proposal penelitian - mini riset - medical representatives

Download PROPOSAL PENELITIAN - Mini Riset - Medical Representatives

If you can't read please download the document

Upload: agaphilaksmo-parayudha

Post on 20-Jun-2015

3.575 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Riset Pengaruh Motivasi dan Disiplin Terhadap Kinerja Penjualan Para Medical Representatives di PT. Darya Varia Bandung

TRANSCRIPT

PROPOSAL PENELITIAN

Pengaruh Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja Para Medical Representatives Terhadap Peningkatan Penjualan Pada PT. Darya Varia Bandung

PREPARED BY :AGAPHILAKSMO ADHYARSA PARAYUDHA8C 04 09460004779 D IV SPESIALISASI AKUNTANSI 2010

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

ABSTRAKSI

Sumber daya manusia (SDM) semakin memegang peranan penting dalam perusahaan sebagai penggerak segala usaha dan aktivitas yang ada di perusahaan dan juga sebagai penentu jalannya perusahaan. Strategi pemasaran yang ditujukan agar penjualan meningkat sangat tergantung pada sumber saya manusia atau karyawannya. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan kajian secara ilmiah melalui penelitian tentang pengaruh motivasi kerja dan disiplin kerja dari para karyawan terhadap kinerja penjualan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja penjualan khususnya di perusahaan farmasi PT. Darya Varia Bandung yang menggunakan strategi detailing oleh para medical representatives dalam pemasaran dan promosi penjualan produknya. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh secara parsial dan simultan antara motivasi kerja dan disiplin kerja para medical representatives yang akan mempengaruhi tingkat penjualan perusahaan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah para medical representatives pada PT. Darya Varia Bandung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi kerja yang terdiri dari pemenuhan kebutuhan fisik, pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan, pemenuhan kebutuhan sosial, pemenuhan kebutuhan status / kekuasaan (self esteem), dan pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri. Variabel bebas yang kedua adalah disiplin kerja yang terdiri dari kepatuhan pada peraturan perusahaan, ketepatan menerapkan strategi detailing, dan ketepatan waktu dalam mencapai target penjualan. Sedangkan variabel terikat adalah kinerja penjualan terdiri dari sub variabel yaitu kuantitas penjualan, laba penjualan, dan pertumbuhan penjualan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data angket. Analisis terhadap data penelitian dilakukan menggunakan rumus regresi linier berganda untuk menguji hipotesis penelitian baik secara simultan maupun parsial.

2

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perusahaan-perusahaan di era globalisasi semakin dituntut untuk dapat menghadapi kompetisi yang semakin ketat. Berbagai cara ditempuh perusahaan untuk dapat bertahan dan berkembang di dalam pasar. Perusahaan harus dapat mengelola sumber dayanya secara efektif dan efisien. Salah satu sumber daya yang penting adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia (SDM) di dalam perusahaan yaitu para karyawan mempunyai peranan yang penting dalam perusahaan sebagai penggerak operasional perusahaan dan kegiatan yang ada di perusahaan dan juga sebagai penentu jalannya perusahaan. Para karyawan selalu mengambil perannya masing-masing secara aktif dan dominan di dalam setiap kegiatan perusahaan. Mulai dari orang-orang yang merancang dan menghasilkan barang atau jasa, mengawasi mutu, memasarkan produk,

mengalokasikan sumber daya finansial, sampai yang merumuskan strategi dan tujuan organisasi. Keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produk barang atau jasanya tak lepas dari kinerja sumber daya manusianya. Sebaik apapun produk perusahaan apabila tidak didukung oleh adanya karyawan yang memiliki kompetensi dan dedikasi yang tinggi serta kreativitas dalam memasarkan produknya meningkat. Adanya pasar bebas dalam dunia bisnis semakin membuat pemasaran produk semakin berat karena semakin banyaknya jenis produk yang ditawarkan. Dengan adanya berbagai jenis produk yang ditawarkan, perusahaan berusaha mencari celah-celah bisnis untuk memasarkan produknya dengan sangat hati-hati melalui promosi. Mengatur strategi pemasaran melalui promosi agar penjualan produknya meningkat dan jangkauan pasar menjadi lebih luas merupakan jurus yang harus dilakukan oleh perusahaan. Persaingan antar produk di pasaran mendorong produsen gencar untuk memasarkan produknya dengan cara berpromosi yang unik dan dapat menarik perhatian konsumen. Promosi produk dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan pribadi, dan periklanan. Strategi pemasaran melalui iklan yaitu dengan menawarkan produk kepada masyarakat yang disampaikan melalui suatu media seperti televisi, radio, majalah, koran, brosur, billboard dan sebagainya dianggap sangat efisien karena mempunyai daya bujuk (persuasif) yang sangat kuat. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa anggaran iklan berpengaruh positif maka penjualannya pun tidak akan

