proposal revisi sempro tgl 23 februari

Upload: wandapanda

Post on 20-Jul-2015

124 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

A. Judul :PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YANG DIBUAT BERDASARKAN RISALAH RAPAT NOTARIIL DENGAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YANG DIBUAT BERDASARKAN RISALAH RAPAT DIBAWAH TANGAN YANG DINYATAKAN DALAM AKTA NOTARIS. (Ditinjau Dari Ketentuan Pasal 21 (4) dan (5) Undang- Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas). B. Latar Belakang Masalah. Perseroan terbatas sebagai salah satu badan usaha dalam kegiatan perekonomian, membutuhkan pengaturan yang mampu mengikuti

perkembangan jaman, baik secara nasional maupun secara internasional. Pengaturan mengenai perseroan terbatas yang tercantum dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sangat sederhana, sehingga tidak dapat mengikuti tantangan perkembangan jaman, oleh karenanya diperlukan pembaharuan dan kesatuan pengaturan mengenai perseroan terbatas. Guna menjawab tantangan tersebut maka diundangkanlah UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995. Alasan penggantian tersebut berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas antara lain : Ketentuan yang diatur dalam KUHD dianggap tidak sesuai lagi mengenai pengaturan tentang perseroan terbatas yang ditentukan oleh KUHD, tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional maupun internasional. b. Menciptakan kesatuan hukum dalam perseroan yang berbentuk badan hukum (rechts person, legal person, legal entity).1 a. Dalam perkembangannya kemudian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, telah dirubah dengan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, guna memenuhi tuntutan dan

1

M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hlm.

24.

2

perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Dan yang menjadi alasan dilakukannya penggantian UUPT No. 40 Tahun 2007 tersebut yaitu:2

a. Bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. b. Bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang mendapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif. c. Bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pengembangan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. d. Bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dengan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Perseroan Terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum. Istilah perseroan pada perseroan terbatas, menunjuk pada cara penentuan modal pada badan hukum itu, yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham, sedangkan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggungjawab para persero atau pemegang saham, yaitu hanya terbatas pada jumlah nilai nominal dari semua saham-saham yang dimiliki.3 Berbeda dengan orang perseorangan

(manusia), perseroan terbatas walaupun merupakan subyek hukum mandiri, adalah suatu artificial person, yang tidak dapat melakukan tugasnya sendiri. Oleh karena itu, perseroan memerlukan organ-organnya untuk menjalankan

Habib Adjie, Status Badan Hukum prinsip-prinsip dan Tanggungjawab Sosial Perseroan Terbatas, (Bandung, CV Mandar Maju, 2008), hlm. 1. 3 Kansil, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm. 31.2

3

usahanya, mengurus kekayaannya dan mewakili perseroan di depan pengadilan, maupun di luar pengadilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menentukan bahwa organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Organ-organ tersebut mempunyai fungsi dan tugas masing-masing, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas, maupun anggaran dasar perseroan. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, menempatkan Notaris dalam kedudukan yang sangat penting, karena untuk mendirikan Perseroan Terbatas dan mengadakan perubahan Anggaran Dasar harus dibuat dengan akta Notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT, perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut terlihat jelas bahwa akta Notaris merupakan syarat mutlak untuk berdirinya suatu Perseroan. Untuk pendirian perseroan terbatas yang tidak dibuat dengan akta Notaris akan menjadi non existent, pada keadaan non existent sejak semula perseroan terbatas tidak ada, karena tidak memenuhi unsur-unsurnya. Berdasarkan hal tersebut, peranan Notaris mutlak diperlukan oleh karena Undang-Undang mensyaratkan bahwa untuk pendirian Perseroan Terbatas (Pasal 7 ayat (1) UUPT) dan perubahan Anggaran Dasar perseroan Terbatas (Pasal 21 ayat (4) UUPT), harus dibuat dengan akta Notaris.4 Akta notaris yang dikehendaki oleh UUPT tidak lain adalah akta otentik. Karena wewenang notaris adalah untuk

Pasal 7 ayat (1) UUPT No.40 Tahun 2007, menyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Pasal 21 ayat (4) UUPT No.40 Tahun 2007, meyatakan bahwa Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan dalam akta Notaris dalam bahasa Indonesia.4

4

membuat akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UUJN.5 Otentisitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 UUJN, dimana notaris dijadikan sebagai Pejabat Umum, sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik, seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu dibuatnya. Berdasarkan Pasal 1867 KUHPerdata6 yaitu, akta

otentik dianggap sebagai bukti tertulis, mengingat kekuatan pembuktian pada akta otentik, merupakan alat bukti yang sempurna, artinya mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi serta bagi hakim merupakan bukti wajib atau keharusan. Dan barang siapa yang menyatakan bahwa akta otentik itu palsu maka ia harus membuktikan tentang kepalsuan akta itu karena, dalam akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian secara lahiriah, formil dan materiil.7 Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut akta otentik dibedakan menjadi 2 (dua) golongan yaitu:(1) akta yang dibuat oleh (door) Notaris, biasa disebut dengan istilah Relass Akta atau Berita Acara, (2) akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Pihak atau Partij Akta.

5 Pasal 15 UUJN No. 30 Tahun 2004, Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. 6 Pasal 1867 KUHPerdata, pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisantulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan. 7 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta, Erlangga, 1996), hlm 54

5

Akta-akta diatas tersebut baik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, dibuat atas dasar permintaaan para pihak/penghadap, tanpa adanya permintaan para pihak, sudah tentu akta tersebut tidak akan dibuat oleh Notaris. Akta yang dibuat oleh Notaris atas permintaan para pihak, agar Notaris mencatat atau menuliskan segala sesuatu hal yang dibicarakan oleh pihak berkaitan dengan tindakan hukum atau tindakan lainnya yang dilakukan oleh para pihak yang disebut Relaas Akta,8 agar tindakan tersebut dibuat atau dituagkan dalam suatu akta Notaris. Dalam Relaas Akta ini Notaris menulis atau mencatat semua hal yang dilihat atau didengar sendiri secara langsung oleh Notaris yang dilakukan para pihak. Yang termasuk Relaas Akta yaitu; berita acara rapat pemegang saham, akta pencatatan budel, dan lain-lain. Akta yang dibuat dihadapan Notaris atas permintaan para pihak, Notaris berkewajiban untuk mendengarkan pernyataan atau keterangan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan sendiri oleh para pihak dihadapan Notaris disebut Akta Pihak. Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan ke dalam akta Notaris.9 Yang termasuk Akta Partij yaitu; akta perjanjian, akta jual beli, akta hibah, akta pendirian PT, Pernyataan Keputusan Rapat, dan lain-lain. Berdasarkan UUPT, akta pendirian dan perubahan Anggaran Dasar wajib dibuat dengan akta Notaris. Untuk perubahan Anggaran Dasar bisa dibuat dengan risalah rapat secara notariil maupun dibawah tangan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (4) dan (5) UUPT 2007.108 9

G.H.S Lumban Tobing, Ibid, hlm 54 G.H.S Lumban Tobing, Ibid, hlm 54.

10 Pasal 21 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa : Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan dalam akta Notaris dalam bahasa Indonesia. Pasal 21 ayat (5) UUPT menyatakan Bahwa : Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat Notaris harus dinyatakan dalam akta notaries paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.

6

Perubahan Anggaran Dasar yang dibuat berdsarkan risalah rapat yang dibuat secara notariil disebut Berita Acara Rapat yang merupakan relaas akta, yaitu akta yang dibuat oleh Notaris (Pasal 21 ayat (4) UUPT). Sedangkan perubahan Anggaran Dasar yang dibuat berdasarkan risalah rapat yang dibuat dibawah tangan kemudian dinyatakan dalam akta Notaris disebut Pernyataan Keputusan Rapat yang merupakan partij akta, yaitu akta yang dibuat dihadapan Notaris (Pasal 21 ayat (5) UUPT). Untuk membuat Pernyataan Keputusan Rapat dapat diberikan kuasa kepada seorang dari perseroan terbatas yang bersangkutan, berdasarkan kuasa yang diberikan kepadanya oleh RUPS, penerima kuasa dapat menghadap Notaris dalam rangka pembuatan akta Pernyataan Keputusan Rapat. Dalam pembuatan Berita Acara Rapat, Notaris bertanggungjawab secara penuh karena pertanggungjawaban Notaris meliputi keseluruhan isi apa yang dituangkan dalam akta tersebut, karena Notaris melihat, mendengar serta ikut serta secara langsung dalam rapat tersebut, kemudian notaris mencatat keterangan dari hasil rapat tersebut yang dituangkan dalam Berita Acara Rapat. Sehingga dalam hal ini notaris dituntut untuk harus lebih hati-hati dan teliti dalam menuangkan hasil rapat tersebut kedalam Berita Acara Rapat. Serta mengenai pembuktian sebaliknya terhadap isi yang ada dalam Berita Acara Rapat tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduhkan bahwa akta itu palsu, karena Notaris sendiri yang mencatat Berita Acara Rapat tersebut dan menyaksikan secara langsung rapat tersebut.11

Sedangkan dalam pembuatan akta Pernyataan Keputusan Rapat, Notaris hanya11

bertanggungjawab

sebatas

kebenaran

formil

saja.

G.H.S. Lumban Tobing, op-cit, hlm. 53.

