proposal luas lahan sawah.doc

61
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Dari sisi ekonomi lahan merupakan input tetap yang utama bagi berbagai kegiatan produksi komoditas pertanian dan nonpertanian. Banyaknya lahan yang digunakan untuk setiap kegiatan produksi tersebut secara umum merupakan permintaan turunan dari kebutuhan dan permintaan komoditas yang dihasilkan. Oleh karena itu perkembangan kebutuhan lahan untuk setiap jenis kegiatan produksi akan ditentukan oleh perkembangan jumlah permintaan setiap komoditas. Pada umumnya permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan kurang elastis terhadap pendapatan dibandingkan permintaan komoditas nonpertanian. Konsekuensinya adalah pembangunan ekonomi yang membawa kepada peningkatan pendapatan cenderung 1

Upload: sadar-g-munthe

Post on 18-Jan-2016

98 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat luas

dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Dari sisi ekonomi lahan

merupakan input tetap yang utama bagi berbagai kegiatan produksi komoditas

pertanian dan nonpertanian. Banyaknya lahan yang digunakan untuk setiap

kegiatan produksi tersebut secara umum merupakan permintaan turunan dari

kebutuhan dan permintaan komoditas yang dihasilkan. Oleh karena itu

perkembangan kebutuhan lahan untuk setiap jenis kegiatan produksi akan

ditentukan oleh perkembangan jumlah permintaan setiap komoditas.

Pada umumnya permintaan komoditas pertanian terutama komoditas

pangan kurang elastis terhadap pendapatan dibandingkan permintaan komoditas

nonpertanian. Konsekuensinya adalah pembangunan ekonomi yang membawa

kepada peningkatan pendapatan cenderung menyebabkan naiknya permintaan

lahan untuk kegiatan di luar pertanian (Rauf, 2010).

Ketersediaan lahan semakin berkurang seiring dengan pertumbuhan

jumlah penduduk. Masalah yang ditimbulkan dari pertumbuhan jumlah penduduk

juga dijelaskan oleh Thomas Robert Malthus bahwa pertumbuhan penduduk

mengalami peningkatan yang lebih cepat menurut deret ukur dari ketersediaan

bahan pangan yang pertambahannya hanya menurut deret hitung sehingga lambat

laun manusia akan mengalami krisis bahan pangan. Dengan bertambahnya jumlah

penduduk, maka kebutuhan akan perumahan juga akan meningkat. Sementara itu

1

Page 2: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

jumlah lahan yang tersedia jumlahnya tetap sehingga otomatis dalam penyediaan

perumahan mengorbankan lahan sawah untuk tempat pembangunan perumahan

(Sihaloho, 2007).

Proses alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, juga mengurangi

kesempatan usaha yang pada akhirnya mengancam pendapatan petani. Dengan

terjadinya alih fungsi lahan tersebut luas lahan sawah semakin menyempit, hal

tersebut sangat memprihatinkan, sebab kondisi perubahan fungsi pertanian ke

non-pertanian sangat signifikan, sehingga proses alih fungsi tersebut sangat

membawa dampak yang cukup besar bagi masyarakat petani pada umumnya

(Yusuf, 2013).

Walaupun secara kualitas sumber daya lahan dapat ditingkatkan, tetapi

secara kuantitas sumber daya lahan yang tersedia di setiap daerah praktis tetap.

Pada kondisi keterbatasan tersebut, maka peningkatan kebutuhan lahan untuk

permukiman, industri, pembangunan prasarana ekonomi umum, fasilitas sosial,

dan lain-lain, akan mengurangi ketersediaan lahan untuk pertanian. Karena

pembangunan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan di luar sektor

pertanian dengan laju lebih besar dibandingkan permintaan lahan di sektor

pertanian maka pertumbuhan ekonomi cenderung merangsang terjadinya konversì

lahan pertanian ke penggunaan di luar pertanian, terutama di daerah dengan

kelangkaan lahan tinggi (Simatupang dan Irawan, 2001).

Alih fungsi lahan sawah pada dasarnya merupakan suatu proses alamiah

yang terkait dengan tiga faktor dasar yaitu: kelangkaan lahan, dinamika

pembangunan, dan pertumbuhan penduduk. Konversi lahan sawah merupakan

2

Page 3: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

dinamika tataguna dan alokasi sumber daya lahan akibat terjadinya pergeseran

struktural dalam perekonomian dan tekanan penduduk. Pergeseran struktural ini

secara umum merupakan ciri perkembangan ekonomi suatu negara dan bersamaan

dengan itu sektor pertanian yang berbasis sumber daya lahan secara bertahap

dihadapkan pada sewa lahan dan biaya produksi serta opportunity cost yang

semakin tinggi akibat meningkatnya permintaan lahan untuk sektor lain yang

lebih menguntungkan. Dengan demikian konversi lahan sawah dapat dikatakan

sebagai suatu fenomena pembangunan yang pasti terjadi selama pembangunan

masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah penduduk terus mengalami

peningkatan dan tekanan terhadap lahan meningkat maka konversi lahan sawah

sangat sulit dihindari (Simatupang dan Irawan, 2001).

Di Indonesia dari tahun 2005 diperkirakan terjadi alih fungsi lahan sawah

beririgasi 42,40% (Salama, 2010). Alih fungsi lahan ini bersifat permanen, artinya

setelah lahan sawah beralih fungsi tidak dapat dikembalikan lagi menjadi lahan

sawah seperti semula. Di sisi lain pencetakan sawah baru sangat sedikit, biayanya

mahal dan perlu waktu yang lama. Luas lahan sawah di Indonesia jauh lebih

sedikit dibanding lahan kering. Akan tetapi meskipun luasnya jauh lebih sedikit,

namun kontribusinya terhadap produksi beras jauh lebih besar. Lahan sawah yang

ada di Indonesia hanya 7,78 juta hektar (BPS Indonesia, 2006) dan untuk lahan

kering mencapai 87,16 juta hektar (Utomo, 2006).

Konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian, dalam jangka pendek

memang belum terasakan dampaknya terhadap ketahanan pangan. Namun, bila

terus terjadi tanpa ada langkah-langkah komprehensif menghentikannya akan

3

Page 4: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

mengganggu ketahanan pangan nasional. Bagaimana tidak, konsumsi beras per

kapita dari tahun 2001 hingga tahun 2006 diperkirakan terus meningkat dari

153,56 kilogram per kapita/tahun akan menjadi 154,14 kilogram per kapita/tahun,

dan tahun 2021 diprediksikan sampai kepada angka konstan 147 kilogram per

kapita/tahun. Dengan asumsi produktivitas sama dengan saat ini, tahun 2020 areal

sawah yang diperlukan untuk seluruh wilayah Indonesia sekitar 9,3 juta hektar.

Seluruh areal sawah di Indonesia saat ini sekitar 8,9 juta hektar, 45% di antaranya

di Pulau Jawa dan Bali, diikuti Sumatera 22,4%, Sulawesi 11,1%, Nusa Tenggara

dan Maluku 6,4%, Kalimantan 14%, dan Irian Jaya 0,32% (Balitbang Propinsi

Sumatera Utara, 2005).

