proposal minggu 2 ikm
DESCRIPTION
ikm minggu 2TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Pekerja adalah asset utama perusahaan atau instansi. Tinggi rendahnya output
yang dihasilkan baik berupa barang ataupun jasa semuanya tergantung dari
produktivitas pekerjanya apakah produktivitasnya tinggi ataukah produktivitasnya
rendah sedangkan baik buruknya produk atau kinerja yang dihasilkan tergantung dari
pada kualitas pekerja di suatu perusahaan atau instansi tersebut sehingga untuk
menghasilkan produktivitas yang tinggi dan produk yang berkualitas maka kesehatan
pekerja sangat penting untuk diperhatikan.
Produktivitas di kantor sering diukur sendiri, yaitu dengan melaporkan
keterbatasan di tempat kerja atau keterbatasan dalam jumlah pekerjaan yang
dilakukan oleh karyawan. Para penulis menemukan bahwa orang yang menderita
diabetes mellitus cenderung untuk menjadi kurang produktif di tempat kerja daripada
orang yang tidak menderita diabetes mellitus. Hal ini menjelaskan bahwa
produktivitas ini berkurang karena perbedaan status kesehatan atara pekerja dengan
penyakit diabetes dengan pekerja tanpa penyakit diabetes.
Untuk itu, kami ingin melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat
produktivitas kerja pada pekerja yang memiliki riwayat penyakit diabetes atau pernah
terdiagnosis diabetes oleh dokter.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan masalah dari penelitian ini yaitu: “Apakah ada hubungan antara diabetes
mellitus dengan produktivitas kerja?”
I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara diabetes
mellitus dan produktivitas kerja
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja mengenai diabetes mellitus
2. Untuk mengetahui beban kerja pekerja di kantor
3. Untuk mengetahui jumlah ketidakhadiran pekerja yang diakibatkan
kesehatan
4. Untuk mengetahui jam kerja efektif pekerja dengan diabetes setiap minggu
5. Untuk mengetahui adanya keterbatasan kerja yang diakibatkan kesehatan
pada pekerja
6. Untuk mengetahui faktor hazard yang mempengaruhi hubungan antara
diabetes mellitus dengan produktivitas kerja
7. Untuk mengetahui upaya-upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
yang diberikan pada pekerja dengan diabetes
8. Untuk mengetahu faktor hazard secara umum di kantor tempat sampel
diambil
I.4 Manfaat Penelitian
1. Mengetahui pengetahuan pekerja mengenai diabetes mellitus
2. Mengetahui beban kerja pekerja di kantor
3. Mengetahui jumlah ketidakhadiran pekerja yang diakibatkan kesehatan
4. Mengetahui jam kerja efektif pekerja dengan diabetes setiap minggu
5. Mengetahui adanya keterbatasan kerja yang diakibatkan kesehatan pada
pekerja
6. Mengetahui faktor hazard yang mempengaruhi hubungan antara diabetes
mellitus dengan produktivitas kerja
7. Mengetahui upaya-upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang
diberikan pada pekerja dengan diabetes
8. Mengetahui faktor hazard secara umum di kantor tempat sampel diambil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Diabetes Mellitus
II.1.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah suatu kelainan yang ditandai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak serta protein dan sering terjadi hiperglikemia dan
glukosuria.1
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis gangguan metabolik pada
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dalam tubuh sebagai sumber energi,
akibat kekurangan hormon insulin yang dibentuk pankreas. Hal ini dapat
mengakibatkan kadar gula dalam darah meningkat dan kelebihannya akan
dikeluarkan melalui ginjal dan selanjutnya melalui urine.1
Menurut Suyono S secara umum diabetes mellitus merupakan kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin. 1
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, diabetes
mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua- duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. 1
II.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus
Secara umum, dari jenis kelamin, prevalensi diabetes pada pria dan
wanita tidak jauh berbeda. 11,2% dari seluruh pria yang berusia di atas 19
tahun mempunyai diabetes dan 10,2% dari seluruh wanita yang berusia lebih
dari 19 tahun mempunyai diabetes dan 2-4 kali lebih tinggi pada wanita
berkulit hitam non-Hispanic, Hispanic, Indian Amerika, dan Asia
dibandingkan dengan wanita berkulit putih non-Hispanic. 2
Untuk data prevalensi diabetes menurut ras atau etnik didapatkan data
6,6% untuk orang kulit putih non-Hispanic, 7,5% untuk Asia Amerika, 10,4%
untuk Hispanic, dan 11,8% untuk orang kulit hitam non-Hispanic. 2
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di
Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 sampai dengan
1,6%, kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang,
2,3% dan di Manado 6%.2
Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan di daerah itu
banyak perkawinan antara kerabat. Sedangkan di Manado, Waspadji
menyimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada studi itu populasinya
terdiri dari orang- orang yang datang dengan sukarela, jadi agak lebih selektif.
Tetapi, kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan
Filipina, ada kemungkinan bahwa prevalensi di Manado memang tinggi,
karena prevalensi diabetes di Filipina juga tinggi yaitu sekitar 8,4% sampai
12% di daerah urban dan 3,85 sampai 9,7% di daerah rural. 2
Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM
di daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di
daerah rural yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di Jawa Barat
tahun 1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara
prevalensi di daerah urban dengan daerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa
gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi, di Jawa Timur angka itu
tidak berbeda yaitu 1,43 % di daerah urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini
mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi
(DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain di daerah rural di Jawa
Timur, yaitu sebesar 21,2% dan seluruh diabetes di daerah itu. 2
Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok
didapatkan prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat
mengejutkan. Demikian juga di Makasar, prevalensi diabetes terakhir tahun
2005 yang mencapai 12,5%.2
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi
dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih
tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan
DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis. 2
II.1.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 terjadi kelainan dasar seperti resistensi
insulin, kenaikan produksi glukosa di hati atau sekresi insulin yang kurang.
Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan diabetes klinis. Sel beta
pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemia.
Kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian
setelah terjadi kelelahan sel beta pankreas baru terjadi diabetes mellitus klinis,
yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi
kriteria diagnosis diabetes mellitus.3
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan resistensi insulin adalah sel
beta sebagai penghasil insulin tidak normal sehingga molekul insulin tidak
normal atau perubahan proinsulin menjadi insulin tidak sempurna, adanya
insulin antagonis seperti hormon pertumbuhan dan lain-lain, atau kerusakan
jaringan target misalnya rusaknya reseptor insulin. Pada keadaan seperti ini
walaupun jumlah insulinnya banyak tetapi tidak dapat memasukkan glukosa
ke dalam sel. 3
Penyebab hiperglikemia lainnya pada diabetes adalah gangguan fungsi
glukostatik hati. Hati mengambil glukosa dari darah dan menyimpannya
sebagai glikogen, karena memiliki glukosa-6-fosfatase hati juga mengeluarkan
glukosa ke dalam aliran darah. Insulin mempermudah sintesis glikogen dan
menghambat keluarnya glukosa dari hati. Bila glukosa plasma tinggi maka
sekresi insulin secara normal meningkat dan glukogenesis hati juga
meningkat, tetapi efek inilah yang tidak terjadi pada diabetes.. 3
Glukosa dalam darah yang tidak dapat ditransportasi ke dalam sel
untuk diubah menjadi glikogen akan mengakibatkan naiknya tekanan osmosis
dalam pembuluh darah sehingga cairan dalam sel keluar dan terjadilah
dehidrasi sel. 3
Ketika glukosa darah berlebihan di dalam ginjal maka glukosa akan
dikeluarkan melalui urine, dengan kata lain hiperglikemia mengakibatkan
glikosuria (adanya glukosa dalam air kencing) yang mengakibatkan tekanan
osmosis dalam urine naik dan mencegah reabsorbsi air sehingga
mengakibatkan poliuria (banyak kencing). Pada saat mengeluarkan banyak
cairan, Na+ dan K+ dari jaringan intraseluler juga ikut keluar sehingga
mengakibatkan rasa haus dan polidipsi sebagai akibat berkurangnya cairan. 3
Karena sel tidak dapat menggunakan glukosa maka tidak ada sumber
energi, sehingga energi didapatkan dari katabolisme protein otot dan jaringan
lemak. Katabolisme otot akan mengakibatkan turunnya berat badan.
Katabolisme jaringan lemak akan mengakibatkan ketosis apabila terlalu
banyak asam lemak yang pecah. Otot tidak mampu menggunakan dengan
cepat, sehingga diubah menjadi badan- badan keton oleh hati. Tubuh
mengeluarkan badan-badan keton melalui urine sehingga timbul ketonuria
yang disertai dengan pengeluaran Na+ dan K+. Penimbunan badan-badan
keton akan mengakibatkan terjadinya ketoasidosis. Penyesuaian tubuh untuk
mengatasi adanya ketoasidosis dengan cara meningkatkan pernapasan untuk
mengeluarkan CO2 dan asam dikeluarkan melalui ginjal. 3
Bila hal ini terus berlangsung tubuh akan banyak kehilangan ion Na, K
dan bikarbonat. Konsekuensinya tubuh kekurangan cadangan untuk
menetralisir asam sehingga ph darah turun dan mengakibatkan ketoasidosis
yang parah. Kegagalan untuk memperbaiki ketoasidosis mengakibatkan
hipovolemia yang akan menjadi koma diabetik dan kematian. 3
Diabetes mellitus tipe 2 umumnya tidak rentan terhadap perkembangan
ketoasidosis diabetik, tetapi berisiko terhadap koma hiperglikemia
hiperosmolar nonketosis yang merupakan konsekuensi utama dari ketoasidosis
diabetik. Sedangkan komplikasi kronis terjadi apabila kadar glukosa darah
tetap tinggi dalam jangka waktu yang lama, sel darah merah menjadi keras dan
kaku, sulit untuk melalui pembuluh darah kapiler. Setelah beberapa lama
pembuluh darah kapiler menjadi lemah, sehingga dapat berdarah atau
kebocoran protein. Dinding pembuluh darah yang rusak itu akan membentuk
jaringan seperti bekas luka yang telah sembuh menyebabkan dinding yang
tadinya tipis menjadi lebih tebal. Tetapi ruangan di dalam pembuluh darah
kapiler itu menjadi sempit, sehingga memperlambat aliran darah. 3
Pembuluh darah yang besar atau pembuluh arteri bisa juga rusak oleh
kadar glukosa darah yang tinggi. Sama seperti pembuluh kapiler, pembuluh
arteri juga terbentuk bekas luka. Makin banyak jaringan bekas luka terbentuk,
makin keras dan kaku pembuluih darah itu, ditambah lagi jaringan bekas luka
itu menangkap kolesterol yang ada di dalam peredaran darah. Dengan
terjadinya keadaan ini, maka jantung dipaksa bekerja lebih keras memompa
darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah pun meningkat dan kemungkinan
terjadinya serangan jantung dan stroke makin besar. Peredaran darah ke
lengan, tungkai, dan bagian tubuh yang lainnya menjadi terganggu, sehingga
terjadilah komplikasi makro dan mikroangiopati. 3
Glukosa darah yang tinggi juga merupakan tempat yang sangat baik
untuk berkembangnya kuman penyebab infeksi. Sel-sel darah putih yang
biasanya bertugas melawan infeksi kerjanya menjadi lambat, sehingga
membuat kuman berkembang dan penderita menjadi rentan terhadap infeksi. 3
II.1.4 Gejala dan Tanda-tanda Penyakit Diabetes Mellitus
Gejala dan tanda-tanda penyakit diabetes mellitus dapat digolongkan menjadi
gejala akut dan gejala kronik. 4
II.1.4.1 Gejala Akut
Gejala akut adalah gejala yang umum timbul dengan tidak mengurangi
kemungkinan adanya variasi gejala lain, bahkan ada penderita diabetes yang tidak
menunjukkan gejala apapun sampai pada saat tertentu.
