proposal t.a.b puzzle

29
PROPOSAL SATUAN ACARA BERMAIN “PUZZLE” PADA ANAK USIA SEKOLAH DI RUANG 7A RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG OLEH : IFRAN INDAH NURCAHYATI SOPIAN ASYAURI NURRAISITA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS – IX B SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM

Upload: indra-kusuma

Post on 29-Dec-2015

443 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal T.a.B Puzzle

PROPOSAL

SATUAN ACARA BERMAIN “PUZZLE” PADA ANAK USIA SEKOLAH

DI RUANG 7A RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH :

IFRAN

INDAH NURCAHYATI

SOPIAN ASYAURI

NURRAISITA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS – IX B

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM

MALANG

2014

Page 2: Proposal T.a.B Puzzle

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak merupakan individu yang berbeda dalam suatu

rentang perubahan dari bayi sampai remaja. Masa anak

merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang di

mulai dari bayi 0-1 tahun, toddler 1-3 tahun, prasekolah

3-6 tahun, sekolah 6-12 tahun dan 12-18 tahun adalah

remaja (Hidayat, 2005). Pertumbuhan dan perkembangan

mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu

0-5 tahun. Masa ini sering di sebut juga sebagai fase

“Golden Age”. Golden age merupakan masa yang paling

penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara

cermat agar sedini mungkin terdeteksi apabila terjadi

kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga

kelainan yang bersifat permanen dapat di cegah

(Narendra,2003).

Anak yang masuk rumah sakit merupakan peristiwa

yang sering menimbulkan pengalaman traumatik pada anak,

yakni ketakutan dan ketegangan atau stress

hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai

faktor, diantaranya perpisahan dengan orang tua,

kehilangan kontrol dan perlakuan tubuh akibat tindakan

invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan

menimbulkan berbagai reaksi seperti menolak makan,

Page 3: Proposal T.a.B Puzzle

menangis, teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif

terhadap aktifitas sehari-hari serta menolak tindakan

keperawatan yang diberikan (Narendra,2003).

Pada usia toddler anak merasa takut bila mengalami

perlukaan, karena ia menganggap bahwa tindakan dan

prosedur yang dilakukan di rumah sakit semuanya dapat

mengancam integritas tubuhnya. Anak masuk rumah sakit

akan bereaksi dengan agresif, ekspresi verbal dan

dependensi. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa

mengukur suhu, mengukur tekanan darah, mendengarkan

suara napas dan prosedur lainnya tidak akan menimbulkan

perlukaan. Jika hal ini berlanjut maka tindakan

keperawatan dan pengobatan tidak akan berhasil sehingga

masalah anak tidak teratasi (Narendra,2003).

Pemeriksaan anak yang beragam jenisnya juga

merupakan penyebab stress bagi anak, orang tua atau

pengasuh anak yang mendampinginya untuk dilakukan

pemeriksaan. Dalam hal ini rumah sakit juga

memfasilitasi dan berupaya ke arah positif sehingga anak

merasa nyaman, dapat beradaptasi dengan lingkungan rumah

sakit, begitu juga orang tua atau pengasuh yang

mendampingi anak. Upaya yang dilakukan adalah

meminimalkan pengaruh negatif dari hospitalisasi yaitu

melakukan kegiatan “Terapi Bermain”.

Manfaat “Terapi Bermain” dalam penanganan anak

yang dirawat di rumah sakit maka akan memudahkan anak

Page 4: Proposal T.a.B Puzzle

menyatakan rasa kecemasan dan ketakutan lewat permainan,

anak dapat berkumpul dengan teman sebayanya di rumah

sakit sehingga tidak merasa terisolir, anak mudah diajak

bekerja sama dengan metode pendekatan proses keperawatan

di rumah sakit. Salah satu terapi bermain yang dapat

mengurangi dampak negatif dari hospitalisasi adalah

terapi bermain “puzzle” Karena pentingnya manfaat

“Terapi Bermain” dalam penanganan anak sakit dan perawat

harus mampu melaksanakan hal ini maka rencana penerapan

terapi bermain terhadap anak yang dirawat di ruang 7A

rumah sakit saiful Anwar Malang perlu segera

dilaksanakan. Salah satu cara agar dapat mengembangkan

kreativitas anak adalah melalui beberapa kegiatan

kreatif dan menyenangkan yaitu bermain puzzle.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peraktikan

merasa tertarik untuk melakukan kegiatan terapi

aktifitas bermain tentang terapi bermain puzzle terhadap

anak Usia sekolah di Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar Malang.