Permasalahan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di

Sumatera Utara saat ini terus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan

kebutuhan lahan untuk pembangunan meningkat. Oleh karena itu Sumatera Utara

diperkirakkan terancam kehilangan seluruh lahan pertanian dalam kurun waktu 20

tahun mendatang jika tidak ada komitmen dari seluruh pemerintah kabupaten kota

untuk membatasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Berkurangnya luas lahan

pertanian disebabkan karena maraknya pembangunan kawasan pemukiman.

Alih fungsi lahan pertanian di Provinsi Sumatera Utara mempengaruhi

usaha pertanian di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hasil pencacahan

lengkap Sensus Pertanian 2013 (ST2013), jumlah rumah tangga usaha pertanian

tahun 2013 sebesar 1.327.759 rumah tangga. Subsektor tanaman pangan, padi,

palawija dan hortikultura mengalami penurunan hingga 478.838 rumah tangga.

Secara rinci, di sektor tanaman pangan, ada 834.394 rumah tangga, lalu turun

4

Page 5: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

11,19% atau 93.327 menjadi 741.067 rumah tangga, padi turun 13,49% dari

658.552 menjadi 569.686 rumah tangga.

Dinas Pertanian Sumut (2014), menyebutkan bahwa produksi padi wilayah

Sumatera Utara naik 10,56% pada triwulan I tahun 2014 dibandingkan dengan

periode yang sama tahun 2013. Saat ini produksi padi Sumatera Utara mencapai

1.470.231 ton, sedangkan pada tahun sebelumnya di periode yang sama produksi

padi Sumatera Utara masih 1.329.835 ton. Kondisi ini akan terus dipertahankan

hingga akhir tahun yang ditargetkan akan mencapai 4 juta ton dan ditargetkan

produktivitas lahan meningkat dari 48,56 kwintal/Ha tahun 2013 menjadi 5,00

kwintal/Ha pada tahun 2014. Dinas pertanian Sumut telah melakukan tindakan

antisipasi untuk menjaga agar produksi padi Sumut mencapai target yang telah

ditetapkan termasuk upaya menekan terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Pada

2012 tercatat terdapat pengurangan areal pertanian baik sawah irigasi maupun

non-irigasi mencapai 4,16% dari awal luasnya 484.994 Ha pada 2011 menjadi

468.827 Ha pada 2012.

Kondisi peralihan fungsi lahan sawah per Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Utara berdasarkan BPS Sumut (2006), bahwa telah terjadi alih fungsi

lahan sawah selama 3 tahun (2003-2006) menjadi lahan pertanian bukan sawah

sebesar 5.665 Ha (31,86%), lahan untuk perumahan sebesar 8.567,7 Ha (48,16%),

lahan untuk bangunan industri sebesar 1.204,2 Ha (6,77%), lahan untuk bangunan

perusahaan/perkantoran sebesar 693,1 Ha (3,90%), dan untuk keperluan lain-lain

sebesar 1.651,3 Ha (9,29%). Kondisi tersebut menjunjukkan bahwa luasan lahan

sawah telah terjadi penurunan, terjadinya alih fungsi lahan sawah sebagai salah

5

Page 6: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

satu unsur produksi akan memberikan pengaruh terjadinya penurunan produksi

pangan. Untuk selanjutnya, harus ada upaya untuk tetap meningkatkan produksi

pangan, meskipun alih fungsi lahan sawah di Sumatera Utara sulit dicegah,

sehingga memerlukan upaya keras untuk pengendalian alih fungsi lahan sawah di

Sumatera Utara.

Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya alih fungsi

lahan pertanian ke non pertanian, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal

ini mendorong para pemilik lahan pertanian khususnya sawah untuk menjual

lahan yang dimilikinya karena terdesak kebutuhan hidup. Iming-iming harga jual

lahan yang tinggi juga akan menjadi daya tarik yang kuat dari para makelar tanah

(Simatupang dan Irawan, 2001). Hidayat (2008), dalam penelitiannya menemukan

bahwa variabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap alih fungsi lahan sawah ini ditunjukkan dari nilai sig. 0,000 < α = 0,05.

Pengaruhnya terhadap alih fungsi lahan sawah adalah bila pertumbuhan ekonomi

bertambah sebanyak satu satuan (satu persen), maka lahan akan mengalami alih

fungsi seluas 540,68 satuan (540,68 Hektar). Penelitian Syafa’at et al. (2001) pada

sentra produksi padi utama di Jawa dan Luar Jawa, menunjukkan bahwa selain

faktor teknis dan kelembagaan, faktor ekonomi yang menetukan alih fungsi lahan

sawah ke pertanian dan non pertanian adalah : (1) nilai kompetitif padi terhadap

komoditas lain menurun; (2) respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan,

dan daya saing usahatani meningkat.

Menurut Simatupang dan Irawan (2001), terjadinya peralihan fungsi lahan

sawah juga terjadi sebagai akibat dari perkembangan penggunaan lahan untuk

6

Page 7: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

pemukiman sebagai dampak dari perkembangan jumlah penduduk. Peralihan

fungsi lahan kondisi tersebut akan bersifat permanen sehingga proses upaya

peningkatan produksi melalui perluasan areal tanam akan menjadi tidak mungkin

lakukan.

Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah

penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, penduduk

Sumatera Utara berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2010 jumlah penduduk

Sumatera Utara telah meningkat menjadi 12,98 juta jiwa. Kepadatan penduduk

Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan pada tahun 2010

meningkat menjadi 178 jiwa per km². Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk dari

tahun 2000-2010 sebesar 1,10 persen. Data jumlah penduduk, pendapatan

perkapita, produksi padi sawah, dan produksi padi ladang di Sumatera Utara

Tahun 2002-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk, Pendapatan Perkapita, Produksi Padi Sawah, dan Produksi Padi Ladang di Sumatera Utara Tahun 2002-2012

TahunJumah Penduduk

(Jiwa)Pendapatan

Perkapita (Rp)Produksi PadiSawah (Ton)

Produksi PadiLadang (Ton)

2002 11.847.076 6.385.069 3.153.305 2.981.8892003 11.890.399 6.609.292 3.403.075 3.195.5152004 12.123.360 6.873.420 3.418.782 3.214.7822005 12.326.678 7.130.696 3.447.394 3.240.2092006 12.643.494 7.381.671 3.007.636 2.870.9442007 12.834.371 7.775.393 3.265.834 3.107.5702008 13.042.317 8.140.606 3.340.794 3.189.7582009 13.248.386 8.420.590 3.527.899 3.382.0662010 12.982.204 9.138.730 3.582.302 3.422.2642011 13.103.596 9.650.070 3.607.403 3.440.2622012 13.326.307 10.174.790 3.715.514 3.552.373

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2013

7

Page 8: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

Bertambahnya jumlah penduduk di Sumatera Utara secara otomatis akan

bertambah pula kebutuhan untuk pembangunan pemukiman, dan pembangunan

sarana-sarana lainnya untuk kepentingan penduduk. Dengan demikian

ketersediaan lahan yang relatif tetap sementara kebutuhan lahan yang terus

bertambah membuat peralihan lahan dari fungsi sebelumnya pun tidak bisa

dihindari.Sehingga lahan pertanian di Sumatera Utara semakin berkurang atau

terjadi penurunan.

