proposal ku

65
PERUBAHAN FLUIDA RESERVOIR PANAS BUMI SEIRING BERJALANNYA PRODUKSI Proposal Komprehensif Oleh: I.B. Dhana Jayawardana 113100148 PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

Upload: ramadhanamuhammadefendi

Post on 28-Dec-2015

155 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kompre pabum

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Ku

PERUBAHAN FLUIDA RESERVOIR PANAS BUMI

SEIRING BERJALANNYA PRODUKSI

Proposal Komprehensif

Oleh:I.B. Dhana Jayawardana

113100148

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Proposal Ku

PERUBAHAN FLUIDA RESERVOIR PANAS BUMI

SEIRING BERJALANNYA PRODUKSI

Proposal Komprehensif

Disetujui untuk Program Studi Teknik PerminyakanFakultas Teknologi Mineral

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta,Oleh Dosen Pembimbing :

Ir. Bambang Bintarto , MT Pembimbing

Page 3: Proposal Ku

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat

serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal

komprehensif ini. Proposal komprehensif ini berjudul: “Perubahan Fluida

Reservoir Panas Bumi Seiring Berjalannya Produksi”, proposal ini disusun

untuk memberikan gambaran mengenai latar belakang, tujuan dan materi yang

akan dibahas didalam penyusunan komprehensif di Program Studi Perminyakan,

Fakultas Teknologi UPN “Veteran” Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan baik secara moral maupun material, sehingga penyusunan

proposal ini dapat selesai dengan baik.

Penulis meyakini sepenuhnya bahwa dalam penulisan proposal ini masih

terdapat banyak kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun akan

sangat berarti bagi penulis. Akhirnya, semoga proposal komprehensif ini dapat

bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.

Yogyakarta, Oktober 2013

Penulis

I.B.Dhana Jayawardana

Page 4: Proposal Ku

I. JUDUL

“Perubahan Fluida Reservoir Panas Bumi Seiring Berjalannya

Produsksi”

II. LATAR BELAKANG

Semakin kompleknya ketergantungan dunia kepada migas dan sumber

energi mineral lainnya pada dekade belakangan ini menjadikan panasbumi sebagai

sumber energi alternatif yang sangat menjanjikan sekarang dan dimasadepan.

Panasbumi merupakan salah satu energi alamiah didalam bumi dan

merupakan hasil interaksi anatara panas yang diinduksi batuan dan air tanah yang

berada disekitarnya.

Upaya untuk mendapatkan energi panasbumi dilakukan dengan

mengadakan penyelidikan (eksplorasi) terhadap sumber panasbumi. Tahapan awal

dari eksplorasi ini meliputi kegiatan survei geologi, geokimia, geofisika dan

pemboran eksplorasi.

Survey geologi diawali dengan studi pengindraan jarak jauh yang kemudian

dilanjuktan dengan studi lapangan, yang meliputi inventarisasi gejala permukaan,

studi mengenai stratigrafi lapangan dan struktur serta studi alterasi. Manifestasi

gejala permukaan meliputi fumarola, solfatara, mata air panas, dan geyser.

Survey geokimia dilakukan dengan pengambilan contoh air panas, uap dan

gas dari manifestasi di permukaan. Dari analisa contoh permukaan tersebut, dengan

memperhatikan ion – ion indikator, maka dapat diperkirakan temperatur reservoir

panasbumi dengan metoda geothermometer.

Survey geofisika dilakukan melalui lintasan yang telah ditentukan berdasarkan

survey geologi dan geokimia. Metode yang digunakan adalah metode gravity,

magnetik, resistivity dan seismik, yang kemudian dilanjutkan ke tahap pemboran

dangkal dan pemboran eksplorasi.

Pemboran eksplorasi geothermal hampir sama dengan pemboran

eksplorasimigas hanya saja dalam pemboran eksplorasi geothermal menggunakan

lumpur, semen, bit, pipa pemboran dan chasing yang dapat mengimbangi high

Page 5: Proposal Ku

temperature high pressure kemudian titik pemborannya mencari patahan dalam

system geothermal tersebut.

III. MAKSUD DAN TUJUAN

3.1.1.Maksud

Mengidentifikasi perubahan fasa fluida melalui aspek geologi, geofisika, dan

geokimia.

3.1.2.Tujuan

Untuk mencari sumber energy geothermal dan menentukan tahap-tahap

dalam pemboran eksplorasinya.

Page 6: Proposal Ku

IV. TEORI

Perolehan data mengenai karakteristik reservoir panasbumi dapat

dilakukan dengan survey geologi dan geokimia setelah itu dilanjutkan dengan

survey geofisika.setelah semua data didapat kemudian dilakukan pemboran

eksplorasi untuk membuktikan benar atau tidak daerah tersebut terdapat

geothermal energy

4.1. Tahapan Eksplorasi Lapangan Geothermal

4.1.1. Penjajakan

Langkah pertama yang dilakukan dalam usaha mencari daerah prospek

geothermal adalah mengumpulkan data mengenai daerah yang diselidiki

berdasarkan foto udara, lokasi manifestasi panasbumi di permukaan, gejala-gejala

vulkanik yang terjadi, geologi dan hidrologi daerah tersebut serta hasil analisa air

dari daerah yang diselidiki. Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data sangat

tergantung dari kemudahan memperoleh peta dan laporan-laporan hasil survei yang

telah dilakukan sebelumnya tetapi diperkirakan akan memerlukan waktu sekitar 1-

3 bulan.

4.1.2. Eksplorasi Pendahuluan

Eksplorasi Pendahuluan dilakukan untuk mencari daerah prospek panasbumi,

yaitu pada daerah yang menunjukkan manifestasi di permukaan, adanya sumber

panasbumi pada daerah post volcanic, serta untuk mendapatkan gambaran

mengenai keadaan geologi daerah tersebut. Pekerjaan pada tahap awal ini biasanya

dilakukan dengan survei geokimia. Kegiatan ini dilakukan dengan tahapan

inventarisasi gejala panasbumi di permukaan, kemudian dilanjutkan dengan survei

geokimia.

4.1.3. Eksplorasi Lanjut

Tahap Eksplorasi Lanjut sering disebut dengan tahap pre-feasibility study.

Tujuan dari tahap ini adalah mendapatkan informasi yang lebih baik mengenai

geologi permukaan dan bawah permukaan, yaitu identifikasi daerah yang diduga

merupakan area prospek panasbumi yang meliputi struktur batuan, penyebaran

Page 7: Proposal Ku

batuan, luas area, jenis reservoir, temperatur reservoir, lokasi dan bentuk batuan

sumber panas serta potensi reservoirnya.

Pada tahap eksplorasi lanjut ini terdapat tiga survei yang dilakukan, yaitu:

1. Survei geologi dan hidrologi lanjut, survei ini dilakukan untuk memahami

struktur geologi dan stratigrafi suatu lapangan.

2. Survei geofisika lanjut, survei ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik

batuan mulai dari permukaan hingga kedalaman beberapa kilometer di bawah

permukaan. Dengan mengetahui sifat fisik batuan dapat diketahui daerah

tempat terjadinya anomali, sehingga area yang diduga mengandung

panasbumi, bentuk prospek serta lokasi dan bentuk batuan sumber panas dapat

diperkirakan. Ada beberapa jenis survei geofisika, antara lain: survei

resistivity (mapping dan sounding), survei gravity, survei aliran panas, survei

magnetivity dan survei isotop fluida. Pemilihan jenis survei tergantung pada

keadaan geologi dan struktur di daerah yang akan diselidiki, serta batasan

anggaran untuk pengukuran di lapangan dan interpretasi data.

3. Survei geokimia lanjut, survei yang dilakukan hampir sama dengan pada tahap

survei pendahuluan, tetapi pada tahap ini sampel harus diambil dari semua

manifestasi yang ada di daerah tersebut dan di daerah sekitarnya untuk

dianalisis. Selain itu juga perlu dibuat peta manifestasi permukaan, yaitu : peta

yang menunjukkan lokasi serta semua jenis manifestasi di daerah tersebut.

Hasil analisis kimia dan isotop air dan gas dari seluruh manifestasi permukaan

yang ada di daerah tersebut berguna untuk memperkirakan jenis dan

temperatur reservoir, asal muasal air, sumber air dan karakterisasi fluida di

bawah permukaan. Hasil analisis air dapat juga digunakan untuk

memperkirakan masalah-masalah yang mungkin terjadi (korosi dan scale)

apabila fluida dari reservoir panasbumi tersebut dimanfaatkan.

4.2. Perolehan Data Sebelum Pemboran

Sebelum pemboran dilaksanakan maka perlu dilakukan suatu inventarisasi

dan pengamatan terhadap kenampakan gejala panasbumi di permukaan, studi

geologi, geokimia dan geofisika, untuk menentukan zona yang prospek.

Page 8: Proposal Ku

Berdasarkan studi-studi tersebut, maka dapat diperoleh gambaran keadaan suatu

reservoir panasbumi.

4.2.1. Survei Geologi

Studi kenampakan bumi dipermukaan antara dua sistem panasbumi adalah

sangat berbeda, tergantung dari:

1. Studi kimia fluida, pemetaan secara lokal dan tipe air yang keluar, serta

struktur hidrologinya.

2. Peta yang mencakup kenampakan dipermukaan dengan radius 10 -15 km dari

tengah mata air panas tersebut.

