proposal t.a.b puzzle
DESCRIPTION
keperawatanTRANSCRIPT
PROPOSAL
SATUAN ACARA BERMAIN “PUZZLE” PADA ANAK USIA SEKOLAH
DI RUANG 7A RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
OLEH :
IFRAN
INDAH NURCAHYATI
SOPIAN ASYAURI
NURRAISITA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS – IX B
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak merupakan individu yang berbeda dalam suatu
rentang perubahan dari bayi sampai remaja. Masa anak
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang di
mulai dari bayi 0-1 tahun, toddler 1-3 tahun, prasekolah
3-6 tahun, sekolah 6-12 tahun dan 12-18 tahun adalah
remaja (Hidayat, 2005). Pertumbuhan dan perkembangan
mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu
0-5 tahun. Masa ini sering di sebut juga sebagai fase
“Golden Age”. Golden age merupakan masa yang paling
penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara
cermat agar sedini mungkin terdeteksi apabila terjadi
kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga
kelainan yang bersifat permanen dapat di cegah
(Narendra,2003).
Anak yang masuk rumah sakit merupakan peristiwa
yang sering menimbulkan pengalaman traumatik pada anak,
yakni ketakutan dan ketegangan atau stress
hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai
faktor, diantaranya perpisahan dengan orang tua,
kehilangan kontrol dan perlakuan tubuh akibat tindakan
invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan
menimbulkan berbagai reaksi seperti menolak makan,
menangis, teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif
terhadap aktifitas sehari-hari serta menolak tindakan
keperawatan yang diberikan (Narendra,2003).
Pada usia toddler anak merasa takut bila mengalami
perlukaan, karena ia menganggap bahwa tindakan dan
prosedur yang dilakukan di rumah sakit semuanya dapat
mengancam integritas tubuhnya. Anak masuk rumah sakit
akan bereaksi dengan agresif, ekspresi verbal dan
dependensi. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa
mengukur suhu, mengukur tekanan darah, mendengarkan
suara napas dan prosedur lainnya tidak akan menimbulkan
perlukaan. Jika hal ini berlanjut maka tindakan
keperawatan dan pengobatan tidak akan berhasil sehingga
masalah anak tidak teratasi (Narendra,2003).
Pemeriksaan anak yang beragam jenisnya juga
merupakan penyebab stress bagi anak, orang tua atau
pengasuh anak yang mendampinginya untuk dilakukan
pemeriksaan. Dalam hal ini rumah sakit juga
memfasilitasi dan berupaya ke arah positif sehingga anak
merasa nyaman, dapat beradaptasi dengan lingkungan rumah
sakit, begitu juga orang tua atau pengasuh yang
mendampingi anak. Upaya yang dilakukan adalah
meminimalkan pengaruh negatif dari hospitalisasi yaitu
melakukan kegiatan “Terapi Bermain”.
Manfaat “Terapi Bermain” dalam penanganan anak
yang dirawat di rumah sakit maka akan memudahkan anak
menyatakan rasa kecemasan dan ketakutan lewat permainan,
anak dapat berkumpul dengan teman sebayanya di rumah
sakit sehingga tidak merasa terisolir, anak mudah diajak
bekerja sama dengan metode pendekatan proses keperawatan
di rumah sakit. Salah satu terapi bermain yang dapat
mengurangi dampak negatif dari hospitalisasi adalah
terapi bermain “puzzle” Karena pentingnya manfaat
“Terapi Bermain” dalam penanganan anak sakit dan perawat
harus mampu melaksanakan hal ini maka rencana penerapan
terapi bermain terhadap anak yang dirawat di ruang 7A
rumah sakit saiful Anwar Malang perlu segera
dilaksanakan. Salah satu cara agar dapat mengembangkan
kreativitas anak adalah melalui beberapa kegiatan
kreatif dan menyenangkan yaitu bermain puzzle.
Berdasarkan fenomena diatas, maka peraktikan
merasa tertarik untuk melakukan kegiatan terapi
aktifitas bermain tentang terapi bermain puzzle terhadap
anak Usia sekolah di Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar Malang.
B. TUJUAN TERAPI AKTIFITAS BERMAIN
1. Tujuan umum
Anak akan merasa aman dan mau mengikuti
program penyembuhan yang ada dirumah Sakit
2. Tujuan khusus
a. Menerapkan sarana permainan terapi bermain puzzle
yang tepat sehingga anak dan orang tua secara pro
aktif dapat menerima program penyembuhan yang ada
di Rumah Sakit.
b. menerapkan tempat yang tepat untuk bermain di
Sekolah, sehingga anak tidak merasa takut dengan
lingkungannya.
c. menerapkan waktu yang tepat untuk melakukan
permainan sehingga anak tidak kehilangan waktu
bermain.
d. menerapkan sosialisasi yang tepat sehingga anak
butuh terhadap program terapi bermain di Rumah
Sakit dan tidak merasa terisolir.
e. Mrningkatkan kreatifitas anak dalam mengembangkan
potensi yang ada pada anak dalam bermain puzzle.
f. Meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya.
