proposal pratikum nikolaus moki
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat kriminalitas di kompleks kos-kosan Universitas
Flores masih tinggi. Tindakan kejahatan, seperti pencurian
barang, masih membayangi warga masyarakat setempat.
Banyak kasus yang belum tertangani dengan baik oleh aparat
penegak hukum. Berdasarkan pemberitaan yang dilakukan oleh
masyarakat setempat, kasus pencurian kendaraan bermotor ini
hanyalah sebagian kecil dari banyak kejadian kasus pencurian
dengan berbagai modus. Seperti isu yang beredar di masyarakat,
kasus pencurian juga merambah rumah-rumah, seperti rumah
kontrakan dan kos-kosan mahasiswa. Seperti yang diberitakan
oleh media masa flores pos: kamis 14,2009, kasus pencurian
yang menyerang mahasiswa di daerah kos-kosan terjadi di tahun
2009, di mana barang yang dicuri adalah barang pribadi milik
seorang mahasiswa/i, yaitu berupa laptop dan dan telepon
genggam.
Terkait dengan isu yang berkembang tentang pencurian, di
kalangan mahasiswa Universitas Flores Ende juga heboh dengan
banyaknya laporan kehilangan barang berharga. Namun begitu,
1
kasus pencurian ini bukan hanya mengancam mahasiswa, tetapi
warga masyarakat setempat secara keseluruhan. Isu tentang
kasus pencurian ini terus menyebar seiring dengan
meningkatnya kasus-kasus pencurian tersebut.
Universitas Flores adalah universitas di Ende dengan
jumlah mahasiswa yang terbanyak dan memiliki cakupan wilayah
yang luas. Berdasarkan pertimbangan itu, ada asumsi bahwa
kasus pencurian yang menimpa wilayah kos-kosan di sekitar
kampus Universitas Flores memiliki tingkat kerugian yang besar
dan membuka peluang yang cukup besar bagi pelaku pencurian.
Dalam waktu enam bulan terakhir, terdapat lebih dari sepuluh
kasus tentang kecurian atau kehilangan barang di wilayah kos-
kosan mahasiswa.
Berita-berita ini didapat dari pengakuan beberapa
mahasiswa/i, yang mengatakan bahwa barang-barang mereka,
seperti laptop, telepon genggam, hilang atau dicuri orang.
Bahkan ada berita yang mengatakan bahwa mahasiswa yang
bersangkutan mengalami pergulatan dengan pelaku pencurian
tersebut. Angka itu tidak dapat dikatakan kecil mengingat
pemberitaan media pada jumad 12/10/2011 yang menegaskan
angka kasus pencurian yang terus meningkat. Namun tidak
banyak laporan-laporan resmi dari suatu lembaga yang secara
2
detil menjelaskan angka kasus pencurian ini. Hal tersebut
disebabkan oleh banyaknya korban yang tidak melapor kepada
polisi dan memilih untuk diam dan mengikhlaskan barang yang
hilang atau dicuri tersebut.
Cerita atau isu ini terus menyebar ke seluruh warga
masyarakat di sekitar kompleks Unflor, baik melalui
perbincangan para mahasiswa maupun warga yang bukan
mahasiswa, seperti pemilik rumah kontrakan, pedagang, atau
orang-orang yang memiliki kontrakan-kontrakan yang dijadikan
lahan usaha.
Dengan beredarnya isu pencurian barang di rumah-rumah
kontrakan atau kamar kos ini, sejatinya yang menjadi pertanyaan
di benak warga masyarakat adalah mengenai keamanan yang
berjalan di daerah tempat mereka tinggal. Kehadiran orang asing
di wilayah-wilayah sekitar Universitas Flores bukan menjadi
sesuatu yang ganjil di mata masyarakat setempat. Hal ini
dikarenakan bahwa umumnya penduduk yang mendiami wilayah
di sekitar kampus adalah mahasiswa rantauan, yang setiap
tahunnya bertambah atau berganti. Oleh karena itu, untuk saat
ini, tidak ada yang bisa menjamin bahwa ada pengawasan ketat
terhadap kehadiran orang asing di daerah-daerah yang rawan
dengan perilaku kriminal.
3
Aktivitas mahasiswa yang bahkan masih dilakukan hingga
lewat tengah malam adalah hal yang biasa dan tidak terlalu
menjadi perhatian. Selain itu, kewaspadaan dari mahasiswa
sendiri dan kondisi lingkungan di sekitar kompleks kos-kosan
Unifersitas Flores menjadi hal yang patut dipertanyakan pula.