B. TUJUAN TERAPI AKTIFITAS BERMAIN

1. Tujuan umum

Anak akan merasa aman dan mau mengikuti

program penyembuhan yang ada dirumah Sakit

2. Tujuan khusus

a. Menerapkan sarana permainan terapi bermain puzzle

yang tepat sehingga anak dan orang tua secara pro

Page 5: Proposal T.a.B Puzzle

aktif dapat menerima program penyembuhan yang ada

di Rumah Sakit.

b. menerapkan tempat yang tepat untuk bermain di

Sekolah, sehingga anak tidak merasa takut dengan

lingkungannya.

c. menerapkan waktu yang tepat untuk melakukan

permainan sehingga anak tidak kehilangan waktu

bermain.

d. menerapkan sosialisasi yang tepat sehingga anak

butuh terhadap program terapi bermain di Rumah

Sakit dan tidak merasa terisolir.

e. Mrningkatkan kreatifitas anak dalam mengembangkan

potensi yang ada pada anak dalam bermain puzzle.

f. Meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi

dengan lingkungan sekitarnya.

Page 6: Proposal T.a.B Puzzle

BAB III

PROGRAM TERAPI BERMAIN

PADA USIA SEKOLAH

Topik : terapi bermain pada anak Usia Sekolah

Sasaran : anak Usia Sekolah

Tempat : ruang Perawatan 7A

Hari/ tgl : Jum’at, Maret 2014

Waktu : 45 menit

Jenis : puzzle

A. Waktu dan tempat

a. Perencanaan tempat dan waktu

Tempat : Ruang Perawatan 7A RSSA Malang

Waktu : Jum’at, Maret 2014

Jam : 10. 00 WIB s/d 10.45 WIB

B. Metode

1. Merangkai potongan-potongan gambar

2. Observasi

C. Krtiteria Peserta

Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah peserta

yang memenuhi kriteria

1. Anak yang tidak berpenyakit menular

2. Anak yang berusia sekolah

Page 7: Proposal T.a.B Puzzle

3. Anak yang mau melakukan terapi bermain puzzle

4. Anak yang di rawat di Ruang 7A

D. Media / Alat

puzzle

E. Pengorganisasian

1. Leader : Indah Nurcahyati

2. Co Leader : sopian Asyauri

Nurraisita

3. Observer : Ifran

F. Pembagian tugas

1. Leader, bertugas :

a) Memimpin dan mengorganisasikan jalannya terapi

mulai dari pembukaan sampai selesai

b) Mengarahkan permainan

c) Memandu proses permainan

2. Co leader, bertugas

a) Membantu leader dalam memandu proses permainan

b) Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan

sampai selesai

c) Mengarahkan permainan

d) Memandu proses permainan

3. Fasilitator, bertugas :

a) Memfasilitasi anak untuk bermain

b) Membimbing anak bermain

Page 8: Proposal T.a.B Puzzle

c) Memperhatikan respon anak saat bermain

d) Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan temannya

4. Observer, tugasnya:

a) Mengawasi jalannya permainan

b) Mencatat proses permainan di sesuaikan dengan

rencana

c) Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses

bermain

d) Menyusun laporan dan menilai hasil permainan

dibantu dengan moderator

Page 9: Proposal T.a.B Puzzle

G. Kegiatan terapi bermain

NO

TAHAP WAKTU KEGIATAN

1 persiapan 5 menit

1. Menyiapkan tempat / ruangan2. Menyiapkan puzzle.3. Menyiapkan peserta

2 orientasi 10 menit

1.Salam terapeutik (salam dari terapis kepada anak)

2.Evaluasi atau validasi(Menanyakan perasaan anak saat ini)