3. Memeta secara lokal daerah-daerah panas yang masih aktif maupun yang

sudah tidak aktif untuk mengetahui pola tektonik dan strukturnya.

4. Monitoring total panas yang keluar ke permukaan selama eksploitasi.

5. Mengetahui mekanisme transfer panas dengan termodinamika.

4.2.2. Survei Geokimia

Pekerjaan yang dilakukan pada waktu survei geokimia pada dasarnya

hampir sama dengan tahap survei pendahuluan, akan tetapi pada tahap ini sampel

harus diambil dari semua manifestasi yang ada di daerah tersebut dan di daerah

sekitarnya untuk dianalisa di tempat pengambilan sampel dan/atau di laboratorium.

Selain itu juga perlu dibuat peta manifestasi permukaan, yaitu peta yang

menunjukkkan lokasi serta jenis semua manifestasi panasbumi daerah tesebut.

Hasil analisa kimia dan isotop air dan gas dari seluruh manifestasi panasbumi

permukaan yang ada di daerah tersebut berguna untuk memperkirakan jenis dan

temperatur reservoir, asal muasal air, sumber air dan karakteristik fluida di bawah

permukaan. Hasil analisa ini juga digunakan untuk memperkirakan problema-

problema yang mungkin terjadi (korosi dan scale) apabila fluida dari sumberdaya

panasbumi tersebut dimanfaatkan.

4.2.3. Survei Geofisika

Geofisika dalam artian luas adalah ilmu yang mempelajari mengenai gejala-

gejala yang terjadi di bumi dan struktur yang ada di sekitarnya dengan

menggunakan hukum-hukum dan metode fisika. Dalam hal ini geofisika mencakup

Page 9: Proposal Ku

hal susunan dan gejala dalam bumi padat yang meliputi inti, mantel dan kerak

bumi.

Survei geofisika dilakukan untuk mengetahui sifat fisik batuan mulai dari

permukaan hingga kedalaman beberapa kilometer di bawah permukaan. Daerah-

daerah tempat terjadinya anomali dapat diketahui dengan mengetahui sifat fisik

batuan, sehingga area yang diduga mengandung panasbumi, bentuk prospek serta

lokasi dan bentuk atuan sumber panas dapat diperkirakan.

4.3. Pemboran Eksplorasi

Tahap ini dilakukan apabila dari data geologi, geofisika dan geokimia yang

diperoleh dari hasil survei lanjut dimana menunjukkan bahwa di daerah yang

diselidiki terdapat sumberdaya panasbumi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk

membuktikan adanya sumberdaya panasbumi di daerah yang diselidiki dan

menguji model sistem (model tentative) panasbumi yang dibuat berdasarkan data-

data survei lanjut.

Jumlah sumur eksplorasi tergantung dari besarnya luas daerah yang diduga

mengandung energi panasbumi. Bila luas area tersebut sekitar 10-100 km2 biasanya

dibor 1-5 sumur eksplorasi. Kedalaman sumur tergantung dari kedalaman reservoir

yang diperkirakan dari data hasil survei lanjut, batasan anggaran dan teknologi

yang ada, tetapi sumur eksplorasi umumnya dibor hingga kedalaman 1000-3000

meter.

Menurut Cataldi (1982), tingkat keberhasilan atau succes ratio pemboran

sumur panasbumi lebih tinggi daripada pemboran minyak. Pekerjaan yang

dilakukan pada waktu pemboran pada prinsipnya sama dengan pada waktu

pemboran sumur minyak, beberapa perbedaannya adalah peralatan, lumpur dan

semen harus tahan terhadap temperatur tinggi dan tekanan tinggi. Selain itu juga

terjadinya loss circulation sangat diharapkan, karena merupakan suatu indikasi

ditembusnya rekahan yang diharapkan merupakan media tempat mengalir fluida

panasbumi (feed zone).

Seperti halnya pada waktu pemboran sumur minyak, pada waktu pemboran

berjalan geologist akan menganalisis serpih pemboran dan mengusulkan

pengambilan core. Pada waktu pemboran juga dilakukan pengukuran tekanan dan

Page 10: Proposal Ku

temperatur. Setelah pemboran selesai atau telah mencapai kedalaman yang

diinginkan dilakukan pengujian sumur. Pengujian sumur yang umum dilakukan

adalah: Water loss test, Gross permeability test, Heating measurement,

Discharge/output test dan Transient Well Testing. Berdasarkan hasil pemboran dan

pengujian sumur harus diambil keputusan apakah perlu dilakukan pemboran

beberapa sumur eksplorasi lainnya atau hanya sumur eksplorasi yang ada telah

cukup untuk memberikan informasi mengenai potensi panasbumi di daerah

tersebut. Apabila beberapa sumur eksplorasi mempunyai potensi cukup besar maka

perlu dipelajari apakah lapangan tersebut menarik untuk dikembangkan atau tidak.

4.4. Tahap-tahap Pemboran eksplorasi

Pemboran adalah suatu kegiatan atau pekerjaan membuat lubang dengan

diameter dan kedalaman yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan lubang untuk

mencapai kedalaman tertentu tersebut, yang harus diperhatikan adalah

mempertahankan ukuran diameter lubang. Pekerjaan terpenting yang lain adalah

membawa serpihan batuan (cutting) ke permukaan. Dalam dunia perminyakan

kegiatan pemboran sangat kompleks, dimana dalam kegiatan pemboran

mempunyai dua buah parameter yaitu :

a. Parameter Tidak Dapat Diubah

Parameter ini tidak dapat diubah dalam kegiatan pemboran karena

berhubungan dengan kondisi fisik dari lokasi pemboran tersebut, sehingga kita

harus menyesuaikan. Parameter ini meliputi :

- Kondisi formasi, yang meliputi tekanan dan temperature suatu formasi.

- Sifat dan jenis formasi

b. Parameter Yang Dapat Diubah

Dimana parameter ini dapat diubah–ubah sesuai dengan formasinya atau

sesuai dengan keefektifan kegiatan pemboran. Parameter ini meliputi :

- Rate of Penetration.

- Weight on Bit.

Kegiatan pemboran dalam meliputi :

- Penambahan kedalaman.

- Mempertahankan diameter lubang bor.

Page 11: Proposal Ku

- Mengangkat hasil pemboran ke permukaan.

Dalam pemboran yang harus benar–benar kita perhatikan adalah

efisiensinya, karena hal tersebut menyangkut faktor pembiayaan dan perencanaan

material – material dalam pemboran.

4.4.1 Perencanaan Pemboran

Untuk mendapatkan efisiensi yang besar dan hasil yang optimum, perlu

adanya perencanaan yang sangat matang dan cermat dalam suatu kegiatan

pemboran. Perencanaan yang dimaksud meliputi perencanaan peralatan pemboran

yang akan digunakan, perencanaan sistem lumpur dan hidrolikanya, perencanaan

casing, perencanaan penyemenan dan lain sebagainya.

4.4.2. Perencanaan Peralatan Pemboran

Menurut fungsinya, secara garis besar peralatan pemboran dapat dibagi

menjadi enam sistem peralatan utama, yaitu sistem tenaga, sistem angkat, sistem

putar, sistem sirkulasi, system penyemenan dan sistem pencegah sembur liar.

4.4.2.1. Sistem Tenaga

Sistem tenaga dalam operasi pemboran terdiri dari power suplay

equipment, yang dihasilkan oleh mesin – mesin besar yang biasa dikenal dengan

nama “prime mover” dan distribution equipment yang berfungsi untuk

meneruskan tenaga yang diperlukan untuk mendukung jalannya kegiatan

pemboran.

Hampir semua rig menggunakan internal combustion engine, dimana

penggunaan prime mover ditentukan oleh besarnya tenaga pada sumur yang

didasarkan pada casing program dan kedalaman sumur. Tenaga yang dihasilkan

prime mover besarnya berkisar antara 500 – 5000 Hp. Jumlah prime mover yang

diperlukan dalam suatu operasi pemboran sangat bervariatif, tergantung dari

jumlah tenaga yang diperlukan. Pada umumnya suatu operasi pemboran

memerlukan dua atau tiga buah mesin. Sedangkan untuk pemboran yang lebih

dalam memerlukan tenaga yang lebih besar, sehingga prime mover yang

diperlukan dapat mencapai empat unit. Adapun prinsip kerja prime mover adalah

flexibility, yang dapat dinyatakan dalam rumus :

W = F x S

Page 12: Proposal Ku

Dimana :

W = kerja (work), lb ft

F = gaya, lb.

S = jarak, ft

4.4.2.2. Sistem Angkat

Sistem penganngkat (hoisting system) merupakan salah satu komponen

utama dari peralatan pemboran. Fungsi utama system ini adalah memberikan

ruang kerja yang cukup untuk pengangkatan dan penurunan rangkaian pipa bor

dan peralatan lainnya. Sistem angkat terdiri dari dua bagian utama, yaitu :

a. Supporting Structure.

Supporting structure adalah konstruksi menara yang ditempatkan diatas

titik bor. Fungsi utamanya adalah untuk menyangga peralatan – peralatan

pemboran dan juga memberi ruang yang cukup bagi operasi pemboran.

Supporting structure terdiri dari drilling tower (derrick atau mast), sub structure

dan rig floor.