Karena kepedulian sebagai mahasiswa yang juga tinggal di
wilayah terjadinya kasus, peneliti menganggap hal ini sesuatu
yang perlu mendapatkan perhatian. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian mengenai fenomena kasus pencurian yang
melanda daerah kos-kosan di kawasan atau wilaya Unifersitas
Flores.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah yang
hendak dibahas adalah :
1. Apa yang menyebabkan kos-kosan di kawasan kompleks
Universitas Flores menjadi salah satu target dari pelaku
pencurian?
2. Bagaimana reaksi sosial masyarakat yang tinggal di sekitar
kompleks Universitas Flores terhadap tindakan kriminal
pencurian?
4
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diajukan,
dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan di
kompleks Universitas Flores menjadi salah satu target dari
para pelaku pencurian untuk melaksanakan aksinya.
2. Memberikan gambaran dengan jelas tentang reaksi sosial
masyarakat yang tinggal di wilayah atau kawasan
Universitas Flores terhadap tindakan kejahatan pencurian.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasih terhadap permasalahan kasus
pencurian yang sedang terjadi di lingkungan Universitas
Flores, khusus untuk kawasan tersebut.
2. Memberikan informasi dan masukan tentang
penanggulangan masalah kriminalitas di lingkungan
Universitas Flores, khususnya tentang kasus pencurian,
bagi berbagai pemangku kepentingan terkait sehingga
dapat tercapai keadaan masyarakat yang aman dan
tentram.
5
3. Memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang studi kejahatan, khususnya tentang
studi kasus pencurian yang marak terjadi di masyarakat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Agar tidak terjadi pembiasan dalam penelitian ini, maka
peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan yang diamati
dalam penelitian ini:
1) Di kawasan kompleks Universitas Flores menjadi salah satu
target dari pelaku pencurian.
2) Reaksi sosial masyarakat yang tinggal di kompleks
Universitas Flores terhadap tindakan kriminal pencurian.
3) Hubungan antara tempat tinggal kosan atau rumah
kontrakan, calon korban yang umumnya berstatus
mahasiswa, serta waktu (pagi, siang dan malam) dengan
bentuk-bentuk pencurian dan frekuensi terjadinya pencuria
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoretis
6
2.1.1 Pengertian mencuri dan tindakan pencurian
Dengan kalimat yang sederhana, kata mencuri dapat
diartikan sebagai mengambil barang orang lain tanpa diketahui
oleh orang yang memiliki barang tersebut. Secara istilah,
mencuri berarti mengambil barang orang lain dengan cara yang
tidak sah menurut hukum agama maupun hukum adat.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mencuri
diartikan sebagai mengambil (mempergunakan) milik orang lain
tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-
sembunyi. Dari beberapa pengertian ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa mencuri adalah suatu tindakan yang mengakibatkan
kerugian bagi orang lain sehingga mencuri menjadi suatu
tindakan yang dianggap tercela dan merupakan suatu tindakan
kejahatan. Sementara pelaku atau orang yang mencuri disebut
sebagai pencuri.
Pencurian adalah perbuatan mengambil barang atau hak,
baik seluruhnya maupun sebagiannya adalah milik orang lain,
tanpa diketahui atau mendapatkan izin dari orang yang memiliki
barang atau hak tersebut, dengan maksud untuk dimiliki dengan
cara melanggar hukum. 1Pengertian pencurian menurut pasal
362 KUHP merupakan perumusan pencurian dalam bentuk
1 Pengertian pencurian menurut pasal 362 KUHPMenurut KUHP Perdata, pasal 509
7
pokoknya, berbunyi: “Barang siapa mengambil suatu benda yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian,
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling
banyak Rp. 900,00”.
Dalam pasal 363 KUHP dijelaskan lebih lanjut bahwa yang
termasuk dalam kategori pencurian, dengan hukuman yang lebih
berat, yaitu paling lama tujuh tahun penjara, adalah tindakan
mengambil barang atau hak yang dilakukan pada waktu terjadi
suatu musibah, seperti kebakaran, banjir, atau bencana alam
lainnya. Pencurian dapat dilakukan pada waktu kapan saja
tergantung situasi dan kondisi yang memungkinkan si pelaku
untuk melakukan aksinya. Pencurian yang dilakukan pada waktu
malam hari dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup
yang ada rumahnya, dilakukan oleh seseorang tanpa diketahui
atau dikehendaki oleh orang yang berhak; dilakukan oleh dua
orang atau lebih dengan bersekutu; mengambil barang yang
hendak dicuri yang dilakukan dengan merusak, memotong atau
memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah
palsu atau pakaian jabatan palsu adalah criteria pencurian yang
diatur dalam KUHP.