3.Kontraka) Terapis menjelaskan tujuan

kegiatan

b) Terapis menjelaskan aturan mainnya:Jika ada anak yang ingin meninggalkan ruangan harus minta izin kepada terapis

3 tahap kerja

20 menit

1. Anak diberikan kebebasan dalam memilih gambar puzzle sesuai selera.

2. Anak diberi kesempatan menyusun rangkaian puzzle.

3. Memberikan bantuan atau arahan jika diperlukan.

4.

terminasi 5 menit

1. Terapis menanyakan perasaan anak setelah mengikuti terapi bermain

2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan anak

3. Terapis memotivasi anak untuk bermain puzzel agar selalu merasa senang dan gembira meskipun berada di lingkungan Sekolah

4. Kontrak Kegiatan yang akan datang5. Terapis membuat kontrak untuk terapi

bermain puzzel yang akan datang6. Menyepakati waktu dan tempat

5 evaluasi 5 menit

mengevaluasi kemampuan anak sesuai dengan tujuan terapi bermain puzzle

Page 10: Proposal T.a.B Puzzle

H. Antisipasi masalah

Jika pada saat kegiatan berlangsung terjadi masalah

seperti anak tiba-tiba menolak atau tidak mau mengikuti

kegiatan maka perawat akan menganjurkan kepada orang tua

anak untuk membujuk dan mau mendampingi anak pada saat

dilakukan terapi bermain puzzle.

I. Evaluasi

1. anak dapat merangkai puzzle dengan sabar dan tekun

2. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik.

3. Anak merasa senang.

4. Anak tidak takut lagi dengan lingkungan sekitarnya

Page 11: Proposal T.a.B Puzzle

BAB II

KONSEP TEORI

A. KONSEP DASAR TERAPI BERMAIN

a) Definisi Konsep Bermain

Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak

dapat melakukan atau mempraktekkan keterampilan,

memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi

kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan, dan

berperilaku dewasa (Hidayat, 2005). Bermain adalah

salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan

salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan

stres karena hospitalisasi (Wong, 2009).

b) Fungsi Bermain Pada Anak

1) Membantu perkembangan sensorik dan motorik

Pada saat melakukan permainan, aktivitas

sensoris-motoris merupakan komponen terbesar yang

digunakan anak sehingga kemampuan penginderaan anak

dimulai meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi

yang diterima anak seperti: stimulasi visual,

stimulasi pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan)

dan stimulasi kinetik.

2) Membantu perkembangan kognitif

Bermain dapat membuat anak mencoba melakukan

komunikasi dengan orang lain dengan bahasa anak,

mampu memahami objek permainan seperti dunia tempat

Page 12: Proposal T.a.B Puzzle

tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan,

mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan

berbagai manfaat benda yang digunakan dalam

permainan.

3) Meningkatkan sosialisasi pada anak

Pada anak pra sekolah, anak mulai menyadari akan

keberadaan teman sebaya sehingga anak mampu

melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.

4) Meningkatkan kreativitas

Anak dapat belajar menciptakan sesuatu dari

permainan yang ada dan mampu memodifikasi objek

yang digunakan.

5) Meningkatkan kesadaran diri anak terhadap orang

lain dan lingkungan

Bermain dapat memberikan kemampuan pada anak

untuk mengeksplorasi tubuhnya dan menjadikan anak

sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari individu

yang saling berhubungan, anak mau belajar mengatur

perilaku, dan membandingkan perilakunya dengan

orang lain.

6) Memiliki nilai terapeutik

Bermain dapat menjadikan anak merasa senang dan

nyaman, dan menghibur anak, sehingga dapat

mengurangi stres dan ketegangan yang dirasakan

anak.

Page 13: Proposal T.a.B Puzzle

7) Memberikan nilai moral pada anak

Bermain dapat memberikan nilai moral pada anak

jika anak sudah mampu belajar benar atau salah dari

budaya di rumah, di sekolah, ketika berinteraksi

dengan temannya, dan di dalam permainan juga

terdapat aturan-aturan yang harus dilakukan dan

tidak boleh dilanggar.

c) Macam-macam Permainan

Menurut Hidayat (2005), sifat bermain pada anak ada

dua, yaitu:

1) Aktif

Jika anak selalu berperan aktif dalam permainan,

selalu memberika rangsangan, dan melaksanakannya.