Hasil penelitian Tulenan (2014), menunjukkan bahwa jumlah penduduk

meningkat sampai dengan tahun 2020 dan luas lahan pertanian berkurang sampai

dengan tahun 2020 di Kabupaten Minahasa Selatan. Tulenan menyimpulkan

bahwa jumlah penduduk memiliki hubungan yang erat dengan luas lahan

pertanian karena peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan berkurangnya luas

lahan pertanian yang disebabkan adanya alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sutrisno (2013), di

Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah, diketahui bahwa faktor wilayah yang

mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian diantaranya adalah laju pertumbuhan

penduduk, besarnya PDRB sektor non pertanian, dan jumlah industri, sedangkan

faktor individu petani meliputi pendapatan petani dari usahatani dan luar

usahatani, produktivitas lahan dan harga lahan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis beranggapan bahwa

penelitian mengenai “faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi luas lahan

pertanian padi sawah di Sumatera Utara”. Hal ini penting untuk dilakukan

mengingat sektor pertanian merupakan sektor yang amat penting sebagai penyedia

8

Page 9: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

bahan pangan terutama beras yang merupakan makanan pokok bagi sebagian

besar masyarakat di Sumatera Utara pada khususnya dan Indonesia pada

umumnya.

1.2. Permasalahan

Luas lahan pertanian padi sawah didapat dipengaruhi oleh peningkatan

jumlah penduduk, pendapatan, produksi padi sawah, dan produksi padi ladang.

Keempat faktor tersebut akan mengurangi lahan pertanian padi sawah yang ada di

Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan

masalah penelitian ini adalah: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi luas

lahan pertanian padi sawah di Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi luas lahan pertanian padi sawah di Sumatera Utara.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap luas lahan pertanian

padi sawah di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan terhadap luas lahan pertanian padi

sawah di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui pengaruh produksi padi sawah terhadap lusa lahan

pertanian padi sawah di Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui pengaruh produksi padi ladang terhadap luas lahan

pertanian padi sawah di Sumatera Utara.

9

Page 10: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintahan Sumatera Utara dalam

menetapkan kebijakan dan startegi dalam upaya mencegah/ meminimalkan

penurunan luas lahan pertanian padi sawah.

2. Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji masalah

penelitian lembaga pendidikan dimasa mendatang.

10

Page 11: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan Pertanian

Lahan pertanian dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain

memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

manfaat yang bersifat sosial. Lahan pertanian memiliki fungsi yang sangat luas

yang terkait dengan manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat

bawaan. Manfaat langsung berhubungan dengan perihal penyediaan pangan,

penyediaan kesempatan kerja, penyediaan sumber pendapatan bagi masyarakat

dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana

pelestarian kebudayaan tradisional, sarana pencegahan urbanisasi, serta sarana

pariwisata. Manfaat tidak langsung terkait dengan fungsinya sebagai salah satu

wahana pelestari lingkungan. Manfaat bawaan terkait dengan fungsinya sebagai

sarana pendidikan, dan sarana untuk mempertahankan keragaman hayati

(Rahmanto, dkk, 2002).

2.2. Alih Fungsi Lahan

2.2.1. Pengertian

Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut

sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan

lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang

menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu

sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk

11

Page 12: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi

keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah

jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

2.2.2. Fakta Alih Fungsi Lahan

Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat

seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur

perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan

tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi

lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi

secara progresif. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor.

Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu

lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin

kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong

meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga

harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya

dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Wibowo (1996)

menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk

setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara

umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, dkk (2006) secara

nasional, luas lahan sawah kurang lebih 7,8 juta Ha, dimana 4,2 juta Ha berupa

sawah irigasi dan sisanya 3,6 juta Ha berupa sawah nonirigasi. Selama Pelita VI

tidak kurang dari 61.000 Ha lahan sawah telah berubah menjadi penggunaan lahan

12

Page 13: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

nonpertanian. Luas lahan sawah tersebut telah beralih fungsi menjadi perumahan

(30%), industri (65%), dan sisanya (5%) beralih fungsi penggunaan tanah lain.

Penelitian yang dilakukan Irawan (2005) menunjukkan bahwa laju alih

fungsi lahan di luar Jawa (132 ribu Ha per tahun) ternyata jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan di Pulau Jawa (56 ribu ha per tahun). Sebesar 58,68 persen

alih fungsi lahan sawah tersebut ditujukan untuk kegiatan nonpertanian dan

sisanya untuk kegiatan bukan sawah. Alih fungsi lahan sebagian besar untuk

kegiatan pembangunan perumahan dan sarana publik.

Winoto (2005) mengemukakan bahwa lahan pertanian yang paling rentan

terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh :

1. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan

sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan

kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi.

2. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah

perkotaan.

3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya. Infrastruktur wilayah

persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering

4. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan

sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar,

dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu ekosistem pertaniannya

dominan areal persawahan.

Fenomena alih fungsi lahan pertanian sudah menjadi perhatian semua

pihak. Penelitian yang dilakukan Winoto (2005) menunjukkan bahwa sekitar

13

Page 14: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

187.720 Ha sawah beralih fungsi ke penggunaan lain setiap tahunnya, terutama di

Pulau Jawa. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan total lahan sawah

beririgasi seluas 7,3 juta Ha dan hanya sekitar 4,2 juta Ha (57,6%) yang dapat

dipertahankan fungsinya sedang sisanya sekitar 3,01 juta Ha (42,4%) terancam

beralih fungsi ke penggunaan lain.

2.2.3. Aspek Kebijakan dalam Alih Fungsi Lahan

Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan masalah pengendalian alih

fungsi lahan sawah sudah banyak dibuat. Akan tetapi, hingga kini

implementasinya belum berhasil diwujudkan secara optimal. Menurut Iqbal dan

Sumaryanto (2007) hal ini antara lain karena kurangnya dukungan data dan

minimnya sikap proaktif yang memadai ke arah pengendalian alih fungsi lahan

sawah tersebut. Terdapat tiga kendala mendasar yang menjadi alasan mengapa

peraturan pengendalian alih fungsi lahan sulit terlaksana, yaitu :

1. Kendala Koordinasi Kebijakan. Di satu sisi pemerintah berupaya melarang

terjadinya alih fungsi lahan, tetapi di sisi lain justru mendorong terjadinya alih

fungsi lahan tersebut melalui kebijakan pertumbuhan industri/manufaktur dan

sektor nonpertanian lainnya yang dalam kenyataannya menggunakan tanah

pertanian.