Drilling tower atau biasa disebut menara pemboran dibagi menjadi tiga

jenis, yaitu :

1. Conventional/standart derrick.

2. Protable Skid Mast.

3. Mobile atau trailer mounted type mast.

Menara tipe standar (derrick) tidak dapat didirikan dalam satu unit, akan

tetapi pendiriannya disambung bagian demi bagian. Menara jenis ini banyak

digunakan pada pemboran sumur dalam dimana membutuhkan lantai yang luas

untuk tempat pipa – pipa pemboran. Untuk memindahkan derrick ini harus dilepas

satu persatu bagian kemudian dirangkai kembali disuatu tempat yang telah

ditentukan letaknya.

Menurut API menara yang terbuat dari besi baja tercantum dalam standart

4A dan menara kayu tercantum standart 4B. Sedangkan untuk tipe mast termasuk

dalam 4D. Ukuran menara pemboran yang penting ialah kapasitas, tinggi, luas

lantai dan tinggi lantai bor. Ukuran kekuatan derrick dibagi berdasarkan dua jenis

pembebanan, yaitu :

Page 13: Proposal Ku

1. Compressive Load

2. Wind Load

Wind load dapat dihitung dengan rumus ;

p = 0.004.V2

dimana :

p = wind loads, lb/ft2

V = kecepatan angin, mph

Sedangkan compressive load dapat dihitung dari jumlah berat yang

diderita hook ditambah dengan jumlah berat menara itu sendiri (yang diderita oleh

kaki – kaki pada substructure).

b. Hoisting Equipment.

Peralatan pengangkatan terdiri dari :

1. Drawwork

Drawwork merupakan otak dari derrick, karena melalui drawwork,

seorang driller melakukan dan mengatur operasi pemboran. Drawwork juga

merupakan rumah daripada gulungan drilling line.

Desain daripada drawwork tergantung dari beban yang harus dilayani,

biasanya dideasin dengan horse power(Hp) dan kedalaman pemboran, dimana

kedalamannya harus disesuaikan dengan drill pipe-nya. Horse power out put

drawwork yang diperlukan untuk hoisting (pengangkatan traveling block dan

beban – bebannya) adalah :

Dimana :

W = hook load, lb

Vh = kecepatan naik traveling block, ft/min

E = effisiensi hook ke drawwork, umumnya 80% - 90%, tergantung dari

jumlah line dan kondisi bantalan kerekan (sheave bearing).

2. Overhead

Overhead tool merupakan rangkaian sekumpulan peralatan yang terdiri

dari crown block, traveling block, hook dan elevator.

Page 14: Proposal Ku

3. Drilling line

Drilling line terdiri dari reveed drilling line, dead line, dead line anchor

dan storage and suplay.

Drilling line digunakan untuk menahan (menarik) beban pada hook.

Drilling line terbuat dari baja dan merupakan kumpulan kawat baja yang kecil dan

diatur sedemikian rupa hingga merupakan suatu lilitan. Lilitan ini terdiri dari

enam kumpulan dan satubagian tengah yang disebut “core” dan terbuat dari

berbagai macam bahan seperti plastic dan textile.

4.4.2.3. Sistem Putar

Fungsi utama dari system putar (rotary system) adalah untuk memutar

rangkaian pipa bor dan juga memberikan beratan di atas pahat untuk membor

suatu formasi. Rotary system terdiri dari tiga sub komponen, yaitu :

1. Rotary assembly.

2. Rangkaian pipa pemboran.

3. Mata bor atau bit.

Rotary assembly ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block dan di

atas lubang bor. Peralatan ini terdiri dari rotary table, master bushing, kelly

bushing dan rotary slip. Sistem putar ini membutuhkan tenaga dari prime mover

yang dihubungkan dengan rotary table dengan menggunakan chain atau belt

melalui drawwork.

Rangkaian pipa bor terdiri dari swivel, Kelly, drill pipe dan drill collar.

Penyambungan rangkaian pipa satu dengan yang lainnya digunakan tool joint

dimana ulir tool joint ini menurut API dibagi menjadi tiga, yaitu regular, full hole

dan internal flush. Ketirusan ulir ini berkisar antara 16.66% - 25.0%. Ketirusan

ulir yang cukup besar dan jumlah ulir yang cukup sedikit dimaksudkaan untuk

mendapat ikatan yang besar dan mempercepat saat mengikat dan melepas

sambungan. Apabila dilihat dari rig floor dengan menghadap ke bawah, rangkaian

akan berputar ke arah kanan, oleh karena itu semua sambungan ulir yang berada

di bawah rotary table berulir ke kanan, sedangkan semua sambungan yang berada

di atas rotary table harus beruliur ke kiri.

Susunan rangkaian pipa bor berputar dari atas ke bawah adalah swivel

Page 15: Proposal Ku

head – Kelly stop cock – Kelly – sub – drill pipe – sub – drill collar – fload sub –

bit. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan karena keperluannya, sering

juga rangkaian pipa pemboran ini dilengkapi dengan stabilizer atau reamer.

4.4.2.3.1 Bit Pada Pemboran Geothermal

Tipe bit yang digunakan dalam pemboran geothermal sangat bervariasi

mulai dari simple steel tooth, standard tricones, hingga carbide inserts. Dalam

pemboran geothermal , dibutuhkan bit dengan kualitas baik untuk menghadapi

zona batuan beku maupun metamorf yang sangat keras. Biasanya, umur bit pada

pemboran sumur geothermal lebih singkat dibandingkan dengan pemboran minyak

dan gas sehingga biaya pemboarn geothermal menjadi lebih tinggi dibandingkan

dengan pemboran geothermal . Hal ini khususnya dipengaruhi oleh tingginya

temperatur, banyaknya guncangan/getaran, meningkatnya torsi seiring kedalaman,

dan berat dari drill collar yang akan menyebabkan lebih cepatnya kerusakan pada

bearing dan teeth, terutama rubber akibat pengaruh panas. Matrix yang digunakan

pada diamonds bit tidak dapat bertahan pada zona temperatur tinggi. Kontraktor

dalam industri pemboran panas bumi, lebih sering menggunakan bit rotary cone

(tricone bit), karena formasi batuan yang keras dan temperatur tinggi. Bit PDC,

yang paling banyak digunakan dalam pemboran sumur minyak dan gas, karena

performanya yang baik ketika digunakan untuk menembus formasi batupasir,

siltstone, dan formasi shale, namun, jarang digunakan dalam pemboran sumur

geothermal , namun, banyak penelitian di dunia dilakukan untuk membuat bit PDC

yang cocok, dalam hal ini mampu bertahan pada temperatur ekstrim dan

menghadapi batuan keras dalam pemboran geothermal (Taylor, 2007).

Umur bit pemboran terus ditingkatkan, terutama jenis bearing dengan "gigi" logam

keras. Bit dengan tipe ini jauh lebih mahal, namun dapat diputar lebih dari satu juta

putaran dan pengeboran sampai dengan 1000 m tanpa diganti. Hal ini sangat

menguntungkan karena dibutuhkan sedikit pergantian bit, bahkan hanya

dibutuhkan satu kali pergantian bit di bagian akhir, sehingga mengurangi biaya bit.

Polycrystalline Diamond (PCD) bit telah digunakan dalam beberapa pengeboran

panas bumi. Bit jenis ini bisa membor dengan cepat bahkan tanpa motor lumpur,

Page 16: Proposal Ku

tetapi biasanya menghasilkan torsi yang lebih tinggi dan masa hidup lebih pendek

jika dibandingkan dengan tri-cone bit.

Inovasi lain dalam bit di dunia geothermal adalah menggunakan replaceable

drilling bit. Bit ini dimodifikasi khusus agar dapat membawa muatan cutter

cadangan 11

dimana sebuah mekanisme khusus diterapkan pada bit ini agar bias mengganti

cutter bit yang lama dengan cutter bit baru yang disimpan di dalam bit. Mekanisme

ini sendiri memanfaatkan tekanan dari fluida pemboran. Dengan adanya inovasi

ini, maka tidak diperlukan adanya tripping in dan tripping out sehingga dapat

mengurangi rig time. Dengan berkurangnya rig time, diharapkan dapat mengurangi

biaya pemboran yang dibutuhkan.

Dalam pemboran panas bumi, biasanya digunakan peralatan yang tahan temperatur

tinggi (high temperatur downhole tools), seperti PDM(Positive Downhole Motor)

untuk peralatan MWD, dan peralatan lain yang mampu bertahan pada suhu tinggi.

Namun, mendinginkan BHA (Bottom Hole Assembly) dan bit ketika proses

pengeboran pun dapat dilakukan untuk memperpanjang usia bit, BHA dan kinerja

BHA dapat lebih baik dibandingkan pada suhu sangat tinggi. Cara mendinginkan

BHA ketika sedang melakukan pengeboran adalah menghentikan sementara

pemboran setiap beberapa titik kedalaman, lalu mensirkulasikan lumpur selama

beberapa waktu agar bisa mendinginkan pipa pemboran, BHA dan bit.

4.4.2.4. Sistem Sirkulasi

Sistem sirkulasi tersusun oleh empat sub komponen utama, yaitu :

1. Drilling Fluid.

2. Preparation area.

3. Circulating equipment.

4. Conditioning area.

Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan(liquid) dari beberapa

komponen yang dapat terdiri dari air (tawar maupun asin), minyak, tanah liat

(clay), bahan–bahan aditif, gas, udara maupun detergen.