8
Merujuk kepada pengertian yang telah disampaikan
tersebut, terdapat Unsur-unsur pencurian antara lain adalah:
Adanya unsur tindakan mengambil (wegnemen).,
Ada barang (benda) atau hak yang diambil, dan
Unsur seluruhnya atau sebagiannya adalah milik orang
lain.
Perbuatan mengambil (wegnemen) merupakan suatu
tindakan positif atau perbuatan materiil yang dilakukan dengan
sengaja menggunakan tangan (jari-jari tangan atau otot)
kemudian diarahkan kepada benda, menyentuhnya,
memegangnya, mengangkatnya, lalu membawa barang tersebut
dan memindahkannya ke tempat lai atau ke dalam suatu
kekuasaan lain (kekuasaan orang yang mengambil barang).
Namun pengertian mengambil barang dengan jari-jari tangan
tersebut bukanlah mutlak sebagai patokan untuk menentukan
pencurian. Unsur utama dari perbuatan mengambil adalah
adanya suatu tindakan yang aktif, yang ditujukan kepada suat
benda dan berpindahnya benda itu ke dalam suatu
kekuasaannya, di mana benda itu berpindah secara nyata dan
mutlak.2 (Kartanegara, 1:52 atau Lamintang, 1979:79-80).
Berpindahnya kekuasaan benda ke dalam kekuasaan pelaku
2 (Kartanegara, 1:52 atau Lamintang, 1979:79-80).Menurut KUHP Perdata, pasal 509,
9
(orang yang mengambil barang) adalah syarat utama dari
selesainya suatu pencurian. Hal ini sesuai dengan apa yang
ternyata dalam Hoge Raad, tertanggal 12 Nopember 1894, yaitu
“”perbuatan mengambil telah selesai, jika benda berada pada
pelaku, sekalipun ia kemudian melepaskannya karena
diketahui”.
Unsur yang kedua adalah ada benda. Terdapat dua jenis
benda, yaitu benda yang bergerak dan benda tidak bergerak.
Menurut KUHP Perdata, pasal 509, benda bergerak adalah benda
yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat
dipindahkan. Sebaliknya, benda yang tidak bergerak adalah
benda yang tidak dapat berpindah atau dipindahkan. Suatu
benda tidak bergerak bisa menjadi objek pencurian apabila telah
terlepas dari sifat benda tetapnya. Contohnya adalah pohon,
yang tidak dapat berpindah kemudian ditebang lalu dipindahkan
(illegal logging).
Unsur yang ketiga adalah kepemilikan, baik sebagaian atau
keseluruhan. Unsur seluruhnya atau sebagiannya adalah milik
orang lain dapat diartikan sebagai barang yang dimiliki oleh dua
orang atau lebih, di mana salah satunya adalah si petindak dan
yang lain bukan petindak.
10
2.1.2 Pencurian dan kaitannya dengan pola kejahatan
Pengertian kejahatan yang sesuai dengan kriminologi yang
sosiologis adalah:
1. pola tingkah laku yang dilakukan oleh seorang individu
atau sekelompk individu (terstruktur maupun
tidak),maupun suatu organisasi (formal maupun non
formal) yang merugikan masyarakat (secara materi, fisik,
maupun psikologis). Beberapa tingkah laku yang
merugikan tersebut, melalui suatu proses politik oleh
lembaga legislative dapat dirumuskan secara yuridis
sebagai pelanggaran hukum (pidana) dan kepada
pelakunya diberikan sanki pidana;
2. pola tingkah laku individu, sekelompok individu, maupun
suatu organisasi yang bertentang dengan perasaan moral
masyarakt, dan kepada pelakunya masyarakat
memberikan reaksi non-formal. (Muhammad Mustofa,
2007).
Pola adalah tindakan atau peristiwa yang selalu berulang
secara relatif dan teratur. Pola tingkah laku yang bermaknsa
sosilogis berarti bahwa tingkah laku yang dipertangakan tersebut
sering terjadi di masyarakat dan melanggar sentiment kolektif.
11
(Ibid.) Dalam hal ini, pencurian adalah suatu tingkah laku yang
dilakukan dengan memberikan akibat kerugian kepada orang
lain. Pencurian dilakukan dengan suatu pola (berulang-ulang)
dan tergantung situasi dan kondisi yang dapat memberikan
kesempatan kepada pelaku.
2.1.3 Reaksi Sosial Masyarakat Terhadap Kejahatan
Reaksi di sini bukan merupakan gejala alam, tetapi reaksi
oleh manusia. Reaksi dapat diartikan sebagai suatu bentuk
tindakan yang dilakukan oleh orang terhadap suatu rangsangan
atau provokasi dari luar (orang lain), di mana rangsangan ini
dapat berbentuk berbagai tindakan, misalnya tindakan
kejahatan, pujian, olok-olok dan sebagainya.
