proposal efisiensi recovery3

39
EFISIENSI RECOVERY PEROLEHAN MINYAK DENGAN METODE INJEKSI AIR PADA RESERVOIR BATUAN KARBONAT PROPOSAL KOMPREHENSIF Oleh : MUHAMMAD LINGGAR R. 113080124 JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

Upload: linggar-rafsanjani

Post on 03-Jul-2015

347 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

proposal komprehensif

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Efisiensi Recovery3

EFISIENSI RECOVERY PEROLEHAN MINYAK

DENGAN METODE INJEKSI AIR

PADA RESERVOIR BATUAN KARBONAT

PROPOSAL KOMPREHENSIF

Oleh :

MUHAMMAD LINGGAR R.

113080124

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

Y O G Y A K A R T A

2011

Page 2: Proposal Efisiensi Recovery3

EFISIENSI RECOVERY PEROLEHAN MINYAK

DENGAN METODE INJEKSI AIR

PADA RESERVOIR BATUAN KARBONAT

PROPOSAL KOMPREHENSIF

Disusun oleh :

MUHAMMAD LINGGAR R.

113080124

Disetujui untuk Jurusan Teknik Perminyakan

Fakultas Teknologi Mineral

UPN “Veteran” Yogyakarta

Dosen Pembimbing

( Dr. Ir. Dedy Kristanto, MT)

Page 3: Proposal Efisiensi Recovery3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subbhanahu Wa Ta’Ala, atas

segala berkat dan pertolongannya sehingga penulis mampu menyelesaikan

proposal komprehensif ini. Proposal komprehensif ini berjudul : ” EFISIENSI

RECOVERY PEROLEHAN MINYAK DENGAN METODE INJEKSI AIR

PADA RESERVOIR BATUAN KARBONAT ”, proposal ini disusun untuk

memberikan gambaran mengenai latar belakang, tujuan dan materi yang akan

dibahas di dalam penyusunan komprehensif di Jurusan Perminyakan, Fakultas

Teknologi UPN “Veteran” Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan baik secara moral maupun material, sehingga penyusunan

proposal ini dapat selesai dengan baik.

Penulis meyakini sepenuhnya bahwa dalam penulisan proposal ini masih

terdapat banyak kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun akan

sangat berarti bagi penulis.

Akhirnya, semoga proposal komprehensif ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan semua pihak yang memerlukannya.

Yogyakarta, April 2011

Penulis

Page 4: Proposal Efisiensi Recovery3

I. JUDUL

EFISIENSI RECOVERY PEROLEHAN MINYAK DENGAN METODE

INJEKSI AIR PADA RESERVOIR BATUAN KARBONAT

II. LATAR BELAKANG

Sejalan dengan perkembangan industri yang makin pesat menyebabkan

permintaan tarhadap minyak semakin bertambah. Sedangkan penemuan cadangan

baru sangat jarang ditemukan. Salah satu upaya untuk mengantisipasi masalah

tersebut adalah dengan mengefektifkan sumur-sumur yang telah ada. Dalam tahap

priduksi, minyak tidak dapat sepenuhnya terkuras habis karena terdapat berbagai

macam fenomena yang terjadi di lapangan. Tidak semua lapangan minyak dapat

memproduksi jenis minyak yang sama, salah satu penyebabnya adalah adanya

variasi sifat fisik batuan dan fluida dari satu lokasi ke lokasi lainnya

Reservoir merupakan batuan porous permiabel tempat terakumulasinya

fluida hidrokarbon dimana terdapat kandungan sifat fisik batuan serta fluida yang

sangat kompleks serta heterogen. Reservoir bersifat heterogen adalah suatu

reservoir yang memiliki perbedaan sifat fisik batuan dan fluidanya di masing –

masing daerah dalam suatu sistem batuan reservoir. Heterogenitas petrophysic

batuan reservoir ini sangat penting untuk diketahui, agar dalam perhitungan

cadangan dan peramalan reservoir dapat dilakukan dengan representatif.

Batuan karbonat adalah batuan yang mempunyai komposisi yang lebih

dominan ( lebih dari 50% ) terdiri dari garam – garam karbonat, yang secara

umum meliputi batu gamping dan dolomit. Karakteristik dari reservoir batuan

karbonat dicirikan dengan porositas dan permeabilitas yang sangat beraneka

ragam. Endapan karbonat umumnya memiliki porositas dan permeabilitas yang

sangat tinggi pada saat terakumulasi. Lingkungan pengendapan dapat terjadi pada

basin, slope dan shalfe. Organisme turut berperan dalam proses pembentukkan

dan proses pembentukkannya mengalami pelarutan secara kmiawi maupun

biokimia dan dapat pula terjadi dari butiran rombakan yang telah mengalami

transportasi secara mekanikdan kemudian diendapkan ditempat lain. Proses

diagenesa batuan karbonat antara lain pelarutan, penyemenan, rekristalisasi dan

Page 5: Proposal Efisiensi Recovery3

penggantian. Permasalahan yang sering terjadi pada batuan karbonat adalah

mengalami proses fracturing (rekahan) akibat tekanan overburden dan tektonik.

Rekahan dapat menimbulkan fingering injeksi air.

Dipilihnya air sebagai fluida injeksi dikarenakan air mempunyai sifat

keefektifan yang baik untuk berbagai kondisi dan karakteristik reservoir. Tekanan

reservoir akan berkurang selama proses produksi dan penurunan tekanan ini

disebabkan karena terbatasnya dukungan tekanan dari lapisan air (aquifer).