2. Kendala Pelaksanaan Kebijakan. Peraturan-peraturan pengendaliah alih fungsi

lahan baru menyebutkan ketentuan yang dikenakan terhadap perusahaan-

perusahaan atau badan hukum yang akan menggunakan lahan dan atau akan

merubah lahan pertanian ke nonpertanian. Oleh karena itu, perubahan

penggunaan lahan sawah ke nonpertanian yang dilakukan secara

14

Page 15: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

individual/perorangan belum tersentuh oleh peraturan-peraturan tersebut,

dimana perubahan lahan yang dilakukan secara individual diperkirakan sangat

luas.

3. Kendala Konsistensi Perencanaan. RTRW yang kemudian dilanjutkan dengan

mekanisme pemberian izin lokasi, merupakan instrumen utama dalam

pengendalian untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah beririgasi

teknis. Namun dalam kenyataannya, banyak RTRW yang justru merencanakan

untuk mengalih fungsikan lahan sawah beririgasi teknis menjadi nonpertanian.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, dkk (2006) dalam

konteks pembangunan di Pulau Jawa, jumlah keluarga atau rumah tangga yang

hidup dari sektor nonpertanian mencapai 100%. Beberapa faktor penting yang

berpengaruh pada perubahan pola pemanfaatan lahan pertanian di Pulau Jawa

yaitu faktor privatisasi pembangunan kawasan industri, pembangunan pemukiman

skala besar dan kota baru, serta deregulasi investasi dan kemudahan perizinan.

Tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan

pertanian ke nonpertanian ialah:

1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan

Presiden Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada

pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan

industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak

kebijakan ini sangat berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan sejak

tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari

ketersediaan infrastruktur ekonomi.

15

Page 16: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

2. Kebijakan pemerintah lainnya yang sangat berpengaruh terhadap perubahan

fungsi lahan pertanian ialah kebijakan pembangunan permukiman skala besar

dan kota baru. Akibat ikutan dari penerapan kebijakan ini ialah munculnya

spekulan yang mendorong minat para petani menjual lahannya.

Sehingga terlihat bahwa sering sekali terjadi ketidakserasian antar

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi alih fungsi yang justru

sering sekali justru meningkatkan laju alih fungsi lahan terutama lahan sawah.

2.3. Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah

Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian dapat berdampak

terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang

lebih luas dimana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi,

sosial, budaya, dan politik masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmanto, dkk (2002),

ditinjau dari aspek produksi, kerugian akibat alih fungsi lahan sawah di Jawa

selama kurun waktu 18 tahun (1981-1998) diperkirakan telah menyebabkan

hilangnya produksi beras sekitar 1,7 juta ton/tahun atau sebanding dengan jumlah

impor beras tahun 1984-1997 yang berkisar antara 1,5- 2,5 juta ton/tahun.

Menurut Sudirja (2008) alih fungsi lahan pertanian bukan hanya sekedar

memberi dampak negatif seperti mengurangi produksi beras, akan tetapi dapat

pula membawa dampak positif terhadap ketersediaan lapangan kerja baru bagi

sejumlah petani terutama buruh tani yang terkena oleh alih fungsi tersebut serta

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

16

Page 17: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

Menurut Irawan dan Friyatno (2005) proses alih fungsi lahan pertanian

pada tingkat mikro dapat dilakukan oleh petani sendiri atau dilakukan pihak lain.

Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pihak lain secara umum memiliki dampak

yang lebih besar terhadap penurunan kapasitas produksi pangan karena proses alih

fungsi lahan tersebut biasanya mencakup hamparan lahan yang cukup luas,

terutama ditujukan untuk pembangunan kawasan perumahan. Alih fungsi lahan

yang dilakukan oleh pihak lain tersebut biasanya berlangsung melalui pelepasan

hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain yang kemudian diikuti dengan,

pemanfaatan lahan tersebut untuk kegiatan non pertanian. Dampak alih fungsi

lahan pertanian terhadap masalah pengadaan pangan pada dasarnya terjadi pada

tahap kedua. Namun tahap kedua tersebut secara umum tidak akan terjadi tanpa

melalui tahap pertama karena sebagian besar lahan pertanian dimiliki oleh petani.

Oleh karena itu pengendalian pemanfaatan lahan untuk kepentingan pengadaan

pangan pada dasarnya dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu: 1)

Mengendalikan pelepasan hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain; dan 2)

Mengendalikan dampak alih fungsi lahan tanaman pangan tersebut terhadap

keseimbangan pengadaan pangan.

2.4. Alih fungsi Lahan Pertanian Padi sawah di Sumatera Utara

Alih fungsi lahan mengandung pengertian perubahan pengunaan lahan

oleh manusia, yaitu mengubah perunbahan penggunaan lahan tertentu menjadi

penggunaan lainnya yang dapat menimbulkan dampak negatif. Disamping itu

peneliti lain mengartikan alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut

17

Page 18: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

transformasi dan pengalokasian sumberdaya lahan dari satu pengunaan ke

penggunaan yang lain.

Perubahan pengunaan lahan pada suatu wilayah disebabkan oleh berbagai

macam faktor dengan besaran yang berbeda pada masing-masing wilayah.

Besarnya perubahan pengunaan lahan (Konversi lahan) yang terjadi pada suatu

wilayah dapat dihitung dalam suatu bentuk perhitungan matematis, yaitu selisih

antara luas lahan tahun sebelumnya, dimana terjadi alih fungsi lahan di satu sisi

maupun percetakan sawah baru disisi lain.

Perhitungan tersebut dirumuskan sebagai berikut :

(Ct –At) = Lt –L t-1

Artinya luas lahan tahun t (Lt) adalah luas lahan tahun sebelumnya (Lt-1)

ditambah percetakan sawah baru (Ct) dikurangi alih fungsi lahan sawah (At).

Dengan demikian jika alih fungsi lahan sawah bernilai positif, berarti hanya

terjadi percetakan sawah baru, atau percetakan lahan sawah yang terjadi lebih luas

dari alih fungsi lahan sawah masing-masing pada tahun t. Sebaliknya konversi

lahan sawah bernilai negatif, bnerarti hanya terjadi konversi lahan sawah,atau

konversi lahan sawah hanya terjadi lebih luas daripercetakan sawah pada tahun t.

Di Sumatera Utara lahan pertanian pada umumnya terjadi koversi lahan

sawah menjadi lahan tanaman perkebunan atau pembangunan lainnya. Hal ini

disebabkan banyaknya lahan untuk padi sawah yang ada dialih fungsikan

sehingga produksi beras Sumatera Utara menurun bahkan mengancam produksi

beras nasional (Lusyantini, 2011.)

