biaya, peningkatan produktifitas dan pengurangan

kehilangan hasil. Dari segi waktu, penggunaan alsin menghemat waktu cukup banyak,

sehingga tanam bisa dilaksanakan tanam serempak. Tenaga kerja pertanian (buruh

tani) yang terbilang langka di lokasi PPM seperti Soppeng, terselesaikan dengan

masuknya alsintan.

Dibanding dengan pertanian konvensional dengan teknologi yang biasa

dipraktikkan petani, dalam pelaksanaan kegiatan PPM terjadi peningkatan hasil,

produksi dari 6,7 ton/ha menjadi 8,05 ton/ha di PPM Kabupaten Soppeng. Kehilangan

hasil pada saat panen yang berkisar antara 10-12%, dengan penggunaan combine

harvester bisa menekan kehilangan panen hingga 3%. Manfaat lain dari pertanian

moderen adalah berkurangnya biaya usahatani dan bertambahnya pendapatan petani.

Di lokasi kajian terjadi penurunan biaya usahatani rata-rata 20-25% dan peningkatan

keuntungan sekitar 50%.

Manfaat Usaha Alsintan

Dalam pelaksanaan PPM dirancang dioperasionalkannya alsintan berat seperti

Traktor roda 4 (TR4), Rice transplanter dan combine harvester. Bantuan alsintan

diberikan kepada UPJA yang mampu mengelola alsintan secara komersial dengan tetap

mengacu untuk membantu petani melalui pelayanan prima. Dari usaha penyewaan

alsintan, UPJA di lokasi PPM mendapat keuntungan usaha yang cukup baik dengan

kisaran RC rasio 1,4 hingga 2,3. Keuntungan tertinggi diperoleh dari penyewaan

combine harvester . Transplanter belum dimanfaatkan dengan baik secara komersial,

karena sistem persemaian dengan menggunakan transplanter memerlukan keahlian

yang cukup memadai dan memerlukan benih varietas unggul. Keuntungan dari

Page 6: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

v

penyewaan ini masih bisa ditingkatkan dengan menambah kapasitas kerja alat melalui

perluasan jaringan kerja alat sehingga hari kerja alat bertambah. Perluasan jaringan

dengan manajerial yang solid dan aktif, seperti yang telah dilakukan UPJA Kabupaten

Cilacap, memacu perkembangan usaha UPJA.

Kelembagaan pengelolaan alsintan pada lokasi PPM

Alsintan pada lokasi pengembangan dikelola oleh UPJA. UPJA adalah suatu

lembaga ekonomi pedesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka

optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan

usaha. Struktur kepengurusan UPJA terdiri dari Manajer, Sekretaris dan Bendahara,

yang membawahi operator alsintan yang dimiliki UPJA. Pada UPJA yang lebih

berkembang, seperti di lokasi PPM Sukoharjo, struktur kepengurusan ditambah dengan

perbengkelan dan pemasaran. Pendukung lainnya adalah teknisi, pada kasus PPM

Kabupaten Soppeng teknisi tinggal di luar desa.

Dalam pengelolaan alsintan oleh UPJA dilakukan secara profesional, dimana biaya

untuk operasional alsintan selalu diupayakan bersumber dari hasil alsintan itu sendiri.

Pengurus UPJA dan anggota Gapoktan bermusyawarah untuk membahas berbagai

persoalan kegiatan usahatani dan pengelolaan alsintan termasuk aturan main, antara

lain : menetapkan luas maksimal pelayanan masing-masing traktor dengan

mempertimbangkan jadwal pengaturan air, jadwal tanam, dan jumlah traktor,

menetapkan besaran biaya atau upah traktor, dan menetapkan larangan adanya traktor

dari luar daerah/desa untuk melakukan pengolahan lahan sawah dengan

memperhatikan bahwa jumlah traktor di wilayahnya.

Alsintan sudah banyak digunakan dalam usahatani padi, namun ketersediaannya

masih terbatas. Secara sosial, alsin sudah diterima masyarakat antara lain karena :

ketersediaan tenaga kerja sudah kurang, dan membutuhkan waktu yang cepat dalam

pengolahan lahan untuk mengejar jadwal tanam.

Kelembagaan pengelolaan usahatani, penyediaan input, pascapanen dan

pemasaran Penyediaan input dilakukan secara individu, khusus penyediaan pupuk dilakukan

melalui RDKK kelompok tani/gapoktan, karena berlaku sistem distribusi pupuk tertutup.

Page 7: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

vi

Bagi petani yang cukup modal bisa membeli di kios saprotan. Dalam PPM input

diperoleh dari Bansos dan didistribusikan melalui Gapoktan. Aplikasi sarana produksi

tersebut di lahan usahatani menjadi tanggung jawab petani pemilik/penggarap masing-

masing. Sistem persemaian dengan menggunakan transplanter memerlukan keahlian

yang cukup memadai atau berbeda dengan sistem persemaian tapin (tanam pindah).

Dengan demikian adopsi inovasi khususnya penggunaan varietas unggul dan efisiensi

penggunaan benih padi dapat dilakukan dengan menggunakan transplanter. Inovasi

penggunaan input diperoleh dalam PPM saprodi yang lebih sedikit namun efisien,

aplikasi pestisida dilakukan sesuai dengan jenis dan serangan OPT. Setelah PPM

kegiatan pengolahan tanah, persemaian, tanam dan panen dikoordinir oleh pelaksana

PPM, namun setelah itu diharapkan bisa dikoordinir oleh Gapoktan. Pemasaran hasil

dilakukan oleh petani masing-masing. Pedagang hasil bumi, merupakan pelaku yang

berperan dalam pembelian gabah milik petani. Diharapkan pedagang ini akan diganti

oleh Gapoktan atau koperasi tani, dimana mereka bekerjasama atau bermitra dengan

pedagang atau BULOG.

Pelaku lain dalam kegiatan PPM adalah aparat dinas, tim teknis, dan

penyuluh. Tantangan yang diemban oleh pelaku ini agar introduksi inovasi dapat

diterima dan diadopsi oleh petani adalah mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan

tindakan). Dedikasi, kerja keras, kemampuan diplomasi seluruh petugas yang terlibat,

yaitu Dinas Pertanian, Penyuluh, Lurah, Camat, Babinsa, pengurus Gapoktan dan

kelompok tani, dan sebagainya sangat membantu dalam mengatasi masalah konsolidasi

lahan ini (serta masalah-masalah lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPM).

Kendala pengembangan

Kendala pengembangan saat ini adalah: (1) Masih terdapat kekurangan beberapa

alsintan seperti: traktor, transplanter dan combine harvester, (2) Terdapatnya

kekurangan dafog/tray dari unit transplanter, (3) Masih terbatasnya sarana pendukung

seperti gudang alsintan dan perbengkelan, (4) keterbatasan RMU yang ada didesa

percontohan, dan (5) Terbatasnya sarana untuk menyimpan gabah yang dihasilkan,

sehingga dibutuhkan gudang penyimpanan gabah hasil panen. Jika permasalahan

Page 8: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

vii

tersebut kurang mendapat penangan secara baik, maka idealitas dan harapan

penerapan konsep pertanian moderen tidak akan berjalan baik.

Pembelajaran dan indikasi kebijakan yang dibutuhkan untuk pertanian

moderen. Permasalahan belum bisa terselenggaranya pertanian moderen secara sempurna

adalah : (a) waktu persiapan untuk pelaksanaan pertanian moderen kurang memadai,

sehingga pemahaman dan keyakinan kepada petani kurang, (2) failitas sarana dan

prasarana tidak sempurna antara luas areal dengan jumlah alsintan yang disediakan, ,

(3) konsep dengan implementasi masih belum sinkron antara lain dalam konsep petani

yang bergabung akan diberi modal untuk sektor non pertanian sama sekali tidak ada

realisasinya, dan (4) koordinasi dengan lembaga lain yang mendukung pertanian

moderen masih lemah, misalnya dengan perbankan dan Bulog. Dari segi adopsi dan

diffusi inovasi percontohan pertanian moderen ini cukup berhasil.

Pelaksanaan percontohan melibatkan banyak pihak, namun minim konstruksi

kelembagaan yang berbasis pada kekuatan yang dimiliki oleh petani, dan kelompok-

kelompok setempat. Singkatnya waktu pelaksanaan juga membuat konstruksi

kelembagaan tidak menjadi fokus utama, karena bagian ini memang perlu waktu lama

dan hasilnya tidak segera dapat dilihat. Terdapat empat elemen dasar kelembagaan

yang perlu diperhatikan dalam mengkonstruksi kelembagaan, yaitu: (1) Pelaku

(stakeholder) dengan posisi dan perannya. Pelaku dalam proses produksi komoditas

pertanian, khususnya padi adalah : petani, produsen/penjual sarana produksi,

produsen/penjual alsin dan bengkel alsin serta UPJA, penjual jasa tenaga kerja

pertanian, pembeli hasil pertanian, Lembaga keuangan, Lembaga pemerintah (dinas

terkait, penyuluh); (2) Jaringan dan interaksi yang berpola. Agar aktivitas dalam proses

produksi dapat belangsung dengan lancar, maka harus dibangun jaringan antar pelaku

sedemikian rupa sehingga interaksi antar pelaku bisa terpola; (3) Aturan main yang

adil. (4) Sarana pendukung. Sarana pendukung dalam proses budi daya padi adalah

lahan, jaringan irigasi, jalan usahatani, sarana produksi, peralatan. Keempat elemen

kelembagaan ini harus terkelola dengan baik agar kegiatan pertanian moderen ini bisa

berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Page 9: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

viii

Skala percontohan seluas 100 ha, melibatkan banyak pihak, bahan dan alat, yang

sebagian darinya harus didatangkan dari luar. Kondisi ini tidak bisa terus menerus

dilakukan, alternatifnya adalah membuat skala percontohan dengan basis kemampuan

mandiri komunitas dalam penyediaan bahan, alat dan tenaga kerja, serta kemampuan

mengelola seluruh aktivitas dan hasilnya. Kepemilikan alsin sesuai jenis dan jumlah

(sesuai kapasitas) bisa digunakan sebagai basis untuk menentukan luasan percontohan.

Dengan menghitung kepemilikan alsin UPJA Semangat di kabupaten Soppeng misalnya,

maka percontohan lebih optimal jika dilakukan pada lahan sawah seluas 20-50 ha.

Pelaksanaan percontohan sangat singkat, hanya 1 musim tanam. Akan lebih baik

jika pelaksanaan tidak hanya dibatasi satu musim, karena esensi penerapan pertanian

moderen sebagai suatu inovasi adalah pada perubahan perilaku dalam adopsi inovasi.

Perubahan perilaku dan adopsi inovasi perlu waktu dan keberadaan kelompok dapat

membuat individu mengikuti proses sesuai dengan yang dialami oleh individu dominan

yang menjadi panutan.

Dedikasi dan komitmen petugas pelaksana juga harus diperhatikan dalam

pelaksanaan kegiatan pertanian modern, fasilitasi, pendampingan, dan pembinaan

kegiatan PPM serta mobilisasi massa, sehingga kegiatan tersebut dapat terlaksana.

Pengalaman sangat membantu dalam pelaksanaan PPM. Selain itu, dukungan Pemda

setempat dan pihak lainnya juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam

pelaksanaan PPM.

Kesimpulan

Dari bahasan diatas dapat disimpulkan : (1) Alsintan memiliki keunggulan secara teknis

maupun ekonomis. Dalam pelaksanaan PPM, konsolidasi lahan adalah hal yang sangat

sulit mengingat galengan masih digunakan sebagai penahan air dan batas kepemilikan.

Namun hal tersebut bisa diatasi dengan memperkecil galengan atau meratakan

galengan sementara; (2) Pengembangan usahatani padi melalui penerapan

penggunaan alat dan mesin pertaniandan pengelolaan usahatani yang terpadu

menyebabkan terjadi efisiensi waktu, biaya tenaga kerja, percepatan IP, kualitas kerja

dan produk meningkat. Namun pengelolaan usahatani terpadu belum sepenuhnya

Page 10: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

ix

dilaksanakan di lokasi PPM, saat ini baru pada kegiatan olah tanah dan tanam; (3)

Pengelolaan usaha alsintan sudah relatif baik, tetapi masih perlu dikembangkan secara

profesional dengan memperluas jaringan kerja. Namun masih ada UPJA di lokasi contoh

yang belum menentukan aturan main dari penyewaan alsin, terutama alsin yang baru

dimiliki (bantuan Pemerintah); (4) Beberapa kegiatan PPM merupakan adopsi inovasi

baru, kegiatan tersebut antara lain adalah sistem persemaian dengan menggunakan

transplanter yang memerlukan keahlian yang cukup memadai. Hal ini merupakan

tantangan bagi aparat dinas, tim teknis, dan penyuluh untuk mengubah perilaku

(pengetahuan, sikap dan tindakan) agar introduksi inovasi PPM secara keseluruhan

dapat diterima dan diadopsi oleh petani; (5) Dalam pelaksanaan PPM belum ada

introduksi kelembagaan pemasaran hasil. Pedagang hasil bumi, merupakan pelaku yang

berperan dalam pembelian gabah milik petani; (6) Penyediaan sarana produksi saat ini

masih disediakan melalui Paket Optimasi Lahan pada PPM. Paket tersebut nampaknya

sama baik dalam jenis, jumlah, dan nilainya pada ketiga lokasi PPM. Hal itu berarti

penyediaan paket tersebut tidak didasarkan pada kondisi spesifik lokasi tanah. Namun

sebagian petani menyatakan bahwa akses untuk memperoleh sarana produksi mudah

didapat asal tersedia modal. Selain sarana produksi, ketersediaan air/sarana irigasi pada

lokasi PPM juga perlu diperhatikan karena hal ini diperlukan dalam percepatan tanam;

(7) Permasalahan yang dihadapi pada saat ini terkait implementasi program pertanian

moderen tersebut adalah masih terdapat kekurangan beberapa alsintan seperti: traktor

roda 4, transplanter dan combine harvester, keterbatasan tray/nampan untuk

pembibitan, terbatasnya sarana pendukung seperti gudang alsintan dan perbengkelan,

keterbatasan RMU yang ada di lokasi percontohan, dan terbatasnya gudang

penyimpanan gabah hasil panen.

Implikasi Kebijakan

Untuk mempercepat penerapan pertanian moderen yang berkelanjutan beberapa

implikasi kebijakan yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah: (1) Perlu persiapan

waktu untuk mensosialisasikan pertanian moderen kepada masyarakat dan stakeholder

terkait dan menciptakan komitmen bersama untuk implementasi pertanian modern,

Page 11: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

x

terutama yang menyangkut perubahan sikap dan keyakinan untuk menerima/adopsi

inovasi memerlukan waktu, ketekunan dan kegigihan bahkan perlu domentrasi plot

(dempot) atau demfarm sehingga petani menjadi sadar, yakin, berkeinginan dan

meniru atau adopsi inovasi tersebut; (2) Perlunya specific road map sehingga bisa

menerapkan langkah dan prioritas, seperti pilihannya pada apakah pertanian moderen

ini akan diterapkan secara sempurna menurut siklus usahatani padi atau akan

diterapkan secara bertahap tetapi sempurna, misalnya pengolahan tanah dan tanam

saja, dilanjutkan dengan pemeliharaan teritegrasi dan kemudian dengan tahapan

panen, pasca panen dan pemasaran; (3) Perlu adanya program pendamping, sesuai

dengan konsep pertanian moderen dimana kelebihan tenaga kerja akan diserap oleh

sektor non pertanian. Konsep ini bisa dilakukan dengan pembukaan kesempatan kerja

sektor non pertanian yang terkait maupun tidak terkait dengan pertanian; (4) Terkait

dengan fasilitasi alsintan, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang ditujukan

untuk para produsen alsintan. Alsintan yang diproduksi masal harus sudah lolos uji

sehingga layak pakai, juga kesiapan melempar ke pasaran umum termasuk kesediaan

spare-part, layanan purna jual, dll. Saat ini hampir sebagian besar alsintan yang ada

belum layak pakai; (4) Di lapangan terdapat permasalahan pada satu lokasi pertanian

moderen tetapi tidak merupakan masalah pada lokasi lain, misalnya di Sukoharjo ada

keterbatasan jumlah tray tetapi di Soppeng dan Cilacap hal ini tidak menjadi masalah

karena ada metoda lain. Untuk itu perlu dibangun system pengembangan SDM, seperti

pusat-pusat pelatihan yang tumbuh dari kelompok lintas daerah sebagai ajang studi

banding yang difasilitasi oleh pemeritah: (5) Untuk permasalahan yang terkait dengan

alam antara lain : kedalam lumpur sawah, topografi, keadaan sosial dll, perlu ada kajian

yang berlanjut untuk penggambaran (mendelineasi) daerah mana saja yang layak

untuk dikembangkan sebagai pertanian moderen, semi moderen dan konvensional; (6)

Perlu adanya jaminan ketersediaan sarana produksi seperti : pupuk, pestisida, air

irigasi dan membentuk kelembagaan pasar dengan cara memperkuat gapoktan atau

koperasi tani.

Page 12: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

xi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

i

RINGKASAN EKSEKUTIF

ii

DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL

xiii

I PENDAHULUAN

1

1.1. Latar belakang

1

1.2. Tujuan dan Keluaran Kajian

4

II METODOLOGI

5

2.1 Lokasi Penelitian

5

2.2. Sumber dan Jenis Data

5

2.3. Metode Analisis

6

III HASIL KAJIAN

6

3.1. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di

Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan

6

3.1.1. Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan 6

3.1.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan

Mekanisasi Pertanian

10

3.1.3. Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan

Pengembangan

16

3.1.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input,

Pascapanen dan Pemasaran

18

3.2. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di

Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah

22

3.2.1. Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan 22

3.2.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan

Mekanisasi Pertanian

25

3.2.3. Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan

Pengembangan

33

3.2.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input,

Pascapanen dan Pemasaran

38

3.3. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di

Kabupaten Blora, Jawa Tengah

42

3.3.1. Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan 42

3.3.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan

Mekanisasi Pertanian

43

3.3.3 Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan

Page 13: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

xii

Pengembangan

49

3.3.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input,

Pascapanen dan Pemasaran

51

3.4. Pengembangan Mekanisasi Pertanian di Kabupaten Cilacap 54

3.4.1. Perkembangan Pertanian dan Dukungan Mekanisasi 54

3.4.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan

Mekanisasi Pertanian

58

3.4.3. Pengembangan Pertanian Melalui Kelembagaan

Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA)

68

3.4.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input,

Pascapanen dan Pemasaran

71

3.5. Peluang dan Kendala Pengembangan Pertanian Modern Melalui

Mekanisasi Pertanian

75

3.6. Pembelajaran dan Indikasi Kebijakan yang Dibutuhkan

untuk Pertanian Modern

78

IV KESIMPULAN

83

4.1. Kesimpulan

83

4.2. Implikasi Kebijakan

86

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern

dan Konvensional di Kelurahan Appanang, Kecamatan

Liliriaja, Kabupaten Soppeng, MH 2014/2015 (Rp/ha)

12

2. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Semangat

Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng,

2015 (Rp/ha)

13

3. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor roda-4 di UPJA Semangat

Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng,

2015 (Rp/ha)

14

4. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Semangat

Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng,

2015 (Rp/ha)

15

5. Alsin yang dimiliki UPJA Semangat saai ini (Agustus 2015) 16

6. Aturan Main dalam Penggunaan Jasa Alsin yang dikelola UPJA

Semangat di Kabupaten Soppeng, 2015

18

7. Pelaku dalam Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input

Pascapanen dan Pemasaran Secara Konvensional dan

Percontohan Pertanian Modern di Soppeng, 2015

20

8. Jenis, Jumlah dan Nilai Sarana Produksi untuk Kegiatan PPM

Seluas 100 ha di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja,

Kabupaten Soppeng, 2015

21

9. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern

dan Konvensional di Desa Delanggu, Kecamatan Tawangsari,

KabupatenSukoharjo, MT II 2015 (Rp/ha)

26

10. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Desa

Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo,

2015 (Rp/ha)

28

11. Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa

Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo,

2015 (Rp/ha)

30

12. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Desa

Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo,

2015 (Rp/ha)

32

13. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

Sawah di Kabupaten Sukoharjo, 2011-2014

33

14. Luas Baku Sawah Berdasarkan Kondisi Irigasinya untuk

Pertanaman Padi di Kabupaten Sukoharjo, 2014

34

Page 15: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

xiv

15. Jumlah Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Sukoharjo,

2014 dan 2015 (unit)

35

16. Rasio Luas Lahan dan Jumlah Alsintan di Kabupaten

Sukoharjo, 2014.

36

17. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern

dan Konvensional di Desa Gabusan, Kecamatan Jati,

Kabupaten Blora, MH 2014/2015 (Rp/ha)

44

18. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Desa

Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) 46

19. Struktur Ongkos dan Sewa TR-4 di UPJA Desa Gabusan,

Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha)

47

20. Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa

Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) 48

21. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Desa

Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) 49

22. Alsin yang Dimiliki UPJA Jasa Karya Utama dan Sumbernya

(September 2015)

50

23. Nilai sewa Alsin yang berlaku di UPJA Jasa Karya Utama, Kab.

Blora, 2015

50

24. Pelaku dalam Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input

Pascapanen dan Pemasaran Secara Konvensional dan

Percontohan Pertanian Modern di Blora, 2015

52

25. Jenis, Jumlah, dan Nilai Sarana Produksi untuk kegiatan

Optimasi Lahan seluas 100 ha di Desa Gabusan, Kecamatan

Jati, Kabupaten Blora, 2015.

53

26. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

Sawah di Kabupaten Cilacap, 2011-2014.

54

27. Luas Baku Lahan Sawah Berdasarkan Frekuensi Tanam Padi

di Kabupaten Cilacap, 2014

55

28. Jumlah Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Cilacap,

2014 dan 2015 (unit)

55

29. Rasio Luas Lahan dan Jumlah Alsintan di Kabupaten

Cilacap, 2014.

56

30. Jumlah RMU Berdasarkan Skala di Kabupaten Cilacap, 2014 58

31. Usahatani Padi Sawah Pertanian Modern dan Non-Modern

di Desa Bojong, Kecamatan Kawunganten, Cilacap MT I

2015 (Rp/ha)

60

32. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Desa

Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) 61

33. Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa

Page 16: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

xv

Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) 64

34. Struktur Ongkos dan Sewa Power thresher di UPJA Desa

Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) 65

35. Struktur Ongkos dan Sewa Mini Combine Harvester di UPJA

Desa Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015

(Rp/ha)

67

36. Jumlah Kelompok Tani, Gapoktan dan UPJA di Kabupaten

Cilacap, 2014.

70

Page 17: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Beras merupakan pangan pokok yang sangat dominan. Kelangkaan

penyediaan beras dan melonjaknya harga beras, baik secara langsung ataupun tidak

langsung, akan mengakibatkan krisis ekonomi, sosial, dan politik. Selain itu, beras

merupakan penyumbang terbesar PDB pada kelompok tanaman pangan, sumber

pendapatan petani, penyedia lapangan kerja dan merupakan sumber pangan pokok

bagi penduduk Indonesia.

Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan surplus 10 juta ton beras

pada 2014. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 252 juta orang dan tingkat

konsumsi 130,99 kg/kapita, diperlukan 33 juta ton beras. Untuk itu, produksi padi

nasional ditargetkan sekitar 76,568 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara

dengan 43 juta ton beras konsumsi. Artinya, produksi padi nasional 2014 harus

meningkat 8,04% dari 2013 berdasarkan data Angka Ramalan (Aram II) Badan

Pusat Statistik (BPS) pada November 2013 lalu. Namun produksi padi tahun 2014

mengalami penurunan.

Produksi padi tahun 2014 (ASEM) sebanyak 70,83 juta ton gabah kering giling

(GKG) atau mengalami penurunan sebesar 0,45 juta ton (0,63 persen) dibandingkan

tahun 2013. Penurunan produksi padi tahun 2014 terjadi di Pulau Jawa sebesar 0,83

juta ton, sedangkan produksi padi di luar Pulau Jawa mengalami kenaikan sebanyak

0,39 juta ton. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen

seluas 41,61 ribu hektar (0,30 persen) dan penurunan produktivitas sebesar 0,17

kuintal/hektar (0,33 persen)(BPS, 2015).

Kementerian Pertanian telah menetapkan target swasembada pangan

khususnya padi dalam tiga tahun ke depan. Masalah yang dihadapi antara lain

produktivitas padi yang cenderung stagnan bahkan menurun. Permasalahannya

antara lain yaitu irigasi, benih, pupuk dan alat mesin pertanian. Alat dan mesin

pertanian, diperlukan untuk mengatasi berkurangnya jasa penanam padi sawah

yang mengakibatkan periode penanaman padi menjadi lebih panjang, sehingga

upaya rekomendasi penanaman serentak dalam suatu hamparan/kawasan tidak

dapat dilaksanakan secara optimal. Sebagai konsekuensi dari ketidakseragaman

Page 18: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

2

periode pertanaman padi dalam suatu hamparan/kawasan, maka para petani sering

dihadapkan pada kondisi populasi hama yang sulit dikendalikan serta periode panen

padi yang beragam. Sebagai konsekuensi dari keterbatasan tenaga kerja pada

periode tertentu, maka periode panen padi menjadi lebih panjang, yang pada

gilirannya program peningkatan Indeks Pertanaman Padi (IP 300) untuk

meningkatkan produksi padi pada suatu wilayah pertanaman padi sulit diterapkan.

Selain itu, jika ingin menyelamatkan produksi, perlakuan pascapanen yang

tepat penting diadopsi. Susut hasil saat penanganan pascapanen pun berpengaruh

pada produksi beras nasional. Rata-rata, kehilangan hasil saat panen yang dialami

petani adalah sebesar 0,53%. Kehilangan hasil pada proses perontokan sekitar

0,83%, pengeringan 6,09%, dan penggilingan sekitar 2,98%. Secara total, rata-rata

kehilangan hasil yang dialami petani saat pengolahan pascapanen mencapai

10,43%. Kehilangan hasil pada padi yang dipanen dengan cara manual sekitar

rata-rata sekitar 8%-15%, sedangkan jika menggunakan mesin panen, kehilangan

hasilnya bisa menurun hingga 1%-3% (Agrina, 2014).

Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah di atas adalah

penerapan pertanian modern (PPM) menggunakan teknologi mekanisasi pertanian,

mulai dan kegiatan olah tanah, penanaman sampai panen dan perontokan. Alat dan

mesin yang dialokasikan adalah traktor roda 4, rice transplanter, combine harvester

dan UPPO serta peralatan bengkel. Jumlah dan jenis sesuai dengan kebutuhan

spesifik lokasi dan permintaan dari penerima manfaat. Lokasi percontohan adalah

daerah sentra produksi dan wilayah pengembangan kawasan pertanian tanaman,

seluas minimal 100 ha dengan kondisi datar, hamparan luas dan tersedianya sumber

air. Program tersebut diimplementasikan musim terkahir 2014, berlokasi di tiga

kabupaten yaitu di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan; Kabupaten Sukoharjo,

Jawa Tengah dan Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Kabupaten Soppeng, merupakan satu-satunya kabupaten di Sulawesi yang

memperoleh alokasi kegiatan Percontohan Pertanian Modern di Provinsi Sulawesi

Selatan untuk tahun 2014. Menurut Ditjen PSP, terdapat dua kelompok tani yang

melaksanakan penanaman padi dengan menerapkan teknologi Pertanian Modern di

Kabupaten Soppeng, seluas 100 hektar. Kelompok tani tersebut adalah: Kelompok

Tani Matunru-tunrue dan Kelompok Tani Addiangnge, Gapoktan Appanang di

Page 19: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

3

Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Rata-rata luas lahan

sawah yang digarap petani dalam kegiatan lokasi pertanian modern tersebut adalah

0,04 Ha/petani pada kelompok tani Addiangnge dengan total lahan seluas 40 ha.

Pada kelompok tani Matunru-Tunrue, rata-rata luas lahan garapan adalah 0,051

ha/KK, dengan total luas lahan 60 ha. Di Jawa Tengah, kegiatan ini dilakukan di dua

kabupaten yaitu Kabupaten Sukoharjo pada Gapoktan Tani Mandiri dan UPJA Bagyo

Mulyo di Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari seluas 170 ha; serta Kabupaten

Blora pada Gapoktan Sido Rukun dan UPJA Jasa Karya Utama di Desa Gabusan,

Kecamatan Jati seluas 100 ha.

Pelaksanaan PPM untuk mendukung pengelolaan 100 ha lahan pertanian

dengan penerapan mekanisasi dari prapanen hingga panen dilaksanakan oleh UPJA

Berkembang atau Profesional di wilayah Pembinaan dan Pengawasan Dinas

Pertanian. Kegiatan ini merupakan satu paket penguatan/peningkatan kinerja UPJA

yang berupa Bansos (Bantuan Sosial) pengadaan alsintan.

Menurut kajian Badan Litbang (2015) keuntungan usahatani menggunakan

teknologi mekanisasi pertanian meningkat 81,61% dibandingkan dengan teknologi

manual. Penggunaan teknologi mekanisasi pertanian secara penuh dalam usahatani

padi juga meningkatkan produksi sebanyak 33,83%, juga menghemat tenaga kerja

dan biaya produksi.