7

Pertanggungjawaban secara formil yang dimaksudkan disini hanya sebatas kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris, serta mencatat keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap. Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan dari formalitas akta tersebut, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun dan waktu menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris, dan ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Sedangkan keabsahan tentang Materi atau isi dari akta Pernyataan Keputusan Rapat beserta segala akibat hukum yang dimunculkannya, notaris tidak dapat dituntut dan diminta pertanggungjawabannya, hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Dan pemberian pembuktian sebaliknya terhadap isi partij akta ini dapat digugat isinya, tanpa menuduh akan kepalsuaanya, dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang bersangkutan ada dan diuraikan menurut yang sebenarnya dalam akta itu, akan tetapi keterangan itu adalah tidak benar. Artinya terhadap keterangan yang diberikan itu diperkenankan pembuktian sebaliknya terhadap para pihak.12

Oleh karena itu Notaris dituntut untuk harus memperhatikan dengan benar bahwa penerimaan kuasa dalam pembuatan akta Pernyataan Keputusan Rapat harus benar-benar berwenang dan cakap untuk membuat akta tersebut, yaitu harus berdasarkan kuasa yang diberikan oleh RUPS dan cakap untuk12

G.H.S. Lumban Tobing, Ibid, hlm. 53.

8

melakukan tindakan hukum. Setelah syarat-syarat untuk pembuatan suatu akta terpenuhi, maka dapat dibuat akta pernyataan keputusan rapat dihadapan notaris. Bentuk akta pernyataan keputusan rapat tersebut merupakan akta notariil, tetapi isi akta tersebut merupakan hasil keputusan rapat yang dibuat secara dibawah tangan. Berdasarkan hal diatas tersebut terdapat kekaburan hukum yang tertuang dalam ketentuan Pasal 21 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam ketentuan yang terletak pada Pasal (21 ayat (4) mengenai relass akta) dan Pasal (21 ayat (5) mengenai partij akta), tersebut menimbulkan makna bahwa kalimat dinyatakan dalam akta Notaris itu dianggap sama oleh undang-undang. Seharusnya mengenai kedua macam bentuk akta tersebut, apabila dilihat dari segi bentuknya dan

pertanggungjawabannya terhadap partij akta dan reelas akta itu seorang Notaris mempunyai tanggungjawab yang berbeda dalam membuat kedua macam akta tersebut. Pernyataan yang terdapat dalam kalimat yang tertuang dalam Pasal 21 ayat (5) yang menyatakan bahwa untuk membuat risalah rapat yang tidak dibuat secara notariil harus dinyatakan dalam akta Notaris, kalimat dinyatakan dalam akta Notaris dapat berarti akta yang dibuat tersebut bisa dibuat dengan akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris, yang terkait dengan perubahan anggaran dasar suatu perseroan. Seharusnya dalam Pasal 21 Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007 yang terkait dengan perubahan anggaran dasar suatu Perseroan harus bisa menjamin akan kebenaran dan kepastian hukum yang dapat menjamin kepentingan para pihak dalam suatu perseroan,

9

serta

dapat

memberikan

perlindungan

hukum

bagi

para

pihak

yang

berkepentingan dalam pembuatan perubahan anggaran dasar suatu perseroan. Untuk pembuatan perubahan anggaran dasar suatu perseroan merupakan salah satu unsur paling penting dalam perseroan karena hal ini berkaitan dengan adanya perubahan mengenai susunan direksi, perubahan susunan dewan komisaris, keluar masuk pemegang saham serta perubahan modal. Oleh karena itu undang-undang harus bisa memberikan perlindungan hukum yang pasti bagi para pihak yang berkepentingan dalam suatu perseroan, karena untuk membuat perubahan Anggaran Dasar harusnya lebih baik dan lebih aman dibuat dengan Berita Acara Rapat yang dibuat secara Notariil, karena dengan dibuatnya Berita Aacara Rapat oleh notaris akan memberikan perlindungan hukum bagi pihakpihak yang bersangkutan terkait dengan kepentingan perseroan agar dikemudian hari tidak timbul gugatan dari pihak ketiga. Dibandingkan dengan dibuatnya pernyataan keputusan rapat dihadapan notaris yang dibuat berdasarkan risalah rapat dibawah tangan kemudian diotentikkan, karena Pernyataan Keputusan Rapat itu bukan risalah rapat murni melainkan berdasarkan pada risalah rapat dibawah tangan, dengan dibuatnya pernyataan keputusan rapat tersebut akan menimbulkan berbagai permasalahan dan rawan akan gugatan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, karena disini Notaris hanya menyalin dan menuangkan apa yang tercantum didalam risalah yang dibuat secara dibawah tangan tersebut yang kemudian dituangkan dalam akta otentik tanpa mengetahui kebenaran akan rapat umum pemegang saham suatu perseroan tersebut. Oleh karena itu timbul permasalahan mengenai kekuatan pembuktian dari akta pernyataan keputusan rapat yang dibuat berdasarkan risalah rapat yang dibuat secara dibawah tangan kemudian dituangkan dalam akta Notaris apakah

10

sama dengan akta Berita Acara Rapat yang dibuat secara Notariil, yaitu mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, serta bagaimana

tanggungjawab Notaris terhadap isi akta Pernyataan Keputusan Rapat mengenai perubahan anggaran dasar tersebut, mengingat Pernyataan Keputusan Rapat itu bukan berdasarkan risalah rapat notariil murni melainkan berdasarkan pada risalah rapat dibawah tangan. C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pertanggungjawaban Notaris dan kekuatan pembuktian

terhadap kebenaran isi

perubahan anggaran dasar yang dibuat

berdasarkan risalah rapat yang dibuat secara notariil dengan perubahan anggaran dasar yang dibuat berdasarkan risalah rapat yang dibuat secara dibawah tangan yang dinyatakan dalam akta notaries sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (4) dan (5) UUPT 2007? 2. Apakah makna kalimat dinyatakan yang tertuang dalam Pasal 21 ayat (5) UUPT sama dengan ketentuan Pasal 21 ayat (4) UUPT mengenai perubahan anggaran dasar suatu perseroan yang dibuat berdasarkan risalah rapat secara notariil dengan risalah rapat yang dibuat secara dibawah tangan kemudian dinyatakan dalam akta Notaris?

D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pertanggungjawaban Notaris atas kebenaran isi akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang

11

saham yang dibuat berdasarkan risalah rapat dibawah tangan mengenai perubahan anggaran dasar suatu Perseroan Terbatas yang kemudian diotentikkan dengan perubahan anggaran dasar yang dibuat berdasarkan risalah rapat secara notariil sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (4) dan (5) UUPT 2007. 2. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis kekuatan

pembuktian dari akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham mengenai perubahan anggaran dasar suatu Perseroan Terbatas yang dibuat berdasarkan risalah rapat dibawah tangan yang kemudian di otentikkan dengan perubahan anggaran dasar yang dibuat berdasarkan risalah rapat secara notariil. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis mengapa undang-undang perseroan terbatas No.40 tahun 2007 menganggap sama kalimat dinyatakan yang tertuang dalam Pasal 21 ayat (5) dengan ketentuan pasal 21 (4) mengenai perubahan anggaran dasar suatu perseroan yang dibuat berdasarkan risalah rapat notariil dengan risalah rapat yang dibuat secara dibawah tangan kemudian dinyatakan dalam akta notaris. E. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi pembuat undang-undang dan bagi pengembangan ilmu hukum perusahaan khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan dalam pemikiran akademis khusunya dalam membuat kebijakan peraturan yang terkait dengan membuat akta perubahan anggaran dasar suatu perseroan serta

12

untuk mengembangkan ilmu kenotariatan dibidang pembuatan akta dibidang hukum perusahaan. 2. Kegunaan praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti dan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dengan pembuatan akta Pernyataan Keputusan Rapat yang dibuat berdasarkan risalah rapat dibawah tangan kemudian diotentikkan dan pembentuk undang-undang dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat luas pengguna jasa notaris, pelaku dunia usaha serta khususnya bagi seorang notaris dalam pelaksanaan jabatannya selaku pejabat umum, berkaitan dengan kewenangannya dalam membuat akta Pernyataan Keputusan Rapat. F. Kajian Pustaka 1. Kajian Umum Tentang Notaris dan Akta Notaris. a. Pengertian Notaris Notaris merupakan profesi dibidang hukum yang terkait erat dengan pembuatan alat bukti berupa akta. Keberadaannya di nusantara sejak zaman kolonial Belanda berdasarkan pada reglement Op Het

Notaris Ambt in Indonesie (Stb. 1860 No. 3). Peraturan kolonial Belandaini berlangsung hingga masa kemerdekaan Indonesia yaitu dengan diundangkannya UUJN.13 Pengertian Notaris menurut Pasal 1 UUJN adalah: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini.Anshori Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm 101.13

13

Terminologi satu-satunya dalam Peraturan Jabatan Notaris tidak lagi dicantumkan dalam UUJN namun ini telah tercakup dalam penjelasan UUJN bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan pejabat umum lainnya. Adanya kondisi dimaksud menimbulkan kesadaran bahwa kehadiran UUJN yang sesuai dengan kepribadian bangsa merupakan suatu keniscayaan , yaitu untuk merevisi bahkan mencabut berlakunyta peraturan jabatan Notaris yang tertuang dalam Staatsblad 1860 No.3. Secara yuridis, Notaris berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUJN yaitu sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Wewenang yang melekat pada Notaris adalah wewenang atributif yaitu wewenang yang melekat pada jabatan tertentu dan diberikan oleh undang-undang. Adapun wewenang yang melekat pada Notaris secara lengkap dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 15 UUJN. Selain adanya wewenang yang dimaksud, Notaris selaku pejabat umum mempunyai beberapa kewajiban hukum sekaligus kewajiban etis yang harus ditunaikan dalam menjalankan tugasnya dimasyarakat (Pasal 16 UUJN), disamping itu Notaris juga mempunyai larangan-larangan dalam menjalankan jabatannya (Pasal 17 UUJN). Dari ketentuan diatas tersebut diatas nampak sekali bahwa notaris harus berperan aktif dalam

14

kehidupan bermasyarakat dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang ada. b. Tugas Notaris Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.14 Di samping tugas Notaris sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris diatas, seorang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. Pasal 1875 KUH Perdata mengatakan bahwa; "Suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau dengan cara menurut undang-undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari mereka, bukti yang sempuma seperti suatu akta otentik ".15

c. Wewenang Notaris Wewenang utama Notaris sebagai pejabat umum adalah untuk membuat akta otentik. Pejabat umum yang dimaksud disini adalah14 15

G.H.S. Lumban Tobing, Op-Cit, hlm. 31.

Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004.

15

pejabat

yang

dinyatakan

dengan

undang-undang

mempunyai

wewenang untuk membuat akta otentik, misalnya Notaris, Panitera, Jurusita, pegawai pencatat sipil. Sepanjang mengenai wewenang yang harus dipunyai oleh pejabat umum, dalam hal ini Notaris untuk membuat suatu akta otentik, seorang Notaris hanya boleh melakukan atau menjalankan jabatannya di dalam seluruh daerah yang ditentukan baginya dan hanya didalam daerah hukum itu Notaris berwenang. Wewenang Notaris itu meliputi empat (4) hal yaitu : a) Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu; Maksudnya tidak semua akta dapat dibuat oleh Notaris, hanya akta-akta tertentu yang ditugaskan atau dikecualikan kepada Notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan. (Pasal 15 ayat 1 UUJN). b) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang- orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat; Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Di dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun perantaraan kuasa. (Pasal 52 UUJN). c) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; Bagi setiap Notaris ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya dalam daerah yang ditentukan baginya, notaris berwenang untuk membuat akta otentik. Akta yang dibuat diluar daerah jabatannya adalah tidak sah. (Pasal 18 dan 19 UUJN). d) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu; Notaris tidak boleh membuat akta selama masih cuti atau dipecat dari jabatannya, demikian juga Notaris tidak boleh membuat akta sebelum memangku jabatannya (sebelum diambil sumpah). (Pasal 4 dan 27 UUJN). Apabila salah satu persyaratan kewenangan tidak terpenuhi maka akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris itu adalah tidak otentik

16

dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan, apabila akta itu ditandatangani oleh para penghadap.16 d. Bentuk Akta Notaris Bentuk akta ada dua macam yaitu akta otentik dan akta dibawah tangan. Mengenai akta dibawah tangan diatur dalam Pasal 1874 (1) KUHPerdata yang merupakan tulisan yang dibuat tanpa perantaraan pejabat umum. Sedangkan akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata memuat 3 (tiga) unsur yang sangat prinsipil, yaitu; a. Dibuat dalam bentuk menurut ketentuan Undang-Undang, bentuk adalah Vorm, yang memuat: - Awal akta - Isi Akta - Akhir Akta b. Dibuat Oleh atau dihadapan Pejabat umum - Pejabat umum disini ialah Notaris c. Pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat - Berwenang maksudnya berwenang terhadap orangnya, aktanya, waktunya dan tempatnya. Menurut Pasal 1867 (1) KUHPerdata, bahwa akta otentik dan akta dibawah tangan dianggap sebagai bukti tertulis namun mengenai pembuktiannya masing-masing berbeda. Kekuatan pembuktian pada akta otentik, merupakan alat bukti yang sempurna, artinya mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi hakim merupakan bukti wajib/keharusan. Dan barang siapa yang menyatakan bahwa akta otentik itu palsu maka ia harus membuktikan tentang kepalsuan akta itu.17

Sedangkan kekuatan pembuktian akta dibawah tangan bagi hakim merupakan bukti bebas, karena baru mempunyai kekuatan bukti materiil16 17

Lihat Pasal 1869 KUHPerdata dan Pasal 15 UUJN G.H.S. Ibid, hlm 53

17

setelah dibuktikan kekuatan pembuktian formilnya, dan kekuatan pembuktian formil baru terjadi apabila pihak-pihak yang bersangkutan mengakui kebenaran isi dan cara pembuatan akta tersebut. Bilamana suatu akta dibawah tangan dinyatakan palsu, maka para pihak yang menggunakan akta dibawah tangan itu sebagai bukti, haruslah membuktikan bahwa akta itu tidak palsu. Adapun perbedaan akta otentik dan akta dibawah tangan ialah; a. Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, sedangkan mengenai tanggal dari akta yang dibuat dibawah tangan tidak selalu demikian. b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim, sedang akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat dibawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik.18 e. Penggolongan akta Otentik Ada dua golongan akta yang dibuat oleh Notaris yaitu : 1) Akta yang dibuat "oleh" (door) Notaris atau yang dinamakan akta

relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten). Akta relaas merupakansuatu akta yang menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu yakni notaris sendiri. Termasuk dalam akta relaas ini antara lain Berita Acara Rapat para pemegang saham dalam perseroan terbatas, Berita Acara pembukaan undian. Dalam semua akta ini, Notaris menerangkan dalam jabatannya sebagai pejabat umum kesaksian dari semua apa yang dilihat, disaksikan dan dialaminya yang dilakukan oleh pihak lain. 2) Akta yang dibuat "dihadapan" (ten overstaan) Notaris yang dinamakan akta partij (partij akten) atau akta pihak, merupakan suatu akta yang berisikan suatu "cerita" dari apa yang terjadi, karena18

G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta, Erlangga, 1996), hlm. 54-59.

18

perbuatan yang dilakukan pihak lain dihadapan Notaris. Didalam suatu akta partij diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada Notaris. Untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang dihadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu dihadapan Notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh Notaris di dalam suatu akta otentik. Termasuk dalam akta ini adalah akta hibah, akta jual beli (tidak termasuk penjualan di muka umum atau lelang), akta wasiat, kuasa dan lain-lain.19 Di dalam akta partij ini dicantumkan secara otentik keterangan dari orang yang bertindak sebagai pihak dalam akta, disamping relaas dari notaris itu sendiri, yang menyatakan bahwa orang-orang yang telah menyatakan kehendaknya sebagaimana dinyatakan bahwa

penandatanganan oleh para pihak dalam akta pihak merupakan suatu keharusan (Pasal 44 UUJN). Akta pihak yang tidak ditandatangani oleh para pihak akan kehilangan otentisitasnya dan menjadi akta dibawah tangan. Tidak dilakukannya penandatanganan oleh para pihak, tidak menjadi masalah apabila di dalam akta diterangkan apa yang menjadi alasan tidak ditandatanganinya akta oleh para pihak. Misalnya para pihak atau salah satu pihak buta huruf atau tangannya lumpuh. Keterangan tersebut harus dicantumkan oleh notaris dalam akta, dan keterangan itu berlaku sebagai ganti tanda tangan. Untuk akta

relaas tidak menjadi persoalan, apakah para pihak menolak ataumenandatangani akta. Misalnya dalam pembuatan akta berita acara rapat umum pemegang saham suatu perseroan terbatas, orang-orang yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani. Maka cukup notaries menerangkan bahwa para yang hadir telah19

G.H.S. Lumban Tobing, Ibid, hlm. 52-53.

19

meninggalkan rapat sebelum akta ditandatangani dalam hal ini akta tetap merupakan akta otentik. d. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris berkedudukan sebagai akta otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN memiliki kekuatan sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh. Dengan demikian apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus dapat diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya dihadapan persidangan pengadilan.20 Menurut Pasal 1866 KUH Perdata dan Pasal 164 HIR (S.1941 No 44), alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri atas : a. b. c. d. e. Bukti tulisan Bukti dengan saksi-saksi Persangkaan Pengakuan Sumpah. Alat-alat bukti tersebut dalam proses suatu perkara di pengadilan semuanya adalah penting, tetapi dalam HIR yang menganut asas pembuktian formal, bukti surat merupakan alat bukti tertulis yang sangat penting di dalam pembuktian. Pembuktian dengan bentuk surat oleh Sudikno Mertokusumo, diartikan sebagai berikut : "Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tandatanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi Kati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian".21

20

Anshori abdul ghofur, hlm 19 21 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty, 1996), hlm. 120.

20

Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi dua yaitu surat yang merupakan akta dan surat-surat lainnya yang bukan akta. Sedangkan akta sendiri dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan. Akta otentik adalah suatu akta dalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang, dibuat oleh atau di hadapan seorang pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana akta itu dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Akta-akta lain yang bukan otentik dinamakan akta di bawah tangan. Ada beberapa alasan mengapa akta harus dibuat secara otentik : a. Sebagai syarat untuk menyatakan adanya suatu perbuatan hukum. Dengan kata lain akta merupakan syarat mutlak untuk adanya suatu perbuatan hukum tertentu, dengan tidak adanya atau tidak dibuatnya akta berarti perbuatan hukum itu tidak terjadi. Dalam hal ini dapat diambil contoh pendirian suatu PT (Pasal 7 ayat (1) UU PT), perubahan anggaran dasar PT (Pasal 19 UU PT). b. Sebagai alat bukti atas kehendak para pihak agar perjanjian dibuat secara notariil. Contoh perjanjian sewa-menyewa dan perjanjian kerjasama. Pasal 1870 KUH Perdata menyebutkan : "Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya".22 Berdasarkan hal tersebut, akta otentik merupakan suatu alat bukti yang mengikat dalam proses suatu perkara di pengadilan, mengingat HIR menganut asas pembuktian formal, sehingga apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna, dalam arti disamping akta otentik tersebut sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Akta otentik merupakan suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna. Suatu akta otentik tidak hanya membuktikan benar bahwa paraTegus Samudera, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, (Bandung, Alumni,1992), hlm 46.22