18

Page 19: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

Luas areal panen padi dan produktifitas tanaman merupakan faktor utama

dalam usaha peningkatan produksi padi nasional. Beberapa tahun terakhir

pertumbuhan luas areal menjadi masalah yang sangat serius seiring dengan laju

pertumbuhan penduduk, karena lahan pertanian sawah telah dialih fungsikan ke

non pertanian dan perkebunan terutama tanaman kelapa sawit. Sehingga pada

daerah-daerah yang selama ini merupakan sentra produksi beras terus menurun,

seiring dengan terjadinya alih fungsi lahan. Terjadinya alih fungsi lahan sawah ke

tanaman kelapa sawit disebabkan oleh pendapatan usaha tani padi sawah lebih

tinggi, resiko kegagalannya, nilai jual gabah lebih tinggi daripada, biaya produksi

lebih rendah, ketersediaan air, teknologi budidaya  dan dampak yang dihadapi

produksi beras menurun, konversi lahan menurun dan produktifitas lahan

menurun ( Kanisius, 1990).

Beberapa kelemahan berkaitan dengan sempitnya luas kepemilikan petani

yang menyebabkan pendapatan petani tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup

sehari-hari. Walaupun sebagian besar petani masih tetap menanam padi akan

tetapi hasil yang didapat tidak bisa menopang kehidupan yang layak bagi keluarga

mereka bahkan sampai tidak mampu memenuhi kebutuhan akan pangan sendiri.

Akhir-akhir ini telah terjadi keprihatinan karena sebagian besar petani padi selain

menjadi produsen juga telah menjadi net consumer beras. Program RASKIN

(beras untuk masyarakat miskin) juga didistribusikan oleh pemerintah untuk

petani miskin (Riadil.A. Lubis, 2011).

Beberapa kelemahan berkaitan dengan sempitnya luas kepemilikan petani

yang menyebabkan pendapatan petani tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup

19

Page 20: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

sehari-hari. Walaupun sebagian besar petani masih tetap menanam padi akan

tetapi hasil yang didapat tidak bisa menopang kehidupan yang layak bagi keluarga

mereka bahkan sampai tidak mampu memenuhi kebutuhan akan pangan sendiri.

Akhir-akhir ini telah terjadi keprihatinan karena sebagian besar petani padi selain

menjadi produsen juga telah menjadi net consumer beras. Program RASKIN

(beras untuk masyarakat miskin) juga didistribusikan oleh pemerintah untuk

petani miskin (Riadil.A. Lubis, 2011).

Sempitnya penguasaan lahan dikarenakan sistem warisan yang turun

temurun dan tidak beranjaknya nasib petani gurem. Sistem warisan yang membagi

rata lahan pertanian menyebabkan terjadinya fragmentasi lahan yang akhirnya

mendorong terjadinya konversi lahan dengan alasan ekonomi.

Terjadinya alih fungsi lahan padi tersebut tidak hanya karena keterbatasan

pemerintah Sumatera Utara dan Pemerintah Pusat membangun irigasi dan

memelihara irigasi yang telah ada sehingga ketersediaan air sangat tidak cukup

untuk bertanam padi itulah sebabnya areal panen pada musim kemarau sangat

rendah, gambaran indeks pertanaman padi di Sumatera Utara dibawah 2

sedangkan di jawa mendekati 3. Walaupun adanya upaya pemerintah mencetak

areal persawahan baru akan tetapi usaha tersebut tidak sebanding dengan

berkurangnya areal padi sawah. Kalau hal ini terjadi secara terus menerus maka

tidak bisa hindari akan kekurangan lahan pertanian sawah dan menjadi ancaman

ketahanan pangan (Lusyantini, 2011).

20

Page 21: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

2.5. Faktor-Faktor Terjadinya Alih Fungsi Lahan

Menurut Lestari (2009) proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan

nonpertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor

penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:

1. Faktor Eksternal.

Faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika

pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.

2. Faktor Internal.

Faktor internal lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi

rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3. Faktor Kebijakan.

Faktor kebijakan adalah aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah

pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan

pertanian. Kelemahan pada aspekregulasi atau peraturan itu sendiri terutama

terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi

objek lahan yang dilarang dikonversi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ilham, dkk (2003) diketahui

faktor penyebab alih fungsi dari sisi eksternal dan internal petani, yakni tekanan

ekonomi pada saat krisis ekonomi. Hal tersebut menyebabkan banyak petani

menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berdampak

meningkatkan alih fungsi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan

pada pihak-pihak pemilik modal. Sawah tadah hujan paling banyak mengalami

alih fungsi (319 ribu Ha) secara nasional. Lahan sawah di Jawa dengan berbagai

21

Page 22: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

jenis irigasi mengalami alih fungsi, masing-masing sawah tadah hujan 310 ribu

Ha, sawah irigasi teknis 234 ribu Ha, sawah irigasi semi teknis 194 ribu Ha dan

sawah irigasi sederhana 167 ribu Ha. Sementara itu di Luar Jawa alih fungsi

hanya terjadi pada sawah beririgasi sederhana dan tadah hujan. Tingginya alih

fungsi lahan sawah beririgasi di Jawa makin menguatkan indikasi bahwa

kebijakan pengendalian alih fungsi lahan sawah yang ada tidak efektif.

Menurut Wicaksono (2007), faktor lain penyebab alih fungsi lahan

pertanian terutama ditentukan oleh :

1. Rendahnya nilai sewa tanah (land rent); lahan sawah yang berada disekitar

pusat pembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk pemukiman

dan industri.

2. Lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait.

3. Semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar pendapatan

asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan kelestarian (sustainability)

sumberdaya alam di era otonomi.

Produksi padi secara nasional terus meningkat setiap tahun, tetapi dengan

laju pertumbuhan yang cenderung semakin menurun. Alih fungsi lahan pertanian

menjadi lahan nonpertanian karena pesatnya pembangunan dianggap sebagai

salah satu penyebab utama melandainya pertumbuhan produksi padi (Bapeda,

2006).

Menurut Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya

disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh

kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi

22

Page 23: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi

lahan itu sendiri.

Perubahan jenis lahan merupakan penambahan penggunaan jenis lahan di

satu sektor dengan diikuti pengurangan jenis lahan di sektor lainnya. Atau dengan

kata lain perubahan penggunaan lahan merupakan berubahnya fungsi lahan pada

periode waktu tertentu, misalnya saja dari lahan pertanian digunakan untuk lahan

non pertanian. Menurut Wahyunto (2001), perubahan penggunaan lahan dalam

pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi

karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk

yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya

tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Menurut Irawan (2005), ada dua hal yang mempengaruhi alih fungsi lahan.

Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu

lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin

kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong

meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga

harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya

dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.

Menurut Pakpahan dalam Fanny Anugrah K (2005), menyebutkan bahwa

konversi lahan di tingkat wilayah secara tidak langsung dipengaruhi oleh : 1)

Perubahan struktur ekonomi; 2) Pertumbuhan penduduk; 3) Arus urbanisasi; dan

4) Konsistensi implementasi rencana tata ruang. Secara langsung konversi lahan

sawah dipengaruhi oleh: 1) Pertumbuhan pembangunan sarana transportasi; 2)

23

Page 24: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

Pertumbuhan lahan untuk industri; 3) Pertumbuhan sarana pemukiman; dan 4)

Sebaran lahan sawah.