Berdasarkan pertimbangan kondisi dan cadangan minyak yang masih ekonomis

maka tekanan harus dipertahankan dengan menginjeksikan air kedalam reservoir.

III. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan penyususan komprehensif ini adalah untuk mengetahui

karekteristik reservoir batuan karbonat yang akan diinjeksikan air, dimana

penginjeksian air ini bertujuan untuk optimalisasi efisiensi recovery dalam upaya

penigkatan perolehan minyak.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Karakterstik Reservoir Batuan Karbonat

Organisme pembentuk batuan karbonat

Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat.

Batuan karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara pembentukannya yaitu

hanya dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus daratan. Organisme sangat

berperan dalam pembentukan batuan karbonat, yaitu sebagai penghasil unsur

CaCo3. Organisme pembentuk batuan karbonat dapat terdiri dari Coral,

Ganggang, Molluscha, Bryozoa, Echinodermata, Brachiopoda, Ostracoda,

Porifera dan beberapa jenis organisme lainnya.

Batuan karbonat sebagai batuan reservoir minyak mempunyai karakteristik

yang berbeda dengan batuan reservoir yang lain, baik itu tentang sifat fisiknya

maupun sifat kimianya.

Page 6: Proposal Efisiensi Recovery3

Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat

Kalsium (CaCO3) karbonat diendapkan di air laut dimana endapan-

endapan ini terdiri dari kulit kerang, tiram dan binatang ataupun tumbuhan lain

yang kulitnya mengandung kalsium karbonat yang biasanya disebut dengan

exoskeleton. Beberapa binatang khususnya koral membentuk suatu koloni yang

akhirnya akan membentuk suatu terumbu. Batuan karbonat diendapkan pada tiga

lingkungan pengendapan yaitu : shelf, slope dan basin. Pada lingkungan

pengendapan shelf ini sangat luas areanya serta pada kedalaman air dangkal yang

biasanya kurang dari 100 ft. Pada daerah slope biasanya adalah gamping pasiran

dan blok-blok atau pecahan terumbu akibat adanya gelombang dan pengendapan

di daerah lerengnya. Pada daerah basin mempunyai butiran yang baik, biasanya

lime mud. Pada umumnya tidak mempunyai permeabilitas yang cukup untuk

memproduksikan bentuk alga yang disebut coccolith.

Diagenesa batuan karbonat

- Lithifikasi : Pada sedimen karbonat yang tersingkap terjadi perubahan

mineralogi dan tekstur endapan asli.

Secara kimia proses lithifikasi dapat ditulis sebagai berikut :

CaCO3 + H2O + CO2 ===== Ca 2+ + 2HCO3-

- Dolomitisasi : Limestone sering kali berubah menjadi batuan dolomit.

Perubahan limestone menjadi dolomit secara kimia dapat dituliskan dengan

persamaan reaksi sebagai berikut :

2CaCO3 + MgCl2 ========= CaMg(CO3)2 + CaCl2

Dolomitisasi dapat bertambah dengan adanya sesar sebagai akibat dari

patahan.

Klasifikasi Batuan Karbonat

Batuan karbonat merupakan batuan reservoir yang sangat penting di dalam

industri perminyakan. Dari 75% daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen,

seperlimanya merupakan batuan karbonat. Batuan karbonat dapat dikelompokkan

menjadi empat jenis, yaitu terumbu, gamping klastik, gamping afanitik dan

dolomit.

Page 7: Proposal Efisiensi Recovery3

a. Terumbu

Terumbu (reef) dapat menjadi suatu batuan reservoir yang baik. Pada

umumnya terumbu terdiri dari kerangka koral, ganggang dan sebagainya yang

tumbuh dalam laut yang jernih, berenergi gelombang yang tinggi dan mengalami

pembersihan sehingga rongga-rongganya menjadi bersih. Di antara kerangka

tersebut juga terdapat fragmen koral, foraminifera dan bioklastik lainnya.

Porositas yang terbentuk terutama berada dalam rongga-rongga bekas binatang

hidup yang biasanya kemudian mengalami penyemenan sehingga porositas

menjadi besar karena adanya pelarutan.

b. Dolomit

Dolomit merupakan batuan reservoir karbonat yang jauh lebih penting

daripada batuan karbonat lainnya. Harus diingat bahwa kebanyakan batuan

karbonat seperti terumbu atau oolotic sedikit banyak telah mengalami proses

dolomitisasi. Pada umumnya dolomit disini bersifat sekunder atau terbentuk

sesudah sedimentasi. Dolomit biasanya mempunyai porositas yang baik, bersifat

sukrosik yaitu berbentuk hampir menyerupai gula pasir. Dolomit dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu dolomit yang bersifat primer dan dolomit yang

bersifat rubahan (replacement).

c. Gamping Klastik

Gamping klastik sering merupakan reservoir yang sangat baik, terutama

jika berasosiasi dengan oolitic dan disebut dengan kalkarenit. Batuan reservoir

dimana terdapat oolitic ini merupakan pengendapan berenergi tinggi dan

ditemukan dalam jalur sepanjang pantai dangkal dengan arus gelombang kuat.

Porositas yang didapatkan biasanya jenis intergranular, yang kadang-kadang

diperbesar dengan adanya pelarutan.

d. Gamping Afanitik

Batu gamping afanatik dapat pula bertindak sebagai batuan reservoir,

terutama jika porositasnya adalah sekunder misalnya karena adanya perekahan

atau pelarutan. Seluruh porositasnya berupa rekahan yang terbentuk karena

adanya lipatan, patahan memegang peranan penting didalam pembentukan

porositas didalam batuan reservoir.