Dilihat dari segi ekonomi, usahatani dengan penggunaan teknologi mekanisasi

pertanian penuh sangat efisien dan menguntungkan petani. Namun, masalah

pembangunan pertanian bukan hanya pada perangkat teknologinya, tetapi struktur

kelembagaan dalam masyarakat pedesaan (Sinaga dan White, 1980), dimana

teknologi tersebut masuk, yang menentukan apakah teknologi itu mempunyai

dampak negatif atau positif atas distribusi pendapatan. Mubyarto (1994)

mengatakan bahwa aspek kelembagaan berperanan penting dalam pembangunan

pertanian, diperlukan upaya khusus pemberdayaan petani antara lain melalui

kolektif farming. Kolektif farming adalah sejumlah areal pertanian yang dikelola

secara kolektif misalnya melalui kelompok tani atau ikatan kelompok lainnya untuk

mencapai skala ekonomis dalam pengelolaannya.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usahatani

berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian penuh, antara lain status

Page 20: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

4

kepemilikan atau penguasaan lahan petani, kelembagaan pasar-baik pasar input

maupun output, dan kelembagaan pengelolaan alsintan. Dalam kelembagaan

pengelolaan alsintan, pengembangannya harus memperhatikan aspek untuk

menghasilkan produk padi yang bernilai tambah maksimal dan berdaya saing tinggi,

dukungan jaringan pelayanan finansial untuk mendukung permodalan, peningkatan

kemampuan SDM pedesaan secara profesional, perbengkelan dan penyediaan suku

cadang. Sampai sejauh mana aspek-aspek tersebut telah dikoordinasikan dalam

pengembangan pertanian modern/usahatani berbasis penggunaan teknologi

pertanian dan permasalahan apa yang lahir dengan adanya implementasi program

tersebut? Pertanyaan ini yang mendorong perlunya dilakukan kegiatan analisis

kebijakan (anjak) ini.

1.2. Tujuan dan Keluaran Kajian

Tujuan

Tujuan umum adalah mengkaji prospek pengembangan usahatani padi berbasis

penggunaan teknologi mekanisasi pertanian di lokasi pengembangan. Secara khusus

tujuan kajian ini adalah :

1. Mengkaji tambahan manfaat yang diberikan pertanian modern yang dikelola

dengan mekanisasi relatif terhadap pertanian konvensional yang dikelola

secara manual

2. Mengkaji kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan

pengembangan

3. Merumuskan alternatif kebijakan pengembangan lahan usahatani padi

berbasis mekanisasi pertanian yang berkelanjutan.

Keluaran

Keluaran umum dari kajian ini adalah infromasi tentang prospek pengembangan

usahatani padi berbasis teknologi mekanisasi pertanian pada lahan pengembangan.

1. Tambahan manfaat yang diberikan pertanian modern yang dikelola dengan

mekanisasi relatif terhadap pertanian konvensional yang dikelola secara

manual

2. Informasi kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan

pengembangan

Page 21: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

5

3. Rumusan alternatif kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis

mekanisasi pertanian yang berkelanjutan.

1.3. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Hasil kajian diharapkan bermanfaat bagi pemangku kepentingan dalam

pengembangan lahan usaha dengan penggunaan alat dan mesin pertanian, agar

peningkatan produksi dan usahatani lebih efekif. Dengan tersedianya kajian ini

diharapkan pemangku kepentingan dapat merumuskan kebijakan pengembangan

lahan berbasis mekanisasi pertanian dengan lebih baik, yang dapat meningkatkan

produktivitas usahatani dan produksi pangan secara lebih efisien. Sebagai dampak,

diharapkan hasil kajian ini bisa dimanfaatkan sebagai acuan dalam kebijakan

pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian, khususnya yang

terkait dengan kelembagaan pengelolaan alsintan yang berkelanjutan.

II. METODOLOGI

2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara purposif, yaitu pada Proyek Percontohan

Pertanian Modern Kabupaten Soppeng-Sulawesi Selatan, Kabupaten Sukahorjo-Jawa

Tengah, Kabupaten Blora-Jawa Tengah, dan Kabupaten Cilacap-Jawa Tengah.

Kabupaten Cilacap diambil sebagai contoh dengan dasar bahwa keberhasilan UPJA di

Kabupaten Cilacap dianggap dapat menjadi acuan dalam pengembangan UPJA di

lokasi Percontohan Pertanian Modern.

2.2. Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang dibutuhkan adalah data sekunder dan primer. Data dan

informasi sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi pemerintah terkait di Jakarta,

Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Jawa Tengah. Data dan informasi sekunder

juga diperoleh melalui penelusuran dokumen berupa laporan, jurnal, dan karya

ilmiah lainnya. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan

aparat pertanian tingkat provinsi/kabupaten dan pengurus gabungan kelompok tani

(gapoktan), dan diskusi kelompok dengan petani padi sawah di lokasi penelitian.

Data sekunder meliputi dokumen dan data terkait tentang usahatani padi,

pengembangan lahan dan pengembangan alat dan mesin pertanian (alsintan) serta

Page 22: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

6

berbagai kebijakan terkait. Data primer yang dikumpulkan adalah pengelolaan

usahatani, kelembagaan pengelolaan alsintan, kelembagaan pemasaran input dan

hasil pada lahan pengembangan.

2.3. Metode Analisis

Data Data kuantitatif akan dianalisis dengan menggunakan analisis tabulasi

sederhana, sedangkan data kualitatif menyangkut aspek kebijakan dan kelembagaan

akan dianalisis secara deskriptif.

III. HASIL KAJIAN

3.1. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten

Soppeng, Sulawesi Selatan

3.1.1 . Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan

Kegiatan PPM adalah kegiatan usahatani yang dilaksanakan dengan

penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan bantuan paket kegiatan

peningkatan kemampuan UPJA dalam bidang pelayanan jasa alsintan mulai kegiatan

pengolahan tanah, penanaman bibit sampai dengan kegiatan panen dengan

cakupan pelayanan seluas minimal 100 ha. Prasyarat penerapan pertanian modern

melalui penerapan mekanisasi pertanian adalah tersedianya lahan pertanian

sehamparan yang terkonsolidasi, baik secara teknis maupun dalam managemen

pengelolaan usahatani. Kriteria lokasi, mempertimbangkan beberapa hal sebagai

berikut :

1. Diprioritaskan pada daerah sentra produksi pertanian tanaman pangan dan

wilayah pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan seluas minimal 100

ha dengan kondisi datar, hamparan luas dan tersedianya sumber air.

2. Mempertimbangkan kondisi lokal spesifik yang secara teknis dan ekonomis

memenuhi persyaratan untuk kegiatan Percontohan Pertanian Modern

3. Terdapatnya UPJA Berkembang/Profesional yang mampu untuk melaksanakan

dan mengembangkan mekanisasi pertanian pada kegiatan Percontohan

Pertanian Modern

4. Mempertimbangkan proposal yang diajukan oleh UPJA dan Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota, terkait dengan pengembangan Kegiatan Percontohan Pertanian

Modern

Page 23: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

7

5. Mempertimbangkan kinerja Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang pernah

menerima bantuan penguatan UPJA

Dua tahun sebelumnya, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura

Kabupaten Soppeng juga pernah menerapkan percontohan pertanian dengan

mekanisasi. Percontohan dilakukan pada lahan sawah tadah hujan di Kelompok Tani

Ale Bua Bua di Kecamatan Donri Donri dan Kelompok Tani Tensiabeng di Kecamatan

Liliriaja, masing-masing seluas 50 ha dengan dana yang bersumber dari APBD I.

Teknologi yang diterapkan dalam pertanian mekanisasi tersebut berupa sistem

legowo, penggunaan air (yang lebih hemat), pemupukan berimbang (dilakukan uji

pH tanah lebih dulu), penggunaan benih unggul, pengurangan kehilangan hasil

dengan menggunakan combine harvester. Sosialisasi dan bimbingan dilakukan

secara intensif untuk mengubah pola pikir (pengetahuan, sikap, dan tindakan)

petani. Hasil panen padi (ubinan) di Donri Donri adalah : lahan irigasi 10,8 ton/ha,

lahan irigasi setengah teknis 8 ton/ha, dan lahan tadah hujan 7 ton/ha. Selanjutnya

di lokasi percontohan dimasukkan alat RMU, untuk menangani pemrosesan hasil.

Kabupaten Soppeng terletak pada depresiasi Sungai Walanae yang terdiri dari

daratan dan perbukitan dengan luas daratan kurang lebih 700 km2 serta berada

pada ketinggian rata-rata antara 100-200 m di atas permukaan laut. Luas daerah

perbukitan Soppeng kurang lebih 800 km2 dan berada pada ketinggian rata-rata 200

m di atas permukaan laut. Ibukota Kabupaten Soppeng adalah kota Watansoppeng

yang berada pada ketinggian 120 m di atas permukaan laut. Kabupaten Soppeng

tidak memiliki wilayah pantai. Wilayah perairan hanya sebagian dari Danau Tempe.

Wilayah Kabupaten Soppeng dibagi menjadi delapan kecamatan, yaitu: Citta, Donri

Donri, Ganra, Lalabata, Liliriaja, Lilirilau, Marioriawa, dan Marioriwawo

Percontohan Pertanian Modern (PPM) di Kabupaten Soppeng berlokasi di

Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja. Lokasi persawahan yang menjadi

percontohan terletak kurang dari 1 km dari kantor Kelurahan Appanang maupun

kantor Kecamatan Liliriaja, 16 km dari ibu kota kabupaten, dan 215 km dari ibu kota

provinsi. Lahan persawahan dapat dijangkau dengan alat transportasi roda dua

maupun roda empat.

Lahan pertanian di Kecamatan Liliriaja berupa lahan sawah seluas 813,97 ha

dan 276 ha lahan kering. Lahan percontohan seluas 100 ha, merupakan lahan

Page 24: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

8

pertanian irigasi teknis. Organisasi petani yang terdapat di Kelurahan Appanang

yaitu Gapoktan yang beranggotakan 13 kelompok tani, dan dua di antaranya

menjadi peserta PPM. Organsasi petani lainnya yaitu UPJA Semangat.

Kegiatan Percontohan Pertanian Modern di Soppeng melibatkan dua

kelompok tani, yaitu Kelompok Tani Matunru-tunrue dan Kelompok Tani Addiange,

dari total 13 kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Appanang. Kelompok

ini dipilih karena dinilai bagus aktivitasnya. Lahan sawah Kelompok Tani Matunru-

tunrue yang menjadi lokasi PPM seluas 60 ha dengan penggarap sebanyak 118

petani, sedangan Kelompok Tani Addiange seluas 40 ha dengan jumlah petani

sebanyak 76 orang, jadi total petani yang terlibat dalam kegiatan PPM sebanyak 194

orang.

Dalam pelaksanaan kegiatan PPM, seluruh petani yang terlibat dibagi mejadi

delapan kelompok kecil, bersesuaian dengan jumlah kecamatan yang ada di

Kabupaten Soppeng. Masing-masing kecamatan diberi tanggung jawab untuk

membantu pelaksanaan kegiatan percontohan di satu kelompok kecil. Dalam rangka

memenuhi tanggung jawab tersebut, setiap kecamatan mengirimkan wakilnya yang

terdiri dari Babinsa, Penyuluh, dan Petani. Selain untuk mendukung pelaksanaan

percontohan, para wakil dari kecamatan diharapkan menjadikan aktivitas yang

diikutinya sebagai proses pembelajaran, untuk kemudian mempraktekkan serta

mengajarkan kepada petani di wilayah masing-masing. Tujuan pembentukan

delapan kelompok kecil secara khusus yaitu : (1) memudahkan koordinasi dan

penyebaran informasi, karena pemukiman petani menyebar; (2) alat dan barang

tidak terkonsentrasi di lokasi atau pihak tertentu, sehingga kegiatan diharapkan bisa

terlaksana dengan lebih cepat dan lancar; (3) mempercepat proses difusi inovasi

dengan melibatkan pihak terkait di masing-masing kecamatan sebagai penanggung

jawab kelompok kecil.

Selain syarat yang terkait dengan kelompok tani, juga ada syarat untuk lokasi

hamparan sawah, yaitu air cukup dan ada jalan usahatani. Lahan sawah yang

menjadi lokasi percontohan terhampar di sepanjang saluran irigasi, sehingga

ketersediaan air saat percontohan dilakukan bisa terjamin. Salah satu petani yang

terlibat dalam percontohan berposisi sebagai ulu-ulu, yang bertugas menjamin

pembagian air di hamparan tersebut. Jalan usahatani di hamparan sawah

Page 25: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

9

percontohan terbentang di sepanjang saluran irigasi, dan merupakan bagian saluran

irigasi yang sengaja diperkeras dan diperluas sehingga sekaligus bisa berfungsi

sebagai jalan usahatani. Selain itu, juga terdapat jalan usahatani yang membelah

lahan sawah percontohan, menghubungkan wilayah pemukiman di terletak di pusat

kelurahan/kecamatan yang berbatasan dengan persawahan, dengan jalan usahatani

yang terletak di tepi saluran irigasi. Keberadaan usahatani memudahkan

pengangkutan sarana pertanian, alat maupun hasil dan mobilitas orang.

Salah satu tantangan berat PPM ini adalah konsolidasi lahan seluas 100 ha

yang melibatkan penggarap atau petani penggarap sebanyak 194 orang, ditambah

sejumlah pemilik lahan yang tidak ada di lokasi tersebut dan menyakapkan

sawahnya kepada petani setempat. Awalnya ada wacana untuk menghilangkan

pematang sawah untuk memudahkan mobilitas alat dan mesin (alsin) pertanian.

Wacana ini membuat petani keberatan untuk ambil bagian kegiatan PPM, karena (1)

Pematang memiliki fungsi sebagai batas kepemilikan sawah, jika batas dihilangkan

akan menjadi sumber masalah, “sumber baku hantam”. Sebagian besar (75 persen)

petani setempat adalah penggarap, sehingga tidak memiliki wewenang untuk

menyetujui penghilangan tanggul/pematang. Untuk terlibat di dalam kegiatan PPM

ini para petani penggarap harus meminta izin pemilik lahan yang bermukim di

Makassar, Jakarta, Kalimantan, dan Irian Jaya; dan tidak jarang petugas yang harus

berkomunikasi langsung dengan pemilik lahan yang masih ragu untuk terlibat dalam

kegiatan tersebut; (2) Pematang juga berfungsi sebagai penahan air, agar air tidak

terus mengalir ke lahan yang lebih rendah. Akhirnya disepakati bahwa pematang

tetap dipertahankan sebagaimana adanya, dan untuk memudahkan pergerakan

alsin, petani tidak keberatan untuk membuka pematang sawahnya sesuai kebutuhan

(hanya selebar alsin, dan kemudian bisa dirapikan kembali). Dedikasi, kerja keras,

kemampuan diplomasi seluruh petugas yang terlibat, yaitu Dinas Pertanian,

Penyuluh, Lurah, Camat, Babinsa, pengurus Gapoktan dan kelompok tani, dan

sebagainya sangat membantu dalam mengatasi masalah konsolidasi lahan ini (serta

masalah-masalah lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPM).

Keberadaan pematang sawah tidak menjadi penghalang bagi operasional dan

mobilitas alsin. Traktor roda 4 (TR4) bisa digunakan pada lahan petani, karena

setiap petakan sawah tidak terlalu kecil, dan jika ada lahan sawah yang terlalu

Page 26: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

10

sempit, bisa digunakan traktor roda 2 (TR2). Penggunaan TR4, Rice Transplanter

(RT) atau Combine Harvester (CH) juga tidak mengalami kendala dengan tetap

dipertahannya pematang sawah, karena ditemukan cara agar alsin bisa berpindah

melewati pematang: (1) pematang dibuat lebih datar pada bagian yang akan dilalui

alsin; atau (2) bagian dalam dan luar pematang diberi jerami sehingga bisa dilalui

alsin. Alsin seperti Combine Harvester (CH) juga bisa melewati selokan, setelah

sebelumnya selokan ditutup dengan jerami. Kreativitas petugas dan petani terus

bermunculan untuk mengatasi masalah operasional alsin di berbagai kondisi lahan

persawahan. Misalnya jika lahan terlalu lembek, lahan harus diairi agar CH bisa; jika

lahan dalam, maka TR2 diberi pelampung agar tidak tenggelam.

3.1.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan Mekanisasi

Pertanian

Analisis Manfaat Usahatani

Penggunaan alat dan mesin pertanian dalam suatu hamparan yang cukup luas

memberikan beberapa manfaat yaitu: penghematan waktu, pengurangan

penggunaan tenaga kerja, pengurangan biaya, peningkatan produktivitas dan

pengurangan kehilangan hasil. Dari segi waktu, penggunaan alsin menghemat waktu

cukup banyak, sehingga tanam bisa dilaksanakan tanam serempak, pekerjaan olah

tanah dan tanam selesai dalam 12 hari untuk 100 ha. Biasanya pekerjaan tersebut

selesai lebih dari sebulan. Olah tanah dengan menggunakan TR2 bisa selesai 24

jam (3 hari) dengan tenaga kerja 6 HOK, dengan TR4 selesai 14 jam dengan tenaga

kerja 1,5 HOK. Tenaga kerja pertanian (buruh tani) yang terbilang langka di lokasi

PPM, menyebabkan petani harus mendatangkannya dari kabupaten sekitarnya

seperti Bone. Masuknya alsin menjawab kelangkaan tenaga kerja di wilayah ini.

Selain penggunaan alsin, PPM dilaksanakan dengan menerapkan teknologi

usahatani padi sistem SRI, berupa : tanam bibit muda, 1-2 bibit/lubang, intermeten

dan hemat air (genangan maksimal 3 cm dari biasanya sampai setinggi tanggul),

pemupukan berimbang plus pupuk organik dan enam tepat, jajar legowo 2:1,

pengawalan ketat terhadap serangan OPT (antara lain : dosis dan aplikasi

penggunaan obat-obatan secara benar). Dibanding dengan pertanian konvensional

dengan teknologi yang biasa dipraktikkan petani, maka dalam pelaksanaan kegiatan

PPM terjadi peningkatan hasil dari 65-79 karung/ha @ 98-100 kg (6,37-7,9 ton/ha)

Page 27: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

11

menjadi 80 karung/ha @ 115 kg (9,2 ton/ha), hasil ubinan bahkan menunjukkan

hasil tertinggi sampai 11 ton/ha. Keterangan resmi dalam laporan pelaksanaan PPM,

produksi meningkat dari 6,7 ton/ha menjadi 8,05 ton/ha.

Pada saat panen, kehilangan hasil berkisar antara 10-12% bahkan bisa

mencapai hingga 20%. Berdasarkan sumber dari petugas Dinas TPH Soppeng,

pengusaha jasa combine harvester dan petani penggunaan combine harvester bisa

menekan kehilangan panen hingga hanya tinggal 3%. Dengan melihat fakta ini

dapat dikatakan bahwa penggunaan combine harvester membantu mengurangi

kehilangan hasil pada saat panen dengan sangat nyata.

Manfaat lain dari pertanian modern adalah berkurangnya biaya usahatani dan

bertambahnya pendapatan petani. Seperti terlihat dalam Tabel 1 di bawah bahwa

keuntungan usahatani atas biaya total bisa meningkat hingga Rp 5.991.725 per ha

dengan mengaplikasikan mekanisasi pertanian dan cara budi daya padi yang

direkomendasikan.

Penambahan biaya pada PPM terjadi pada penambahan pupuk organik,

penggunaan PPC/POC, pembuatan persemaian serta panen dan perontokkan.

Sebaliknya penurunan biaya terjadi pada pekerjaan olah tanah (turun 17,14 persen)

sebagai keuntungan diimplementasikannya penggunaan traktor roda 4. Penurunan

biaya juga terjadi sebagai dampak digunakannya alsin transplanter yang disertai

dengan perubahan sistem persemaian, sehingga tahapan kegiatan

menggaru/meratakan tanah dan cabut dan angkut bibit tidak ada lagi. Biaya

pembelian pupuk anorganik juga turun sekitar 50% karena pada implementasi PPM

penggunaan pupuk anorganik dikurangi. Penggunaan sarana produksi turun sebesar

11,7%. Tenaga kerja secara keseluruhan menurun sebesar 14,39%.

Secara total biaya usahatani pada PPM lebih rendah dibandingkan dengan

total biaya usahatani petani diluar PPM, selisih biaya mencapai Rp 1.199.225 (turun

14,39 persen). Hal ini terjadi karena adanya efisiensi dalam penggunaan pupuk Urea

dan NPK, pengolahan tanah dan persemaian, serta pertanaman.

Penerapan teknologi secara keseluruhan terbukti mampu meningkatkan

produktivitas, dari 6,7 ton/ha menjadi 8,05 ton/ha. Pada tingkat harga yang sama,

penerimaan meningkat 20,15%.

Page 28: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

12

Tabel 1. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern (PPM) dan Konvensional di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten

Soppeng, MH 2014/2015 (Rp/ha)

No. Uraian PPM (A) non-PPM (B) Perubahan

(A-B) %

A Biaya

I Sarana produksi

Benih (kg) 200.000 360.000 -44,44

Pupuk (kg) 0

- Urea 180.000 360.000 -50,00

- NPK 345.000 690.000 -50.00

- PPC/POC (liter) 60.000 0 100,00

- pupuk kandang 500.000 0 100,00

Obat-obatan 225.000 300.000 -25,00

Subtotal 1.510.000 1.710.000 -11,70

II Tenaga kerja 0

Olah tanah 1.450.000 1.750.000 -17,14

Menggaru/meratakan tanah 0 340.000 -100,00

Merapikan pematang 340.000 340.000 0

Persemaian 340.000 170.000 100,00

Cabut dan angkut bibit 0 510.000 -100,00

Tanam 575.000 900.000 -36,11

Pemupukan 85.000 170.000 -50,00

Penyiangan 340.000 340.000 0

Penyemprotan 170.000 170.000 0

Panen + perontokkan 2.857.750 2.502.500 14,20

Subtotal 6.157.750 7.192.500 -14,39

III Lainnya

- pajak lahan/musim 0 0 0

- pengairan (tadah hujan) 285.775 250.250 14,20

- sewa lahan/musim 3.000.000 3.000.000 0

Subtotal 3.285.775 3.250.250 1,09

Biaya tunai 7.443.525 8.812.750 -15,54

Biaya total 10.953.525 12.152.750 -9,87

B Penerimaan 28.577.500 23.785.000 20,15

C Keuntungan atas biaya tunai 21.133.975 14.972.250 41,15

Keuntungan atas biaya total 17.623.975 11.632.250 51,51

RCR atas biaya tunai 3,84 2,70 42,22

RCR atas biaya total 2,61 1,96 33,16

Sumber data : Hasil wawancara dengan petani di Kelurahan Appang, Kabupaten Soppeng, 2015

Page 29: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

13

Analisis Manfaat Usaha Alsintan

Analisis Usaha Traktor Pada UPJA Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng.

Dalam pengolahan lahan, traktor tangan (traktor roda-2) sudah banyak

digunakan petani. Pada proyek PPM ini diperkenalkan TR-4 untuk mempercepat

kegiatan pengolahan lahan. Kemampuan traktor tangan/kecil (roda 2) ini hanya

dapat mengolah lahan sekitar 0,3 – 0,5 ha/hari. Sedangkan traktor besar bisa

mengolah tanah 2,5 ha per hari. Biasanya dalam pengolahan lahan selalu

mengkombinasikan traktor besar dan kecil. Pada saat pengolahan lahan awal

menggunakan traktor besar, dan untuk meratakannya menggunakan traktor kecil.

Kapasitas traktor tangan yang diusahakan pada UPJA Semangat Kelurahan

Appanang adalah 60 hari per tahun. Harga traktor tangan kecil yang digunakan

adalah Rp 20 juta dengan umur ekonomi 10 tahun, sehingga penyusutan dapat

diperhitungkan sebesar Rp 126.650 per tahun per ha. Harga sewa traktor yang Rp

berlaku di lokasi ini adalah Rp 1.200.000 per ha. Analisis finansial usaha traktor

tangan di lokasi kajian disajikan pada Tabel 2. Total biaya usaha jasa traktor tangan

adalah Rp 721.650, komponen biaya terbesar adalah biaya operator dan

penyusutan. Dari penerimaan sewa sebesar Rp 1.200.000 per ha maka keuntungan

yang diperoleh dari usaha penyewaan traktor tangan adalah Rp 478.350, dengan

R/C rasio sebesar 1,66. Kondisi ini dianggap cukup menguntungkan.

Tabel 2. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Semangat Kelurahan

Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume

Harga (Rp.sat)

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

1 Biaya:

1.1. BBM liter 10 7.000 70.000 9,70

1.2. Oli dan pelumas 75.000 10,39

1.3. Pemeliharaan dan perawatan 50.000 6,93

1.4. Penyusutan 126.650 17,55

1.5. Operator 400.000 55,43

1.6.Total 721.650 100,00

2 Pendapatan dari Sewa ha 1 1.200.000 1.200.000

3 Keuntungan 478.350

4 R/C rasio 1,66 Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Semangat, Kab.Soppeng, 2015

Page 30: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

14

Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam mendukung pertanian

modern, kehadiran alat untuk pengolahan lahan sangatlah penting. Traktor telah

lama penggunaannya secara luas di masyarakat, sehingga usahanya cukup

menguntungkan. Namun traktor besar belum lama diperkenalkan, walaupun

demikian petani sangat menyukainya karena dapat bekerja lebih cepat. Kapasitas

kerja traktor roda–4 (TR4) di UPJA Semangat adalah 2,5 ha per hari, luas lahan 1

ha bisa dikerjakan dalam waktu 4 jam.

Saat ini TR-4 yang dikelola UPJA Semangat baru bisa bekerja sebanyak 48

hari per tahun. Dari struktur ongkos penyewaan TR-4 pada Tabel 3, total biaya

penyewaan TR-4 adalah Rp 839.000, komponen biaya terbesar adalah untuk

operator (47,68%) dan biaya penyusutan (25,48%). Dengan pendapatan dari sewa

sebesar Rp 1.200.000 per ha, diperoleh keuntungan Rp 361.000 per ha dengan R/C

rasio 1,43. Upaya meningkatkan kinerja usaha traktor yang dilakukan oleh UPJA

masih memungkinkan di wilayah UPJA tersebut atau di desa sekitar kecamatan

domisili UPJA tersebut. Membangun jaringan kerja merupakan upaya untuk

meningkatkan pengembangan UPJA, sehingga kapasitas alat dapat ditingkatkan.

Tabel 3. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor roda - 4 di UPJA Semangat Kelurahan

Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume

Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp)

Pangsa

(%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 12 7.000 84.00 10,01

1.2. Oli dan pelumas

70.000 8,34

1.3. Pemeliharaan dan perawatan Unit 71.250 8,49

1.4. Penyusutan - 213.750 25,48

1.5. Operator - 400.000 47,68

1.6.Total - 839.000 100,00

2 Pendapatan dari Sewa ha 1 1.200.000 1.200.000

3 Keuntungan - 361.000

4 R/C rasio 1,43

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Semangat, Kab.Soppeng, 2015

Transplanter merupakan alsintan yang masih relatif baru diperkenalkan di

Kelurahan Appanang, diusahakan untuk melayani penanaman padi pada lahan

petani. Transplanter belum diusahakan oleh UPJA di kelurahan Appanang, beberapa

Page 31: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

15

petani yang menggunakan kebanyakan petani anggota Gapoktan/Keltan yang hanya

meminjam dan mengeluarkan biaya operasional seperti BBM dan operator.

Analisis Usaha Combine Harvester Pada UPJA Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng.

Pengusahaan combine harvester cukup baik di Kelurahan Appanang, karena

dianggap bisa mengatasi masalah panen. Kurangnya tenaga kerja akibat persaingan

dengan usaha perkebunan, dimana upah pada usaha perkebunan lebih besar

daripada upah usahatani padi, menyebabkan combine harvester sangat dibutuhkan.

Analisis finansial pengusahaan combine harvester di Kelurahan Appanang (Tabel 4),

diperoleh R/C rasio sebesar 2,30, berarti usaha tersebut cukup menguntungkan. Hal

ini didukung oleh pernyataan pengurus UPJA bahwa keuntungan UPJA terutama

diperoleh dari usaha penyewaan combine harvester. Komponen biaya terbesar

(64,72%) adalah upah operator, yang biasanya terdiri dari 5–6 orang sebesar Rp

720.000. Keuntungan yang diperoleh adalah Rp 1.443.000 per ha.

Tabel 4. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Semangat

Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015 (Rp/Ha)

No. Komponen Satuan Volume Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp)

Pangsa (%)

1 Biaya:

1.1. BBM liter 10 7.000 70.000 6,29

1.2. Oli dan pelumas 12.500 1,12

1.3. Pemeliharaan dan perawatan 100.000 8,99

1.4. Penyusutan 210.000 18,88

1.5. Operator 720.000 64,72

1.6.Total 1.112.500 100,00

2 Pendapatan dari Sewa ha 1 2.556.000 2.556.000

3 Keuntungan 1.443.500

4 R/C rasio 2,30

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Semangat, Kabupaten Soppeng, 2015

Wilayah pengusahaan combine harvester saat ini masih terbatas di sekitar

Kelurahan Appanang. Kapasitas bisa diperluas dengan membangun jaringan kerja

dengan petani di wilayah lain yang waktu panennya sedikit berbeda dengan wilayah

Kelurahan Appanang. Kapasitas kerja combine harvester UPJA Semangat Kelurahan

Appanang baru mencapai 60 hari kerja per tahun untuk melayani hamparan sawah

Page 32: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

16

di kelurahan Appanang. Dengan kecepatan kerja 5 jam per ha dalam sehari bisa

melayani 2 ha sehingga dalam 1 tahun bisa melayani kira-kira 120 ha. Biaya sewa

diperhitungkan dengan natura yaitu 1 karung gabah per 10 karung yang berhasil di

panen. Produksi gabah per hektar rata-rata 90 karung GKP dengan harga gabah Rp

3.550/kg. Setelah diperhitungkan dengan rupiah, pendapatan dari sewa adalah Rp

2.556.000 per ha. Harga combine harvester yang diusahakan UPJA Kelurahan

Appanang adalah Rp 280 juta, dengan umur ekonomis 10 tahun.

3.1.3. Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan Pengembangan

Menurut Pedoman Umum maupun Pedoman Teknis keberadaan UPJA menjadi

salah pertimbangan pemilihan lokasi contoh. UPJA adalah suatu lembaga ekonomi

pedesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi

penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha, baik

di dalam maupun di luar kelompok tani/gapoktan. Lokasi terpilih, harus memiliki

UPJA dengan kelas UPJA Berkembang atau Professional, dan di Kelurahan Appanang

UPJA Semangat masuk kelas UPJA Berkembang.

