proposal baru copy

Upload: adee-nurhayati

Post on 04-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

26

BAB IPENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemahaman konsep fisika merupakan hal yang paling dasar dalam mempelajari fisika. Seorang siswa dituntut untuk memahami konsep atau fakta yang diketahuinya, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Sebagian besar konsep-konsep fisika masih merupakan konsep yang abstrak dan bahkan mereka sendiri tidak mengenali konsep-konsep kunci ataupun hubungan antara konsep yang diperlukan untuk memahami konsep tersebut, akibatnya siswa tidak dapat membangun pemahaman konsep yang fundamental pada awal mereka belajar fisika, (Ihsanuddin, 2013). Rendahnya pemahaman konsep fisika disebabkan adanya pemahaman siswa yang dipengaruhi oleh tafsiran siswa terhadap suatu konsep. Siswa datang ke kelas dengan membawa pengetahuan awal mengenai suatu konsep atau penjelasan suatu fenomena sebagaimana yang mereka lihat. Terkadang penjelasaan terhadap tafsiran tersebut tidak sesuai dengan penjelasan secara ilmiah. Pengetahuan atau tafsiran konsep seperti ini sering terjadi dalam setiap submateri fisika seperti panas (kalor). Banyak siswa mempunyai pengertian bahwa suatu benda yang bersuhu lebih tinggi selalu memiliki panas yang lebih tinggi pula. Mereka menyamakan begitu saja pengertian suhu dengan panas/kalor. Beberapa siswa juga menganggap bahwa suhu suatu benda tergantung pada besarnya benda. Bila benda itu besar, maka suhunya akan lebih tinggi, sedangkan bila benda itu kecil maka suhunya akan lebih rendah, Suparno, (2013). Pengetahuan atau tafsiran seperti inilah yang menyebabkan pemahaman konsep siswa semakin menurun. Rendahnya pemahaman konsep juga diakibatkan adanya proses belajar mengajar di kelas yang cenderung bersifat analitis dengan menitikberatkan pada penurunan rumus-rumus fisika melalui analisis matematis, (Mariati, 2013). El-Rabadi, Ensaf, (et,al 2013) menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran harus menggunakan eksperimen laboratorium khususnya fisika, dan jadwal mengajar harus mencakup kelas mingguan untuk melakukan percobaan di laboratorium, karena ini sangat meningkatkan prestasi belajar siswa. Suparno, (2013) menyatakan bahwa untuk mengajarkan materi fisika, khususnya fisika visual yang dilihat mata biasanya agak mudah dijelaskan kepada siswa. Karena guru dapat menunjukkan kepada siswa gejala atau peristiwa yang sesungguhnya yaitu lewat pengalaman atau percobaan. Menurut Sumintono, (2010) percobaan adalah kegiatan penerapan metode ilmiah siswa, yang dapat meningkatkan sikap kritis ataupun sikap ilmiah siswa serta dapat mengungkap fakta-fakta ataupun memverifikasi teori-teori sains. Percobaan dan pengamatan dapat menghilangkan miskonsepsi siswa, dan menantang pemahaman awal mereka, apakah benar atau tidak. Untuk lebih menyadarkan siswa akan miskonsepsi mereka, ada baiknya eksperimen yang diambil adalah yang memberikan hasil berbeda dengan pemahaman konsep yang mereka tafsirkan. Sehingga, dengan mengalami dan mengamati percobaan yang hasilnya terus-menerus berbeda, siswa tertantang untuk mengubah gagasan atau konsep mereka, (Suparno, 2013).Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa lebih aktif dan model pembelajaran yang diterapkan berdasarkan pada pengamatan siswa secara langsung. Putri dan Sutarno, (2012) menyatakan bahwa pembelajar harus diberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyusun laporan, serta mengkomunikasikan hasilnya baik secara lisan maupun tertulis. Berdasarkan permasalahan di atas perlu strategi atau model pembelajaran yang dapat menghubungkan antara materi dan praktikum guna untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Diketahui bahwa eksperimen yang sering dilakukan di sekolah adalah eksperimen model resep masakan, yaitu semua hal yang berkaitan dengan praktikum mulai petunjuk praktikum sampai alat telah disediakan oleh laboran. Model tersebut kurang menumbuhkan semangat untuk menggali pengetahuan siswa, karena semua peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan dalam praktikum telah disediakan. Oleh sebab itu peneliti sangat perhatian untuk mengembangkan proses berpikir kritis tersebut dengan mencoba menerapkan model Problem Solving Laboratory. Karena pada dasarnya kegiatan laboratorium merupakan bagian dari pembelajaran sains, tampaknya pemecahan masalah (problem solving) juga cocok digunakan sebagai basis dari suatu kegiatan laboratorium. Model pembelajaran Problem solving Laboratory adalah salah satu model pembelajaran yang menitikberatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran diarahkan agar siswa lebih aktif dan mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis, yaitu dengan menyajikan suatu permasalahan yang bersifat nyata dengan dunia realita siswa yang dapat dipecahkan melalui aktivitas di laboratorium (Hariani, 2013).Banyak penelitian yang sudah dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving Laboratory. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Putri dan M. Sutarno (2012), menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan proses sains mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model kegiatan laboratorium berbasis problem solving secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan kegiatan praktikum verifikasi. Penelitian yang dilakukan Fitri Hariani (2013) bahwa dengan pembelajaran Problem Solving Laboratory dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar fisika siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Tanggul. Maka diharapkan model pembelajaran Problem Solving Laboratory juga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.

Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah penelitian adalah apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran problem solving laboratory terhadap pemahaman konsep kalor dan perpindahannya pada siswa SMA?

Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka penelitian bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan model pembelajaran problem solving laboratory terhadap pemahaman konsep kalor dan perpindahannya pada siswa SMA.

Manfaat PenelitianDapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan mengembangkan model pembelajaran yang akan digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa.Membantu siswa untuk membangun pengetahuannya serta meningkatkan aktivitas dan kreativitasnya sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.

Batasan IstilahModel pembelajaran problem solving laboratory Pembelajaran diarahkan agar siswa lebih aktif dan mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis, yaitu dengan menyajikan suatu permasalahan yang bersifat nyata dengan dunia realita siswa yang dapat dipecahkan melalui aktivitas di laboratorium.Sedangkan pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika adalah tingkat kemampuan yang menuntut siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya hapal secara verbal, tetapi mengerti atau paham terhadap konsep atau fakta yang dinyatakannya. Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari . Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Penelitian Yang RelevanBanyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving Laboratory di antaranya yaitu, Sujarwata, (2009) telah melakukan penelitian yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Elektronika Dasar II Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Laboratory dari hasi penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar Elektronika Dasar II melalui penerapan model pembelajaran Problem Solving Laboratory sebesar 75%, serta mahasiswa mengalami ketuntasan belajar. Model Praktikum Problem Solving Laboratory sebagai suatu model pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan mahasiswa dalam proses belajarnya, dimana mahasiswa menggali atau menjumpai permasalahan selanjutnya mahasiswa dengan bantuan dan media praktikum yang terintegrasi berusaha mencari pemecahannya sendiri.Ellianawati , B. Subali, (2010) telah melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Model Praktikum Problem Solving Laboratory Sebagai Upaya Untuk Memperbaiki Kualitas Pelaksanaan Praktikum Fisika Dasar dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa melalui penerapan model praktikum problem solving laboratory telah berhasil meningkatkan kualitas pelaksanaan praktikum Fisika Dasar 1. Indikator dari meningkatnya kualitas praktikum tercermin dari peningkatan hasil belajar mahasiswa dan aktivitas belajarnya. Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan praktikum fisika dasar terlihat pada saat kegiatan praktikum pada setiap siklusnya terjadi peningkatan aktivitasnya, baik untuk kegiatan pra praktikum, pada saat praktikum dan presentasi hasilnya.Eka Cahya Prima, dkk, (et.al 2010) dalam penelitiannya yang berjudul Problem Solving Laboratory As An Alternative Physics Experiment Activity Model Implemented In Senior High School bahwa Semua siswa 100% dapat menyiapkan peralatan dan unsur yang diperlukan dalam melakukan suatu eksperimen, dapat menerapkan konsep yang terkait di dalam aktivitas eksperimen, dan siswa dapat membuat prosedur eksperimen dengan tepat, serta meneliti kesalahan eksperimen. Desy Hanisa Putri, (2012) telah melakukan penelitian yang berjudul Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving Pada Pembelajaran Gelombang Dan Optik Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan proses sains mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model kegiatan laboratorium berbasis problem solving secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan kegiatan praktikum verifikasi.Fitri Hariani, (2013) telah melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Model Problem Solving Laboratory Terhadap Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas Xi Di Sma Negeri 2 Tanggul dari hasil penelitiannya menunjukan bahwa (1) model problem solving laboratory berpengaruh signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Tanggul, dan (2) model problem solving laboratory berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar fisika siswa kelas XI di SMA Negeri 2 Tanggul.Hatice Gungor Seyhan & Gulseda Eyceyurt Turk , et.al (2013) telah melakukan penelitian yang berjudul An Investigation Of The Relationship Between Performance In The Problem Solving Laboratory Applications And Views About Nature Of Science Of Pre-Service Science Teachers dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Setelah aplikasi pemecahan masalah pada lab kimia dilaksanakan, tingkat pengetahuan guru tentang sains meningkat secara statistik. Analisis Data menyimpulkan bahwa aplikasi problem solving laboratory dapat memperpanjang pengetahuan guru tentang sifat ilmu pengetahuan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pendapat pada sifat dari ilmu pengetahuan dapat ditingkatkan dengan bantuan dari berbagai aplikasi pendidikan. Laboratorium mengaktifkan siswa untuk melihat menggunakan teori pengetahuan mereka dalam praktik dan membuat untuk menjelaskannya di dalam memperoleh bukti.Sutarno, (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Penerapan Praktikum Virtual Berbasis Problem Solving Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa bahwa terdapat pengaruh penerapan praktikum virtual berbasis problem solving terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa kelompok kemampuan sedang sebesar 5,8% dan kelompok kemampuan rendah sebesar 12,7%. Pengaruh tersebut tergolong pada kategori lemah. Sedangkan pada kelompok kemampuan tinggi penerapan praktikum virtual berbasis problem solving tidak berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis antara mahasiswa kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan praktikum virtual berbasis problem solving.