Page 8: Proposal Efisiensi Recovery3

Komposisi Kimia Batuan Karbonat

Batuan karbonat yang dalam hal ini adalah limestone, dolomit dan yang

bersifat antara keduanya. Limestone adalah istilah yang dipakai untuk kelompok

batuan yang mengandung paling sedikit 80% kalsium karbonat atau magnesium.

Istilah limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi karbonat

melebihi unsur-unsur non karbonatnya. Pada limestone fraksi disusun oleh

mineral kalsit, sedangkan untuk dolomit mineral penyusunnya adalah mineral

dolomit itu sendiri.

Sifat Fisik Batuan Karbonat

Sifat-sifat fisik batuan karbonat meliputi porositas, permeabilitas, tekanan

kapiler, wettabilitas, saturasi dan kompresibilitas batuan. Sifat-sifat fisik pada

batuan karbonat ini berbeda dengan batuan reservoir lainnya.

a. Porositas

- Porositas Primer

Porositas primer terbentuk pada waktu sedimentasi pada daerah :

1. Terumbu

2. Porositas antar partikel antar cangkang, dalam cangkang atau kerangka

(antar oolite dan antar butir bioklast)

3. Sedimentasi kompetitif

(Fosil terjebak dalam lumpur gamping, jika pengendapan bioklast lebih

cepat dari lumpur, maka terjadi porositas).

- Porositas Sekunder

Porositas sekunder adalah lubang-lubang pori yang terbentuk lama setelah

proses sedimentasi selesai, seperti oleh pelarutan, retak-retak atau oleh

aktivitas organik.

1. Cetakan (Mold), pelarutan dari butiran atau fosil.

2. Saluran (channelling)

3. Rongga (vug).

4. Lubang bor organisme.

5. Retakan desikasi atau breksi.

6. Retakan tektonik atau kekar dan lain sebagainya

Page 9: Proposal Efisiensi Recovery3

b. Permeabilitas

Proses yang mempengaruhi besarnya permeabilitas adalah proses eoginetic

(organic decay, rids, burrowing, fringing cement), proses dolomitasasi dan proses

pelarutan. Terjadinya proses eogenetic akan mengurangi besarnya permeabilitas

batuan, sedangkan pada proses dolomitisasi dan pelarutan akan memperbesar

batuan.

c. Tekanan Kapiler

Tekanan kapiler perlu diketahui karena dengan mengetahui besarnya

tekanan kapiler, maka kita dapat memperkirakan aliran-aliran fluida formasi

tersebut dan pada akhirnya dipakai untuk menentukan produktivitas dari formasi

tersebut. Untuk menghitung besarnya tekanan kapiler dapat dicari dengan metode

Mercury Injection dan metode Centrifuge.

d. Wettabilitas

Besarnya harga wettabilitas dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

Harga Wettabilitas =

Cos θwo PT woσ oa

Cos θ oaPToaσ oa

Sudut Kontak=Cosθ wa=PTwo σ oaPToaσ wa

dimana :

cosoa = Sudut kontak antara udara dan minyak

cos = Sudut kontak antara air dan minyak

P T wo = Treshod pressure untuk minyak jenuh pada saat core terisi oleh air

P T oa = Treshod pressure core untuk udara yang masuk saat core jenuh

minyak

oa = Tegangan muka antara udara dan minyak

wo = Tegangan muka antara minyak dan air

e. Saturasi

Saturasi fluida bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Saturasi air cenderung lebih besar didalam batuan yang porous. Saturasi fluida

bervariasi dengan kumulatif produksi minyak yang berarti jika minyak

diproduksikan maka tempatnya didalam reservoir akan digantikan oleh air atau

Page 10: Proposal Efisiensi Recovery3

gas bebas sehingga harga saturasi akan terus berubah selama produksi

berlangsung.

f. Kompresibilitas

Pengosongan fluida pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan

tekanan dalam batuan tersebut berubah. Adanya perubahan tekanan ini dapat

mengakibatkan perubahan pada butir batuan pori-pori, butir dan total volume

yang disebabkan karena perubahan tekanan, ini disebut sebagai kompresibilitas.

Karakteristik Fluida Reservoir

Sifat-sifat dari fluida hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan

cadangan akumulasi hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari

reservoir menuju dasar sumur, mengontrol gerakan fluida dalam reservoir dan

lain-lain.

Komposisi Kimia Fluida Reservoir

Komposisi kimia fluida reservoir secara umum dapat dikelompokan

menjadi dua bagian yang sama pentingnya, yaitu : komposisi kimia hidrokarbon

dan komposisi kimia air formasi. Komposisi kimia hidrokarbon merupakan suatu

senyawa yang terdiri dari atom hydrogen (H) dan atom carbon (C). persenyawan

dari kedua unsur dapat membentuk berbagai macam variasi, antara lain :

• Golongan Hidrokarbon Jenuh ( golongan Parafirin dan golongan alkana)

• Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh

- Golongan Olifins (Alkena)

- Golongan Diolifin (Alkadiena)

- Golongan Naftena ( Sikloparafin / Sikloalkana)

- Golongan Naftena (Benzena)

Komposisi kimia air formasi

Air formasi mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara

reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia pada air

formasi perlu sekali dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya.