UPJA Semangat didirikan tahun 1998. Struktur kepengurusan UPJA terdiri

dari Manajer, Sekretaris dan Bendahara, yang membawahi operator traktor (enam

orang), combine harvester (lima orang), dan rice transplanter (enam orang). Alsin

yang dikelola ada tujuh jenis seperti yang terlihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Alsin yang dimiliki UPJA Semangat saat ini (Agustus 2015)

Jenis Jumlah (unit) Sumber pengadaan

Traktor roda 2 4 Swadaya UPJA

Traktor roda 4 1 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Transplanter 3 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM, 2 unit; dan

APBD 1 unit

Power weeder 1 APBD

Combine harvester 1 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Pompa air 3 Swadaya UPJA

Power thresser 2 Swadaya UPJA

Alat angkut (Viar) 2 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Peralatan bengkel 1 set Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Semangat, Kab.Soppeng, 2015

Penggunaan alsin khususnya traktor roda 2 (hand tractor) sudah merupakan

hal yang biasa bagi petani setempat. Combine harvester sudah digunakan oleh

Page 33: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

17

petani di sekitar lokasi percontohan karena kekurangan tenaga panen. Rice

transplanter merupakan hal baru namun itu pun sudah pernah dilihat di desa lain.

Hanya traktor roda 4 yang benar-benar baru bagi petani setempat. Awalnya petani

setempat ragu untuk menggunakannya, karena hasil bajakannya berupa bongkahan-

bongkahan besar. Namun setelah dipraktikkan, membajak dengan traktor roda 4

dan diikuti dengan roda 2 dan hasilnya berupa lahan yang siap tanam, maka petani

mulai tertarik untuk menggunakan traktor roda 4 (satu paket dengan TR2). Adopsi

penggunaan traktor roda 4 juga didukung oleh fakta bahwa pekerjaan mengolah

tanah bisa dilakukan secara lebih cepat dibandingkan dengan roda 2, dari biasanya 3

hari kerja/ha menjadi 4 jam/ha. Alsin yang belum dimiliki oleh UPJA adalah RMU.

Pengguna jasa UPJA adalah petani setempat yang tergabung dengan

beberapa kelompok dan semuanya berada di bawah Gapoktan Appanang. Aturan

main dalam penggunaan alat belum ditentukan, baik untuk petani anggota Gapoktan

Appanang maupun petani di luar Gapoktan Appanang. Menurut rencana, aturan

main mengenai penggunaan jasa alsin yang dikelola UPJA baru akan dibahas dalam

pertemuan UPJA musim berikutnya. Saat ini anggota Kelompok Tani/Gapoktan yang

ingin menggunakan alsin, terutama transplanter, cukup meminjam dari UPJA, kecuali

dalam penggunaan Combine Harvester (CH). Petani yang bersangkutan hanya

membiayai operasional alsin yang digunakannya berupa BBM dan upah operator

(jika menggunakan operator UPJA, namun ada juga petani yang mengoperasikannya

sendiri). Khusus untuk Combine Harvester, ongkos sewanya berupa natura, untuk

10 karung GKP yang berhasil dipanen upahnya 1 karung GKP.

Operator yang bekerja pada UPJA Semangat ada 17 orang, berdomisili di

desa setempat, pekerjaan utama adalah bertani (penggarap). Umumnya operator

belajar secara sendiri, mendapat bimbingan teori dari teknisi dan langsung praktik,

rata-rata dua hari sudah mampu mengoperasikan alat. Mengingat operator sekaligus

adalah petani, maka pekerjaan mengoperasikan alat dilakukan setelah pekerjaan di

lahannya sudah selesai.

Teknisi merupakan pelaku lain yang mendukung operasional UPJA. UPJA

Semangat belum secara khusus memiliki teknisi, hanya saja di desa ini terdapat

seorang teknisi Yanmar perwakilan Pare-pare, yang biasanya menjadi penghubung

jika ada kerusakan. Kontak dengan pihak Yanmar bisa dilakukan per telepon, dan

Page 34: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

18

direspons dengan mengirimkan teknisi 2-3 hari kemudian. Hampir semua alsin yang

dikelola UPJA Semangat bermerk Yanmar, kecuali alat angkut.

Tabel 6. Aturan Main dalam Penggunaan Jasa Alsin yang Dikelola UPJA Semangat,

di Kabupaten Soppeng, 2015

Jenis alat Penggunaan rutin oleh petani Percontohan Pertanian

Modern

Traktor roda 2 - Jika yang digunakan hanya TR2, sewa Rp 1,2-1,3 juta/ha plus biaya

konsumsi operator 2 orang selama tiga hari (2 0rgx3 harixRp 75.000 (2 x mkn + rokok sebungkus) =Rp

450.000,-) - Jika digunakan satu paket dengan

TR4 (menghaluskan hasil bajakan TR4), aturan main seperti di bawah.

Ongkos termasuk dalam paket

TR 4

Traktor roda 4 TR4 biasanya digunakan satu paket

dg TR2, ongkos Rp 1,2-1,3 juta +

biaya konsumsi (3 orang x 1 x

makan + rokok sebungkus =

Rp150.000,-)

MH membajak dilakukan 2 kali: (1)

TR 4 =4 jam/ha; (2) TR 4 diikuti

TR2 =5 jam/ha

MK hanya TR4 3-4 jam/ha

(Solar 35 l x Rp 6700 sd Rp

7000) + ongkos operator Rp

400.000/ha + konsum si

operator TR4 1 orang, optr TR2

2 orang x Rp 50.000 (mkn 1

kali plus rokok) =Rp150.000

Rice transplanter Hanya pinjam, biaya oprasional per

ha : (5 l bensin x Rp 7500) +

(ongkos oprator Rp 100.000 +

konsumsi Rp 100.000/hari)

Idem : (5 l bensin x Rp 7500)

+ (ongkos oprator Rp 100.000

+ konsumsi Rp 100.000/hari)

Combine harvester Natura, 10 karung keluar 1, 1=

karung=98-100kg. Rata-rata 50-70

karung/ha. Karyawan (bagian

angkut karung, jahit karung, 7-8

orang/CH) dapat Rp5.000/karung,

operator Rp3000/karung, 5-6

ha/hari. Setiap total 3-4 bulan

kerja/tahun di dalam dan luar desa

8 keluar 1 , 1 karung = 115 kg

(lebih berat karena lebih

bernas). Karyawan

Rp5000/karung, 7-8 orang/CH,

operator Rp3000/ karung, 1

orang/CH)

Sumber : Hasil wawancara dengan petani, pengurus UPJA Semangat, dan pengurus Gapoktan Appanang, Kabupaten Soppeng, 2015

3.1.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran

Sekitar 75 % petani di wilayah tersebut adalah penggarap. Kegiatan

pengelolaan usahatani seperti olah tanah, membuat persemaian, tanam,

Page 35: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

19

pemeliharaan, pascapanen dan pemasaran dilakukan secara individu, baik petani

pemilik penggarap atau penggarap.

Penyediaan input dilakukan secara individu, khusus penyediaan pupuk

dilakukan melalui RDKK kelompok tani/gapoktan, karena berlaku sistem distribusi

pupuk tertutup. Dalam teknis pelaksanaan setiap tahap pekerjaan, petani

mengerjakan sendiri dan atau dibantu oleh tenaga buruh perorangan (mencangkul

merapikan galengan, memupuk, menyemprot) atau paket (olah tanah, tanam,

panen, angkut).

Pembuatan persemaian dilakukan di lokasi percontohan dan di Bosowa,

karena tidak tercukupi dan tak terkejar waktunya jika hanya dilakukan di lokasi.

Pembuatan persemaian di Bosowa sekaligus berfungsi sebagai pelatihan untuk

petani penangkar di Bosowa. Penangkar Bosowa bisa menyediakan (menjual) bibit

padi seharga rata-rata Rp 220.000/ha, varietas sesuai permintaan pembeli.

Introduksi inovasi dalam persemaian yaitu digunakannya tray untuk tempat

persemaian bukan lagi di atas lahan sawah, dan tanah yang menjadi media harus

diayak. Persamaian berlangsung lebih singkat karena penanaman menggunakan

bibit muda yaitu umur 12-20 hari (15-20 cm) dari biasanya 28-30 hari (25-30cm).

Kendala yang dijumpai pada tahapan ini adalah kekurangan tray. Selain menambah

tray dengan cara meminjam, ditemukan solusi kreatif untuk mengatasi masalah ini

yaitu dengan membuat persemaian di atas plastik (terpal) yang dibatasi dengan

kayu. Saat persemaian akan digunakan maka plastik yang berisi bibit yang sudah

tumbuh tinggal dipotong seukuran lebar tray (panjangnya tidak harus sama).

Penggunaan bibit muda awalnya membuat was-was petani, apalagi per

lubang hanya tanam 1-2 bibit, berbeda dari kebiasaan petani 4-5 bibit. Petani

khawatir bibit tidak bisa tumbuh dengan baik, dan hasilnya menjadi kurang

maksimal. Dalam kasus seperti ini aparat dan pendamping (tim teknis) harus

menyakinkan petani agar mau menerapkan inovasi ini.

Kekurangan tenaga kerja pertanian juga terjadi pada langkanya buruh tanam.

Kelompok tanam terbatas jumlahnya, harus antri. Petani, menggunakan jasa

kelompok penanam yang harus dihubungi paling tidak sebulan sebelum tanam. Jika

terlambat menghubungi kelompok tanam, bisa terlambat tanam dan bibit bisa terlalu

Page 36: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

20

tua mencapai umur 29-30 hari. Introduksi alsin berupa rice transplanter merupakan

solusi terhadap masalah kurangnya tenaga buruh tanam.

Tabel 7. Pelaku dalam Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan

Pemasaran Secara Konvensional dan Percontohan Pertanian Modern di Soppeng, 2015.

Tahapan pekerjaan Konvensional Percontohan Pertanian Modern

Pengelolaan usahatani

- Olah tanah Petani, menggunakan TR2

milik sendiri atau sewa

Dikoordinir oleh pelaksana

perconcohan, menggunakan TR4 dan TR2

- Persemaian Petani, dilakukan secara individu

Dikoordinir oleh petugas (DinasTPH Soppeng)

bekerjasama dengan Bosowa

- Tanam Petani, menggunakan jasa kelompok penanam

Dikoordinasikan oleh pelaksana percontohan, menggunakan rice transplanter, tanam bibit

muda umur 10-12 hari, selesai 12 hari untuk 100 ha

- Pemeliharaan Petani Petani, dibantu penanggung jawab kelompok kecil dan TNI

Penyediaan Input

- Benih Petani, secara individu Petani, melalui kelompok tani/gapoktan, bantuan terkait

pelaksanaan percontohan PPM (bansos)

- Pupuk Petani, melalui kelompok

tani/gapoktan, swadaya.

Sda

- Obat-obatan Petani, secara individu,

swadaya

Sda

- Alsin Petani secara individu, menggunakan alsin milik sendiri atau sewa jasa UPJA

atau swasta lainnya

UPJA, dengan alat milik UPJA dan bantuan dari Dit PSP. Kekurangan alsin dipenuhi

dengan cara meminjam dari berbagai pihak di sekitarnya,

dikoordinir oleh Dinas TPH Kabupaten Soppeng

Panen dan Pascapanen Petani secara individu, dibantu jasa kelompok

pemanen (kelompok Dros) untuk panen dan perontokkan, dan

pengarungan. Angkut dilakukan oleh kelompok

pengangkut.

Dikoodinir oleh pelaksana percontohan, menggunakan

combine harvester untuk panen, perontokkan, dan pengarungan. Angkut dilakukan

oleh kelompok pengangkut.

Pemasaran Petani menjual kepada pedagang. Pedagang adalah ketua gapoktan, harga di

atas harga pasar.

Petani menjual hasil kepada pedagang. Pedagang adalah ketua gapoktan, harga di atas

harga pasar. Sumber : Hasil wawancara dengan petani, pengurus UPJA dan pengurus Gapoktan

Page 37: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

21

Dalam hal pemasaran hasil, tidak terjadi perubahan sebelum maupun

sesudah diterapkannya PPM. Petani menjual hasil dalam bentuk GKP kepada

pedagang, di lahan segera begitu selesai dikarungi, hanya disisakan 5-10 karung.

Pedagang adalah ketua gapoktan, harga di atas harga pasar.

Pelaku lain yang terlibat dalam pengelolaan usahatani adalah gapoktan.

Gapoktan Appanang memiliki peran dalam mengusulkan, menerima dan

mendistribusikan bansos Program Optimasi Lahan dalam bentuk sarana produksi.

Adapun sarana produksi yang diterima untuk kegiatan PPM seluas 100 ha terlihat

pada Tabel 8 di bawah.

Tabel 8. Jenis, Jumlah, dan Nilai Sarana Produksi untuk Kegiatan PPM Seluas 100

ha di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015.

Jenis sarana produksi Jumlah

(kg)

Harga satuan

(Rp/kg)

Nilai

(Rp000)

Benih padi 2.500 8.000 20.000

Pupuk kompos/organik 100.000 600 50.000

Pupuk Urea 10.000 1.800 18.000

Pupuk NPK 15.000 2.300 34.500

PPC/POC 1.500 40.000 60.000

Pestisida 300 75.000 22.500

Total 205.000

Sumber data : hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan Kel. Appanang, Kab. Soppeng, 2015

Dalam penggunaan sarana produksi, PPM mengintroduksi penggunaan sarana

produksi yang lebih sedikit dibandingkan kebiasaan petani setempat. Perbedaan

tersebut yaitu : (1) Benih : petani 40-45 kg/ha, PPM 25 kg/ha; (2) Pupuk Urea:

petani 200-250 kg/ha, PPM 100 kg/ha, pupuk NPK: petani 300-350 kg/ha, PPM 150

kg/ha; (3) pestisida: petani senilai minimal Rp300.000/ha, PPM senilai Rp 225.00/ha.

Namun pelaksanaan PPM juga mengintroduksi penggunaan pupuk organik dan

PPC/POC, yang tidak digunakan atau digunakan dalam jumlah sedikit oleh petani.

Khusus penggunaan pestisida ini, petani mendapatkan pelajaran dalam hal

aplikasi obat-obat. Biasanya petani menggunakan beberapa jenis obat-obatan yang

dicampur dan diaplikasikan secara bersamaan. Ternyata cara ini tidak benar karena

zat aktif yang terkandung di dalamnya bisa tidak dapat bekerja secara efektif.

Aplikasi yang benar adalah dengan menggunakannya satu demi satu, sesuai dengan

jenis dan tingkatan serangan OPT yang terjadi.

Page 38: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

22

Dalam kaitannya dengan UPJA, gapoktan memprioritaskan penggunaan UPJA

setempat dalam penggunaan jasa alsin untuk kegiatan usahatani. Sebagai pengguna

jasa alsin yang dikelola oleh UPJA Semangat, Gapoktan Appanang juga dilibatkan

dalam pembahasan aturan main penggunaan alsin.

Pelaku lain dalam kegiatan PPM adalah aparat dinas, tim teknis, dan

penyuluh. Tantangan yang diemban oleh pelaku ini agar introduksi inovasi dapat

diterima dan diadopsi oleh petani adalah mengubah perilaku (pengetahuan, sikap

dan tindakan). Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan

PPM terdapat beberapa inovasi yang berbeda dengan kebiasaan petani, sehingga

petani perlu diyakinkan agar mau mengadopsi inovasi tersebut. Dalam hal

memobilisasi massa, TNI berperan di dalamnya.

Pedagang hasil bumi, merupakan pelaku yang berperan dalam pembelian

gabah milik petani. Pedagang pembelian gabah petani adalah ketua gapoktan

sendiri, yang dalam hal ini bertindak sebagai pribadi bukan atas nama gapoktan.

Petani setempat biasanya menjual hasil panennya segera begitu selesai panen, dan

hanya menyisakan 5-10 karung untuk persediaan konsumsi. Pedagang ini menjalin

kerjasama dengan beberapa pengusaha penggilingan. Harga yang ditawarkan oleh

pedagang ini untuk petani setempat sedikit di atas harga pasar, dan diharapkan

selisih harga tersebut dapat dialokasikan untuk kas gapoktan, namun hal tersebut

masih dalam taraf wacana belum dibahas dalam gapoktan.

3.2. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten

Sukoharjo, Jawa tengah

3.2.1 Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan

Secara umum, kepemilikan lahan yang sempit dan terpencar merupakan

kendala umum bagi usaha tani tanaman pangan di Indonesia. Kualitas lahan dan

lingkungan yang semakin terdegradasi tentunya akan berimplikasi pada rendahnya

efisiensi usaha tani. Kendala lain adalah minimnya ketersediaan modal untuk

mengelola usaha tani dan kurangnya pengetahuan petani dengan teknologi

pertanian. Program pemerintah yang digunakan sebagai stimulus penyediaan

saprodi berupa kredit pun sering bermasalah. Program kelompok corporate farming

Page 39: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

23

yang terbingkai dalam program pertanian modern misalnya, belum secara optimal

diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut.

Secara harfiah definisi konsolidasi adalah menyatukan seluruh sumber daya,

peluang dan kekuatan untuk memenangkan persaingan jangka panjang.

Memenangkan persaingan berarti menjadi yang terbaik dalam melayani kebutuhan

konsumen/klien saat ini dan pada masa datang. Konsolidasi dilakukan dengan

mengevaluasi kondisi usaha saat ini, diteruskan dengan pengembangan strategi

usaha jangka panjang. Strategi tersebut dibuat lebih terperinci dalam bentuk

perencanaan dengan sasaran bergerak ke jangka menengah dan panjang yang

meliputi pengembangan sistem manajemen agar perencanaan dan implementasi

bisa sejalan, memberikan perioritas pada pengembangan yang dilakukan secara

terus menerus, pengembangan pasar dilakukan sistimatis dan efisiensi menjadi

acuan prestasi.

Konsolidasi aplikasinya dalam bidang pertanian, seorang penyuluh dapat

memberikan konsep mengenai konsolidasi lahan petani yang rata-rata kecil. Dengan

luas lahan petani yang kecil ini maka jika di hitung untung dan ruginya maka dari

usahataninya hasilnya petani akan rugi karena biaya operasional yang di keluarkan

untuk saprotan relatif besar. Oleh karena itu, untuk efisiensi biaya operasional maka

perlu ada upaya konsolidasi lahan. Kepemilikan tanah petani yang kecil tersebut

setelah dikonsolidasi maka akan terbentuk lahan yang luas, petani harus bersatu dan

menjalankan usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama. Model konsolidasi

tampaknya mumpuni untuk dijadikan sebagai alternatif strategi pemberdayaan

petani, namun dalam implementasinya patut berhati-hati dengan perencanaan yang

matang.

Konsolidasi lahan yang diprogramkan juga seyogyanya bersinergi dengan

penerapan mekanisasi pertanian, sehingga bingkai pengembangan pertanian

modern dapat tercapai. Penerapan pertanian modern yang menitikberatkan kepada

penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) atau mekanisasi diharapkan

menjadi solusi tepat dapat diterapkan. Selain itu, dengan konsep pertanian modern

dapat menjadi momentum menarik minat pemuda mengingat tenaga kerja terutama

pada kalangan generasi muda di sektor pertanian semakin minim. Tenaga kerja di

bidang pertanian, kini didominasi orangtua yang berusia lebih dari 50 tahun. Alasan

Page 40: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

24

utama regenerasi tak berjalan, karena menjadi petani bukanlah pekerjaan impian

kalangan muda. Apalagi ada kesan kotor dan bau lumpur. Jadi tidak heran,

pekerjaan petani makin ditinggalkan.

Peluang pengembangan mekanisasi pertanian, bukan sebatas kondisi tenaga

kerja di bidang pertanian yang makin berkurang, tapi ada faktor lainnya. Alsintan

memiliki keunggulan secara teknis maupun ekonomis. Selain itu, kemampuan

industri dalam negeri memproduksi alsintan yang bermutu juga semakin

berkembang, adanya dukungan pemerintah dalam pengembangan alsintan, dan

tersedianya perangkat peraturan perundang-undangan dalam pengembangan

alsintan. Sementara itu, prasyarat pengembangan mekanisasi pertanian adalah

mencakup: pendataan penyebaran alsintan secara akurat, adanya fasilitas

penyediaan alsintan, konsolidasi lahan pertanian, dan kemudahan akses perbankan.

Selain itu, dukungan kebijakan industri alsintan, perdagangan alsintan, dan

dukungan terhadap pengawasan, peredaran, serta penyuluhan alsintan. Umumnya

untuk fasilitas penyediaan alsintan ini dapat melalui bantuan dari pemerintah

pusat/daerah, dan optimalisasi kinerja UPJA.

Penerapan PPM di Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari merupakan proyek

percontohan pertanian yang diintegrasikan dengan program mekanisasi yang

bersifat penuh (traktor, transplanter, dan harvester). Namun dalam pelaksanaannya

baru terintegrasi dalam hal praktek pengolahan tanah dan tanam serta sebagian ada

konsolidasi lahan dengan meniadakan galengan sawah. Terkait dengan pertanian

modern tersebut, petani pernah melakukan pengecilan galengan sawah, dalam hal

ini galengan sawah masih diperlukan agar saat pengairan satu petakan sawah dapat

optimum pengenangannya. Pola pelepasan/pengecilan galengan sawah per-3 ha,

pada beberapa petani pemilik lahan, sekitar 1-2 orang yang mengelola usahatani

tersebut dan petani lainnya secara konsep akan diberikan mata pencaharian lainnya

nonusahatani, dan masalah kesiapan infrastruktur irigasi dan terkait konsolidasi

lahan perlu dipersiapkan baik oleh pihak PU dan BPN (Badan Pertanahan Nasional).

Adapun dalam hal pola pengelolaan secara corporate dalam konsep konsolidasi,

dimana beberapa petani akan diberikan mata pencaharian nonusahatani dalam

prakteknya sangat sulit karena kebiasaan petani dan juga keterampilan yang dimiliki

petani. Selain itu, permodalan juga masih menjadi kendala untuk pelaksanaannya.

Page 41: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

25

Permasalahan sosial lainnya tentu akan muncul ketika pengelolaan lahan dengan

meniadakan galengan, sementara masalah admistrasi lahan secara baik belum

dipersiapkan oleh BPN untuk keperluan tersebut dan juga dukungan infrastruktur

irigasi yang belum sepenuhnya memadai untuk kegiatan usahatani untuk konsolidasi

lahan.

Sementara itu, untuk pemeliharaan, panen dan penjualan hasil masih dilakukan

oleh masing-masing petani. Luas program pertanian modern di Sukoharjo seluas 100

ha, ditambah dengan swadaya seluas 70 ha. Fasilitas yang digunakan meliputi 2 unit

traktor roda 4, 1 unit traktor roda 2, 2 unit combine harvester, 3 unit rice

transplanter dan 2 unit UPPO. Permasalahan yang dihadapi pada saat ini terkait

implementasi program pertanian modern tersebut adalah: (1) Masih terdapat

kekurangan beberapa alsintan seperti: traktor, transplanter dan combine harvester,

(2) Terdapatnya kekurangan dafog/tray dari unit transplanter, dimana kebutuhan

per ha sekitar 200-250 tray, dan harga tray cukup mahal sebesar Rp 35.000/unit

dan jumlah tray yang dimiliki masih terbatas, (3) Masih terbatasnya sarana

pendukung seperti gudang alsintan dan perbengkelan, (4) keterbatasan RMU yang

ada didesa percontohan, dan (5) Terbatasnya sarana untuk menyimpan gabah yang

dihasilkan, sehingga dibutuhkan gudang penyimpanan gabah hasil panen. Jika

permasalahan tersebut kurang mendapat penangan secara baik, maka idealitas dan

harapan penerapan konsep pertanian modern tidak akan berjalan baik.

3.2.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian

Analisis Manfaat Usahatani

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa yang dimaksud Pertanian

Modern di Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo adalah

belum full mechanized pada semua tahapan mulai dari pengolahan lahan sampai

dengan panen, akan tetapi baru terbatas pada pengolahan lahan, tanam dan panen.

Selain itu, penggunaan mesin panen (combine harvester) juga tidak dapat

dilaksanakan pada musim MH atau MT1. Oleh karena itu, membandingkan manfaat

adanya program Pertanian Modern dilakukan pada MT2 atau MK1 supaya informasi

Page 42: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

26

penggunaan combine harvester dapat tertangkap. Perbandingan usahatani padi

pada MT2 antara pertanian Modern dan Konvensional disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Usahatani Padi Sawah Pertanian Modern dan Konvensional di Desa

Delanggu, Kecamatan Tawangsari, Kab. Sukoharjo MT II 2015 (Rp/ha)

No Uraian PPM (A) non-PPM (B) Perubahan

(A-B) %

1 Faktor Produksi :

a. Benih - 405.000 -100,00

b. Pupuk an organik 1.325.000 1.325.000 0

c. Pupuk organik 62.000 62.000 0

d. Pestisida 1.150.000 937.500 22,67

2 Tenaga Kerja :

a. Traktor 1.000.000 1.000.000 0

b. Transplanter 3.000.000 -

c. Combine Harvester 2.000.000 -

d. Tanam - 2.000.000 -100,00

e. Penyiangan - 960.000 -100,00

f. Pemupukan 1.200.000 1.200.000 0

g. Panen - 5.300.000 -100,00

3 Biaya Lain :

a. Sewa lahan 3.800.000 3.800.000 0

b. PBB 240.000 240.000 0

3 Total Biaya 13.777.000 17.229.500 -20,04

4 Nilai Produksi 48.750.000 42.500.000 14,71

5 Keutungan 34.973.000 25.270.500 38,39

6 R/C Rasio 3,54 2,47 43,32

Sumber data : Hasil wawancara dengan kelompok UPJA desa Dalangan, Kab. Sukoharjo, 2015

Sebelumnya akan dijelaskan bahwa terdapat beberapa perbedaan komponen

biaya usahatani antara pertanian modern dan nonmodern yang menyebabkan

perbedaan efisiensi biaya dan pendapatan. Perbedaan tersebut di antaranya adalah :

(a) pada usahatani pertanian modern, petani tidak lagi melakukan menyemai dan

mengadakan benih sendiri, tetapi komponen biaya benih sudah masuk kedalam

biaya transplanter, sementara pada pertanian nonmodern masih menggunakan

benih dan membuat perbenihan sendiri, (b) pada pertanian modern menggunakan

herbisida untuk memberantas rumput, sedangkan pada nonmodern masih

menggunakan tenaga kerja penyiangan, (c) pada pertanian modern menggunakan

tranplanter untuk kegiatan tanam, sedangkan pada nonmodern menggunakan

Page 43: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

27

tenaga manusia/upahan pada kegiatan tanamnya, dan (d) pada usahatani modern

menggunakan alat combine harvester dalam kegiatan memanen, sehingga petani

memperoleh harga yang lebih baik dan kualitas gabah yang bagus serta

penyusutannya kecil, sedangkan pada nonmodern tidak (sebagian ditebaskan) dan

menggunakan tenaga manusia dengan upah bawon.

Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa usahatani padi pada

pertanian modern dengan menggunakan alat mekanisasi pertanian lebih efisien dan

lebih menguntungkan, dengan indikasi sebagai berikut (per musim tanam): (a) total

biaya produksi pada pertanian modern lebih rendah yakni Rp13,7 juta/ha, sementara

pada pertanian nonmodern mencapai Rp17,2 juta/ha, (b) nilai produksi pada

pertanian modern mencapai Rp 48,75 juta/ha, sedangkan pada non modern hanya

Rp42,50 juta/ha, dan (c) tingkat keuntungan pada pertanian modern lebih tinggi

(Rp34,97 juta/hektar) dibanding dengan nonmodern (Rp 25,3 juta/hektar).

Faktor-faktor yang menyebabkan efisiensi biaya; (a) sebagaimana telah

diungkapkan bahwa pada pertanian modern petani tidak menangani pengadaan

benih dan perbenihan, biaya sudah termasuk di dalam biaya sewa Transplanter

yaitu sebesar Rp3 juta/hektar, sementara pada pertanian konvensional selain harus

mengeluarkan biaya benih sebesar Rp405 ribu juga petani harus mengeluarkan

biaya tanam sebesar Rp2 juta/hektar, (b) biaya penyiangan lebih efisien dari pada

menggunakan biaya tenaga kerja penyiangan, (c) penggunaan combine harvester

disamping lebih cepat juga lebih murah dibandingkan nilai bawon. Sistem bawon

menggunakan bayaran dalam bentuk natura dengan perbandingan 8 : 2, dan jika

dihitung maka biaya bawon dapat mencapai Rp5,3 juta per hektar.

Di samping terjadi efisiensi dalam penggunaan biaya produksi, juga pada

pertanian modern jumlah produksi dan kualitas produksi lebih baik. Kenaikan

kuantitas produksi lebih disebabkan karena kehilangan panen menjadi rendah

sehingga produksi meningkat, sedangkan kualitas panen karena menggunakan

combine harvester gabah langsung di-blower sehingga kebernasan gabah menjadi

lebih bagus, konsekuensi lebih jauh harga gabah dari pertanian modern dihargai

oleh pembeli lebih tinggi Rp300-500 per kg.

Page 44: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

28

Analisis Manfaat Usaha Alsintan

Analisis Usaha Traktor Pada Kelompok UPJA Desa Dalangan Kecamatan Tawangsari- Sukoharjo UPJA Desa Dalangan memiliki 2 unit traktor besar dan 3 unit traktor kecil yang

diusahakan untuk melayani pengolahan lahan petani di desa Dalangan. Untuk

mengolahan lahan 1 traktor besar dapat mengolah lahan sekitar 3 ha/hari, dan

untuk traktor kecil dapat mengolah lahan sekitar 1,5 ha/hari. Biasanya dalam

pengolahan lahan selalu mengkombinasikan traktor besar dan kecil. Pada saat

pengolahan lahan awal menggunakan traktor besar, dan untuk meratakannya

menggunakan traktor kecil. Untuk mengetahui kelayakan usaha traktor ini, maka

berikut disajikan analisis finansial usaha traktor besar. Sesuai dengan data dan

spesifikasi traktor yang dimiliki UPJA adalah sebagai berikut: (a) Keputusan

Peraturan Desa sesuai rapat UPJA tentang penetapan wilayah kerja traktor yaitu

seluas 60 hektar sawah layanan per unit traktor per musim tanam, (b) harga traktor

tangan adalah Rp 285 juta/unit, (c) umur ekonomis traktor adalah 10 tahun dan

masa olah tanah adalah 3 kali per tahun yaitu selama 20 hari selama 3 kali musim

tanam, (d) Nilai sisa traktor setelah 10 tahun adalah Rp 57 juta (20%) dan (e)

harga sewa traktor sebesar Rp 1 juta/ha. Pada Tabel 10 disajikan analisis finansial

usaha traktor tangan di lokasi kajian.