Kajian PustakaPengertian Model Pembelajaran Problem Solving LaboratoryModel Pembelajaran Problem Solving Laboratory adalah model pembelajaran yang memberikan permasalahan dalam kelas, dan teknik penyelesaian permasalahan tersebut dilakukan dengan kegiatan laboratorium. Setelah permasalahan terpecahkan melalui kegiatan laboratorium, siswa melakukan diskusi dalam kelas untuk menyampaikan konsep yang telah ditemukan. Model Problem Solving Laboratory adalah salah satu model pembelajaran fisika yang dapat memberikan pengalaman langsung dan menghendaki sebanyak mungkin keterlibatan siswa dalam belajar. Pembelajaran diarahkan agar siswa lebih aktif dan mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis, yaitu dengan menyajikan suatu permasalahan yang bersifat nyata dengan dunia realita siswa yang dapat dipecahkan melalui aktivitas di laboratorium, (Subali, 2010).

Menurut Walton dan Matthews (1989) yang dikutip oleh Friedman dan Deek dalam Journal International of Interactive Learning Research (2002) dalam Subali, (2010) menyatakan bahwa metode Problem Solving Laboratory memberikan stimulus dan tantangan kepada peserta didik untuk berusaha memecahkan permasalahan dilingkungannya dengan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu.

Pembelajaran Masalah Berbasis Laboratorium atau Problem Solving LaboratoryProses pembelajaran yang digariskan oleh kurikulum sekarang lebih menitikberatkan peran aktif peserta didik dalam kegiatan belajar, seorang pendidik hanya sebagai fasilitator dan motivator. Dengan demikian terjadi perubahan paradigma pembelajaran yaitu dari lecture based format menjadi student active atau approach student centered instruction. Salah satu bentuk pembelajaran yang menerapkan student active Approach adalah model Problem Solving, (Subali, 2010).Model Pembelajaran Problem Solving Laboratory merupakan elaborasi dari model pembelajaran berbasis masalah. Sintaks permasalahan sama, namun teknik penyelesaian masalah dilakukan melalui kegiatan laboratorium. Langkah Model Pembelajaran yang dielaborasi dari Bound & Ton, (dalam Sujarwata, 2009) dengan karakteristik sebagai berikut; Siswa dapat memecahkan masalah sesuai tahapan yang terpilih, dengan menggunakan curah pendapat dan teknis investigasi masalah.Membangun ilmu yang telah dimiliki dan memperoleh ilmu yang baru melalui studi kasus.Dapat mengoperasikan alat-alat laboratorium yang berkaitan dengan teori yang diberikan.Siswa dapat mempergunakan media yang ada, dan dapat melakukan teknik analisis.Siswa dapat menganalisis dan mendiskripsikan, mendiskusikan hasil data praktikum dengan cara laporan tertulis, poster, dan presentasi lisan,Siswa dapat bekerja dalam kelompok dengan mengorganisasi tiap-tiap kelompok.