21

pihak betul sudah menghadap kepada notaris pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam akta, dan bahwa para pihak menerangkan apa yang ditulis dalam akta, tapi juga menjamin bahwa apa yang diterangkan para pihak dihadapan Notaris adalah benar. Dalam hubungannya dengan uraian diatas, maka yang pasti secara otentik pada akta pihak terhadap pihak lain adalah : a. b. c. d. Tanggal dari akta Tandatangan-tandatangan yang ada dalam akta Identitas dari orang-orang yang hadir. Bahwa apa yang tercantum dalam akta adalah sesuai dengan apa yang diterangkan para penghadap kepada notaris untuk dicantumkan dalam akta, sedang kebenaran dari keterangan hanya pasti antara para pihak yang bersangkutan. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sacara sempurna, mengingat dalam akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian secara: a. Lahiriah Akta itu mempunyai kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik mengingat adanya akta tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata. b. Formil Dari akta otentik dibuktikan bahwa apa yang dinyatakan dan dicantumkan dalam akta itu adalah benar karena merupakan uraian oleh pihak-pihak yang dinyatakan dalam akta itu oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang dalam menjalankan jabatannya. Dalam arti formil akta otentik itu menjamin kebenaran akan tanggal akta, tandatangan, komparan dan tempat akta dibuat. Dalam arti formil pula akta notaries membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan yaitu dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh notaries sebagai pejabat umum yang menjalankan jabatannya. c. Materiil Berarti secara hukum (yuridis) isi dari akta itu memang sungguhsungguh terjadi antara para pihak (jadi tidak hanya diucapkan saja oleh para pihak, tapi juga memang sungguh-sungguh terjadi). Berlaku bagi para pihal, ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak tersebut.2323

G.H.S. Lumban Tobing, Op-Cit, hlm. 55.

22

Sedangkan kekuatan pembuktian akta dibawah tangan bagi hakim merupakan bukti bebas, karena baru mempunyai kekuatan bukti materiil setelah dibuktikan kekuatan pembuktian formilnya, dan kekuatan

pembuktian formil baru terjadi apabila pihak-pihak yang bersangkutan mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak, jika para pihak mengakuinya maka akta dibawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana akta otentik, jika para pihak tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut, dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim.24 Bilamana suatu akta dibawah tangan dinyatakan palsu, maka para pihak yang menggunakan akta dibawah tangan itu sebagai bukti, haruslah membuktikan bahwa akta itu tidak palsu. Undang-undang memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna bagi akta otentik, tapi dalam kenyataannya ada beberapa akta notaris yang dinyatakan batal oleh putusan hakim atau dinyatakan cacat hukum bahkan notarisnya sendiri dipanggil sebagai saksi dalam suatu proses perkara yang sedang berjalan. Dalam situasi ini, apakah benar akta notaris dapat dibatalkan oleh hakim. Pada dasarnya akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Bukti sempurna memungkinkan adanya bukti lawan yang dapat melumpuhkan akta otentik sehingga dapat dibatalkan. Kalau seandainya ada kesalahan pada isi akta, tetapi akta sendiri sebagai akta memenuhi persyaratan dan tidak cacat. Oleh karena itu tidak tepat kalau

24

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, 2008, Bandung, hlm.126

23

aktanya dibatalkan melainkan isi akta atau perbuatannyalah yang dibatalkan, sedang aktanya tidak mempunyai kekuatan hukum. Di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris telah diatur sanksi dalam Pasal 84 UUJN25 apabila notaris dalam pembuatan akta melanggar ketentuan ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, maka akta nya hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan atau menjadi batal demi hukum. Akta otentik untuk memenuhi kekuatan pembuktian yang sempurna, maka akta tersebut harus sah secara formalitas. pada saat pembuatannya, bentuknya, maupun material isi dari akta tersebut.26 Formalitas pada saat pembuatannya yang dimaksud disini, akta tersebut dibuat oleh notaris yang berwenang, memenuhi ketentuanketentuan dalam UU Jabatan Notaris untuk pembuatan suatu akta. Harus sah dalam bentuknya sebagai akta otentik. Selain akta notaris yang disebut juga akta otentik terdapat alat bukti tertulis lain yang disebut akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Akta tersebut semata-mata dibuat oleh dan antara para pihak yang berkepentingan. Bentuk dan tata cara pembuatan akta di bawah tangan ini tidak diatur baik dalam KUH Perdata maupun dalam HIR. Di dalam KUH Perdata, diantaranya Pasal 1876 KUH Perdata ada menyebutkan mengenai beban pembuktian dari suatu akta di bawah tangan. Dalam Pasal 1876 KUH Perdata termaksud dijelaskan bahwa barangsiapa yang terhadapnya diajukan suatu tulisan di bawah tangan25 26

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), hlm.

582-584.

24

(maksudnya akta di bawah tangan) diwajibkan secara tegas mengakui atau memungkiri tanda tangannya. Dalam suatu akta di bawah tangan pemeriksaan akan kebenaran tanda tangan merupakan acara pertama. Jika tanda tangan dipungkiri oleh pihak yang dikatakan telah membubuhkan tanda tangannya, maka pihak yang mengajukan akta di bawah tangan harus berusaha membuktikan dengan alat-alat bukti lain bahwa benar tanda tangan tersebut dibubuhkan oleh orang yang memungkirinya. Jika seseorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, maka hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka Pengadilan, sebagaimana dimaksud Pasal 1877 KUH Perdata. Selama tanda tangan masih disengketakan, tidak akan ada manfaatnya bagi pihak yang mengajukan akta di bawah tangan ke muka sidang hakim. Apabila tanda tangan sudah diakui, maka akta di bawah tangan, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya suatu bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1875 KUH Perdata. 2. Kajian Umum Tentang Perseroan Terbatas a. Pendirian Perseroan Terbatas Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan : Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih

dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Dua orangmaksudnya pendiri sekurang-kurangnya hams dua orang, tidak boleh satu. Pembentuk undang-undang beranggapan dalam mendirikan PT harus didasarkan pada "perjanjian" atau yang disebut "asas kontraktual", seperti

25

ditegaskan dalam Pasal 1 butir 1 UU PT. Orang yang hendak membuat perjanjian sekurang-kurangnya harus dua orang atau dua pihak. Ketentuan ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan UU PT yaitu "prinsip perjanjian". Orang disini diartikan baik orang perseorangan ataupun orang dalam pengertian artificial person atau natuurlijk person yaitu badan hukum. Jadi bisa orang perseorangan ataupun badan hukum.27 Suatu perseroan yang setelah didirikan dan disahkan menjadi badan hukum, kemudian pemegang sahamnya menjadi kurang dari dua orang atau tinggal hanya satu pemegang saham, berdasarkan Pasal 7 ayat (5) UU PT:

"..... dalam waktu paling lama enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain".Kata "orang lain" maksudnya orang yang tidak merupakan kesatuan harta atau tidak memiliki harta bersama antara pemegang saham. Kata kesatuan harta dalam kalimat termaksud bisa diartikan kesatuan harta yang dimiliki oleh suami isteri. Apabila, pada saat melangsungkan perkawinan, suami isteri tersebut membuat perjanjian kawin atau pisah harta, maka suami isteri tersebut bukan dalam kesatuan harta, suami isteri dapat mendirikan PT, asalkan suami isteri tersebut sebelum

melangsungkan perkawinan telah membuat perjanjian kawin. Apabila setelah batas waktu enam bulan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (5) UU PT terlampaui, dan sebagian sahamnya belum juga dialihkan kepada orang lain atau pemegang sahamnya tetap satu orang, maka pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala27

perikatan

perseroan,

dan

atas

permohonan

pihak

yang

I. G Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, (Jakarta, Megapoin, 2000), hlm. 153.

26

berkepentingan,

Pengadilan

Negeri

dapat

membubarkan

perseroan,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) UU PT. Sesuai dengan bunyi ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU PT, pendirian PT harus dibuat dengan akta notaris. Fungsi akta notaris disini adalah sebagai syarat untuk adanya perbuatan hukum tersebut, sehingga selain dalam bentuk akta notaris tidaklah dapat suatu PT didirikan. Selain dengan bentuk akta notaris, bahasa Indonesia merupakan salah satu unsur pula untuk pendirian suatu PT. Tentu saja untuk memperoleh status badan hukum diperlukan beberapa prosedur yang harus dilalui. Setelah perseroan didirikan yang harus dilakukan adalah pengajuan permohonan kepada Menteri Hukum dan HAM RI untuk memperoleh pengesahan. Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007

menyebutkan : a. Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan. b. Keterangan lain sebagiman dimaksud pada ayat (1) memuat sekurangkurangnya: nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomr dan tanggal Keputusan Mentri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseorangan; nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat; nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. c. Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa diperlukan kejelasan mengenai

kewarganegaraan pendiri, karena pada dasarnya badan hukum Indonesia

27

yang berbentuk PT didirikan oleh warga negara Indonesia, tapi warga negara asing diberi kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk PT sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri. Setelah perseroan didirikan maka oleh Notaris diajukan permohonan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia untuk memperoleh pengesahan (Pasal 8 UUPT). Adapun jangka waktu untuk memperoleh pengesahan menurut Pasal 10 ayat (2) UUPT menyatakan secara tegas bahwa pengesahan diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Dengan diberlakukannya sistem administrasi badan hukum secara elektronis ketentuan pengesahan ini menjadi lebih cepat yaitu paling singkat tiga hari atau paling lama tujuh hari, sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 5 Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM nomor M.HH-01.AH.01.01.Tahun 2011 tentang Tata cara pengajuan permohonan dan pengesahan akta pendirian dan persetujuan akta perubahan anggaran dasar perseroan terbatas. Di dalam Pasal 12 UUPT No.40 Tahun 2007 ada keharusan berkenaan dengan perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal, serta susunan saham perseroan yang dilakukan pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian sebagai berikut : a) Perbuatan hukum yang dimaksudkan antara lain mengenai penyetoran saham dalam bentuk atau cara lain dari uang tunai; b) Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum tersebut dilekatkan pada akta pendirian. Semua dokumen