3Reaksi masyarakat terhadap kejahatan adalah pola bentuk
tindakan yang dilakukan oleh warta masyarakat secara bersama-
sama. (Muhammad Mustofa, 2007).
Terdapat tiga reaksi formal masyarakat menurut Prof. Dr.
Muhammad Mustofa, antara lain adalah:
3 Menurut Roucek (1987): “pengendalian sosial adalaj istilah tentang kolektivitas yang melaluinya dilakukan proses-proses, terencana maupun tidak, tempat individu-individu dididik, dibujuk, ataupun dipaksa untuk selaras dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai hidup dari kelompo.” (Lihat Soekanto, Tjandrasari, 1987: 2).
12
1. Reaksi formal, yaitu bentuk tindakan masyarakat yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga masyarakat yang
dibentuk secara formal oleh Negara untuk menanggulangi
kejahatan.
2. Reaksi informal, yaitu bentuk-bentuk tindakan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi dalam system
peradilan pidana terhadao pelaku kejahatan, tetapi
tindakan tersebut tidak mengacu kepada ketentutan
hukum yang berlaku.
3. Reaksi non-formal, yiatu berbagai bentuk tindakan yang
dilakukan oleh warta masyarakat secara langsung
terhadap pelaku kejahatan maupun gejala kejahatan tanpa
ada kaitannya dengan system peradilan pidana.
Dalam hal ini, pengendalian sosial secara konseptual
merupakan bagian dari reaksi non-formal masyarakat. Menurut
Roucek (1987): “pengendalian sosial adalaj istilah tentang
kolektivitas yang melaluinya dilakukan proses-proses, terencana
maupun tidak, tempat individu-individu dididik, dibujuk, ataupun
dipaksa untuk selaras dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai
hidup dari kelompo.” (Lihat Soekanto, Tjandrasari, 1987: 2).
Kaitannya denga kasus pencurian, pasti terdapat unsur
reaksi soaial masyarakat terhadap tindakan kejahatan tersebut,
13
dengan takaran yang berbeda-beda. Reaksi sosial masyarakat
sebagai pengendali sosial menjadi penting karena dengan
keberadaannya suatu tindakan kejahatan dapat terjadi atau
tidak.
2.1.4 Characteristic of Crimes
Menurut National Crime Survey (CNS), hamper sebagian
kejahatan atau tindakan yang melanggar hukum terjadi di malam
hari. Dua pertiga dari pelaku pencurian, perampokan dan
perkosaan melakukan aksi di atas pukul enam sore sementara
kejahatan lain, seperti penjambretan, terjadi di siang hari. Selain
itu, hampir keseluruhan bentuk kejahatan terjadi di ruang public,
seperti jalanan, taman dan sekolah. Sedangkan kejahatan
pemerkosaan terjadi di rumah korban (36 %). (Larry J. Siegel,
1983: 83)
Angka kejahatan dengan pelaku tunggal adalah 70%
sementara korban tunggal adalah 90%. Satu dari tiga kasus
tindakan melanggar hukum, memiliki karakteristik di mana si
pelaku menggunakan senjata, seperti senjata api dan pisau.
Maka dari itu banyak dari korban pelaku kejahatan melakukan
perlawanan. Sekitar 81% adalah korban dari pemerkosaan, 76%
adalah korban kasus penyerangan, dan 61% adalah kasus
14
perampokan atau pencurian dengan karakteristik korban
melakukan perlawanan terhadap pelaku. (Ibid.)
2.2 Kerangka Berpikir
Suatu kejahatan dalam kriminologi sosiologis adalah suatu
peristiwa yang terpola, terjadi berulang-ulang di masyarakat
secara realatif dan teratur. Tindakan pencurian termasuk ke
dalam kejahatan karena merupakan tindakan pengambilan suatu
barang yang bukan milik sendiri sehingga menimbulkan kerugian
bagi orang lain atau masyarakat. Pencurian terjadi karena
terpola, di mana kesempatan menjadi unsur penting
dilakukannya suatu kejahatan. Kesempatan untuk terjadinya
suatu kejahatan dapat muncul apabila kesiapan dan
kewaspadaan dari masyarakat, baik dari lembaga atau
masyarakat umumnya, melonggar. Kesiapan dan kewaspadaan
ini adalah bagian dari reaksi sosial masyarakat terhadap suatu
tindakan kejahatan tersebut, dalam hal ini adalah pencurian.
