proses implementasi inovasi
DESCRIPTION
inovasi merupakan suatuide, gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatuhal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Dengan demikiandapat disimpulkan inovasi pendidikan merupakan suatu ide, suatu barang, suatumetode, yang digunakan oleh seseorang sebagai hasil yang dibuat olehseseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil inverse(penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untukmencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikanTRANSCRIPT
Penggunaan Infokus di kelas
PASCA SARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKANUNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA2014
NIM 7117140015JAMRIDAFRIZAL
Inovasi Pembelajaran dengan
Prof.Dr.Suriani,S.H.M.AProf.Dr.Farida Mukti,M.Sc
DOSEN:
PROSES IMPLEMENTASI INOVASI
PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN INFOCUS DI SMP. NO.1, KECAMATAN CIKEUSAL,KABUPATEN SERANG
Sebelum penulis menjelaskan mengenai proses implementasi inovasi,
terlebih dahulu penulis menjelaskan sekilas mengenai konteks yang mendasari
proses implementasi inovasi ini. proses implementasi inovasi ini merupakan
bagian dari difusi Innovasi ( penyebaran inovasi). Agar mendapatkan pengertian
yang medalam maka penulis perlu menjelaskan sekilas tentang inovasi dan difusi.
M. Rogers menyatakan , An innovation is an idea, practice, or object that
is perceived as new by an individual or other unit of adoption. It matters little, so
far as human behavior is concerned, whether or not an idea is "objectively" new
as measured by the lapse of time since its first use or discovery. The perceived
newness of the idea for the individual determines his or her reaction to it. If the
idea seems new to the individual, it is an innovation (inovasi merupakan suatu
ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu
hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Dengan demikian
dapat disimpulkan inovasi pendidikan merupakan suatu ide, suatu barang, suatu
metode, yang digunakan oleh seseorang sebagai hasil yang dibuat oleh
seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil inverse
(penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan. Lebih
lanjut Rogers mengemukakan ada lima karakteristik inovasi yaitu: 1) Keunggulan
relatif (relative advantage) yaitu derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih
baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. 2) Kompatibilitas (compatibility)
adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai
yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. 3) Kerumitan
(complexity) adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit
untuk dipahami dan digunakan. 4) Kemampuan diuji cobakan (trialability) adalah
derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. 5) Kemampuan
diamati (observability) adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat
oleh orang lain.
Tugas ini membahas “Proses implementasi innovasi pembelajaran
menggunakan infocus di Sekolah Menengah Pertama No.1, Kecamatan
Cikeusal, Kabupaten Serang. Proses implementasi ini didasarkan pada hasil
penelitian yang dilakukan Huberman dan Miles tentang bagaimana proses suatu
adopsi inovasi di sekolah terjadi.
Hal pertama yang dibahas dalam makalah ini adalah motif atau
alasan yang mendasari mengapa guru dan tenaga administrasi mengadopsi
suatu inovasi. Hal lain yang dibahas adalah hubungan adopsi inovasi dengan
sikap (attitude) dan rentang waktu adopsi inovasi (adoption timelines).Kedua,
penulis menyoroti faktor lain yang mempengaruhi adopsi inivasi pendidikan
yaitu pandangan terhadap inovasi, sebagaimana Huberman dan Miles menyoroti
masalah ini. Dalam hal ini adalah bagaimana persepsi dan penilaian awal guru
dan administrator terhadap inovasi mempengaruhi adopsi inovasi itu sendiri.
Ketiga, Huberman dan Miles membahas tentang implementasi awal yang
meliputi 1) upaya guru dan administrator menguasai inovasi; 2) perasaan dan
kepedulian (concern) guru dan administrator pada awal penggunaan; 3)
pengalaman awal dan kesiapan guru dan administrator; serta 4) hal-hal lain yang
mempengaruhi implementasi awal.Keempat, pada masa implementasi awal
diperlukan asistensi. Oleh karena itu, Huberman dan Miles membahas tentang
peran asistensi serta bentuk-bentuk asistensi yang diperlukan. Bagian akhir,
Huberman dan Miles menjelaskan proses implementasi akhir yang dipengaruhi
oleh tingkat kemahiran mempraktekkan, tingkat kepedulian, dan stabilisasi atau
kontinyuasi.
Sebagai dasar pinjakan penulis mendasari tulisan ini pada pendapat
Huberman dan Miles membahas alasan utama mengapa guru dan administrator
mengadopsi inovasi pendidikan. Dalam hal ini dibahas motif secara umum,
hubungan motif dengan pengembangan karir dan kaitan motif dengan sikap.