Dibandingkan dengan air laut, maka air formasi ini rata-rata memiliki kadar

garam yang lebih tinggi sehingga studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-

sifat fisik ini menjadi penting karena kedua hal tesebut sangat berhubungan

Page 11: Proposal Efisiensi Recovery3

dengan terjadinya plugging (penyumbat) pada formasi dan korosi pada peralatan

di bawah dan di atas permukaan. Air formasi tesebut terdiri dari bahan-bahan

mineral, misalnya kombinasi metal-metal Alkali dan Alkali Tanah, belerang,

oksida besi dan alumunium serta bahan-bahan organis seperti asam nafta dan

asam gemuk.

b. Sifat fisik fluida

Sifat fisik fluida reservoir yang akan dibahas adalah kelarutan gas dalam

minyak, Viskositas, faktor volume formasi, kompresibilitas dan berat jenis. Sifat

fisik dari fluida reservoir dapat dibagi tiga bagian yaitu sifat fisik minyak, gas dan

air formasi.

Kondisi reservoir

a. Tekanan Reservoir

Tekanan reservoir dapat terjadi oleh salah satu atau kedua sebab-sebab

berikut:

• Tekanan hidrostatik, yang disebabkan oleh fluida (terutama air) yang

mengisi pori-pori batuan diatasnya.

• Tekanan overburden, yang disebabkan oleh berat batuan diatasnya serta

kandungan fluidanya.

b. Temperatur formasi

Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman,

ini dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat

magma. Variasi yang kecil dari gradient geothermis ini disebabkan oleh sifat

konduktivitas thermis beberapa jenis batuan. Besarnya gradien geothermal dari

suatu daerah dapat dicari dengan menggunakan persamaan :

Gradien geothermal=T formasi−T s tandart

Kedalalaman Formasi

Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut :

Td = Ta + @ x D

dimana :

Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF

Ta = temperatur pada permukaan, oF

Page 12: Proposal Efisiensi Recovery3

@ = gradient temperatur, oF

D = kedalaman, ratusan ft.

Jenis – jenis Reservoir

Jenis-jenis reservoir dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

a. Berdasarkan Perangkap Geologi :

- Perangkap Struktur

- Perangkap Stratigrafi

- Perangkap Kombinasi

b. Berdasarkan kelakuan fasa

- Reservoir Minyak Berat

- Reservoir MInyak Ringan

- Reservoir Kondensat

- Reservoir Gas Basah

- Reservoir Gas Kering

c. Berdasarkan Mekanisme Pendorong

- Solution Gas Drive Reservoir

- Gas Cap Reservoir

- Water Drive Reservoir

- Segregation Drive Reservoir

- Combination Drive Reservoir

Heterogenitas Reservoir.

Heterogenitas reservoir akan mempengaruhi terhadap efisiensi pendesakan

oleh injeksi air yang mana faktor-faktor yang termasuk ke dalam heterogenitas

reservoir akan memberi dampak terhadap efisiensi pengurasan reservoar.

Faktor keseragaman porositas dan permeabilitas akan mempengaruhi

terhadap efisiensi pengurasan minyak. Reservoir yang mempunyai tingkat

keseragaman tinggi akan memberikan perolehan minyak yang tinggi, sebaliknya

untuk reservoir yang keseragamannya rendah, perolehan minyak yang didapat

juga akan rendah. Sebagai contoh pada batuan dolomite dimana memiliki

porositas yang tidak seragam maka efisiensi recoverynya akan rendah, berbeda

dengan batu pasir yang memiliki ukuran butir seragam (porositas seragam) maka

Page 13: Proposal Efisiensi Recovery3

recovery minyak akan besar dan juga pada batuan dolomite bila dengan adanya

fracture akan mengakibatkan efisiensi penyapuan minyak akan kecil.

Adanya Heterogenitas arah vertikal mengakibatkan perbedaan pendesakan

tiap-tiap lapisan sehingga menghasilkan waktu tembus air (breaktrough) yang

lebih awal terutama pada lapisan yang permeabilitasnya tinggi.

Kemiringan lapisan batuan akan mempengaruhi pula terhadap efisiensi

pengurasan. Kemiringan lapisan ini akan mendukung pemisahan antara gas

dengan cairan, karena adanya perbedaan gravitasi.

4.2 Injeksi Air Sebagai Pressure Maintenaance dan Secondary Recovery

Injeksi air sebagai Pressure Maintenance

Salah satu usaha untuk memperpanjang umur produksi adalah dengan

melakukan pemeliharaan tekanan reservoir (pressure maintenance) untuk

meningkatkan recovery minyaknya, yaitu dengan cara menginjeksikan air

kedalam reservoir. Air umumnya diinjeksikan pada bagian bawah reservoir

(Aquifer), dimana sumur produksinya berada pada bagian atas dari struktur

reservoir ( top structure).

Injeksi air pada pressure maintenance dapat dibagi dalam tiga klasifikasi

berdasarkan tempat dimana air diinjeksikan, yaitu :

1. Bottom Water, dimana air diinjeksikan kedalam aquifer yang terletak dibawah

zone minyak, kemudian mendesak kearah vertikal.

2. Edge Water, dimana air diinjeksikan kedalam reservoir melalui zone air yang

terletak disamping zone minyaknya.

3. Crestal Water Injection (injeksi air dari arah puncaknya), yaitu suatu injeksi

air yang dilakukan pada batas minyak-gas.

Operasi injeksi air dalam proyek pressure maintenance dalam

pelaksanaannya menggunakan dua jenis sumur yang berbeda fungsinya, yaitu

sumur injeksi dan sumur produksi. Pada umumnya peralatan untuk operasi injeksi

air terdiri dari pompa, Storage tank dan pipa alir.

