proposal minggu 2 ikm

44
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pekerja adalah asset utama perusahaan atau instansi. Tinggi rendahnya output yang dihasilkan baik berupa barang ataupun jasa semuanya tergantung dari produktivitas pekerjanya apakah produktivitasnya tinggi ataukah produktivitasnya rendah sedangkan baik buruknya produk atau kinerja yang dihasilkan tergantung dari pada kualitas pekerja di suatu perusahaan atau instansi tersebut sehingga untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi dan produk yang berkualitas maka kesehatan pekerja sangat penting untuk diperhatikan. Produktivitas di kantor sering diukur sendiri, yaitu dengan melaporkan keterbatasan di tempat kerja atau keterbatasan dalam jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Para penulis menemukan bahwa orang yang menderita diabetes mellitus cenderung untuk menjadi kurang produktif di tempat kerja daripada orang yang tidak menderita diabetes mellitus. Hal ini menjelaskan bahwa produktivitas ini berkurang karena perbedaan status kesehatan atara pekerja dengan penyakit diabetes dengan pekerja tanpa penyakit diabetes. Untuk itu, kami ingin melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat produktivitas kerja pada pekerja yang memiliki riwayat penyakit diabetes atau pernah terdiagnosis diabetes oleh dokter.

Upload: qys90

Post on 01-Dec-2015

100 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ikm minggu 2

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Pekerja adalah asset utama perusahaan atau instansi. Tinggi rendahnya output

yang dihasilkan baik berupa barang ataupun jasa semuanya tergantung dari

produktivitas pekerjanya apakah produktivitasnya tinggi ataukah produktivitasnya

rendah sedangkan baik buruknya produk atau kinerja yang dihasilkan tergantung dari

pada kualitas pekerja di suatu perusahaan atau instansi tersebut sehingga untuk

menghasilkan produktivitas yang tinggi dan produk yang berkualitas maka kesehatan

pekerja sangat penting untuk diperhatikan.

Produktivitas di kantor sering diukur sendiri, yaitu dengan melaporkan

keterbatasan di tempat kerja atau keterbatasan dalam jumlah pekerjaan yang

dilakukan oleh karyawan. Para penulis menemukan bahwa orang yang menderita

diabetes mellitus cenderung untuk menjadi kurang produktif di tempat kerja daripada

orang yang tidak menderita diabetes mellitus. Hal ini menjelaskan bahwa

produktivitas ini berkurang karena perbedaan status kesehatan atara pekerja dengan

penyakit diabetes dengan pekerja tanpa penyakit diabetes.

Untuk itu, kami ingin melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat

produktivitas kerja pada pekerja yang memiliki riwayat penyakit diabetes atau pernah

terdiagnosis diabetes oleh dokter.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan masalah dari penelitian ini yaitu: “Apakah ada hubungan antara diabetes

mellitus dengan produktivitas kerja?”

I.3 Tujuan

I.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara diabetes

mellitus dan produktivitas kerja

I.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja mengenai diabetes mellitus

2. Untuk mengetahui beban kerja pekerja di kantor

3. Untuk mengetahui jumlah ketidakhadiran pekerja yang diakibatkan

kesehatan

4. Untuk mengetahui jam kerja efektif pekerja dengan diabetes setiap minggu

5. Untuk mengetahui adanya keterbatasan kerja yang diakibatkan kesehatan

pada pekerja

6. Untuk mengetahui faktor hazard yang mempengaruhi hubungan antara

diabetes mellitus dengan produktivitas kerja

7. Untuk mengetahui upaya-upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

yang diberikan pada pekerja dengan diabetes

8. Untuk mengetahu faktor hazard secara umum di kantor tempat sampel

diambil

I.4 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui pengetahuan pekerja mengenai diabetes mellitus

2. Mengetahui beban kerja pekerja di kantor

3. Mengetahui jumlah ketidakhadiran pekerja yang diakibatkan kesehatan

4. Mengetahui jam kerja efektif pekerja dengan diabetes setiap minggu

5. Mengetahui adanya keterbatasan kerja yang diakibatkan kesehatan pada

pekerja

6. Mengetahui faktor hazard yang mempengaruhi hubungan antara diabetes

mellitus dengan produktivitas kerja

7. Mengetahui upaya-upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang

diberikan pada pekerja dengan diabetes

8. Mengetahui faktor hazard secara umum di kantor tempat sampel diambil

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Diabetes Mellitus

II.1.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah suatu kelainan yang ditandai dengan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak serta protein dan sering terjadi hiperglikemia dan

glukosuria.1

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis gangguan metabolik pada

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dalam tubuh sebagai sumber energi,

akibat kekurangan hormon insulin yang dibentuk pankreas. Hal ini dapat

mengakibatkan kadar gula dalam darah meningkat dan kelebihannya akan

dikeluarkan melalui ginjal dan selanjutnya melalui urine.1

Menurut Suyono S secara umum diabetes mellitus merupakan kumpulan

gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya

peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin. 1

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, diabetes

mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua- duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,

terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1

II.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus

Secara umum, dari jenis kelamin, prevalensi diabetes pada pria dan

wanita tidak jauh berbeda. 11,2% dari seluruh pria yang berusia di atas 19

tahun mempunyai diabetes dan 10,2% dari seluruh wanita yang berusia lebih

dari 19 tahun mempunyai diabetes dan 2-4 kali lebih tinggi pada wanita

berkulit hitam non-Hispanic, Hispanic, Indian Amerika, dan Asia

dibandingkan dengan wanita berkulit putih non-Hispanic. 2

Untuk data prevalensi diabetes menurut ras atau etnik didapatkan data

6,6% untuk orang kulit putih non-Hispanic, 7,5% untuk Asia Amerika, 10,4%

untuk Hispanic, dan 11,8% untuk orang kulit hitam non-Hispanic. 2

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di

Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 sampai dengan

1,6%, kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang,

2,3% dan di Manado 6%.2

Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan di daerah itu

banyak perkawinan antara kerabat. Sedangkan di Manado, Waspadji

menyimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada studi itu populasinya

terdiri dari orang- orang yang datang dengan sukarela, jadi agak lebih selektif.