I. Motive Umum
Berdasarkan hasil survey, penulis mengidentifikasi beberapa hal yang
melandasi guru dan administrator mengadopsi inovasi “Pembelajaran
menggunakan infocus di ruangan Kelas”. Motif tersebut digambarkan seperti
dalam table berikut:
Tabel 1 Alasan Adopsi Inovasi (N = 49)NO Motive Reponden %1 Paksaan administrative 18 36,7
2cara baru atau hal baru yang dapatmeningkatkan praktek pembelajaran
8 16,3
3 Meningkatkan citra professional diri sendiri 4 8,24 Meningkatkan kapasitas guru 4 8,25 Memecahkan masalah pembelajaran 3 6,16 Akses terhadap dana 3 6,17 Meningkatkan kapasitas sekolah 2 4,18 Membantu mencapai tujuan (idealis) 2 4,19 Memperbaiki kondise kerja lebih baik 2 4,1
10 Peluang untuk membuat proyek 1 2,0
11Meningkatkan kekuasaan/kewenangan dirisendiri 1 2,0
12 Pengaruh social ( teman sejawat) 1 2,049 100,0
Bila dianalisa tabel di atas penulis menyimpulkan bahwa faktor utama
yang mempengaruhi adopsi inovasi adalah Paksaan administrative (otoriter)
sebanyak 36,7% atau 18 orangs, karena memang sekarang ini ada kewajiban dari
kementerian Agama Bahwa sekolah-sekolah Negeri di bawah kementerian
agama diwajbkan untuk menggunakan infocus di ruangan kelas
Faktor kedua adalah apakah inovasi tersebut merupakan cara baru atau
hal baru yang dapat meningkatkan praktek pembelajaran atau tidak, 16,3% atau
8 orang, tanggapan ini diberikan oleh guru yang masih muda, karena mereka
yang masih muda lebih siap dan mudah menerima sebuah inovasi, karena
adanya teknostress ( stress terhdap teknologi)
Faktor Ketika, inovasi Pembelajaran menggunakan infocus di ruangan
Kelas dapat meningkatkan citra professional diri sendiri dan Meningkatkan
kapasitas guru masing-masing 8.2 % atau 4 orang,Keempat, Memecahkan
masalah pembelajaran, Akses terhadap dana masing-masing 3 orang atau 6,1 %,
Kelima, Meningkatkan kapasitas sekolah, Membantu mencapai tujuan (idealis),
Memperbaiki kondise kerja lebih baik, masing-masing 2 orang atau 4,1
%,Keenam, Peluang untuk membuat proyek, Meningkatkan
kekuasaan/kewenangan diri sendiri, Pengaruh social ( teman sejawat) masing-
masing 1 orang atau 2,0%
Bagaimanakah sikap guru dan tenaga administrasi terhapa inovasi
pembelajaran menggunakan infocus di ruangan Kelas, jika motif tersebut
dibandingkan antara guru dan administrator, maka ada beberapa
motif/alasan utama yang berbeda dalam mengadopsi suatu inovasi.
Secara umum penerimaan inovasi karena unsur paksaan administrative
(otoritas) jumlahnya mencapat 40% bagi tenaga administratif dan 35,29 %bagi
tenaga guru
Ada perbedaan signifikan alasan penerimaan inovasi antara guru dan
tenaga administrasi, guru menganggap bahwa penerimaan inovasi karena dapat
meningkatkan proses pembelajaran ini dijawab ya oleh 7 orang guru atau 20,59
%. Sedangkan bagi tenaga adminsitasi hanya 6,7 % tau satu orang
Bagaimanakah dengan pandangan bahwa inovasi dapat meningkatkan
citra professional diri sendiri dan Meningkatkan kapasitas guru?. Tenaga
adminsitrasi mengiyakan sebanyak 6,7 % sedangkan bagi guru menjawab ya
sebanyak 8.82%
Bagaimanakah penerimaan mereka terhadapa inovasi, bahwa inovasi
dapat memecahkan masalah pembelajaran dan Akses terhadap dana, masing-
masing dijawab 6,7 oleh tenaga adinistasi dan 5,8 untuk guru
Ada sekitar Empat kompenen yang masing-masing dijawab 1 orang secara
positif tentang pengaruh inovasi dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka
yaitu Meningkatkan kapasitas sekolah, Membantu mencapai tujuan (idealis),
Memperbaiki kondise kerja lebih baik,
Penerimaan terhadap inovasi memiliki kaitan dengan peluang untuk
membuat proyek oleh tenga tenaga adminsitas memberikan kontribusi
positif,walaupun hanya dijawab oleh satu orang, sedangkan guru tidak
memberikan respon dalam hal ini
Inovasi dapat meningkatkan kekuasaan/kewenangan diri sendiri,
Pengaruh social ( teman sejawat) masing-masing dijawab positif oleh satu orang
guru, sedangkan dalam hal ini tenaga administarasi tidak memberikan respon
Adakah inovasi dapat meningkatkan skor prestasi sekolah, Memenuhi
kebutuhan eksternal, Memiliki nilai kebaruan dan tantangan, Politik yang baik?.
Keempat pertanyaan ini tidak direspon oleh guru dan tenaga admnistrasi.