a. Pada permulaan gejala ditunjukkan meliputi 3P yaitu: - banyak makan (polifagia)-
banyak minum (polidipsia)- banyak kencing (poliuria)Dalam fase ini biasanya
penderita menunjukkan berat badan yang terus naik (bertambah gemuk), karena
pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi.
b. Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama kelamaan mulai timbul gejala
yang disebabkan oleh kurangnya insulin yaitu polidipsia, poliuria dan beberapa
keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, bahkan kadang-kadang timbul
rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai: - banyak minum
- banyak kencing- berat badan turun dengan cepat (bisa 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu)- mudah lelah- bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan
penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik
II.1.5.2 Gejala Kronik
Kadang-kadang penerita diabetes mellitus tidak menunjukkan gejala akut
(mendadak) tetapi baru menunjukkan gejala sesudah beberapa bulan atau
beberapa tahun mengidap penyakit diabetes mellitus. Gejala ini disebut gejala
kronik atau menahun. Gejala-gejala kronik yang sering timbul yaitu:- kesemutan-
kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum- rasa tebal di kulit sehingga
kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur- kram- capai- mudah mengantuk-
mata kabur, biasanya sering ganti kacamata- gatal di sekitar kemaluan, terutama
wanita- gigi mudah goyah dan mudah lepas- kemampuan seksual menurun,
bahkan impoten- para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan berat badan lahir > 4 kg. 4
II.1.5 Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis diabetes mellitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria
saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah
yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. 5
Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang melakukan program
pemanatauan kendali mutu secara teratur. Walaupun demikian sesuai dengan
kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena
ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan
dapat diperiksa glukosa darah kapiler. 5
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring.
Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau
tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM.
Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil
pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan
tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. 5
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas
DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan
pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga
digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas
DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal,
belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian
lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa
darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari
yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar
glukosa darah paska pembebanan ≥ 200 mg/dl. 5
II.1.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya Diabetes
Mellitus
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada beberapa faktor yang
berhubungan dengan timbulnya DM antara lain faktor lingkungan (sosial
ekonomi, infeksi virus, obat-obatan atau zat kimia, hormon, alkohol) dan
genetik, geografi (rural atau urban), obesitas, nutrisi, stres, umur, jenis
kelamin, olah raga (aktivitas fisik), paritas, dan penyakit (pankreas dan sirosis
hepatis). 6
Beberapa kelompok orang yang mempunyai risiko tinggi untuk
menderita DM antara lain6 :
a. Mempunyai riwayat keluarga yang menderita DM
b. Obesitas atau gemuk ( >120% BB idaman) atau IMT >27 kg/m2
c. Berumur lebih dari 45 tahun
d. Hipertensi ( >140/90 mmHg)
e. Riwayat melahirkan bayi lebih dari 4000 gram
f. Riwayat diabetes gestasional
g. Dislipidemia (kolesterol HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250
mg/dl)
Selain beberapa faktor di atas, faktor lain yang meningkatkan risiko
untuk timbulnya DM adalah kurangnya olahraga (aktivitas fisik), stres,
konsumsi obat- obatan, hormon dan perilaku makan yang tidak seimbang. 6
II.1.6.1 Faktor Genetik (keturunan)
Telah diketahui bahwa faktor genetik (keturunan) mempunyai
pengaruh yang besar terhadap timbulnya DM, baik pada DM tipe 1 maupun
DM tipe 2. Pasangan kembar identik dari pasien DM tipe 1 mempunyai risiko
30-50 % untuk menjadi DM tipe 1 juga. Anak dari pasien dengan DM tipe 1
mempunyai risiko yang besar untuk menderita DM tipe 1 juga dan risikonya
lebih besar bila ayah yang menderita DM daripada ibunya yang menderita DM
tipe 1. Sedangkan pada pasangan kembar identik dari pasien DM tipe 2 maka
hampir 100 % juga akan menderita DM tipe 2 dan sekitar 25 % dari pasien
DM tipe 2 ini juga mempunyai keluarga yang satu generasi di atasnya
mempunyai riwayat DM tipe 2. 6
Dari hasil penelitian Jota (1998) di bagian penyakit dalam FK UNHAS
didapatkan sebagian besar (63%) penderita mengaku tidak mempunyai riwayat
DM dalam keluarga, sebanyak 17% mengatakan DM didapatkan dari orang
tuanya, 18% dari saudara kandung dan 1,8% penderita menyatakan dari
anaknya. Dari penelitian Purnawati (1999) di RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta, sebanyak 25,4% pasien. mengatakan mempunyai riwayat penyakit
DM dalam keluarga dan 74,6% diantaranya tidak mempunyai riwayat DM
dalam keluarga. 6
II.1.6.2 Jenis Kelamin
Perempuan mempunyai risiko lebih besar untuk menderita diabetes
mellitus, berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya
termasuk faktor risiko untuk terjadinya diabetes mellitus (Perkeni, 1998).