Debit injeksi ditentukan untuk mendapatkan keuntungan maksimal,

dimana batas bawah debit injeksi adalah debit yang menghasilkan produksi

Page 14: Proposal Efisiensi Recovery3

minyak yang merupakan batas ekonomi. Sedangkan batas atas debit injeksi

berhubungan dengan tekanan yang mulai menyebabkan terjadinya rekahan.

Injeksi air pada Secondary Recovery

Waterflooding merupakan salah satu dari metode perolehan tahap kedua

yang banyak digunakan dalam industri perminyakan. Waterflooding mempunyai

banyak keuntungan daripada metode yang lainnya (gas flooding).

Diantaranya yaitu ;

1. air tersedia dalam jumlah yang melimpah,

2. air relatif mudah diinjeksikan,

3. air mampu menyebar melalui formasi bearing minyak dan

4. air lebih efisien dalam mendesak minyak.

Pada awalnya metode waterflooding ini dilakukan dengan menginjeksikan

air ke dalam sumur tunggal, saat zone yang terinvasi air meningkat dan sumur-

sumur yang berdekatan dimana air tidak menjangkaunya dijadikan sumur

penginjeksi untuk memperluas daerah invasi air. Air ini akan mendesak minyak

mengikuti jalur-jalur arus (stream line) yang dimulai dari sumur injeksi dan

berakhir pada sumur produksi.

Perencanaan Waterflooding

Perencanaan waterflooding meliputi penentuan lokasi sumur injeksi-

produksi, penentuan pola sumur injeksi-produksi, penentuan debit injeksi dan

tekanan injeksi, penetuan performance injeksi dan perhitungan perolehan minyak.

Penentuan Lokasi Sumur Injeksi-Produksi

Pada umumnya sumur-sumur yang sudah ada sebelum injeksi akan

dipergunakan sebagai sumur injeksi. Jika masih diperlukan sumur-sumur baru

maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk menentuklan lokasinya sebaiknya

digunakan peta distribusi cadangan minyak tersisa. Peta isopermeabilitas juga

dapat membantu dalam memilih arah aliran supaya pembusan fluida injeksi

(breaktrough) tidak terjadi terlalu dini.

Penentuan Pola Sumur Injeksi-Produksi

Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan pola injeksi produksi

tergantung pada :

Page 15: Proposal Efisiensi Recovery3

Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas kearah lateral

maupun arah vertical.

Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan dan ukuran.

Sumur-sumur yang sudah ada (lokasi dan penyebaran)

Topografi.

Ekonomi.

Pola sumur dimana sumur produksi dikelilingi oleh sumur-sumur injeksi

disebut dengan pola normal. Sebaliknya bila sumur-sumur produksi mengelilingi

sumur injeksi disebut pola inverted. Masing-masing pola mempunyai sistem

jaringan tersendiri yang mana memberikan jalur arus yang berbeda-beda sehingga

memberikan luas daerah penyapuan yang berbeda-beda. Pola-pola yang paling

umum digunakan :

Direct line drive : sumur injeksi dan produksi membentuk garis tertentu

dan saling berlawanan. Dua hal penting untuk diperhatikan dalam sistem ini

adalah jarak antar sumur-sumur sejenis (a) dan jarak sumur-sumur tak sejenis

(b).

Staggered line drive : sumur-sumur yang membentuk garis tertentu dimana

sumur injeksi dan produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama

panjang, umumnya adalah a/2 yang ditarik secara lateral dengan ukuran

tertentu.

Four spot : terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk

segitiga dan sumur produksi terletak ditengah-tengahnya.

Five spot : pola yang paling dikenal dalam waterflooding dimana

sumur injeksi membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak

ditengah-tengahnya.

Seven spot : sumur-sumur injeksi ditempatkan pada sudut-sudut

dari bentuk hexagonal dan sumur produksinya terletak ditengah-tengahnya.

Penentuan Debit Injeksi dan Tekanan

Besarnya debit injeksi sangat tergantung pada perbedaan tekanan injeksi di

dasar sumur dan tekanan reservoirnya. Bentuk persamaan dikembangkan dari

persamaan darcy sesuai dengan pola sumur injeksi-produksi, sebagai berikut :

Page 16: Proposal Efisiensi Recovery3

Pola direct line drive (d/a≥1),

i=3 , 541 k w Δp x 10−3

μw [ ln(arw

)+1, 571d

a−1, 838]

Pola staggered line drive (d/a≥1),

i=3 , 541 k w h Δp x10−3

μw [ ln(arw

)+1, 571d

a−1, 838]

Pola five spot (d/a = 0,5),

i=3 ,541 kw h Δp x 10−3

μw[ ln (d rw)−0 , 619]

Pola seven spot,

i=4 ,72 k w h Δp x 10−3

μw [ ln(d r w)−0 ,619]

dimana :

i = laju injeksi, bbl/day

kw = permeabilitas efektif terhadap air, mD

h = perbedaan tekanan di dasar, psi

μw = viscositas air, cp

d = jarak antara sumur tidak sejenis, ft

a = jarak antara sumur sejenis

rw = jari-jari efektif sumur, ft

Persamaan tersebut diatas adalah laju injeksi dari fluida yang mempunyai

mobilitas yang sama (M=1) karena reservoir minyak terisi oleh cairan saja. Untuk

menentukan laju injeksi sampai dengan terjadinya interferensi digunakan

persamaan:

iw= 7 ,07 x 10−3 k h Δp

[ μw

krw

ln(r rw)+ μo

kro

ln(r e

r)]

Page 17: Proposal Efisiensi Recovery3

dimana :

re = radius terluar oil bank, ft

r = radius terluar dari front pendesakan air, ft

Analisa berikut adalah injeksi air dari interface sampai dengan fill-up.