Tetapi, kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan

Filipina, ada kemungkinan bahwa prevalensi di Manado memang tinggi,

karena prevalensi diabetes di Filipina juga tinggi yaitu sekitar 8,4% sampai

12% di daerah urban dan 3,85 sampai 9,7% di daerah rural. 2

Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM

di daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di

daerah rural yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di Jawa Barat

tahun 1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara

prevalensi di daerah urban dengan daerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa

gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi, di Jawa Timur angka itu

tidak berbeda yaitu 1,43 % di daerah urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini

mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi

(DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain di daerah rural di Jawa

Timur, yaitu sebesar 21,2% dan seluruh diabetes di daerah itu. 2

Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok

didapatkan prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat

mengejutkan. Demikian juga di Makasar, prevalensi diabetes terakhir tahun

2005 yang mencapai 12,5%.2

Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi

dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu

populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih

tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan

DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis. 2

II.1.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 terjadi kelainan dasar seperti resistensi

insulin, kenaikan produksi glukosa di hati atau sekresi insulin yang kurang.

Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan diabetes klinis. Sel beta

pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemia.

Kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian

setelah terjadi kelelahan sel beta pankreas baru terjadi diabetes mellitus klinis,

yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi

kriteria diagnosis diabetes mellitus.3

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan resistensi insulin adalah sel

beta sebagai penghasil insulin tidak normal sehingga molekul insulin tidak

normal atau perubahan proinsulin menjadi insulin tidak sempurna, adanya

insulin antagonis seperti hormon pertumbuhan dan lain-lain, atau kerusakan

jaringan target misalnya rusaknya reseptor insulin. Pada keadaan seperti ini

walaupun jumlah insulinnya banyak tetapi tidak dapat memasukkan glukosa

ke dalam sel. 3

Penyebab hiperglikemia lainnya pada diabetes adalah gangguan fungsi

glukostatik hati. Hati mengambil glukosa dari darah dan menyimpannya

sebagai glikogen, karena memiliki glukosa-6-fosfatase hati juga mengeluarkan

glukosa ke dalam aliran darah. Insulin mempermudah sintesis glikogen dan

menghambat keluarnya glukosa dari hati. Bila glukosa plasma tinggi maka

sekresi insulin secara normal meningkat dan glukogenesis hati juga

meningkat, tetapi efek inilah yang tidak terjadi pada diabetes.. 3

Glukosa dalam darah yang tidak dapat ditransportasi ke dalam sel

untuk diubah menjadi glikogen akan mengakibatkan naiknya tekanan osmosis

dalam pembuluh darah sehingga cairan dalam sel keluar dan terjadilah

dehidrasi sel. 3

Ketika glukosa darah berlebihan di dalam ginjal maka glukosa akan

dikeluarkan melalui urine, dengan kata lain hiperglikemia mengakibatkan

glikosuria (adanya glukosa dalam air kencing) yang mengakibatkan tekanan

osmosis dalam urine naik dan mencegah reabsorbsi air sehingga

mengakibatkan poliuria (banyak kencing). Pada saat mengeluarkan banyak

cairan, Na+ dan K+ dari jaringan intraseluler juga ikut keluar sehingga

mengakibatkan rasa haus dan polidipsi sebagai akibat berkurangnya cairan. 3

Karena sel tidak dapat menggunakan glukosa maka tidak ada sumber

energi, sehingga energi didapatkan dari katabolisme protein otot dan jaringan

lemak. Katabolisme otot akan mengakibatkan turunnya berat badan.

Katabolisme jaringan lemak akan mengakibatkan ketosis apabila terlalu

banyak asam lemak yang pecah. Otot tidak mampu menggunakan dengan

cepat, sehingga diubah menjadi badan- badan keton oleh hati. Tubuh

mengeluarkan badan-badan keton melalui urine sehingga timbul ketonuria

yang disertai dengan pengeluaran Na+ dan K+. Penimbunan badan-badan

keton akan mengakibatkan terjadinya ketoasidosis. Penyesuaian tubuh untuk

mengatasi adanya ketoasidosis dengan cara meningkatkan pernapasan untuk

mengeluarkan CO2 dan asam dikeluarkan melalui ginjal. 3

Bila hal ini terus berlangsung tubuh akan banyak kehilangan ion Na, K

dan bikarbonat. Konsekuensinya tubuh kekurangan cadangan untuk

menetralisir asam sehingga ph darah turun dan mengakibatkan ketoasidosis

yang parah. Kegagalan untuk memperbaiki ketoasidosis mengakibatkan

hipovolemia yang akan menjadi koma diabetik dan kematian. 3

Diabetes mellitus tipe 2 umumnya tidak rentan terhadap perkembangan

ketoasidosis diabetik, tetapi berisiko terhadap koma hiperglikemia

hiperosmolar nonketosis yang merupakan konsekuensi utama dari ketoasidosis

diabetik. Sedangkan komplikasi kronis terjadi apabila kadar glukosa darah

tetap tinggi dalam jangka waktu yang lama, sel darah merah menjadi keras dan

kaku, sulit untuk melalui pembuluh darah kapiler. Setelah beberapa lama

pembuluh darah kapiler menjadi lemah, sehingga dapat berdarah atau

kebocoran protein. Dinding pembuluh darah yang rusak itu akan membentuk

jaringan seperti bekas luka yang telah sembuh menyebabkan dinding yang

tadinya tipis menjadi lebih tebal. Tetapi ruangan di dalam pembuluh darah

kapiler itu menjadi sempit, sehingga memperlambat aliran darah. 3

Pembuluh darah yang besar atau pembuluh arteri bisa juga rusak oleh

kadar glukosa darah yang tinggi. Sama seperti pembuluh kapiler, pembuluh

arteri juga terbentuk bekas luka. Makin banyak jaringan bekas luka terbentuk,

makin keras dan kaku pembuluih darah itu, ditambah lagi jaringan bekas luka

itu menangkap kolesterol yang ada di dalam peredaran darah. Dengan

terjadinya keadaan ini, maka jantung dipaksa bekerja lebih keras memompa

darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah pun meningkat dan kemungkinan