3

terhadap penjualan dan pangsa pasar (market share), sebaliknya peningkatan anggaran iklan pesaing berpengaruh negatif terhadap tingkat penjualan dan market share pesaingnya (Darmadi Durianto, 2003 dalam Yudi Farola, 2005). Namun tidak semua produk dapat dipromosikan dengan iklan melalui media-media. Salah satunya adalah produk obat-obatan (farmasi). Tidak semua produk obat khususnya obat yang tidak dijual bebas dapat dipromosikan melalui iklan di media karena adanya WHO Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 1988. Kriteria etik untuk promosi obat ini mengatur promosi yang ditujukan bagi profesi kesehatan maupun masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendukung dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui penggunaan obat-obatan secara rasional. Komponen-komponen yang diatur meliputi kegiatan promosi, periklanan dengan sasaran profesi kesehatan, periklanan dengan sasaran masyarakat, medical representatives, pemberian sampel obat, simposium dan pertemuan ilmiah, penelitian pasca pemasaran, penandaan dan pengetiketan, informasi untuk pengguna obat (pasien), dan promosi untuk obat yang diekspor. Kriteria etik WHO ini mengatur iklan yang ditujukan bagi masyarakat luas mengingat bahaya yang dapat diakibatkan oleh informasi obat yang tidak objektif, tidak lengkap, dan menyesatkan. Obat-obat yang dapat menyebabkan ketergantungan dan penyalahgunaan, obat keras, serta obat yang harus dengan resep dokter tidak boleh diiklankan. Menurut Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.3.02706 tahun 2002 Pasal 5, promosi obat melalui media audio visual dan elektronik hanya diperbolehkan untuk obat bebas dan obat bebas terbatas. (Sri Suryawati, 2003) Oleh karena perusahaan farmasi tidak diperbolehkan untuk mengiklankan produk obat yang tidak dijual bebas maka, perusahaan farmasi banyak yang menggunakan strategi detailing. Strategi ini mengedepankan promosi penjualan secara tatap muka langsung dengan dokter maupun praktisi kesehatan lainnya. Orang yang melakukannya sering disebut dengan medical representatives yang bertugas untuk berinteraksi dengan dokter dan memberikan informasi mengenai keunggulan produknya. Medical representatives dalam perusahaan farmasi merupakan sumber daya manusia yang harus dikelola dengan baik karena merekalah ujung tombak pemasaran produk perusahaan yang akan menentukan besar kecilnya penjualan perusahaan. Setiap perusahaan berupaya agar karyawannya dapat memberikan prestasi kerja yang setinggi mungkin. Seorang medical representatives yang merupakan karyawan perusahaan farmasi dituntut untuk dapat bekerja memenuhi target penjualan yang telah ditentukan. Hal-hal yang dapat mempengaruhi kinerja para karyawan pada umumnya

4

secara langsung maupun tidak langsung adalah latar belakang pendidikan, keterampilan, disiplin, motivasi, sikap dan etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan lingkungan dan iklim kerja, hubungan industrial, teknologi, sarana produksi, manajemen dan kesempatan berprestasi (Wana Nusa dalam Sumarsono, 2003 : 63-64) PT. Darya Varia merupakan salah satu perusahaan farmasi di Indonesia. Perusahaan ini mempunyai dua divisi yaitu divisi obat resep (Ethical) dan obat bebas (Over The Counter OTC). Unit OTC memasarkan produk obat bebas seperti Natur-E, Stop Cold dan lain-lain menggunakan sarana promosi melalui media massa seperti televisi dan sebagainya. Sedangkan divisi ethical yang terdiri dari Unit Darya-Varia Ethical dan Prafa Ethical bergerak dalam pasar obat yang menggunakan resep dokter (tidak dijual bebas) sehingga promosi pemasarannya tidak boleh menggunakan media audio visual maupun elektronik. Divisi obat resep yang lebih besar porsinya daripada divisi obat bebas menuntut perusahaan untuk menerapkan strategi detailing untuk memasarkan produknya. Strategi pemasaran yang dilakukan oleh para medical services representatives ini terjun langsung ke lapangan untuk mempromosikan produk obat resep kepada dokter. Merekalah yang bertanggung jawab terhadap angka penjualan perusahaan. PT Darya Varia mempunyai jangkauan pemasaran yang luas. Setiap medical representatives mewakili perusahaan untuk suatu daerah atau area tertentu. Cakupan wilayah ini disesuaikan dengan beban kerja dan potensi pemasaran produk obar ethical perusahaan. Semakin besar areanya maka tanggung jawab para medical representatives ini semakin besar. Target penjualan yang harus dikejar pun semakin tinggi. Untuk membatasi luasnya cakupan penelitian maka penulis membatasi untuk melakukan penelitian di PT. Darya Varia cabang Bandung yang meliputi area pemasaran Jawa Barat seperti kabupaten dan kota Bandung, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Sukabumi, dan Karawang. Para medical representatives PT. Darya Varia cabang Bandung bertugas mempromosikan produk obat resep di wilayah-wilayah tersebut untuk meningkatkan penjualan perusahaan. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang telah disebutkan sebelumnya, faktor motivasi dan disiplin kerja merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja. Dengan adanya motivasi kerja dan disiplin kerja yang tinggi pada karyawan khususnya para medical representatives di PT. Darya Varia cabang Bandung, maka diharapkan mereka mampu bekerja dan bekerja sama dengan lebih baik sehingga penjualan meningkat. Sedangkan apabila motivasi kerja karyawan tinggi tetapi tidak memiliki disiplin kerja yang tinggi maka kinerjanya pun akan memburuk yang berarti bahwa target penjualan dapat tidak tercapai. Maka, dengan adanya disiplin kerja