Preparation area ditempatkan pada tempat dimulainya sirkulasi lumpur,

yaitu di dekat pompa lumpur. Tempat persiapan lumpur pemboran terdiri dari

Page 17: Proposal Ku

peralatan–peralatan yang diatur untuk memberikan fasilitas persiapan atau

treatment lumpur bor. Tempat persiapan ini meliputi mud house, steel mud

pits/tanks, mixing hopper, chemical mixing barrel, bulk mud storage bins, water

tanks dan reserve pit.

Peralatan sirkulasi merupakan komponen utama dalam sistem sirkulasi.

Peralatan ini berfungsi mengalirkan lumpur dari mud pit ke rangkaian pipa bor

dan naik ke annulus membawa serbuk bor ke permukaan menuju ke conditioning

area, sebelum kembali ke mud pits untuk disirkulasikan kembali. Peralatan ini

terdiri dari mud pit, mud pump, pump discharge and return line, stand pipe dan

rotary hose. Conditioning area ditempatkan didekat rig. Area ini terdiri dari

peralatan

peralatan khusus yang digunakan untuk “clean up” lumpur bor setelah keluar dari

lubang bor. Fungsi utama dari peralatan ini adalah untuk membersihkan lumpur.

dari cutting dan gas yang terikut. Ada dua cara untuk memisahkan cutting dan gas,

yaitu :

1. Menggunakan metode gravitasi, dimana lumpur yang telah terpakai dialirkan

melalui shale shaker dan settling tanks.

2. Secara mekanik, dimana peralatan–peralatan khusus yang dipasang pada mud

pits dapat memisahkan cutting dengan gas.

Peralatan pada conditioning area terdiri dari settling tanks, reserve pits, mud gas

separator, shale shaker, degasser, desander dan desilter.

Jadi secara umum lumpur pemboran dapat disirkulasikan dengan urutan

sebagai berikut: lumpur dalam steel mud pit dihisap oleh pompa - pipa tekanan –

stand pipe – rotary hose – swivel head – kelly – drill pipe – drill collar – bit –

annulus drill collar – annulus drill pipe – mud line/flow line, shale shaker – steel

mud pit – dihisap pompa kembali dan seterusnya.Fluida pemboran(Drilling fluid)

geothermal memiliki aplikasi berbeda dengan pemboran migas

4.4.2.4.1. Fluida Pemboran

Fungsi fluida pemboran yang utama adalah untuk mengangkat cutting

(serpihan pemboran) yang dihasilkan selama proses pemboran ke permukaan dan

mengimbangi tekanan formasi, sama halnya seperti pemboran sumur minyak dan

Page 18: Proposal Ku

gas. Fluida pemboran yang umum digunakan pada sumur geothermal biasanya

adalah air, polymer, water based bentonitic (atau selain bentonite) mud, aerated

water, dan stiff foam. Reservoir geothermal umumnya terdapat pada daerah

vulkanik, dimana batuan yang sering ditemukan adalah batuan beku, granit, dan

terdapat pula batuan sedimen. Sering pula terdapat patahan lokal dan regional pada

reservoir geothermal yang mengakibatkan permeabilitasnya besar sehingga

seringkali menimbulkan fenomena kehilangan sirkulasi (lost circulation) saat

proses pemboran.

Dalam pemboran panas bumi, fluida pemboran menjadi salah satu kunci

sukses keberhasilan. Untuk itu, fluida pemboran geothermal harus mampu untuk

mengontrol tekanan formasi, mengangkat cutting ke permukaan, menstabilkan

lubang bor, mendinginkan dan melubrikasi bit serta rangkaian pipa pemboran,

mengurangi korosi, mengatasi zona lost circulation dan tidak menyebabkan

fenomena swelling. Semakin tinggi temperatur, akan mengurangi akan mengurangi

viskositas fluida pemboran. Untuk kapasitas fluida pemboran seperti yang

disebutkan, dibutuhkan aditif-aditif seperti :

Aditif untuk mencegah fenomena swelling adalah aditif yang mengandung

garam (Cl).

Aditif untuk mencegah dan mengatasi lost circulation adalah LCM (lost

circulating material) seperti fiber, flakes, chemical agent : cellulose fiber, mica

flakes.

Aditif untuk mengurangi korosi adalah inhibitor korosi/corrosion reducer seperti

produk yang mengandung amine- or phosphate.

Aditif untuk zona temperatur tinggi (temperatur stability agent ) seperti acrilyc

polymers, sulfonated polumers, and copolymers. Contoh : lignite, lignosulfonate,

dan tannin based additives.

Aditif untuk mempertahankan sifat reologi lumpur (viskositas) pada temperatur

tinggi seperti CMC-LV, Polyplus, Chemtroll X.

Page 19: Proposal Ku

Temperatur formasi menjadi salah satu parameter penting yang perlu

diketahui ketika sedang melakukan pemboran. Untuk mengetahui temperatur

formasi (borehole), dapat dilakukan dengan cara berikut :

Mengukur temperatur fluida pemboran saat masuk sumur (Mud Temperatur In)

dan temperatur fluida pemboran saat keluar dari annulus (Mud Temperatur Out).

Thermometer Survey yang ditempatkan di BHA untuk mengukur temperatur

ketika sedang melakukan pemboran.

MWD temperatur survey

Saat melakukan pemboran pun, panas dari formasi dipindahkan melalui fluida

pemboran, sehingga temperatur fluida pemboran di permukaan setelah keluar dari

annulus akan lebih tinggi daripada temperatur ketika masuk pipa pemboran. Untuk

itu, fluida pemboran di permukaan perlu didinginkan fluida pemboran dengan

sistem pendingin, dengan menggunakan semacam conventional mud coolers, untuk

mendinginkan return mud.

Gambar 4. Contoh skematik sistem pendinginan fluida pemboran

Kebanyakan sumur geothermal adalah sumur yang tekanannya telah turun

(underpressured), dimana sering ditemui permasalahan kehilangan sirkulasi (lost

circulation) selama operasi pemboran dan penyemenan.

Page 20: Proposal Ku

Gambar 5. Rentang densitas setiap jenis fluida pemboran

Untuk pemboran sumur geothermal , dapat diterapkan metoda pemboran

underbalance. Pada dasarnya, UBD (underbalanced drilling) adalah teknik

pemboran dengan tekanan hidrostatik fluida pemboran lebih kecil daripada tekanan

formasi. Maka, kuncinya adalah mengatur tekanan hidrostatik fluida pemboran

sekecil mungkin dibandingkan tekanan formasi. Keuntungan penggunaan teknik

pemboran underbalanced, secara umum adalah sebagai berikut:

Mempercepat ROP, karena tekanan formasi jauh lebih tinggi daripada tekanan

hidrostatik lumpur pemboran. UBD dapat diterapkan pada formasi batuan keras

(hard rock formation) seperti batuan granit di reservoir panas bumi, dan mampu

meningkatkan ROP hingga 10 kali pemboran konvensional.

Adanya problem lost circulation bila dilakukan pemboran konvensional

(overbalanced) di reservoir panas bumi karena tekanannya rendah (depleted).

Dengan UBD, tidak ada fluida pemboran yang mengintrusi formasi, sehingga

meminimalkan bahkan menghilangkan efek kerusakan formasi (skin damaged),

sehingga produktivitas sumur meningkat.

Mengurangi bahkan menghilangkan permasalahan pipa terjepit (differential pipe

sticking).

Page 21: Proposal Ku

Meningkatkan umur bit, karena meminimalisir kontak antara bit dan batuan

formasi. RPM bit lebih sedikit dibandingkan dengan pemboran konvensional,

namun kedalaman yang dicapai lebih dalam dariapada pemboran konvensional.

Kita dapat melakukan evaluasi formasi secara real time, karena fluida dari

formasi mengintrusi lubang bor dan ikut mengalir bersama aliran fluida pemboran

di annulus menuju permukaan, sehingga dapat dideteksi zona interest yang

berpotensi mengalirkan fluida panas bumi.

UBD akan lebih baik lagi diterapkan untuk sumur horizontal. Karena, sumur

horizontal yang kerusakan formasinya kecil (bahkan tidak ada) akan sangat

meningkatkan produktivitas formasi. Namun, untuk sumur horizontal, terdapat

tantangan lain, yaitu jarak horizontal yang dicapai

terbatas dan efek gesekan (drag) yang terjadi sangat tinggi bila fluida yang

digunakan bukan fluida cair (OBM).

4.4.2.4. Sistem Penyemenan

Penyemenan sumur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya

dalam suatu operasi pemboran. Berhasilnya atau tidaknya suatu pemboran,

diantaranya tergantung dari berhasil tidaknya penyemenan sumur tersebut.

Peralatan penyemenan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

Peralatan diatas permukaan (Surface Equipment)

Peralatan dibawah permukaan (Subsurface Equipment)

Peralatan Diatas Permukaan (Surface Equipment)

Peralatan penyemenan diatas permukaan meliputi:

Cementing Unit

Flow Line

Cementing Head

4.4.2.4.1. Cementing unit

Adalah suatu unit pompa yang mempunyai fungsi untuk memompakan bubur

semen (Slurry) dan lumpur pendorong dalam proses penyemenan.