BAB III
PROGRAM TERAPI BERMAIN
PADA USIA SEKOLAH
Topik : terapi bermain pada anak Usia Sekolah
Sasaran : anak Usia Sekolah
Tempat : ruang Perawatan 7A
Hari/ tgl : Jum’at, Maret 2014
Waktu : 45 menit
Jenis : puzzle
A. Waktu dan tempat
a. Perencanaan tempat dan waktu
Tempat : Ruang Perawatan 7A RSSA Malang
Waktu : Jum’at, Maret 2014
Jam : 10. 00 WIB s/d 10.45 WIB
B. Metode
1. Merangkai potongan-potongan gambar
2. Observasi
C. Krtiteria Peserta
Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah peserta
yang memenuhi kriteria
1. Anak yang tidak berpenyakit menular
2. Anak yang berusia sekolah
3. Anak yang mau melakukan terapi bermain puzzle
4. Anak yang di rawat di Ruang 7A
D. Media / Alat
puzzle
E. Pengorganisasian
1. Leader : Indah Nurcahyati
2. Co Leader : sopian Asyauri
Nurraisita
3. Observer : Ifran
F. Pembagian tugas
1. Leader, bertugas :
a) Memimpin dan mengorganisasikan jalannya terapi
mulai dari pembukaan sampai selesai
b) Mengarahkan permainan
c) Memandu proses permainan
2. Co leader, bertugas
a) Membantu leader dalam memandu proses permainan
b) Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan
sampai selesai
c) Mengarahkan permainan
d) Memandu proses permainan
3. Fasilitator, bertugas :
a) Memfasilitasi anak untuk bermain
b) Membimbing anak bermain
c) Memperhatikan respon anak saat bermain
d) Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan temannya
4. Observer, tugasnya:
a) Mengawasi jalannya permainan
b) Mencatat proses permainan di sesuaikan dengan
rencana
c) Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses
bermain
d) Menyusun laporan dan menilai hasil permainan
dibantu dengan moderator
G. Kegiatan terapi bermain
NO
TAHAP WAKTU KEGIATAN
1 persiapan 5 menit
1. Menyiapkan tempat / ruangan2. Menyiapkan puzzle.3. Menyiapkan peserta
2 orientasi 10 menit
1.Salam terapeutik (salam dari terapis kepada anak)
2.Evaluasi atau validasi(Menanyakan perasaan anak saat ini)
3.Kontraka) Terapis menjelaskan tujuan
kegiatan
b) Terapis menjelaskan aturan mainnya:Jika ada anak yang ingin meninggalkan ruangan harus minta izin kepada terapis
3 tahap kerja
20 menit
1. Anak diberikan kebebasan dalam memilih gambar puzzle sesuai selera.
2. Anak diberi kesempatan menyusun rangkaian puzzle.
3. Memberikan bantuan atau arahan jika diperlukan.
4.
terminasi 5 menit
1. Terapis menanyakan perasaan anak setelah mengikuti terapi bermain
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan anak
3. Terapis memotivasi anak untuk bermain puzzel agar selalu merasa senang dan gembira meskipun berada di lingkungan Sekolah
4. Kontrak Kegiatan yang akan datang5. Terapis membuat kontrak untuk terapi
bermain puzzel yang akan datang6. Menyepakati waktu dan tempat
5 evaluasi 5 menit
mengevaluasi kemampuan anak sesuai dengan tujuan terapi bermain puzzle
H. Antisipasi masalah
Jika pada saat kegiatan berlangsung terjadi masalah
seperti anak tiba-tiba menolak atau tidak mau mengikuti
kegiatan maka perawat akan menganjurkan kepada orang tua
anak untuk membujuk dan mau mendampingi anak pada saat
dilakukan terapi bermain puzzle.