Meningkatnya jumlah penduduk akan mempengaruhi tingkat kebutuhan

akan papan, hal tersebut akan memicu terjadinya pembukaan lahan baru yang

akan dijadikan sebagai pemukiman baru. Saat ini banyak lahan-lahan pertanian

yang beralih fungsi menjadi pemukiman, sehingga menyebabkan berkurangnya

luas lahan pertanian karena pembangunan pemukiman yang terjadi, tidak hanya di

daerah yang memang layak dijadikan sebagai area pemukiman, sebagian besar

pemukiman saat ini dibangun dengan merubah lahan (alih fungsi lahan), yang

umumnya dari lahan pertanian menjadi lahan pemukiman.

Demikian juga dengan dampak akibat pertambahan penduduk terutama di

Provinsi Sumatera Utara adalah semakin berkurangnya luas lahan pertanian yang

berubah menjadi lahan pemukiman. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan

non pertanian sebenarnya bukan masalah baru, peningkatan jumlah penduduk

menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan, industri dan

pemukiman, hal ini tentu saja harus didukung dengan ketersediaan lahan.

Karena adanya faktor tersebut sewa lahan (land rent) pada suatu daerah

akan semakin tinggi. Menurut Barlowe dalam Fanny Anugrah K, (2005) sewa

ekonomi lahan mengandung pengertian nilai ekonomi yang diperoleh suatu

bidang lahan bila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi.

Urutan besaran ekonomi lahan menurut penggunaannya dari berbagai kegiatan

produksi ditunjukkan sebagai berikut: 1) Industri manufaktur; 2) Perdagangan; 3)

Pemukiman; 4) Pertanian; 5) Intensif; dan 6) Pertanian ekstensif

24

Page 25: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

2.5. Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Multifungsi Lahan Pertanian

Istilah "multifungsi" pertanian mulai muncul di dunia internasional pada

awal tahun 1992, di Rio Earth Summit (De Vries, 2000). Istilah "Multifungsi

Pertanian" telah dengan cepat berkembang untuk digunakan dalam diskusi

mengenai masalah lingkungan, pertanian dan perdagangan internasional,

Pendukung multifungsi di bidang pertanian umumnya menunjukkan manfaat lain

selain penghasil pangan atau serat yang bisa berasal dari pertanian, manfaat

tersebut sering kurang/tidak dihargai di pasar dan jenisnya bervariasi yang sangat

tergantung pada kondisi pertanian itu sendiri. Manfaat ini biasanya mencakup

kontribusi terhadap kepentingan masyarakat pedesaan (melalui pemeliharaan

pertanian keluarga, kesempatan kerja di pedesaan dan warisan budaya), biologis,

keanekaragaman, rekreasi dan pariwisata, kesehatan air tanah, bioenergi,

lansekap, pangan yang berkualitas dan aman, serta habitat bagi hewan-hewan

tertentu. Pemahaman yang komprehensif terhadap multifungsi lahan pertanian

sangat diperlukan agar kecenderungan "under valued" terhadap sumberdaya

tersebut dapat dihindarkan (Bappenas, 2006).

Fungsi utama lahan pertanian adalah untuk mendukung pengembangan

produksi pangan, khususnya padi dan palawija. Namun justifikasi tentang

perlunya pengendalian alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian harus berbasis

pada pemahaman bahwa lahan pertanian mempunyai manfaat ganda (multifungsi)

(Irawan, 2005). Secara holistik, manfaat tersebut terdiri dari dua kategori: (1) nilai

penggunaan (use values), dan (2) manfaat bawaan (non use values). Nilai

penggunaan dapat pula disebut sebagai personal use values. Manfaat ini

dihasilkan dari kegiatan eksploitasi atau kegiatan usahatani yang dilakukan pada

25

Page 26: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

sumberdaya lahan pertanian. Manfaat bawaan dapat pula disebut sebagai intrinsic

values, yaitu berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan

merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik lahan

pertanian. Manfaat bawaan mencakup kontribusinya dalam mempertahankan

keanekaragaman hayati, sebagai wahana pendidikan, dan sebagainya.

Nilai penggunaan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu manfaat

langsung (direct use values) dan manfaat tidak langsung (indirect use values).

Manfaat langsung mencakup dua jenis manfaat, yaitu : (1) Manfaat yang nilainya

dapat diukur dengan harga pasar atau marketed output, yaitu berbagai jenis barang

yang nilainya dapat terukur secara empirik dan diekspresikan dalam harga output,

misalnya berbagai produk yang dihasilkan dari kegiatan usahatani. Jenis manfaat

ini bersifat individual, berarti manfaat yang diperoleh secara legal hanya dapat

dinikmati oleh para pemilik lahan. (2) Manfaat yang nilainya tidak dapat diukur

dengan harga pasar (unpriced benefit). Jenis manfaat ini tidak hanya dapat

dinikmati oleh pemilik lahan tetapi dapat pula dinikmati oleh masyarakat luas,

misalnya tersedianya pangan, wahana rekreasi, dan penciptaan lapangan kerja di

pedesaan (Irawan, 2005).

Manfaat tidak langsung dari keberadaan lahan pertanian umumnya terkait

dengan aspek lingkungan. Yoshida (1994) dan Kenkyu (1998) dalam Irawan

(2005) menguraikan bahwa keberadaan lahan pertanian dari aspek lingkungan

memberikan lima jenis manfaat, yaitu : kontribusinya dalam mencegah banjir,

pengendali keseimbangan tata air, mencegah terjadinya erosi, mengurangi

pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah rumah tangga dan mencegah

pencemaran udara yang berasal dari gas buangan. Seluruh jenis manfaat dapat

dinikmati oleh masyarakat umum dengan cakupan wilayah yang lebih luas, karena

26

Page 27: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

masalah lingkungan yang ditimbulkan dapat bersifat lintas daerah. Alih fungsi

lahan pertanian akan mengakibatkan tidak hanya hilangnya potensi produksi

pangan nasional, tetapi mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya multifungsi

lahan pertanian tersebut.

2.6. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang masalah, maka kerangka pemikiran dapat

digambarkan sebagai berikut

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

27

Permasalahan Lahan

Implikasi Kebijakan

Permintaan terhadap Lahan Meningkat, Persediaan Lahan

Terbatas

Luas Lahan Berkurang

Faktor Pendorong Faktor Penghambat

Internal

Lokasi lahan Produktivitas lahan Saluran irigasi Mutu tanah

Lluas lahan Biaya produksi. Risiko usaha tani Peningkatan

pendapatan masy. Perubahan perilaku masy. Penanganan pasca panen Pemenuhan kebutuhan

Eksternal

Pertambahan penduduk Warga lain Pihak swasta Nilai jual Kebutuhan tempat tinggal Pembangunan sarana

prasarana Peluang kerja Fluktuasi harga Pajak Subsidi pemerintah Tenaga kerja Kesempatan membeli

lahan lain

Internal

Warisan

Kepercayaan masyarakat

Kondisi saluran irigasi

Kondisi lahan masih subur

Kesempatan kerja di

sektor lain

Eksternal

Regulasi pemerintah

tentang jalur hijau

Subsidi pemerintah

Kepastian harga hasil

pertanian

Kompensasi dari

pemerintah

PertumbuhanPenduduk Meningkat

Page 28: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari sebuah penelitian yang akan

dilakukan oleh sipeneliti. Oleh karena itu jawaban sementara yang menjadi

hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ha : Ada pengaruh jumlah penduduk, pendapatan perkapita, produksi padi

sawah, dan produksi padi ladang terhadap luas lahan pertanian padi sawah di

Sumatera Utara.