Salah satu model pembelajaran yang sangat konstruktivistis adalah model inquiry (penyelidikan). Model Pembelajaran Problem Solving Laboratory merupakan cerminan dari kontruktivisme. Dalam model ini siswa sungguh dilibatkan untuk aktif berfikir dan menemukan pengertian yang ingin diketahuinya (Suparno, 2007).. Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem SolvingInovasi pembelajaran dalam kegiatan praktikum ini diilhami oleh kegiatan praktikum yang didesain dan dikembangkan di Universitas Minnesota serta di Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI, yang memberikan penekanan utama pada aspek problem solving. Kegiatan laboratorium ini terintegrasi dengan pembelajaran. Tujuannya seperti dikemukakan oleh Heller & Heller adalah menjadikannya sarana bagi siswa untuk : (a) mengkonfrontasi konsep awal mereka dengan bagaimana alam bekerja; (b) melatih skill problem solving; (c) belajar menggunakan alat; (d) belajar mendesain ekperimen; (e) mengobservasi sebuah peristiwa yang memerlukan penjelasan yang tidak mudah sehingga mereka menyadari bahwa diperlukan ilmu untuk menjawabnya; (f) mendapatkan apresiasi kesulitan dan kegembiraan saat melakukan eksperimen; (g)mengalami pengalaman seperti ilmuwan asli dan (h) merasa senang melakukan kegiatan yang lebih aktif daripada duduk dan mendengarkan. Berdasarkan desain problem solving laboratory yang dikembangkan di universitas Minnesota dan FPMIPA UPI, komponen-komponen kegiatan laboratoriumnya diuraikan sebagai berikut:

a. Petunjuk PraktikumPerbedaan yang mencolok adalah tidak adanya dasar teori dan langkah-langkah percobaan pada petunjuk praktikum yang akan dikembangkan. Peniadaan dasar teori didasarkan pada alasan untuk menegaskan bahwa kegiatan praktikum ini merupakan bagian terintegrasi dengan pembelajaran, sehingga teori yang mendasari praktikum dapat digali dan dibaca sebanyak-banyaknya dari buku-buku paket sekolah. Adanya prediksi dan pertanyaan metode dalam petunjuk praktikum dimaksudkan untuk men-trigger penggalian teori oleh siswa. Sedangkan peniadaan langkah-langkah percobaan yang mendetil dalam petunjuk praktikum dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada siswa untuk melatih skill problem solving-nya, sehingga dengan demikian kemampuan problem solving-nya dapat terus dipertajam. Berikut perbandingan antara petunjuk praktikum lama dan petunjuk praktikum problem solving.

Tabel 2.1 Perbandingan Petunjuk Praktikum verifikasi dan Problem SolvingPetunjuk praktikum verifikasiPetunjuk prakrtikum problem solvingTujuanAlat dan BahanDasar TeoriProsedur PercobaanTugas Sebelum PercobaanTugas Setelah PercobaanMasalah (Problem)Peralatan ( Equipment)Prediksi (Prediction)Pertanyaan metode (Method questions)Eksplorasi (Exploration)Pengukuran (Measurement)Analisis (Analysis)Kesimpulan (conclusion)(Sumber : Feranie. 2005)Petunjuk praktikumnya terdiri dari langkah-langkah: permasalahan yang dijumpai dalam kehidupan siswa disajikan, kemudian disediakan alat dan bahan yang diperlukan. Siswa diarahkan untuk memprediksi tentang alternatif solusi dari masalah yang disajikan. Untuk mengarahkan siswa agar dapat melakukan eksplorasi dengan benar, maka guru memberikan pertanyaan-pertanyaan metode/pengarah. Jika langkah kerja yang akan dilakukan siswa sudah sesuai, kemudian dilakukan eksplorasi dan pengukuran untuk memperoleh data yang akan dianalisis. Dari hasil analisis data maka diperoleh kesimpulan berupa suatu konsep yang utuh.