Cementing Unit terdiri dari:

Tangki semen : untuk menyimpan semen kering

Page 22: Proposal Ku

Hopper : untuk mengatur aliran dari semen kering dan air

yang ditempatkan bersama-sama dalam Hopper, sehingga akan

menghasilkan bubur semen yang benar-benar homogen

Jet Mixer : untuk mengaduk semen kering dan air yang ditempatkan

dibawah Hopper, sehingga akan menghasilkan bubur semen yang benar-

benar homogen

Motor penggerak pompa dan pompa : berfungsi untuk memompa bubur

semen

Jenis-jenis Cementing Unit:

Truck Mounted Cementing Unit

Marine Cementing Unit

Skit Mounted Cementing Unit

4.4.2.4.2. Flow Line

Merupakan pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur semen yang

dipompakan dari Cementing Unit keCementing Head.

4.4.2.4.3. Cementing Head

Berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk kelubang bor. Ada

dua tipe Cementing Head, yaitu:

Mac Clatchie Cementing Head. Merupakan tipe Cementing Head yang

cara penggunaannya (pada waktu memasukkan Bottom Plug dan Top

Plug) dengan jalan membuka dan memasang kembali

Plug Container. Tipe ini lebih praktis dari Mac Clatchie, karena pada Plug

Container ini memasang Top Plug dan Bottom Plug tidak perlu

membukanya, akan tetapi sudah terpasang sebelumnya

4.4.2.4.4 Peralatan Dibawah Permukaan

Peralatan penyemenan dibawah permukaan meliputi:

Casing

Centralizer

Scratcher

Page 23: Proposal Ku

Peralatan Floating

Shoe Trach

Cementing Plug

4.4.2.5 Klasifikasi Semen Pada Geothermal

Dalam pemboran panas bumi, seringkali dihadapi permasalahan yang berkaitan

dengan penyemenan. Casing harus disemen dan selama pemboran, sering terjadi

permasalahn lost circulation. Operasi penyemenan adalah salah satu operasi yang

paling penting dalam operasi pemboran untuk menguatkan kedudukan casing.

Salah sastu cara menghadapi zona lost circulation, adalah menyemen daerah zona

loss tersebut yang dapat memakan waktu lama tergantung dari rentang kedalaman

zona yang akan disemen. Namun, saat ini untuk fenomena loss yang sedikit, jarang

dilakukan penyemenan, kecuali untuk zona total loss circulation. Penyemenan

casing yang baik dilakuakan dengan metode yang disebut inner-string cementing

method yang dilakukan tepat sampai zona loss. Air yang dipompakan dari

permukaan menjaga agar zona loss circulation tetap terbuka sampai dilakukan

operasi squeeze cementing, dengan memompakan cement slurry melalui annulus

sampai ke zona loss. Baru-baru ini "reverse" cementing telah berhasil diterapkan

untuk menangani zona lost circulation, dimana semua semen dipompa melalui

annulus, bukan dari drillstring sebagaimana operasi penyemenan lazimnya

dilakukan. Di beberapa negara, "foam" cement telah digunakan untuk mengurangi

densitas semen untuk mengurangi efek loss circulation saat operasi penyemenan,

dan juga ditambahkan lost circulation material, seperti serpihan mika untuk

menangani zona loss terebut. Penyemenan casing string yang sangat panjang

dilakukan secara bertahap (biasanya 2 tahap, tergantung dari panjang casing),

dengan peralatan yang dapat membuka port ke annulus untuk proses penyemenan

tahap kedua setelah dilakukannya tahap penyemenan pertama. Packer yang dapat

dikembangkan ditempatkan dibawah peralatan, dan sering digunakan pada sumur

yang memiliki zona loss tinggi. terkadang, liner yang digantung di sumur, disemen,

dan dipakai sebagai pump chamber, atau sebagai second section dari casing yang

digantungkan sampai ke permukaan yang biasa disebut “tie-back casing string”.

Page 24: Proposal Ku

Semen harus mampu bertahan pada lingkungan temperatur tinggi, sehingga

ditambahkan banyak zat kimia pada campuran semen. Semen yang paling banyak

digunakan dalam pemboran geothermal, dan juga pemboran minyak dan gas adalah

semen API kelas G dengan penambahan 40% silica flour (ground quartz, -325

mesh). Silica flour memberikan kekuatan pada semen untuk bertahan pada

temperatur tinggi dan pada beberapa kasus, silica flour juga digunakan saat semen

slag atau semen fly ash digunakan pada proses pemboran.

Perusahaan service penyemenan sumur migas biasanya juga dilibatkan pada

pelaksanaan operasi penyemenan sumur geothermal. Mereka membawa campuran

semen mereka sendiri dan peralatan pemompaan serta material yang dibutuhkan

untuk pekerjaan penyemenan ini. Untuk mengurangi biaya, beberapa kontraktor

pengeboran melaksanakan operasi penyemenan dengan peralatan mereka sendiri

dan menggunakan semen lokal. Aditif seperti temperature retarders, fluid loss,

friction reducer dan antifoam, seringkali digunakan berdasarkan waktu

pemompaan yang dibutuhkan, yang merupakan fungsi dari suhu, ukuran pekerjaan,

dan lainnya. Di Iceland, expanded perlite (bahan vulkanik yang mengembang

seperti pop-corn bila dipanaskan dengan cepat) telah digunakan untuk mengurangi

densitas semen menjadi 1.7 g/cm3 dan di negara-negara lain glass "microspheres"

atau "foaming" slurry dengan injeksi gas atau udara juga sering digunakan. Hal ini

dilakukan untuk mengurangi tekanan collapse yang diberikan pada casing dari

kolom semen dan untuk mengurangi kemungkinan fluida formasi masuk ke

formasi dan terjadinya loss circulation. Semen pada sistem geothermal yang sering

digunakan telah diajukan kepada National Bureau of Standards (NBS) untuk diuji

dan diverifikasi. Jenis semen tersebut tertera di bawah ini:

Kelas G + 35% silika flour + 54% H2O

Kelas B + 35% silika flour + 54% H2O

Kelas J + 44% H2O

Kelas G + 35% silica flour + 2% bentonite + 8,5% perlite + 116% H2O

Kelas G + 35% silica flour + 15% diatomaceous earth+ 91% H2O

Kelas G + 100% silika flour + 2% sodium silikat extender + 136% H2O

Page 25: Proposal Ku

Penambahan Lignosulfonate sebanyak 0.2% berat semen pada setiap suhu,

membawa pengaruh positif pada semen. Compressive strength cement naik seiring

temperatur naik, dan bila temperatur konstan, compressive strength semen pun

cenderung untuk naik (Satiyawira and Fathaddin, 2010). Semen foamed adalah

semen yang terbuat dari bubur semen (cement slurry) konvensional API kelas G,

foaming agents dan gas (biasanya nitrogen). Terdapat gelembung-gelembung kecil

(seringkali berukuran mikroskopik) dalam semen foamed, namun tidak saling

terhubung (interconnected). Karena itu, semen foamed memiliki berat lebih ringan

dibandingkan semen konvensional sehingga dapat mengurangi permasalahan

kehilangan sirkulasi (lost circulation) selama proses penyemenan tahap

pertama/primer (primary cementing). Semen foamed mampu menahan tekanan dari

sekliling sumur (well bore) lebih baik daripada semen konvensional, karena

ikatannya lebih kuat dan young modulusnya lebih tinggi dibandingkan dengan

semen konvensional. Kapasistas insulasi-yaitu kemampuan menahan aliran panas

dari sekeliling sumur-dari semen foamed dua hingga sepuluh kali lebih baik

daripada semen konvensional. Semen yang biasa digunakan untuk kedalaman

dalam adalah semen kelas G, 40% silicaflour dan microsilica, aditif fluid loss,

retarder/accelerator (jika dibutuhkan). Untuk menyemen zona dangkal (shallow),

maka digunakan accelerator calcium cloride, dan untuk zona dalam, digunakan

syntetic liquid retarder. Biaya (cost per barrel )semen foamed sedikit lebih mahal

daripada semen konvensional, namun hasilnya lebih baik.

4.4.2.6.Pipa Pemboran Dan Chasing Pada Geothermal

Pipa pemboran API S-135 adalah pipa baja yang paling kuat. Pipa

pemboran E-75 adalah jenis pipa yang paling sering digunakan dalam pemboran

geothermal , namun karena masalah ketersediaan di pasar (availability), kalangan

industri menggunakan pipa jenis G-105 sebagai penggantinya. Teknologi

pemboran panas bumi, banyak mengadopsi teknologi pemboran minyak dan gas,

hingga penggunaan drill pipe standard API.

Salah satu teknologi yang tergolong baru dalam penggunaan pipa pemboran

adalah IDP. Insulated Drill Pipe atau IDP adalah gabungan pipa dari liner (OD 3.5

in dan ID 3.068 in) yang dimasukkan ke dalam pipa pemboran (drill pipe 5 in)

Page 26: Proposal Ku

konvensional. Annulus antara liner dan pipa pemboran diisi insulating material

yang mampu mengisulasi panas dari sekliling sumur geothermal . Dalam proses

pemboran geothermal , fluida pemboran akan mengalami kenaikan suhu ketika

melewati bagian dalam pipa pemboran akibat proses konduksi, sehingga akan

menaikkan suhu fluida pemboran ketika mencapai dasar sumur. Dengan IDP,

fluida pemboran yang melewati bagian dalam IDP akan sedikit terkena pengaruh

kenaikan temperatur akibat efek konduksi dibandingkan pipa pemboran

konvensional. Konsekuensinya, dengan menggunakan IDP temperatur fluida

pemboran yang telah melewati annulus lubang sumur menuju permukaan pun akan

mengalami sedikit pula penurunan suhu dibandingkan dengan drill pipe

konvensional yang lebih banyak mengalami efek konduksi. Oleh karena itu,

dibutuhkan sistem pendingin (mud coolers) di permukaan. Keuntungan IDP adalah

mampu memindahkan lebih banyak panas di dasar sumur (temperatur fluida yang

masuk IDP hingga nozzle bit hanya sedikit mengalami kenaikan) ke permukaan.