Besarnya laju injeksi pada perioda ini dinyatakan dengan persamaan :

iwf=τ x I

dimana :

iwf = laju injeksi air selama fill up, bbl/day

i = laju injeksi fluida dengan M=1, bbl/day

τ = conductance ratio yang ditentukan dari grafik.

Penentuan Performance Injeksi Berpola

Percobaan model fisik berskala kecil mengahasilkan beberapa grafik

performance dalam bentuk hubungan Es (effisiensi penyapuan) terhadap Vid

(volume yang diinjeksikan, tak berdimensi), atau fw (fraksi laju alir dari fluida

pendesak, misalnya air) terhadap M (perbandingan mobilitas air terhadap

minyak). Model fisik ini menggambarkan reservoir dan aliran sebagai berikut :

Tebal lapisan dibandingkan dengan ukuran reservoir adalah kecil, sehingga

persoalan dapat dianggap dua dimensi.

Tidak ada pengaruh gravitasi atau kemiringan reservoir adalah kecil (<10o)

Reservoir bersifat homogen

Pendesakan torak dan aliran berlaku pada proses injeksi.

4.3 Perhitungan Perolehan minyak

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai factor-factor yang

mempengaruhi efektifitas injeksi air antara lain :

a. geometri reservoir

b. kedalaman

c. kemiringan lapisan

d. tingkat heterogenitas lapisam

e. sifat fisik batuan reservoir

f. mekanisme pendorong

Page 18: Proposal Efisiensi Recovery3

g. cadangan minyak tersisa

h. saturasi minyak tersisa dan

i. viskositas minyak

Pendesakan minyak oleh air

mekanisme pendesakan minyak oleh air pada dasarnya air bergerak pada

saturasi tinggi ke saturasi rendah sehingga air akan mendesak minyak dan

mengubah daerah yang sudah didesaknya menjadi bersaturasi air yang

lebih tinggi. Dimana factor yang berpengaruh sebagai parameter dalam

proses pendesakan antara lain

- wettabilitas batuan

- proses imbibisi dan drynage

- saturasi fluida

- permeabilitas relative

- perbandingan mobilitas fluida

- aliran fluida dalam media berpori

Konsep pendesakan fluida

Air bergerak mendesak minyak didalam pori-pori batuan dalam proses

penginjeksian air.

Dalam segi pendesakan ini dikenal dua kosep yaitu konsep berprinsip

saturasi dan pendesakan torak.

profil ideal saturasi air berdasarkan konsep desaturasi. Di belakang front

saturasi minyak berkisar dari saturasi residu (Sor) pada titik masuk (x=0)

hingga So=(1-Swf) pada front. Ini berarti bahwa minyak masih mengalir

bersama-sama air di belakang front bila Sw=Swc yang merupakan saturasi

equilibrium air.

Efisiensi Penyapuan

Efisiensi penyapuan didefinisikan sebagai perbandingan antara luas daerah

hidrokarbon yang telah didesak didepan front dengan luas daerah hidrokarbon

seluruh reservoir atau dengan luas daerah hidrokarbon yang terdapat pada suatu

pola.

Page 19: Proposal Efisiensi Recovery3

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai efisiensi penyapuan areal

dengan metode yang telah dilakukan peneliti sebelumnya antara lain Dyes, Craig,

Rapoport dan Prats serta efisiensi pada areal penyapuan awal dan korelasinya

serta efisiensi penyapuan vertical atau invasi.

Perhitungan perkiraan perilaku injeksi air

Metode Buckley-Laverett-Welge

Metoda ini untuk memperkirakan kerja ulang injeksi air satuan ukur

performa injeksi air adalah Wp, Np dan WOR sebagai fungsi dari Wi. Unsur

waktu dapat dikaitkan dengan performa bila diketahui harga laju injeksinya.

Kaitan waktu antara beberapa laju injeksi pada suatu operasi injeksi air

dapat diuraikan menjadi tahapan perhitungan pendesakan :

1. kondisi saat fill-up

2. tahap dari fill-up sampai breakthrough

3. tahap dari breakthrough sampai terproduksinya air.

Metode Dykstra Parsons

Batasan metode ini sama dengan metode Buckley Laverette, tetapi dapat

dikembangkan untuk reservoir sistem berlapis dengan anggapan tidak ada

komunikasi antar lapisan berdasarkan harga permeabilitas variation (v) dan

mobility ratio (m), Dykstra parsons membuat hubungan antara WOR dan recovery

dari 40 contoh batuan inti dari California

Metode Craig- Greffen- Morse

Evaluasi dilakukan pada saat breakthrough dimana efisiensi penyapuan

tiap kumulatif volume air yang diinjeksikan diperkirakan dengan menggunakan

korelasi empiris Craig et all

Variasi WOR setelah breakthrough diperkirakan dengan membagi dua

region yaitu daerah penyapuan yang baru dan setelahnya. Daerah penyapuan yang

baru adalah daerah yang hanya tersapu oleh fluida pendesak. Daerah sebelum

daerah penyapuan adalah daerah penyapuan direservoir dimana Sw>Swbt, kinerja

pada region ini mengasumsikan bahwa semua air yang terproduksi adalah berasal

dari region sebelumnyasementara minyak diproduksi dari daerah penyapuan baru

dan sebelumnya.