b. Setting Kegiatan PraktikumPerbedaan seting kegiatan praktikum lama adalah diawali dengan pengumpulan tugas awal untuk dinilai dan tanya jawab tentang penggunaan alat dan proses pengukuran, pada seting baru diadakan tahap pra eksperimen (pre-experiment) yang berbentuk diskusi. Diskusi ini diadakan untuk memonitor prediksi dan jawaban pertanyaan metode dari setiap anggota kelompok untuk kemudian diseragamkan menjadi prediksi kelompok. Sedangkan tujuan pasca eksperimen (post-experiment) adalah mendiskusikan data yang diperoleh dari hasil pengukuran untuk memantau kelengkapan data dan ketepatannya, jika terjadi kekeliruan dapat segera diadakan perbaikan. Perbedaannya dapat dilihat pada Tabel 2.2 .Tabel 2.2 Perbedaan Kegiatan Praktikum Verifikasi dan Praktikum Problem SolvingSeting kegiatan praktikum verifikasiSeting kegiatan praktikum problem solvingMengumpulkan tugas awalTanya jawabMerangkai alatMelakukan pengambilan dataPre-eksperimen (diskusi)EksplorasiPengambilan dataPost-eksperimen (diskusi)(Sumber : Feranie,., 2005)Pada setting kegiatan praktikum problem solving, dapat dijelaskan bahwa dua hari menjelang pembelajaran dilakukan, kelompok siswa diberi LKS pre eksperimen yang berisi tahap: penyajian masalah, pengenalan alat-alat eksperimen, prediksi yang harus dilakukan siswa dan penyampaian pertanyaan-pertanyaan metode/pengarah. LKS pre eksperimen ini dikerjakan secara berkelompok di rumah siswa. Pada saat pembelajaran berlangsung maka hasil rumusan masalah, pemilihan alat eksperimen, hasil prediksi siswa dan langkah-langkah eksperimen didiskusikan sebelum melakukan eksplorasi. Jika langkah kerja yang akan dilakukan siswa sudah sesuai, kemudian dilakukan eksplorasi dan pengukuran untuk memperoleh data yang akan dianalisis. Dari hasil analisis data maka diperoleh kesimpulan berupa suatu konsep yang utuh. Kegiatan analisis data, perolehan kesimpulan dan penentuan solusi masalah disebut kegiatan post eksperimen.Pengertian KonsepKonsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek., kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama (Ratna Wilis Dahar, 1989).

Sementara menurut Ausabel, et al (1978), (dalam Ihsanuddin, 2012) konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas yang mewakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol (objects, events, situation, or properties that posses common critical attribute and are designated in any given culture by some accepted sign or symbol). Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri dari sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir (bahasa adalah alat berpikir). Secara singkat dapat kita katakan, bahwa suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili suatu kelas stimulus-stimulus. Pemahaman Konsep Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari . Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat. Pemahaman adalah suatu proses mental terjadinya adaptasi dan tranformasi ilmu pengetahuan, Gardner (dalam Simanjuntak, 2012). Sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya, Sanjaya, (dalam Ihsanuddin 2013). Nasution (2006) mengungkapkan Konsep sangat penting bagi manusia, karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir, dalam belajar, membaca, dan lain-lain. Tanpa konsep, belajar akan sangat terhambat. Hanya dengan bantuan konsep dapat dijalankan pendidikan formal. Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam pem-belajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu. Dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan.

Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran FisikaKonsep belajar juga dikenal sebagai kategori pembelajaran dan pencapaian konsep, sebagian besar didasarkan pada karya-karya psikolog kognitif pencapaian konsep yang didefinisikan (atau belajar konsep) sebagai "pencarian dan daftar atribut yang dapat digunakan untuk membedakan eksamplar dan non eksamplar dari berbagai kategori. Lebih sederhananya, konsep kategori mental yang membantu kita mengklasifikasikan benda-benda, peristiwa, atau ide-ide dan masing-masing objek, peristiwa, atau ide memiliki seperangkat fitur yang relevan. Dengan demikian, konsep pembelajaran merupakan strategi yang mengharuskan seorang pelajar untuk membandingkan kelompok kontras dan atau kategori yang berisi fitur-konsep yang relevan dengan kelompok atau kategori yang tidak berisi fitur-konsep yang relevan, Bruce Joice dkk, (dalam Arief, 2012).Kemampuan pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika adalah tingkat kemampuan yang menuntut siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya hapal secara verbal, tetapi mengerti atau paham terhadap konsep atau fakta yang dinyatakannya. Selanjutnya, Agus Martawijaya dan Muhammad Natsir (dalam Arief, 2012) mengemukakan bahwa : pemahaman berkenaan dengan inti sari dari sesuatu, yaitu suatu bentuk pengertian yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi itu tanpa harus menghubungkannya dengan materi lain. Pemahaman dapat dibedakan atas :

Translasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu materi atau ide yang dinyatakan dengan cara asli yang di kenal sebelumnya.Interpretasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu materi atau ide yang direkam, di ubah, atau di susun dalam bentuk lain (grafik, tabel, atau diagram).Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk meramalkan kelanjutan kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan mengemukakan akibat, konsekuensi, implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi yang ada.

Kalor dan PerpindahannyaPengertian KalorKalor adalah perpindahan energi kinetik dari satu benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Pada waktu zat mengalami pemanasan, partikel-partikel benda akan bergetar dan menumbuk partikel tetangga yang bersuhu rendah. Hal ini berlangsung terus menerus membentuk energi kinetik rata-rata sama antara benda panas dengan benda yang semula dingin. Pada kondisi seperti ini terjadi keseimbangan termal dan suhu kedua benda akan sama.Hubungan Kalor dengan Suhu BendaSewaktu Anda memasak air, Anda membutuhkan kalor untuk menaikkan suhu air hingga mendidihkan air. Nasi yang dingin dapat dihangatkan dengan penghangat nasi. Nasi butuh kalor untuk menaikkan suhunya. Berapa banyak kalor yang diperlukan air dan nasi untuk menaikkan suhu hingga mencapai suhu yang diinginkan? Secara induktif, makin besar kenaikan suhu suatu benda, makin besar pula kalor yang diserapnya. Selain itu, kalor yang diserap benda juga bergantung massa benda dan bahan penyusun benda. Secara matematis dapat di tulis seperti berikut.

..(2.1)Keterangan:Q : kalor yang diserap/dilepas benda (J)m : massa benda (kg)c : kalor jenis benda (J/kgC) : perubahan suhu ( C)Azas BlackAnda ketahui bahwa kalor berpindah dari satu benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Perpindahan ini mengakibatkan terbentuknya suhu akhir yang sama antara kedua benda tersebut. Kalor yang dilepaskan air panas akan sama besarnya dengan kalor yang diterima susu yang dingin. Kalor merupakan energi yang dapat berpindah, prinsip ini merupakan prinsip hukum kekekalan energi. Hukum kekekalan energi di rumuskan pertama kali oleh Joseph Black (1728 1899). Oleh karena itu, pernyataan tersebut juga di kenal sebagai asas Black. Joseph Black merumuskan perpindahan kalor antara dua benda yang membentuk suhu termal sebagai berikut.

..(2.2)

Keterangan:: besar kalor yang diberikan (J): besar kalor yang diterima (J)

Perpindahan KalorKonduksiPeristiwa perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya disebut konduksi. Perpindahan kalor dengan cara konduksi disebabkan karena partikelpartikel penyusun ujung zat yang bersentuhan dengan sumber kalor bergetar. Makin besar getarannya, maka energi kinetiknya juga makin besar.

Konveksi Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan partikel-partikel zat. Perpindahan kalor secara konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Radiasi Perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara (medium) disebut radiasi. Contoh ; perpindahan kalor dari matahari sampai ke bumi tidak memerlukan perantara.