Dengan begitu, peralatan logging, MWD dan peralatan lainnya dapat beroperasi

lebih baik dengan berkurangnya temperatur dasar sumur.

Namun, IDP (liner OD 3.5 in, ID 3.068 in, drill pipe 5 in) memiliki berat 33 lb/ft,

lebih besar dibandingkan dengan pipa pemboran (drill pipe) 5 in konvensional

dengan berat 19.5 lb/ft. Dengan berat yang lebih besar, maka akan menambah

biaya secara signifikan. Ukuran diameter dalam (ID) IDP pun lebih kecil daripada

pipa pemboran 5 in konvensional, sehingga kehilangan tekanan (pressure drop)

yang terjadi lebih besar. Konsekuensinya, dibutuhkan tenaga hidraulik pompa yang

lebih besar. Penelitian laboratorium dan tes lapangan telah menunjukkan IDP dapat

bekerja dengan baik dalam pemboran geothermal . IDP masih dalam tahap

penelitian dan pabrikasi untuk mencari konfigurasi yang ekonomis (Finger et al.,

2002).

Page 27: Proposal Ku

Gambar 8. Skema IDP (Anderson, 2010)

Teknologi lainnya adalah ADP. Aluminium alloy drill pipe atau ADP adalah pipa

dengan material aluminium yang telah digunakan di Rusia sejak beberapa tahun

lalu (1960). ADP sering disebut LADP (lightweight aluminium drill pipe) dimana

ADP ringan dan memiliki kekuatan yang baik. Keuntungan ADP adalah

diameternya yang lebih besar dan lebih tebal dibandingkan pipa pemboran (drill

pipe) API, akan meningkatkan kecepatan aliran fluida anulus dan mengurangi

kehilangan tekanan (pressure loss), sehingga kapasitas pompa yang dibutuhkan

lebih kecil. ADP memiliki berat yang lebih kecil dibandingkan pipa pemboran

konvensional API, sehingga mengurangi derrick load, hook load, dan kapasitas rig

yang dibutuhkan pun lebih kecil, atau mampu dipakai membor lebih dalam. Berat

ADP yang lebih kecil dibandingkan pipa pemboran API (steel)

untuk diameter tertentu, akan meningkatkan bouyancy, sehingga mengurangi axial

dan bending stress. Namun, ADP memiliki kekurangan, yaitu koefisien termal

konduktivitas aluminium yang lebih tinggi daripada baja (steel), sehingga akan

mengurangi kemampuan buckling load dan burst strength. Kekurangan lainnya

adalah yield strength ADP akan berkurang secara signifikan terhadap penambahan

temperatur, dibandingkan dengan pipa pemboran (baja) API (Anderson, 2010).

Konfigurasi casing dalam pemboran geothermal berbeda dengan pemboran minyak

dan gas, walaupun tipe yang digunakan sama-sama API. Biasanya, casing terakhir

dalam desain sumur panas bumi (production casing) berukuran 9-5/8” (244 mm).

Untuk casing ukuran tersebut, dibutuhkan ukuran surface casing 13-3/8” (340

Page 28: Proposal Ku

mm), seperti sering digunakan di USA dan Jepang. Di Eropa, kebanyakan sumur

geothermal dibor dengan kedalaman lebih dari 4000 m, dan menggunakan surface

casing 18-5/8” (473 mm). Ukuran casing yang besar ini dibutuhkan karena

diinginkan volume fluida panas bumi yang besar untuk diproduksikan. Untuk

sistem panas bumi yang cukup besar seperti ini, dibutuhkan production casing 13-

3/8” (340 mm), namun akan berdampak langsung pada peningkatan biaya.

Gambar 13. Konfigurasi casing sumur geothermal (Saptadji, Teknik Panas

Bumi)

Sumur geothermal dengan ukuran besar (big bore well), dengan

menggunakan casing lebih besar (surface casing 20 inchi, 13 5/8 in) dan liner 9 5/8

in, akan meningkatkan biaya pemboran kira-kira 17% dan waktu pemboran 7%,

namun mampu meningkatkan produksi hingga 66% dibandingkan dengan casing

kecil (13 3/8 in, casing 9 5/8 in) dan liner 7 in. (Bush and Siega 2010)

Penerapan teknologi sumur panas bumi banyak mengadopsi langsung dari

teknologi sumur minyak dan gas, begitu pula dengan casing yang digunakan.

Casing yang banyak digunakan di sumur panas bumi adalah casing dengan grade J-

55, dan untuk sumur dalam digunakan K-55 sebagai penggantinya. Casing 14

Page 29: Proposal Ku

dengan grade N-80 pun sering digunakan, dan untuk sumur geothermal yang

terdapat H2S, digunakan L-80. Casing grade lainnya adalah C-95, yang saat ini

banyak diganti dengan T-95, atau S-95. Casing grade P-110 digunakan untuk

sumur geothermal yang tidak terdapat H2S, namun jarang digunakan. Untuk

lingkungan ekstrim (temperatur tinggi), sering digunakan casing 9 Chrome L-80

dan 13 Chrome L-80. Casing Titanium (Beta-C Titanium) digunakan untuk

beberapa kondisi, namun harganya sangat mahal.

Casing-casing yang sering digunakan untuk sumur minyak dan gas seringkali

biayanya menjadi lebih mahal bila digunakan di sumur panas bumi. Casing-casing

tersebut seringkali digunakan untuk sumur-sumur minyak dan gas yang

temperaturnya tinggi, namun untuk kedalaman yang tidak terlalu dalam.

Penggunaan casing-casing tersebut untuk sumur dalam akan berdampak pada

penambahan biaya teknologi pemasangan.

Tantangan utama pada komplesi sumur panas bumi adalah kualitas dan ketahanan

semen, kriteria pemilihan casing hanger (mampu untuk bertahan pada temperatur

tinggi) dan stress dari termal. Casing fatigue dan integritas semen adalah

permasalahan sumur-sumur panas bumi yang umum dihadapi yang berbeda dari

sumur minyak dan gas, akibat stress dari temperatur yang tinggi.

Komplesi sumur panas bumi relatif lebih mudah dilakukan daripada sumur

minyak dan gas. Untuk penggunaan air sebagai fluida pemboran, sumur tidak

membutuhkan pembersihan yang rumit, namun bila fluida pemboran yang

digunakan adalah lumpur konvensional, yang mengandung bentonite dan aditif

lainnya, dibutuhkan pembersihan dengan brine (air asin) setelah proses pemboran

dan logging. Setelah pembersihan dengan air asin, khususnya pembersihan slotted

liner, maka rig pemboran dipindahkan dan BOP diganti dengan X-mass tree.

Sambungan pipa model API LTC tidak cocok digunakan untuk kondisi

beban tekanan/tegangan tinggi. Semua penggunaan model sambungan API LTC

dilaporkan mengalami kerusakan pada kondisi temperatur tinggi. Model

sambungan yang lebih baik dari LTC adalah API Buttress, meskipun memiliki

resiko kebocoran gas dan fluida pada kondisi tekanan rendah. Model sambungan

premium lebih baik daripada API Buttres, namun biayanya lebih mahal, yang dapat

Page 30: Proposal Ku

memperbesar biaya pemboran panas bumi. Hingga saat ini, penggunaan model

sambungan pada pipa masih diteliti, dan masih mengadopsi teknologi pemboran

minyak dan gas untuk pemboran panas bumi.

4.2.1.5. Sistem Pencegah Sembur LiarSistem pencegahan sembur liar (blow out preventer) dipasang untuk

menahan tekanan dari lubang bor. Peralatan ini disediakan pada operasi pemboran

karena peramalan tekanan tidak selalu memungkinkan.

Apabila formasi mempuyai tekanan yang besar dan kolom lumpur tidak

dapat mengimbanginya maka akan terjadi “kick”, yaitu intrusi fluida formasi yang

bertekanan tinggi yang masuk ke dalam lubang bor. Kick yang tidak terkendali

dapat mengakibatkan terjadinya blow out. Jadi blow out selalu diawali dengan

adanya kick.

Blow Out Preventer (BOP) system berfungsi untuk menutup ruang annular

antara drill pipe dan casing bila terjadi gejala kick. Sistem peralatan ini bekerja

secara pneumatic (dengan menggunakan udara dan gas, biasanya dipakai) dan

secara mekanik.

BOP system terdiri dari BOP stack, accumulator dan supporting system.