Sumual et al (1985) menyatakan bahwa pada pasien DM rawat jalan di RSU
Gunung Wenang Manado yaitu proporsi penderita lebih banyak ditemukan
pada perempuan (63,3%). Sedangkan dalam penelitian Hendro Martono
(1999) ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan
terhadap laki-laki. Demikian pula pada penelitian Media, et al (1998) dan
Suryoko (2001) didapatkan proporsi pasien diabetes mellitus perempuan lebih
besar daripada laki-laki. 6
II.1.6.3 Umur
Soerachmad menyatakan bahwa pada umumnya insiden diabetes akan
meningkat dengan bertambahnya umur. Insiden tertinggi terjadi pada rentang
umur 50 – 60 tahun. Sedangkan Adam dan Samad menyatakan bahwa DM
dapat mengenai semua umur akan tetapi sebagian besar ditemukan pada umur
di atas 45 tahun dengan puncaknya pada umur 45 – 65 tahun. Penelitian di
Surabaya tahun 1980 – 1981 menunjukkan bahwa prevalensi DM pada umur
di atas 20 tahun sebesar 1,43 % sedangkan prevalensi DM pada umur di atas
40 tahun adalah sebesar 4,16 %.6
II.1.6.4 Pekerjaan
Soerachmad menyatakan bahwa proporsi terbesar mengenai jenis
pekerjaan pasien DM yang dirawat inap di RS Hasan Sadikin adalah
pensiunan PNS/ABRI. Sedangkan hasil penelitian Media di 3 kota yaitu DKI
Jakarta, DI Yogyakarta dan Surabaya mendapatkan sebanyak 30,6 % penderita
DM yang berobat ke pengobatan tradisional di DKI Jakarta bekerja sebagai
PNS/ABRI/BUMN, sebanyak 27,0 % di DI Yogyakarta adalah wiraswasta dan
di Surabaya 28,9 % orang penderita mempunyai pekerjaan lain. Kejadian
diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada kelompok yang tidak bekerja. Hal
ini dapat dikaitkan dengan intensitas pergerakan tubuh yang lebih tinggi pada
orang yang bekerja dibanding tidak bekerja, sehingga terjadi pembakaran
lemak dalam tubuh. 6
Orang yang beraktivitas fisik cukup tinggi tubuhnya dapat mengubah
glukosa menjadi glikogen yang tersimpan dalam otot secara lebih cepat
daripada yang tidak terlatih fisiknya dan bila aktivitas ini dilakukan secara
teratur maka dapat menambah penyimpanan glikogen otot. 6
II.1.6.5 Status Perkawinan
Adam dan Samad menyatakan bahwa kejadian diabetes mellitus pada
wanita yang berstatus kawin pada umumnya lebih tinggi daripada pria. Hal itu
dihubungkan dengan kejadian faal pada wanita itu sendiri seperti kehamilan
dan pada wanita yang kawin dalam hidupnya sebagian besar pernah
mengalami kehamilan. Masa kehamilan adalah waktu yang memberikan stres
(tekanan) tambahan kepada tubuh manusia. Tubuh mungkin tidak mampu
memproduksi insulin selama waktu kehamilan tersebut, kira-kira 1% dari
seluruh perempuan bisa menunjukkan gejala- gejala diabetes pada waktu
separuh terakhir masa kehamilan. 6
II.1.6.6 Olahraga (aktivitas fisik)
Salah satu gaya hidup modern ditandai dengan kurangnya aktivitas
fisik termasuk olahraga, dimana untuk melakukan kegiatannya orang sudah
dibantu dengan berbagai peralatan mulai alat sederhana sampai yang canggih
dimana sebelumnya semuanya dilakukan secara manual. Orang yang aktivitas
fisiknya cukup tinggi (misalnya berolahraga) tubuhnya dapat mengubah
glukosa menjadi glikogen untuk disimpan di dalam otot lebih cepat
dibandingkan dengan mereka yang tidak terlatih fisiknya dan bila aktivitas
fisik ini dilakukan secara teratur maka dapat meningkatkan penyimpanan
glikogen di dalam otot. 6
Latihan fisik yang optimal dan dilaksanakan secara rutin, dapat
memperbaiki sensitifitas sel terhadap insulin. Di samping itu meningkatnya
penggunaan energi waktu olahraga yang dikombinasikan dengan pembatasan
masukan kalori dapat menurunkan berat badan. Kedua mekanisme tersebut
sangat sesuai bagi penderita diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin
khususnya yang gemuk untuk penurunan kadar glukosa darah. 6
Olahraga yang teratur memberikan manfaat bagi penderita diabetes
mellitus, yaitu berkurangnya risiko komplikasi kardiovaskuler melalui
mekanisme perbaikan profil lemak dan perbaikan hipertensi. Latihan fisik
yang teratur ternyata bermakna menurunkan kadar trigliserid, LDL, VLDL,
serta menaikkan kadar HDL. Perbaikan profil lipid tersebut memerlukan
latihan fisik yang cukup intensif, misalnya olahraga lari 9-12 mil seminggu
dan ditingkatkan bertahap mencapai 40 mil seminggu. Dampak positif dari
olahraga terhadap perbaikan hipertensi ringan sampai sedang, dapat mencapai
penurunan tekanan sistolik dan diastolik sekitar 5-10 mmHg, dan dijumpai
adanya korelasi dengan penurunan kadar insulin dan trigliserid. 6
Manfaat olahraga bagi penderita diabetes dapat diuraikan secara
singkat sebagai berikut6 :
1. Menurunkan kadar glukosa darah selama dan setelah olahraga
2. Menurunkan kadar insulin basal dan postprandial
3. Meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap insulin
4. Menurunkan kadar glycosilated haemoglobin
5. Memperbaiki profil lipid (menurunkan kadar trigliserida, sedikit
menurunkan kadar LDL, meningkatkan HDL)
6. Perbaikan tekanan darah pada hipertensi ringan sampai sedang
7. Mengintensifkan penggunaan sumber energi
8. Memperbaiki kondisi kardiovaskular
9. Meningkatkan physical fitness
10. Meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
II.1.6.7 Faktor Kegemukan (Obesitas)
Obesitas atau kegemukan adalah kata yang digunakan untuk
menunjukkan adanya penumpukan lemak tubuh yang melebihi batas normal.