terjadinya serangan jantung dan stroke makin besar. Peredaran darah ke

lengan, tungkai, dan bagian tubuh yang lainnya menjadi terganggu, sehingga

terjadilah komplikasi makro dan mikroangiopati. 3

Glukosa darah yang tinggi juga merupakan tempat yang sangat baik

untuk berkembangnya kuman penyebab infeksi. Sel-sel darah putih yang

biasanya bertugas melawan infeksi kerjanya menjadi lambat, sehingga

membuat kuman berkembang dan penderita menjadi rentan terhadap infeksi. 3

II.1.4 Gejala dan Tanda-tanda Penyakit Diabetes Mellitus

Gejala dan tanda-tanda penyakit diabetes mellitus dapat digolongkan menjadi

gejala akut dan gejala kronik. 4

II.1.4.1 Gejala Akut

Gejala akut adalah gejala yang umum timbul dengan tidak mengurangi

kemungkinan adanya variasi gejala lain, bahkan ada penderita diabetes yang tidak

menunjukkan gejala apapun sampai pada saat tertentu.

a. Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi 3P yaitu: - banyak makan (polifagia)-

banyak minum (polidipsia)- banyak kencing (poliuria)Dalam fase ini biasanya

penderita menunjukkan berat badan yang terus naik (bertambah gemuk), karena

pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi.

b. Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama kelamaan mulai timbul gejala

yang disebabkan oleh kurangnya insulin yaitu polidipsia, poliuria dan beberapa

keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, bahkan kadang-kadang timbul

rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai: - banyak minum

- banyak kencing- berat badan turun dengan cepat (bisa 5-10 kg dalam waktu 2-4

minggu)- mudah lelah- bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan

penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik

II.1.5.2 Gejala Kronik

Kadang-kadang penerita diabetes mellitus tidak menunjukkan gejala akut

(mendadak) tetapi baru menunjukkan gejala sesudah beberapa bulan atau

beberapa tahun mengidap penyakit diabetes mellitus. Gejala ini disebut gejala

kronik atau menahun. Gejala-gejala kronik yang sering timbul yaitu:- kesemutan-

kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum- rasa tebal di kulit sehingga

kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur- kram- capai- mudah mengantuk-

mata kabur, biasanya sering ganti kacamata- gatal di sekitar kemaluan, terutama

wanita- gigi mudah goyah dan mudah lepas- kemampuan seksual menurun,

bahkan impoten- para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin

dalam kandungan atau dengan berat badan lahir > 4 kg. 4

II.1.5 Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis diabetes mellitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar

glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria

saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah

yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,

pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. 5

Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah

seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang melakukan program

pemanatauan kendali mutu secara teratur. Walaupun demikian sesuai dengan

kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena

ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang

berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan

dapat diperiksa glukosa darah kapiler. 5

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring.

Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau

tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM.

Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil

pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa

darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan

tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. 5

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas

DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan

pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada

pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan

glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga

digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas

DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal,

belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian

lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa

darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari

yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar

glukosa darah paska pembebanan ≥ 200 mg/dl. 5

II.1.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya Diabetes

Mellitus

Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada beberapa faktor yang

berhubungan dengan timbulnya DM antara lain faktor lingkungan (sosial

ekonomi, infeksi virus, obat-obatan atau zat kimia, hormon, alkohol) dan

genetik, geografi (rural atau urban), obesitas, nutrisi, stres, umur, jenis

kelamin, olah raga (aktivitas fisik), paritas, dan penyakit (pankreas dan sirosis

hepatis). 6

Beberapa kelompok orang yang mempunyai risiko tinggi untuk

menderita DM antara lain6 :

a. Mempunyai riwayat keluarga yang menderita DM

b. Obesitas atau gemuk ( >120% BB idaman) atau IMT >27 kg/m2

c. Berumur lebih dari 45 tahun

d. Hipertensi ( >140/90 mmHg)

e. Riwayat melahirkan bayi lebih dari 4000 gram

f. Riwayat diabetes gestasional

g. Dislipidemia (kolesterol HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250

mg/dl)

Selain beberapa faktor di atas, faktor lain yang meningkatkan risiko

untuk timbulnya DM adalah kurangnya olahraga (aktivitas fisik), stres,

konsumsi obat- obatan, hormon dan perilaku makan yang tidak seimbang. 6

II.1.6.1 Faktor Genetik (keturunan)

Telah diketahui bahwa faktor genetik (keturunan) mempunyai

pengaruh yang besar terhadap timbulnya DM, baik pada DM tipe 1 maupun

DM tipe 2. Pasangan kembar identik dari pasien DM tipe 1 mempunyai risiko

30-50 % untuk menjadi DM tipe 1 juga. Anak dari pasien dengan DM tipe 1

mempunyai risiko yang besar untuk menderita DM tipe 1 juga dan risikonya

lebih besar bila ayah yang menderita DM daripada ibunya yang menderita DM

tipe 1. Sedangkan pada pasangan kembar identik dari pasien DM tipe 2 maka

hampir 100 % juga akan menderita DM tipe 2 dan sekitar 25 % dari pasien

DM tipe 2 ini juga mempunyai keluarga yang satu generasi di atasnya

mempunyai riwayat DM tipe 2. 6

Dari hasil penelitian Jota (1998) di bagian penyakit dalam FK UNHAS

didapatkan sebagian besar (63%) penderita mengaku tidak mempunyai riwayat

DM dalam keluarga, sebanyak 17% mengatakan DM didapatkan dari orang

tuanya, 18% dari saudara kandung dan 1,8% penderita menyatakan dari

anaknya. Dari penelitian Purnawati (1999) di RSUPN Cipto Mangunkusumo

Jakarta, sebanyak 25,4% pasien. mengatakan mempunyai riwayat penyakit

DM dalam keluarga dan 74,6% diantaranya tidak mempunyai riwayat DM

dalam keluarga. 6

II.1.6.2 Jenis Kelamin

Perempuan mempunyai risiko lebih besar untuk menderita diabetes

mellitus, berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya

termasuk faktor risiko untuk terjadinya diabetes mellitus (Perkeni, 1998).