Page 20: Proposal Efisiensi Recovery3

V. RENCANA DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB I. PENDAHULUAN

BAB II. KARAKTERISTIK RESERVOIR

2.1. Karakteristik Reservoir Batuan Karbonat

2.1.1. Organisme Pembentuk Batuan Karbonat

2.1.2. Diagenesa Batuan Karbonat

2.1.3. Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat

2.1.4. Klasifikasi Batuan Karbonat

2.1.4.1. Terumbu

2.1.4.2. Dolomites

2.1.4.3. Gamping Klastik

2.1.4.4. Gamping Afanitik

2.1.5. Komposisi Kimia Batuan Karbonat

2.1.5.1. Limestone

2.1.5.2. Dolomite

2.1.6. Sifat-Sifat Fisik Batuan Karbonat

2.1.6.1. Porositas

2.1.6.2. Permeabilitas

2.1.6.3. Tekanan Kapiler

2.1.6.4. Wettabilitas

2.1.6.5. Saturasi

2.1.6.6. Kompresibilitas Batuan

2.2. Karakteristik Fluida Reservoir

2.2.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon

2.2.2. Komposisi Kimia Air Formasi

Page 21: Proposal Efisiensi Recovery3

2.2.3. Sifat Fisik Fluida Reservoir

2.2.3.1. Sifat Fisik Gas

2.2.3.2. Sifat Fisik Minyak

2.2.3.4. Sifat Fisik Air Formasi

2.3. Kondisi Reservoir

2.3.1. Tekanan Reservoir

2.3.2. Temperatur Reservoir

2.4. Jenis-jenis Reservoir

2.4.1 Berdasarkan Perangkap Reservoir

2.4.1.1. Struktur

2.4.1.2. Stratigrafi

2.4.1.3. Kombinasi

2.4.2. Berdasarkan Mekanisme Pendorong

2.4.2.1. Depletion Drive Reservoir

2.4.2.2. Gas Cap Drive Reservoir

2.4.2.3. Water Drive Reservoir

2.4.2.4. Segregation Drive Reservoir

2.4.2.5. Combinaton Drive Reservoir

2.4.3. Berdasarkan Fasa Fluida Hidrokarbon

2.4.3.1. Reservoir Minyak Berat

2.4.3.2. Reservoir Minyak Kering

2.4.3.3. Reservoir Gas Kondensat

2.4.3.4. Reservoir Gas Basah

2.4.3.5. Reservoir Gas Kering

2.5. Heterogenitas Reservoir

2.5.1. Pengertian Heterogenitas Reservoir

2.5.2. Penyebab Heterogenitas Reservoir

2.5.2.1. Lingkungan Pengendapan

2.5.2.2. Sedimentasi

2.5.3. Faktor yang Mempengaruhi Heterogenitas Reservoir

2.5.3.1. Sedimentasi Teknik Regional

Page 22: Proposal Efisiensi Recovery3

2.5.3.2. Komposisi Batuan danTekstur

2.5.3.3. Geometri Pori

2.5.4. Klasifikasi Heterogenitas Reservoir

2.5.4.1. Heterogenitas Reservoir Skala Megaskopis

2.5.4.2. Heterogenitas Reservoir Skala Makroskopis

2.5.4.3. Heterogenitas Reservoir Skala Mikroskopis

2.5.5. Pengaruh Heterogenitas Reservoir terhadap Cadangan

2.5.6. Koefisien Heterogenitas Lapisan

2.5.6.1. Lorenz Coefficient (Lc)

2.5.6.2. Koval Factor (Hk)

2.5.6.3. Dykstra Parsons Coefficient

BAB III. INJEKSI AIR SEBAGAI PRESSURE MAINTENAANCE DAN

SECONDARY RECOVERY

3.1. Injeksi Air Pada Pressure Maintenaance

3.1.1. Pemilihan sumur Injeksi

3.1.2. Perencanaan Injeksi Air Pada Pressure Maintenaance

3.1.2.1. Waktu Penginjeksian Optimum

3.1.2.2. Lokasi dan Pola Sumur Injeksi

3.1.2.3. Kedalaman Injeksi

3.1.2.4. Debit dan Tekanan Injeksi

3.1.2.5. Peralatan Injeksi

3.1.3. Perkiraan kinerja reservoir Pada Pressure Maintenaance

3.1.3.1. Persamaan Material Balance

3.1.3.1.1. Reservoir Water Drive

3.1.3.1.2. Reservoir Depletion drive

3.1.3.1.3. Reservoir Gas Cap Drive

3.1.3.1.4. Reservoir Segregation Drive

3.1.3.1.5. Reservoir Combination Drive

3.1.3.2. Persamaan Indeks Pendorong

3.1.3.3. Persamaan Perembesan Air

3.1.3.4. Perilaku khas reservoir pada Pressure Maintenaance

Page 23: Proposal Efisiensi Recovery3

3.1.3.5. Pengurasan Reservoir Kumulatif

3.1.3.6. Pengendalian Ukuran Gas Cap

3.2 Injeksi Air pada Secondary Recovery

3.2.1. Perencanaan Injeksi Air

3.2.2. Lokasi dan Penyebaran Sumur Injeksi

3.2.2.1. Penentuan Lokasi Sumur Injeksi

3.2.2.2. Penentuan Penyebaran Sumur Injeksi

3.2.3. Kedalaman Sumur Injeksi

3.2.4. Penentuan Tekanan dan Debit Injeksi

3.2.5. Peralatan Sumur Injeksi - Produksi

3.2.5.1. Peralatan Sumur Injeksi

3.2.5.1.1. Fasilitas Sumur Injeksi

3.2.5.1.2. Komplesi Sumur Injeksi

3.2.5.2. Peralatan Sumur Produksi

3.2.5.2.1. Fasilitas Produksi

3.2.5.2.2. Komplesi Sumur Produksi