Tabel 10. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor Tangan di UPJA Desa Dalangan

Kec. Tawangsari, Kab. Sukoharjo, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume Harga/satuan (Rp)

Nilai (Rp)

Pangsa (%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 10 70.000 112.500 11,32

1.2. Oli:

a. Mesin Liter 0,5 40.000 20.000 3,23

b. Gemuk/stempet Kg 2.000 0,32

1.3. Spare part & service

Unit 27.778 4,49

1.4. Penyusutan - 126.667 20,48

1.5. Operator - 372.000 60,15

1.7.Total - 618.445 61,84

2 Pendapatan dari Sewa Ha 1 1.000.000 1.000.000

3 Keuntungan - 381.555 38,16

4 R/C rasio 1,62

Sumber data : Hasil wawancara dengan Ketua UPJA Desa Dalangan Kab. Sukoharjo, 2015

Page 45: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

29

Nilai sewa traktor sebesar Rp 1 juta/ha, dan total biaya usaha jasa traktor

senilai Rp 618.445/ha atau sebesar 61,84% terhadap penerimaan, dan keuntungan

usaha traktor sebesar Rp 381.555 ribu/ha atau sekitar 38,16% dari penerimaan

serta perolehan R/C rasio sebesar 1,62. Komponen terbesar dari biaya usaha traktor

adalah untuk operator mencapai 60,15% dari total penerimaan dan urutan kedua

dan ketiga adalah penyusutan sebesar 20,48% dan biaya BBM sebesar 11,32%.

Berdasarkan informasi dari kelompok UPJA, bahwa luas lahan layanan yang

saat ini sudah cukup ideal, karena pengembalian investasi traktor dapat mencapai

maksimal sesuai dengan jangka usia ekonomisnya. Idealnya untuk pengembalian

yang lebih cepat yaitu lima tahun maka luas layanan pengolahan lahan minimal

harus sekitar 25 hektar per musim tanam dengan asumsi semua faktor input (BBM,

Oli dan Spare part adalah konstan). Di lokasi kajian, setelah usia traktor 10 tahun,

jika traktor dijual maka harganya masih cukup tinggi sekitar 20% dari harga

pembelian awal. Mesin traktor bekas dapat diperbaiki lagi atau mesinnya dapat

digunakan untuk kepentingan lainnya.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam mendukung pertanian modern,

kehadiran alat untuk pengolahan lahan sangatlah penting. Traktor telah lama

penggunaannya secara luas oleh masyarakat, sehingga dalam perkembangannya

rasio pengelolaan traktor dengan luas lahan yang ada untuk diolahnya di lokasi

kajian saat ini masih ideal. Upaya meningkatkan kinerja usaha traktor yang

dilakukan oleh UPJA tentu masih dapat dilakukan di wilayah UPJA atau di desa

sekitar kecamatan domisili UPJA tersebut.

Analisis Usaha Transplanter pada kelompok UPJA Desa Dalangan Kecamatan Tawangsari-Sukoharjo

UPJA Desa Dalangan memiliki tiga unit rice transplanter yang diusahakan untuk

melayani penanaman padi pada lahan petani di Desa Dalangan. Data dan spesifikasi

transplanter kelompok UPJA sebagai berikut: (a) situasi dan kondisi ketebalan

lumpur yang ada di sawah desa Dalangan, sehingga luas layanan yaitu 20 hektar

sawah layanan per musim per unit transplanter, (b) harga transplanter adalah Rp 75

juta, (c) umur ekonomis transpalnter adalah 10 tahun dan masa tanam adalah 3

kali per tahun, yaitu periode waktu tanamnya 10 hari efektif/musim dan terdapat 3

kali musim tanam, (d) Nilai sisa transplanter setelah 10 tahun adalah 10% (Rp 7,5

Page 46: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

30

juta) dan (e) harga sewa transplanter sebesar Rp 3 juta/ha (termasuk benih

ditanggung pengelola tranplanter). Berikut pada Tabel 11 disajikan analisis finansial

usaha transplanter di lokasi kajian.

Tabel 11. Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa Dalangan, Kec.

Tawangsari, Kab. Sukoharjo, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume Harga

(Rp.sat)

Nilai (Rp) Pangsa

(%)

1 Biaya penyediaan Benih :

1.1. Benih Padi Kg 45 10.000 450.000 15,00

1.2. Tenaga pembenihan HOK 1 50.000 50.000 1,67

2 Biaya: 0,00

2.1. BBM Liter 10 7.000 70.000 2,33

2.2. Oli: 0 0,00

a. Mesin Liter 0,16 40.000 6.400 0,21

b. Gemuk/stempet Kg 0,05

30.000 2,493 0,00

2.3. Spare part & service Unit 6667 6.667 0,22

2.4. Penyusutan - 170833 170.833 5,69

2.5. Operator - 972.000 32,40

2.7.Total - 1.725.902 57,53

3 Pendapatan dari Sewa Ha 1 3.000.000 3.000.000 100,00

4 Keuntungan - 1.274.098 42,47

5 R/C rasio 1,74

Sumber data : hasil wawancara dengan Ketua UPJA desa Dalangan kab. Sukoharjo, 2015

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa dengan nilai sewa transplanter

Rp 3 juta/ha, total biaya usaha jasa transplanter senilai Rp 1,72 juta/ha atau

sebesar 57,53% terhadap penerimaan, dan keuntungan usaha traktor sebesar Rp

1,27 juta/ha atau sekitar 42,47% dari penerimaan serta perolehan R/C rasio sebesar

1,74. Komponen terbesar dari biaya usaha traktor adalah biaya operator mencapai

32,40% dari total penerimaan dan biaya pengadaan benih mencapai 15,00%,

sedangkan biaya penyusutan adalah urutan ketiga yaitu sebesar 5,69%.

Menurut informasi dari kelompok UPJA, sebenarnya luas lahan layanan sekitar

20 ha/musim tanam yang dinilai memadai, karena pengembalian investasi

transplanter dapat mencapai maksimal sesuai dengan jangka usia ekonomisnya.

Idealnya untuk pengembalian yang lebih cepat yaitu 5 tahun, luasan areal yang

Page 47: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

31

dilayani transplanter minimal mencapai BEP adalah sekitar 19 ha/musim tanam.

Namun dalam pengembangan tranplanter di Sukoharjo masih terdapat kendala yang

dihadapi antara lain: (a) jenis dan kondisi lahan yang memungkinkan digunakan

transplanter pada MH dan MK, (2) retensi tenaga kerja manual tanam masih cukup

tinggi, karena mereka mengharapkan keikutsertaan dalam panen. Upaya untuk

memperpendek pengembalian investasi, maka UPJA telah mengembangkan wilayah

layanan ke luar desa dari lokasi UPJA tersebut berada.

Secara umum pada penggunaan alat transplanter dalam rangka mendukung

pertanian dapat dikemukakan bahwa kehadiran alat untuk penanaman sangatlah

penting. Namun, jumlah alat trasplanter masih terbatas jumlahnya, sehingga rasio

luas lahan untuk diolahnya terhadap jumlah alat transplanter di lokasi kajian masih

berpeluang untuk ditingkatkan jumlah alatnya.

Analisis Usaha Combine Harvester pada kelompok UPJA Desa Dalangan Kecamatan Tawangsari-Sukoharjo

UPJA Desa Dalangan memiliki 1 unit Combine Harvester ukuran besar (merek

Crown)dan 2 unit miniCombine Harvester (ukuran kecil merek Quick)yang

diusahakan untuk melayani pengolahan lahan petani di desa Dalangan. Untuk

mengetahui kelayakan usaha ini, maka berikut disajikan analisis finansial usaha

power thresher. Sesuai dengan data dan spesifikasi Combine Harvester ukuran besar

yang dimiliki UPJA adalah sebagai berikut: (a) Sesuai rapat kelompok UPJA tentang

wilayah yang memungkin kondisi lahannya dapat dilayani dalam panennya oleh

Combine Harvester adalah bisa seluas 60 hektar sawah layanan per unit Combine

Harvester per musim, (b) harga Combine Harvester ukuran besaradalah sekitar Rp

400 juta/unit, (c) umur ekonomis Combine Harvester adalah sekitar 10 tahun dan

masa panen adalah 3 kali per tahun dimana periode kerja Combine Harvester dalam

satu kali musim panen sekitar 30 hari, (d) Nilai sisa Combine Harvester setelah 10

tahun adalah Rp 40 juta (10%) dan (e) harga sewa Combine Harvester sebesar Rp 2

juta/ha. Pada Tabel 12 disajikan analisis finansial usaha Combine Harvester di lokasi

kajian.

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa dengan nilai sewa Combine

Harvester Rp 2 juta/ha, total biaya usaha jasa Combine Harvestersenilai Rp 1,21

juta/ha atau sebesar 60,40% terhadap penerimaan, dan keuntungan usaha Combine

Page 48: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

32

Harvester sebesar Rp 791,93 ribu/ha atau sekitar 39,60% dari penerimaan

sertaperolehan R/C rasio sebesar 1,66. Komponen terbesar dari biaya usaha

Combine Harvester adalah biaya operator mencapai 38,60% dari total penerimaan,

urutan biaya selanjutnya adalah biaya penyusutan sekitar 10,00% dan biayaspare

part sekitar 7,20%.

Pada kegiatan usaha jasa Combine Harvester ini (UPJA), setiap petani yang

menggunakan jasa panen alsintan Combine Harvester harus membayar

(mengeluarkan) dengan uang tunai Rp 2 juta/ha.Dari hasil tersebut setelah

dikurangi biaya BBM, maka sekitar 40% dialokasikan untuk operator dan yang

membantu operasional Combine Harvester dan sisanya 60% untuk bagian UPJA

tersebut.

Tabel 12. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Desa Dalangan, Kec. Tawangsari, Kab. Sukoharjo, 2015

No. Komponen Satuan Volume Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp)

Pangsa (%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 10,00 7.000 70.000 3,50

1.2. Oli:

a. Mesin Liter 0,25 60.000 15.000 0,75

b. Hidraulik Liter 0,03 60.000 2.000

c. Gemuk/stempet Kg 0,02 30000 5.000 0,25

1.3. Spare part & service Unit 144.074 7,20

1.4. Penyusutan - 200.000 10,00

1.5. Operator - 772.000 38,60

1.7.Total - 1.208.074 60,40

2 Pendapatan dari Sewa Ha 1 2.000.000 2.000.000 100,00

3 Keuntungan - 791.926 39,60

4 R/C rasio 1,66

Sumber data : Hasil wawancara dengan Ketua UPJA desa Dalangan kab. Sukoharjo, 2015

Menurut informasi dari kelompok UPJA, bahwa rataan luas lahan layanan

Combine Harvester dapat mencapai 60 ha dalam per musim panennya, dan per

tahun dapat mencapai antara 150-180 ha. Idealnya combine harvester tercapai

kondisi impas minimal dapat melakukan kegiatan panen rata-rata sekitar 35

ha/tahun. Dengan demikian penggunaan mesin panen combine harvester di

Sukoharjo pada umumnya masih berpeluang untuk ditingkatkan lagi, atau

Page 49: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

33

penambahan mesim combine harvester masih memungkinkan di kalangan UPJA

yang ada atau melalui penumbuhan UPJA baru.

3.2.3. Kelembagaan Pengembangan Alsintan Pada Lahan Pengembangan

Perkembangan Pertanian dan Dukungan Mekanisasi

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sukoharjo

(2015), diketahui bahwa selama kurun waktu 2011-2014 luas panen padi sawah

mengalami peningkatan pesat sebesar 8,17 %/tahun, yaitu dari 35,08 ribu ha pada

tahun 2011 menjadi 49,03 ribu ha pada tahun 2014. Akibat peningkatan luas panen

tersebut, produksinya meningkat sebesar 12,19 %/tahun, yaitu dari 185,65 ribu ton

pada tahun 2011 menjadi 327,18 ribu ton pada tahun 2013 dan sedikit menurun

menjadi 310,75 ribu ton pada tahun 2014. Sementara produktivitasnya selama kurun

waktu tersebut mengalami peningkatan sebesar 5,31 %/tahun, yaitu dari 5,29

ton/ha pada tahun 2011 dan menjadi 6,34 ton/ha pada tahun 2014. Oleh karena itu,

selama kurun waktu 2011-2014 peningkatan produksi padi sawah di Sukoharjo lebih

dominan terdorong karena peningkatan luas panennya, hal ini sebagai mana terlihat

tren peningkatan luas panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tren

peningkatan produktivitasnya (Tabel 13).

Tabel 13. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di

Kabupaten Sukoharjo, 2011-2014

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ha)

2011 35.082 185.653 5,29

2012 52.041 346.039 6,65

2013 47.783 327.182 6,85

2014 49.028 310.753 6,34

r (%/tahun) 8,17 12,19 5,31

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sukoharjo (2015).

Bila ditelusuri atas luas baku lahan sawah berdasarkan irigasinya, maka

diperoleh informasi bahwa dari total baku sawah 20.814 ha sebagian besarnya

(70,87%) merupakan lahan sawah irigasi teknis yang dapat ditanami padi 2-3 kali

dalam setahun. Sementara lahan sawah yang berpengairan irigasi ½ teknis seluas

2.161 ha (10,38%) dan beririgasi sederhana seluas 1.895 ha (9,10%) (Tabel 14),

dimana kedua jenis lahan yang berpengairan irigasi ½ teknis dan sederhana

Page 50: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

34

umumnya telah dapat ditanami padi dua kali, dan pada musim ketiga ditanami

sayuran atau palawija. Selanjutnya untuk lahan tadah hujan luasnya mencapai 2.007

ha (2,64%), pada saat musim hujan umumnya ditanami padi, selanjutnya jika air

hujan masih memadai maka petani masih bisa menanam padi lagi dan jika tidak

memadai maka petani akan menanam sayuran atau palawija dimusim keduanya.

Tabel 14. Luas Baku Lahan Sawah Berdasarkan Kondisi Irigasinya untuk Pertanaman

Padi di Kabupaten Sukoharjo, 2014.

Uraian Luas (Ha) Persen (%)

1. Teknis 14.751 70,87

2. ½ Teknis 2.161 10,38

3. Sederhana 1.895 9,10

4. Tadah Hujan 2.007 9,64

Total 20.814 100,00 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo (2015).

Perkembangan mekanisasi pertanian di Kabupaten Sukoharjo cukup pesat,

salah satunya ditandai oleh semakin berkembangnya penggunaan alat mesin

pertanian antara lain untuk pengolahan lahan, tanam dan panen hasil pertanian.

Berdasarkan data hingga posisi tahun 2014, jumlah traktor yang ada mencapai

1.306 unit yang tersebar di 12 kecamatan. Traktor tersebut mencakup roda 2 dan

roda 4, namun sebagian besar traktor tersebut adalah traktor roda 2 yang lebih

fleksibel dalam penggunaannya terutama pada lahan sawah dengan tofografi yang

berteras. Aktivitas tanam pun di Sukoharjo saat ini telah mulai menggunakan alat

transplanter yang jumlahnya masih terbatas yaitu sekitar 5 unit khususnya yang

terdapat pada UPJA. Karena itu, penggunaan alat tanam dengan caplak dan manual

nantinya akan semakin menurun.

Selanjutnya untuk peralatan panen padi sawah saat ini dilakukan dengan

menggunakan power thresher dan mini combine harvester. Penggunaan power

thresher pada panen padi sawah di Kabupaten Sukoharjo masih tinggi, dengan

jumlah tahun 2014 hingga mencapai 1.639 unit (Tabel 15). Adapun combine

harvester di Sukoharjo hingga tahun 2014 belum tercatat, dan pada akhir tahun

2014 combine harvester yang bersumber dari bantuan pemerintah mulai ada di

Sukoharjo. Jumlah combine harvester hingga awal 2015 berjumlah 4 unit, yaitu 2

unit ukuran besar (terdapat di UPJA Bagyo Mulyo di Desa Dalangan-Tawangsari dan

di UPJA Ngupoyo Makmur di Desa Dukuh-Mojolaban) dan 2 unit ukuran kecil yang

Page 51: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

35

terdapat di UPJA Bagyo Mulyo. Masih terbatasnya penggunaan combine harvester di

Kabupaten Sukoharjo antara lain disebabkan kondisi lahan yang ada, dan harga

combine harvester pun cukup mahal sekitar Rp 400 juta/unit untuk ukuran besar.

Berdasarkan hasil perhitungan rasio luas baku lahan terhadap alsintan

diperoleh informasi bahwa rasio luas lahan terhadap traktor sekitar 16:1. Artinya

setiap traktor yang ada (sebagian besar merupakan traktor roda 2) harus dapat

melayani lahan sekitar 16 ha (Tabel 16). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa

jumlah traktor yang ada di Kabupaten Sukoharjo sudah cukup ideal. Hal ini sejalan

dengan data dari BB Mektan (2014) yang menyatakan bahwa cakupan ideal traktor

roda 2 agar tercapai kondisi impas minimal dapat mengolah lahan antara 11-15

ha/tahun. Saat ini di Kabupaten Sukoharjo semua lahan telah diolah secara

mekanisasi, yaitu dengan menggunakan traktor.

Tabel 15. Jumlah Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Sukoharjo, 2014 dan 2015 (Unit).

Kecamatan Jenis Alsintan (Unit)

Traktor Transplanter Tresher RMU

1. Weru 79 0 58 30

2. Bulu 66 0 18 19

3. Tawangsari 82 4 39 42

4. Sukoharjo 141 0 82 40

5. Nguter 104 0 338 25

6. Bendosari 180 0 395 43

7. Polokarto 142 0 350 96

8. Mojolaban 149 1 248 65

9. Grogol 106 0 511 21

10. Baki 131 0 189 53

11. Gatak 88 0 163 32

12. Kartasura 38 0 131 4

Jumlah 1.306 5 1.639 470

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo (2015).

Lebih lanjut hasil perhitungan rasio luas baku lahan terhadap transplanter

sekitar 4.163: 1. Artinya setiap transplanter yang ada harus dapat melayani lahan

sekitar 4.163 ha (Tabel 16). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa jumlah

transplanter yang ada di Kabupaten Sukoharjo masih sangat kurang. Hal ini sejalan

dengan data dari BB Mektan (2014) yang menyatakan bahwa cakupan ideal

Page 52: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

36

transplanter tercapai kondisi impas minimal dapat melakukan kegiatan tanam sekitar

32 ha/tahun. Oleh karena itu, dalam kegiatan tanam padi sawah di Sukoharjo masih

dominan menggunakan alat tanam seperti dengan caplak dan secara manual

kegiatan tanamnya.

Tabel 16. Rasio Luas lahan dan Jumlah Alsintan di Kabupaten Sukoharjo, 2014.

Rasio Luas Lahan: Alsintan Angka Rasio (ha: unit)

1. Lahan : Traktor 16: 1

2. Lahan : Transplanter 4.163: 1

3. Lahan : Power thresher 13:1

4. Lahan: Combine Harvester 5.203:1 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sukoharjo, diolah (2015).

Rasio luas baku lahan terhadap alat panen power thresher sekitar 13:1. Artinya

setiap power thresher yang ada harus dapat melayani lahan sekitar 13 ha (Tabel

16). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa jumlah power thresher yang ada di

Kabupaten Sukoharjosudah sangat cukup. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

PSEKP di Sulawesi Selatan (2015) yang menyatakan bahwa areal power thresher

dalam setahun (rata-rata sekitar 2 ha/hari dan masa tanam/musim sekitar 15 hari)

sehingga dapat bekerja ideal seluas 30 ha/musim. Oleh karena itu, dalam kegiatan

panen padi sawah di Sukoharjo sebagian besar menggunakan power thresher, dan

sebagian kecil sesuai dengan kondisi dan kesesuaian lahannya telah menggunakan

alat panen mini combine harvester.

Sementara jika dibuat rasio luas baku lahan terhadap alat panen combine

harves tersekitar 5.203:1. Artinya setiap combine harvester yang ada harus dapat

melayani lahan sekitar 5.203 ha (Tabel 16). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa

jumlah combine harvester yang ada di Kabupaten Sukoharjo masih sangat kurang.

Hal ini sejalan dengan data dari BB Mektan (2014) yang menyatakan bahwa cakupan

ideal combine harvester tercapai kondisi impas minimal dapat melakukan kegiatan

panen rata-rata sekitar 35 ha/tahun. Oleh karena itu, dalam kegiatan panen padi

sawah di Sukoharjo masih sangat kecil menggunakan alat panen combine harvester,

dan sebagian besar panen dengan power thresher dan terlebih dengan memakai

sistem tebasan.

Page 53: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

37

Pengembangan Pertanian Melalui Kelembagaan Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA)

Seperti telah diuraikan pada pembahasan di lokasi penelitian lainnya,

Kelembagaan UPJA sesungguhnya telah lama berkembang di Indonesia, tetapi baru

secara formal berkibar sejak dikeluarkannya Permentan No.25/2008 tentang

Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin

Pertanian. Dengan dikeluarkannya Permentan ini, Pemerintah Daerah diberi mandat

untuk membina dan memfasilitasi UPJA yang terdapat di daerahnya masing-masing,

sehingga UPJA tersebut dapat menuju ke arah kelembagaan yang profesional.

UPJA adalah suatu lembaga ekonomi perdesaan yang bergerak di bidang

pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian

untuk mendapatkan keuntungan usaha baik di dalam maupun di luar kelompok tani/

gapoktan. UPJA di Kabupaten Sukoharjo secara kelembagaan jumlahnya masih

terbatas 3 UPJA, yaitu UPJA Bagyo Mulyo di Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari,

UPJA Ngupoyo Makmur di Desa Dukuh, Kecamatan Mojolaban dan UPJA Ngulir Budi

di Desa Krajan, Kecamatan Weru.

Salah satu UPJA yang dikaji adalah UPJA Bagyo Mulya yang berada di Desa

Dalangan,Tawangsari yang berdiri sejak tahun 2013 dan berbadan hukum dengan

akta notaris. UPJA ini telah memiliki beberapa unit alsintan yaitu: (1) Traktor, yang

meliputi 2 unit traktor roda 2 dan 3 unit traktor roda 3, (2) Transplanter: 3 unit, dan

(3) Combine Harvester: 3 unit, yang meliputi 1 combine harvester besar dan 1

combine harvester kecil.

Adapun daerah operasional kegiatan UPJA Bagyo Mulyo meliputi seluruh desa

di Dalangan di Kecamatan Tawangsari dan juga di desa sekitarnya di kecamatan

tersebut. Berkembangnya UPJA Bagyo Mulyo tidak terlepas dari keaktifan dan

soliditas pengurus UPJA terutama Ketuanya. Jumlah pengurus UPJA sebanyak 3

pengurus inti, dan sebanyak 19 orang merupakan pengurus (ketua dan anggota)

UPJA di kelompok seksi operator alsintan, perbengkelan dan pemasaran.

Dalam pengelolaan alsintan oleh UPJA dilakukan secara profesional, dimana

biaya untuk operasional alsintan selalu diupayakan bersumber dari hasil alsintan itu

sendiri dan diupayakan tidak bersumber dari kas UPJA. Hampir setiap bulan UPJA

berkumpul diantara anggota untuk membahas berbagai persoalan yang ada baik

Page 54: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

38

yang menyangkut kegiatan pengelolaan alsintan, kegiatan usahatani dan kegiatan

lainnya terkait UPJA.

3.2.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Panen dan

Pascapanen

Kelembagaan Pengelolaan Usahatani dan Penyediaan Input

Saat ini pengelolaan usahatani pada daerah yang mendapat pelayanan Usaha

Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA) sepenuhnya dilaksanakan oleh petani. Hanya saja

petani menggunakan jasa alsintan untuk melakukan pengolahan tanah, penanaman,

dan pemanenan. Luas lahan sawah di lokasi kajian Desa Dalangan, Tawangsari

mencapai 170 hektar dengan jumlah petani sebanyak 293 petani. Pada lokasi

tersebut, penanaman lahan seluruhnya menggunakan jasa traktor yang ada di desa

tersebut. Jumlah traktor keseluruhan pada UPJA Bagyo Mulyo di desa ini sebesar 5

unit yaitu 2 unit traktor roda 4, dan 3 unit traktor roda 2. UPJA melakukan inisiatif

melakukan pertemuan/rembugan diantara operator traktor dan pemilik lahan

mengenai perencanaan awal pengolahan lahan dan juga rencana tanam selanjutnya.

Pertemuan juga memutuskan mengenai beberapa hal yang mencaku: (a)

menetapkan luas maksimal pelayanan masing-masing traktor roda 2 dan roda 4

bergiliran dimana pada saat awal pengolahan menggunakan traktor besar roda 4,

dan meratakan lahan menggunakan traktor roda 2, dan kapasitas traktor dalam

mengolah lahan rata-rata sekitar 3 ha/hari untuk roda 4 dan 1,5 ha/hari untuk roda

2, serta jumlah hari operasi traktor per musim sekitar 20 hari. Hal ini tentunya

dengan mempertimbangkan jadwal pengaturan air, jadwal tanam, dan jumlah

traktor, (b) menetapkan besaran biaya atau upah traktor untuk pengolahan tanah

sampai siap tanam, dimana untuk tahun 2014/2015 ditetapkan sebesar Rp 1 juta/ha

(sampai siap tanam), yang tidak dibedakan antara musim MT-I (MH) dengan MT-II

(MK1), dan (c) menetapkan larangan adanya traktor dari luar daerah/desa untuk

melakukan pengolahan lahan sawah di Desa Dalangan, hal ini tentu dengan

memperhatikan bahwa jumlah traktor di desa ini masih memungkinkan dapat

dikerjakan oleh UPJA di Desa Dalangan sendiri. Penggunaan traktor di desa ini sudah

terbiasa dan kalau dipandang dari rasio luas lahan sawah dan jumlah traktor yang

ada di UPJA tentu masih harus ditambah jumlahnya, agar operator traktor tidak

bekerja sampai di luar batas jam bekerja.

Page 55: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

39

Sementara itu, terkait dengan pengadaan input seperti benih, pupuk dan

pestisida dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: petani dapat langsung membeli ke

kios saprotan yang resmi sesuai RDKK atau dapat juga memperoleh melalui

kelompok atau gapoktan (dikoordinir). Bagi petani yang langsung membelinya ke

kios saprotan adalah petani yang memiliki sumberdaya modal yang cukup, yang

memang harganya lebih murah namun harus dibayar secara tunai. Sementara petani

yang kurang mampu biasanya memperoleh dari kelompok tani atau gapoktan,

dimana pembayarannya adalah dengan cara dibayar setelah panen, namun

konsekuensinya harga diperhitungkan berbeda (sedikit lebih mahal). Selanjutnya

untuk memperoleh pupuk hampir seluruhnya memperoleh melalui kelompok atau

gapoktan, karena perencanaan pengadaan dan perolehan pupuk menyesuaikan

dengan RDKK yang sudah direncanakan dan dikelola oleh kelompok. Bagi petani

keberadaan kelompok atau gapoktan sangat menolong, terutama jika terjadi

musibah serangan OPT dan kekeringan. Dengan kondisi kegagalan panen, maka

akan ada penangguhan pembayaran sarana produksi ke kelompok atau gapoktan,

yang didalamnya juga merupakan kelompok UPJA.

Dalam hal penggunaan alsintan tanam yaitu transplanter, jumlahnya masih

sangat terbatas. Pengelolaan alat tanam transplanter pada UPJA sudah termasuk di

dalamnya menyediakan benih padi yang telah dijadikan bibit. Pemilihan benih padi,

telah sebelumnya dimusyawarahkan antara petani dengan kelompok UPJA. Varietas

benih padi yang banyak digunakan pada MT I (MH) antara lain: Ciherang, IR 64,

Mekongga dan Situ Bagendit, dan pada saat MT II atau MT III menggunakan benih

varietas: Mekongga, Sidenok, Pertiwi, Mukibat dan Muncul. Sistem persemaian

dengan menggunakan transplanter memerlukan keahlian yang cukup memadai atau

berbeda dengan sistem persemaian tapin (tanam pindah). Dengan demikian adopsi

inovasi khususnya penggunaan varietas unggul dan efisiensi penggunaan benih padi

menjadi sangat ideal jika menggunakan transplanter.

Biaya atau jasa atas sewa transplanter (termasuk benih dan jasa semai) Rp 3

juta/ha. Namun seringkali penggunaan transplanter pada saat MH sering terkendala

oleh kedalaman lumpur sawah. Di samping itu, untuk jasa tanam masih bersaing

dengan kelompok tanam manual, dimana pada kondisi saat ini masih mengharapkan

lapangan pekerjaan untuk kegiatan tanam tersebut. Hal ini mengingat, aktivitas

Page 56: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

40

kegiatan tanam yang dilakukan secara manual berkaitan dengan kesempatan

memanen hasil padi yang ditanamnya.

Penyediaan benih yang berkualitas pada petani atau sawah yang sudah

mendapat palayanan jasa transplanter dapat dilakukan oleh UPJA dan menjadi

bagian usaha UPJA dalam penyediaan benih. Pada luasan 50 hektar, UPJA dapat

melakukan penangkaran benih dari label biru untuk dijadikan label ungu, sehingga

kualitas benih dapat terkontrol, atau UPJA dapat menyesuaikan penggunaan varietas

sesuai dengan perkembangan pasar gabah dan mempertimbangkan eksplosif hama

penyakit. Jumlah benih yang digunakan per hektarnya pun juga dapat dikontrol,

sehingga menjadi lebih efisien dan pertumbuhan anakan akan menjadi lebih baik.