Sumual et al (1985) menyatakan bahwa pada pasien DM rawat jalan di RSU

Gunung Wenang Manado yaitu proporsi penderita lebih banyak ditemukan

pada perempuan (63,3%). Sedangkan dalam penelitian Hendro Martono

(1999) ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan

terhadap laki-laki. Demikian pula pada penelitian Media, et al (1998) dan

Suryoko (2001) didapatkan proporsi pasien diabetes mellitus perempuan lebih

besar daripada laki-laki. 6

II.1.6.3 Umur

Soerachmad menyatakan bahwa pada umumnya insiden diabetes akan

meningkat dengan bertambahnya umur. Insiden tertinggi terjadi pada rentang

umur 50 – 60 tahun. Sedangkan Adam dan Samad menyatakan bahwa DM

dapat mengenai semua umur akan tetapi sebagian besar ditemukan pada umur

di atas 45 tahun dengan puncaknya pada umur 45 – 65 tahun. Penelitian di

Surabaya tahun 1980 – 1981 menunjukkan bahwa prevalensi DM pada umur

di atas 20 tahun sebesar 1,43 % sedangkan prevalensi DM pada umur di atas

40 tahun adalah sebesar 4,16 %.6

II.1.6.4 Pekerjaan

Soerachmad menyatakan bahwa proporsi terbesar mengenai jenis

pekerjaan pasien DM yang dirawat inap di RS Hasan Sadikin adalah

pensiunan PNS/ABRI. Sedangkan hasil penelitian Media di 3 kota yaitu DKI

Jakarta, DI Yogyakarta dan Surabaya mendapatkan sebanyak 30,6 % penderita

DM yang berobat ke pengobatan tradisional di DKI Jakarta bekerja sebagai

PNS/ABRI/BUMN, sebanyak 27,0 % di DI Yogyakarta adalah wiraswasta dan

di Surabaya 28,9 % orang penderita mempunyai pekerjaan lain. Kejadian

diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada kelompok yang tidak bekerja. Hal

ini dapat dikaitkan dengan intensitas pergerakan tubuh yang lebih tinggi pada

orang yang bekerja dibanding tidak bekerja, sehingga terjadi pembakaran

lemak dalam tubuh. 6

Orang yang beraktivitas fisik cukup tinggi tubuhnya dapat mengubah

glukosa menjadi glikogen yang tersimpan dalam otot secara lebih cepat

daripada yang tidak terlatih fisiknya dan bila aktivitas ini dilakukan secara

teratur maka dapat menambah penyimpanan glikogen otot. 6

II.1.6.5 Status Perkawinan

Adam dan Samad menyatakan bahwa kejadian diabetes mellitus pada

wanita yang berstatus kawin pada umumnya lebih tinggi daripada pria. Hal itu

dihubungkan dengan kejadian faal pada wanita itu sendiri seperti kehamilan

dan pada wanita yang kawin dalam hidupnya sebagian besar pernah

mengalami kehamilan. Masa kehamilan adalah waktu yang memberikan stres

(tekanan) tambahan kepada tubuh manusia. Tubuh mungkin tidak mampu

memproduksi insulin selama waktu kehamilan tersebut, kira-kira 1% dari

seluruh perempuan bisa menunjukkan gejala- gejala diabetes pada waktu

separuh terakhir masa kehamilan. 6

II.1.6.6 Olahraga (aktivitas fisik)

Salah satu gaya hidup modern ditandai dengan kurangnya aktivitas

fisik termasuk olahraga, dimana untuk melakukan kegiatannya orang sudah

dibantu dengan berbagai peralatan mulai alat sederhana sampai yang canggih

dimana sebelumnya semuanya dilakukan secara manual. Orang yang aktivitas

fisiknya cukup tinggi (misalnya berolahraga) tubuhnya dapat mengubah

glukosa menjadi glikogen untuk disimpan di dalam otot lebih cepat

dibandingkan dengan mereka yang tidak terlatih fisiknya dan bila aktivitas

fisik ini dilakukan secara teratur maka dapat meningkatkan penyimpanan

glikogen di dalam otot. 6

Latihan fisik yang optimal dan dilaksanakan secara rutin, dapat

memperbaiki sensitifitas sel terhadap insulin. Di samping itu meningkatnya

penggunaan energi waktu olahraga yang dikombinasikan dengan pembatasan

masukan kalori dapat menurunkan berat badan. Kedua mekanisme tersebut

sangat sesuai bagi penderita diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin

khususnya yang gemuk untuk penurunan kadar glukosa darah. 6

Olahraga yang teratur memberikan manfaat bagi penderita diabetes

mellitus, yaitu berkurangnya risiko komplikasi kardiovaskuler melalui

mekanisme perbaikan profil lemak dan perbaikan hipertensi. Latihan fisik

yang teratur ternyata bermakna menurunkan kadar trigliserid, LDL, VLDL,

serta menaikkan kadar HDL. Perbaikan profil lipid tersebut memerlukan

latihan fisik yang cukup intensif, misalnya olahraga lari 9-12 mil seminggu

dan ditingkatkan bertahap mencapai 40 mil seminggu. Dampak positif dari

olahraga terhadap perbaikan hipertensi ringan sampai sedang, dapat mencapai

penurunan tekanan sistolik dan diastolik sekitar 5-10 mmHg, dan dijumpai

adanya korelasi dengan penurunan kadar insulin dan trigliserid. 6

Manfaat olahraga bagi penderita diabetes dapat diuraikan secara

singkat sebagai berikut6 :

