proposal bab 1-3

Upload: dewi-putri-lenggo-geni

Post on 19-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STATUS GIZI ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL SIANOTIK DAN ASIANOTIK

SkripsiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh :Dewi Putri Lenggo Geni04091001105

F A K U L T A S K E D O K T E R A N UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Penyakit jantung kongenital adalah kelainan struktural jantung dan pembuluh darah besar yang didapatkan sejak lahir. Menurut Habel 1990, penyakit jantung dibagi menjadi penyakit jantung kongenital asianotik (pirau kiri ke kanan dan obstruktif) dan penyakit jantung kongenital sianotik. Penyakit jantung kongenital secara umum terjadi sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup, 2-3 dari 1000 bayi neonatus akan bergejala penyakit jantung pada usia 1 tahun pertama. Untuk penegakkan diagnosis penyakit jantung kongenital pada umur 1 minggu terjadi pada 40-50% penderita dan pada umur 1 bulan pada 50-60% penderita (Behrman, 1996). Menurut Meadow 2002, penyakit jantung kongenital asianotik jenis pirau kiri ke kanan terjadi sebanyak 50%. Sedangkan di Indonesia penyakit jantung kongenital yang diperiksa di Poliklinik Subbagian Kardiologi, bagian ilmu kesehatan anak FKUI/RSCM, Jakarta; sebagai bahan perbandingan disertakan pula persentase jenis penyakit jantung kongenital pada bayi di suatu rumah sakit di negara maju. Dari 3602 pasien baru yang diperiksa selama 10 tahun (1983-1992) terdapat 2091 penderita penyakit jantung kongenital sebagian besar adalah dari jenis asianotik (1602 atau 76,7%), dan sisanya sianotik (489 atau 23,3%) (Sastroasmoro, 1994) Diperkirakan bahwa lebih dari 90% penyebab penyakit jantung kongenital adalah multifaktorial, yakni gabungan antara kerentanan individual (faktor endogen) terhadap faktor eksogen. Faktor endogen penyakit jantung kongenital seperti penyakit genetik dan sindrom tertentu seperti sindrom down dan faktor eksogen berupa pemakaian obat oleh ibu, penyakit ibu seperti rubella dan pajanan terhadap sinar X. Untuk faktor eksogen, pajanan harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, karena pada akhir minggu kedelapan pembentukan jantung sudah selesai (Sastroasmoro, 1994). Kekurangan gizi merupakan penyebab umum morbiditas pada anak dengan penyakit jantung kongenital. Kekurangan gizi juga mempengaruhi keberhasilan operasi dan angka kesakitan penderita sebelum dan sesudah dilakukan tindakan operasi. Data dari negara berkembang memperlihatkan prevalensi malnutrisi penderita dengan penyakit jantung kongenital sebelum dioperasi mencapai 45% (Rahayuningsih, 2011). Sedangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Damayanti R. Sjarif dari Subbagian Nutrisi dan Penyakit Metabolik , bagian ilmu kesehatan anak FKUI/RSCM, Jakarta menunjukkan dari 95 orang, 73 orang dengan penyakit jantung kongenital asianotik dan 22 orang dengan penyakit jantung kongenital sianotik. Prevalensi kekurangan gizi sebesar 51,1% dengan 22,3% mengalami gizi buruk, gagal tumbuh pada 64,9%, perawakan pendek pada 49,5% dan mikrosefali pada 37% pasien. Gagal tumbuh ditemukan lebih banyak pada pasien dengan lesi asianotik (72,2%) dibandingkan dengan lesi sianotik (42,9%). Pada lesi asianotik, berat badan lebih dipengaruhi daripada panjang badan (72,2% dengan 49,3%). Pasien dengan lesi sianotik, berat dan panjang badan dipengaruhi secara seimbang (42,9% dengan 54.5%). Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara status gizi anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik. Menurut Jeffrey C. Wheat dari UCLA, anak dengan penyakit jantung kongenital sering mengalami malnutrisi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penyebab utama malnutrisi ini adalah asupan kalori yang tidak memadai dan peningkatan pengeluaran energi dibandingkan anak normal. Peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian status gizi penderita penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik di RSUP Mohammad Hoesin Palembang. Karena status gizi yang optimal dapat menurunkan angka kematian anak dengan penyakit jantung kongenital.1.2. Rumusan masalah 1. Bagaimana status gizi anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik?2. Bagaimana perbedaan status gizi antara anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik?1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan Umum1. Untuk mengetahui penilaian status gizi anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan status gizi antara anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik3. Untuk mengetahui bagaimana perbedaaan status gizi antara anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik1.3.2. Tujuan Khusus1. Untuk menganalisis penilaian status gizi anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011.2. Untuk menganalisis perbedaan status