Selain itu, bagi petani yang penggunaan jasa transplanter lebih cepat dan lebih

murah dibanding dengan harus menggunakan jasa tanam manual. Upah jasa tanam

manual cukup mahal yaitu Rp 50.000 bersih per hari, sedangkan jika dengan

pelaksanaan borongan 16 orang, Rp 50.000/orang. Pada tanam manual, petani juga

harus menyiapkan benih dan pengolahan perbenihan sendiri.

Kelembagaan Panen

Pengelolaan panen, di lokasi kajian Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari

bisa dilakukan dengan sistem: (1) tebas, dimana si penebas biasanya memiliki power

thresher dan membawa rombongan rombongan panen sekitar 10-15 orang. Pada

panen sistem tebas, pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit dan

dirontokkan dengan menggunakan power thresher. Seluruh tenaga kerja panen

menjadi tanggung jawab si penebas, dan umumnya penebas berasal dari luar

daerah seperti dari Sragen, Karang Anyar, Demak dan wilayah lainnya; (2) panen

dengan combine harvester, dimana pemilik sawah akan membayar jasa combine

harvester dari kelompok UPJA Bagyo Mulyo. Proporsi petani yang melakukan sistem

panen di Desa Dalangan pada saat musim ke-1 (MH) sekitar 90% menggunakan

sistem tebas, dan sisanya panen dengan combine harvester, sedangkan pada saat

musim ke-2 (MK) hampir seimbang (50%:50%) antara sistem tebas dan panen

dengan combine harvester.

Pada panen sistem tebas, penerimaan petani pada saat musim ke-I berkisar

antara Rp 25 juta- Rp 30 juta/ha, sedangkan pada musim ke-II tingkat penerimaan

petani sekitar Rp 42,5 juta/ha. Harga gabah pada saat MH 2014/2015 sekitar

Page 57: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

41

Rp3.700/kg GKP dan harga gabah pada saat MK sebesar Rp 4.900/kg GKP.

Keuntungan panen padi dengan sistem tebas bagi petani adalah: (1) tidak perlu

mengangkut dan menjemur padi/gabah dari sawah ke rumah; (2) Petani akan

langsung memperoleh uang kontan langsung dari hasil penebasan padinya; (3)

terlebih pada saat musim hujan, petani tidak perlu harus membeli atau menyediakan

alat jemur dan karung untuk menyimpan gabah. Adapun kelemahannya adalah

petani akan memperoleh hasil yang lebih kecil jika harus memanen padi dengan

combine harvester dan kemudian melakukan proses pascapanen dan menjual tatkala

harga lebih tinggi terhadap pedagang pengumpul.

Pada panen dengan combine harvester upah panennya Rp 2 juta/ha. UPJA

yang mengelola mesin combine harvester tersebut penerimaan yang diraih setelah

dipotong BBM, selanjutnya 60% dialokasikan untuk UPJA dan 40% dialokasikan

untuk operator mesin. Menurut kelompok tani, bahwa panen padi dengan alat panen

combine harvester memiliki keuntungan: (1) memperoleh hasil yang lebih tinggi,

karena hasil yang diperoleh kuantitasnya cukup tinggi dibandingkan dengan taksiran

sistem tebas, dan harga saat penjualan juga akan tinggi saat penjualan hasil, dan

(2) petani terbiasa dengan aktivitas pascapanen dan dapat mengetahui secara pasti

berapa produktivitas hasil padi yang dipanennya. Memanen dan membawa pulang

hasilnya, menurut petani memiliki kelemahan: (1) petani harus menyiapkan tenaga

dan biaya untuk mengangkut dan menjemur padi/gabah dari sawah ke rumah; (2)

Petani tidak dapat langsung memperoleh uang kontan dari hasil panennya; (3) pada

saat musim hujan, petani perlu harus menyediakan alat jemur dan karung untuk

menyimpan gabah.

Sementara itu, berdasarkan informasi dari petani bahwa kegiatan panen

dengan mesin combine harvester memiliki kelebihan yaitu: (a) kehilangan hasil

sangat rendah, dibawah 2%, (b) pengerjaannya panen lebih cepat sehingga dapat

hemat biaya panen, (c) jumlah tenaga kerja pemanen akan lebih sedikit sehingga

efisiensi biaya panen.

Kelembagaan Pascapanen

Petani yang memanen dengan alat combine harvester sebagian besar biasanya

menjual hasilnya dalam bentuk gabah kering panen (GKP), setelah mereka

menyisihkan gabah untuk keperluan rumah tangganya. Penjemuran padi dilakukan

Page 58: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

42

di sawah pada saat MT-II dan dilakukan di rumah pada saat musim ke-I. Padi yang

telah dijemur sekitar 3-4 hari umumnya akan dijual ke pedagang pengumpul yang

datang setiap saat atau ke pedagang/bandar yang ada di desa sekitar.

Para pedagang pengumpul yang membeli gabah dari petani selanjutnya akan

menjual gabah ke pedagang besar atau ke penggilingan padi. Pada

pedagang/bandar yang memiliki penggilingan padi, akan menjemur kembali padi

yang diperolehnya dan kemudian digiling menjadi beras. Beras yang dihasilkan

selanjutnya akan dijual ke berbagai tujuan.

3.3. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten

Blora, Jawa tengah

3.3.1. Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan

Percontohan Pertanian Modern (PPM) di Kabupaten Blora terletak di Desa

Gabusan, Kecamatan Jati. Berbeda dengan dua lokasi lainnya, PPM di Desa

Gabusan dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan. Kepala Dinas Pertanian

Perkebunan Peternakan Perikanan, Kabupaten Blora menyatakan bahwa pemilihan

lokasi tersebut didasarkan pada pertimbangan : (1) Hamparan bagus, datar dan luas

sehingga memenuhi persyaratan untuk dijadikan percontohan; (2) Petani-petani

yang ada di wilayah tersebut ulet dan rajin dalam bertani, bahkan saat musim kering

tetap bertani dengan cara menyiram tanamannya; (3) Ingin ada perubahan di

wilayah tersebut. Dengan menempatkan lokasi PPM di sana, perhatian terhadap

lokasi tersebut diharapkan meningkat, khususnya perhatian untuk mengalokasikan

dana untuk pembangunan irigasi (untuk penyediaan air). Di lokasi tersebut telah

ada rehabilitasi embung, namun jangkauan pengairannya belum sampai ke lokasi

dilaksanakannya PPM. Tahun 2015 ini ada dana DAK yang dialokasikan untuk

prasarana irigasi, namun belum diketahui jangkauannya. Pertamina pernah

melakukan pengeboran minyak di daerah tersebut, namun yang keluar bukan

minyak melainkan air. Bupati minta agar air tersebut bisa dimanfaatkan untuk irigasi.

Hasil pemeriksaan debit air kurang besar namun di wilayah tersebut kemungkinan

ada sumber air. Dengan masukkan program PPM diharapkan tertata upaya-upaya

untuk mencari sumber air di wilayah ini.

Petani yang terlibat dalam kegiatan PPM di Desa Gabusan adalah petani

pemilik dan penggarap. Rata-rata pemilikan lahan kurang dari 0,5 ha/KK, dengan

Page 59: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

43

pemilikan terluas 2 ha. Pola tanam yang biasa dilakukan oleh petani adalah padi-

padi- palawija (jagung/kacang hijau)-(kedele). Pertanaman dilakukan 3-4 kali

dalam setahun, namun tanam ke-4 hanya dilakukan jika air tersedia. Teknik tanam

sangat unik dan tidak biasa yaitu menanami retakan lahan, tanpa olah tanah. Tanam

ke-3, umumnya komoditas jagung, sebenarnya juga ditanam dalam kondisi kurang

air, sehingga petani melakukan penyiraman sebanyak tiga kali, masing-masing

sebanyak 1 gelas per rumpun, sehingga total tiga gelas per rumpun dalam semusim.

Air diperoleh dari sumur yang digali petani di tepi lahannya.

Konsolidasi lahan merupakan bagian yang berat dari semua tahapan

pelaksanaan PPM. Rencana untuk menghilangkan tanggul umumnya tidak disetujui

oleh petani, karena yang paling dikhawatirkan oleh petani adalah hilangnya batas

lahan miliknya. Sekalipun batas akan ditandai dengan menggunakan alat GPS,

umumnya petani tidak setuju menghilangkan tanggul yang berbatasan dengan milik

orang lain. Berdasarkan kesepakatan petani dan semua pihak yang mendukung

pelaksanaan PPM maka konsolidasi lahan dilakukan secara bertahap. Pertama,

tanggul diperlebar dari 40 cm menjadi 180 cm, agar alsin bisa masuk, dan sekaligus

berfungsi sebagai jalan usahatani. Kegiatan ini dilakukan secara swadaya. Kedua,

menghilangkan galengan. Tidak semua galengan dihilangkan, karena galengan

berfungsi sebagai batas pemilikan dan untuk menahan air. Galengan bisa

dihilangkan jika hamparan yang berdekatan milik satu orang. Jika tidak, maka

galengan hanya dibuat lebih kecil dari 40 cm menjadi 20 – 25 cm dan ketinggiannya

diturunkan 10 cm. Kegiatan ini pun dilakukan secara swadaya.

3.3.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian

Analisis Manfaat Usahatani

Penggunaan alsin menghemat waktu cukup banyak, sehingga bisa dilaksanakan

tanam serempak dalam waktu seminggu. Biasanya pekerjaan tersebut selesai lebih

dari dua pekan. Demikian juga dengan tenaga kerja, masuknya alsin menghemat

penggunaan tenaga kerja, yang mulai langka di daerah tersebut. Penggunaan alsin

mempercepat pekerjaan secara singnifikan, contohnya untuk olah tanah dengan

menggunakan TR2 biasa selesai 24 jam (3 hari) dengan tenaga kerja 6 HOK, dengan

TR4 bisa selesai dalam 14 jam dengan tenaga kerja 1,5 HOK. Selain itu, dengan

Page 60: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

44

penggunaan mekanisasi, biaya usahatani berkurang antara lain karena pengurangan

jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usahatani (Tabel 16).

Tabel 17. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern (PPM) dan

Petani di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, MH 2014/2015 (Rp/ha)

No. Uraian PPM (A)

Non-PPM (B) Perubahan (A-B) %

A Biaya

I Sarana produksi Benih (kg) 200,000 400.000 -50.00

Pupuk (kg) - Urea 180.000 180.000 0

- NPK 345.000 440.000 -21.29

- PPC/POC (liter) 60.000 0 100.00

- pupuk kandang 500.000 50.000 900.00

Obat-obatan 225.000 200.000 12.50

Subtotal 1.510.000 1.270.000 18.90

II Tenaga kerja

Olah tanah 763.000 810.000 -5.80

Menggaru/meratakan tanah 0 170.000 -100.00

Merapikan pematang 120.000 170.000 -29.41

Persemaian 260.000 520.000 -50.00

Cabut dan angkut bibit 0 130.000 -100.00

Tanam 742.000 954.340 -22.25

Pemupukan 170.000 170.000 0

Penyiangan 720.000 720.000 0

Penyemprotan 75.000 75.000 0

Panen + perontokkan 1.995.000 2.400.900 -16.91

Subtotal 4.845.000 7.440.000 -34.88

III Lainnya

- pajak lahan/musim 30.000 30.000 0

- pengairan (tadah hujan) 0 0 0

- sewa lahan/musim 1.000.000 1.000.000 0

Subtotal 1.030.000 1.030.000 0

Biaya tunai 6.050.000 8.145.000 -25.72

Biaya total 7.385.000 9.740.000 -24.18

B Penerimaan 24.600.000 20.100.000 22.39

C Keuntungan atas biaya tunai 18.550.000 13.274.000 39.74

Keuntungan atas biaya total 17.215.000 11.679.760 47.39

RCR atas biaya tunai 4.07 2.94 38.44

RCR atas biaya total 3.33 2.39 39.33 Sumber data : Hasil wawancara dengan petani Desa Gabusan, Kab Blora, 2015

Page 61: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

45

Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa usahatani padi pada PPM dengan

menggunakan alat mekanisasi pertanian lebih efisien dan lebih menguntungkan.

Total biaya produksi pada pertanian modern lebih rendah yakni Rp 7,385 juta/ha,

sementara pada pertanian nonmodern mencapai Rp 8,42 juta/ha, turun sekitar

12%. Nilai produksi pada pertanian modern mencapai Rp 24,6 juta/ha, sedangkan

pada nonmodern hanya Rp 20,1 juta/ha, naik sekitar 22%.

Produktivitas pada PPM meningkat akibat adanya inovasi baru dalam

penggunaan bibit dan teknologi budi daya serta pengawalan yang baik. Hasil ubinan

pada teknologi PPM mencapai 8,2 ton per ha sedangkan pada teknologi petani

hanya mencapai 6,7 ton per ha. Peningkatan produksi per ha juga bisa disebabkan

dengan penggunaan alat panen modern (combine harvester). Kehilangan hasil

akibat panen yang berkisar antara 10-20%, bisa ditekan dengan menggunakan

combine harvester menjadi kurang dari 10%. Kedua hal tersebut telah

meningkatkan penerimaan petani sebesar 22,39 persen dibandingkan sebelumnya,

sehingga tingkat keuntungan pada pertanian modern lebih tinggi (Rp 17,215

juta/hektar) dibanding dengan nonmodern (Rp 11,679 juta/hektar).

Di samping terjadi efisiensi dalam penggunaan biaya produksi, juga pada

pertanian modern kuantitas produksi dan kualitas produksi lebih baik. Peningkatan

kuantitas produksi lebih disebabkan karena kehilangan panen menjadi rendah

sehingga produksi meningkat, sedangkan peningkatan kualitas panen karena

menggunakan combine harvester gabah langsung di-blower sehingga kebernasan

gabah menjadi lebih bagus.

Analisis Manfaat Usaha Alsintan

Analisis Usaha Traktor Pada UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora Lokasi PPM di Kabupaten Blora ditempatkan pada areal sawah tadah hujan,

berbeda dengan dua lokasi lainnya yang ditempatkan pada areal sawah irigasi

teknis. Penggunaan dan pengusahaan alsintan di areal tadah hujan, dianggap bisa

membantu meningkatkan kenaikan produksi dengan mempercepat olah tanah dan

panen. Ketersediaan air hujan merupakan hal yang sangat penting di lokasi ini.

Penggunaan traktor besar bisa mempercepat pengolahan tanah untuk mengejar

hujan untuk penanaman padi.

Page 62: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

46

Kemampuan traktor tangan/kecil (roda 2) ini hanya dapat mengolah lahan

sekitar 16 jam/ha atau 2 hari per ha. Sedangkan traktor besar bisa mengolah tanah

2,5 ha per hari atau 4 jam per ha. Seperti halnya di Soppeng dan Sukoharjo, dalam

pengolahan lahan petani mengkombinasikan traktor besar dan kecil. Pada saat

pengolahan lahan awal menggunakan traktor besar, dan untuk meratakannya

menggunakan traktor kecil.

Kapasitas traktor tangan yang diusahakan saat ini adalah 60 hari per tahun

atau 120 ha per tahun. Harga traktor adalah Rp 20 juta dengan umur ekonomis 10

tahun. Harga sewa traktor yang berlaku di lokasi ini adalah Rp 750.000 per ha

untuk traktor kecil. Pada tabel 18 terlihat bahwa total biaya pengusahaan traktor

kecil adalah Rp 447.240 per ha. Komponen biaya terbesar adalah operator,

penyusutan dan BBM. Keuntungan yang diperoleh dari usaha ini adalah Rp

302.760, dan R/C rati0 dari usaha ini adalah 1,68 Usaha ini dianggap cukup

menguntungkan. Usaha ini bisa dikembangkan dengan meningkatkan jumlah

pendapatan dari sewa atau memperluas jaringan kerja.

Tabel 18. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor Tangan di UPJA Desa Gabusan,

Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume

Harga/ satuan(Rp)

Nilai (Rp) Pangsa

(%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 10,4 7.500 78.000 17,44

1.2. Oli dan pelumas 12.240 2,74

1.3. Pemeliharaan dan

perawatan 30.000

6,71

1.4. Penyusutan 127.000 28,40

1.5. Operator 200.000 44,72

1.6.Total 447.240 100,00

2 Pendapatan dari Sewa Ha 1 750.000 750.000

3 Keuntungan 302.760

4 R/C rasio 1,68 Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Desa Gabusan,Kab. Blora, 2015

Traktor besar belum lama diperkenalkan, walaupun demikian petani sangat

menyukainya karena dapat bekerja lebih cepat. Usaha penyewaan traktor besar ini

mempunyai prospek dalam peningkatan pendapatan UPJA. Pada tabel 19 dibawah

ini, terlihat bahwa R/C rasio pengusahaan traktor besar cukup besar yaitu 1,40

Total biaya yang operasional alsintan ini adalah Rp 528.900 per ha, terbesar adalah

Page 63: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

47

untuk komponen operator dan penyusutan. Pendapatan dari sewa adalah Rp

742.857 per ha, jadi keuntungannya bisa mencapai Rp 213.957 per ha.

Tabel 19. Struktur ongkos dan sewa TR-4 di UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati,

Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume

Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp)

Pangsa

(%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 12 7.500 90.000 17,02

1.2. Oli dan pelumas Liter 54.000 10,21

1.3. Pemeliharaan dan perawatan

Unit 46.250 8,74

1.4. Penyusutan - 138.650 26,21

1.5. Operator - 200.000 37,81

1.6.Total - 528.900 100,00

2 Pendapatan dari Sewa Ha 1 742.857 742.857

3 Keuntungan - 213.957

4 R/C rasio 1,40

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Desa Gabusan,Kab. Blora, 2015

Saat ini kapasitas kerjanya masih sebanyak 74 hari per tahun atau 185 ha per

tahun. Untuk mengembangkan pendapatan, UPJA bisa meningkatkan kapasitas

kerja alat dengan memperluas jaringan kerja dan meningkatkan biaya sewa.

Analisis Usaha Transplanter pada UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora.

Transplanter merupakan jenis alsin yang relatif baru diperkenalkan di Desa

Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, namun petani setempat menyukainya.

Alasanya adalah dapat mengurangi tenaga kerja tanam dan mempercepat

pertanaman terutama pada sawah tadah hujan, dimana petani harus mengejar

waktu tanam pada saat ada air. Kapasitas kerja transplanter di Desa Gabusan saat

ini baru mencapai 18 hari kerja, dan hanya menyewakan alat tanpa membuat

pembibitan. Bibit disediakan sendiri oleh petani.

Usaha jasa penyewaan transplanter cukup menguntungkan dengan nilai R/C

rasio 1,44 (Tabel 20). Nilai sewa per hektar adalah Rp 685.714, total biaya

operasional yang dikeluarkan adalah Rp 475.833 per ha dan keuntungan yang

diperoleh adalah Rp 209.881 per ha. Komponen biaya usaha terbesar adalah biaya

operator (42,03%) dan penyusutan (35,90%).

Page 64: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

48

Tabel 20. Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume

Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp)

Pangsa

(%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 10 7.500 75.000 15,76

1.2. Oli dan pelumas 20.000 4,20

1.3. Pemeliharaan dan perawatan

10.000 2,10

1.4. Penyusutan 170.833 35,90

1.5. Operator 200.000 42,03

1.6.Total 475.833 100,00

2 Pendapatan dari Sewa Ha 1 685.714 685.714

3 Keuntungan 209.881

4 R/C rasio 1,44

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Desa Gabusan,Kab. Blora, 2015

Penggunaan alsin transplanter belum seluas penggunaan traktor dan

combine harvester. Upaya untuk meningkatkan keuntungan dari jasa sewa

transplanter dapat dilakukan dengan memperluas jaringan kerja, meningkatkan nilai

sewa dan usaha diversifikasi lainnya misalnya dengan menyediakan bibit padi.

Analisis Usaha Combine Harvester Pada UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora.

Combine Harvester merupakan alat panen yang sangat dibutuhkan petani di

Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora. Saat ini pengusahaan combine

harvester masih terbatas pada wilayah di sekitar Desa Gabusan. Kapasitas bisa

diperluas dengan membangun jarngan kerja dengan petani di wilayah lain yang

waktu panennya sedikit berbeda dengan wilayah Desa Gabusan. Saat ini kapasitas

kerja combine harvester baru mencapai 60 hari kerja per tahun, dengan kapasitas

kerja 5 jam per ha sehari bisa melayani 2 ha sehingga dalam setahun bisa melayani

kira-kira 120 ha. Harga combine harvester yang diusahakan UPJA Desa Gabusan

adalah Rp 280 juta, dengan umur ekonomis 10 tahun. Nilai sewa sebesar Rp

1.800.000 per ha.

Komponen biaya terbesar adalah upah operator yang mencapai hampir 63%

dari total biaya. Ongkos ini nantinya akan dibagikan kepada tim operator yang bisa

mencapai 7-8 orang. Tugas tim operator combine harvester di wilayah ini memanen

dan memasukkan gabah ke dalam karung, namun tidak sampai menjahitnya.

Page 65: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

49

Tabel 21. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume

Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp)

Pangsa

(%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 10 7.500 75.000 5,90

1.2. Oli dan pelumas 20.000 1,57

1.3. Pemeliharaan dan perawatan

166.667 13,11

1.4. Penyusutan 210.000 16,51

1.5. Operator 800.000 62,91

1.6.Total 1.271.667 100,00

2 Pendapatan dari Sewa Ha 1 1.800.000 1.800.000

3 Keuntungan 528.333

4 R/C rasio 1,42

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Desa Gabusan,Kab. Blora, 2015

Berdasarkan hasil analisis finansial pengusahaan combine harvester di Desa

Jati, diperoleh R/C rasio sebesar 1,42. Total biaya operasional penyewaan combine

harvester adalah Rp 1.271.667 per ha. Keuntungan bisa diperbesar dengan

meningkatkan jaringan kerja sehingga kapasitas kerja combine ini lebih besar.

3.3.3. Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan Pengembangan

Unit Pengelola Jasa Alsintan (UPJA) Jasa Karya Utama (JKU) adalah salah satu

pelaku utama dalam pengelolaan alsin di lahan percontohan pertanian modern

(PPM) di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora. Awalnya UPJA ini

merupakan bagian dari gapoktan, dan selanjutnya dalam rangka menyongsong

pelaksanaan PPM, dibentuk UPJA yang pengelolaannya terpisah dari gapoktan.

Struktur kepengurusan terdiri dari : manager, sekretaris, bendahara, seksi humas,

seksi perlengkapan dan koordinator operator, seksi usaha dan teknisi. Beberapa

pengurus UPJA JKU pernah belajar mengenai manajemen pengelolaan UPJA di

Cilacap dan melakukan studi banding ke Sukoharjo.

Sebelum ada bantuan, UPJA ini tidak memiliki alsin, namun beberapa petani

yang menjadi anggota Gapoktan memiliki alsin berupa hand tractor dan pompa air.

Setelah terbentuk UPJA, alsin milik gapoktan berupa traktor roda 4, diserahkan

pengelolaannya kepada UPJA karena gapoktan tidak memiliki operator.

Dalam rangka pelaksanaan PPM, UPJA ini mendapat alokasi dana bantuan

senilai Rp1,4 M, yang digunakan untuk pengadaan: (1) Alsintan : 2 unit traktor roda

Page 66: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

50

4 + Rotary, 3 unit Rice Transplanter, 2 unit Combine Harvester serta 1 paket

peralatan perbengkelan senilai Rp.1.000.000.000,- (2) paket UPPO senilai Rp.

400.000.000,- yang diperumtukkan : rumah kompos, konstruksi, penyediaan alat

dan mesin (APPO 2 unit dan kendaraan roda 3 sebanyak 2 unit), kandang 2 unit,

ternak sapi 20 ekor, dan obat-obatan 2 paket. Bantuan diterima dalam bentuk dana

tunai yang langsung ditransfer ke rekening UPJA, selanjutnya pengurus UPJA yang

membeli alsin sesuai rencana usulan kegiatan yang telah disetujui oleh Direktorat

PSP.

Tabel 22. Alsin yang Dimiliki UPJA Jasa Karya Utama dan Sumbernya (September 2015)

Jenis Jumlah

(unit)

Sumber pengadaan

Traktor roda 4+rotary 3 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM 2 unit, dan 1 unit

milik Gapoktan Sido Rukun

Rice Transplanter 3 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM, 2 unit; dan

APBD 1 unit

Combine harvester 2 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Alat angkut (Viar) 2 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Peralatan bengkel 1 set Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Desa Gabusan,Kab. Blora, 2015

Aturan main yang diterapkan dalam penggunaan jasa alsin yang dikelola oleh

UPJA Jasa Karya Utama ditentukan melalui rapat yang dihadiri oleh pengurus UPJA,

pengurus dan anggota Gapoktan Sido Rukun, aparat desa, aparat Dinas terkait

tingkat kecamatan dan kabupaten. Berdasarkan hasil kesepakatan dalam

pertemuan yang diadakan menjelang awal musim, maka ditetapkan sewa alsin

sebagai yang terlihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Nilai Sewa Alsin yang berlaku di UPJA Jasa Karya Utama, Kab. Blora, 2015

Nama alat Biaya sewa Bentuk pembayaran

Traktor roda 4+rotary MH : Rp 520.000/bau(Rp 742.857/ha)

MK: Rp 400.000/bau (Rp 571.429/ha)

Tunai

Rice Transplanter Rp 480.000/bau (Rp 685.714/ha) Tunai

Combine harvester Rp 1.400.000/bau (Rp 1.800.000/ha) Tunai

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Desa Gabusan,Kab. Blora, 2015

Perubahan dalam besaran upah terkait dengan perubahan harga bahan bakar

minyak. Aturan main mengenai sewa alsin ditaati oleh petani pengguna jasa, dan

petani membayarnya dengan tertib, dan pembayaran dilakukan secara tunai setelah

Page 67: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

51

pekerjaan selesai. Khusus untuk sewa traktor, terdapat selisih Rp120.000/bau (lebih

murah) untuk penggunaan jasa di musim kemarau karena pengolahan lahan bisa

dilakukan dengan lebih cepat, dan hanya sekali bajak lahan sudah siap tanam.

Selain pertemuan yang dilakukan menjelang musim tanam, pertemuan rutin juga

dilakukan oleh UPJA yaitu pada malam tanggal 25 setiap bulan. Kegiatan diisi

dengan arisan, dan membahas kegiatan pertanian secara umum.

Alsin yang belum dimiliki oleh UPJA Jasa Karya Utama adalah pompa.

Mengingat kondisi lahan sawah di wilayah Gabusan dan sekitarnya adalah sawah

tadah hujan, maka pompa air sangat dibutuhkan untuk mengairi lahan di luar usim

hujan. Selama ini sumur yang digali di tepi sawah menjadi andalan untuk mengairi

lahan saat musim kering. Sumur-sumur tersebut merupakan swadaya masyarakat

dan dari program P4MI.

UPJA JKU memiliki seorang teknisi yang bertugas menangani kerusakan atau

perbaikan alat dan mesin, dan telah memiliki peralatan bengkel yang berasal dari

paket bantuan PPM. Mengingat bahwa UPJA JKU belum lama beroperasi, dan

peralatan alsin juga masih baru (belum setahun), belum ada kerusakan pada alsin

yang dimiliki.

3.3.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran

Petani di lokasi percontohan PPM umumnya adalah petani pemilik penggarap,

dan dengan posisi demikian petani memiliki wewenang dalam pengambilan

keputusan usahataninya. Hal ini relatif lebih memudahkan dalam mencapai

kesepakatan, misalnya untuk berswadaya memperlebar tanggul menjadi semacam

jalan usahatani untuk memperlancar keluar masuk alsin, dan untuk berswadaya

membongkar tanggul miliknya.

Petani memiliki peran sentral dalam pengelolaan usahatani, sebelum, selama,

maupun sesudah pelaksanaan PPM. Perbedaan terletak pada penggunaan alsin,

penggunaan sarana produksi, dan pengelolaan waktunya. Alsin yang digunakan

dalam pelaksanaan PPM memiliki kapasitas lebih besar dibandingkan yang biasa

digunakan petani, dan pengelolaannya sudah dilakukan oleh UPJA. Sebelumnya,

alsin yang digunakan petani hanya berupa hand tractor, yang merupakan milik

pribadi atau sewa dari prorangan.

Page 68: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

52

Tabel 24. Pelaku dalam Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran Secara Konvensional dan Percontohan Pertanian Modern di Blora, 2015

Tahapan pekerjaan Konvensional Percontohan Pertanian

Modern

Pengelolaan usahatani

- Olah tanah Petani, menggunakan TR2 milik sendiri atau sewa

Dikoordinir oleh pelaksana perconcohan, menggunakan

TR4 dan TR2

- Persemaian Petani, dilakukan secara individu. Benih dibeli sendiri.

Petani, dilakukan secara individu, UPJA sediakan tray. Benih dari program optimasi

lahan

- Tanam Petani, menggunakan jasa kelompok tanam. Cabut dan angkut benih dilakukan oleh

orang yang berbeda.

Dikoordinasikan oleh pelaksana percontohan agar tanam serempak, menggunakan rice transplanter, angkut benih pemilik lahan dan operator

- Pemeliharaan Petani, dengan atau tanpa dibantu buruh tani.

Pupuk swadaya

Petani, dengan atau tanpa dibantu buruh tani

Pupuk dari program estimasi lahan untuk pelaksanaan PPM

Penyediaan Input

- Benih Petani, secara individu Petani, melalui kelompok tani/ gapoktan, program optimasi

lahan terkait pelaksanaan percontohan PPM.

- Pupuk Petani, melalui kelompok tani/gapoktan, swadaya.

Sda

- Obat-obatan Petani, secara individu,

swadaya

Sda

- Alsin Petani secara individu, menggunakan alsin milik sendiri atau sewa jasa alsin

milik perorangan

UPJA, dengan alat milik UPJA dan bantuan dari Dit PSP.

Panen, Pascapanen Petani secara individu, dibantu jasa kelompok pemanen, kegiatan ngarit-

angkut.

Dikoodinir oleh pelaksana percontohan, menggunakan combine harvester untuk

panen, perontokkan, dan pengarungan.