2) Pasif

Jika anak hanya memberikan respon pasif terhadap

permainan, sedangkan orang lain dan lingkungan

memberikan rspon secara aktif.

Berdasarkan kedua sifat diatas, maka macam-macam

permainan:

1) Bermain afektif-sosial

Menunjukkan adanya perasaan senang dalam

berhubungan dnegan orang lain. Sifat dari bermain

ini adalah orang lain berperan aktif dan anak hanya

berespons terhadap stimulasi sehingga akan

memberikan kesenangan dan kepuasan anak.

Page 14: Proposal T.a.B Puzzle

2) Bermain bersenang-senang

Memberikan kesenangan pada anak melalui objek

yang ada sehingga anak merasa senang dan bergembira

tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat dari

bermain ini adalah tergantung dari stimulasi yang

diberikan pada anak, seperti bermain boneka-

bonekaan, binatang-binatangan, dan lain-lain.

3) Bermain keterampilan

Bermain ini dengan mengunakan objek yang dapat

melatih kemampuan keterampilan anak yang diharapkan

mampu untuk berkreasi dan terampil dalam berbagai

hal. Sifat dalam permainan ini adalah bersifat

aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan

dalam keterampilan tertentu, seperti bermain

bongkar pasang gambar, latihan memakai baju, dan

lain-lain.

4) Bermain dramatik

Permainan ini dapat dilakukan jika anak sudah

mampu berkomunikasi dan mengenal kehidupan sosial.

Sifat dari bermain ini adalah anak dituntut aktif

dalam memerankan sesuatu, seperti berpura-pura

berperan sebagai orang dewasa, seperti ibu, guru,

dan lain-lain.

Page 15: Proposal T.a.B Puzzle

5) Bermain menyelidiki

Sifat permainan ini adalah dengan memberikan

stimulasi pada anak, sehingga dapat menambah

kecerdasan anak. Permainan ini dilakukan dengan

memberikan sentuhan pada anak untuk berperan dalam

menyelidiki sesuatu atau memeriksa alat permainan,

seperti mengocok untuk mengetahui isinya.

6) Bermain konstruksi

Permainan ini bertujuan untuk menyusun suatu

objek permainan agar menjadi sebuah konstruksi yang

benar, seperti permainan menyusun balok. Sifat dari

permainan ini adalah aktif, dimana anak-anak selalu

ingin menyelesaikan tugas yang ada dalam permainan,

sehingga dapat membangun kecerdasan anak.

7) Permainan

Permainan ini dapat dilakukan sendiri atau

bersama temannya dengan menggunakan beberapa

peraturan, seperti permainan ular tangga. Sifatnya

aktif, anak memberikan respon kepada temannya

sesuai jenis permainan dan berfungsi untuk

memberikan kesenangan dan mengembangkan emosi anak.

8) Bermain onlooker

Jenis bermain ini adalah dengan melihat apa yang

dilakukan anak lain yang sedang bermain, tetapi

tidak berusaha untuk bermain. Sifat dari bermain

Page 16: Proposal T.a.B Puzzle

ini adalah pasif, tetapi anak akan mempunyai

kesenangan dan kepuasan sendiri untuk melihatnya.

9) Bermain soliter/mandiri

Bermain yang dilakukan secara mandiri, sendiri,

hanya terpusat pada permainannya sendiri tanpa

memperdulikan orang lain. Sifatnya aktif, tetapi

stimulasi tambahan kurang, tetapi dapat membantu

menciptakan kemandirian pada anak.

10) Bermain paralel

Bermain sendiri di tengah anak lain yang sedang

bermain, tetapi tidak ikut dalam kegiatan orang

lain. Sifat bermain ini adalah anak aktif sendiri,

tetapi masih dalam satu kelompok dengan harapan

kemampuan anak dalam menyelesaikan tugas mandiri

dalam kelompok terlatih dengan baik.

11) Bermain asosiatif

Bermain bersama tanpa terikat aturan yang ada.