gizi antara anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011.3. Untuk mengetahui jumlah pasien dan distribusinya berdasarkan usia pada anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011.4. Untuk mengetahui jumlah pasien dan distribusinya berdasarkan jenis kelamin pada anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011.5. Untuk mengetahui jenis penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik dengan angka kejadian tertinggi di di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011.1.4. Manfaat penelitian 1.4.1. Teoritis1. Memberikan informasi mengenai status gizi anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011.2. Memberikan informasi mengenai perbedaan status gizi antara anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011.3. Memberikan informasi mengenai prevalensi penyakit jantung kongenital pada anak di RS Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011.1.4.2. Praktis 1. Sebagai informasi dalam menyusun suatu hipotesis untuk diuji melalui studi analitik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak dengan panyakit jantung bawaan sianotik dan asianotik.2. Sebagai informasi dalam menyusun suatu hipotesis untuk diuji melalui studi analitik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan antara status gizi anak dengan panyakit jantung bawaan sianotik dan asianotik. 3. Sebagai dasar pertimbangan bagi sistem kesehatan untuk memperbaiki nutrisi pasien penyakit jantung kongenital sehingga dapat mencegah kematian anak dengan penyakit jantung kongenital.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. 2. 2.1. Penyakit jantung kongenital pada Anak 2.1.1. Definisi Penyakit jantung kongenital secara definisi adalah penyakit pada jantung yang ada sejak lahir, tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan penelitian-penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa penyakit jantung kongenital bukan merupakan defek anatomi pada jantung saja tetapi juga pembuluh darah besar. Penyakit jantung kongenital tidak selalu menetap sejak dari lahir hingga dewasa. Penyakit jantung kongenital berasal dari kehidupan janin dan berubah selama perkembangan pascakelahiran (Wahab 2006). 2.1.2. PrevalensiPenyakit jantung kongenital secara umum terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup, 2-3 dari 1000 bayi neonatus akan bergejala penyakit jantung pada usia 1 tahun pertama, untuk penegakkan diagnosis penyakit jantung kongenital pada umur 1 minggu terjadi pada 40-50% penderita dan pada umur 1 bulan pada 50-60% penderita (behrman, 1996). Menurut Meadow 2002, penyakit jantung kongenital asianotik jenis pirau kiri ke kanan terjadi sebanyak 50%. Sedangkan di Indonesia penyakit jantung kongenital yang diperiksa di Poliklinik Subbagian Kardiologi, bagian ilmu kesehatan anak FKUI/RSCM, Jakarta; sebagai bahan perbandingan disertakan pula persentase jenis penyakit jantung kongenital pada bayi di suatu rumah sakit di negara maju. Dari 3602 pasien baru yang diperiksa selama 10 tahun (1983-1992) terdapat 2091 penderita penyakit jantung kongenital sebagian besar adalah dari jenis asianotik (1602 atau 76,7%), dan sisanya sianotik (489 atau 23,3%) (Sastroasmoro, 1994)2.1.3. Etiologi Diperkirakan bahwa lebih dari 90% penyebab penyakit jantung kongenital adalah multifaktorial, yakni gabungan antara kerentanan individual (faktor endogen) terhadap faktor eksogen. Faktor endogen penyakit jantung kongenital seperti penyakit genetik dan sindrom tertentu seperti sindrom down dan faktor eksogen berupa pemakaian obat oleh ibu, penyakit ibu seperti rubella beresiko untuk memiliki anak dengan penyakit jantung kongenital sebesar 50% dan pajanan terhadap sinar X. Untuk faktor eksogen, pajanan harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, karena pada akhir minggu kedelapan pembentukan jantung sudah selesai (Sastroasmoro, 1994).2.1.4. Penyakit jantung kongenital sianotik2.1.4.1. DiagnosisTabel 1. Pendekatan Klinis terhadap Penyakit Jantung Kongenital1. Evaluasi klinisa. Anamnesis lengkap : sianosis, serangan sianotik squatting, toleransi latihanb. Pemeriksaan fisis teliti : deteksi aritmia dan gagal jantung, palpasi nadi femoral, pengukuran tekanan darah ektremitas atas dan bawah, penentuan situs kardio-viseral2. Pemeriksaan laba. Foto toraks (termasuk abdomen)1. Vaskularisasi paru: menurun (oligemia paru) dan meningkat (pletora paru)2. Situs kardio-viseral3. Rasio jantung-toraks4. Morfologi bronkus5. Bentuk khasb. EKG (termasuk rekaman panjang bila terdapat aritmia)1. Frekuensi dan irama2. Sumbu QRS3. Hipertrofi ventrikel4. Bentuk khasc. Pemeriksan hematologis1. Darah tepi lengkap, termasuk indeks eritrosit2. Apusan darah tepi3. Gas darah arteri serta uji hiperoksia4. Uji pembekuan darah5. P50 serta indeks penyediaan oksigend. Pemeriksaan biokimiawi1. Urea,kreatinin, elektrolit2. Asam urat