3.2.6. Sumber dan Sistem Pengolahan Air Injeksi

3.2.6.1. Sumber Air Injeksi

3.2.6.2. Sistem Pengolahan Air Injeksi

3.2.6.2.1. Sistem Pengolahan Tertutup

3.2.6.2.2. Sistem Pengolahan Terbuka

3.2.6.2.3. Sistem Perbaikan Setengah Tertutup

3.2.7. Penentuan Performa Injeksi Berpola

3.2.8. Persiapan dan Studi Kelayakan Injeksi Air

3.2.9. Penambahan Additive

3.2.10. Laboratorium

3.2.11. Pilot Project

BAB.IV. EFISIENSI RECOVERY RESERVOIR

4.1. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Injeksi Air

4.1.1. Geometri Reservoir

4.1.2. Kedalaman

Page 24: Proposal Efisiensi Recovery3

4.1.3. Kemiringan Lapisan

4.1.4. Tingkat Heterogenitas Lapisan

4.1.5. Sifat Fisik Batuan Reservoir

4.1.6. Mekanisme Pendorong

4.1.7. Cadangan Minyak Tersisa

4.1.8. Saturasi Minyak Tersisa

4.1.8.1. Distribusi Saturasi Sebelum Injeksi Fluida

4.1.8.2. Distribusi Saturasi pada Saat Pendesakan

4.1.9. Viskositas Minyak

4.2. Faktor Perolehan Minyak

4.2.1. Efisiensi Pendesakan

4.2.1.1. Parameter-parameter dalam Proses Pendesakan

4.2.1.1.1. Wettabilitas batuan

4.2.1.1.2. Proses Imbibisi dan Drynage

4.2.1.1.3. Saturasi Fluida

4.2.1.1.4. Permeabilitas Relatif

4.2.1.1.5. Perbandingan mobilitas fluida

4.2.1.1.6. Kecepatan Fluida dalam Media Berpori

4.2.1.2. Teori Frontal Advance

4.2.1.3. Teori Mobilitas Fluida

4.2.1.3.1. End Point Mobility Ratio

4.2.1.3.2. Craig Ratio

4.2.1.4. Pengaruh Gaya Gravitasi

4.2.1.5. Pengaruh Kompresibilitas

4.2.1.6. Pengaruh Tekanan Kapiler

4.2.1.7. Teori Pendesakan

4.2.1.7.1. Pendesakan Satu Dimensi

4.2.1.7.1.1. Konsep Pendesakan desaturasi

4.2.1.7.1.2. Konsep Pendesakan Torak

4.2.1.7.2. Pendesakan dua dimensi

4.2.1.7.3. Pendesakan Tiga Dimensi

Page 25: Proposal Efisiensi Recovery3

4.2.2. Efisiensi Penyapuan

4.2.2.1. Efisiensi Penyapuan Volumetrik

4.2.2.2. Efisiensi Areal Penyapuan

4.2.2.2.1. Korelasi Efisiensi Penyapuan Areal

4.2.2.2.2. Pengaruh viscous fingering

4.2.2.2.3. Efisiensi Penyapuan Vertikal

4.2.2.3. Metode Prediksi Penyapuan Areal

4.2.2.3.1. Metode Dyes dkk

4.2.2.3.2. Metode Craig dkk

4.2.2.3.3. Metode Rapoport dkk

4.2.2.3.4. Metode Prats dkk

4.2.2.4. Efisiensi Invasi

4.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pola Injeksi Air

4.2.4. Perhitungan Perilaku Injeksi Air

4.2.4.1. Metode Buckley-Leverette-Welge

4.2.4.2. Metode Craig Greffen Morse

4.2.4.3. Metode Dykstra Parsons

BAB V. PEMBAHASAN

BAB VI. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

\

Page 26: Proposal Efisiensi Recovery3

RENCANA DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmed, Tarek, "Reservoir Engineering Handbook", Gulf Publishing

Company, Houston, Texas, 2000.

2. Amyx, J.W., D.M. Bass, Jr. and R.L. Whiting., “Petroleum Reservoir

Engineering-Physical Properties”, McGraw-Hill Book Company, New

York-Toronto-London, 1960.

3. Brown, K.E., “The Technology of Artificial Lift Methode”, Vol.2A & 2B,

Petroleum Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1980.

4. Burcik E.J., “Oil Properties of Petroleum Reservoir Fluids”, International

Human Resources Development, Boston, 1997.

5. Carcoana, A, “Applied Enhanced Oil Recovery”, Prentice Hall Englewood

Clifts, New Jersey, 1992.

6. Craig, Forrest F, Jr , “The Reservoir Engineering Aspect of Waterflooding”,

SPE of AIME, New York, 1971.

7. Donaldson, EC dkk, “Enhanced oil Recovery I”, Elsevier. 1995.

8. Fayers, F.J., “Enhanced Oil Recovery”, Elsevier, New York. 1981.

9. Lucia, F.J., “ Carbonate water characterization”, Springer. 1999.

10. Rose C. Stephen, dkk, , “The Design Engineering Aspects of

Waterflooding” Society of Petroleum Engineers, Richardson, Texas, 1989.

11. Van Pollen, H.K., “Enhanced Oil Recovery”, H.K. Van Pollen and

Associated Inc., Pennwell Publishing Company, Tulsa, 1980.

12. Willhite, G. Paul, “Waterflooding”, Third Printing, Society of Petroleum

Engineer, Richardson, Texas, 1986.