Tabel 2. Perbandingan Motif Adopsi Inovasi antara Administrator ( 15) dan Guru(34) N=49
No Alasan/Motif Adm % Guru %
1 Paksaan administrative 6 40,0 12 35,29
2Meningkatkan prosespembelajaran 1 6,7 7 20,59
3Meningkatkan citra professionaldiri sendiri 1 6,7 3 8,82
4 Meningkatkan kapasitas guru 1 6,7 3 8,82
5Memecahkan masalahpembelajaran 1 6,7 2 5,88
6 Akses terhadap dana 1 6,7 2 5,88
7 Meningkatkan kapasitas sekolah 1 6,7 1 2,94
8Membantu mencapai tujuan(idealis) 1 6,7 1 2,94
9Memperbaiki kondise kerjalebih baik 1 6,7 1 2,94
10 Peluang untuk membuat proyek 1 6,7 0 0,00
11
Meningkatkankekuasaan/kewenangan dirisendiri
0 - 12,94
12Pengaruh social ( temansejawat) 0 - 1 2,94
13Meningkatkan skor prestasisekolah 0 - 0 0,00
14 Memenuhi kebutuhan eksternal 0 - 0 0,00
15Memiliki nilai kebaruan dantantangan 0 - 0 0,00
16 Politik yang baik 0 - 0 0,00
15 100,00 34 100,00
II. Motif Dan Relevansinya Dengan Karir
Merujuk pada Pendapat Huberman dan Miles dari hasil penelitiannya
bahwa ada hubungan antara adopsi inovasi dengan pengembangan karir. Penulis
menjadikan pendapat tersebut sebagai acuan untuk melakukan hal sama yakni
bagaiman motif dan relevansinya dengan Karir. Dengan Dengan kata lain, karir
menjadi insentif guru dan administrator untuk mengadopsi inovasi pendidikan.
Dalam hal ini, 17,6 % guru dan 13,3 % administrator menyatakan tidakakan
pindah bila terjadi inovasi. Guru Bahkan siap dipromosikan kesekolah yang
memiliki perangkat yanglebih lengkap 23,5 % di daerah yang sama. Sebanyak
26,5 % menyatakan siap dipromosikan ke sekolah lain di daerah yang berbeda.
Motif lain bagi guru adalah karena ada kemungkinan peningkatan rotasi atau
promosi karir tapi masih dalam satu wilayah (11%) dan karena berpengaruh
terhadap promosi (7%). Sedangkan bagi administrator, sama seperti guru yaitu
karena ada kemungkinan peningkatan promosi tapi dalam satu wilayah
(17%) dan karena berpotensi untuk tetap pada jabatan semula dan tidak
dipindah (17%). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Perbandingan Hubungan Motif Karir terhadapAdopsi Inovasi antara Guru dan Administrator
Aspek MotifKarir
Motif Karir Guru(N=34)
Adminsitrator(N=15)
Pindah
Dimasukan kembaliyang tidak enak
2( 5,9 %) 0
Dipindah dari pekerjaanyang tidak enak
1 ( 2,9 %) 1 (6,7%)
Tetap Tetap, aman dengan statuspekerjaan sekarang
6 (17,6 %) 2 ( 13,3 %)
Siap-siappindah
Pindah posisi sebagaipersiapan promosi
8 ( 23,5 %)4 (26,7 %)
Pindah
Promosi dalam wilayahsama
9 ( 26,5%) 7 (46,7% )
Promosi ke wilayah lain 6 (17,6 %) 1 (6,7% )
Dipindahkan
Ke sektor swasta 1(2,9 %) 0%Ke pekerjaan lain selainmengajar/tenagaadministrasi Digantikan oranglain
1 (2,9 %)
0%
Digantikan orang lain 0 0 %Ada kariryang jelas 34 15
III. Sikap Terhadap Inovasi
Sudah menjadi karakter manusia bahwa ketika sebuah inovasi dilakukan
beragam sikap diperlihatkan oleh guru maupun tenaga administrasi. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Huberman dan Miles menunjukkan bahwa sikap
terhadap inovasi dipengaruhi oleh “apakah inovasi terebut sentral terhadap
proses pembelajaran sehari-hari atau tidak. Baik guru maupun administrator
memiliki sikap yang sama. Semakin sentral inovasi terhadap proses
pembelajaran sehari-hari makan semakin disukai inovasi tersebut yang pada
akhirnya semakin positif sikap guru dan administrator terhadap inovasi
tersebut. Sealiknya, semakin tidak sentral (tidak berpengaruh langsung),
semakin tidak disukai dan semakin skeptic sikap guru dan administrator
terhadap inovasi tersebut.