Kerangka PemikiranPemahaman konsep fisika merupakan hal yang paling dasar dalam mempelajari fisika. Seorang siswa dituntut untuk memahami konsep atau fakta yang diketahuinya, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Rendahnya pemahaman konsep fisika disebabkan adanya pemahaman siswa yang dipengaruhi oleh tafsiran siswa terhadap konsep, pembelajaran yang berpusat pada guru, dan siswa jarang melakukan ekperimen. Sehingga siswa cenderung pasif, dan tidak dapat menemukan konsep fisika secara langsung. Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa lebih aktif dan model pembelajaran yang diterapkan berdasarkan pada pengamatan siswa secara langsung. Karena pada dasarnya kegiatan laboratorium merupakan bagian dari pembelajaran sains, tampaknya pemecahan masalah (problem solving) juga cocok digunakan sebagai basis dari suatu kegiatan laboratorium. Sehingga solusi untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan menerapkan model pembelajaran Problem solving Laboratory. Yaitu model pembelajaran yang menitikberatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran diarahkan agar siswa lebih aktif dan mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis, yaitu dengan menyajikan suatu permasalahan yang bersifat nyata dengan dunia realita siswa yang dapat dipecahkan melalui percobaan di laboratorium. Percobaan adalah kegiatan penerapan metode ilmiah siswa, yang dapat meningkatkan sikap kritis ataupun sikap ilmiah siswa serta dapat mengungkap fakta-fakta ataupun memverifikasi teori-teori sains. Percobaan dan pengamatan dapat menghilangkan miskonsepsi siswa, dan menantang pemahaman awal mereka, apakah benar atau tidak.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun paradigma penelitian sebagai berikut :Pemahaman konsep fisika rendah

Jarang melakukan eksperimenPembelajaran berpusat pada guru

Siswa tidak menemukan konsep fisika secara langsung

Siswa pasif

Pembelajaran Problem Solving Laboratory

Siswa aktifMenyelesaikan masalah melalui aktivitas laboratorium/penemuan secara langsung

Pemahaman konsep fisika meningkat

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Hipotesis PenelitianAdapun hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving laboratory terhadap pemahaman konsep kalor dan perpindahannya pada siswa kelas X SMA.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

Jenis PenelitianJenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian dengan rancangan eksperimen kuasi (quasi-experimental design).

Desain/Rancangan penelitian Desain penelitianAdapun desain penelitian menggunakan Rancangan Prates-Pascates yang tidak Ekuivalen (the non equivalen pretest-postest design).

Jenis rancangan ini biasanya dipakai pada eksperimen yang menggunakan kelas-kelas yang sudah ada sebagai kelompoknya, dengan memilih kelas-kelas yang diperkirakan sama keadaan/kondisinya (Taniredja,T. 2011) Tabel 3.1 Desain PenelitianKelompokPretesPerlakuanPostesEksperimenO1XO2KontrolO1

O2

Lokasi dan Waktu PenelitianLokasi PenelitianPenelitian ini akan dilaksanakan di SMA NEGERI 4 Palu, pada kelas X MIA 5 dan X MIA 6. Waktu PenelitianPenelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2015.

Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 4 Palu. Sedangkan sampel dalam penelitian terdiri atas 2 kelas yaitu siswa kelas X MIA 5 dan X MIA 6. Satu kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol.

Definisi Operasional VariabelVariabel bebas : model pembelajaran problem solving laboratory

Variabel terikat : pemahaman konsep.

Tekhnik Pengumpulan Data

Tahapan dalam penelitian meliputi 3 tahap yaitu :Tahap Persiapan

Mencari literatur yang berkaitan dengan judul penelitianMenentukan populasi dan sampel penelitianMenyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitianMelakukan Validitas ahli dan validitas konstruksi

Tahap pelaksanaan

Penentuan kelas yang akan dijadikan sampelPemberian tes awalPemberian perlakuan (penyajian materi)Pemberian tes akhir

Tahap Akhir

Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah mengolah dan menganalisis data dengan menggunakan teknik analisis. Hasil analisa data akan digunakan untuk menyimpulkan hasil penelitian.

Instrumen Penelitian

Tes Pemahaman Konsep FisikaTes ini digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep fisika pada kelas yang menjadi sampel penelitian. Tes dibuat dalam bentuk tes esai. Untuk memperoleh tes yang standar, dilakukan validitas ahli yang ditekankan validitas isi dan validitas konstruksi.Perangkat Pembelajaran

Instrumen ini terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), silabus, bahan ajar dan LKS.

Lembar Observasi

Instrumen ini digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran di kelas berupa penilaian efektif dan psikomotor.