5

dan kesungguhan dalam bekerja serta motivasi yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan kinerja para medical representatives yang akhirnya akan menyebabkan peningkatan penjualan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka untuk penelitian ini penulis mengambil judul Pengaruh Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja Para Medical Representatives Terhadap Peningkatan Penjualan Pada PT. Darya Varia Bandung.

B. Perumusan Masalah Peningkatan penjualan sangat penting artinya bagi perusahaan maupun bagi medical representatives yang bersangkutan. Bagi perusahaan penjualan yang bagus berarti kemajuan bagi perusahaan dapat dicapai, sedangkan bagi medical representatives target penjualan yang terpenuhi akan dapat mempengaruhi kenaikan gaji atau insentif mereka, juga ada jaminan keamanan bagi mereka dalam bekerja. Untuk meningkatkan penjualan banyak cara yang dapat dilakukan. Diantaranya dengan meningkatkan motivasi kerja dan disiplin kerja. Berdasarkan masalah tersebut diatas, maka masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah motivasi kerja dan disiplin kerja para medical representatives akan mempengaruhi kinerja penjualan perusahaan? 2. Seberapa besar pengaruh secara parsial dan simultan antara motivasi kerja dan disiplin kerja para medical representatives yang akan mempengaruhi kinerja penjualan?

C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permsalahan yang diteliti, maka tujuan yang akan dicapai penelitian ini adalah : 1. Untuk membuktikan adanya hubungan antara motivasi kerja dan disiplin kerja para medical representatives dengan kinerja penjualan perusahaan. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh secara parsial dan simultan antara motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja para medical representatives yang akan mempengaruhi tingkat penjualannya.

6

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Kinerja Menurut beberapa ahli manajemen, kinerja adalah apa yang organisasi gunakan untuk melakukan suatu pekerjaan dan melaksanakannya dengan baik (Campbell et al., 1993, p.40 dalam Sonnentag dan Frese, 2001). Menurut Mangkunegara (2001) sebagaimana dikutip oleh Zainul, Dwi Handono, dan Amin Subargus (2008) pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.

2. Penjualan a. Pengertian Menurut beberapa ahli definisi penjualan adalah sebagai berikut (dalam Setyo Rini, 2005) : 1) Sutamto (1979) mengemukakan bahwa penjualan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang kebutuhan yang telah dihasilkannya kepada mereka yang memerlukannya dengan imbalan uang menurut harga yang ditentukan atas persetujuan bersama. 2) Winardi (1991) mengemukakan penjualan sebagai proses dimana sang penjual memastikan, mengaktifkan, dan memuaskan kebutuhan atau keinginan sang pembeli yang berkelanjutan dan menguntungkan kedua belah pihak. b. Tujuan Penjualan Menurut Basu Swastha (1990) dalam Setyo Rini (2005) perusahaan pada umumnya mempunyai tiga tujuan dalam penjualannya, yaitu : a) Mencapai volume penjualan tertentu b) Mendapat laba tertentu c) Menunjang pertumbuhan perusahaan

7

3. Strategi Detailing Strategi detailing pada umumnya adalah suatu strategi kemampuan komunikasi untuk menyampaikan informasi mengenai suatu produk kepada target audience yaitu para praktisi kesehatan. Komunikasi pemasaran pada industri farmasi ini dilakukan oleh para medical representatives. Berbeda dengan strategi promosi lainnya yang lebih menekankan target pada konsumen langsung, strategi ini lebih menargetkan pada para dokter yang mengeluarkan resep (Kurt Brekke dan Michael Kuhn, 2005). Kunci keberhasilan strategi ini adalah kemampuan bercerita untuk menyampaikan pesan (story telling) dengan menguasai informasi produk (brand), mengetahui pesan kunci (key messages), mengetahui target audience, dan mengetahui posisi kompetitor yang ada yang disampaikan secara efektif dan benar (relevant).