1. Menurunkan kadar glukosa darah selama dan setelah olahraga

2. Menurunkan kadar insulin basal dan postprandial

3. Meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap insulin

4. Menurunkan kadar glycosilated haemoglobin

5. Memperbaiki profil lipid (menurunkan kadar trigliserida, sedikit

menurunkan kadar LDL, meningkatkan HDL)

6. Perbaikan tekanan darah pada hipertensi ringan sampai sedang

7. Mengintensifkan penggunaan sumber energi

8. Memperbaiki kondisi kardiovaskular

9. Meningkatkan physical fitness

10. Meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup

II.1.6.7 Faktor Kegemukan (Obesitas)

Obesitas atau kegemukan adalah kata yang digunakan untuk

menunjukkan adanya penumpukan lemak tubuh yang melebihi batas normal.

Penumpukan lemak tubuh yang berlebihan dapat dilihat dengan mudah, tetapi

batasan seseorang disebut obesitas adalah apabila nilai RBW (Relative Body

Weight) terhadap tinggi badan lebih dari 120%. Selain itu kegemukan juga

dapat dihitung dengan mencari nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu berat

badan dalam kg dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter, dimana seseorang

disebut obesitas bila nilai IMT lebih dari 27 kg/m2. Dalam Konsensus

pengelolaan DM. Nilai IMT disesuaikan dengan Berat Badan Ideal (BBI). 6

Pada penelitian Sumual et al terhadap pasien DM yang berobat jalan di

poliklinik metabolik endokrin RSU Gunung Wenang Manado, didapatkan

lebih dari separuh (52,94%) penderita mempunyai status gizi normal,

penderita dengan obesitas sebanyak 30,45% dan yang kurus 16,61%. Pada

penelitian tersebut ditemukan proporsi wanita lebih banyak (75%)

dibandingkan pria (25%). Pada penelitian Sibuea (1999) ditemukan 11 % dari

172 pasien adalah pada mereka yang mempunyai berat badan lebih (obesitas)

dan 47,01% berat badan normal serta 12,2% dengan berat badan kurang. Di

Indonesia penderita diabetes pada umumnya ditemukan pada pasien dengan

kondisi gizi normal sementara di Amerika dan negara-negara barat kasus

diabetes banyak ditemukan pada mereka yang gemuk (obesitas). 6

II.1.7. Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus

II.1.7.1 Amputasi

Diabetes adalah penyebab kedua teratas setelah kecelakaan dari

amputasi anggota tubuh bagian bawah. Risiko amputasi tungkai adalah 15-40

kali lebih besar pada seseorang yang menderita diabetes dibandingkan mereka

yang normal.7

II.1.7.2 Kebutaan (Retinopati)

Diabetes adalah penyebab utama dari kasus-kasus baru kebutaan orang

dewasa yang berusia antara 20-74 tahun. 7

II.1.7.3 Komplikasi pada kehamilan

Kontrol yang kurang baik pada diabetes sebelum pembuahan dan

selama trimester pertama suatu kehamilan dapat menyebabkan cacat bawaan

utama pada tingkat 5-10 persen kehamilan dan menyebabkan keguguran

sampai 15- 20%. Diabetes yang kurang dikontrol selama trimester kedua dan

ketiga kehamilan dapat berakibat besarnya berat bayi yang dikandung yang

dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan bayi. 7

II.1.7.4 Penyakit Gigi

Penyakit gigi atau gusi lebih umum terjadi pada penderita diabetes

daripada mereka yang bukan penderita. Hampir sepertiga jumlah penderita

diabetes mempunyai penyakit periodontal yang berat dengan bergesernya

jarak antara gigi dan gusi sebesar 5mm atau lebih. 7

II.1.7.5 Penyakit Jantung dan Stroke

Penderita diabetes dua sampai dengan empat kali lebih besar

kemungkinannya untuk menderita penyakit jantung atau mengalami stroke.

Lebih tepatnya, penyakit jantung adalah penyebab utama dari kematian yang

berhubungan dengan diabetes, delapan dari sepuluh orang dengan diabetes

meninggal karena penyakit kardiovaskular. 7

II.1.7.6 Kerusakan Ginjal (Nefropati)

Diabetes adalah penyebab utama penyakit ginjal, terhitung sampai

43% dari seluruh kasus ginjal yang baru. Komplikasi ini sering menuntut

pencangkokan ginjal atau cuci darah, yang keduanya dapat menyebabkan stres

karena melelahkan, rumit, dan memakan biaya yang banyak bagi mereka yang

ingin bertahan hidup. 7

II.1.7.7 Kerusakan Saraf (Neuropati)

Enam puluh sampai tujuh puluh persen penderita diabetes menderita

kerusakan saraf yang ringan sampai dengan berat, yang menimbulkan rasa

mendenging, rasa terbakar atau rasa kebas di kaki dan atau tangan, penyakit

pencernaan, problema seksual (disereksi pada laki-laki atau tidak dapat

mencapai orgasme pada laki-laki dan perempuan). Keadaan yang sangat hebat

dari penyakit diabetes yang mengenai saraf merupakan faktor penyebab

terbesar diamputasinya anggota gerak tubuh bawah. 7

II.1.7.8 Penyakit Lain

Penderita diabetes mempunyai risiko untuk menderita beragam jenis

kanker, seperti kanker usus besar, kanker prostat, kanker payudara, dan kanker

endometrial. Mereka juga berisiko menderita penyakit lain, yang mempunyai

prognosis yang sangat jelek dibandingkan pada orang yang tidak menderita

diabetes. Sebagai contoh, penderita diabetes dapat meninggal hanya

disebabkan oleh sakit radang paru-paru atau influenza diabndingkan mereka

yang tidak menderita diabetes. Risiko kematian penderita diabetes adalah dua

kali lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki diabetes. 7

II.2 Produktivitas Kerja

II.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja

Produktivitas kerja sebenarnya mencakup tentang suatu sikap mental

yang selalu mempunyai pandangan kehidupan mengenai pelaksanaan produksi

didalam suatu perusahaan dimana dalam memproduksi untuk hari ini

diharapkan lebih baik dari hari kemarin begitu juga sistem kerjanya.