H0 : Tidak ada pengaruh jumlah penduduk, pendapatan perkapita, produksi padi

sawah, dan produksi padi ladang terhadap luas lahan pertanian padi sawah di

Sumatera Utara.

28

Page 29: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bagian ini akan diuraikan ruang lingkup penelitian, jenis dan sumber

data dan metode alat analisis yang digunakan. Penelitian ini akan menguji

signifikansi variabel-variabel penelitian berdasarkan teori ekonometrika sesuai

dengan hipotesis.

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Secara spesifik penelitian ini mengidentifikasi pengaruh jumlah penduduk

(X1), pendapatan (X2), produksi padi sawah (X3), dan produksi padi ladang (X4)

terhadap luas lahan pertanian padi sawah (Y) di Sumatera Utara.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Dalam melaksanakan penelitian, data yang dipergunakan adalah data

sekunder dengan jenis data yang digunakan dalam bentuk runtun waktu (time

series) pada kurun waktu 23 tahun (1990 – 2012), yang bersifat kuantitatif yaitu

berbentuk angka-angka.

Data bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian

Sumatera Utara, dan sumber lain yaitu: jurnal dan hasil-hasil penelitian. Data

yang dikumpulkan mencakup semua variabel yang relevan untuk keperluan

estimasi.

29

Page 30: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

3.3. Batasan Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan operasional sebagai

berikut:

1. Luas lahan pertanian padi sawah merupakan besarnya lahan pertanian padi

sawah dalam satuan hektar yang bersumber dari data Badan Pusat Statistik

(BPS), Dinas Pertanian Sumatera Utara tahun 1990 – 2012.

2. Jumlah penduduk merupakan banyaknya penduduk yang tinggal dan menetap

di Sumatera Utara. Jumlah ini terdiri dari gabungan antara penduduk laki-laki

dan perempuan yang sudah tercatat oleh pemerintah Sumatera Utara. Satuan

jumlah penduduk yang digunakan adalah per jiwa. Data jumlah penduduk

bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Sumatera

Utara tahun 1990 – 2012.

3. Pendapatan perkapitan adalah gambaran rata-rata pendapatan dalam satuan

rupiah yang diterima setiap penduduk. Data pendapatan perkapitan bersumber

dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Sumatera Utara tahun

1990 – 2012.

4. Produksi padi sawah adalah produktivitas padi sawah setiap tahun dalam

satuan ton. Data produksi padi sawah bersumber dari data Badan Pusat

Statistik (BPS), Dinas Pertanian Sumatera Utara tahun 1990 – 2012.

5. Produksi padi ladang adalah produktivitas padi ladang setiap tahun dalam

satuan ton. Data produksi padi ladang bersumber dari data Badan Pusat

Statistik (BPS), Dinas Pertanian Sumatera Utara tahun 1990 – 2012.

30

Page 31: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. Metode Regresi Linier Berganda (Multiple Linier Regression)

Regresi merupakan metode estimasi yang mempelajari bagaimana

pengaruh satu variabel independent (bebas) terhadap variabel dependent (tidak

bebas). Dalam penegertian modern regresi merupakan studi mengenai bagaimana

variabel dependent dipengaruhi oleh satu atau lebih dari variabel indepent dengan

tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi nilai rata-rata variabel

dependent didasarkan pada nilai variabel independen yang diketahui.

Metode regresi dibedakan menjadi metode regersi linier sederhana dan

metode regeresi linier berganda. Perbedaanya adalah pada regresi sederhana

hanya menggambarkan hubungan antara satu variabel dependent dengan saru

variabel indepent. Secara matematis bentuk umum hubungan tersebut dapat

dirumuskan sebgai berikut:

Yi = ß0 + ß1Xi +µi ß1 < 0 Regresi populasi

Ŷi = ß0 + ß1Xi +µi ß1 < 0 Regresi sampel

Sedangkan pada regresi berganda menggambarkan hubungan antara satu variabel

depedent dengan lebih dari satu variabel independent. Secara matematis bentuk

umum hubungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

Yi = ß0 +ß1X1i+ ß2X2i + ... +ßkXki +µi Regresi Populasi

Ŷi = ß0 + ß1X1i+ß2X2i + ... + ßkXki + µi Regresi sampel

Pada metode regresi untuk menganalisis bentuk hubungan anatara

variabel.dependent dengan variabel Idependent digunakan fungsi regresi sampel

(Sampel Regression Function/SRF) yang ditentukan berdasarkan fungsi regresi

31

Page 32: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

populasi (Population Regression Function/ PRF). Hal ini dikarenakan

pengestimasian fungsi populasi sulit dilakukan. Oleh karena itu digunakan fungsi

sampel yang dapat menggambarkan kondisi populasi dengan tingkat keslahan

(error =µ) yang minimum. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah

Ordinary Least Square (OLS).

Dengan metode OLS diupayakan agar garis regresi sampel dapat

mengambbarkan garis regresi yang baik, yang mendekati garis regresi

populasinya, dengan asumsi dari metode OLS yang digunakan dalam regresi

berganda yaitu :

1. Hubungan antara Variabel dependent dengan variabel Independent adalah

linier dalam parameter.

2. Nilai variabel independent tetap untuk observasi yang berulang-ulang (non-

stochastic). Karena variabel yang digunakan lebih dari satu, maka

diasumsikan bahwa tidak ada hubungan linier antar variabel Indpendent yang

satu dengan lainnya.

3. Nilai Harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel gangguan µ1adalah

nol.

4. Varian dari variabel gangguan µi adalah sama (homoskedastitas).

5. Tidak ada serial kolerasi antara variabel gangguan yang satu dengan yang

lainnya.

6. Variabel gangguan µi berdistribusi normal.

Jika keenam asumsi tersebut terpenuhi, maka metode OLS akan mampu

memberikan garis regresi sampel yang sedekat mungkin dengan data aktualnya.

Model regresi dikatakan menghasilkan penaksiran yang tidak bias, linier dan

32

Page 33: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

mempunyai varian yang minimum atau bersifat BLUE (Best Linier Unibased

Estimator).