4. Motivasi Kerja 4.1. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi (motivation) adalah keadaan kejiwaan yang mendorong,

mengaktifkan, dan menggerakkan serta menyalurkan perilaku, sikap dan tindaktanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan. Jadi motivasi adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan (Siagian, 1995 : 142 dalam H. Narmodo dan Wajdi, 2004). Selain itu motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak karena satu alas an yaitu untuk mencapai tujuan. Jadi motivasi adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan (Robert L. Mathis dan John H. Jackson, 2006 dalam P. Hendar, 2009). Menurut Sedarmayanti (2001 : 66) dalam Samsudin (2003), motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Pinder (1998) dalam P. Cardona (2003) mengatakan bahwa motivasi kerja adalah suatu set kemampuan internal dan eksternal yang membentuk perilaku kerja dan menetapkan bentuknya, arah, intensitas, dan durasi. Menurut Luthans (1998) dalam R. Saleem (2010), motivasi adalah proses yang membangkitkan, memberikan energi, mengarahkan, dan memelihara perilaku dan kinerja. Proses tersebut memberikan stimulus kepada karyawan untuk bertindak dan untuk mencapai tugas yang diinginkan.

8

4.2. Teori Motivasi Kerja Teori yang mendasarkan usaha pemberian motivasi kerja adalah : 4.2.1. Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow Dalam teori ini, Maslow menyatakan bahwa manusia akan memenuhi kebutuhan yang paling mendesak dan berdasarkan pengalaman orang itu pada suatu hierarki dari kebutuhan dari yang rendah sampai yang prioritas tinggi. Kebutuhan manusia dibagi menjadi lima kategori yang naik dalam urutan tertentu. Sebelum kebutuhan yang lebih mendasar terpenuhi, seseorang tidak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Hierarki Maslow yang terkenal terdiri atas : a) Kebutuhan Fisik (Physiological Needs) Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti udara, makan, minum, pakaian, perumahan dan lain-lainnya. Kebutuhan fisik ini termasuk kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan lainnya. Walau demikian kebutuhan ini

merupakan tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah. b) Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan (Safety and Security Needs) Setelah kebutuhan fisik terpenuhi manusia akan membutuhkan keamanan dan keselamatan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk perlindungan diri dan kemandirian ekonomi. Manusia membutuhkan perlindungan diri dari segala ancaman sehingga merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan. c) Kebutuhan Sosial (Affiliation or Acceptance Needs) Manusia pada dasarnya adalah makhluk social yang selalu ingin hidup bersosialisasi yang membutuhkan rasa saling memiliki,

persahabatan, cinta, dan kasih sayang. Tidak seorang pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat terpencil. d) Kebutuhan Status / Kekuasaan (Esteem or Status Needs) Kebutuhan ini adalah kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta prestise dari karyawan, masyarakat. dan lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi

9

seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula penghormatannya. e) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs) Kebutuhan aktualisasi diri menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal yang dimilikinya untuk mencapai prestasi kerja yang dapat diakui dengan sangat memuaskan oleh masyarakat umum. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Tata Tingkat Kebutuhan Maslow

Proses diatas menunjukkan bahwa kebutuhan saling bergantung satu sama lain. Kebutuhan tertentu yang telah terpenuhi tidak lagi menjadi motivator utama tetapi akan digantikan oleh kebutuhan yang lain. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow ini dapat digunakan dalam manajemen motivasi, karena konsepnya relatif dan bukan penjelasan yang bersifat mutlak tentang semua perilaku manusia, sehingga hal ini bisa digunakan sebagai pedoman manajer dalam mengelola sumber daya manusia perusahaan.

4.2.2. Teori Dua Faktor (Two Factors Theory) dari Frederick Herzberg Teori dua faktor dari Herzberg berusaha mencari sebab-sebab adanya rasa puas dan rasa tidak puas dari seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab tersebut, maka akan

10

diusahakan untuk dapat diciptakan kepuasan sehingga para pekerja dapat terdorong atau termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138 dalam Samsudin, 2003). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu: a. Faktor Motivasi (Motivation Factors) Faktor ini sering disebut juga sebagai faktor pemuas (satisfier) atau intrinsic motivation yaitu adalah daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang terhadap hasil pekerjaannya dan kemudian

menciptakan perasaan berprestasi, dihargai, memperoleh kemajuan, telah mengerjakan yang cukup penting serta rasa tanggung jawab. Karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan di sini tidak selalu dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Beberapa faktor motivasi antara lain : 1) Pertanggungjawaban (Responsibility) 2) Pengakuan (Recognition) 3) Pencapaian Hasil (Achievement) 4) Pertumbuhan (Growth) 5) Tantangan (Challenge) b. Faktor Kesehatan (Hygienes Factor) Adanya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja yang sehat baik sehat fisik maupun sehat mental. Sering disebut juga sebagai faktor ketidakpuasan (disatisfier) atau ekstrinsic motivation yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang atau lingkungannya, terutama dari organisasi tempat mereka bekerja. Mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka. Beberapa faktor kesehatan antar lain : 1) Kebijakan Perusahaan (Company Policy) 2) Gaji (Salary) 3) Supervisi (Supervision)

11

4) Interaksi Sosial (Social Interaction) 5) Kondisi Kerja (Working Condition)