BOP stack terdiri dari rangkaian annular preventer, pipe ram preventer, drilling

spools, blind ram preventer dan casing head. Kesemuanya ini di-setkan pada

surface casing. Sedangkan tipe dan ukurannya disesuaikan dengan kondisi

tekanan lubang bor dan disesuaikan dengan keekonomiannya. Accumulator

biasanya ditempatkan pada agak jauh dari rig, sekitar seratus

meter dari rig dengan pertimbangan keselamatan. Fungsi utamanya adalah

menutup valve BOP stack dengan cepat saat keadaan darurat. Accumulator

bekerja dengan high pressure hidrolis pada saat terjadi kick.

Supporting system terdiri dari choke manifold dan kill line. Choke

manifold bila dihidupkan dapat membantu menjaga back pressure dalam lubang

bor untuk mencegah terjadinya intrusi fluida formasi. Choke manifold bekerja

dengan mengalirkan Lumpur bor dari BOP stack kesejumlah valve (yang

membatasi aliran dan langsung ke reserve pits), mud gas separator atau mud

Page 31: Proposal Ku

conditioning area. Sedangkan kill line bekerja dengan memompakan Lumpur berat

kedalam lubang bor sampai Lumpur berat dapat mengimbangi tekanan

formasi.

4.1.5 Studi Kelayakan dan Perencanaan

Studi kelayakan perlu dilakukan apabila ada beberapa sumur eksplorasi

menghasilkan fluida panasbumi. Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai

apakah sumberdaya panasbumi yang terdapat di daerah tersebut secara teknis dan

ekonomis menguntungkan untuk diproduksikan/dimanfaatkan. Pada tahap ini

kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Mengevaluasi data geologi, hidrologi, geofisika, geokimia dan data sumur.

2. Memperbaiki model sistem panasbumi.

3. Menghitung besarnya sumberdaya dan cadangan panasbumi (recoverable

reserve) serta potensi listrik yang dapat dihasilkan.

4. Mengevaluasi potensi sumur serta memperkirakan kinerjanya.

5. Menganalisa sifat fluida panasbumi dan kandungan non-condensable gas serta

memperkirakan sifat korosifitas air dan kemungkinan pembentukan scale.

6. Mempelajari apakah ada permintaan energi listrik, untuk apa dan berapa

banyak.

7. Mengusulkan alternatif pengembangan dan kapasitas instalasi pembangkit

listrik.

Apabila dari hasil studi kelayakan disimpulkan bahwa daerah panasbumi

tersebut menarik untuk dikembangkan, maka tahap selanjutnya adalah membuat

perencanaan secara rinci. Rencana pengembangan lapangan dan pembangkit listrik

mencakup usulan secara rinci mengenai fasilitas kepala sumur, fasilitas produksi

dan injeksi di permukaan, sistem pipa alir di permukaan, fasilitas pusat pembangkit

listrik dan transmisi listrik. Pada tahap ini gambar teknik perlu dibuat lebih

Page 32: Proposal Ku

terperinci, mencakup ukuran pipa alir uap, air dan pipa alir dua fasa, penempatan

valve, perangkat pembuang kondensat dan lain-lain. Setelah tahap ini dilanjutkan

dengan Tahap Eksploitasi.

4.3. Perolehan Data Selama Pemboran

Apabila dari data geologi, data geokimia dan data geofisika yang diperoleh

dari hasil survei rinci menunjukkan bahwa di daerah yang diselidiki terdapat

sumberdaya panasbumi, maka tahap selanjutnya adalah tahap pemboran sumur

eksplorasi. Tujuan dari pemboran sumur adalah membuktikan adanya sumberdaya

panasbumi di daerah yang diselidiki dan menguji model sistem panasbumi yang

dibuat berdasarkan data-data hasil survei rinci tersebut.

Jumlah sumur eksplorasi tergantung dari besarnya luas daerah yang diduga

mengandung energi panasbumi. Bila luas area tersebut sekitar 10 – 100 km2

biasanya dibor 1 – 5 sumur eksplorasi.

Kedalaman sumur tergantung dari kedalaman reservoir yang diperkirakan

dari data survei rinci, batasan anggaran dan teknologi yang ada, tetapi sumur

eksplorasi umumnya dibor hingga kedalaman 1000 – 3000 meter.

Studi perolehan data yang dilakukan pada saat pemboran meliputi metode

cutting, coring dan loging. Dari analisa cutting diperoleh diskripsi litologi batuan

dari tiap interval kedalaman tertentu. Dari analisa core dapat diperoleh sifat-sifat

fisik batuan antara lain porositas, permeabilitas, saturasi, konduktifitas panas dan

lain-lain. Sedangkan dari logging mencatat kondisi-kondisi yang terjadi selama

pemboran dan besaran-besaran fisik batuan berdasarkan perubahan resistivitas,

salinitas, massa jenis, radioaktif serta kecepatan rambat suara dari batuan terhadap

kedalaman lubang bor.

4.4. Perolehan Data Setelah Pemboran

Pengukuran dan pengujian sumur merupakan kegiatan yang sangat penting

dilakukan untuk mendapatkan data atau informasi seperti:

1. Kedalaman zona bertemperatur tinggi, zona produksi dan pusat-pusat

rekahan (feed point).

Page 33: Proposal Ku

2. Jenis fluida produksi

3. Jenis reservoir

4. Tekanan dan temperatur di dalam sumur dan di reservoir.

5. Kemampuan produksi sumur, yaitu besarnya laju produksi dan entalpi

fluida pada berbagai tekanan kepala sumur.

6. Karakteristik fluida dan kandungan gas.

7. Karakteristik reservoir di sekitar sumur.

8. Kondisi lubang sumur, casing dan liner.

Pengukuran dan pengujian sumur dapat dilakukan baik baik pada waktu

pemboran maupun setelah pemboran selesai, yaitu setelah pemboran mencapai

kedalaman yang diinginkan atau setelah sumur diproduksikan. Apabila sumur-

sumur telah diproduksikan, pengukuran dan pengujian yang dilakukan lebih

bersifat mamantau/mamonitor ulah laku sumur tersebut, sehingga kemudian dapat

diperoleh gambaran mengenai ulah laku reservoir secara keseluruhan.

Pengukuran yang dilakukan pada pemboran umumnya pengukuran tekanan

dan temperatur. Setelah pemboran selesai pengujian sumur yang umum dilakukan

adalah: uji komplesi, uji pemnasan, uji produksi dan uji tekanan.

Page 34: Proposal Ku

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.......................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN.....................................................................

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

DAFTAR GAMBAR......................................................................................

DAFTAR TABEL...........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

BAB II. RESERVOIR PANASBUMI...........................................................

2.1. Syarat Umum Terbentuknya Reservoir Panasbumi.....................

2.1.1. Sumber Panas (Heat Source)...............................................

2.1.2. Batuan Reservoir .................................................................

2.1.3. Air........................................................................................

2.1.4. Cap Rock (Batuan Penudung)..............................................

2.2. Geologi Reservoir Panasbumi....................................................

2.2.1. Petrologi...............................................................................

2.2.2. Stratigrafi.............................................................................

2.2.3. Struktur Geologi..................................................................

2.2.3.1. Kekar ..................................................................

2.2.3.2. Sesar....................................................................

2.2.3.3. Lipatan................................................................

2.2.4. Alterasi Hidrotermal............................................................

2.2.4.1. Intensitas dan Tingkat Alterasi.................................

Page 35: Proposal Ku

2.2.4.2. Jenis-jenis Alterasi Hidrotermal...............................

2.2.4.2.1. Pengendapan Langsung ...............................

2.2.4.2.2. Penggantian ..................................................

2.2.4.2.3. Pelepasan .....................................................

2.2.4.3. Perubahan Sifat Fisik Akibat Alterasi......................

2.2.4.4. Kecenderungan Dalam Proses Alterasi....................

2.3. Karakteristik Batuan Reservoir Panasbumi......................................

2.3.1. Jenis-jenis Batuan Reservoir Panasbumi............................

2.3.1.1. Batuan Beku.............................................................

2.3.1.2. Batuan Sedimen.......................................................

2.3.1.3. Batuan Metamorf.....................................................

2.3.2. Komposisi Kimia Batuan Reservoir....................................

2.3.2.1. Komposisi Berdasarkan Komposisi Warna..............

2.3.2.2. Komposisi Unsur Silika...........................................

2.3.3. Sifat Fisik Batuan Reservoir...............................................

2.3.3.1. Porositas...................................................................

2.3.3.2. Kecepatan Aliran Fluida..........................................

2.3.3.3. Permeabilitas............................................................

2.3.3.4. Densitas Batuan.......................................................

2.3.3.5. Panas Spesifik Batuan..............................................

2.3.3.6. Konduktifitas Panas Batuan.....................................

2.4. Karakteristik Fluida Reservoir Panasbumi.......................................

2.4.1. Komposisis Kimia Fluida Reservoir....................................

2.4.1.2. Air.............................................................................

2.4.1.3. Uap............................................................................

2.4.1.4. Gas............................................................................

2.4.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir.................................................