Guru dan tenaga administrasi menganggap inovasi ini merupakan sesuatu
yag sentral bagi perubahan pembelajaran di sekolah, dimana guru hanya perlu
mempersiapkan bahan ajar dirumah, lalu diskolah hal itu dijelaskan, guru tidak
lagi perlu repot menuliskan hal-hal yang akan diajarkan. Tenaga administrasi
juga menganggap bahwa inovasi alat ini penting seklai, selama ini mereka repot
dengan menyiapkan spidol, membersihkan whiteboard, dan menjaga
kebersihan whiteboard dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Bagaimanakah pendepat yang demikian jika kita kaitkan dengan hasil
survey mengenail bagaimana sikap para guru dan tenaga admisnitrasi terhadap
inovasi berupa pembelajaran dengan menggunakan infocus di ruangan kelas
Kalau kita cermati dengan baik Tabel 3, terlihat jelas bahwa ada hubungan
antara motif dengan sikap positif awal terhadap inovasi, yaitu apakah guru dan
administrator menyukai, netral atau tidak menyukai.
Dari tabel tersebut, yang paling berpengaruh terhadap sikap awal untuk
menyukai inovasi adalah relevansi terhadap karir, khususnya ketika inovasi
tersebut merupakan tiket untuk mendapatkan posisi mengajar full time
atau promosi 23,5 %, Pindah posisi sebagai persiapan promosi 26,5 %, Promosi
ke wilayah lain 17,6 %
Hal kedua adalah ketika dapat mengobservasi langsung hasilnya dari
teman sejawat ukan karena pendapat atau masukan dari teman sejawat,
tapi dari hasil melihat sendiri secara langsung. Jadi, social influence,
mempengaruhi sikap awal guru dan administrator, jika mereka melihat
langsung (terkesan). Tapi, sikap awal mereka akan netral jika social influence
terjadi karena perbincangan atau seseorang membicarakannya saja.
Sedangkan sikap awal tidak menyukai. unpavorable) lebih disebabkan karena
tidak ada relevansinya dengan karir. Dari tabel tersebut terlihat bahwa,
walaupun memiliki relative advantage yang tinggi dan tingkat sentralitas
terhadap pembelajaran sehari-hari tingggi, tapi karena tidak ada relevansinya
dengan karir, maka sikap awal guru dan administrator menunjukkan
“unfavorable”.
IV. Pandangan Terhadap Inovasi:Persepsi Dan Penilaian Awal
Pada dasarnya Manusia memang tidak mudah untuk berubah.Dalam
sejarah peradaban manusia kita lihat begitu bayak penolakan yang dilakukan
oleh orang mengenai suatu perubahan, apalagi sesuatu yang mau dirobah
tersebut sudah dilakukan sangat lama, bahkan sudah menjadi budaya dan
kebiasaan sehari-hari. Untuk mendukung anggapan ini penulis merujuk pada
Huberman dan Miles, dari hasil penelitiannya menekankan bahwa pandangan
awal terhadap inovasi mempengaruhi adopsi inovasi tersebut. Yang dimaksud
dengan pandangan awal adalah persepsi dan penilaian awal terhadap inovasi
tersebut. Beberapa faktor yang sebaiknya dipertimbangkan dalam proses
implementasi inovasi pada tahap awal ketika inovasi tersebut diusulkan untuk
diadopsi adalah sebagai berikut:
1. Persepsi dan Penilaian terhadap Ukuran Awal (Initial Size-Up), yaitusejauh mana guru dan administrator mempersepsi dan menilai (1)Tingkatkerumitan inovasi: sederhana (simple) atau rumit (complex),(2)Tingkatkejelasan: jelas (clear) atau tidak jelas (unclear),(3) Tingkat kemudahanmelakukan: mudah dilakukan (easy to do) atau sulit dilakukan(hard to do),(4)Tingkat keluwesan: luwes (flexible) atau kaku/sudah adapekmnya (prescriptive)
1. Kecocokan dengan pribadi (goodness of user fit); yaitu apakah inovasitersebut cocok, sedang, tidak cocok dengan pribadi sendiri.
2. Tingkat kemungkinan merubah kelas (level of anticipated classroom levelchange); yaitu Apakah inovasi tersebut merubah kebiasaan proses belajartinggi, sedang atau rendah.
3. Tingkat kemungkinan merubah organisasi (level of anticipatedorganization level change); yaitu apakah inovasi tersebut merubahkebiasaan organisasi/sekolah tinggi, sedang atau rendah.
4. Kecocokan dengan organisasi (goodness of organization fit); apakah
inovasi tersebut cocok, sedang, tidak cocok dengan organisasi/sekolah.5. Variabel kunci lain, yaitu paksaan administrator, kepatuhan lokal,
solusi terhadap masalah yang dihadapi, dan lain-lain.