Kedua faktor tersebut yaitu satisfier factor dan hygiene factor harus tersedia atau disediakan oleh manajer sehingga terjadi dorongan untuk bekerja bersama secara efektif dan efisien. Implikasi teori ini bahwa seorang pekerja mempunyai dorongan untuk berkarya tidak sekedar mencari nafkah akan tetapi sebagai wahana untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhannya. (Siagian, 1995: 165 dalam Daryatmi, 2002)

4.3. Jenis-jenis Motivasi Menurut Sardiman (1992 :86) dalam Muzaqi (2007), jenis-jenis motivasi berdasar atas pembentukannya terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu: a. Motivasi bawaaan, yaitu motivasi yang telah ada dalam tubuh seseorang yang telah dibawah sejak lahir. Motivasi bawaan atau disebut juga dengan motivasi primer terjadi dengan sendirinya tanpa melalui proses belajar. b. Motivasi yang dipelajari, yaitu motivasi yang terjadi karena karena adanya komunikasi dan isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia. Motivasi ini disebut juga motivasi sekunder , muncul melalui proses pembelajaran sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pengalaman seseorang.

Berdasarkan asal dorongannya, motivasi dibagi menjadi : 1. Motivasi Internal Yaitu motivasi yang bersumber dalam diri seseorang dan tidak dipengaruhi oleh dorongan dari lingkungan luar. Contohnya adalah makan, minum, tidur, berprestasi, berinteraksi dengan orang lain, dan lain-lain. 2. Motivasi Eksternal Yaitu motivasi yang disamping bersumber dari dalam juga dipengaruhi oleh dorongan dari luar, atau dengan kata lain motivasi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan, atau berkembang melalui proses belajar (Marihot Tua E.H, 2002 : 336).

12

Berdasarkan tingkatannya motivasi dibagi menjadi : 1. Motivasi pada ketakutan (Fear Motivation) Motivasi pada ketakutan artinya motivasi yang terjadi karena ketakutan seseorang akan sesuatu jika ia tidak melakukan sesuatu. Contohnya ketika seseorang karyawan takut mendapat sanksi dari atasannya, oleh karena itu karyawan tersebut termotivasi untuk segera bekerja dengan baik karena tidak mau mendapatkan sanksi. 2. Motivasi untuk mendapatkan sesuatu (Achievement Motivation) Motivasi ini akan muncul ketika seseorang sangat menginginkan sesuatu. Contohnya ketika seorang karyawan melihat karyawan lain yang sedang mengendarai mobil mewah, lalu muncul motivasi dalam diri karyawan tersebut untuk mengumpulkan uang dengan tujuan akhir membeli mobil mewah tersebut. 3. Motifasi dari dalam diri sendiri (Inner Motivation) Motivasi ini muncul disebabkan oleh dorongan dari dalam dirinya sendiri. Biasanya inner motivation sering berkaitan dengan tujuan hidup, cinta, dan sebagainya. Jadi inner motivation tidak akan muncul begitu saja. Motivasi yang paling susah muncul adalah inner motivation, karena motivasi datang benar-benar dari dalam diri sendiri.

5. Disiplin Kerja 5.1. Pengertian Disiplin Kerja Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Secara etiomologis, kata disiplin berasal dari kata Latin diciplina yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat (Moukijat, 1984 dalam Muhaimin, 2004). Disiplin kerja dapat diartikan sebagai suatu sikap dan perilaku yang dilakukan secara sukarela dengan penuh kesadaran dan kesediaan mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau atasan, baik tertulis maupun tidak tertulis (Robbins, 1982 dalam D. Arysandi, 2004) Disiplin kerja juga diartikan sebagai sikap ketaatan seseorang terhadap suatu aturan / ketentuan yang berlaku dalam organisasi yaitu menggabungkan diri dalam organisasi itu atas dasar adanya kesadaran dan keinsyafan bukan karena adanya unsur paksaan (Warsono, 1997 :147 dalam D. Kusumawarni, 2007).

13

Menurut Davis (2002) dalam H. Narmodo dan Wajdi (2004), disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik. Sedangkan dari sudut pandang Veithzal Rival (2003 : 444) dalam P. Hendar (2009), disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa disiplin merupakan ketaatan seseorang atau sekelompok orang yang sesuai prosedur serta terhadap peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang terwujud dalam sikap, perilaku, dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan,

keharmonisan, tidak ada perselisihan, serta keadaan-keadaan baik lainnya.. Dengan adanya sikap disiplin yang tinggi dalam bekerja maka diharapkan tujuan organisasi dapat tercapai.