Tehnik Analisa DataAnalisis InstrumenInstrumen yang digunakan dalam penelitian ini akan divalidkan oleh validator yang memiliki keahlian di bidangnya.

Analisa Data Hasil PenelitianData yang dikumpulkan dari penelitian ini selanjutnya diolah dengan menggunakan teknik statistik. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan ini adalah sebagai berikut :

Uji Peningkatan Hasil TesUntuk mengetahui peningkatan hasil tes pemahaman konsep pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran problem solving laboratory maupun kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional dihitung berdasarkan skor N-gain. Untuk memperoleh skor N-gain digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake (Cheng, et.al, 2004): .......................................................(3. 3)

keterangan: Spost : Skor tes akhirSpre : Skor tes awalSmax : Skor maks idealTabel 3.3 Kriteria Tingkat GainTingkat GainKriteriag > 7030 g < 70g < 30TinggiSedangRendah

Uji NormalitasUji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah dikenai perlakuan berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas, data yang digunakan adalah nilai semester gasal dan uji yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat, dengan hipotesis:

H0 : data berdistribusi normalH1 : data tidak berdistribusi normalPengujian hipotesis:. (3.4)Keterangan :c 2 : Chi KuadratOi : Frekuensi hasil pengamatanEi : Frekuensi yang diharapkanKriteria yang digunakan diterima

Adapun langkah-langkah uji normalitas data awal sebagai berikut:a. Menyusun data dan mencari nilai tertinggi dan terendah.b. Membuat interval kelas dan menentukan batas kelas.c. Menghitung rata-rata dan simpangan baku.d. Membuat tabulasi data ke dalam interval kelas.e. Menghitung nilai Z dari setiap batas kelas dengan rumus sebagai berikut: ..(3.5)f. Mengubah harga Z menjadi luas daerah kurva normal dengan menggunakan tabel.g. Menghitung frekuensi harapan berdasarkan kurva dengan rumus sebagai berikut : .(3.6)dengan:c 2 : Chi KuadratOi : Frekuensi pengamatanEi : Frekuensi yang diharapkan

h. Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung dengan Chi Kuadrat tabel dengan taraf signifikansi 5%.i. Menarik kesimpulan, yaitu H0 diterima jika hitung c 2 < tabel c 2 maka databerdistribusi normal, jika hitung c 2 c 2 tabel, maka H0 ditolak artinya populasi tidak berdistribusi normal.

Uji HomogenitasUji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah dikenai perlakuan mempunyai varian yang sama (homogen) atau tidak. Statistik yang digunakan untuk uji homogenitas sampel adalah menggunakan uji F dengan rumus :

(3.7)

Hipotesis yang digunakan :H0 : 12 = 22H1 : 12 22Kedua kelompok mempunyai varian yang sama, atau dengan kata lain Ho diterima apabila menggunakan a = 5 % menghasilkan F hitung Ftabel21 Ftabel diperoleh dengan: dk pembilang= N1 1 dan dk penyebut = N2 1.

Uji Hipotesis Untuk melihat seberapa jauh hipotesis yang telah dirumuskan didukung oleh data yang dikumpulkan, maka hipotesis tersebut harus diuji. Jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen, maka data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji Statistik Parametrik (uji t). Menguji hipotesis dengan menggunakan uji-t satu pihak (1-tailed). Jika tidak terdistribusi normal, maka data diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji Statistik Non Parametrik. Rumus yang digunakan untuk uji-t satu pihak (1-tailed) adalah sebagai berikut (Sudjana, 2005: 239) :

.(3.8)

dimana .(3.9) dengan : : Gain rata-rata kelas eksperimen : Gain rata-rata kelas kontrol n1: Jumlah siswa kelas eksperimen n2 : Jumlah siswa kelas kontrol S: Simpangan baku Dengan pasangan hipotesis adalah : H0:Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving laboratory terhadap pemahaman konsep pada siswa SMA.H1 :Terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving laboratory terhadap pemahaman konsep pada siswa SMA.Ketentuan uji-t satu pihak (1-tailed) dengan derajat kebebasan (dk = n1 + n2 - 2) pada taraf nyata = 0,05 adalah :Jika > berarti H1 diterima. Jika < berarti H1 ditolak.