Pemasaran Petani menjual ke tengkulak yang datang dari rumah ke

rumah

Petani menjual ke tengkulak yang datang dari rumah ke

rumah

Pengadaan sarana produksi biasanya dilakukan oleh petani secara individu,

sedangkan dalam PPM pengadaan sarana produksi ditangani oleh gapoktan dan

poktan. Petani bertanggung jawab dalam aplikasi di lahan masing-masing, dengan

pendampingan yang intensif dari pihak terkait (penyuluh, TNI, aparat desa, aparat

Page 69: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

53

dinas kecamatan sampai pusat). Sekalipun dilakukan secara individu, pengadaan

sarana produksi menurut petani tidak mengalami hambatan, sarana produksi mudah

dicari di kios-kios sekitar desa.

Keserempakan dalam olah tanah dan tanam menjadi faktor kunci dalam PPM.

Jika biasanya petani bebas dalam menyelesaikan pengolahan lahannya dan tanam,

maka dalam PPM seluruh proses tersebut ditargetkan selesai dalam seminggu.

Tanam tidak bisa benar-benar dilakukan dalam satu tahap,melainkan tiga tahap,

dimana tahap pertama 58 %, kedua 36 %, dan ketiga 6%.

Sarana produksi untuk kegiatan PPM seluas 100 ha di Desa Gabusan,

Kecamatan Jati berasal dari bansos Program Optimasi Lahan senilai Rp 205 juta.

Gapoktan berperan dalam mengusulkan dan menerima bansos Optimasi Lahan

tersebut, dan mendistribusikannya kepada petani yang terlibat dalam kegiatan PPM

melalui kelompoknya masing-masing. Aplikasi sarana produksi tersebut di lahan

usahatani menjadi tanggung jawab petani pemilik/penggarap masing-masing.

Tabel 25. Jenis, Jumlah, dan Nilai Sarana Produksi untuk kegiatan Optimasi Lahan seluas 100 ha di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015.

Jenis sarana produksi Jumlah Harga satuan

(Rp/satuan)

Nilai

(Rp000)

Benih padi (kg) 2.500 8.000 20.000

Pupuk kompos/organik

(kg)

100.000 600 50.000

Pupuk Urea (kg) 10.000 1.800 18.000

Pupuk NPK (kg) 15.000 2.300 34.500

PPC/POC (liter) 1.500 40.000 60.000

Pestisida (liter atau kg) 300 75.000 22.500

Total 205.000 Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan Desa Gabusan, Kab. Blora, 2015

Paket Optimasi Lahan tersebut nampaknya sama, di Soppeng, Blora, dan

Sukoharjo, baik dalam jenis, jumlah dan nilainya. Hal itu berarti penyediaan paket

tersebut tidak didasarkan pada kondisi spesifik lokasi tanah (berdasarkan uji

kandungan unsur hara tanah).

Seperti telah dikemukakan diatas, aplikasi benih berbeda antara yang

dipraktikkan petani dengan PPM, yaitu 40 kg/ha yang biasa dilakukan oleh petani,

sedangkan PPM 25 kg/ha.Aplikasi pupuk dan pestisida terdapat perbedaan antara

keduanya.Pupuk yang diaplikasikan petani jauh lebih banyak dibandingkan PPM,

terutama dalam penggunaan Urea (petani 250kg/ha, PPM 100 kg/ha) dan petani

Page 70: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

54

menggunakan Phonska hingga 300kg/ha sedangkan PPM menggunakan NPK 150

kg/ha. Penggunaan pupuk kandang sudah biasa dilakukan oleh petani setempat,

karena rata-rata memelihara sapi/kambing, hanya saja pupuk kandang yang

digunakan petani berupa kotoran ternak yang langsung diletakkan di lahan tanpa

proses pengolahan (fermentasi) lebih dulu.

Hasil panen dijual kepada tengkulak yang datang ke rumah-rumah. Belum

ada kegiatan pemasaran bersama, baik yang dikelola oleh poktan maupun gapoktan.

Dalam pelaksanaan PPM hingga musim berikutnya belum ada introduksi

kelembagaan terkait pemasaran hasil.

3.4. Pengembangan Mekanisasi Pertanian di Kabupaten Cilacap

3.4.1. Perkembangan Pertanian dan Dukungan Mekanisasi

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap (2015),

diketahui bahwa dalam kurun waktu 2011-2014 luas panen padi sawah mengalami

peningkatan tipis sebesar 1,39 %/tahun, yaitu dari 126,28 ribu ha pada tahun 2011

menjadi 129,22 ribu ha pada tahun 2014. Akibat peningkatan luas panen tersebut,

produksinya meningkat sebesar 0,56 %/tahun, yaitu dari 765,87 ribu ton pada tahun

2011 menjad 793,34 ribu ton pada tahun 2013 dan sedikit menurun menjadi 761,57

ribu ton pada tahun 2014. Sementara produktivitasnya selama kurun waktu tersebut

mengalami penurunan sebesar 0,82 %/tahun.

Tabel 26. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di

Kabupaten Cilacap, 2011-2014

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ha)

2011 126.283 765.875 6,06

2012 122.989 737.497 6,00

2013 131.851 793.337 6,02

2014 129.222 761.571 5,89

r (%/tahun) 1,39 0,56 -0,82 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap (2015).

Kondisi perkembangan pertanaman padi sawah di Kabupaten Cilacap tentu

tidak terlepas dari kesungguhan petani dalam mengelolaan lahan pertaniannya,

keberadaan baku lahan sawah yang ada saat ini, dukungan ketersediaan air irigasi

dan dukungan alat mesin pertanian. Pada analisis ini, yang akan ditelaah lebih lanjut

Page 71: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

55

sesuai keperluan kajian dan data yang diperoleh adalah terkait kondisi baku lahan

sawah yang ada dan mekanisasi pertanian.

Bila ditelusuri atas luas baku lahan sawah berdasarkan frekuensi tanam padi,

maka diperoleh informasi bahwa dari total baku sawah 64.520 ha sebagian besarnya

(88,56%) telah ditanami padi 2 kali dalam setahun. Sementara lahan sawah yang

dapat ditanami padi hingga 3 kali dalam setahun hanya sekitar 6,48%, dan sisanya

ditanami padi sekitar 1 kali dalam satu tahun (Dinas Pertanian dan Peternakan

Kabupaten Cilacap, 2015).

Tabel 27. Luas Baku Lahan Sawah Berdasarkan Frekuensi Tanam Padi di Kabupaten Cilacap, 2014.

Uraian Luas (Ha) Persen (%)

1. Ditanam Padi > 3 kali 4.180 6,48

2. Ditanam Padi 2 kali 57.140 88,56

3. Ditanam Padi <= 1 kali 3.200 4,96

Total 64.520 100 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap (2015).

Di Kabupaten Cilacap, perkembangan mekanisasi pertanian cukup pesat

dimana salah satunya ditandai oleh semakin berkembangnya penggunaan alat mesin

pertanian, baik untuk pengolahan lahan, tanam dan panen hasil pertanian.

Berdasarkan data hingga posisi tahun 2014, jumlah traktor yang ada mencapai

3.391 unit yang tersebar di 24 kecamatan dan pada tahun 2015 terdapat tambahan

traktor sebanyak 25 unit. Sebagian besar traktor tersebut adalah traktor roda 2 yang

lebih fleksibel dalam penggunaannya terutama pada lahan sawah dengan tofografi

yang berteras.

Tabel 28. Jumlah Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Cilacap, 2014 dan 2015

(Unit)

Uraian Posisi Hingga 2014 Pengadaan 2015 Total

1. Traktor

a. Besar (R4) 2 15 17

b. Kecil (R2) 3.389 10 3.399

Total Traktor 3.391 25 3.416

2. Transplanter 6 2 8

3. Power thresher 2.678 8 2.686

4. Mini Combine Harvester 8 1 9 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap (2015).

Page 72: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

56

Aktivitas tanam pun di Cilacap saat ini dominan telah menggunakan alat

transplanter yang jumlahnya masih terbatas yaitu sekitar 6 unit, dan terdapat

tambahan pada tahun 2015 sebanyak 2 unit. Karena itu, penggunaan alat tanam

dengan caplak dan manual nantinya akan semakin menurun.

Selanjutnya untuk peralatan panen padi sawah saat ini dilakukan dengan

menggunakan power thresher dan mini combine harvester. Penggunaan power

thresher pada panen padi sawah di Kabupaten Cilacap masih tinggi, dengan jumlah

tahun 2014 hingga mencapai 2.678 unit dan tambahan tahun 2015 sebanyak 8 unit.

Adapun combine harvester di Cilacap hingga tahun 2014 baru sekitar 8 unit, dan

terdapat tambahan 1 unit pada tahun 2015. Masih terbatasnya penggunaan combine

harvester di Kabupaten Cilacap antara lain disebabkan kondisi lahan yang ada, dan

harga combine harvester pun cukup mahal sekitar Rp 280 juta/unit untuk ukuran 60

PK. Combine harvester tidak bisa digunakan bila kondisi lahannya adalah lahan

basah dengan kedalaman > 20 cm dan kondisi tanah di bawahnya lembek.

Berdasarkan hasil perhitungan rasio luas baku lahan terhadap alsintan

diperoleh informasi bahwa rasio luas lahan terhadap traktor sekitar 19 : 1. Artinya

setiap traktor yang ada (sebagian besar merupakan traktor roda 2) harus dapat

melayani lahan sekitar 20 ha (Tabel 29). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa

jumlah traktor yang ada di Kabupaten Cilacap sudah mendekati ideal. Hal ini sejalan

dengan data dari BB Mektan (2014) yang menyatakan bahwa cakupan ideal traktor

roda 2 agar tercapai kondisi impas minimal dapat mengolah lahan antara 11-15

ha/tahun. Saat ini di Kabupaten Cilacap semua lahan telah diolah secara mekanisasi,

yaitu dengan menggunakan traktor.

Tabel 29. Rasio Luas lahan dan Jumlah Alsintan di Kabupaten Cilacap, 2015

Rasio Luas Lahan: Alsintan Angka Rasio (ha: unit)

1. Lahan : Traktor 19 : 1

2. Lahan : Transplanter 8.065 : 1

3. Lahan : Power thresher 24 : 1

4. Lahan : Combine Harvester 50 : 1 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap, diolah (2015).

Lebih lanjut hasil perhitungan rasio luas baku lahan terhadap transplanter

sekitar 8.065 : 1. Artinya setiap trasplanter yang ada harus dapat melayani lahan

Page 73: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

57

sekitar 8.065 ha (Tabel 29). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa jumlah

transplanter yang ada di Kabupaten Cilacap masih sangat kurang. Hal ini sejalan

dengan data dari BB Mektan (2014) yang menyatakan bahwa cakupan ideal

transplanter tercapai kondisi impas minimal dapat melakukan kegiatan tanam sekitar

32 ha/tahun. Oleh karena itu, dalam kegiatan tanam padi sawah di Cilacap masih

dominan menggunakan alat tanam seperti dengan caplak dan secara manual

kegiatan tanamnya.

Rasio luas baku lahan terhadap alat panen power thresher sekitar 24: 1.

Artinya setiap power thresher yang ada harus dapat melayani lahan sekitar 24 ha

(Tabel 29). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa jumlah power thresher yang ada

di Kabupaten Cilacap sudah sangat cukup. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

PSEKP di Sulawesi Selatan (2015) yang menyatakan bahwa arael power thresher

dalam setahun (rata-rata sekitar 2 ha/hari dan masa tanam/musim sekitar 15 hari)

sehingga dapat bekerja ideal seluas 30 ha/musim. Oleh karena itu, dalam kegiatan

panen padi sawah di Cilacap sebagian besar menggunakan power thresher, dan

sebagian kecil sesuai dengan kondisi dan kesesuaian lahannya telah menggunakan

alat panen mini combine harvester.

Sementara untuk rasio luas baku lahan terhadap alat panen combine harvester

sekitar 50: 1. Artinya setiap combine harvester yang ada harus dapat melayani

lahan sekitar 42-50 ha (Tabel 4). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa jumlah

combine harvester yang ada di Kabupaten Cilacap masih sangat kurang. Hal ini

sejalan dengan data dari BB Mektan (2014) yang menyatakan bahwa cakupan ideal

combine harvester tercapai kondisi impas minimal dapat melakukan kegiatan panen

rata-rata sekitar 35 ha/tahun. Oleh karena itu, dalam kegiatan panen padi sawah di

Cilacap masih sangat kecil menggunakan alat panen combine harvester. Kedepan

penggunaan combine harvester dapat ditingkatkan menjadi dua kali lipat

dibandingkan dengan jumlah saat ini.

Sementara itu, dengan tingkat produksi gabah yang ada di Kabupaten Cilacap

sebesar 761.571 ton ternyata untuk gabah yang diproses menjadi beras di dalam

wilayah dilayani oleh sekitar 1.907 unit RMU. Keberadaan RMU di Kabupaten Cilacap

sebagian besar berskala kecil. Menurut Ditjen P2HP (2010) bahwa penggilingan Padi

skala Kecil (PPK) adalah penggilingan padi dengan kapasitas produksi < 0,75 ton

Page 74: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

58

beras per jam dengan konfigurasi mesin penggilingan padi terdiri dari husker dan

polisher (H-P). Penggilingan padi kecil biasanya hanya melakukan 1 kali penyosohan

atau disebut dengan penggilingan padi 1 phase. Sementara Penggilingan Padi

Sedang (PPS) adalah penggilingan padi dengan kapasitas produksi 0,75 – 3 ton

beras per jam dengan konfigurasi mesin penggilingan padi terdiri dari cleaner,

husker, separator dan polisher. Penggilingan padi menengah dapat melakukan 2 kali

proses penyosohan atau disebut dengan penggilingan padi 2 phase. Adapun

penggilingan Padi Besar (PPB) adalah penggilingan padi dengan kapasitas produksi

> 3 ton beras per jam dengan konfigurasi mesin penggilingan padi terdiri dari dryer,

cleaner, husker, separator dan polisher. Penggilingan padi besar dapat melakukan 3

kali atau lebih proses penyosohan atau disebut dengan penggilingan padi 3 phase.

Berdasarkan informasi, bahwa kondisi RMU saat ini di beberapa sentra produksi

padi di kecamatan di Cilacap sudah di bawah kapasitasnya. Pihak RMU terkadang

melayani gilingan produksi gabah dari luar wilayah kecamatan, bahkan juga berasal

dari luar kabupaten.

Tabel 30. Jumlah RMU Berdasarkan Skala di Kabupaten Cilacap, 2014

No Skala RMU Jumlah (Unit)

1 Skala Kecil 836

2 Skala Menengah 1.034

3 Skala Besar 37

Total 1.907

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap (2015).

3.4.2. Analisis Manfaat Pengembangan Pertanian Melalui Penerapan Mekanisasi

Analisis Manfaat Usahatani

Seperti halnya di Soppeng, Sukoharjo dan Blora, di Cilacap kegiatan Pertanian

Modern di desa juga belum full mechanized pada semua aktivitas usahatani, akan

tetapi baru terbatas pada pengolahan lahan, tanam dan panen. Selain itu,

penggunaan mesin panen (combine harvester) juga cukup terbatas dapat

dilaksanakan pada musim MH atau MT1, namun tetap dapat melakukan panen

dengan mesin Combine Harvester pada musim MH. Oleh karena itu,

Page 75: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

59

membandingkan manfaat adanya program Pertanian Modern dapat dilakukan pada

saat musim MH atau MT-1.

Perbandingan usahatani padi pada MT-1 antara pertanian Modern dan Non

Modern (Konvensional) disajikan pada Tabel 33. Beberapa hal juga perlu dijelaskan

terkait perbedaan komponen biaya usahatani antara pertanian modern dan non

modern yang menyebabkan perbedaan efesiensi biaya dan pendapatan. Perbedaan

tersebut hampir sama seperti halnya di lokasi kajian lainnya yaitu: (a) pada

usahatani pertanian modern, petani tidak lagi melakukan menyemai dan

mengadakan benih sendiri, tetapi komponen biaya benih sudah masuk kedalam

biaya transplanter, sementara pada pertanian nonmodern masih menggunakan

benih dan membuat perbenihan sendiri, (b) pada pertanian modern menggunakan

herbisida untuk memberantas rumput, sedangkan pada nonmodern masih

menggunakan tenaga kerja penyiangan, (c) pada pertanian modern menggunakan

tranplanter untuk kegiatan tanam, sedangkan pada nonmodern menggunakan

tenaga manusia/upahan pada kegiatan tanamnya, dan (d) pada usahatani modern

menggunakan alat combine harvester dalam kegiatan memanen, sehingga petani

memperoleh harga yang lebih baik dan kualitas gabah yang bagus serta

penyusutannya kecil antara 3-5%, sedangkan pada non modern tidak (sebagian

ditebaskan) dan menggunakan tenaga manusia dengan upah bawon, serta

kehilangan hasil bisa mencapai 10-17%.

Tabel 31 menunjukkan bahwa usahatani padi pada PPM dengan

menggunakan alat mekanisasi pertanian lebih efisien dan lebih menguntungkan,

dengan indikasi sebagai berikut (per musim tanam): (a) total biaya produksi pada

pertanian modern lebih rendah yakni Rp12,76 juta/ha, sementara pada pertanian

nonmodern mencapai Rp15,03 juta/ha atau selisihnya sekitar 15%, (b) nilai produksi

pada pertanian modern mencapai Rp 35,20 juta/ha, sedangkan pada nonmodern

hanya Rp 31,90 juta/ha hal ini sebagai akibat tingkat produktivitas yang dihasilkan

lebih tinggi pada pertanian modern dibandingkan nonmodern (8,00 ton/ha vs 7,25

ton/ha), dan (c) tingkat keuntungan pada pertanian modern lebih tinggi (Rp 22,44

juta/hektar) dibanding dengan nonmodern (Rp 16,87 juta/hektar).

Page 76: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

60

Tabel 31. Usahatani Padi Sawah Pertanian Modern dan Non-Modern di Desa Bojong, Kecamatan Kawunganten, Cilacap MT-1 2015 (Rp/hektar)

No Uraian Modern

(A)

Non-Modern

(B)

Perubahan

(%) ( A-B)

1 Faktor Produksi :

a. Benih 0 320.000 -100,00

b. Pupuk an organik 458.000 458.000 0,00

c. Pupuk organik 0 0 -

d. Pestisida 665.000 665.000 0,00

2 Tenaga Kerja :

-

a. Traktor 900.000 900.000 0,00

b. Transplanter 1.571.500 0 -

c. Combine Harvester 2.971.429 0 -

d. Tanam 0 2.000.000 -100,00

e. Penyiangan 750.000 750.000 0,00

f. Pemupukan 300.000 300.000 0,00

g. Panen 0 4.500.000 -100,00

3 Biaya Lain :

a. Sewa lahan 5.000.000 5.000.000 0,00

b. PBB 140.000 140.000 0,00

3 Total Biaya 12.755.929 15.033.000 -15,15

4 Nilai Produksi 35.200.000 31.900.000 10,34

5 Keutungan 22.444.071 16.867.000 33,06

6 R/C Rasio 2,76 2,12

Sumber : Wawacara dengan Kelompok UPJA, Desa Bojong, Cilacap (2015)

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan efisiensi biaya; (a) seperti telah

diungkapkan sebelumnya adalah bahwa pada pertanian modern petani tidak

menangani pengadaan benih dan perbenihan, biaya sudah termasuk di dalam biaya

sewa Transplanter yaitu sebesar Rp 1,571 juta/hektar, sementara pada pertanian

non modern selain harus mengeluarkan biaya benih sebesar Rp 320.000 juga petani

harus mengeluarkan biaya tanam sebesar Rp 2 juta/hektar, (b) biaya penyiangan

lebih efisien dari pada menggunakan biaya tenaga kerja penyiangan, (c) biaya

panen dengan combine harvester disamping lebih cepat juga lebih murah dibanding

dengan nilai bawon, dimana nilai bawon dengan perbandingan 7:1, maka biaya

bawon dapat mencapai Rp 4,5 juta/ha; (d) Nilai R/C pada pertanian modern lebih

tinggi dibandingkan dengan pertanian nonmodern (2,76 vs 2,12).

Berdasarkan kesimpulan di atas, selain terjadi efisiensi dalam penggunaan

biaya produksi, juga pada pertanian modern jumlah produksi lebih banyak

Page 77: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

61

dihasilkan dari panen karena kehilangan hasil lebih kecil dibandingkan dengan

pertanian nonmodern. Hal ini debabkan dengan penggunaan mesin combine

harvester gabah langsung di-blower sehingga kebernasan gabah menjadi lebih

bagus dan kehilangan hasil juga semakin kecil dibandingkan dengan panen

konvensional/manual (8,0 ton/ha vs 7,25 ton/ha).

Analisis Manfaat Usaha Alsintan

Analisis Usaha Traktor Pada Kelompok UPJA Desa Bojong Kecamatan Kawunganten- Cilacap UPJA Desa Bojong memiliki 10 unit traktor tangan yang diusahakan untuk

melayani pengolahan lahan petani di desa Bojong. Sesuai dengan data dan

spesifikasi traktor yang dimiliki UPJA adalah sebagai berikut: (a) Keputusan

Peraturan Desa sesuai rapat UPJA tentang penetapan wilayah kerja traktor yaitu

seluas 10-12 hektar sawah layanan per unit traktor, (b) harga traktor tangan adalah

Rp 15,5 juta/unit, (c) umur ekonomis traktor adalah 15 tahun dan masa olah tanah

adalah 2 kali per tahun yaitu selama 30 hari selama 2 kali musim tanam, (d) Nilai

sisa traktor setelah 15 tahun adalah Rp 4 juta (26%) dan (e) harga sewa traktor

sebesar Rp 900 ribu/ha. Pada Tabel 32 disajikan analisis finansial usaha traktor

tangan di lokasi kajian.

Tabel 32. Struktur ongkos dan sewa traktor tangan di UPJA Desa Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume Harga

(Rp.sat)

Nilai

(Rp)

Pangsa

(%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 15,00 7.500 112.500 12,50

1.2. Oli:

-

a. Mesin Liter 0,60 30.000 18.000 2,00

b. Gardan Liter

2.494 0,28

c. Gemuk/stempet Kg

2.493 0,28

1.3. Spare part & service Unit

41.667 4,63

1.4. Penyusutan -

31.944 3,55

1.5. Operator -

360.000 40,00

1.7.Total -

569.098 63,23

2 Pendapatan dari Sewa Ha 1,00 900.000 900.000 100,00

3 Keuntungan -

330.902 36,77

4 R/C rasio

1.58

Sumber : Data Hasil Wawancara dengan Ketua UPJA, 2015

Page 78: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

62

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa dengan nilai sewa traktor

sebesar Rp 900 ribu/ha, total biaya usaha jasa traktor senilai Rp 569 ribu/ha atau

sebesar 63,25% terhadap penerimaan, dan keuntungan usaha traktor sebesar Rp

331 ribu/ha atau sekitar 36,77% dari penerimaan serta perolehan R/C rasio sebesar

1,58. Komponen terbesar dari biaya usaha traktor adalah untuk operator mencapai

40% dari total penerimaan danurutan kedua adalah biaya bahan bakar yaitu sebesar

12,50%.

Berdasarkan informasi dari kelompok UPJA, sebenarnya luas lahan layanan

yang dengan hanya 12 hektar itu kurang memadai, karena pengembalian investasi

traktor harus dicapai maksimal sesuai dengan jangka usia ekonomisnya. Idealnya

untuk pengembalian yang lebih cepat yaitu lima tahun maka luas layanan

pengolahan lahan minimal harus sekitar 25 hektar per musim tanam dengan asumsi

semua faktor input (BBM, Oli dan Spare part adalah konstan). Sebenarnya pada

analisis ini belum memperhitungkan perbedaan biaya operasional pada MT1 (MK1),

dimana pada MK1 penggunaan bahan bakar relatif lebih efisien mencapai 3-4 liter,

sehingga tingkat keuntungan akan lebih besar sekitar 5% dari pada musim MT-I,

karena pada MT-II tidak dilakukan pembajakan terutama pada lahan sawah yang

masih tergenang air (basah). Upaya untuk memperpendek pengembalian investasi,

maka UPJA telah mengembangkan wilayah layanan pengolahan tanam ke daerah

lain, termasuk ke luar daerah jika memungkinkan.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam mendukung pertanian modern,

kehadiran alat untuk pengolahan lahan sangatlah penting. Traktor telah lama

penggunaannya secara luas dimasyarakat, sehingga dalam perkembangannya rasio

pengelolaan traktor dengan luas lahan yang ada untuk diolahnya di lokasi kajian

semakin mengecil. Upaya meningkatkan kinerja usaha traktor yang dilakukan oleh

UPJA tentu harus melebarkan jangkauannya ke wilayah yang memang alsintannya

masih terbatas.

Analisis Usaha Transplanter pada Kelompok UPJA Desa Bojong, Kecamatan Kawunganten- Cilacap

UPJA Desa Bojong memiliki 3 unit transplanter yang diusahakan untuk

melayani penanaman padi pada lahan petani di desa Bojong. Untuk mengetahui

kelayakan usaha transplanter ini, maka berikut analisis finansial usaha transplanter.

Page 79: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

63

Sesuai dengan data dan spesifikasi transplanter kelompok UPJA yaitu sebagai

berikut: (a) situasi dan kondisi ketebalan lumpur yang ada di sawah desa Bojong,

sehingga luas layanan yaitu 11 hektar sawah layanan per musim per unit

transplanter, (b) harga transplanter adalah Rp 75 juta, (c) umur ekonomis

transpalnter adalah 10 tahun dan masa tanam adalah 2 kali per tahun, yaitu periode

waktu tanamanya 20-30 hari dalam dua kali musim tanam, (d) Nilai sisa

transplanter setelah 10 tahun adalah 10% (Rp 7,5 juta) dan (e) harga sewa

transplanter sebesar Rp 1,4 juta/ha. Berikut pada Tabel 33 disajikan analisis finansial

usaha transplanterdi lokasi kajian.

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa dengan nilai sewa transplanter

Rp 1,4 juta/ha, total biaya usaha jasa transplanter senilai Rp 868 ribu/ha atau

sebesar 61,975% terhadap penerimaan, dan keuntungan usaha traktor sebesar Rp

532 ribu/ha atau sekitar 38,03% dari penerimaan serta perolehan R/C rasio sebesar

1,61. Komponen terbesar dari biaya usaha traktor adalah biaya penyusutan

mencapai 22,53% dari total penerimaan danbiaya pengadaan benih dan

pengerjaannya mencapai 15,82%, sedangkan operator adalah urutan ketiga yaitu

sebesar 15,00%.

Menurut informasi dari kelompok UPJA, sebenarnya luas lahan layanan yang

dengan hanya 11 hektar itu sangat kurang memadai, karena pengembalian

investasi transplanter harus dicapai maksimal sesuai dengan jangka usia

ekonomisnya. Idealnya untuk pengembalian yang lebih cepat yaitu 5 tahun, luasan

arela yang dilayani transplanter minimal mencapai BEP adalah sekitar 19 ha/musim

tanam. Kendala utama pengembangan Transplanter secara umum di Kabupaten

Cilacap adalah: (a) jenis dan kondisi lahan yang memungkinkan digunakan

transplanter pada MH dan MK, (2) retensi tenaga kerja manual tanam masih cukup

tinggi, karena mereka mengharapkan keikutsertaan dalam panen. Upaya untuk

memperpendek pengembalian investasi, maka UPJA telah mengembangkan wilayah

layanan penanam sampai ke daerah lain.

Secara umum pada penggunaan alat transplanter dalam rangka mendukung

pertanian dapat dikemukakan bahwa kehadiran alat untuk penanaman sangatlah

penting. Namun, jumlah alat transplanter masih terbatas jumlahnya, sehingga rasio

luas lahan untuk diolahnya terhadap alat transplanter di lokasi kajian masih besar,

Page 80: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

64

artinya peluang pengembangan alat mekanisasi transplanter masih sangat besar.

Dengan demikian, upaya meningkatkan pengadaan alat transplanter masih perlu

terus ditingkatkan.

Tabel 33. Struktur ongkos dan sewa Transplanter di UPJA Desa Bojong, Kec.

Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015

No. Komponen Satuan Volume Harga satuan

(Rp)

Nilai

(Rp)

Pangsa

(%)

1 Biaya penyediaan Benih :

1.1. Benih Padi Kg 24,5 7.000 171.500 12,25

1.2. Tenaga pembenihan HOK 1 50.000 50.000 3,57

2 Biaya:

-

2.1. BBM Liter 7,00 7.400 51,800 3.70

2.2. Oli:

-

a. Mesin Liter 0,05 30.000 1.500 0,11

b. Hidroulik Liter 0,05 40.000 2.000 0,14

c. Gemuk/stempet Kg

2,493 0,18

2.3. Spare part & service Unit

62.843 4,49

2.4. Penyusutan -

315.421 22,53

2.5. Operator -

210.000 15,00

2.7.Total -

867.556 61,97

3 Pendapatan dari Sewa Ha 1,00 1.400.000 1.400.000 100,00

4 Keuntungan -

532.444 38,03

5 R/C rasio

1,61

Sumber : Data Hasil Wawancara dengan Ketua UPJA, 2015

Analisis Usaha Power Thresher pada kelompok UPJA Desa Bojong, Kecamatan Kawunganten- Cilacap

UPJA Desa Bojong memiliki 5 unit power thresher yang diusahakan untuk

melayani pengolahan lahan petani di Desa Bojong. Spesifikasi power thresher yang

dimiliki UPJA adalah sebagai berikut: (a) Sesuai rapat kelompok UPJA tentang

penetapan wilayah power thresher yaitu seluas 15 hektar sawah layanan per unit

power thresher, (b) harga power thresher adalah Rp 12 juta/unit, (c) umur

ekonomis power thresher adalah sekitar 8-10 tahun dan masa panen adalah dua kali

per tahun dimana periode kerja power thresher dalam satu kali musim panen sekitar

3 minggu (21 hari), (d) Nilai sisa power thresher setelah 8-10 tahun adalah Rp 1,2

Page 81: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

65

juta (10%) dan (e) harga sewa power thresher sebesar Rp 720 ribu/ha. Pada Tabel

34 disajikan analisis finansial usaha power thresher di lokasi kajian.