Lemahnya reaksi masyarakat akan menyebabkan semakin
tingginya angka kejahatan karena peluang yang semakin besar,
apalagi didukung oleh situasi dan kondiri (terkait lokasi dan
waktu) yang mendukung pelaku untuk melancarkan aksinya.
2.3 Hipotesis
15
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah
hipotesis pengarah, sebagai kesimpulan sementara berdasarkan
kerangka konsep. Hipotesis pada penelitian ini adalah bahwa
selain kondisi lingkungan yang menjadi salah satu faktor, reaksi
sosial masyarakat di kawasan Universitas Flores rendah atau
lemah sehingga menyebabkan angka tindak kejahatan pencurian
di daerah tersebut terbilang cukup tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan secara kuantitiatif. Jenis penelitiannya adalah
penelitian eksplanatif, yaitu berusaha menjawab dan mencari
tahu kaitan dan hubungan antara variabel-variabel yang
ditentukan, yang memiliki pengaruh terhadap tindak kejahatan
16
pencurian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
survei.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2012
hingga pertengahan bulan September 2012 di kawasan
Universitas Flores, Kecamatan Ende Tengah.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data yang dilakukan adalah pengambilan
data primer dengan menggunakan instrumen penelitian berupa
kuesioner dan interview guide. Pengumpulan data primer akan
dilakukan melalui peninjauan langsung ke lapangan dan survei
ke lapangan ini juga bertujuan untuk melakukan identifikasi data.
Beberapa objek penting akan didokumentasikan untuk keperluan
analisis dan pembahasan
3.4 Populasi dan sampel
Populasi dalam peneltian ini adalah seluruh areal yang
termasuk cakupan wilayah atau kompleks Universitas Flores,
Kecamatan Ende Tengah. Penarikan sampel menggunakan teknik
Simple Random Sampling, yaitu seluruh unit di dalam populasi
akan diwakili sampel-sampel yang diambil secara acak.
17
3.5 Skema Data
Skema data dalam penelitian ini dirangkum dalam Tabel 1
berikut:
Tabel 1. Skema Data
NO
Topik
Data set Sumber
Data
Teknik
Pengumpu
lan Data
18
1. Profil
Kecamata
n Ende
Tengah
1. Keadaan
Geografi
s :
a) Luas
b) Batas
wilaya
h
2. Keadaan
topografi
.
3. Keadaan
iklim dan
curah
hujan.
4. Keadaan
Pendudu
k :
a. Jenis
kelami
n
b. Usia
c. Pendid
Kantor
camat
Nara
sumber
Dokument
asi
Wawancar
a
19
ikan
d. Pekerj
aan
e. Agam
a
5. Keadaan
sosial
ekonomi.
6. Keadaan
sosial
budaya
2. Profil
Masyara
kat
RT.O3
Lingkun
gan
Paupire
Kecama
tan
Ende
Tengah
1. Jumlah
2. Pekerjaa
n
3. Usia
4. Pendidik
an
5. Keadaan
Sosial
6. Budaya
Nara
sumber
Wawancar
a
3. Hubung 1. Persengk
20
an
Kondisi
Lingkun
gan dan
Reaksi
Sosial
Mayarak
at
Dengan
Kasus
Pencuria
n di
Komplek
s
Universi
tas
Flores
Ende
etaa
2. Sosial
Budaya
3. Keputus
an.
4. Aturan-
aturan
yang
telah
disepaka
ti
Nara
sumber
Wawancar
a
3.6 Rencana Analisis Data
Analisis data dengan cara analisis eksplanatif yang
dimaksudkan dalam metode analisis data untuk mengolah data
dari hasil penelitian. Tahapan pengolahan antara lain dengan
21
cara melakukan proses editing, pengelompokan dan koding data,
dan menghitung frekuensi dan kemudian ditabulasi. Fungsi
editing adalah untuk memastikan kelengkapan data, pengisian,
kejelasan tulisan, kejelasan makna jawaban dan relevansi
jawaban satu sama lainnya, serta keseragaman data. Setelah
proses editing, dilakukan pengelompokan data untuk
memudahkan analisa, lalu dilakukan penghitungan frekuensi,
dan terakhir dilakukan ditabulasi. Penganalisaan ini akan
menjawab masalah dengan melihat kekuatan hubungan antara
variabel-variabel yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, Muhammad. Kriminologi. Jakarta: FISIP UI PRESS, 2007
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
22
http://www.jsmp.minihub.org/English/webpage/reso/KUHP
%20indo..pdf (diakses tanggal 1 November, 2012)
Siegel, L.J. Criminology. St. Paul: West Publishing CO., 1983
Catatan akhir dari Manshur Zikri untuk postingan ini
23