3.4.2. Pengujian Asumsi Klasik

Formulasi regresi berganda dipergunakan karena secara teoritis variabel

dependen yang diteliti dianggap mempunyai kecenderungan hubungan linier

dengan masing-masing variabel independennya. Regresi linier berganda

mencocokkan model prediksi ke dalam sebuah model yang telah dimasukkan ke

dalam serangkaian data, masalah ini disebut dengan pengujian asumsi klasik yang

di dalamnya termasuk pengujian normalitas, multikolinieritas, heterokedastisitas.

1. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2005), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah

variabel independen dan variabel dependen berdistribusi normal. Model regresi

yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk

melihat normalitas data dapat dilakukan dengan melihat histogram atau pola

distribusi data normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran

data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari

nilai residualnya. Dasar pengambilan keputusannya adalah:

a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal

atau garis histogramnya menunjukkan pola berdistibusi normal, maka model

regresi memenuhi asumsi normalitas,

b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal

atau grafik histogram tidak menunjukkan data berdistribusi normal, maka

model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

33

Page 34: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-

S) untuk menguji normalitas data. Uji K-S dibuat dengan membuat hipotesis:

Ho : data residual berdistribusi normal,

Ha : data residual tidak berdistribusi normal.

Bila signifikasi > 0,05 dengan α = 5%, berarti distribusi data normal dan

Ho diterima, sebaliknya bila nilai signifikansi < 0,05 berarti distribusi data tidak

normal dan Ha diterima. Data yang tidak terdistribusi secara tidak normal dapat

ditransformasikan agar menjadi normal. Jika data tidak normal ada beberapa cara

mengubah model regresi menjadi normal menurut Jogiyanto (2004), yaitu:

a. Dengan melakukan transformasi data ke bentuk lain, yaitu Logaritma Natural,

akar kuadrat, dan Logaritma lo,

b. Lakukan trimming, yaitu mengubah observasi yang bersifat outlier,

c. Lakukan winsorizing, yaitu mengubah nilai-nilai data outlier menjadi nilai-

nilai minimum atau maksimum yang diizinkan supaya distribusinya menjadi

normal.

2. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2005), “uji ini bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.” Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.

Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen

antara yang satu dengan yang lainnya.

Jika terjadi korelasi sempurna diantar sesama variabel bebas, maka

konsekuensinya adalah:

34

Page 35: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

a. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir,

b. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga.

Ada tidaknya multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai

tolerance dan variance inflation factor (VIF), serta dengan menganalisis matriks

korelasi variabel-variabel independen. Nilai cut off yang umum dipakai untuk

menunjukkan adanya multikolinearitas adalah jika nilai VIF tidak lebih dari 10

dan nilai tolerance tidak kurang 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari

multikolinearitas.

Ada dua cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas, yaitu:

a. Mengeluarkan salah satu variabel, misalnya variabel independen A dan B

saling berkolerasi kuat, maka bisa dipilih A atau B yang dikeluarkan dari

model regresi.

b. Menggunakan metode lanjut seperti Regresi Bayesian atau Regresi Ridge.

3. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2005), “uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat

apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual suatu

pengamatan ke pengamatan yang lain.” Suatu model regresi yang baik adalah

tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk menguji ada tidaknya

situasi heteroskedastisitas dalam varian error terms untuk model regresi. Dalam

penelitian ini menggunakan metode chart (Diagram Scatterplot), dengan dasar

pemikiran bahwa:

35

Page 36: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

a. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik (poin-poin), yang ada membentuk suatu

pola tertentu yang beraturan (bergelombang, melebar, kemudian menyempit),

maka terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar keatas dan dibawah 0 pada

sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah hubungan antara nilai-nilai yang dipisahkan satu sama

lain dengan jeda waktu tertentu. Pada saat melakukan deteksi Autokorelasi, tidak

akan terlepas dengan tabel Durbin Watson. Tabel Durbin Watson menjadi alat

pembanding terhadap nilai Durbin Watson hitung. Uji Durbin Watson adalah

sebuah test yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi pada nilai

residual (prediction errors) dari sebuah analisis regresi.

Cara membaca Tabel Durbin Watson

T : Jumlah sampel (n)

K : Jumlah variabel

dL : Batas Bawah Durbin Watson

dU : Batas Atas Durbin Watson

Cara menentukan atau kriteria pengujian autokorelasi adalah sebagai berikut:

Deteksi Autokorelasi Positif:

a. Jika d < dL maka terdapat autokorelasi positif,

b. Jika d > dU maka tidak terdapat autokorelasi positif,

c. Jika dL < d < dU maka pengujian tidak meyakinkan atau tidak dapat

disimpulkan.

36

Page 37: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

Deteksi Autokorelasi Negatif:

a. Jika (4 - d) < dL maka terdapat autokorelasi negatif,

b. Jika (4 - d) > dU maka tidak terdapat autokorelasi negatif,

c. Jika dL < (4 - d) < dU maka pengujian tidak meyakinkan atau tidak dapat

disimpulkan.

Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi pada nilai residual (prediction

errors) dari sebuah analisis regresi dapat diketahui dari hasil Durbin

Watson Hitung. Apabila hasil Durbin Watson Hitung terletak

antara -2 sampai +2, maka tidak ada autokorelasi.

3.4.3. Pengujian Hipotesis Penelitian

1. Persamaan Regresi Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang

positif dari variabel independen (X1, X2, X3, X4) terhadap variabel dependen (Y)

dengan model regresi sebagai berikut:

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Dimana :

Y = Luas lahan pertanian padi sawah

a = Konstanta

b = Koefisien regresi

X1 = Jumlah penduduk dalam satuan jiwa

X2 = Pendapatan perkapita penduduk

X3 = Produksi padi sawah dalam satuan ton.

X4 = Produksi padi ladang dalam satuan ton.

e = Error

37

Page 38: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

2. Koefisien Determinasi

Uji Koefisien Determinasi R2 bertujuan untuk mengukur seberapa besar

pengaruh variabel independen secara simultan mempengaruhi perubahan yang

terjadi pada variabel dependen. Jika R2 yang diperoleh dari hasil perhitungan

mendekati 1 (satu), maka semakin kuat model tersebut dapat menerangkan

variabel tergantungnya.

3. Uji Simultan (Uji F)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen

mempunyai pengaruh yang sama terhadap variabel dependen. Pada uji F ini

ditentukan nilai F tabel dapat dilihat pada tabel F dengan menggunakan rumus:

Dimana :

R2 = koefisien korelasi berganda

k = jumlah variabel independen

n = jumlah sampel

Dalam hal ini α = 0,05 atau Confidence Interval (CI) = 95%.

4. Uji Parsial (Uji-t)

Uji parsial (uji t) dilakukan untuk mencari tingkat dominansi pengaruh

setiap variabel bebas terhadap variabel terikat dengan rumus:

38

Page 39: Proposal Luas Lahan Sawah.doc

Dimana :

rs = korelasi parsial yang ditemukan

n = jumlah sampel

t = besarnya nilai thitung

Dalam hal ini α = 0,05 atau Confidence Interval (CI) = 95%.

39