V. Implentasi Awal
Adalah sebuah yang tidak mudah untuk menerapkan implementasi
sebuah inovasi. Tahap awal Implementasi inovasi pendidikan berupaka
Pembelajaran menggunakan infocus di ruangan Kelas, dalam Istilah melaya
disebut dengan “Berakit-rakit ke hulu”, atau tahap “bersusah payah”. pidaklah
mudah Pada masa ini menuntut perubahan pembelajaran yang sebelumnya
menggunakan whiteboar dan bahkan sebagian masih menggunakan
blackboard berdampak pada timbulnya ketidak percayaan diri, keraguan,
ketidak menentuan istilah anak sekarang disebut dengan galau. Hal-hal tersebut
perlu diantisipasi agar implementasi inovasi Pembelajaran menggunakan
infocus di ruangan Kelas dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapakan,
Penulis perlu memberikan gambaran hal apa saja yang terjadi pada tahap
bersusah payah tersebut?, misalnya ketidak acuhan tenaga administarsi
sekolah untuk merawat. Dan kebimbingan sebagian besar guru akan ketidak
nyamanan menggunakan infocus ketika mengajar.
Saat memasuki tahap implementasi awal penulis mencoba
mengidentfikasi faktor-faktor yang mempengaruhi beberapa bulan-bulan
pertama ketika inovasi ini dilaksanakan. Berdasarkan hasil pengamatan penulis
menemukan beberapa hal yang krusial yaitu kenyamanan, guru gugup, belum
familiar, dan kekurangan kepedulian selama penggunaan awal terhadap inovasi
ini. Hal ini dikarenkan sebagian besar dari guru dan tenaga admninsitarsi belum
memiliki pengalaman, karena hal ini menurut Huberman dan Miles merupakan
hal yang bisasa dalam menghadapai kesiapan pengalaman awal dan termasuk
kedalam komponen kesiapan, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
implementasi awal
Vi . Menguasai Inovasi (Mastering The Innovation)
Apakah yang dimaksud dengan dengan menguasai inovasi? adalah
upaya untuk membuat diri mahir, familiar dan mampu
menmgoperasikan/menggunakan/menerapkan inovasi sebagaimana
seharusnya. Menguasai inovasi (mastering the innovation) dapat dipandang
sebagai proses (process) maupun hasil (accomplishment).Pada tahap
menguasai materi, Huberman dan Miles menemukan beberapa kesulitan yang
dialami guru dan administrator. Temuan pertama adalah banyaknya tugas-
tugas yang harus dilakukan secara simultan pada waktu yang sama. Hal ini
memberi dampak pada perasaan “overloaded” dan keluhan baik bagi guru dan
admin. Dalam kasus sertifikasi guru atau pelaksanaan BOS sebagai inovasi
pendidikan, nampaknya masalah ini jelas terjadi dan dirasakan guru dan
administrator.
Temuan kedua adalah mereka tidak siap mengantisipasi konsekuensi
langsung dari pelaksanaan inovasi tersebut. Sebagai contoh, biasa menangani
siswa dengan cara ceramah dan diskusi, harus menyajikan dengan pendekatan
pembelajaran kontekstual yang melibatkan beberapa metode sekaligus
(ceramah, simulasi, fishbowl, refleksi) dalam dua jam mata pelajaran.
Konsekuensi langsung yang dihadapi, sebelum mengajar, dirumah harus
menyiapkan dengan baik rencana pembelajaran, menyiapkan bahan, ketika di
kelas harus manata ruang terlebih dahulu, mengelompokkan siswa dan lain-
lain. Temuan ketiga adalah redahnya pemahaman (lack of understanding).
Artinya guru dan administrator masih remang-remang terhadap apa yang
mereka lakukan. Celakanya lagi, jika mereka masih tidak mengerti mengapa
harus melakukan ini dan itu.
VI. Perasaan Dan Kekhawatiran Selama Penggunaan Awal
Penulis mengidentifikasi beberapa area kepedulaian, sebagaimana yang
dikatakan oleh Huberman dan Miles bahwa ada empat area kepedulian dan
kemungkinan perasaan emosional yang akan timbul pada diri guru dan
administrator pada saat penggunaan awal. Contoh area kepedulian dan perasaan
tersebut adalah sebagai berikut:
Area Kepedulian Contoh Ekspresi Perasaan/emosiyang Timbul
KemampuanProfesional
“apakah saya melakukannyadengan benar? Dapatkah sayamelakukan
Kekhawatiran,ketidakmampuan
Cacat inovasi ataugagal ketika dalameksekusi inovasi
“ketika dilaksanakan tidakberjalan sebagaimanamestinya?” “siswa tidak menyukaicara baru ini ..?
Keraguan,kekecewaan
Kelemahanlembaga
“saya harus mengorbankanwaktu …. Intuk melakukan ini”“Saya tidak bisa terus-terusanmelakukan ini …”
Kekhawatiran
Stamina Melelahkan, saya sudah tidaktahan lagi
Tertekan, putusasa, kelelahan
VII. Pengalaman Awal Dan Komponen Kesiapan
Tidak mudah memang menerapkan sebuah inovasi dalam lingkungan
pendidikan, disini penulis mencoba mencari tahu faktor apa sajakah yang
memungkinkan segala hal di atas terjadi pada saat inovasi? Menurut Huberman
dan Miles, jawabnya satu, yaitu relative degree of preparedness. Artinya, ketika
tahap awal inovasi diimplemntasikan tidak dipersiapkan dengan baik, tidak
dirancang dengan baik, segala kemungkinan konsekuensi yang terjadi tidak
diantisipasi dengan baik. Misal, pelaksanaan inovasi akan menuntut
lingkungan kelas dengan segala fasilitas tertentu, tapi ketika dilaksanakan
fasilitas dan lingkungan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Membutuhkan
energy dan waktu tambahan, tapi tidak disiapkan biaya dan insentif lain.