Seseorang selalu mencari perbaikan- perbaikan dengan berfikir dinamis,

kreatif serta terbuka. 8

Pengertian dari produktivitas, berikut ini pembahasan yang

dikemukakan oleh Sukamto, dalam bukunya yang berjudul manajemen

produksi replasi menyatakan bahwa : “Produktivitas adalah nilai output dalam

hubungan dengan suatu kesatuan input tertentu. Peningkatan produktivitas

yang berarti jumlah sumber daya yang digunakan dengan jumlah barang dan

jasa yang diproduksi semakin meningkat dan membaik”. Sedangkan menurut

Moekijat, produktivitas adalah “Perbandingan jumlah keluaran (output)

tertentu dengan jumlah masukan (input) tertentu untuk jangka waktu

tertentu”.8

Dewan Produktivitas Nasional Indonesia telah merumuskan definisi

produktivitas secara lengkap yaitu sebagai berikut8:

a. Produktivitas pada dasarnya merupakan suatu sikap mental yang selalu

mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari

kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

b. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara

hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang

digunakan (input).

c. Produktivitas mempunyai dua dimensi, yaitu efektivitas yang mengarah

pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang

berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Yang kedua efisiensi yang

berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi

penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Menurut L. Greenberg dalam Sinungan (2009), mendefinisikan

produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu

tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga

diartikan sebagai perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil,

perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan

dalam satu – satuan (unit) umum. 8

Kesimpulan dari uraian diatas bahwa produktivitas adalah : suatu

ukuran mengenai apa yang diperoleh dari apa yang dibutuhkan. Perawat

memegang peranan utama dalam proses peningkatan produktivitas, karena alat

produksi dan teknologi pada hakikatnya merupakan hasil karya manusia.

Produktivitas perawat mengandung pengertian pernbandingan hasil yang

dicapai perawat dengan jangka waktu tertentu. 8

II.2.2 Pengukuran Produktivitas

Untuk mengukur produktivitas sering kali tidak dapat dilihat dan sulit

untuk diukur, menggunakan teknik – teknik pengukuran yang dapat diketahui

suatu produktivitas, untuk itu akan dikemukakan beberapa cara untuk mengukur

produktivitas kerja yaitu : Ilyas (1999), mengemukakan pengukuran produktivitas

dengan dua cara : “physical productivity” dan “value productivity”. Yang

dimaksud dengan pengukuran physical productivity adalah pengukuran

produktivitas secara kuantitatif dengan unit pengukuran dapat berupa ukuran

(size), panjang, jumlah unit, berat, waktu dan jumlah sumber daya manusia.

Sedangkan value productivity adalah pengukuran produktivitas dengan

menggunakan nilai uang sebagai tolak ukur sehingga tingkat produktivitas

dikonversi kebentuk rupiah.8

Curtin menunjukkan bahwa proses ini dapat diukur secara obyaktif, sebagai

berikut8:

a. Tujuan pengukuran kemanjuran (efficacy); masa pendidikan formal, penghargaan

akademis, keterangan melanjutkan pendidikan ketrampilan serta pengalaman.

b. Tujuan pengukuran efektifitas; menunjukkan kemampuan dalam melaksanakan

prosedur, ketepatan memprioritaskan kegiatan, penampilan kerja secara

profesional dan sesuai dengan standar, memberikan informasi yang jelas dan

tepat pada orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain.

c. Tujuan pengukuran efisiensi; sikap yang cepat tanggap, kehadiran, tahan uji,

ketelitian, dapat beradaptasi dan secara ekonomis dapat melakukan penghematan.

II.2.4 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Hariandja, mengatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi

produktivitas adalah: kemampuan; kecakapan yang dimiliki berdasarkan

pengetahuan, lingkungan kerja yang menyenangkan menambah kemampuan

tenaga kerja. Sikap; yang menyangkut perangai tenaga kerja yang banyak

dihubungkan dengan moral dan semangat kerja. Situasi dan keadaan lingkungan;

faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan dimana semua karyawan dapat

bekerja dengan tenang serta sistem kompensasi yang ada. Motivasi; tiap tenaga

kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha meningkatkan produktivitas. Upah;

upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dapat

menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Tingkat pendidikan; latar belakang

pendidikan dan latihan dari tenaga kerja akan mempengaruhi produktivitas,

karena perlu diadakan peningkatan pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja.