28

yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian perseroan yang bersangkutan hams ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian, dengan cara melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian.28 Apabila pencantuman perbuatan hukum dan pelekatan seperti dimaksudkan dalam Pasal 12 ayat (1),(2),(3) UU PT tidak terpenuhi, maka berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (4) perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi perseroan, kecuali dikukuhkan menurut cara yang telah ditentukan. Sebelum perseroan disahkan, kemungkinan pendiri melakukan berbagai kegiatan untuk kepentingan perseroan. Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) UU PT menyebutkan; Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatkan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya. Perbuatan hukum pendiri tersebut dilakukan oleh pendiri setelah perseroan didirikan, tetapi belum disahkan menjadi badan hukum. Mengenai perbuatan hukum tersebut perseroan bisa menerima, mengambil alih atau mengukuhkan, tetapi bisa juga sebaliknya yaitu menolak. Dalam hal perbuatan hukum pendiri ditolak, tidak diambil alih atau tidak dikukuhkan oleh perseroan, maka masing-masing pendiri

bertanggungjawab secara pribadi atas segala akibat hukum yang timbul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) UU PT. b. Perubahan Anggaran Dasar Isi anggaran dasar pada garis besarnya berisi tentang identitas perseroan, tujuan, jangka waktu berdirinya, personil yang duduk dalam28

I.G. Ray Widjaja, Op-Cit, hlm 157

29

organ perseroan, serta masalah laba perseroan. Dalam UUPT 2007 hanya ada dua hal isinya, yaitu tentang hal-hal yang harus dimuat (Pasal 15 ayat (1) UUPT 2007 didalamnya dan hal-hal yang tidak boleh dimuat (Pasal 15 ayat (3) UUPT) didalamnya. Pada prinsipnya anggaran dasar yang diatur dalam UUPT 1995 tidak berbeda dengan UUPT 2007. Anggaran dasar adalah merupakan salah satu unsur dari akta pendirian. Suatu PT telah didirikan tatkala akta pendirian selesai ditandatangani oleh para pendiri, saksi-saksi dan notaris yang merumuskan akta pendirian PT tersebut. Perubahan atas anggaran dasar PT senantiasa ada keinungkinannya ketika PT belum disahkan menjadi badan hukum oleh Menteri Kehakiman maupun ketika PT telah disahkan menjadi badan hukumoleh Menteri Hukum dan HAM. 1) Sebelum Perseroan memperoleh status badan hukum Dalam suatu PT yang belum memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman, dapat saja terjadi perubahan-perubahan. misalnya saja ada pendiri yang ingin mengundurkan diri. Terhadap hal tersebut harus diadakan perubahan anggaran dasar. Perubahan anggaran dasar PT yang berlangsung sebelum disahkan menjadi badan hukum oleh menteri kehakiman tidak terlalu berliku-liku prosedur yang harus ditempuh oleh para pendiri PT. Cukup para pendiri pendiri perseroan menghadap notaris dan mengutarakan niat dasar, secara serta lisan untuk mengubah alasan atau akta latar

pendirian/anggaran

menjelaskan

belakangnya, dan diikuti dengan pembuatan akta perubahan anggaran dasarnya. Berdasarkan hal tersebut akta perubahan yang dilakukan sebelum perseroan memperoleh status badan hukum merupakan akta

30

pihak, karena merupakan kelanjutan dan akta pendiriannya. Para pendiri harus menjelaskan kepada notaris bahwa akta pendirian/anggaran dasar PT belum atau sudah mendapat pengesahan dari Mentri Hukum dan HAM. Pemberitahuan ini sangat penting dengan prosedur yang amat berbeda antara mengubah akta pendirian/ anggaran dasar PT yang belum disahkan menjadi badan hukum oleh Mentri Hukum dan HAM, dengan perubahan anggaran dasar PT yang telah mendapat status badan hukum. Seperti diketahui suatu Perseroan Terbatas baru dapat dikatakan ada demi hukum dengan pengertian telah memiliki hak-hak, kewajiban-kewajiban dan harta kekayaan tersendiri, dan karenanya berhak dan berwenang untuk bertindak dalam hukum, jika perseroan tersebut telah memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Sebelum pengesahan diperoleh, perseroan hanyalah merupakan suatu persekutuan perdata diantara para pendiri dengan para pengurus. Dalam hal ini setiap perbuatan hukum yang dilakukan dengan

mengatasnamakan perseroan belum mengikat perseroan secara hukum, melainkan hanya mengikat pengurus dan atau para pendiri perseroan yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Pasal 13 UU PT No.40 Tahun 2007 mengatakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh para calon pendiri untuk kepentingan perseroan, mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri atau kuasanya.Segera setelah perseroan

memperoleh pengesahan perbuatan hukum yang tidak dikukuhkan, tidak

31

diambil alih dan tidak diterima akan menjadi tanggungjawab pribadi sepenuhnya dan masing-masing pengurus dan atau pendiri yang

melakukannya. 2) Setelah perseroan memperoleh status badan hukum Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Unsur-unsur tersebut adalah : a) Organisasi yang teratur Organisasi yang teratur ini dapat kita lihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris (Pasal 1 butir (2) UU PT). Keteraturan organisasi perseroan dapat diketahui melalui ketentuan Undang-undang PT, Anggaran Dasar Perseroan, Keputusan RUPS, Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan Direksi dan peraturan-peraturan perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu. b) Harta Kekayaan sendiri Harta kekayaan sendiri ini berupa modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham (Pasal 31 ayat (1) UU PT) yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain (Pasal 34 ayat (1) UUPT). c) Melakukan hubungan hukum sendiri Sebagai badan hukum perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi. Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan. Dalam melalcsanalcan kegiatannya tersebut Direksi berada dalam pengawasan Komisaris. d) Mempunyai tujuan sendiri Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan, karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan atau laba. Perubahan anggaran dasar untuk PT yang telah disahkan menjadi badan hukum ada beberapa prosedur yang harus ditempuh. Secara sederhana, perubahan anggaran dasar untuk PT yang telah disahkan menjadi badan hukum dimulai dari panggilan RUPS, pembuatan notulen atau berita acara RUPS, pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan

32

terakhir mengajukan permohonan persetujuan ke Menteri Hukum Dan Ham atas perubahan anggaran dasar PT tersebut (Pasal 19, 20, 21 UUPT No.40 Tahun 2007). Pemberlakuan Sisminbakum berlaku juga untuk perubahan anggaran dasar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M-HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Akta Perubahan Anggaran Dasar PT. Perubahan terhadap anggaran dasar dibedakan antara perubahan yang sifatnya mendasar dan perubahan-perubahan lain, yang masingmasing ditentukan sebagai berikut : Perubahan mendasar Perubahan mendasar dimaksudkan adalah perubahan tertentu atas anggaran dasar, dan perubahan tertentu itu harus mendapat persetujuan Menteri Kehakiman dan didaftarkan dalam daftar perusahaan di kantor tempat pendaftaran perusahaan, serta diumumkan dalam tambahan berita negara sesuai dengan ketentuan dalam UU PT. Perubahan lain Perubahan anggaran dasar selain perubahan tertentu yang sifatnya mendasar sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (3) UU PT, tidak diwajibkan untuk mendapat persetujuan menteri kehakiman, tapi cukup dilaporkan saja oleh direksi perseroan atau kuasanya, dan notaris yang membuat akta perubahan tersebut, sesuai bunyi ketentuan Pasal 21 ayat (4) UU PT. Meskipun tidak diperlukan persetujuan menteri kehakiman, namun pada dasarnya perubahan tersebut tidak boleh menyimpang dari apa yang telah ditentukan dalam UU PT, seperti misalnya ketentuan hak minoritas, korum rapat dan suara mengenai perbuatan-perbuatan hukum perseroan tertentu, jumlah dan susunan direksi serta komisaris perseroan, dana cadangan perseroan dan lainnya. c. Klasifikasi Perubahan Anggaran Dasar Terhadap anggaran dasar yang akan dilakukan perubahan terdapat 2 perbedaan atau dua klasifikasi bertitik tolak dari Pasal 21 UUPT 2007, yaitu : a. Perubahan AD tertentu yang harus mendapat persetujuan Menteri.

33

Perubahan mendasar, maksudnya perubahan tertentu atas anggaran dasar dan perubahan tersebut harus mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor tempat

pendaftaran perusahaan (Kantor Perindustrian dan Perdagangan setempat) serta diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam UUPT Pasal 21 ayat (1) UUPT 2007. Perubahan tertentu anggaran dasar tersebut diatur dalam Pasal 21 ayat (2) UUPT, yang meliputi : 1) Nama perseroan; 2) Maksud dan tujuan perseroan; 3) Kegiatan usaha perseroan; 4) Jangka waktu berdirinya perseroan 5) Besarnya modal dasar; 6) Pengurangan modal ditempatkan dan disetor; atau 7) Status perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.29 b. Perubahan AD cukup diberitahukan kepada Menteri Perubahan AD diluar perubahan AD tertentu yang disebut Pasal 21 ayat (2). Berdasar 21 ayat (3), perubahan AD selain dari yang disebut pada Pasal 21 ayat (2), cukup diberitahukan kepada Menteri. Oleh karena itu, tidak disyaratkan harus mendapat Keputusan Persetujuan Menteri, cukup diberitahukan kepada Menteri. Dengan demikian, untuk memperoleh keabsahan atas perubahan AD dari Menteri ada yang berbentuk persetujuan untuk perubahan AD tertentu, dan yang kedua, berbentuk pemberitahuan untuk perubahan lain diluar perubahan AD tertentu. d. Perubahan AD Dimuat atau dinyatakan dalam Akta Notaris29

Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 21 ayat (2).