5.2 Aspek-aspek Disiplin Kerja Amriany dalam P. Hendar (2009) menyebutkan aspek-aspek disiplin kerja yaitu : 1. Kehadiran Seseorang dijadwalkan harus hadir tepat pada waktunya ketika bekerja. 2. Waktu kerja Waktu kerja merupakan jangka waktu saat pekerja yang bersangkutan harus hadir untuk memulai pekerjaan, waktu istirahat, dan akhir pekerjaan. 3. Kepatuhan terhadap perintah Yaitu jika seseorang melakukan apa yang dikatakan atau diperintahkan kepadanya. 4. Kepatuhan terhadap peraturan Peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan merupakan tuntutan bagi karyawan agar patuh, sehingga dapat membentuk perilaku yang memenuhi standar perusahaan. 5. Produktivitas kerja Produktivitas kerja yaitu menghasilkan lebih banyak dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama.

14

5.3. Jenis-Jenis Disiplin Kerja Menurut G.R. Terry (1993 : 218) dalam Dwi Kusumawardani, 2007, disiplin kerja dapat timbul dari diri sendiri dan dari perintah, yang terdiri dari : a. Self Inposed Dicipline Yaitu disiplin yang timbul dari diri sendiri atas dasar suka rela, kesadaran dan bukan timbul atas dasar paksaan. Disiplin ini timbul karena seseorang merasa telah menjadi bagian dari organisasi sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara sukarela memenuhi segala peraturan yang berlaku. b. Command Dicipline Yaitu disiplin yang timbul karena paksaan, perintah dan hukuman serta kekuasaan. Jadi disiplin ini bukan timbul karena perasaan ikhlas dan kesadaran akan tetapi timbul karena adanya paksaan dari orang lain.

5.4. Pendisiplinan Dalam setiap organisasi yang diinginkan adalah jenis disiplin yang timbul dari diri sendiri atas dasar kerelaan dan kesadaran. Akan tetapi dalam kenyataan selalu menyatakan bahwa disiplin itu lebih banyak disebabkan adanya paksaan dari luar. Artinya perilaku disiplin karyawan sebagian besar merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu, pembentukan perilaku disiplin kerja, menurut Commings (1984) dalam Muhaimin (2004) dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu : 1. Disiplin Preventif (Preventive Discipline) Merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standard dan aturan, serta norma-norma yang ada sehingga pelanggaran dapat dicegah. Tujuannya adalah untuk mempertinggi kesadaran pekerja tentang kebijaksanan dan peraturan pengalaman kerjanya. 2. Disiplin Korektif (Corrective Discipline) Adalah tindakan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan sehingga diharapkan perilaku karyawan di masa yang akan datang dapat mematuhi aturan dan norma yang berlaku. Kegiatan korektif ini dapat berupa hukuman atau tindakan pendisiplinan (discipline action) yang wujudnya dapat berupa peringatan atau berupa schorsing (Handoko, 1996 : 129 dalam Dwi Kusumawardani, 2007 : 17)

15

5.5. Prinsip-Prinsip Disiplin Kerja Untuk mengkondisikan karyawan perusahaan agar bersikap disiplin, maka terdapat beberapa prinsip pendisiplinan sebagai berikut : 1. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi. Pendisiplinan ini dilakukan dengan menghindari menegur kesalahan di depan orang banyak agar karyawan yang bersangkutan tidak merasa malu dan sakit hati. 2. Pendisiplinan harus bersifat membangun. Selain menunjukkan kesalahan yang telah dilakukan haruslah diikuti dengan pertunjuk cara pemecahannya yang bersifat membangun sehingga karyawan tidak merasa bingung dalam memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. 3. Pendisiplinan dapat dilakukan secara langsung dengan segera. Suatu tindakan yang dilakukan dengan segera setelah terbukti adanya kesalahan sehingga karyawan dapat mengubah sikapnya secepat mungkin. 4. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Tindakan pendisiplinan harus dilakukan secara adil tanpa pilih kasih. Siapapun yang telah melakukan kesalahan harus mendapat tindakan pendisiplinan secara adil tanpa membeda-bedakan. 5. Pimpinan hendaknya tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen. Pendisiplinan hendaknya dilakukan di hadapan karyawan yang bersangkutan secara pribadi agar tahu kesalahan yang telah dilakukannya. 6. Setelah pendisiplinan sikap dari pimpinan haruslah wajar kembali. Sikap wajar hendaklah dilakukan pimpinan terhadap karyawan yang telah melakukan kesalahan tersebut proses kerja dapat berjalan lancar kembali dan tidak kaku dalam bersikap (Ranupandoyo, 1993 : 241 dalam Dwi Kusumardani, 2007 : 18).

Semua kegiatan pendisiplinan tersebut tentulah harus bersifat positif dan tidak mematahkan semangat kerja para karyawan juga harus bersifat mendidik dan mengoreksi kekeliruan agar di masa datang tidak terulang kembali kesalahankesalahan yang sama.