Perjanjian kerja; merupakan alat yang menjamin hak dan kewajiban karyawan

sebaiknya ada unsur – unsur peningkatan produktivitas kerja. Penerapan

teknologi; kemajuan teknologi sangat mempengaruhi produktivitas, karena itu

penerapan teknologi harus berorientasi mempertahankan produktivitas.8

Produktivitas dalam Swansburg dan Swansburg (1999), mendefinisikan

produktivitas adalah perbandingan antara jam pegawai yang dibutuhkan dengan

jam kerja pegawai yang diberikan dikalikan 100% sama dengan persen

produktivitas. Selanjutnya produktivitas dapat ditingkatkan dengan mengurangi

“jam kerja pegawai yang diberikan”, sementara “jam kerja pegawai yang

dibutuhkan” tetap atau meningkat. Data-data ini menjadi informasi ketika

dihubungkan pada sebuah tujuan yang menunjukkan perbedaan, segala sarana

keperawatan kesehatan terbatas. Manajer keperawatan diharapkan dapat

memotivasi perawatnya untuk meningkatkan produktivitasnya. Selanjutnya

produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi, yaitu

penggunaan alat keperawatan klinis dalam pemberian asuhan keperawatan untuk

menghindarkan pemborosan dan efektifitas yaitu berkaitan dengan kualitasnya. 8

II.3 Hubungan Diabetes Mellitus dengan Produktivitas Kerja

Di antara individu dengan diabetes, kemungkinan mutlak bekerja

adalah 4,4 poin persentase lebih sedikit untuk wanita dan 7,1 poin persentase

lebih sedikit untuk laki-laki relatif terhadap rekan-rekan mereka yang tanpa

diabetes. Perubahan jam mingguan bekerja secara statistik tidak bermakna

dikaitkan dengan diabetes. Wanita dengan diabetes memiliki 2 hari tidak bekerja

lebih banyak per tahun dibandingkan dengan perempuan tanpa diabetes.

Dibandingkan dengan individu tanpa diabetes, pria dan wanita dengan diabetes

memiliki poin persentase 5,4 dan 6 (peningkatan absolut), masing-masing, yang

berarti lebih cenderung memiliki keterbatasan kerja. Artikel ini memberikan bukti

bahwa diabetes mempengaruhi pasien, pengusaha, dan masyarakat tidak hanya

dengan mengurangi lapangan kerja tetapi juga dengan memberikan kontribusi

kerugian kerja dan keterbatasan kerja yang berhubungan dengan kesehatan bagi

mereka yang tetap bekerja.10

II.4 Jenis-Jenis Gangguan Kesehatan pada Pekerja Kantoran

Berikut jenis gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan berdasarkan

faktor-faktor yang menyebabkannya:

Faktor Hazard di Tempat Kerja

Faktor-faktor bahaya/hazard mulai dari: 11

a. Golongan fisik

Suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi,

vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.

b. Golongan kimiawi

Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat

dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan

atau kabut.

c. Golongan biologis

Bakteri, virus atau jamur

d. Golongan fisiologis

Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja, faktor ini

biasa disebut juga faktor ergonomis. Duduk terlalu lama akan

memperbesar peluang seseorang untuk mengalami diabetes tipe 2, sebuah

penelitian menunjukkan. Temuan dari dua penelitian menunjukkan bahwa

mengurangi waktu duduk hingga 90 menit sehari dapat memberikan

manfaat kesehatan yang penting. Para peneliti menemukan bahwa waktu

yang dihabiskan untuk duduk terlalu lama secara signifikan terkait dengan

tingginya gula darah, kadar kolesterol, dan faktor risiko lainnya yang

menyebabkan penyakit jantung dan diabetes.

e. Golongan psikososial

Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress, tekanan dan hubungan

dengan rekan kerja. Jam makan dan jam kerja bisa mempengaruhi

pengaturan glukosa darah. Bila bekerja pada shift malam dan banyak

makan pada malam hari, obat diabetets harus disesuaikan dengan dosis

dan juga jam pemberiannya. Jangan sampai perubahan jam kerja membuat

mengalami hipoglikemi atau glukosa darah menjadi naik turun tidak

karuan. Selain itu, jadwal tidur yang tidak konsisten atau kurang tidur

dapat meningkatkan resiko obesitas dan diabetes tipe 2. Temuan

menunjukkan, peserta yang hanya diperbolehkan tidur sekitar enam jam

semalam dan mengalami pergeseran siklus tidur/bangun memiliki tingkat

gula darah yang lebih tinggi dan proses metabolisme cenderung

melambat. Mereka menemukan bahwa jadwal tidur terganggu

menyebabkan penurunan 32 persen jumlah insulin yang dilepaskan di

dalam tubuh setelah makan. Insulin adalah hormon kunci dalam regulasi

gula darah. Rafalson mengungkapkan, peningkatan hormon stres yang

selalu membuat tubuh terjaga dapat menimbulkan ketidakseimbangan

hormon.

Hal lain yang berpengaruh terhadap diabetes adalah stres.

Menurut Smith, wanita yang mengalami stres karena pekerjaan lebih

mudah mengolah makanan menjadi lemak dan gula dibandingkan dengan

pria. Tingginya risiko disebabkan oleh gangguan pada neurendokrin dan

fungsi sistem imun serta peningkatan cortisol dan hormon simpatetik yang

dikeluarkan saat mengalami stres. Selain itu diketahui juga bahwa 19

persen kasus diabetes pada wanita disebabkan oleh stres akibat rendahnya

kekuasaan dan kendali terhadap pekerjaannya. Risiko ini lebih tinggi jika

dibandingkan dengan risiko yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok,

minum alkohol, dan aktivitas fisik lainnya.

Secara umum, pencegahan penyakit akibat kerja terdiri dari tiga

jenis pencegahan sebagai berikut:

a. Pencegahan primer dengan cara mengurangi kejadian dengan

menyingkirkan penyebab penyakit atau kerusakan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengontrol bahaya (hazard), mengontrol bahaya (hazard)

baru yang diketahui dan mengontrol pajanan. Salah satu cara

mengontrol pajanan adalah dengan menggunakan alat pelindung diri

(APD). Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan,

apron ataupun masker.

b. Pencegahan skunder yakni dengan mendeteksi penyakit pada stadium

awal sebelum menunjukkan gejala yang membuatnya berobat.

c. Pencegahan tersier merupakan upaya untuk meminimalkan penyakit

yang sudah dimiliki oleh seorang individu.