Huberman dan Miles, menjelaskan komponen kesiapan yang harus disiapkan
dalam implementasi awal inovasi pendidikan, yaitu komitmen, pemahaman
(understanding), sumber daya dan bahan (resources and materials),
keterampilan dan pelatihan, bantuan berjalan/pelatihan dalam jabatan,
membangun tingkat dukungan. Semakin tinggi atau semakin kuat dukungan
variable di atas maka semakin tinggi tingkat kesiapan implementasi awal,
sehingga semakin tinggi kemungkinan suatu inovasi dapat diimplementasikan.
Para pimpinan SMPN 1 Cikeusal , guru dan tenaga admiistasi sudah
mempersipakan hal ini dengan matang, mereka diberikan pengetuan tentang
manfaat yang dapat dipetik dari penggunaan alat ini, kemudian disosialisasikan
terus menerus, guru dan tenaga adminsitarasi terus dimotivasi. Guru-guru yang
sudah mahir diminta emberiakn contoh kepada mereka yang belum mengeuasai
bagaimana mengoperasikan infokus dengan baik, mereka-mereka yang terbilang
baik diapresisi oleh kepala sekolah, berupa “kado sederhana”
VIII. Faktor-Faktor Lain Yang Mempengaruhi Implementasi Awal
Disamping semua faktor di atas terdapat juga faktor-faktor lain yang
mempengaruhi tahap implementasi awal, sebagaimana yang dikatakan oleh
Huberman dan Miles adalah sebagai berikut:
(1) Derajat kesukarelawan pengguna; semakin sukarela atau semakin
terpaksa? Semakin sukarela semakin tinggi kemungkinan implementasi inovasi
dapat dilaksanakan sejak awal.(2) Derajat kesesuaian dengaan kelas atau
sekolah; semakin tinggi atau semakin cocok maka semakin tinggi
kemungkinana implementasi inovasi dapat dilaksanakan sejak
awal.(3)Derajat actual perubahan dalam praktek; semakin tinggi derajat
perubahan dalam praktek, semakin tinggi kemungikanan implemntasi
inovasi dapat dilaksnakan sejak awal.(4).Derajat keleluasaan membuat
perubahan; semakin tinggi keleluasaan membuat perubahan semakin
tinggi kemungkinan implementasi inovasi dapat dilaksanakan sejak
awal.(5)Derajat besaran dan lingkup inovasi; semakin sempitlingkup
inovasi semakin tinggi kemungkinan implementasi inovasi dapat dilaksanakan
sejak awal.
(2) Peran Asistensi
Untuk penerapan sebuah inovasi dalam pendidikan diperlukan sebuah
asistensi. Asistensi ini berpengaruh terhadap implementasi inovasi. Dalam
penelitiannya Huberman dan Miles menjelaskan derajat pemberian asistensi
dan beberapa contoh bentuk-bentuk asistensi yang diberikan dalam konteks
inovasi pendidikan yang mereka teliti. Derajat pemberian asistensi dapat
digambarkan sebagai berikut:
Dengan memperhatikan diagram di atas dapat dilihat bahwa:
Pada kondisi tahap implementasi awal:
Bagiaman peran asistensi terhadap penerimaan enovasi? Bila kita
melihat hasil riset Huberman dan Miles bahwa asisten sangat dibutuhkan pada
tahap awal penerapan. Asisten dapat mempermudah penerimaan terhadap
inovasi. Sebagaiman kita ketahui bahwa penggunaan infocus di ruangan kelas
bukan hanya semata-mata mengoperasikan alat tersebut, tapi lebih dari itu.