16

6.3. Indikator-indikator Kedisiplinan Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya : 1. Tujuan dan Kemampuan Tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sumgguh dan disiplin dalam mengerjakannya. 2. Teladan Pimpinan Dengan teladan kepemimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Sebaliknya jika teladan pimpinan kurang baik (kurang disiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. 3. Balas Jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) dapat mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan meningkatkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. 4. Keadilan Keadilan yang dijadikan sebagai dasar kebijakan dalam pemberian balas jasa (reward) atau hukuman (punishment) akan mendorong terciptanya kedisiplinan karyawan yang lebih baik. 5. Pengawasan Melekat Atasan harus senantiasa aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. 6. Sanksi Hukuman Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sehingga sikap dan perilaku karyawan yang tidak disiplin akan berkurang. 7. Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam menghukum setiap karyawan yang tidak disiplin akan mewujudkan tingkat kedisiplinan yang lebih baik pada perusahaan tersebut. 8. Hubungan Kemanusiaan Terciptanya hubungan anatar manusia yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik (Hasibuan, 2000 : 192 dalam Prima Hendar, 2009 : 31 ).

17

B. Telaah Literatur Penelitian-penelitian sebelumnya (preliminary research) yang menganalisa tentang motivasi kerja dan disiplin kerja antara lain : 1. Penelitian Azeem Mahmood dan Rizwan Saleem (2010) Dalam penelitian mereka yang berjudul A Research Study on The Effect of Work Motivation on Job Satisfaction menyimpulkan bahwa : There is positive relationship between the motivation and job satisfaction. Namun hubungan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja tersebut tidak begitu signifikan. Sehingga mereka mengatakan : There must be some other variables that are intervening in our model and making contribution at a significant level. 2. Penelitian Muhaimin (2004) Muhaimin melakukan penelitian mengenai hubungan antara kepuasan kerja dengan disiplin kerja dengan judul : Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi Pada PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk Di Bandung. Hasil dari penelitian ini adalah ternyata aspek kepuasan kerja baik aspek hygiene factor maupun aspek motivator factor mempunyai korelasi yang positif dan siginifikan dengan aspek disiplin kerja. 3. Penelitian Donald P. Moynihan dan Sanjay K. Pandey(2007) Dalam penelitian mereka yang berjudul Finding Workable Levers over Work Motivation : Comparing Job Satisfaction, Job Involvement and Organizational Commitment mereka menyimpulkan bahwa : Managers have varying degrees of influence over these different aspects of work motivation, with greatest influence over job satisfaction and least influence over job involvement. A number of variables are important for work motivation, including public service motivation, advancement opportunities, role clarity, job routineness, and group culture. 4. Penelitian Dwi Kusumawarni (2007) Dwi Kusumawarni meneliti pengaruh semangat kerja dan disiplin kerja terhada produktivitas kerja karyawan pada PDAM Kabupaten Kudus. Hasil penelitiannya adalah ada pengaruh positif antara semangat kerja dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada PDAM kabupaten Kudus.

18

5. Penelitian Adeyinka Tella, C.O. Ayeni, S.O. Popoola, Ph.D (2007) Penelitian yang berjudul Work Motivation, Job Satisfaction, and

Organisational Commitment of Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State Nigeria, yang meneliti mengenai hubungan antara motivasi kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasi dalam mencapai tujuan. Penelitian ini menyimpulkan : In order to make employees satisfied and committed to their jobs in academic and research libraries, there is need for strong and effective motivation atthe various levels, departments, and sections of the library.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Definisi Variabel Operasional 1. Variabel Bebas (Independent Variable) a. Motivasi Kerja Motivasi kerja medical representatives dapat dinilai melalui pemenuhan kebutuhan fisik, pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan, pemenuhan kebutuhan sosial, pemenuhan kebutuhan status / kekuasaan (self esteem), dan pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri sesuai dengan Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow (Hasibuan, 2003 : 105-107 dalam Prima Hendar, 2009). b. Disiplin Kerja Dengan adanya disiplin kerja akan dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan berupa kinerja penjualan yang baik. Disiplin kerja dapat dinilai dengan kepatuhan pada peraturan perusahaan, ketepatan dan kesesuaian dalam menerapkan strategi detailing, dan ketepatan waktu terhadap batas waktu (deadline) untuk mencapai target penjualan.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable) Kinerja penjualan akan digunakan sebagai variabel terikat (dependent variable) di dalam penelitian ini. Mengacu pada pendapat Basu Swasta (1990 : 403) dalam Setyo Rini (2005) indikator yang digunakan dalam pengukuran kinerja penjualan yang merupakan tujuan dari penjualan meliputi kuantitas (volume) penjualan, laba penjualan, dan pertumbuhan penjualan perusahaan.