Penumpukan lemak tubuh yang berlebihan dapat dilihat dengan mudah, tetapi
batasan seseorang disebut obesitas adalah apabila nilai RBW (Relative Body
Weight) terhadap tinggi badan lebih dari 120%. Selain itu kegemukan juga
dapat dihitung dengan mencari nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu berat
badan dalam kg dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter, dimana seseorang
disebut obesitas bila nilai IMT lebih dari 27 kg/m2. Dalam Konsensus
pengelolaan DM. Nilai IMT disesuaikan dengan Berat Badan Ideal (BBI). 6
Pada penelitian Sumual et al terhadap pasien DM yang berobat jalan di
poliklinik metabolik endokrin RSU Gunung Wenang Manado, didapatkan
lebih dari separuh (52,94%) penderita mempunyai status gizi normal,
penderita dengan obesitas sebanyak 30,45% dan yang kurus 16,61%. Pada
penelitian tersebut ditemukan proporsi wanita lebih banyak (75%)
dibandingkan pria (25%). Pada penelitian Sibuea (1999) ditemukan 11 % dari
172 pasien adalah pada mereka yang mempunyai berat badan lebih (obesitas)
dan 47,01% berat badan normal serta 12,2% dengan berat badan kurang. Di
Indonesia penderita diabetes pada umumnya ditemukan pada pasien dengan
kondisi gizi normal sementara di Amerika dan negara-negara barat kasus
diabetes banyak ditemukan pada mereka yang gemuk (obesitas). 6
II.1.7. Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus
II.1.7.1 Amputasi
Diabetes adalah penyebab kedua teratas setelah kecelakaan dari
amputasi anggota tubuh bagian bawah. Risiko amputasi tungkai adalah 15-40
kali lebih besar pada seseorang yang menderita diabetes dibandingkan mereka
yang normal.7
II.1.7.2 Kebutaan (Retinopati)
Diabetes adalah penyebab utama dari kasus-kasus baru kebutaan orang
dewasa yang berusia antara 20-74 tahun. 7
II.1.7.3 Komplikasi pada kehamilan
Kontrol yang kurang baik pada diabetes sebelum pembuahan dan
selama trimester pertama suatu kehamilan dapat menyebabkan cacat bawaan
utama pada tingkat 5-10 persen kehamilan dan menyebabkan keguguran
sampai 15- 20%. Diabetes yang kurang dikontrol selama trimester kedua dan
ketiga kehamilan dapat berakibat besarnya berat bayi yang dikandung yang
dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan bayi. 7
II.1.7.4 Penyakit Gigi
Penyakit gigi atau gusi lebih umum terjadi pada penderita diabetes
daripada mereka yang bukan penderita. Hampir sepertiga jumlah penderita
diabetes mempunyai penyakit periodontal yang berat dengan bergesernya
jarak antara gigi dan gusi sebesar 5mm atau lebih. 7
II.1.7.5 Penyakit Jantung dan Stroke
Penderita diabetes dua sampai dengan empat kali lebih besar
kemungkinannya untuk menderita penyakit jantung atau mengalami stroke.
Lebih tepatnya, penyakit jantung adalah penyebab utama dari kematian yang
berhubungan dengan diabetes, delapan dari sepuluh orang dengan diabetes
meninggal karena penyakit kardiovaskular. 7
II.1.7.6 Kerusakan Ginjal (Nefropati)
Diabetes adalah penyebab utama penyakit ginjal, terhitung sampai
43% dari seluruh kasus ginjal yang baru. Komplikasi ini sering menuntut
pencangkokan ginjal atau cuci darah, yang keduanya dapat menyebabkan stres
karena melelahkan, rumit, dan memakan biaya yang banyak bagi mereka yang
ingin bertahan hidup. 7
II.1.7.7 Kerusakan Saraf (Neuropati)
Enam puluh sampai tujuh puluh persen penderita diabetes menderita
kerusakan saraf yang ringan sampai dengan berat, yang menimbulkan rasa
mendenging, rasa terbakar atau rasa kebas di kaki dan atau tangan, penyakit
pencernaan, problema seksual (disereksi pada laki-laki atau tidak dapat
mencapai orgasme pada laki-laki dan perempuan). Keadaan yang sangat hebat
dari penyakit diabetes yang mengenai saraf merupakan faktor penyebab
terbesar diamputasinya anggota gerak tubuh bawah. 7
II.1.7.8 Penyakit Lain
Penderita diabetes mempunyai risiko untuk menderita beragam jenis
kanker, seperti kanker usus besar, kanker prostat, kanker payudara, dan kanker
endometrial. Mereka juga berisiko menderita penyakit lain, yang mempunyai
prognosis yang sangat jelek dibandingkan pada orang yang tidak menderita
diabetes. Sebagai contoh, penderita diabetes dapat meninggal hanya
disebabkan oleh sakit radang paru-paru atau influenza diabndingkan mereka
yang tidak menderita diabetes. Risiko kematian penderita diabetes adalah dua
kali lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki diabetes. 7
II.2 Produktivitas Kerja
II.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja sebenarnya mencakup tentang suatu sikap mental
yang selalu mempunyai pandangan kehidupan mengenai pelaksanaan produksi
didalam suatu perusahaan dimana dalam memproduksi untuk hari ini
diharapkan lebih baik dari hari kemarin begitu juga sistem kerjanya.