Seorang guru harus mampu manyambungkannya ke komputer, komputer harus
memiliki perangkat dan sofware yang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan
oleh alat tersebut. sering dalam pelaksanaannya guru mengalami kesulitan,
dimana komputer yang mereka pakai tidak bisa terbaca oleh infokus yang ada di
kelas. Penulismenggunakan model yang dipakai oleh Huberman dan Miles yaitu
dengan pemakai cluster atau pengelompokkan berdasarkan tigjat kesulitan
perangkat. Pada cluster A Pada lokasi 1, 2 dan 3; semakin berat tingkat/level
mplementasi awal semakin tinggi tingkat asistensi yang diberikan, sehingga
dalam prakteknya implementasi awal berjalan dengan baik.Pada lokasi 6, 7
dan 8 clister B, tingkat asistensi yang diberikan rendah sampai agak rendah,
karena tingkat implementasi awal cukup lancer.Sedangkan pada cluster C, lokasi
4 dan 5, asistensi yang diberikan rendah padahal tahap implementasi awal
cukup berat. Hasilnya, tahap implementasi awal tidak berjalan dengan baik.Pada
kondisi tahap stabilisasi praktek (pelaksanaan): kodisi ini tidak jauh berbeda
dengan tempat penulsi melakukan survey, asisten sangat dibutuhkan pada
tahap awal penerapan.Pada lokasi 1, 2, 3 dan 4, berada pada tingkat stabilisasi
praktek rendah, sedang dan tinggi dengan tingkat bantuan asistensi yang tinggi.
Kecenderungan stabliisasi pelaksanan dilaporkan cukup tinggi.Pada cluster C,
lokasi 5, berada dalam tingkat stabilisasi praktek yang rendah, seharusnya
mendapatkan tingkat asistensi yang tinggi, tapi kenyataannya tidak
emndapatkan asistensi yang kuat, yang pada akhirnya tahap stabilisasi
implementasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Cluster C, lokasi 6,7 dan 8,
tidak mendapatkan asistensi yang kuat, karena kebetulan tingkat stabilisasi
prakteknya cukup tinggi/baik. Hasilnya dilaporkan berjalan dengan baik
Berdarkan semua pembahasan di atas akhirnya penulis menyimpulkan
bagaimana penerima inovasi berupa penggunaan infocus dalam pembelajaran di
SMPN 1 Cikeusal bahwa
1. Semakin berat tahap implementasi awal semakin tinggi tingkat
asistensi seharusnya diberikan.
2. Semakin rendah stabilisasi praktek pada tahap implementasi,
semakin tinggi tingkat asistensi seharusnya diberikan.
Belumlah sampai disitu, pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana
bentuk-bentuk asistensi yang dapat diberikan?. Untuk menjawab pertanyaan ini
penulis merujuk pendapat Huberman dan Miles yang mengklasifikasikannya
asistensi itu kedalam beberapa kategori sebagai berikut:
1) Control; dimana asister memberikan tekanan, paksaan yang ditujukan
agar pengguna melakukan.
2) Training; asister secara eksplisit memberikan informasi, melatih
keterampilan dengan cara yang terstruktur.
3) Solution giving; dimana asister memberikan jawaban, masukan, saran,
solusi, terhadap permaslahan yang dihadapi pengguna.
4) Resource adding; asister memberikan bahan, uang, waktu dan sumber
daya lain yang diperlukan.
5) Advocacy; asister secara aktif menunjukkan semangat, minat,
keberhasilan pengguna kepada pengguna lain dengan berbagai cara.
6) Facilitation; asister membantu pengguna agar mencapai tujuan. Bahu
membahu membantu penuh.
7) Inquiring; asister mengumpulkan data dari pengguna terhadap
pelaksanaan yang dilakukan dan memberikan umpan balik. Asister
melakukan semacam evaluasi formatif.
8) Support; asister memberikan dorongan, semangat, reinforcement,
bahkan dukungan emosi kepada pengguna.
(3) Impelentasi Selanjutnya
Setelah implementasi awal dan adanya bantuan asistensi, maka langkah
selanjutnya memasuki tahap implementasi akhir (later implementation).
Huberman menjelaskan beberapa yang terjadi pada tahap ini, yaitu: 1)
perasaan utama; 2) tingkat pemahaman akan praktek; 3) katalog bagian-
bagian mana yang telah dikuasai dan bagian-bagian mana yang belum dikuasai;
4) tugas- tugas dan aktifitas yang sedang dilakukan; dan 5)
permasalahan-permasalahan dan kekhawatiran yang masih tertinggal.
(4) Perasaan Utama
Pada tahap ini, pengguna (guru dan administrator) mengalami
beberapa perasaan sebagai berikut:
1) Merasa nyaman; perasaan ini muncul sebagai akibat penguasaan atau
kemahiran dalam menerapkan inovasi secara teknis. Dengan kata lain,
“merasa dapat melakukan dengan lebih baik.”guru-guru biasanya
menapilakn wajah ceria
2) Merasa percaya; perasaan ini muncul sebagai akibat mereka
merasakan sendiri keberhasilannya dalam menerapkan inovasi secara
lebih konsisten.Dengan kondisi ini mereka memiliki rasa percaya diri ketika
hendak mulai mengajar
3) Merasa dalam kendali diri; perasan ini muncul sebagai akibat perasaan
percaya diri dan dapat menguasai penuh dengan caranya sendiri.Guru
sangat mampu me
4) Merasa berguna dan dihargai; perasaan ini muncul sebagai akibat
adanya perubahan(dampak positif) dari apa yang dilakukan terhadap siswa
atau sekolah.