Bermain ini akanmenumbuhkan kreativitas anak karena

terdapat stimulasi dari anak lain, tetapi belum

dilatih dalam mengikuti peraturan dalam kelompok.

12) Bermain kooperatif

Bermain bersama dengan aturan yang jelas,

sehingga terdapat perasaan dalam kebersamaan,

sehingga terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut.

Sifat permainan ini adalah aktif, anak akan selalu

Page 17: Proposal T.a.B Puzzle

menumbuhkan kreativitasnya dan akan melatih anak

untuk mengikuti peraturan dalam kelompok.

d) Prinsip dalam Aktivitas Bermain

Permainan dengan menggunakan alat-alat medik dapat

menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran perawatan

diri. Pengajaran dengan melalui permainan dan harus

diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat

peraga untuk melakukan kegiatan bermain seperti

memperagakan dan melakukan gambar-gambar seperti

pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.

Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat

bermain dengan maksimal, maka diperlukan hal-hal

seperti:

1) Ekstra energi, untuk bermain diperlukan energi

ekstra. Anak-anak yang sakit kecil kemungkinan

untuk melakukan permainan.

2) Waktu, anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk

bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat

optimal.

3) Alat permainan, untuk bermain alat permainan harus

disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak

serta memiliki unsur edukatif bagi anak.

4) Ruang untuk bermain, bermain dapat dilakukan di

mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di tempat

tidur.

Page 18: Proposal T.a.B Puzzle

5) Pengetahuan cara bermain, dengan mengetahui cara

bermain maka anak akan lebih terarah dan

pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam

menggunakan alat permainan tersebut.

6) Teman bermain, teman bermain diperlukan untuk

mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak

dalam menghadapi perbedaan.

e) Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain

Menurut Supartini (2004), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi anak dalam bermain yaitu:

1) Tahap perkembangan anak

Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak

yaitu harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan

perkembangan anak, karena pada dasarnya permainan

adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

anak.

2) Status kesehatan anak

Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan

energi bukan berarti anak tidak perlu bermain pada

saat anak sedang sakit.

3) Jenis kelamin anak

Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak

laki-laki atau anak perempuan untuk mengembangkan

daya pikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan

sosial anak. Akan tetapi, permainan adalah salah

Page 19: Proposal T.a.B Puzzle

satu alat untuk membantu anak mengenal identitas

diri.

4) Lingkungan yang mendukung

Menstimulasi imajinasi anak dan kreativitas anak

dalam bermain.

5) Alat dan jenis permainan yang cocok

Harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.

f) Fungsi Bermain di Rumah Sakit

Menurut Wong (2009), ada banyak manfaat yang bisa

diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di

suatu rumah sakit, antara lain:

1) Memfasilitasi situasi yang tidak familiar

2) Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan

kontrol

3) Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan

4) Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi

dan bagian tubuh

5) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang

penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis

6) Memberi peralihan dan relaksasi

7) Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan

yang asing

8) Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk

mengekspresikan perasaan

Page 20: Proposal T.a.B Puzzle

9) Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan

sikap-sikap yang positif terhadap orang lain

10) Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif

dan minat

11) Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik

g) Prinsip Permainan Pada Anak di Rumah Sakit

1) Permainan tidak boleh bertentangan dengan

pengobatan yang sedang dijalankan pada anak.

Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih

permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan

anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya

di tempat bermain khusus yang ada di ruangan rawat.

2) Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi,

singkat dan sederhana

3) Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak

4) Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama

5) Melibatkan orang tua

h) Keuntungan Bermain Pada Anak di Rumah Sakit

1) Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan

keluarga) dan perawat

2) Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan

anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang

terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada

anak.

3) Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya

Page 21: Proposal T.a.B Puzzle

memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan

membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran

cemas, takut, sedih tegang dan nyeri.

4) Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan

kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang

positif

B. KONSEP DASAR PUZZLE

1) Pengertian Puzzle

Puzzle merupakan suatu masalah atau misteri yang

harus diselesaikan dengan kretivitas. Sebelum

mengerjakan puzzle, anak harus mengetahu lebih dulu

bentuk awal puzzle, setelah dirombak, ia akan

menggunakan ingatannya untuk menyusun puzzle sesuai

dengan bentuk awalnya. Bermain puzzle tidak

membutuhkan energi yang besar, sehingga dapat

dilakukan pada anak yang berada di rumah sakit.