34

Pasal 21 ayat 4 UUPT No. 40 Tahun 2007 mengatur tata cara pembuatan perubahan AD: Harus dimuat atau dinyatakan dalam Akta Notaris, dan Dibuat dalam bahasa Indonesia. Menurut penjelasan Pasal 21 ayat 5 UUPT No. 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan harus dinyatakan dengan akta Notaris adalah harus dalam bentuk akta pernyataan keputusan rapat atau akta perubahan AD. Apabila berita acara rapat yang berisi keputusan RUPS perubahan AD tidak dimuat dalam akta berita acara yang dibuat oleh Notaris, maka berita acara itu harus dinyatakan dalam akta Notaris. Sebaliknya, kalau berita acara rapat yang berisi keputusan RUPS itu dimuat dalam aka berita acara rapat yang dibuat oleh Notaris, dengan sendirinya sudah langsung keputusan RUPS atas perubahan AD itu telah dinyatakan dalam Akta Notaris.30 1) Tenggang Waktu pembuatan Akta Pernyataan Akta Notaris. Diatas telah dijelaskan jika berita acara rapat yang berisi keputusan RUPS atas perubahan AD tidak dimuat dalam akta Notaris, maka berita acara rapat tersebut harus dinyatakan dalam Akta Notaris. Tenggang waktu pembuatan berita acara rapat itu harus dinyatakan dalam bentuk akta Notaris, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS diambil. 2) Tenggang Waktu dilampaui. Apabila perubahan AD hasil RUPS itu, tidk dinyatakan dalam akta Notaris dalam tenggang waktu 30 hari dari tanggal keputusan RUPS,

30

M. Yahya Harahap, Op-Cit, hlm. 201.

35

akibatnya berita acara rapat yang berisi keputusan RUPS atas perubahan AD: Tidak boleh lagi dinyatakan dalam akta Notaris Dengan demikian, keputusan RUPS atas perubahan AD itu, batal dan tidak mengikat lagi. Sehubungan dengan itu, untuk memperkecil risiko dan biaya sebaiknya berita acara rapat yang membicarakan perubahan AD, langsung dibuat oleh Notaris dengan cara, Notaris hadir dalam RUPS dan bertindak dan berfungsi membuat berita acara RUPS. Dengan cara ini, terhindari dari masalah tenggang waktu dalam pembuatan pernyataan berita acara rapat dalam bentuk akta Notaris. e. Tenggang waktu pengajuan permohonan persetujuan dan penyampaian pemberitahuan. Sudah disinggung diatas, perubahan AD tertentu sesuai Pasal 21 ayat (1) harus mendapat persetujuan Menteri, sedang terhadap perubahan AD lainnya menurut Pasal 21 ayat (3), cukup diberitahukan kepada Menteri. Sehubungan dengan persetujuan atau pemberitahuan itu, Pasal 21 ayat (7) dan (8) telah menentukan batas tenggang waktunya: a. Permohonan persetujuan perubahan AD tertentu diajukan kepada Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan Akta Notaris yang memuat perubahan AD tersebut, b. Pemberitahuan perubahan AD lainnya diluar perubahan AD tertentu, harus disampaikan kepada Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan Akta Notaris yang memuat perubahan AD dimaksud. Jadi, pada dasarnya tenggang waktu pengajuan permohonan persetujuan Menteri atas perubahan AD tertentu dengan penyampaian pemberitahuan perubahan AD lain di luar perubahan AD tertentu adalah

36

sama, yakni sama-sama paling lambat 30 (tiga puluh) hari dari tanggal Akta Notaris yang memuat perubahan AD. Apabila batas waktu 30 (tiga puluh) hari itu dilewati/dilampaui, menurut Pasal 21 ayat (9), permohonan persetujuan perubahan AD itu, tidak dapat diajukan lagi, begitu juga pemberitahuan perubahan AD tersebut, tidak dapat disampaikan lagi kepada Menteri.31 f. Mulai Berlakunya Perubahan AD Anggaran Dasar mulai berlaku dan mengikat menurut ketentuan Pasal 23 UUPT 2007, yang dapat diklasifikasi sebagai berikut: a. Perubahan AD tertentu yang harus mendapat persetujuan Menteri, mulai berlaku sejak tanggal diterbitkan Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan AD. b. Perubahan AD lain diluar perubahan AD tertentu yang cukup diberitahukan kepada Menteri, mulai berlaku sejak tanggal diterbitkan surat penerimaan pemberitahuan perubahan AD oleh Menteri. Sesuai dengan ketentuan yang diatur pada Pasal 23 ayat (1) dan (2) UUPT No.40 Tahun 2007, tanggal mulai berlakunya secara efektif perubahan AD, dihitung dari tanggal penerbitan keputusan persetujuan dan penerbitan surat penerimaan pemberitahuan. Patokan ini merupakan ketentuan umum menentukan saat mulai berlakunya perubahan AD. Akan tetapi, Pasal 23 ayat (3) mengatakan, bahwa ketentuan mulai berlakunya perubahan AD yang ditentukan pada ayat (1) dan (2), tidak berlaku dalam hal undang-undang ini menentukan lain. Menurut penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan Undang-Undang ini menentukan lain adalah antara lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang ini. Pasal-pasal ini mengatur31

M.Yahya Harahap, Ibid, hlm. 202-203.

37

persyaratan yang harus dipenuhi sebelum keputusan Menteri berlaku. Atau adanya tanggal kemudian yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri, yang memuat syarat tunda yang harus dipenuhi lebih dahulu atau tanggal kemudian.32 Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah diberi wewenang oleh undang-undang untuk menolak memberikan persetujuan terhadap perubahan anggaran dasar tertentu, jika tidak memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu sesuai dengan ketentuan Pasal 27 UUPT 2007, permohonan persetujuan atas perubahan AD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) ditolak apabila: a. Bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan anggaran dasar; b. Isi perubahan bertentangan dengan peraturan perundangundangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan; atau c. Terdapat keberatan dari kreditor atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal. Setiap perubahan anggaran dasar, baik perubahan tertentu yang harus mendapat persetujuan maupun perubahan lain yang hanya cukup dilaporkan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 20 ayat (4) UUPT yang dari bunyinya dapat diketahui, bahwa untuk perubahan anggaran dasar harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. yang memaksa berarti tidak boleh disimpangi. Untuk syarat dan bentuk dalam pembuatan akta perubahan anggaran dasar telah diatur dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 21 ayat Ini merupakan hukum

32

M. Yahya Harahap, Ibid, hlm. 204.

38

(4) UUPT 2007 juncto Pasal 1868 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata juncto UUJN.

3. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Menurut ketentuan Pasal 90 ayat 1 UUPT No.40 Tahun 2007 Setiap penyelenggaraan RUPS perseroan wajib membuat risalahnya, karena risalah tersebut merupakan dokumen perseroan yang menggambarkan keadaan pada saat berlangsunya RUPS dan keputusan yang telah dihasilkan. Risalah RUPS disimpan dikantor perseroan. Risalah RUPS berdasarkan Pasal 90 UUPT 2007 dapat dibuat secara dibawah tangan atau dengan akta Notaris. Untuk itu perseroan bebas melakukan pilihan dalam membuat risalah tersebut, dan tentunya dengan dilandasi pertimbangan yang sebaik-baiknya. Untuk risalah yang dibuat dibawah tangan, disyaratkan risalah tersebut ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit terdapat 1 orang pemegang saham yang ditunjuk oleh peserta RUPS. Ketua rapat wajib menandatangani risalah, karena ia yang memimpin jalannya RUPS, sehingga apa yang tercantum didalam risalah itu ia ketaui dan isinya benar sebagaimana kejadiannya dalam RUPS. Untuk pemegang saham tidak perlu harus seluruhnya ikut menandatangani risalah tersebut, karena didalam risalah setidaknya tampak ketika RUPS dilangsungkan ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Sedangkan untuk risalah yang dibuat dengan akta notaries, dapat terjadi karena ketika penyelenggaraan RUPS perseroan sengaja mengundang Notaris untuk membuat akta risalah RUPS. Notaries harus hadir dalam RUPS

39

dan mengikuti seluruh mata acara rapat. Risalah yang dibuat oleh notaries, tidak lagi perlu ditandatangani oleh pimpinan maupun peserta rapat, karena sudah cukup ditandatangani oleh notaries, karena notaries yang membuatnya. Mengapa Undang-Undang tidak mewajibkan risalah RUPS dengan akta Notaris, diduga hal ini karena tidak menyangkut kepentingan pihak ke-3, karena risalah RUPS hanya untuk disimpan dalam perseroan saja. Risalah RUPS bukan untuk kepentingan pembuktian terhadap relasi perseroan maupun terhadap pihak pemerintah.33 G. Kerangka Teori 1. Teori Kewenangan Pada dasarnya, wewenang (authority, competence) adalah hak dan kekuasaan (untuk menjalankan sesuatu), demikian menurut W.J.S. Poerwadarminta.34 Sejalan pengertian ini, tim penyusun kamus dari pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa mengartikan wewenang sebagai: a. Hak dan kekuasaan untuk bertindak b. Kekuasaan membuat keputusan, tanggungjawab kepada orang lain; memerintah, dan melimpahkan

Sedangkan Hasan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau kekuasaan memberi perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai yang diingini. Hasan Shadhily memperjelas terjemahan authority dengan memberikan suatu pengertian tentang pemberian wewenang (delegation

ofauthority). Delegation of authority adalah proses penyerahan wewenangdari seorang pimpinan (manager) kepada bawahannya (subordinates) yang

Gatot Supramono, Loc-Cit, hlm. 173-174. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1986), hlm. 1150.34