Tabel 34. Struktur Ongkos dan Sewa Power thresher di UPJA Desa Bojong, Kec.

Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015

No. Komponen Satuan Volume Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp)

Pangsa (%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 3,57 7.400 26.418 3,67

1.2. Oli: 0,00

a. Mesin Liter 0,714 30.000 21.429 2,98

b. Gardan Liter 0,5 30.000 15.000 2,08

c. Gemuk/stempet Kg 15.000 2,08

1.3. Spare part & service Unit 20.605 2,86

1.4. Penyusutan - 45.000 6,25

1.5. Operator - 120.000 16,67

1.7.Total - 263.452 36,59

2 Pendapatan dari Sewa Ha 1 720.000 720.000 100,00

3 Keuntungan - 456.548 63,41

4 R/C rasio 2,73

Sumber : Data Hasil Wawancara dengan Ketua UPJA, 2015

Nilai sewa power thresher Rp 720.000/ha, total biaya usaha jasa power

thresher senilai Rp 263.000 /ha atau sebesar 36,59% terhadap penerimaan, dan

keuntungan usaha power thresher sebesar Rp 457 ribu/ha atau sekitar 63,41% dari

penerimaan serta perolehan R/C rasio sebesar 2,73. Komponen terbesar dari biaya

usaha power thresher adalah biaya operator mencapai 16,67% dari total

penerimaan dan penyusutan mencapai 6,25%.

Pada kegiatan usaha jasa power thresher ini (UPJA), setiap petani yang

menggunakan jasa panen alsintan power thresher harus membayar (mengeluarkan)

sebanyak 25 kg per setiap 1 ton hasil panen. Dari hasil tersebut, maka UPJA harus

mengalokasikan 1/7 untuk bagian operator dan yang membantu operasional power

thresher dan sisanya untuk bagian UPJA tersebut.

Menurut informasi dari kelompok UPJA, bahwa rataan luas lahan layanan

power thresher saat ini sekitar 15 ha/musim yang dinilai masih kurang memadai.

Idealnya area layanan power thresher seluas 30 ha/musim. Juga terdapat power

thresher yang masuk dari daerah lain, sehingga tidak terjadi kekurangan pada saat

Page 82: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

66

panen padi. Saat ini, kegiatan panen padi sawah di Cilacap sebagian besar

menggunakan power thresher, dan sebagian kecil menggunakan alat panen mini

combine harvester. Pemilihan alsin disesuaikan dengan kondisi dan kesesuaian

lahannya telah.

Secara umum pada penggunaan alat panen power thresher dalam rangka

mendukung pertanian dapat dikemukakan bahwa kehadiran alat pemanen sangatlah

penting. Jumlah alat power thresher di lokasi kajian Desa Bojong memang masih

kurang, namun dalam lingkup Kabupaten Cilacap keberadaan alsintan ini sudah

cukup. Dengan demikian, upaya meningkatkan pengadaan power thresher secara

khusus dapat disediakan pada daerah yang masih membutuhkannya, atau melalui

relokasi/optimalisasi penggunaan alsintan power thresher dari wilayah yang cukup

ke wilayah yang masih kekurangan.

Analisis Usaha Combine Harvester pada kelompok UPJA Desa Bojong Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap

UPJA Desa Bojong memiliki 3 unit power mini Combine Harvester yang

diusahakan untuk melayani pengolahan lahan petani di Desa Bojong. Untuk

mengetahui kelayakan usaha ini, maka berikut disajikan analisis finansial usaha

combine haevester. Sesuai dengan data dan spesifikasi Combine Harvester yang

dimiliki UPJA adalah sebagai berikut: (a) Sesuai rapat kelompok UPJA tentang

wilayah yang memungkin kondisi lahannya dpat dilayani dalam panenya oleh

Combine Harvester adalah bisa seluas 50 hektar sawah layanan per unit Combine

Harvester, (b) harga mini Combine Harvester adalah Rp 240 juta/unit, (c) umur

ekonomis Combine Harvesteradalah sekitar 10 tahun dan masa panen adalah 2 kali

per tahun dimana periode kerja Combine Harvesterdalam satu kali musim panen

sekitar 3 minggu (21 hari), (d) Nilai sisa Combine Harvestersetelah 10 tahun adalah

Rp 24 juta (10%) dan (e) harga sewa Combine Harvestersebesar Rp 2,97 juta/ha.

Nilai sewa Combine Harvester Rp 2,97 juta/ha, total biaya usaha jasa Combine

Harvester senilai Rp 1,86 juta/ha (62,66% terhadap penerimaan), dan keuntungan

usaha Combine Harvester sebesar Rp 1,11 juta/ha (37,34% dari penerimaan) serta

perolehan R/C rasio sebesar 1,60. Komponen terbesar dari biaya usaha Combine

Harvester adalah biaya operator mencapai 53,85% dari total penerimaan, biaya

spare part sekitar 3,77% dan penyusutan hanya mencapai 2,63% (Tabel 35).

Page 83: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

67

Petani yang menggunakan jasa panen alsintan Combine Harvester harus

membayar jasa dalam bentuk natura sebesar 1:7, yaitu jika mendapat 7 ton hasil

panen maka Combine Harvester memperoleh 1 ton bagian. Dari bagian Combine

Harvester tersebut, sekitar 35% dialokasikan untuk operator dan yang membantu

operasional Combine Harvester dan sisanya 65% untuk bagian UPJA tersebut.

Tabel 35. Struktur Ongkos dan Sewa Mini Combine Harvester di UPJA Desa Bojong,

kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015

No. Komponen Satuan Volume Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp)

Pangsa (%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 7,00 6.900 48.300 1,63

1.2. Oli:

a. Mesin Liter 0,37 30.000 11.100 0,37

b. Gardan Liter 0,25 30.000 7.500 0,25

c. Gemuk/stempet Kg 5.000 0,17

1.3. Spare part & service Unit 112.000 3,77

1.4. Penyusutan - 78.000 2,63

1.5. Operator - 1.600.000 53,85

1.7.Total - 1.861.900 62,66

2 Pendapatan dari Sewa Ha 1 2.971.429 2.971.429 100,00

3 Keuntungan - 1.109.529 37,34

4 R/C rasio 1,60

Sumber : Data Hasil Wawancara dengan Ketua UPJA, 2015

Rataan luas lahan layanan Combine Harvester sekitar 50 ha. Ideal combine

harvester tercapai kondisi impas minimal dapat melakukan kegiatan panen rata-rata

sekitar 35 ha/tahun. Adapun alasan masih rendahnya penggunaan combine

harvester pada sistem panen di lokasi kajian disebabkan oleh: (a) jumlah combine

Harvester masih terbatas, dimana UPJA baru memiliki 3 unit, (b) kondisi lahan,

terutama pada MT-I tidak memungkinkan menggunakan combine harvester, dan (c)

masih adanya retensi dari tenaga kerja panen yang masih cukup tinggi, sehingga

UPJA tidak terlalu bersemangat untuk menggunakan combine harvester, walaupun

sebenarnya untuk memperoleh combine harvester cukup mudah, baik dengan cara

sewa atau pun pembelian melalui kredit.

Masih terbatasnya penggunaan combine harvester di Kabupaten Cilacap antara

lain disebabkan selain oleh kondisi lahan yang ada, juga harga combine harvester

pun cukup mahal sekitar Rp 280 juta/unit untuk ukuran 60 PK. Combine harvester

Page 84: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

68

tidak bisa digunakan bila kondisi lahannya adalah lahan basah dengan kedalaman >

20 cm dan kondisi tanah di bawahnya lembek. Untuk mengoptimalkan peran mesin

combine harvester, UPJA telah melakukan ekspansi lokasi panen ke luar Jawa yaitu

ke Sumatera. Oleh karena itu, dalam kegiatan panen padi sawah di Cilacap masih

sangat kecil menggunakan alat panen combine harvester. Ke depan penggunaan

combine harvester dapat ditingkatkan menjadi dua kali lipat dibandingkan dengan

jumlah saat ini.

3.4.3. Pengembangan Pertanian Melalui Kelembagaan Pengelolaan Jasa

Alsintan (UPJA)

Kelembagaan UPJA sesungguhnya telah lama berkembang di Indonesia, tetapi

baru secara formal berkibar sejak dikeluarkannya Permentan No.25/2008 tentang

Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin

Pertanian. Dengan dikeluarkannya Permentan ini, Pemerintah Daerah diberi mandat

untuk membina dan memfasilitasi UPJA yang terdapat di daerahnya masing-masing,

sehingga UPJA tersebut dapat menuju ke arah kelembagaan yang profesional.

UPJA adalah suatu lembaga ekonomi perdesaan yang bergerak di bidang

pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian

untuk mendapatkan keuntungan usaha baik di dalam maupun di luar kelompok tani/

gapoktan. Latar belakang kegiatan penumbuhan dan pengembangan UPJA ini antara

lain adalah: (1) masih kurang optimalnya kepemilikan alsintan oleh petani, (2) masih

rendahnya tingkat penguasaan informasi dan teknologi dalam pengelolaan

mekanisasi pertanian, dan (3) terdapatnya indikasi penurunan daya dukung lahan

pertanian. Sementara tujuan penumbuhan dan pengembangan UPJA adalah untuk

mendorong pengembangan dan kemajuan kinerja UPJA, mengoptimalkan

pemanfaatan alsintan dari aspek teknis, ekonomis, organisasi dan aspek penunjang.

UPJA mempunyai fungsi sebagai pelayanan jasa alsintan dalam penanganan

budi daya (penyiapan lahan, pemberian air irigasi, penanaman, pemeliharaan,

perlindungan tanaman), pelayanan pengolahan hasil pertanian (jasa pemanenan,

perontokan, pengeringan dan penggilingan padi), dan secara luas mendorong

pengembangan produk dalam rangka peningkatan nilai tambah yang pada akhirnya

akan meningkatkan kesejahteraan petani. Pengembangan UPJA ke depan meliputi

berbagai subsistem yaitu Kelembagaan UPJA, Penyediaan alsintan, suku cadang,

Page 85: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

69

pelayanan, perbaikan, perbengkelan, pengguna jasa alsintan (kelompok tani,

gapoktan, P3A), Permodalan dan pendanaan, Pembinaan dan pengendalian oleh

instansi.

Pengembangan mekanisasi di Jawa Tengah dan khususnya di Kabupaten

Cilacap didukung tumbuhnya bengkel alat mesin pertanian (alsintan). Data pada

tahun 2013, di Jawa Tengah telah terdapat 11 bengkel alsintan yang dibina oleh

Balai Alsintan Jateng yang tergabung ke dalam Paguyuban Bengkel Alsin Jawa

Tengah. Bengkel alsin mulai berkembang karena semakin banyak petani yang

menggunakan alsintan untuk menggarap lahan pertaniannya, antara lain

penggunaan traktor untuk mengolah lahan pertanian.

Kegiatan yang dilakukan oleh bengkel alsintan tidak hanya sebatas pada

perbaikan alsintan saja melainkan merancang teknologi alsintan yang dapat

disesuaikan dengan pemesanan. Melalui kelembagaan UPJA dan Paguyuban Bengkel

Alsintan di Jateng, maka bahwa Jateng yang merupakan salah satu sentra produksi

pangan, sangat didukung oleh kondisi mekanisasi pertanian yang maju.

Pada tahun 2015, guna mendukung swasembada pangan di Kabupaten

Cilacap, sebanyak 49 mesin traktor tangan dan 22 pompa air merupakan bantuan

dari Presiden RI. Upaya tersebut dalam rangka meningkatkan produksi melalui

peningkatan Indeks Pertanaman (IP), sehingga diperlukan tambahan jumlah alat

mesin, khususnya untuk tanaman pangan. Kebijakan pengembangan mekanisasi

pertanian harus mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi, mutu dan nilai

tambah, mendorong tumbuhnya industri alat dan mesin dalam negeri dan

mendorong kemitraan antara industri besar dan UKM. Strategi yang perlu ditempuh

dalam pengembangan mekanisasi pertanian adalah membangun industri pertanian

di pedesaan berbasis mekanisasi pertanian pada sentra produksi. Unit traktor tangan

diserahkan kepada 49 kelompok tani, Gapoktan dan Unit Pengelola Jasa Alsintan

(UPJA) di 20 kecamatan. Sementara 22 mesin pompa air diserahkan kepada 22

kelompok tani, Gapoktan dan P3A di 13 wilayah kecamatan.

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap (2015),

bahwa jumlah kelompok tani di Kabupaten Cilacap berjumlah sekitar 2.033 kelompok

dan jumlah gapoktan sebanyak 279. Adapun jumlah kelompuk Usaha Pengelola Jasa

Alsintan (UPJA) sebanyak 115 UPJA. Jumlah UPJA terbanyak terdapat di Kecamatan

Page 86: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

70

Gandrungmangu sebanyak 23 UPJA, dan UPJA yang paling aktif terdapat di

Kecamatan Kawunganten. Jumlah UPJA di Kawunganten berjumlah 2 UPJA, dan

UPJA teraktif adalah UPJA Setia Dadi.

Tabel 36. Jumlah Kelompok Tani, Gapoktan dan UPJA di Kabupaten Cilacap, 2014.

No Kecamatan Kel. Tani Gapoktan UPJA

1 Dayeuhluhur 155 14 4

2 Wanareja 147 16 8

3 Majenang 135 17 4

4 Cimanggu 96 15 4

5 Sidareja 80 10 6

6 Cipari 84 11 3

7 Kadungreja 125 11 11

8 Patimuan 109 7 7

9 Gandrungmangu 106 14 23

10 Karangpucung 92 14 0

11 Cilacap Selatan 13 2 0

12 Cilacap Tengah 20 3 1

13 Cilacap Utara 26 5 1

14 Kesugihan 110 16 12

15 Jeruklegi 65 13 12

16 Kawunganten 96 12 2

17 Bantarsari 65 8 2

18 Kampung Laut 34 4 1

19 Sampang 55 10 2

20 Maos 53 10 3

21 Adipala 92 16 1

22 Kroya 93 17 5

23 Binangun 95 17 1

24 Nusawungu 87 17 2

Jumlah 2.033 279 115 Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap (2015).

UPJA Setia Dadi berada di Desa Bojong, Kecamatan Kawunganten, berdiri sejak

tahun 2014 dan berbadan hukum dengan akta notaris. Pada awal berdirinya hanya

memiliki 2 unit alsintan yaitu hand traktor, dan saat ini telah memiliki antara lain: (1)

Hand tractor 10 unit, (2) Power Thresher 5 unit, (3) Dryer 1 unit, (3) Transplanter 1

unit, (4) Combine Harvester 3 unit, (5) RMU 1 unit, (6) Alat Bengkel 1 unit.

Adapun daerah operasional kegiatan UPJA Setia Dadi yaitu meliputi seluruh

kecamatan di Kabupaten Cilacap, Kabupaten Jepara, Kabupaten Subang, dan

bahkan luar Jawa seperti Palembang dan Lampung. Areal operasional ini terutama

Page 87: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

71

pada kegiatan aktivitas panen dengan alat panen Combine Harvester. UPJA ini juga

sebagai tempat belajar UPJA lain dan petani/kelompok tani dari berbagai daerah,

yaitu dalam Kabupaten Cilacap sendiri, Kabupaten Jepara, Kabupaten Tegal,

Kabupaten Klaten, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas, Kabupaten

Semarang, Provinsi Papua, Riau, Sulawesi Selatan dan Maluku.

Berkembangnya UPJA Sido Dadi tidak terlepas dari keaktifan dan soliditas

pengurus UPJA terutama Ketuanya. Jumlah pengurus UPJA sebanyak empaat orang,

dan anggota melingkupi petani di Desa Bojong. Luas Lahan sawah di Desa Bojong

mencapai 921 hektar, yang mencakup lahan pemilikan perorangan seluas 531 ha,

lahan bengkok seluas 100 ha, dan lahan Perhutani (sawah) seluas 290 ha.

3.4.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input,

Pascapanen dan Pemasaran

Kelembagaan Pengelolaan Usahatani Dan Penyediaan Input

Pengelolaan usahatani pada daerah yang mendapat pelayanan Usaha

Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA) sepenuhnya dilaksanakan oleh petani. Hanya saja

petani menggunakan jasa Alsintan untuk melakukan pengolahan tanah, penanaman,

dan pemanenan. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa total luas lahan sawah

di lokasi kajian Desa Bojong Kawunganten mencapai 921 hektar, yang mencakup:

lahan pemilikan perorangan seluas 531 ha, lahan bengkok seluas 100 ha, dan lahan

Perhutani (sawah) seluas 290 ha. Pada lokasi tersebut, penanaman lahan seluruhnya

menggunakan jasa traktor yang ada di desa tersebut. Jumlah traktor keseluruhan

terdapat 72 unit dimana 10 diantaranya adalah milik UPJA. UPJA melakukan inisiatif

melakukan pertemuan/rembugan diantara para pemilik traktor perorangan yang

dihadiri oleh seluruh aparat desa termasuk Babinsa untuk menetapkan Perdes

(Peraturan Desa) tentang pengaturan luas maksimal pelayanan untuk masing-

masing traktor yang ada di Desa Bojong. Di antara keputusan yang dibuat adalah:

(a) menetapkan luas maksimal pelayanan masing-masing traktor yaitu berkisar

antara 10-12 hektar per unit traktor. Hal ini dengan mempertimbangkan jadwal

pengaturan air, jadwal tanam, dan jumlah traktor, (b) menetapkan besaran biaya

atau upah traktor untuk pengolahan tanah sampai siap tanam, dimana untuk tahun

2014/2015 ditetapkan sebesar Rp 900.000 per hektar, yang tidak dibedakan antara

musim MT-I (MH) dengan MT-II (MK1), dan (c) menetapkan larangan adanya

Page 88: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

72

traktor dari luar daerah/desa untuk melakukan pengolahan lahan sawah di Desa

Bojong, hal ini tentu dengan memperhatikan bahwa jumlah traktor di desa ini sudah

melebihi luas areal yang ideal untuk satu unit traktor, yaitu idealnya adalah 15-20

hektar per musim.

Secara sosiologis, penggunaan traktor di desa ini sudah sangat diterima dan

bahkan terindikasi kelebihan alat traktor. Hal yang mendasari bahwa masyarakat

bahwa traktor ini diterima secara social adalah : (a) ketersediaan tenaga kerja untuk

mengolah sudah kurang, bahkan untuk tanaga kerja muda sudah tidak ada, karena

opportunity cost tenaga kerja di luar sektor pertanian lebih tinggi dan lebih

bergengsi, (b) waktu yang dibutuhkan dalam pengolahan lahan sangat cepat untuk

mengejar jadwal tanam, sehingga yang memungkinkan adalah dengan

menggunakan traktor, (c) lebih efisien bagi sisi pemilik lahan, dan (d) tidak ada

ketergantungan, karena traktor setiap saat senantiasa stand by.

Sementara terkait dengan mengadaan input seperti benih, pupuk dan pestisida.

Pemenuhan benih dan pestisida tersedia dua pilihan yaitu langsung membeli ke kios

saprotan atau dapat juga memperoleh melalui kelompok atau gapoktan. Bagi petani

yang langsung membelinya ke kios saprotan adalah petani yang memiliki

sumberdaya modal yang cukup, yang memang harganya lebih murah namun harus

dibayar secara tunai. Sementara petani yang kurang mampu biasanya memperoleh

dari kelompok tani atau gapoktan, dimana pembayarannya adalah dengan cara

dibayar setelah panen, namun konsekuensinya harga diperhitungkan berbeda

(sedikit lebih mahal). Pupuk hampir seluruhnya diperoleh melalui kelompok atau

gapoktan, karena perencanaan pengadaan dan perolehan pupuk menyesuaikan

dengan RDKK yang sudah di rencanakan dan dikelola oleh kelompok. Bagi petani

keberadaan kelompok atau gapoktan sangat menolong, terutama jika terjadi

musibah serangan OPT dan kekeringan. Jika terjadi kegagalan panen, maka akan

ada penangguhan pembayaran sarana produksi ke kelompok atau gapoktan, yang

didalamnya juga merupakan kelompok UPJA.

Selain itu, pada UPJA juga tersedia pelayanan jasa tanam dengan alat

transplanter. Pada pengelolaan usahatani khususnya adalah pengadaan benih padi,

maka ketersedian benih dengan mempertimbangkan varietas, ketepatan, dosis benih

sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan, ketika petani menggunakan

Page 89: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

73

jasa transplanter, maka pengadaan benih dan persemaiannya tidak mungkin

dilakukan oleh petani, akan tetapi dipenuhi oleh pemilik UPJA. Sistem persemaian

dengan menggunakan transplanter memerlukan keahlian yang cukup memadai atau

berbeda dengan sistem persemaian tapin (tanam pindah). Dengan demikian adopsi

inovasi khususnya penggunaan varietas unggul dan efisiensi penggunaan benih padi

menjadi sangat ideal jika menggunakan transplanter. Namun disayangkan

penggunaan transplanter memiliki keterbatasan terutama pada MT-I (MH), sehingga

dari 921 hektar sawah hanya baru sekitar sekitas 50 hektar saja yang menggunakan

jasa transplanter. Pada saat MH, penggunaan transplanter terkendala oleh

kedalaman lumpur sawah. Di samping itu, untuk jasa tanam masih bersaing dengan

kelompok tanam manual, dimana pada kondisi saat ini masih mengharapkan

lapangan pekerjaan untuk kegiatan tanam tersebut. Hal ini mengingat, aktivitas

kegiatan tanam yang dilakukan secara manual berkaitan dengan kesempatan

memanen hasil padi yang ditanamnya.

Penyediaan benih yang berkualitas pada petani atau sawah yang sudah

mendapat palayanan jasa transplanter dapat dilakukan oleh UPJA dan menjadi

bagian usaha UPJA dalam penyediaan benih. Pada luasan 50 hektar, UPJA dapat

melakukan penangkaran benih dari label biru untuk dijadikan label ungu, sehingga

kualitas benih dapat terkontrol, atau UPJA dapat menyesuaikan penggunaan varietas

sesuai dengan perkembangan pasar gabah dan mempertimbangkan eksplosif hama

penyakit. Jumlah benih yang digunakan per hektarnya pun juga dapat dikontrol,

sehingga menjadi lebih efisien dan pertumbuhan anakan akan menjadi lebih baik.

Selain itu, bagi petani yang penggunaan jasa transplanter lebih cepat dan lebih

murah dibanding dengan harus menggunakan jasa tanam manual. Upah jasa tanam

manual cukup mahal yaitu Rp 45.000 per hari, sedangkan jika dengan pelaksanaan

borongan 16 orang x Rp 45.000. Pada tanam manual, petani juga harus menyiapkan

benih dan pengolahan perbenihan sendiri.

Kelembagaan Pascapanen dan Pemasaran

Pengelolaan panen, di lokasi kajian Desa Bojong, Kecamatan Kawunganten

sebagian besar masih menggunakan panen sistem manual, dimana panen

menggunakan tenaga rombongan sekitar 10-15 orang dengan menggunakan sabit

Page 90: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

74

dan dirontokan dengan menggunakan power thresher. Adapun upah yang diberikan

adalah 1/7 bagian pemanen, dan 6/7 bagian pemilik lahan sawah. Pada bagian 1/7

tersebut, sekitar 25 kg per bau (1 bau= 0,714 ha) diberikan untuk biaya thresher.

Masih terdapat sekitar 750 hektar sawah di Desa Bojong sistem panennya

menggunakan manual, karena: (a) jumlah combine Harvester masih terbatas,

dimana UPJA baru memiliki 3 unit, (b) kondisi lahan, terutama pada MT-I tidak

memungkinkan menggunakan combine harvester, dan (c) masih adanya retensi dari

tenaga kerja panen yang masih cukup tinggi, sehingga UPJA tidak terlalu

bersemangat untuk menggunakan Combine Harvester, walaupun sebenarnya untuk

memperoleh Combine harvester cukup mudah baik dengan cara sewa atau pun

pembelian melalui kredit. Untuk mengoptimalkan peran mesin harvester, UPJA telah

melakukan ekspansi lokasi panen ke luar Jawa yaitu ke Sumatera. Pada kegiatan

panen manual sesungguhnya juga terdapat kendala yang dihadapi petani, yaitu: (a)

kehilangan hasil masih relatif tinggi, karena ada ”moral hazard” dimana ada

kelompok panen yang terkadang diantaranya juga sebagai pemilik bebek, sehingga

gabah banyak tercecer dan malai juga masih banyak yang tidak terpanen, (b)

pengerjaannya lebih lama, (c) jaminan ketersediaan tenaga panen tidak terjamin,

dan (d) biaya panen relatif lebih mahal.

Sebagian besar petani biasanya menjual hasilnya dalam bentuk gabah kering

panen (GKP), setelah mereka menyisihkan gabah untuk keperluan rumah

tangganya. Penjualan gabah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dijual ke

kelompok tani atau UPJA, atau juga petani dapat menjual gabahnya ke para

tengkulak. Gabah yang dibeli kelompok tani/UPJA selanjutnya dijual sesuai

permintaan gabah dari BULOG Kabupaten Ciamis. BULOG biasanya membeli gabah

sesuai persyaratan/spesifikasi tertentu yang harus dipenuhi kelompok tani/UPJA, dan

biasanya volumenya telah ditentukan.

Harga gabah yang diterima UPJA berbeda antara musim MT-I dan MT-II, pada

MT-II harga gabah mencapai Rp 4.200/kg dan pada MT-I hanya sekitar Rp.

3.800/kg. Pada kedua musim tersebut, harga gabah di masyarakat umumnya berada

di atas harga patokan pembelian Pemerintah, sehingga pemerintah untuk

pengadaan stok gabah otomatis harus membeli dengan harga yang sama dengan

harga yang terdapat di masyarakat.

Page 91: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

75

3.5. Peluang dan Kendala Pengembangan Pertanian Modern Melalui

Mekanisasi Pertanian

Pertanian modern dapat menjadi suatu wujud sistem usahatani dengan

spesialisasi produk yang sangat beragam, penggunaan tradeable input makin tinggi

dan sudah mempraktekkan sistem manajemen usahatani lebih efisien. Salah satu ciri

praktek pertanian modern adalah penggunaan mekanisasi pertanian yang sudah

berjalan secara intensif dan efisien.

Mekanisasi pertanian dapat diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan

dari setiap bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian.

Secara umum mekanisasi pertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan ilmu

teknik untuk mengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di

dalam produksi pertanian. Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang

sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian.

Mekanisasi pertanian bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga

kerja, meningkatkan produktifitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi.

Penggunaan alat dan mesin pada proses produksi dimaksudkan untuk meningkatkan

efesiensi, efektifitas, produktivitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja

petani. Oleh karena itu, agar pemanfaatan potensi lahan yang tersedia tersebut

dapat optimal, perlu didukung oleh sistem mekanisasi pertanian yang baik.

Pengembangan Pertanian yang ditopang oleh mekanisasi pertanian menjadikan

pertanian lebih maju dan modern yang dapat dicontoh oleh daerah lainnya.

Berdasarkan Pedoman Umum (Pedum) yang dikeluarkan oleh Direktorat

Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), bahwa setiap provinsi minimal ada

satu percontohan Pertanian Modern. Kata kunci Pertanian Modern paling menonjol

adalah : (a) full mechanized dan (b) integrated farming. Namun pada kenyataannya

pada lokasi yang sudah melaksanakan pertanian modern baru sebagian kegiatan

yang menggunakan mekanisasi dan pengelolaannya terintegrasi. Pada pengertian

terintegrasi, dengan tujuan untuk meningkatkan populasi tanaman per satuan luas

dan memudahkan mobilitas alsintan pada suatu hamparan, maka pada tingkat

tertentu batas-batas galengan diintegrasikan. Walaupun hal ini dilapangan masih

menjadi pembahasan, karena masyarakat menganggap bahwa aset lahan itu

merupakan satu-satunya barang yang berharga, mereka masih meragukan akan

Page 92: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

76

keamanan kepemilikan lahan mereka, dan secara teknik topografi sebenarnya

kondisinya tidak memungkinkan jika seluruh sawah pertanian modern semuanya

dihilangkan galengannya (dengan luas pertanian modern 100 hektar) dan

pengelolaannya diintegrasikan. Artinya dalam pelaksanaan pertanian modern,

memerlukan waktu yang lama untuk sosialisasi dan persiapan dengan matang

sehingga petani dapat secara rasional menerima konsep tersebut. Hal ini tentu

tidaklah mudah untuk dilaksanakan, dimana pada konsep pertanian modern salah

satu kata kuncinya adalah integrated farming, diantaranya sebagian petani tidak lagi

secara penuh mengelola usahataninya sehingga harus mencari pekerjaan di sektor

pertanian. Permasalahannya, kesempatan kerja di sektor non pertanian belum

tumbuh dengan baik.

Pertanian Modern diintroduksikan dalam bentuk PPM di tiga lokasi yaitu :

Kabupaten Soppeng, Sulsel; Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Blora, Jateng.

Para petani di lokasi kajian cukup merespon dengan baik sistem pertanian modern

dengan konsep pengelolaan usahatani secara corporate dan konsolidasi lahan.

Konsolidasi lahan dilokasi PPM direspon petani dengan mengecilkan galengan sawah.

Di Sukoharjo, petani pernah melakukan pengecilan galengan sawah, dalam hal ini

galengan sawah belum bisa dihilangkan karena masih diperlukan agar saat

pengairan satu petakan sawah dapat optimum pengenangannya. Pengelolaan

lahan/sawah oleh 1-2 orang petani pemilik dengan luasan 3 ha hasil konsolidasi dan

petani lainnya secara konsep akan diberikan mata pencaharian lainnya non

usahatani, sulit dilaksanakan. Pada dua lokasi PPM lainnya, yaitu Soppeng dan

Blora, konsolidasi lahan merupakan tantangan yang berat. Hal ini disebabkan

karena pematang memiliki fungsi sebagai batas kepemilikan lahan dan berfungsi

sebagai penahan air, agar air tidak terus mengalir ke lahan yang lebih rendah.