Ada berbagai tipe puzzle, seperti Maze yang

merupakan tipe puzzle tour, puzzle gambar, puzzle

konstruksi, puzzle balok (batang), puzzle lantai,

puzzle angka, puzzle transport, puzzle logika, puzzle

mekanik, dan lain-lain.

2) Manfaat Puzzle

a) Mengasah otak

Puzzle dapat digunakan untuk merangsang pikiran

kreatif anak, karena anak harus mencocokkan bagian-

bagian kecil menjadi bentuk yang utuh.

Page 22: Proposal T.a.B Puzzle

b) Melatih koordinasi mata dan tangan

Puzzle dapat melatih koordinasi mata dan

tangan, karena anak harus mencocokkan keping-keping

puzzle menjadi suatu gambar. Permainan ini membantu

anak mengenal bentuk.

c) Melatih nalar

Memadukan atau memasangkan bentuk puzzle akan

membantu anak secara aktif mengembangkan kemampuan

pembuatan kesimpulan, memahami logika sebab akibat,

dan gagasan bahwa objek yang utuh semula berasal

dari bagian-bagian yang kecil.

d) Melatih kesabaran

Puzzle dapat melatih kesabaran anak dalam

menyelesaikan tantangan.

e) Pengetahuan

Dari puzzle, anak dapat belajar tentang warna

dan bentuk yang ada. Anak juga dapat belajar

tentang konsep dasar bentuk dan warna, binatang,

alam sekitar, alfabet, buah, dan lain-lain, tetapi

anak tetap harus didampingi ibu atau orang lain.

C. KONSEP DASAR ANAK

1. Pengertian

Anak adalah individu yang berusia 0-18 tahun.

Anak dipandang sebagai individu yang unik yang

mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Anak

bukanlah miniatur orang dewasa, melainkan individu

Page 23: Proposal T.a.B Puzzle

yang sedang berada dalam proses tumbuh kembang dan

mempunyai kebutuhan yang spesifik (Supartini, 2004).

Sedangkan menurut WHO (World Health

Organization) anak adalah individu yang berusia 0-21

tahun.

2. Kategori anak

Menurut Soetjiningsih (1995) membagi kategori

anak sebagai berikut :

a. Masa bayi atau infant: usia 0-1 tahun

Merupakan masa penyesuaian terhadap

kehidupan baru diluar rahim ibu sehingga bayi

dituntut untuk dapat mempertahankan diri dengan

lingkungannya sangat berbeda dengan sewaktu dalam

rahim

b. Masa usia toddler: usia 1-3 tahun

Pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan

jaringan otak masih sangat cepat, pada usia 1

tahun lingkar kepala ± 47 cm, sedangkan berat otak

bayi baru lahir 25% berat otak dewasa, pada usia 2

tahun sudah 75% berat otak dewasa.

c. Masa pra sekolah: usia 3-6 tahun

Pada masa prasekolah ini mulai dapat dikenal

potensi bakat dan minat anak meskipun belum nyata

benar. Pada saat inilah sudah dapat dimulai

stimulasi oleh lingkungan keluarga agar potensi

Page 24: Proposal T.a.B Puzzle

bakat dan tumbuh kembangnya berkembang seoptimal

mungkin.

d. Masa sekolah: usia 6-12 tahun

Awal masa sekolah merupakan pertumbuhan

fisik yang relatif mantap dan stabil, yang

kemudian akan berakhir dengan suatu percepatan

tumbuh sekitar umur 10 tahun pada anak perempuan

dan 12 tahun pada anak laki-laki.

e. Masa remaja atau adolesent: usia 12-18 tahun

Masa remaja merupakan suatu periode transisi

perubahan fisik dan psikologi seorang anak menjadi

dewasa. Masa ini ditandai oleh adanya kematangan

fungsi seksual (pubertas) dan tercapainya bentuk

tubuh dewasa yang terjadi karena kematangan fungsi

endokrin.