2.4.2.1. Densitas.....................................................................

2.4.2.2. Volume Spesifik.......................................................

Page 36: Proposal Ku

2.4.2.3. Viskositas..................................................................

2.4.2.4. Tegangan Permukaan................................................

2.4.2.5. Kapasitas Panas.......................................................

2.4.2.6. Konduktifitas Panas Fluida......................................

2.4.2.7. Energi Dalam, Entalpi dan Entropi..........................

2.5. Kondisi Reservoir..............................................................................

2.5.1. Tekanan Reservoir................................................................

2.5.2. Temperatur Reservoir...........................................................

2.5.3. Diagram Fasa........................................................................

2.6. Klasifikasi Reservoir Panasbumi.....................................................

2.6.1. Berdasarkan Sistem Panas...................................................

2.6.1.1. Berhubungan Dengan Magma..................................

2.6.1.1.1. Magmatic System ........................................

2.6.1.1.2. Hot Dry Rock System...................................

2.6.1.1.3. Hidrothermal System....................................

2.6.1.2. Tidak Berhubungan dengan Magma.........................

2.6.1.2.1. Geopressure System......................................

2.6.2. Berdasarkan Temperatur....................................................

2.6.2.1. Semi Thermal Field..................................................

2.6.2.2. Hyperthermal Field...................................................

2.6.2.2.1. Wet Hyperthermal Field...............................

2.6.2.2.2. Dry Hyperthermal Field................................

2.6.3. Berdasarkan Fasa Fluida....................................................

2.6.3.1. Reservoir Satu Fasa..................................................

2.6.3.1.1. Warm Water.................................................

2.6.3.1.2. Hot Water.....................................................

2.6.3.1.3. Superheated Steam ......................................

2.6.3.2. Reservoir Dua Fasa...................................................

2.6.3.2.1. Liquid Dominated System............................

2.6.3.2.2. Vapour Dominated System...........................

2.7. Potensi Reservoir Panasbumi.........................................................

Page 37: Proposal Ku

2.7.1. Metode Perbandingan..........................................................

2.7.2. Metode Volumetrik..............................................................

BAB III ASPEK GEOLOGI, GEOKIMIA DAN GEOFISIKA ............

3.1. Identifikasi Data………………………………………………

3.1.1. Survei Geologi.....................................................................

3.1.1.1. Inventarisasi dan Survei Kenampakkan

Gejala Panasbumi........................................................

3.1.1.1.1. Fumarole dan Solfatar...................................

3.1.1.1.2. Mata Air Panas.............................................

3.1.1.1.3. Kubangan Lumpur Panas..............................

3.1.1.1.4. Geyser...........................................................

3.1.1.1.5. Kolam Air Panas (Hot Pools).......................

3.1.1.1.6. Telaga Air Panas (Hot Lakes).......................

3.1.1.1.7. Tanah Beruap (Steaming Ground)................

3.1.1.1.8. Tanah Hangat (Warm Ground).....................

3.1.1.1.9. Silika Sinter..................................................

3.1.1.2. Studi Geologi............................................................

3.1.1.2.1. Foto Udara....................................................

3.1.1.2.2. Pemetaan Geologi.........................................

3.1.1.2.3. Alterasi..........................................................

3.1.1.2.4. Penentuan Umur Batuan...............................

3.1.2. Survei Geokimia..................................................................

3.1.2.1. Penyelidikan Permukaan..........................................

3.1.2.1.1. Natural Activity Hot Spring..........................

3.1.2.1.2. Natural Activity Fumarol..............................

3.1.2.1.3. Analisa Soil...................................................

3.1.2.2. Penentuan Temperatur Reservoir.............................

3.1.2.2.1. Analisa Fluida...............................................

3.1.2.2.2. Analisa Gas...................................................

3.1.2.2.3. Analisa Isotop...............................................

Page 38: Proposal Ku

3.1.2.2.4. Geothermometer...........................................

3.1.3. Survei Geofisika..................................................................

3.1.3.1. Metode Gravity.........................................................

3.1.3.1.1. Dasar Metode................................................

3.1.3.1.2. Koreksi Data Pengamatan.............................

3.1.3.1.3. Interpretasi Anomali Gravity........................

3.1.3.2. Metode Magnetik......................................................

3.1.3.2.1. Dasar Metode................................................

3.1.3.2.2. Interpretasi Anomali Magnetik.....................

3.1.3.3. Metode Resistivity....................................................

3.1.3.3.1. Dasar Metode Resistivity..............................

3.1.3.3.2. Interpretasi Data Resistivitas........................

3.1.3.4. Metode Seismik........................................................

BAB IV PERENCANAAN PEMBORAN EKSPLORASI .......................

4.1. Tujuan Pemboran Eksplorasi…………………………………………

4.2. Perencanaan Pemboran ……………………………………………….

4.2.1. Perencanaan Peralatan Pemboran …………………………..

4.2.1.1. Sistem Tenaga ………………………………………

4.2.1.2. Sistem Angkat ………………………………………

4.2.1.3. Sistem Putar ………………………………………

4.2.1.4. Sistem Sirkulasi ……………………………………

4.2.1.5. Sistem Penyemenan…………………………………

4.2.1.6. Sistem Pencegahan Sembur Liar …………………...

4.2.2. Perencanaan String Dan Bottom Hole Assembly ……………

4.2.2.1.Perencanaan String …………………………………

4.2.2.2.Perencanaan Bottom Hole Assembly (BHA) ………

4.2.2.2.1. Perencanaan Drill Collar ………………..

4.2.2.2.2. Stabilizer …………………………………

4.2.2.2.3. Roller Reamer ……………………………

4.2.2.2.4. Shock Sub ……………………………….

Page 39: Proposal Ku

4.2.2.2.5. Subs ………………………………………

4.2.2.2.6. Drilling Jars ………………………………

4.2.2.3.Pembebanan Pada Saat Operasi …………………….

4.2.3. Perencanaan Pahat……………………………………………

4.2.3.1. Jenis-Jenis Pahat ……………………………………

4.2.3.2. Penentuan Jenis Pahat ………………………………

4.2.3.3. Penentuan WOB Dan RPM ………………………...

4.2.4. Perencanaan Sistem Lumpur…………………………………

4.2.4.1. Fungsi Lumpur Pemboran …………………………

4.2.4.2. Sifat Lumpur Pemboran ……………………………

4.2.4.3. Komposisi Lumpur Pemboran……………………..

4.2.4.4. Jenis-Jenis Lumpur Pemboran …………………….

4.2.4.5. Perhitungan Dan Desain Lumpur Pemboran ……..

4.2.4.6. Hidrolika Lumpur Pemboran …………………….

4.2.4.6.1. Sifat Aliran ………………………………

4.2.4.6.2. Jenis Fluida Pemboran …………………..

4.2.4.6.3. Perhitungan Tenaga Pompa Lumpur ……

4.2.4.6.5. Kecepatan Alir Annulus …………………

4.2.4.6.6. Metode Analisa Pengangkatan Cutting …

4.2.4.6.6.1. Rasio Transport Cutting ………

4.2.4.6.6.2. Konsentrasi Cutting ……………

4.2.4.6.6.3. Indeks Pengendapan Cutting …..

4.2.4.6.7. Kehilangan Tekanan Sistem Sirkulasi…..

4.2.4.7. Metode Lumpur Underbalanced Drilling………….

4.2.5. Sistem Penyemenan…………………………………………………

4.2.5.1. Perencanaan Semen………………………………………

4.2.5.1.1. Fungsi Semen……………………………………

4.2.5.1.2. Sifat Semen………………………………………

4.2.5.1.3. Jenis-jenis Semen………………………………..

4.2.5.1.4. Desain Semen……………………………………

4.2.5.2. Perencanaan Drill Pipe dan Casing pada geothermal…………………….

Page 40: Proposal Ku

4.2.5.2.1. Fungsi Casing ………………………………….............

4.2.5.2.2 Penggunaan Insulated Drill Pipe……………………

4.2.5.2.3 Pemilahan Casing dan Drill Pipe…………………….

4.3. Perolehan Data Setelah Pemboran Eksplorasi……………………….

BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………………

BAB VII KESIMPULAN...............................................................................

DATAR PUSTAKA........................................................................................

LAMPIRAN

Page 41: Proposal Ku

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, N.J.,“Drilling Engineering, A Complete Well Planning Approach”,

Penn Well Publishing, Tusla, Oklahoma, 1985.

2. Bourgoyne, AT., “Applied Drilling Engineering”, Society or Petroleum

Engineering, Richardson, Texas, 1986.

3. Buntoro, Aris.,Lumpur Pemboran, Perencanaan dan Solusi Masalah Secara

Praktis”, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Pembangunan Nasional,

Yogyakarta, 1998.

4. Rubiandini, R., “Teknik Pemboran Lanjut”, Jurusan Teknik Perminyakan,

Institut Teknologi Bandung, 1993.

5. Irfan Hariz dan Samuel Zulkhifly,”Terobosan Pengembangan Teknologi

Panas Bumi”, Departemen Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung.

6. Mohammad Ressa Jhoditya,”Dasar Pemboran”, Jurusan Teknik Perminyakan,

Universitas Pembangunan Nasional

7. Rudi Rubiandini R . S . : “Diktat Kuliah Teknik Pemboran I dan II” , Jurusan

Teknik Perminyakan , UPN “Veteran” Yogyakarta , 1998.

8. Craft , B . C . , Holden , W . R . : “Well Desaign , Drilling and Prodution” ,

Prentice Hall , Inc . , Englewood Cliffs . New Jersey , 1962.

9. Yohanes Widi, “Pemanfaatan Data Penilaian Formasi Dan Uji Sumur Dalam

Perencanaan Laju Produksi Pada Sumur Lapangan Panas Bumi” , UPN

”Veteran” Yogyakarta , 2011