I. Evaluasi
1. anak dapat merangkai puzzle dengan sabar dan tekun
2. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
3. Anak merasa senang.
4. Anak tidak takut lagi dengan lingkungan sekitarnya
BAB II
KONSEP TEORI
A. KONSEP DASAR TERAPI BERMAIN
a) Definisi Konsep Bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak
dapat melakukan atau mempraktekkan keterampilan,
memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan, dan
berperilaku dewasa (Hidayat, 2005). Bermain adalah
salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan
salah satu alat paling penting untuk menatalaksanakan
stres karena hospitalisasi (Wong, 2009).
b) Fungsi Bermain Pada Anak
1) Membantu perkembangan sensorik dan motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas
sensoris-motoris merupakan komponen terbesar yang
digunakan anak sehingga kemampuan penginderaan anak
dimulai meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi
yang diterima anak seperti: stimulasi visual,
stimulasi pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan)
dan stimulasi kinetik.
2) Membantu perkembangan kognitif
Bermain dapat membuat anak mencoba melakukan
komunikasi dengan orang lain dengan bahasa anak,
mampu memahami objek permainan seperti dunia tempat
tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan,
mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan
berbagai manfaat benda yang digunakan dalam
permainan.
3) Meningkatkan sosialisasi pada anak
Pada anak pra sekolah, anak mulai menyadari akan
keberadaan teman sebaya sehingga anak mampu
melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.
4) Meningkatkan kreativitas
Anak dapat belajar menciptakan sesuatu dari
permainan yang ada dan mampu memodifikasi objek
yang digunakan.
5) Meningkatkan kesadaran diri anak terhadap orang
lain dan lingkungan
Bermain dapat memberikan kemampuan pada anak
untuk mengeksplorasi tubuhnya dan menjadikan anak
sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari individu
yang saling berhubungan, anak mau belajar mengatur
perilaku, dan membandingkan perilakunya dengan
orang lain.
6) Memiliki nilai terapeutik
Bermain dapat menjadikan anak merasa senang dan
nyaman, dan menghibur anak, sehingga dapat
mengurangi stres dan ketegangan yang dirasakan
anak.
7) Memberikan nilai moral pada anak
Bermain dapat memberikan nilai moral pada anak
jika anak sudah mampu belajar benar atau salah dari
budaya di rumah, di sekolah, ketika berinteraksi
dengan temannya, dan di dalam permainan juga
terdapat aturan-aturan yang harus dilakukan dan
tidak boleh dilanggar.
c) Macam-macam Permainan
Menurut Hidayat (2005), sifat bermain pada anak ada
dua, yaitu:
1) Aktif
Jika anak selalu berperan aktif dalam permainan,
selalu memberika rangsangan, dan melaksanakannya.
2) Pasif
Jika anak hanya memberikan respon pasif terhadap
permainan, sedangkan orang lain dan lingkungan
memberikan rspon secara aktif.
Berdasarkan kedua sifat diatas, maka macam-macam
permainan:
1) Bermain afektif-sosial
Menunjukkan adanya perasaan senang dalam
berhubungan dnegan orang lain. Sifat dari bermain
ini adalah orang lain berperan aktif dan anak hanya
berespons terhadap stimulasi sehingga akan
memberikan kesenangan dan kepuasan anak.
2) Bermain bersenang-senang
Memberikan kesenangan pada anak melalui objek
yang ada sehingga anak merasa senang dan bergembira
tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat dari
bermain ini adalah tergantung dari stimulasi yang
diberikan pada anak, seperti bermain boneka-
bonekaan, binatang-binatangan, dan lain-lain.
3) Bermain keterampilan
Bermain ini dengan mengunakan objek yang dapat
melatih kemampuan keterampilan anak yang diharapkan
mampu untuk berkreasi dan terampil dalam berbagai
hal. Sifat dalam permainan ini adalah bersifat
aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan
dalam keterampilan tertentu, seperti bermain
bongkar pasang gambar, latihan memakai baju, dan
lain-lain.
4) Bermain dramatik
Permainan ini dapat dilakukan jika anak sudah
mampu berkomunikasi dan mengenal kehidupan sosial.
Sifat dari bermain ini adalah anak dituntut aktif
dalam memerankan sesuatu, seperti berpura-pura
berperan sebagai orang dewasa, seperti ibu, guru,
dan lain-lain.
5) Bermain menyelidiki
Sifat permainan ini adalah dengan memberikan
stimulasi pada anak, sehingga dapat menambah
kecerdasan anak. Permainan ini dilakukan dengan
memberikan sentuhan pada anak untuk berperan dalam
menyelidiki sesuatu atau memeriksa alat permainan,
seperti mengocok untuk mengetahui isinya.
6) Bermain konstruksi
Permainan ini bertujuan untuk menyusun suatu
objek permainan agar menjadi sebuah konstruksi yang
benar, seperti permainan menyusun balok. Sifat dari
permainan ini adalah aktif, dimana anak-anak selalu
ingin menyelesaikan tugas yang ada dalam permainan,
sehingga dapat membangun kecerdasan anak.