Seseorang selalu mencari perbaikan- perbaikan dengan berfikir dinamis,
kreatif serta terbuka. 8
Pengertian dari produktivitas, berikut ini pembahasan yang
dikemukakan oleh Sukamto, dalam bukunya yang berjudul manajemen
produksi replasi menyatakan bahwa : “Produktivitas adalah nilai output dalam
hubungan dengan suatu kesatuan input tertentu. Peningkatan produktivitas
yang berarti jumlah sumber daya yang digunakan dengan jumlah barang dan
jasa yang diproduksi semakin meningkat dan membaik”. Sedangkan menurut
Moekijat, produktivitas adalah “Perbandingan jumlah keluaran (output)
tertentu dengan jumlah masukan (input) tertentu untuk jangka waktu
tertentu”.8
Dewan Produktivitas Nasional Indonesia telah merumuskan definisi
produktivitas secara lengkap yaitu sebagai berikut8:
a. Produktivitas pada dasarnya merupakan suatu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari
kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
b. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara
hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang
digunakan (input).
c. Produktivitas mempunyai dua dimensi, yaitu efektivitas yang mengarah
pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Yang kedua efisiensi yang
berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi
penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.
Menurut L. Greenberg dalam Sinungan (2009), mendefinisikan
produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu
tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga
diartikan sebagai perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil,
perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan
dalam satu – satuan (unit) umum. 8
Kesimpulan dari uraian diatas bahwa produktivitas adalah : suatu
ukuran mengenai apa yang diperoleh dari apa yang dibutuhkan. Perawat
memegang peranan utama dalam proses peningkatan produktivitas, karena alat
produksi dan teknologi pada hakikatnya merupakan hasil karya manusia.
Produktivitas perawat mengandung pengertian pernbandingan hasil yang
dicapai perawat dengan jangka waktu tertentu. 8
II.2.2 Pengukuran Produktivitas
Untuk mengukur produktivitas sering kali tidak dapat dilihat dan sulit
untuk diukur, menggunakan teknik – teknik pengukuran yang dapat diketahui
suatu produktivitas, untuk itu akan dikemukakan beberapa cara untuk mengukur
produktivitas kerja yaitu : Ilyas (1999), mengemukakan pengukuran produktivitas
dengan dua cara : “physical productivity” dan “value productivity”. Yang
dimaksud dengan pengukuran physical productivity adalah pengukuran
produktivitas secara kuantitatif dengan unit pengukuran dapat berupa ukuran
(size), panjang, jumlah unit, berat, waktu dan jumlah sumber daya manusia.
Sedangkan value productivity adalah pengukuran produktivitas dengan
menggunakan nilai uang sebagai tolak ukur sehingga tingkat produktivitas
dikonversi kebentuk rupiah.8
Curtin menunjukkan bahwa proses ini dapat diukur secara obyaktif, sebagai
berikut8:
a. Tujuan pengukuran kemanjuran (efficacy); masa pendidikan formal, penghargaan
akademis, keterangan melanjutkan pendidikan ketrampilan serta pengalaman.
b. Tujuan pengukuran efektifitas; menunjukkan kemampuan dalam melaksanakan
prosedur, ketepatan memprioritaskan kegiatan, penampilan kerja secara
profesional dan sesuai dengan standar, memberikan informasi yang jelas dan
tepat pada orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain.
c. Tujuan pengukuran efisiensi; sikap yang cepat tanggap, kehadiran, tahan uji,
ketelitian, dapat beradaptasi dan secara ekonomis dapat melakukan penghematan.
II.2.4 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Hariandja, mengatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi
produktivitas adalah: kemampuan; kecakapan yang dimiliki berdasarkan
pengetahuan, lingkungan kerja yang menyenangkan menambah kemampuan
tenaga kerja. Sikap; yang menyangkut perangai tenaga kerja yang banyak
dihubungkan dengan moral dan semangat kerja. Situasi dan keadaan lingkungan;
faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan dimana semua karyawan dapat
bekerja dengan tenang serta sistem kompensasi yang ada. Motivasi; tiap tenaga
kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha meningkatkan produktivitas. Upah;
upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dapat
menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Tingkat pendidikan; latar belakang
pendidikan dan latihan dari tenaga kerja akan mempengaruhi produktivitas,
karena perlu diadakan peningkatan pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja.