(5) Pemahaman
Dalam tulisan ini penulis tidak bermaksud mendapatkan bukti yang
tentang “Apakah pengguna (guru dan administrator) memahami betul apa
inovasi tersebut, mengapa inovasi tersebut harus dilakukan, dan bagaimana
membuat inovasi tersebut berhasil diimplementasikan? Tidak ada bukti yang
kuat.
(6) Bagian-Bagian Yang Siap Dan Bagian-Bagian Yang Belum Siap
Penulis menemukan beberap hal penting yang belum dipersipakan
ketika implementasi penggunaan infokus dalam pembelajaran di ruangan kelas
dimana setelah beberapa lama satu bulan setelah pelaksanaan masih banyak
beberapa komponen yang belum secara mahir dikuasai. Bahkan, temuan ini
menunjukkan bahwa pengguna baru dapat menguasai penuh setelah empat
bulan tapi masih memerlukan penyempurnaan.
Iv. Tugas Dan Aktivitas Utama
Dalam survey yang penulis lakukan mengenai tugas dan aktifitas
utama yang sebaiknya dilakukan pada tahap implementasi akhir, dengan
merujuk pendapat Huberman dan Miles adalah sebagai berikut:
1. Reaching Up. Yaitu pengguna menghabiskan lebih banyak waktu untuk
menguasai hal-hal yang lebih kompleks dan lebih sulit. Membiasakan
meggunakan infokus dalam pembelajaran di ruangan kelas menjadi
mahair dalam penggunaannya
2. Improving and debugging; aktifitas ini secara langsung difokuskan
terhadap kelemahan- kelemahan program inovasi. Dapat dikatakan
sebagai mencari celah kelemahan (debugging) dan memperbaikinya.
3. Refining. aktifitas ini dapat dikatakan sebagai upaya rutinisasi
penerapan inovasi sambil menyempurnakan.
4. Integrating. Aktifitas user yang mulai mencoba menggabungkan atau
memadukan inovasi baru dengan sistem sekolah yang telah ada.
5. Adapting. Inovasi yang diimplementasikan bukan berarti sesuatu yang
kaku. Tapi, dalam tahap ini, pengguna mencoba menyesuaikan inovasi
sesuai dengan kebutuhan. Kalau dalam konsep Rogers, dapat dikatakan
sebagai “reinvention”
6. Extending. Aktifitas memperluas penerapan inovasi.
(7) Permasalahan Dan Pertimbangan Lanjutan
Selanjutnya, Penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan dan
pertimbangan- pertimbangan lanjutan yang harus diperhatikan, yaitu:
Pertama, Pertimbangan terkait efisiensi pengelolaan/
manajemen, yang meliputi pengorganisasian, pengelolaan, penjadwalan
dan lain-lain.Kedua, Pertimbangan terkait dampak atau konsekuensi, yaitu
upaya untuk meningkatkan outcome dan membuat perubahan untuk
meningkatkannya.Ketiga,Pertimbangan terkait kolaborasi dengan yang lain
terkait dengan implementasi inovasi.Keempat, Pertimbangan terkait dengan
memfokuskan ulang dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan
yang terjadi, alternative-alternatif yang mungkin dan lain-lain.Kelima,
Disamping itu, ada permsalahan dan pertimbangan lain yang tidak kalah
pentingnya untuk diperhatikan pad tahap implementasi akhir ini, seperti yang
digambarkan dalam tabel berikut:
Pertimbangan Individu KomentatorMasalah hubungan – friksi antar staf program Joko
Masalah motivasi (frustasi, tertekan, terpaksa, berat) Rahman
Stamina (kelelahan, tuntutan yang berlebih dari
program)
Ali perdana
Pertimbangan LembagaRendahnya reward terhadap program level pusat
maupun lokal
Ahmad
Lemahnya fungsi secara keseluruhan Zakaria
Resistensi, rendahnya dukungan dari staf Abdul Kadir
Kekhawatiran apakah program akan berjalan dengan
baik atau tidak
Iroh rahmawati
Kesinambungan di tahun-tahun setelahnya syafei
Demikian hasil penelitian singkat ini dibuat dengan menggunakan kerangkaberfikri Huberman, Michael A; and Miles, B. Mathew, dalam bukunya “InnovationUp Close: How School Improvement Works. yang merupakan pengalamanberharga bagi penulis untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana sebuahinovasi dapat diterapakan dalam lingkungan pendidikan khususnya dalamproses pembelajaran di ruangan kelas.
Referensi:
Huberman, Michael A; and Miles, B. Mathew, “Innovation Up Close: HowSchool Improvement Works”, New York and London: Plenum Press.2004
Everett M. Rogers Diffusion of Innovations, 5th Edition,Washington: Simon andSchuster,,2003
Survey pemanfaatan penggunaan infokus dalam pembelajaran di kelas,8April,2014
Wawancara dengan guru SMPN 1.Cikesal, tanggal 14-4-2015