7) Permainan
Permainan ini dapat dilakukan sendiri atau
bersama temannya dengan menggunakan beberapa
peraturan, seperti permainan ular tangga. Sifatnya
aktif, anak memberikan respon kepada temannya
sesuai jenis permainan dan berfungsi untuk
memberikan kesenangan dan mengembangkan emosi anak.
8) Bermain onlooker
Jenis bermain ini adalah dengan melihat apa yang
dilakukan anak lain yang sedang bermain, tetapi
tidak berusaha untuk bermain. Sifat dari bermain
ini adalah pasif, tetapi anak akan mempunyai
kesenangan dan kepuasan sendiri untuk melihatnya.
9) Bermain soliter/mandiri
Bermain yang dilakukan secara mandiri, sendiri,
hanya terpusat pada permainannya sendiri tanpa
memperdulikan orang lain. Sifatnya aktif, tetapi
stimulasi tambahan kurang, tetapi dapat membantu
menciptakan kemandirian pada anak.
10) Bermain paralel
Bermain sendiri di tengah anak lain yang sedang
bermain, tetapi tidak ikut dalam kegiatan orang
lain. Sifat bermain ini adalah anak aktif sendiri,
tetapi masih dalam satu kelompok dengan harapan
kemampuan anak dalam menyelesaikan tugas mandiri
dalam kelompok terlatih dengan baik.
11) Bermain asosiatif
Bermain bersama tanpa terikat aturan yang ada.
Bermain ini akanmenumbuhkan kreativitas anak karena
terdapat stimulasi dari anak lain, tetapi belum
dilatih dalam mengikuti peraturan dalam kelompok.
12) Bermain kooperatif
Bermain bersama dengan aturan yang jelas,
sehingga terdapat perasaan dalam kebersamaan,
sehingga terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut.
Sifat permainan ini adalah aktif, anak akan selalu
menumbuhkan kreativitasnya dan akan melatih anak
untuk mengikuti peraturan dalam kelompok.
d) Prinsip dalam Aktivitas Bermain
Permainan dengan menggunakan alat-alat medik dapat
menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran perawatan
diri. Pengajaran dengan melalui permainan dan harus
diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat
peraga untuk melakukan kegiatan bermain seperti
memperagakan dan melakukan gambar-gambar seperti
pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.
Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat
bermain dengan maksimal, maka diperlukan hal-hal
seperti:
1) Ekstra energi, untuk bermain diperlukan energi
ekstra. Anak-anak yang sakit kecil kemungkinan
untuk melakukan permainan.
2) Waktu, anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk
bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat
optimal.
3) Alat permainan, untuk bermain alat permainan harus
disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak
serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
4) Ruang untuk bermain, bermain dapat dilakukan di
mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di tempat
tidur.
5) Pengetahuan cara bermain, dengan mengetahui cara
bermain maka anak akan lebih terarah dan
pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam
menggunakan alat permainan tersebut.
6) Teman bermain, teman bermain diperlukan untuk
mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak
dalam menghadapi perbedaan.
e) Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
Menurut Supartini (2004), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi anak dalam bermain yaitu:
1) Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak
yaitu harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak, karena pada dasarnya permainan
adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
anak.
2) Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan
energi bukan berarti anak tidak perlu bermain pada
saat anak sedang sakit.
3) Jenis kelamin anak
Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak
laki-laki atau anak perempuan untuk mengembangkan
daya pikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan
sosial anak. Akan tetapi, permainan adalah salah
satu alat untuk membantu anak mengenal identitas
diri.
4) Lingkungan yang mendukung
Menstimulasi imajinasi anak dan kreativitas anak
dalam bermain.
5) Alat dan jenis permainan yang cocok
Harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
f) Fungsi Bermain di Rumah Sakit
Menurut Wong (2009), ada banyak manfaat yang bisa
diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di
suatu rumah sakit, antara lain:
1) Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
2) Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan
kontrol
3) Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
4) Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi
dan bagian tubuh
5) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang
penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis
6) Memberi peralihan dan relaksasi
7) Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan
yang asing
8) Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk
mengekspresikan perasaan
9) Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan
sikap-sikap yang positif terhadap orang lain
10) Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif
dan minat
11) Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik
g) Prinsip Permainan Pada Anak di Rumah Sakit
1) Permainan tidak boleh bertentangan dengan
pengobatan yang sedang dijalankan pada anak.
Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih
permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan
anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya
di tempat bermain khusus yang ada di ruangan rawat.
2) Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi,
singkat dan sederhana
3) Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak
4) Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama
5) Melibatkan orang tua
h) Keuntungan Bermain Pada Anak di Rumah Sakit
1) Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan
keluarga) dan perawat
2) Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan
anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang
terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada
anak.
3) Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya
memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan
membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran
cemas, takut, sedih tegang dan nyeri.
4) Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan
kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang
positif
B. KONSEP DASAR PUZZLE
1) Pengertian Puzzle
Puzzle merupakan suatu masalah atau misteri yang
harus diselesaikan dengan kretivitas. Sebelum
mengerjakan puzzle, anak harus mengetahu lebih dulu
bentuk awal puzzle, setelah dirombak, ia akan
menggunakan ingatannya untuk menyusun puzzle sesuai
dengan bentuk awalnya. Bermain puzzle tidak
membutuhkan energi yang besar, sehingga dapat
dilakukan pada anak yang berada di rumah sakit.
Ada berbagai tipe puzzle, seperti Maze yang
merupakan tipe puzzle tour, puzzle gambar, puzzle
konstruksi, puzzle balok (batang), puzzle lantai,
puzzle angka, puzzle transport, puzzle logika, puzzle
mekanik, dan lain-lain.
2) Manfaat Puzzle
a) Mengasah otak
Puzzle dapat digunakan untuk merangsang pikiran
kreatif anak, karena anak harus mencocokkan bagian-
bagian kecil menjadi bentuk yang utuh.
b) Melatih koordinasi mata dan tangan
Puzzle dapat melatih koordinasi mata dan
tangan, karena anak harus mencocokkan keping-keping
puzzle menjadi suatu gambar. Permainan ini membantu
anak mengenal bentuk.
c) Melatih nalar
Memadukan atau memasangkan bentuk puzzle akan
membantu anak secara aktif mengembangkan kemampuan
pembuatan kesimpulan, memahami logika sebab akibat,
dan gagasan bahwa objek yang utuh semula berasal
dari bagian-bagian yang kecil.
d) Melatih kesabaran
Puzzle dapat melatih kesabaran anak dalam
menyelesaikan tantangan.
e) Pengetahuan
Dari puzzle, anak dapat belajar tentang warna
dan bentuk yang ada. Anak juga dapat belajar
tentang konsep dasar bentuk dan warna, binatang,
alam sekitar, alfabet, buah, dan lain-lain, tetapi
anak tetap harus didampingi ibu atau orang lain.
C. KONSEP DASAR ANAK
1. Pengertian
Anak adalah individu yang berusia 0-18 tahun.
Anak dipandang sebagai individu yang unik yang
mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Anak
bukanlah miniatur orang dewasa, melainkan individu
yang sedang berada dalam proses tumbuh kembang dan
mempunyai kebutuhan yang spesifik (Supartini, 2004).
Sedangkan menurut WHO (World Health
Organization) anak adalah individu yang berusia 0-21
tahun.
2. Kategori anak
Menurut Soetjiningsih (1995) membagi kategori
anak sebagai berikut :
a. Masa bayi atau infant: usia 0-1 tahun
Merupakan masa penyesuaian terhadap
kehidupan baru diluar rahim ibu sehingga bayi
dituntut untuk dapat mempertahankan diri dengan
lingkungannya sangat berbeda dengan sewaktu dalam
rahim
b. Masa usia toddler: usia 1-3 tahun
Pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan
jaringan otak masih sangat cepat, pada usia 1
tahun lingkar kepala ± 47 cm, sedangkan berat otak
bayi baru lahir 25% berat otak dewasa, pada usia 2
tahun sudah 75% berat otak dewasa.
c. Masa pra sekolah: usia 3-6 tahun
Pada masa prasekolah ini mulai dapat dikenal
potensi bakat dan minat anak meskipun belum nyata
benar. Pada saat inilah sudah dapat dimulai
stimulasi oleh lingkungan keluarga agar potensi
bakat dan tumbuh kembangnya berkembang seoptimal
mungkin.
d. Masa sekolah: usia 6-12 tahun
Awal masa sekolah merupakan pertumbuhan
fisik yang relatif mantap dan stabil, yang
kemudian akan berakhir dengan suatu percepatan
tumbuh sekitar umur 10 tahun pada anak perempuan
dan 12 tahun pada anak laki-laki.
e. Masa remaja atau adolesent: usia 12-18 tahun
Masa remaja merupakan suatu periode transisi
perubahan fisik dan psikologi seorang anak menjadi
dewasa. Masa ini ditandai oleh adanya kematangan
fungsi seksual (pubertas) dan tercapainya bentuk
tubuh dewasa yang terjadi karena kematangan fungsi
endokrin.