Pada pelaksanaannya, sangat sulit mengkonsolidasi lahan terutama

penghilangan galengan sawah karena infrstruktur irigasi yang belum siap, dan air

sering sulit masuk dari satu petakan ke petakan lainnya mengingat tofografi lahan

yang cenderung tidak rata dan letaknya seringkali tidak simetris. Seperti telah

dikemikakan ditas, pola pengelolaan secara corporate, dimana beberapa petani akan

diberikan mata pencaharian non usahatani dalam prakteknya sangat sulit karena

kebiasaan petani dan juga keterampilan yang dimiliki petani. Selain itu, permodalan

Page 93: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

77

juga masih menjadi kendala untuk pelaksanaannya. Permasalahan sosial lainnya

tentu akan muncul ketika pengelolaan lahan dengan meniadakan galengan,

sementara masalah admistrasi lahan secara baik belum dipersiapkan oleh BPN untuk

keperluan tersebut dan juga dukungan infrastruktur irigasi yang belum sepenuhnya

memadai untuk kegiatan usahatani dengan konsolidasi lahan.

Pada kegiatan pertanian modern dengan dukungan mekanisasi pertanian dapat

diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat

mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Mesin pertanian yang relatif baru

berkembang yaitu alat mesin tanam (transplanter) dan alat panen (combine

harvester). Sementara alsintan lainnya yang sudah lama berkembang dan eksis

dalam kegiatan usahatani dan pasca panen adalah traktor, power thresher dan RMU

(Rice Milling Unit).

Kegiatan mekanisasi pertanian berjalan dapat meningkatkan efesiensi,

efektifitas, produktivitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani.

Pengembangan Pertanian yang ditopang oleh mekanisasi pertanian akan dapat

menjadikan sosok pertanian lebih maju dan modern yang dapat dicontoh oleh

daerah lainnya, terutama disekitar lokasi percontohan.

Peluang dalam peningkatan pelaksanaan Pertanian Modern adalah: (a)

perlunya meningkatkan peran dan kelembagaan UPJA untuk meningkatkan

pemanfaatan alsin dan pengembangan jumlahnya untuk mendukung program

peningkatan produksi padi, (b) karena salah satu jargon pertanian modern adalah

full mechanize, maka bantuan alsintan yang cukup intensif dan diharapkan akan

meningkatkan produksi pasca modernisasi pertanian melalui dukungan alsintan, (c)

dengan waktu yang cukup untuk penyempurnaan konsep dan dukungan

infrastruktur serta pendukungnya, maka peluang pengembangan pertanian modern

akan berhasil dengan baik.

Kabupaten Cilacap merupakan daerah yang yang mempunyai UPJA terbaik

secara nasional. Penggunaan alsin untuk usaha pertanian telah berkembang dengan

baik, namun tidak menjadi lokasi percontohan pertanian modern. Dalam kasus ini,

Kabupaten Cilacap pada tahun 2014 sebenarnya sudah mendapat tawaran untuk

menjadi daerah contoh pengembangan Pertanian Modern, namun pada saat itu,

terkendala oleh beberapa hal, diantaranya: (a) belum adanya sosialisasi yang baik

Page 94: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

78

terhadap masyarakat, sehingga masyarakat masih meragukan manfaat Pertanian

Modern, (b) waktunya terlalu pendek untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan

terhadap masyarakat, (c) belum jelasnya beberapa pengertian terkait peraturan

dalam Pertanian Modern, seperti dihilangkannya galengan, dimana masyarakat

merasa khawatir akan terjadi konflik dengan sesama petani ketika sawahnya bersatu

tanpa sekat galengan, (d) kepemilihan lahannya sempit, sehingga untuk

mengkonsolidasikan usahatani seluas 100 hektar dengan melibatkan sekitar 300-400

petani dan harus dengan musyawarah, dapat dibayangkan kesulitannya dengan

cukup beragamnya pemikiran petani sebanyak itu. Walaupun demikian, masih

terdapat peluang untuk pelaksanaan Pertanian Modern di Kabupaten Cilacap antara

lain adalah: (a) pemerintah pusat telah melihat dari keberhasilan UPJA yang

merupakan peluang besar untuk mendapat program tersebut, (b) karena salah satu

jargon pertanian modern adalah full mechanize, maka dari sisi pengelolaan alsintan

di Cilacap telah menjadi rujukan daerah lain, (c) dengan waktu yang cukup untuk

memberikan pemahaman kepada petani, maka peluang tahun mendatang

diharapkan petani akan siap untuk menerima Pertanian Modern. Dengan luas 100

hektar, tentu tidak sampai setengah luas pertanian sawah di desa dapat

diorganisasikan menjadi pertanian modern.

3.6. Pembelajaran dan Indikasi Kebijakan yang Dibutuhkan untuk

Pertanian Modern.

Dari pengamatan, diskusi dan pembahasan kajian pertanian modern ini dapat

ditarik suatu pembelajaran serta indikasi kebijakan yang dibutuhkan agar penerapan

konsep pertanian modern lebih efektif dikemudian hari. Pemilahan pembelajaran dan

indikasi kebijakan yang dibutuhkan meliputi : (1) konsep dan persiapan

implementasi pertanian modern, (2) dukungan prasarana alsintan, faktor produksi

dan teknologi budi daya, (3) koordinasi lintas sektor (BPN, PU pengairan,

Kemperindag, dll), (4) manajemen sumberdaya manusia.

Didalam pelaksanaannya pertanian modern ini, antar daerah sangat bervariasi

mulai dari belum bisa dilaksanakan, sudah dilaksanakan tetapi belum sepenuhnya

modern, dan ada yang sudah lebih maju. Kabupaten yang belum mampu

melaksanakan Pertanian modern pada tahun 2015 adalah di kabupaten Cilacap,

diantara alasannya adalah : (a) petani belum memahami dan menerima untuk

Page 95: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

79

dilakukan konsolidasi lahan dan pengelolaan terintegrasi, (b) petani belum meyakini

keberhasilan pertanian modern, dan (c) petani masih belum membayangkan mau

bekerja apa jika lahan mereka dikelola oleh korporasi, karena di Cilacap untuk

kegiatan tertentu masih cukup tersedia tenaga kerja.

Sedangkan kabupaten yang sudah menerapkan pertanian modern tetapi

belum sempurna atau baru sebagian kegiatan yang dikelola secara modern adalah di

Kabupaten Soppeng, Sulsel; Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Blora, Jawa

Tengah. Di ketiga kabupaten pertanian modern baru terlaksana pada tahap kegiatan

pengolahan lahan, penanaman dan panen. Konsolidasi lahan per 3 hektar tetapi

pada saat ini kembali diberi galengan dengan ukuran galengan kecil, karena

permasalahan pengaturan irigasi dan batas kepemilikan lahan. Kegiatan

pemeliharaan, pemanenan dan penjualan hasil masih dilakukan secara individu.

Permasalahan yang dipandang belum bisa terselenggaranya pertanian modern

secara sempurna adalah : (a) Waktu persiapan untuk pelaksanaan PPM kurang

memadai, sehingga dalam perjalanannya banyak kendala, misalnya memberikan

pemahaman dan keyakinan kepada petani memerlukan waktu yang cukup, termasuk

untuk melakukan konsolidasi dengan pihak-pihak terkait, seperti pemerintah desa,

PU pengairan, dll, (2) Fasilitas sarana dan prasarana belum berimbang antara luas

areal PPM dengan jumlah alsintan yang disediakan, misalnya jumlah traktor dan

transplanter tidak memadai, jumlah tray kurang. Kualitas alsintan yang diadakan

beberapa kurang memadai sehingga agak menghambat pelaksanaan PPM, (3)

antara konsep dengan implementasi masih belum sinkron sehingga menghambat

terlaksananya pertanian modern, misalnya dalam konsep petani yang bergabung

akan diberi modal untuk sektor nonpertanian, itu sama sekali tidak ada realisasinya,

sehingga petani tetap fokusnya kepada petani sawah, sementara sebagian kegiatan

sudah diambil alih oleh mekanisasi, dan (4) koordinasi dengan lembaga lain yang

mendukung pertanian modern masih lemah, misalnya dengan perbankan dan Bulog.

Dari segi adopsi dan diffusi inovasi percontohan pertanian modern ini cukup

berhasil, khususnya penggunaan alsin. TR4 dulu ditolak dengan alasan membuat

tanah jadi keras, kini petani malah menginginkan bantuan TR4 karena bekerja

mengolah tanah lebih cepat, dan hasil olahannya bisa halus karena disertai dengan

TR2 di belakangnya.

Page 96: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

80

Penerapan paket teknologi SRI, khususnya tanam 1 bibit/lubang, tanam benih

muda maksimal umum 12 hari, sistem pertanian hemat air yaitu genangan hanya

setinggi 3 cm dan intermeten, tandur jajar legowo 2:1 cukup berhasil, walaupun

ternyata tingkat adopsinya setelah program belum menggembirakan. Sebelum

dilakukan percontohan, petani enggan menerapkan teknologi ini karena berbeda

dengan kebiasaan petani. Setelah percontohan terbukti bahwa penerapan teknologi

tersebut bisa meningkatkan hasil dari rata-rata 6,7 ton/ha menjadi 9,2 ton/ha

(laporan 8,05 ton/ha), petani mulai menerapkan teknologi di atas dalam

usahataninya. Teknologi lain yang coba diterapkan adalah pengurangan

penggunaan pupuk Urea dari 200 kg/ha menjadi 150 kg/ha serta penggunaan pupuk

organik. Dalam hal penggunaan pupuk, setelah program, petani masih memilih

menggunakan sebagaimana yang biasa dilakukan sebelumnya dengan alasan petani

tidak bisa menggunakan pupuk berimbang (hanya menggunakan Urea dan NPK

Pelangi, tanpa ZA, KCL, pupuk cair, pupuk organik) karena keterbatasan modal,

sehingga penggunaan pupuk Urea lebih banyak (kata petani dengan pupuk Urea

hasilnya cepat terlihat yaitu tanaman kelihatan hijau) dan penggunaan pupuk yang

lain di bawah anjuran.

Pelaksanaan percontohan di Soppeng yang melibatkan seluruh pihak terkait di

delapan kecamatan yang ada, mempercepat penyebaran adopsi inovasi alsin

maupun teknologi budi daya ke wilayah kecamatan yang lain. Diffusi inovasi

diharapkan dapat dipacu oleh adanya agen perubahan (Babinsa, penyuluh, tokoh

tani) dari masing-masing kecamatan yang telah dilibatkan dalam pelaksanaan PPM.

Dari segi konstruksi kelembagaan, pelaksanaan percontohan melibatkan

banyak pihak, namun minim konstruksi kelembagaan yang berbasis pada kekuatan

yang dimiliki oleh petani dan kelompok-kelompok setempat. Singkatnya waktu

pelaksanaan juga membuat konstruksi kelembagaan tidak menjadi fokus utama,

karena bagian ini memang perlu waktu lama dan hasilnya tidak segera dapat dilihat.

Konstruksi kelembagaan sangat penting dan sudah seyogyanya menjadi fokus dalam

kegiatan PPM.

Terdapat empat elemen dasar kelembagaan yang perlu diperhatikan dalam

mengkonstruksi kelembagaan, yaitu: (1) stakeholder dengan posisi dan perannya,

(2) jaringan dan interaksi yang berpola, (3) aturan main yang adil bagi semua

Page 97: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

81

pelaku yang terlibat, dan (4) sarana pendukung, berupa sarana benda-benda seperti

alsin, sarana produksi. Elemen dasar kelembagaan tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Pelaku (stakeholder) dengan posisi dan perannya. Pelaku dalam proses

produksi komoditas pertanian, khususnya padi adalah : a) petani (pemilik,

pemilik penggarap, penggarap – individu, kelompok tani, gapoktan), b)

produsen/penjual sarana produksi (benih/bibit, pupuk, obat-obatan), c)

produsen/penjual alsin dan bengkel alsin serta UPJA, d) penjual jasa tenaga

kerja pertanian (perorangan/kelompok : olah tanah, tanam, pemeliharaan,

panen, angkut), e) pembeli hasil pertanian (pedagang pengumpul, pedagang

besar, RMU - swasta (perorangan, kelompok, perusahaan, koperasi,

pemerintah : Bulog/Dolog), f) Lembaga keuangan, g) Lembaga pemerintah

(dinas terkait, penyuluh).

2. Jaringan dan interaksi yang berpola. Budi daya padi melibatkan banyak

pelaku, yang masing-masing memiliki posisi dan peran yang saling

melengkapi. Agar aktivitas dalam proses produksi dapat belangsung dengan

lancar, maka harus dibangun jaringan antar pelaku sedemikian rupa sehingga

interaksi antar pelaku bisa terpola.

3. Aturan main yang adil. Aturan main harus dikonstruksi secara bersama oleh

pihak-pihak yang terkait. Aparat dinas dalam hal ini bisa menjadi fasilitator

dalam proses konstruksi aturan main.

4. Sarana pendukung. Sarana pendukung dalam proses budi daya padi terdiri

dari lahan, jaringan irigasi, jalan usahatani, sarana produksi, peralatan

(termasuk alsin).

Keempat elemen kelembagaan ini harus terkelola dengan baik agar kegiatan

pertanian modern ini bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah skala percontohan. Percontohan

seluas 100 ha, melibatkan banyak pihak, bahan dan alat, yang sebagian darinya

harus didatangkan dari luar. Kondisi ini tidak bisa terus menerus dilakukan,

alternatifnya adalah membuat skala percontohan dengan basis kemampuan mandiri

komunitas dalam penyediaan bahan, alat dan tenaga kerja, serta kemampuan

mengelola seluruh aktivitas dan hasilnya. Kepemilikan alsin sesuai jenis dan jumlah

(sesuai kapasitas) bisa digunakan sebagai basis untuk menentukan luasan

Page 98: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

82

percontohan. Dengan menghitung kepemilikan alsin UPJA Semangat di kabupaten

Soppeng misalnya, maka percontohan lebih optimal jika dilakukan pada lahan sawah

seluas 20-50 ha.

Pelaksanaan percontohan sangat singkat, hanya 1 musim tanam. Akan lebih

baik jika pelaksanaan tidak hanya dibatasi satu musim, karena esensi penerapan

pertanian modern sebagai suatu inovasi adalah pada perubahan perilaku dalam

adopsi inovasi. Perubahan perilaku mencakup tiga ranah yaitu pengetahuan, sikap

dan tindakan, sedangkan adopsi inovasi mencakup tahapan-tahapan awareness,

interest, evaluation, trial, adoption. Perubahan perilaku dan adopsi inovasi perlu

waktu, tidak sama bagi setiap individu, prosesnya bisa cepat atau lambat.

Keberadaan kelompok dapat membuat individu mengikuti proses di atas sesuai

dengan yang dialami oleh individu dominan yang menjadi panutan.

Segi koordinasi, dedikasi dan komitmen petugas pelaksana juga harus

diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pertanian modern. Dinas terkait beserta

jajarannya dari tingkat provinsi hingga tingkat lapangan, yang dibantu juga dengan

aparat TNI, sangat besar perannya dalam memberikan fasilitasi, pendampingan, dan

pembinaan kegiatan PPM serta mobilisasi massa, sehingga kegiatan tersebut dapat

terlaksana. Selain itu, pengalaman sangat membantu dalam pelaksanaan PPM.

Seperti contoh, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Soppeng telah

memiliki pengalaman melakukan kegiatan yang hampir sama walau dengan skala

yang lebih kecil (dengan biaya APBD), kegiatan pertanian full mekanisasi bukanlah

hal baru. Koordinasi berbagai instansi yang terlibat dikonstruksi dengan baik,

sehingga pengerahan sumber daya dapat diarahkan untuk mendukung

terlaksananya kegiatan PPM. Ketersediaan data base tentang lahan, air, kelompok

tani/gapoktan, alsin dari berbagai dinas terkait yang dapat diakses oleh Dinas TPH

memperlancar terlaksananya kegiatan sejak persiapan hingga pelaksanaan.

Dukungan Pemda Setempat dan Pihak lainnya juga merupakan salah satu faktor

yang penting dalam pelaksanaan PPM. Pemda setempat, baik di tingkat I dan II

sangat berperan dalam mendukung terlaksananya PPM, baik dalam bentuk fasilitasi

dan pendampingan, juga dalam hal penyediaan akomodasi dan konsumsi pihak-

pihak yang terlibat selama pelaksanaan. Peran yang tak kalah penting juga

dilakukan oleh Tim Teknis, dalam melakukan pendampingan teknologi, sekali pun

Page 99: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

83

harus banyak beradu argumentasi dengan petani dalam penerapan inovasi.

Pelaksanaan PPM juga melibatkan LSM.

Kabupaten Soppeng, sebagai contoh, dianggap sudah lebih lengkap

mengimplementasikan pertanian modern dari sisi penerapan alsintan. Dari hasil

pemantauan penerapan pertanian modern di Soppeng sudah terlaksana mulai dari

pengolahan lahan, tanam, panen dan sampai pemasaran (resi Gudang). Hal ini

dapat terlaksana karena kondisi lingkungannya sangat mendukung, diantaranya

adalah : (a) pemerintah dan masyarakat sejalan berkeinginan keras untuk

meningkatkan produksi memecahkan permalahan yang terkait dengan pertanian

padi sawah, (b) karena kelangkaan tenaga kerja disatu sisi dan ketersediaan lahan

di sisi lain, maka memudahkan penerapan pertanian modern, (c) karena skala

hamparan sawah yang luas menyebabkan menjadi sangat layak untuk melakukan

investasi alsintan dan ini mendorong para pemuda untuk terjun ke dunia bisnis

pertanian padi sawah, (d) dengan kondisi luas areal yang hamparannya luas dan

posisi wilayah yang terpencil (remote), maka penerapan pertanian modern dari

pengolahan lahan sampai dengan panen, pasca panen dan penjualan menjadi

mendesak (urgent) untuk dimasukan dalam satu satuan kegiatan pertanian modern.

4. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

4.1. Kesimpulan

Dari bahasan di atas dapat disimpulkan :

1. Alsintan memiliki keunggulan secara teknis maupun ekonomis. Prasyarat

pengembangan mekanisasi pertanian antara lain adalah adanya fasilitas

penyediaan alsintan, konsolidasi lahan pertanian, dan kemudahan akses

perbankan. Dalam pelaksanaan PPM, konsolidasi lahan adalah hal yang

sangat sulit mengingat galengan masih digunakan sebagai penahan air dan

batas kepemilikan. Namun hal tersebut bisa diatasi dengan memperkecil

galengan atau meratakan galengan sementara untuk jalan alsin pada saat

kegiatan yang menggunakan alsin. Umumnya untuk fasilitas penyediaan

alsintan ini dapat melalui bantuan dari pemerintah pusat/daerah, dan

optimalisasi kinerja UPJA (Usaha Pelayanan Jasa Alsintan).

Page 100: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

84

2. Pengembangan usahatani padi melalui penerapan penggunaan alat dan mesin

pertanian menyebabkan terjadi efisiensi waktu, biaya tenaga kerja,

percepatan IP, kualitas kerja dan produk meningkat, minat tenaga kerja muda

disektor pertanian meningkat, terjadinya efisiensi biaya, dan penggunaan

benih berkualitas dengan jumlah benih yang berkurang. Selain penggunaan

alat dan mesin pertanian, dalam suatu hamparan, pengelolaan usahatani

dilakukan secara terpadu untuk memudahkan pengelolaan tanaman,

meningkatkan efisisensi biaya produksi, meningkatkan posisi tawar kelompok,

meningkatkan harga output, dan meningkatkan nilai tambah petani (dengan

system penjualan dengan di timbang yang terukur). Namun pengelolaan

usahatani terpadu belum sepenuhnya dilaksanakan di lokasi PPM, saat ini

baru pada kegiatan olah tanah dan tanam.

3. Pengelolaan usaha alsintan sudah relatif baik, tetapi masih perlu

dikembangkan secara profesional dengan memperluas jaringan kerja, seperti

pengelolaan UPJA di Kabupaten Cilacap, sehingga pemanfaatan alsin lebih

efisien. Pengelolaan alsintan oleh UPJA di lokasi PPM telah dilakukan secara

profesional, dimana biaya untuk operasional alsintan selalu diupayakan

bersumber dari hasil alsintan itu sendiri dan diupayakan tidak bersumber dari

kas UPJA. Hampir setiap bulan UPJA berkumpul diantara anggota untuk

membahas berbagai persoalan yang ada baik yang menyangkut kegiatan

pengelolaan alsintan, kegiatan usahatani dan kegiatan lainnya terkait UPJA.

Namun masih ada UPJA di lokasi contoh yang belum menentukan aturan main

dari penyewaan alsin, terutama alsin yang baru dimiliki (bantuan

Pemerintah).

4. Beberapa kegiatan PPM merupakan adopsi inovasi baru, kegiatan tersebut

antara lain adalah : sistem persemaian dengan menggunakan transplanter

yang memerlukan keahlian yang cukup memadai atau berbeda dengan sistem

persemaian tapin (tanam pindah). Adopsi inovasi penggunaan varietas unggul

dan efisiensi penggunaan benih padi menjadi sangat ideal jika menggunakan

transplanter. Namun penggunaan transplanter pada saat MH sering

terkendala oleh kedalaman lumpur sawah, sehingga dibutuhkan modifikasi

sesuai dengan kondisi wilayah. Disamping itu, untuk jasa tanam masih

Page 101: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

85

bersaing dengan kelompok tanam manual, dimana pada kondisi saat ini masih

mengharapkan lapangan pekerjaan untuk kegiatan tanam tersebut.

Keserempakan dalam olah tanah dan tanam menjadi faktor kunci dalam PPM.

Jika biasanya petani bebas dalam menyelesaikan pengolahan lahannya dan

tanam, maka dalam PPM seluruh proses tersebut ditargetkan selesai dalam

seminggu. Hal ini merupakan tantangan bagi aparat dinas, tim teknis, dan

penyuluh untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) agar

introduksi inovasi PPM secara keseluruhan dapat diterima dan diadopsi oleh

petani.

5. Dalam pelaksanaan PPM hingga musim berikutnya belum ada introduksi

kelembagaan terkait pemasaran hasil. Belum ada kegiatan pemasaran

bersama, baik yang dikelola oleh poktan maupun gapoktan. Pedagang hasil

bumi, merupakan pelaku yang berperan dalam pembelian gabah milik petani.

Pedagang ini menjalin kerjasama dengan beberapa pengusaha penggilingan.

Harga yang ditawarkan oleh pedagang ini untuk petani setempat sedikit di

atas harga pasar. Selain itu, hasil panen dijual kepada tengkulak yang datang

ke rumah-rumah.

6. Penyediaan sarana produksi saat ini masih disediakan melalui Paket Optimasi

Lahan pada PPM. Paket tersebut nampaknya sama baik dalam jenis, jumlah,

dan nilainya pada ketiga lokasi PPM. Hal itu berarti penyediaan paket tersebut

tidak didasarkan pada kondisi spesifik lokasi tanah (berdasarkan uji

kandungan unsur hara tanah). Namun sebagian petani menyatakan bahwa

akses untuk memperoleh sarana produksi mudah didapat asal tersedia modal.

Selain sarana produksi, ketersediaan air/sarana irigasi pada lokasi PPM juga

perlu diperhatikan karena hal ini diperlukan dalam percepatan tanam.

7. Permasalahan yang dihadapi pada saat ini terkait implementasi program

pertanian modern tersebut adalah: (1) Masih terdapat kekurangan beberapa

alsintan seperti: traktor roda 4, transplanter dan combine harvester, (2)

keterbatasan tray/nampan untuk pembibitan, (3) Masih terbatasnya sarana

pendukung seperti gudang alsintan dan perbengkelan, (4) keterbatasan RMU

yang ada di lokasi percontohan, dan (5) Terbatasnya sarana untuk

Page 102: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

86

menyimpan gabah yang dihasilkan, sehingga dibutuhkan gudang

penyimpanan gabah hasil panen.

4.2. Implikasi Kebijakan

Untuk mempercepat penerapan pertanian modern yang berkelanjutan

beberapa implikasi kebijakan yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah:

1. Perlu persiapan waktu untuk mensosialisasikan pertanian modern kepada

masyarakat dan stakeholder terkait dan menciptakan komitmen bersama untuk

implementasi pertanian modern tersebut. Hal ini terutama yang menyangkut

perubahan sikap dan keyakinan untuk menerima/adopsi inovasi seperti pertanian

modern memerlukan waktu, ketekunan dan kegigihan bahkan perlu domentrasi

plot (dempot) atau demfarm sehingga petani menjadi sadar, yakin, berkeinginan

dan meniru atau adopsi inovasi tersebut.

2. Perlunya roadmap kecil (specific road map) untuk pertanian modern, sehingga

bisa menerapkan langkah dan prioritas, seperti pilihannya pada apakah pertanian

modern ini akan diterapkan secara sempurna menurut siklus usahatani padi

mulai dari pengolahan tanah sampai dengan panen dan pemasaran atau akan

diterapkan secara bertahan tetapi sempurna, misalnya pengolahan tanah dan

tanam saja, dilanjtukan dengan pemeliharaan teritegrasi dan dilanjutkan dengan

tahapan panen, pascapanen dan pemasaran.

3. Perlu adanya program pendamping, sesuai dengan konsep pertanian modern

dimana kelebihan tenaga kerja akan diserap oleh sektor non pertanian. Semua

pilihan tahapan memiliki prasyarat yakni kelengkapan penerapan konsep dan

sarana alsintan yang memadai. Yang dimaksud implementasi kelengkapan

konsep adalah pembukaan kesempatan kerja sektor non pertanian yang terkait

dengan pertanian atau tidak terkait harus secara in line dalam waktu yang sama

dengan penerapan pertanian modern itu sendiri, karena ketika pertanian modern

di implementasikan, maka akan terjadi kelebihan tenaga kerja dari pertanian

yang harus difasilitasi jenis pekerjaannya.

4. Terkait dengan fasilitasi alsintan, baik pada pertanian modern atau program lain

seperti UPSUS, maka hendaknya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang

ditujukan untuk para produsen alsintan. Alsintan yang diproduksi masal harus

Page 103: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

87

sudah melalui kajian atau lolos uji sehingga menjadi layak pakai oleh

masyarakat. Disamping itu kesiapan melempar ke pasaran umum harus di uji

tingkat kesiapannya termasuk didalamnya adalah: kesediaan spare-part, layanan

purna jual, dll. Saat ini hampir sebagian besar alsintan yang ada belum layak

pakai atau tidak lolos uji dan tidak siap pelayanan purna jualnya.

5. Dari pengalaman, ada permasalahan pada satu lokasi pertanian modern tetapi

tidak merupakan masalah pada lokasi lain, misalnya di kabupaten Sukoharjo

keterbatasan jumlah tray menjadi masalah persemaian, sedangkan di Soppeng

dan Cilacap hal ini tidak menjadi masalah karena ada metoda lain. Berdasarkan

keadaan tersebut, perlu dibangun system pengembangan SDM, seperti pusat-

pusat pelatihan yang tumbuh dari kelompok lintas daerah sebagai ajang studi

banding yang difasilitasi oleh pemeritah.

6. Karena permasalahan yang terkait dengan alam sebagai resources endownment,

maka penerapan pertanian modern tentu tidak dengan serta merta dapat

dilaksanakan dengan mudah pada seluruh wilayah persawahan, karena terkait

dengan kedalam lumpur sawah, topografi, keadaan sosial dll, sehingga perlu ada

kajian yang berlanjut untuk penggambaran (mendelineasi) daerah mana saja

yang layak untuk dikembangkan sebagai pertanian modern, semi modern dan

konvensional.

7. Perlu adanya jaminan ketersediaan sarana produksi seperti : pupuk, pestisida,

air irigasi dan membentuk kelembagaan pasar dengan cara memperkuat

gapoktan atau koperasi tani.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2015. Prospek Pengembangan Modernisasi Pertanian-Full

Mekanisasi. Bogor BB. Mektan. 2014. Data Analisis Alsintan dan Titik Impasnya. Balai Besar Mekanisasi

Pertanian. Serpong.

BPS. 2015. Berita Resmi Statistik No. 28/03/TH.XVIII, 2 Maret 2015. Jakarta

Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Cilacap. 2015. Data Alat dan Mesin Pertanian, 2014 dan Pengadaan Alsintan 2015. Cilacap.

___________________________________________. 2015. Data Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Cilacap 2011-2015.

Cilacap.

Page 104: PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_09.pdf · KEMENTRIAN PERTANIAN 2015 . i KATA PENGANTAR Masalah yang dihadapi dalam swasembada

88

___________________________________________. 2015. Luas Baku Lahan Sawah Untuk Pertanaman Padi 2014. Cilacap.

___________________________________________. 2015. Data Kelompok Tani, Gapoktan dan UPJA 2014. Cilacap.

Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo. 2015. Data Alat dan Mesin Pertanian, 2014. Sukoharjo.

___________________________________________. 2015. Data Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Sukoharjo 2011-2014. Sukoharjo.

___________________________________________. 2015. Luas Baku Lahan Sawah Untuk Pertanaman Padi 2014. Sukoharjo.

___________________________________________. 2015. Data Kelompok Tani, Gapoktan dan UPJA 2014. Sukoharjo.

Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2010. Pedoman Teknis

Revitalisasi Penggilingan Padi Kecil. Ditjen P2HP (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian) Kementerian Pertanian RI. Jakarta.

PSEKP. 2015. Hasil penelitian Pertanian Modern di Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan. Analisis Kebijakan, Tidak dipublikasikan. Pusat Sosial Ekonomi dan

Kebijakan Pertanian. Bogor.

Sinaga, Rudolf dan B. White. 1980. Beberapa Aspek Kelembagaan di Pedesaan Jawa dalam Hubungannya dengan Kemiskinan Struktural. Dalam Kemiskinan

Struktural : Suatu Bunga Rampai. Pusat Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta.

http://www.agrina-online.com/redesign2.php?rid=7&aid=4803.Tabloid Agribisnis

Dwimingguan Agrina, 6 Januari 2014

www.rri.co.id/purwokerto/post/berita/153803/cilacap/dukung_swasembada_pangan

_traktor_dan_pompa_air_bantuan_presiden_ri_dibagikan.html. 2 April 2015. Di Unduh 1 September 2015.