II.5 Upaya-upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Dapat Diberikan

pada Pekerja dengan Diabetes

Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk

menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)

kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan

di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada

baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi

dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan

mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini

diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara

cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui

pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :

1.   Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum

seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai

melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh

gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon

pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang

akan ditugaskan kepadanya.  Anamnese umumüPemerikasaan kesehatan awal ini

meliputi: 

a.      Anamnese pekerjaan

b.      Penyakit yang pernah diderita

c.      Alrergi

d.     Imunisasi yang pernah didapat

e.      Pemeriksaan badan

f.       Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan tertentu :

- HbA1c

-      Psiko test

2.   Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara

berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko

kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar

pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan

umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila

diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko

kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

3.   Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus

diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga

ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan cara survey, dimana

akan dilakukan pemantauan dan pengidentifikasian aspek Kesehatan Kerja, terutama

mengenai produktifitas kerja. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode walk-

through survey dengan menggunakan check list, kuisioner, dan wawancara.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan mulai Senin, 25 Maret 2013 sampai Sabtu, 30

Maret 2013 di program studi keperawatan fakultas kedokteran, Makassar, Sulawesi

Selatan. Dengan agenda sebagai berikut :

No Tanggal Kegiatan

1 25 Maret 2013 Penjelasan / pengarahan kegiatan

2 26 Maret 2013 Pembuatan proposal

3 27 Maret 2013 Walk through survey

4 28 Maret 2013 Walk through survey

5 29 Maret 2013 Pembuatan laporan walk through survey

6 30 Maret 2013 Presentasi laporan walk through survey

C. Populasi dan Sampel

Populasi

Staf pengajar dan tata usaha yang bekerja pada program studi keperawatan

fakultas kedokteran, Makassar, Sulawesi Selatan

Sampel

Pekerja dengan riwayat penyakit diabetes mellitus yang bekerja pada program

studi keperawatan fakultas kedokteran, Makassar, Sulawesi Selatan pada

Rabu, 27 Maret 2013, dan bersedia untuk diwawancarai.

D. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang langsung

diperoleh dari responden dengan menggunakan kuisioner dan check list.

E. Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah dan disajikan dengan bantuan komputer dengan

menggunakan perhitungan sederhana dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel

beserta penjelasan.

F. Alat dan Bahan

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey (survei jalan

sepintas) dalam rangka untuk mengetahui jenis-jenis gangguan kesehatan pada

pekerja rumah tangga di Sukamana antara lain:

a. Alat tulis menulis

Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survei jalan sepintas

b. Kamera

Berfungsi sebagai alat untuk memotret keadaan dan kegiatan yang dilakukan

pekerja rumah tangga

c. Check list dan quisoner

Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer mengenai survei jalan

sepintas yang dilakukan.

KUISIONER HUBUNGAN PEKERJA DENGAN DIABETES TERHADAP

TINGKAT PRODUKTIFITAS KERJA

DI PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKASSAR

LOKASI : Prog. Studi Keperawatan FK-UH

HARI/ TANGGAL : 27 Maret 2013

IDENTITAS REPONDEN

1. Nama Responden : ……………………………………

2. Umur : …………...tahun

3. Pendidikan Terakhir : ………………….

4. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

1. Sejak kapan menderita diabetes :

..........................................................................................................................................

2. Sudah berapa lama bekerja di tempat ini :

..........................................................................................................................................

3. Pekerjaan di kantor yang biasa dilakukan sehari-hari:

..........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

4. Berapa lama waktu aktif yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan selama

seminggu :

..........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

5. Jumlah ketidakhadiran rata – rata perbulan karena alasan kontrol kesehatan :

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

6. Apa ada pekerjaan rutin yang membutuhkan bantuan orang lain? Jika ada, apa?

…………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………

7. Apa saja makanan dan minuman yang sering anda konsumsi saat bekerja? Apakah

sesuai dengan diet diabetes Anda?

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

8. Berapa lama biasanya Anda duduk saat bekerja?

………………………………………………………………………………………….

9. Apakah Anda rutin mengkonsumsi obat di tempat kerja anda?

..........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

10.Apakah Anda makan tepat waktu serta istirahat (tidur) cukup?

..........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

11.Apakah Anda sering mengalami stress di tempat kerja? Bila ya, seberapa sering?

..........................................................................................................................................

.........................................................................................................................................

12. Berapa lama Anda berolahraga dalam seminggu?

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

13. Apa saja usaha pencegahan diabetes di lingkungan kerja anda ?

..........................................................................................................................................

..........................................................................................................................................

CHECKLIST HUBUNGAN PEKERJA DENGAN DIABETES TERHADAP

TINGKAT PRODUKTIFITAS KERJA

DI PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKASSAR

LOKASI : Prog. Studi Keperawatan FK-UH

HARI/ TANGGAL : 27 Maret 2013

N

O

PERIHAL YA TIDAK KET.

1 Apakah ada alat absensi di kantor?2 Apakah ada jadwal olahraga bersama

setiap minggu?3 Apakah ada standar operasional kerja

setiap divisi di kantor?4 Apakah ada jadwal pemeriksaan

kesehatan berkala?5. Apakah ada konsumsi yang diberikan

di tempat kerja?Faktor Fisik

6. Apakah ada penyejuk ruangan?7. Apakah ada gangguan suara bising?

Faktor Biologi8. Apakah kantin di tempat kerja

menyajikan diet tinggi serat atau rendah kalori?Faktor Ergonomi

9. Apakah tempat duduk yang digunakan saat bekerja nyaman?

10. Apakah komputer yang digunakan memiliki pelindung radiasi pada monitornya?Faktor Psikososial

11. Adakah ada pembagian jam kerja dan jadwal jam kerja?

14. Apakah ada jadwal istirahat dan makan yang teratur di tempat bekerja?

15. Apakah suasana kerja menyenangkan?

16. Apakah ada aturan kompensasi bagi

pekerja dengan penyakit?