33

40

disertai tanggungjawab untuk melakukan tugas tertentu35 lebih lanjut Shadily mengatakan bahwa proses delegation of authority dilaksanakan melalui langkah-langkah: a. Menentukan tugas bawahan tersebut b. Penyerahan wewenang itu sendiri c. Timbulnya kewajiban melakukan tugas yang sudah ditentukan itu. Teori ini lebih mengarah kepada kekuasaan membentuk peraturan terkait dengan adanya separation of power. Seperti pada konsep trias politica Montesquieu. Kewenangan adalah hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik. Prinsip moral menentukan siapa yang berhak memerintah, mengatur cara dan prosedur melaksanakan

wewenang. Sebuah bangsa atau Negara mempunyai tujuan. Kegiatan untuk mencapai tujuan disebut tugas. Hak moral untuk melakukan kegiatan mencapai tujuan disebut kewenangan. Tipe kewenangan: a. Kewenangan prosedural yaitu berasal dari peraturan perundangundangan. b. Kewenangan substansial yaitu berasal dari tradisi, kekuatan sakral, kualitas pribadi, dan instrumental. Berdasarkan tipe kewenangan ini, maka kewenangan yang dimiliki oleh Notaris adalah merupakan kewenangan procedural, karena

kewenangan Notaris tersebut berasal dari peraturan perundang-undangan. Utamanya adalah UU no.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sedangkan dalam hal pelaksanaan berbagai wewenangnya, Notaris harus memperhatikan berbagai syarat pelaksanaan pembuatan akta otentik yang dinyatakan dalam berbagai peraturan perundangan lainnya. Wewenang diartikan kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Dalam pengertian yang lain wewenang diartikan sebagaiTim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1989), hlm. 1011.35

41

hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan. Dalam kaitan dengan otonomi daerah, wewenang dapat berarti hak dan kewajiban. Hak dimaknai sebagai kekuasaan untuk mengatur dan mengelola sendiri. Sedangkan kewajiban diartikan secara horizontal sebagai kekuasaan untuk

menyelenggarakan Pemerintahan sebagaimana mestinya dan serta secara vertical diartikan sebagai menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan Negara secara keseluruhan. Seperti yang telah dijelaskan oleh Lutfi Effendi, bahwa ada tiga sumber dari kewenangan yaitu: a. Kewenangan atributif, yaitu kewenangan yang berasal dari pembagian kekuasaan Negara oleh Undang-Undang Dasar, yang tidak dibagibagikan. Tanggungjawab dan tanggung gugat berada pada pejabat ataupun badan sebagaimana tertera dalam peraturan dasarnya. b. Kewenangan mandat, yaitu kewenangan yang bersumber pada proses atau pelimpahan dari pejabat atau bahan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah. c. Kewenangan delegatif, yaitu kewenangan yang bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada kepada orang lain dengan dasar peraturan perundang-undangan.36 Atas dasar ketentuan tersebut, dapat disimpulkan wewenang yang melekat pada Notaris dalam membuat akta otentik, karena tugas dan tanggungjawab notaris adalah berdasarkan peraturan perundang-

undangan tertentu yang melekat dan tidak dapat dibagi-bagikan. 2. Teori Pertanggungjawaban Menurut Aridwan Halim, tanggung jawab adalah suatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak maupun kewajiban ataupun kekuasaan.37 Tanggungjawab dituntut karena ada suatu kesalahan yang dapat merugikan hak dan kepentingan orang lain.36

Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Adminitrasi, (Malang, Bayumedia, 2003), hlm.

77. Aridwan Halim, Pengantar Ilmu Hukum dan Tanya Jawab, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm 163.37

42

Tanggungjawab secara etimologi adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya atau fungsi menerima pembenaran sebagai akibat tindakan sendiri atau pihak lain.38 Sedangkan pengertian tanggungjawab menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (jika terjadi sesuatu dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya).39Pengertian tanggung jawab secara

etimologi dan kamus besar bahasa Indonesia, dari makna bahasanya maka tanggung jawab dapat diartikan sebagai perbuatan bertanggungjawab (pertanguungjawaban). Dalam kamus hukum ada 2 istilah pertanggungjawaban yaitu liability (the state of being liable) dan responsibility (the state or fact being

responsible). Liability merupakan istilah hukum yang luas, dimana liabilitymenunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter resiko atau tanggungjawab, yang pasti yang bergantung, atau yang mungkin. Liability juga merupakan kondisi tunduk kepada kewajiban secara aktual atau potensial: kondisi bertanggungjawab terhadap hal-hal yang aktual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau beban; kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undangundang dengan segera atau pada masa yang akan datang.40 Sedangkan

responsibility berarti hal dapat dipertanggungjawabkan atau suatukewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, dan kecakapan. Responsibility juga berarti kewajiban bertanggungjawab atas

Em Jul Fajri, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Difa Publisher. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2002, hlm 1139. 40 Ridwan HR. HUkum Adminitrasi Negara, 2007, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Op-Cit,hlm 33538 39

43

undang-undang yang dilaksanakan, dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkannya.41 Dalam ensiklopedi adminitrasi,

responsibility adalah keharusan

seseorang untuk melaksanakan secara selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya. Disebutkan juga pertaggungjawaban mengandung makna, meskipun seseorang mempunyai kebebasan dalam melaksanakan suatu tugas yang dibebankan kepadanya, namun ia tidak dapat

membebaskan diri dari hasil atau akibat kebebasan perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk melaksanakan secara layak apa yang diwajibkan kepadanya.42 Dalam pengertian dan penggunaan praktis, liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tangung gugat akibat kesalahan yang dilakukan subjek hukum, sedangkan responsibility menunjuk pada

pertanggungjawaban politik.43 Ketika ada subjek hukum yang melalaikan kewajiban hukum yang seharusnya dijalankan atau melanggar hak subjek hukum lain, kepada yang melalaikan kewajiban dan melanggar hak itu dibebani tanggung jawab dan dituntut memulihkan atau mengembalikan hak yang sudah dilanggar tersebut. Beban tanggungjawab dan tuntutan ganti rugi atau hak itu ditujukan pada setiap subjek hukum yang melanggar hukum.44 Menurut roscoe Pound, jenis tanggung jawab ada tiga yaitu pertanggungjawaban atas kerugian dengan disengaja, atas kerugian41 42 43 44

Ibid, hlm 335-336 Ibid, hlm 337-338 Ibid, hlm 337 Ibid, hlm 338

44

karena kealpaan dan tidak disengaja, dalam perkara tertentu atas kerugian yang dilakukan tidak karena kelalaian serta tidak disengaja.45 Menurut Roscoe Pound, tanggungjawab bersumber dari : 1. Perjanjian, dimana para pihak mengadakan perjanjian tersebut masing-masing dituntut untuk bertanggungjawab atas pemenuhan isi perjanjian yang mereka buat. 2. Perbuatan melawan hukum yang terbagi atas: Perbuatan diri sendiri, baik yang disengaja (dolus) maupun yang tidak disengaja (culpa) Perbuatan orang lain (orang yang masi berada tanggungan si penanggung jawab yang bersangkutan) dibawah

Kejadian lain yang bukan merupakan perbuatan, tetapi menimbulkan akibat yang tetap harus dipertanggungjawabkan oleh orang yang oleh hukum dianggap sebagai penanggungjawabnya.

Dalam KUHPerdata terdapat beberapa bentuk tanggung jawab yuridis yaitu:46 a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) Pasal 1365 KUHPerdata, bahwa tiap perbuatan melanggar hukumyang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang menerbitkan kerugian untuk mengganti kerugian tersebut. b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalalian- Pasal 1366 KUHPerdata, bahwa setiap orang yang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas- Pasal 1367 KUHPerdata, bahwa seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri tapi juga untuk kerugianyang disebabkan perbuatan orangorang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barangbarang yang berada dibawah pengawasannya. Tanggungjawab mutlak merupakan terjemahan dari strict liability.Roscoe Pound, pengantar Filsafat Hukum (An Introduction to the Philosophy of law) diterjemahkan oleh Mohammad Radjab, (Jakarta: Bhratara Niaga Media, 1996), hlm 92 . 46 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung:Citra Aditya Bakti, 2002, hlm 3.45

45

Berdasarkan teori Roscoe Pound diatas, sehubungan dengan sumber dari tanggung jawab, maka tanggungjawab yang harus dipikul oleh Notaris ini bersumber dari perbuatan melanggar atau perbuatan melawan hukum. Pasal 1365 KUHPerdata, dimana orang yang menyebabkan kerugian yang diderita oleh orang lain karena perbuatan melanggar hukum haruslah mengganti kerugian tersebut (tanggung jawab dengan unsur kesalahan). Prinsip-prinsip tanggungjawab antara lain:47 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fault), merupakan prinsip umum yang berlaku dalam hukum perdata sesuai dengan Pasal 1365-1367 KUHPerdata. Pada prinsip ini dijelaskan bahwa seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum bila ada unsure kesalahan yang dilakukan. Pada Pasal 1365 KUHPerdata (sering dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum) mengharuskan dipenuhinya 4 unsiur pokok bagi adanya suatu perbuatan hukum melawan hukum, sebagai berikut: a. Adanya perbuatan b. Adanya unsure kesalahan c. Adanya kerugian yang diderita d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalaha dan kerugian.