Perjanjian kerja; merupakan alat yang menjamin hak dan kewajiban karyawan
sebaiknya ada unsur – unsur peningkatan produktivitas kerja. Penerapan
teknologi; kemajuan teknologi sangat mempengaruhi produktivitas, karena itu
penerapan teknologi harus berorientasi mempertahankan produktivitas.8
Produktivitas dalam Swansburg dan Swansburg (1999), mendefinisikan
produktivitas adalah perbandingan antara jam pegawai yang dibutuhkan dengan
jam kerja pegawai yang diberikan dikalikan 100% sama dengan persen
produktivitas. Selanjutnya produktivitas dapat ditingkatkan dengan mengurangi
“jam kerja pegawai yang diberikan”, sementara “jam kerja pegawai yang
dibutuhkan” tetap atau meningkat. Data-data ini menjadi informasi ketika
dihubungkan pada sebuah tujuan yang menunjukkan perbedaan, segala sarana
keperawatan kesehatan terbatas. Manajer keperawatan diharapkan dapat
memotivasi perawatnya untuk meningkatkan produktivitasnya. Selanjutnya
produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi, yaitu
penggunaan alat keperawatan klinis dalam pemberian asuhan keperawatan untuk
menghindarkan pemborosan dan efektifitas yaitu berkaitan dengan kualitasnya. 8
II.3 Hubungan Diabetes Mellitus dengan Produktivitas Kerja
Di antara individu dengan diabetes, kemungkinan mutlak bekerja
adalah 4,4 poin persentase lebih sedikit untuk wanita dan 7,1 poin persentase
lebih sedikit untuk laki-laki relatif terhadap rekan-rekan mereka yang tanpa
diabetes. Perubahan jam mingguan bekerja secara statistik tidak bermakna
dikaitkan dengan diabetes. Wanita dengan diabetes memiliki 2 hari tidak bekerja
lebih banyak per tahun dibandingkan dengan perempuan tanpa diabetes.
Dibandingkan dengan individu tanpa diabetes, pria dan wanita dengan diabetes
memiliki poin persentase 5,4 dan 6 (peningkatan absolut), masing-masing, yang
berarti lebih cenderung memiliki keterbatasan kerja. Artikel ini memberikan bukti
bahwa diabetes mempengaruhi pasien, pengusaha, dan masyarakat tidak hanya
dengan mengurangi lapangan kerja tetapi juga dengan memberikan kontribusi
kerugian kerja dan keterbatasan kerja yang berhubungan dengan kesehatan bagi
mereka yang tetap bekerja.10
II.4 Jenis-Jenis Gangguan Kesehatan pada Pekerja Kantoran
Berikut jenis gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan berdasarkan
faktor-faktor yang menyebabkannya:
Faktor Hazard di Tempat Kerja
Faktor-faktor bahaya/hazard mulai dari: 11
a. Golongan fisik
Suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi,
vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
b. Golongan kimiawi
Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat
dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan
atau kabut.
c. Golongan biologis
Bakteri, virus atau jamur
d. Golongan fisiologis
Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja, faktor ini
biasa disebut juga faktor ergonomis. Duduk terlalu lama akan
memperbesar peluang seseorang untuk mengalami diabetes tipe 2, sebuah
penelitian menunjukkan. Temuan dari dua penelitian menunjukkan bahwa
mengurangi waktu duduk hingga 90 menit sehari dapat memberikan
manfaat kesehatan yang penting. Para peneliti menemukan bahwa waktu
yang dihabiskan untuk duduk terlalu lama secara signifikan terkait dengan
tingginya gula darah, kadar kolesterol, dan faktor risiko lainnya yang
menyebabkan penyakit jantung dan diabetes.
e. Golongan psikososial
Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress, tekanan dan hubungan
dengan rekan kerja. Jam makan dan jam kerja bisa mempengaruhi
pengaturan glukosa darah. Bila bekerja pada shift malam dan banyak
makan pada malam hari, obat diabetets harus disesuaikan dengan dosis
dan juga jam pemberiannya. Jangan sampai perubahan jam kerja membuat
mengalami hipoglikemi atau glukosa darah menjadi naik turun tidak
karuan. Selain itu, jadwal tidur yang tidak konsisten atau kurang tidur
dapat meningkatkan resiko obesitas dan diabetes tipe 2. Temuan
menunjukkan, peserta yang hanya diperbolehkan tidur sekitar enam jam
semalam dan mengalami pergeseran siklus tidur/bangun memiliki tingkat
gula darah yang lebih tinggi dan proses metabolisme cenderung
melambat. Mereka menemukan bahwa jadwal tidur terganggu
menyebabkan penurunan 32 persen jumlah insulin yang dilepaskan di
dalam tubuh setelah makan. Insulin adalah hormon kunci dalam regulasi
gula darah. Rafalson mengungkapkan, peningkatan hormon stres yang
selalu membuat tubuh terjaga dapat menimbulkan ketidakseimbangan
hormon.
Hal lain yang berpengaruh terhadap diabetes adalah stres.
Menurut Smith, wanita yang mengalami stres karena pekerjaan lebih
mudah mengolah makanan menjadi lemak dan gula dibandingkan dengan
pria. Tingginya risiko disebabkan oleh gangguan pada neurendokrin dan
fungsi sistem imun serta peningkatan cortisol dan hormon simpatetik yang
dikeluarkan saat mengalami stres. Selain itu diketahui juga bahwa 19
persen kasus diabetes pada wanita disebabkan oleh stres akibat rendahnya
kekuasaan dan kendali terhadap pekerjaannya. Risiko ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan risiko yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok,
minum alkohol, dan aktivitas fisik lainnya.
Secara umum, pencegahan penyakit akibat kerja terdiri dari tiga
jenis pencegahan sebagai berikut:
a. Pencegahan primer dengan cara mengurangi kejadian dengan
menyingkirkan penyebab penyakit atau kerusakan. Hal ini dilakukan
dengan cara mengontrol bahaya (hazard), mengontrol bahaya (hazard)
baru yang diketahui dan mengontrol pajanan. Salah satu cara
mengontrol pajanan adalah dengan menggunakan alat pelindung diri
(APD). Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan,
apron ataupun masker.
b. Pencegahan skunder yakni dengan mendeteksi penyakit pada stadium
awal sebelum menunjukkan gejala yang membuatnya berobat.
c. Pencegahan tersier merupakan upaya untuk meminimalkan penyakit
yang sudah dimiliki oleh seorang individu.