19

B. Kerangka Berpikir Tujuan dari suatu perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan. Tujuan tersebut dapat diperoleh apabila penjualan meningkat. Untuk meningkatkan jumlah penjualan khususnya di perusahaan farmasi, diperlukan adanya tenaga kerja yang dapat memberikan informasi yang benar terutama di bidang obat ethical kepada para praktisi kesehatan. Tenaga kerja yang melakukan pemasaran tersebut yaitu para medical representatives haruslah memiliki keahlian, keterampilan dan pengetahuan dalam bekerja. Apabila tenaga kerja tersebut tidak memiliki keahlian dan keterampilan dalam berkomunikasi serta pengetahuan akan produk apa yang akan disampaikan tentunya akan membuat target audience dalam hal ini para praktisi kesehatan akan menjadi ragu dalam memilih produk tersebut dan akan berakibat menurunkan penjualan dan merugikan perusahaan. Kemampuan para medical representatives untuk mempromosikan

produknya dan meningkatkan penjualannya sangatlah dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan diri para medical representatives itu sendiri maupun faktor-faktor lainnya, seperti latar belakang pendidikan, ketrampilan, disiplin, motivasi, sikap dan etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan lingkungan dan iklim kerja, sarana, manajemen dan kesempatan berprestasi. Penjualan yang tinggi dapat dicapai oleh medical representatives yang mempunyai motivasi dan disiplin kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya memasarkan produk obat-obatan. Motivasi dapat menimbulkan

kemampuan bekerja serta bekerja sama yang secara tidak langsung akan meningkatkan penjualan perusahaan. Semangat kerja yang tinggi akan tercermin berupa kesediaan bekerja keras dengan sungguh-sungguh, tekun dan bergairah, bekerja dengan senang dan bertanggung jawab terhadap tugas, adanya hubungan yang harmonis dan bekerja sama dalam bekerja yang didukung dengan kondisi lingkungan kerja yang baik dan kesempatan mengembangkan diri. Motivasi kerja harus didukung dengan disiplin kerja. Apabila motivasi kerja para medical representatives tinggi tetapi tidak memiliki kedisiplinan kerja yang tinggi maka kemampuan yang dimilikinya pun tidak akan ada hasilnya karena mereka tidak akan bekerja sesuai dengan standar yang diinginkan perusahaan. Dengan kata lain, faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat penjualan adalah disiplin kerja. Disiplin kerja dapat dikatakan baik apabila para medical representatives patuh pada peraturan perusahaan, dapat melaksanakan strategi detailing sesuai standar, tanggung jawab yang tinggi, dan dapat memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien sesuai dengan target penjualan.

20

Penulis berasumsi bahwa dengan meningkatnya motivasi kerja dan disiplin kerja medical representatives akan berpengaruh pula dengan meningkatnya angka penjualan. Situasi dan kondisi lingkungan, rasa tanggung jawab dan harga diri, penerapan demokrasi yang tepat dalam tugas pekerjaan medical representatives akan meningkatkan motivasi kerja. Motivasi dan disiplin kerja yang tinggi dari para medical representatives akan meningkatkan penjualan, sedangkan hilangnya motivasi dan disiplin kerja akan berpengaruh pada efisiensi kerja dan efektivitas tugas pekerjaan yang akhirnya akan merugikan perusahaan. Berdasarkan teori-teori diatas dapat dikemukakan bahwa terdapat pengaruh antara motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja penjualan, sebagai kerangka pemikiran penyusunan penelitian yang dapat digambarkan sebagai berikut :

MOTIVASI KERJA (X1)Indikator : Pemenuhan Kebutuhan Fisik Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan Pemenuhan Kebutuhan Sosial Pemenuhan Kebutuhan Status / Kekuasaan Pemenuhan Kebutuhan Aktualisasi Diri

KINERJA PENJUALAN (Y)Indikator : Kuantitas Kinerja Penjualan Kualitas Kinerja Penjualan Penggunaan Jam Kerja

DISIPLIN KERJA (X2)Indikator ; Ketepatan waktu Kepatuhan pada peraturan Kesesuaian penerapan strategi

Gambar 2. Kerangka Berpikir

21

C. Hipotesis Penelitian Hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua variable atau lebih yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Uma Sekaran , 2003). Hipotesis ini dibagi menjadi hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Hipotesis nol (null hypotheses) yaitu pernyataan dua atau lebih variabel yang tidak ada hubungannya atau tidak saling mempengaruhi, sedangkan hipotesis alternatif adalah pernyataan yang mengungkapan adanya hubungan antara dua variable atau lebih. Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis Nol ( H0 ) : Ho : Tidak ada pengaruh antara motivasi kerja terhadap kinerja penjualan medical1

representatives pada PT. Darya Varia Bandung. Ho2 : Tidak ada pengaruh antara disiplin kerja terhadap kinerja penjualan medical representatives pada PT. Darya Varia Bandung. Ho : Tidak ada pengaruh antara motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja3

penjualan medical representatives pada PT. Darya Varia Bandung.

Hipotesis alternative ( Ha ) : Ha : Ada pengaruh antara motivasi kerja terhadap kinerja penjualan medical1

representatives pada PT. Darya Varia Bandung. Ha : Ada pengaruh antara disiplin kerja terhadap kinerja penjualan medical2

representatives pada PT. Darya Varia Bandung. Ha : Ada Pengaruh antara motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja3

penjualan medical representatives pada PT. Darya Varia Bandung.

22