2. Prinsip praduga selaku bertanggungjawab (presumption of liability

principle), pada prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap47

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta:Grasindo, 2006, hlm

72-80

46

bertanggungjawab sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, sehingga beban pembuktian ada pada tergugat. Prinsip ini bertentangan dengan prinsip presumption of innocence karena dasar dari prinsip in adalah seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. 3. Prinsip praduga selalu tidak bertanggungjawab (presumption of non

liability), prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumenyang terbatas (biasanya dalam hukum pengankutan). 4. Prinsip tanggungjawab Mutlak (strict liability), ada 2 yaitu; a. Bahwa kesalahan ini bukan merupakan faktor yang menentukan tetapi ada perkecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggungjawab misalnya keadaan force majeure. b. Konsumen (penggugat) bila ada kerugian hanya perlu menunjukkan hubungan kausalitas antara perbuatan pelaku. Tanggung jawab yang harus dipikul oleh notaris berhubungan dengan tindakan Notaris dalam menjalankan kewenangan dan

kewajibannya, apakah tindakan-tindakannya tersebut sudah sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan atau tidak. Dalam hal ini, dapat dipergunakan prinsip tangungjawab (prinsip tanggungjawab berdasarkan kesalahan/ liability

based

on

fault).

Notaris

dapat

dimintakan

pertanggungjawabannya bila ada unsur kesalahan yang dilkaukan. Untuk membuktikannya, perlu dibuktikan adanya perbuatan, kesalahan, kerugian dan hubungan kausalitas. Pada saat terjadinya gugatan nantinya oleh pihak lain terhadap akta PKR, tentu saja para pihak dapat mempergunakan akta PKR tersebut yang dibuat oleh notaris sebagai alat bukti untuk dalam hal apabila terjadi perselisihan dengan pihak ketiga.

47

Dalam hal ini pengadilan harus melakukan pemeriksaan terhadap akta PKR, yaitu apakah ada/tidak ada keberatan terhadap permohonan eksekusi atau apakah dalam pembuatan akta PKR tersebut notaris telah menjalankan kewenangan dan kewajibannya sesuai yang telah diatur dalam UUJN atau tidak. Dalam hal ini, pihak penggugat maupun tergugat harus dapat membuktikan tentang adanya hak yang mereka miliki. Bila tidak dapat dibuktikan bahwa ada hal-hal yang dilanggar oleh notaris dalam pembuatan akta PKR maka notaris jika ada tidak dapat diminta terhadap

pertanggungjawaban.

Akan

tetapi

keberatan

permohonan eksekusi tersebut dan setelah diketemukan bukti bahwa diketahui ada hal-hal yang dilanggar oleh Notaris dalam pembuatan akta PKR tersebut sehingga menimbulkan kerugian bagi kreditur, maka notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban sesuai dengan kesalahan yang telah dilakukannya. 3. Teori Pembuktian Tentang arti pembuktian, didalam hukum perdata membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang suatu kebenaran dalil, atau dalil-dalil yang dikemukakan didalam suatu persengketaan. Perlu utnuk diperhatikan bahwa untuk menyatakan alat-alat bukti yang sah dalam suatu pemeriksaan suatu perkara ialah: a. b. c. d. e. Pengetahuan hukum Keterangan terdakwa Keterangan saksi Keterangan ahli Surat-surat. Sebagaimana perlu diketahui bahwa bukti tulisan ini didalam perkara perdata merupakan bukti yang utama. Pembuktian dengan surat ini diatur

48

pada Pasal 165-167 HIR, Staatblad 1876 nomor 29, dan Pasal 1867-1894 KUHPerdata. Dari sekian banyak bukti tulisan, terdapat suatu pembuktian yang sangat berharga yaitu sebuah akta. Suatu akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang adanya suatu peristiwa dan kemudian ditandatangani. Dengan demikian maka unsur-unsur yang penting untuk suatu akta adalah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatangan tulisan itu. Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata akta otentik adalah suatu yang dibuat oleh dan suatu yang dibuat dihadapan pegawai umum yang ditunjuk oleh Undang-Undang untuk itu. Kekuatan pembuktian didalamnya adalah sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan. Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari para pihak suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Akta otentik itu merupakan suatu bukti yang mengikat, dalam arti bahwa apa yang ditulis didalam akta tersebut harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap benar, selama kebenarannya tidak dibuktikan. Dan akta otentik itu memberikan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Ia merupakan suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna. Bahwa dalam suatu akta otentik, yang harus dianggap sebagai benar adalah ketika para pihak memang sudah betul menghadap pejabat yang berwenang, dalam hal ini adalah seorang Notaris, pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam akta dan bahwa para pengahadap telah

49

menerangkan apa yang menjadi kehendak yang kemudian dituliskan dalam akta tersebut. Jadi akta hanya membuktikan bahwa benar para pihak menerangkan apa yang dituliskan dalam akta tersebut, tetapi tidak memberikan bukti tentang apakah benar yang mereka terangkan didalam akta tersebut. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa akta otentik itu

memberikan bukti yang sempurna mengenai segala apa yang menjadi pokok isi akta itu, yaitu segala apa yang dengan tegas baik dinyatakan oleh para penandatangan akta. Jadi akta otentik tadi, tidak hanya mempunyai kekuatan pembuktian formal, yaitu bahwa benar para pihak sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut, tetapi juga mempunyai kekuatan pembuktian materiil, yaitu bahwa apa yang diterangkan tadi adalah benar inilah yang dinamakan kekuatan pembuktian mengikat. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian, yaitu:48 a. Lahiriah Kemampuan lahirian akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Nilai pembuktian akta notaris dari apek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidakHabib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, (Bandung, CV. MandarMaju, 2009), hlm. 62-65.48

50

perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik. b. Formal Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para

pihak/penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/ penghadap (pada akta pihak). Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan dari formalitas akta tersebut, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak, saksi dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun. c. Materiil Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan atau para pihak yang

51

diberikan/ disampaikan dihadapan Notaris (akta pihak) dan para pihak harus dinilai benar berkata. Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaries terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/diantara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Jika akan membuktikan aspek materiil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak

menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang telah benar berkata (dihadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materiil dari akta Notaris. H. Desain Penelitian

Latar Belakang Masalah 1. Problema Filosofis PT sebagai salah satu badan usaha dalam kegiatan perekonomian, membutuhkan pengaturan yang mampu mengikuti perkembangan jaman, pengaturan mengenai PT yang tercantum dalam Pasal 36 sampai dengan 56 KUHD sangat sederhana sehingga tidak dapat mengikuti perkembangan zaman, oleh karenanya diperlukan pembaharuan mengenai UU PTm, maka diundangkanlah UU No.1/1995. Kemudian dalam perkembangannya UU No.1/95 dirubah dengan UU No.40/2007, guna memenuhi tuntutan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. 2. Problema Teoritis Peranan Notaris mutlak diperlukan oleh karena UU mensyaratkan bahwa untuk mendirikan PT dan perubahan AD PT harus dibuat dengan akta Notaris. (Pasal 7 (1) dan 21 (4) UUPT). Karena UUPT menempatkan notaries dalam kedudukan yang sangat penting untuk lahirnya dan eksisitensi suatu PT. Mengenai perubahan AD bias dibuat dengan risalah rapat dibawah tangan maupun dengan akta Notaris (Pasal 21 (4) dan (5) UUPT) 3. Problema Sosiologis Untuk risalah rapat yang dibuat secara Notariil disebut dengan akta Berita Acara Rapat reelas akta. Sedangkan untuk risalah yang dibuat dibawah tangan kemudian diotentikkan disebut dengan akta Pernyataan Keputusan Rapat. Sehingga dari akta PKR tersebut muncul masalah bahwa dari bentuk akta PKR merupakan akta Notariil tapi isi dari akta tersebut merupakan hasil keputusan rapat yang dibuat berdasarkan risalah dibawah tangan. Sehingga menjadi pertanyaan apakah kekuatan pembuktian akta PKR sama seperti akta lainnya yang dibuat oleh/dihadapan Notaris yaitu mempunyai kekuataan pembuktian yang sempurna serta 52

Rumusan Masalah Pend ekata n Kons eptu al

1. Bagaimana pertanggungjawaban Notaris terhadap kebenaran isi akta PKR yang dibuat berdasarkan risalah rapat secara dibawah tangan kemudian diotentikkan terkait dengan Pasal 21 ayat (5) UUPT 2007 ? 2. Bagaimana kekuatan pembuktian terhadap akta PKR yang dibuat berdasarkan risalah rapat secara dibawah tangan kemudian diotentikkan terkait dengan Pasal 21 ayat (5) UUPT 2007 ?

TEORI KEWENANG AN

KESIM PULAN .

TEORI PERTANG GUNGJAW ABAN

Pendek atan perund angundang an Pendekat an konseptu

SARAN

TEORI PEMBUKTI AN

53

I. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian penelitian hukum dapat dibedakan dalam 2 (dua Jenis penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif yang merupakan suatu penelitian dengan mengkaji implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) antara pasal yang satu dengan pasal yang lainnya.49 Penelitian yuridis normatif dilakukan untuk menjelaskan tanggung jawab Notaris terhadap pembuatan akta Pernyataan Keputusan Rapat yang dibuat dengan risalah dibawah tangan yang kemudian diotentikkan (Pasal 21 ayat (5) UUPT 2207) dengan dengan membandingkan tanggungjawab notaries dalam membuat akta berita acara rapat yang dibuat secara langsung oleh Notaris (Pasal 21 ayat (4) UUPT 2007) dan kekuatan pembuktian dari masing-masing akta tersebut. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan Undang-Undang (statue approach) dengan menelaah semua UndangUndang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum, dan pendekatan konseptual (Conseptual approach) yang beranjak dari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum untuk menemukan ide-ide yang melahirkan konsep-konsep hukum, asas-asas hukum yang relevan yang berkaitan dengan kesimpang siuran dari UUPT No. 40 Tahun 2007 Pasal 21 ayat (4) dan (5).49

Soerjono Soekanto dan Sri mamudji,1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 14

54

3. 3.1.

Sumber Bahan Hukum Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum primer dala penelitian ini adalah: a. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 b. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01-HT.01-10 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum Dan