II.5 Upaya-upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Dapat Diberikan
pada Pekerja dengan Diabetes
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk
menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan
di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada
baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi
dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan
mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini
diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara
cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui
pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum
seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai
melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon
pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang
akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umumüPemerikasaan kesehatan awal ini
meliputi:
a. Anamnese pekerjaan
b. Penyakit yang pernah diderita
c. Alrergi
d. Imunisasi yang pernah didapat
e. Pemeriksaan badan
f. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu :
- HbA1c
- Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara
berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko
kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar
pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan
umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila
diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko
kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus
diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga
ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan cara survey, dimana
akan dilakukan pemantauan dan pengidentifikasian aspek Kesehatan Kerja, terutama
mengenai produktifitas kerja. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode walk-
through survey dengan menggunakan check list, kuisioner, dan wawancara.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai Senin, 25 Maret 2013 sampai Sabtu, 30
Maret 2013 di program studi keperawatan fakultas kedokteran, Makassar, Sulawesi
Selatan. Dengan agenda sebagai berikut :
No Tanggal Kegiatan
1 25 Maret 2013 Penjelasan / pengarahan kegiatan
2 26 Maret 2013 Pembuatan proposal
3 27 Maret 2013 Walk through survey
4 28 Maret 2013 Walk through survey
5 29 Maret 2013 Pembuatan laporan walk through survey
6 30 Maret 2013 Presentasi laporan walk through survey
C. Populasi dan Sampel
Populasi
Staf pengajar dan tata usaha yang bekerja pada program studi keperawatan
fakultas kedokteran, Makassar, Sulawesi Selatan
Sampel
Pekerja dengan riwayat penyakit diabetes mellitus yang bekerja pada program
studi keperawatan fakultas kedokteran, Makassar, Sulawesi Selatan pada
Rabu, 27 Maret 2013, dan bersedia untuk diwawancarai.
D. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang langsung
diperoleh dari responden dengan menggunakan kuisioner dan check list.
E. Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah dan disajikan dengan bantuan komputer dengan
menggunakan perhitungan sederhana dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel
beserta penjelasan.
F. Alat dan Bahan
Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey (survei jalan
sepintas) dalam rangka untuk mengetahui jenis-jenis gangguan kesehatan pada
pekerja rumah tangga di Sukamana antara lain:
a. Alat tulis menulis
Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survei jalan sepintas
b. Kamera
Berfungsi sebagai alat untuk memotret keadaan dan kegiatan yang dilakukan
pekerja rumah tangga
c. Check list dan quisoner
Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer mengenai survei jalan
sepintas yang dilakukan.
KUISIONER HUBUNGAN PEKERJA DENGAN DIABETES TERHADAP
TINGKAT PRODUKTIFITAS KERJA
DI PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
LOKASI : Prog. Studi Keperawatan FK-UH
HARI/ TANGGAL : 27 Maret 2013
IDENTITAS REPONDEN
1. Nama Responden : ……………………………………
2. Umur : …………...tahun
3. Pendidikan Terakhir : ………………….
4. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
1. Sejak kapan menderita diabetes :
..........................................................................................................................................
2. Sudah berapa lama bekerja di tempat ini :
..........................................................................................................................................
3. Pekerjaan di kantor yang biasa dilakukan sehari-hari:
..........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
4. Berapa lama waktu aktif yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan selama
seminggu :
..........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
5. Jumlah ketidakhadiran rata – rata perbulan karena alasan kontrol kesehatan :
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
6. Apa ada pekerjaan rutin yang membutuhkan bantuan orang lain? Jika ada, apa?
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
7. Apa saja makanan dan minuman yang sering anda konsumsi saat bekerja? Apakah
sesuai dengan diet diabetes Anda?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
8. Berapa lama biasanya Anda duduk saat bekerja?
………………………………………………………………………………………….
9. Apakah Anda rutin mengkonsumsi obat di tempat kerja anda?
..........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
10.Apakah Anda makan tepat waktu serta istirahat (tidur) cukup?
..........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
11.Apakah Anda sering mengalami stress di tempat kerja? Bila ya, seberapa sering?
..........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
12. Berapa lama Anda berolahraga dalam seminggu?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
13. Apa saja usaha pencegahan diabetes di lingkungan kerja anda ?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
CHECKLIST HUBUNGAN PEKERJA DENGAN DIABETES TERHADAP
TINGKAT PRODUKTIFITAS KERJA
DI PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
LOKASI : Prog. Studi Keperawatan FK-UH
HARI/ TANGGAL : 27 Maret 2013
N
O
PERIHAL YA TIDAK KET.
1 Apakah ada alat absensi di kantor?2 Apakah ada jadwal olahraga bersama
setiap minggu?3 Apakah ada standar operasional kerja
setiap divisi di kantor?4 Apakah ada jadwal pemeriksaan
kesehatan berkala?5. Apakah ada konsumsi yang diberikan
di tempat kerja?Faktor Fisik
6. Apakah ada penyejuk ruangan?7. Apakah ada gangguan suara bising?
Faktor Biologi8. Apakah kantin di tempat kerja
menyajikan diet tinggi serat atau rendah kalori?Faktor Ergonomi
9. Apakah tempat duduk yang digunakan saat bekerja nyaman?
10. Apakah komputer yang digunakan memiliki pelindung radiasi pada monitornya?Faktor Psikososial
11. Adakah ada pembagian jam kerja dan jadwal jam kerja?
14. Apakah ada jadwal istirahat dan makan yang teratur di tempat bekerja?
15. Apakah suasana kerja menyenangkan?
16. Apakah ada aturan kompensasi bagi