Sumber : William Yip Chin Ling2.1.4.2. Klasifikasi Penyakit jantung kongenital dengan aliran darah ke paru berkurang (oligemia paru)Penyakit jantung kongenital dengan aliran darah ke paru bertambah (pletora paru)

1. Tetralogi of fallot2. Atresia pulmonal dengan defek septum ventrikel3. Atresia pulmonal dengan septum ventrikel utuh4. Atresia trikuspid5. Anomali Ebstein 1. Rikel Transposisi arteri besar2. Trunkus arteriosus3. Ventrikel tunggal4. Anomali total drainase vena pulmonalis

Sumber : sastroasmoro 2.1.5. Penyakit Jantung Kongenital Asianotik2.1.5.1. Diagnosis 1. Evaluasi klinisc. Anamnesis lengkap : sianosis, serangan sianotik squatting, toleransi latihand. Pemeriksaan fisis teliti : deteksi aritmia dan gagal jantung, palpasi nadi femoral, pengukuran tekanan darah ektremitas atas dan bawah, penentuan situs kardio-viseral2. Pemeriksaan labe. Foto toraks (termasuk abdomen)6. Vaskularisasi paru: menurun (oligemia paru) dan meningkat (pletora paru)7. Situs kardio-viseral8. Rasio jantung-toraks9. Morfologi bronkus10. Bentuk khasf. EKG (termasuk rekaman panjang bila terdapat aritmia)5. Frekuensi dan irama6. Sumbu QRS7. Hipertrofi ventrikel8. Bentuk khasg. Pemeriksan hematologis6. Darah tepi lengkap, termasuk indeks eritrosit7. Apusan darah tepi8. Gas darah arteri serta uji hiperoksia9. Uji pembekuan darah10. P50 serta indeks penyediaan oksigenh. Pemeriksaan biokimiawi3. Urea,kreatinin, elektrolit4. Asam urat

2.1.5.2. KlasifikasiPenyakit jantung kongenital asianotik dengan pirau kiri ke kananPenyakit jantung kongenital asianotik tanpa pirau

1. Defek septum ventrikel2. Defek septum atrium3. Defek septum atrioventrikularis4. Duktus arteriosus persisten1. Stenosis pulmonal2. Stenosis aorta3. Koarktasio aorta

Sumber : sastroasmoro

2.2. Status Gizi2.2.1. DefinisiStatus gizi anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya dapat diukur ( Suharjo, 1996). Indikator status gizi adalah tanda-tanda yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh seperti indikator pertumbuhan fisik dilihat dari ukuran tubuh melalui penilaian antropometri (berat badan, tinggi badan, dan umur) (suyatno, undip)2.2.2. Faktor yang mempengaruhi status gizi

2.2.3. Penilaian status giziBerdasarkan buku gizi supariasa 2001, yang dikutip oleh suyatno dalam blognya, penilaian status gizi ada 2 cara, secara langsung dan tidak langsung. A. Penilaian status gizi secara langsung:1. Antropometri2. Klinis3. Biokimia4. Biofisik B. Penilaian status gizi secara tidak langsung:1. Survei konsumsi pangan2. Data statistik vital dan faktor ekologiDalam penelitian ini, peneliti menggunakan antropometri sebagai penilaian status gizi. Karena antropometri adalah indikator penilaian umum untuk melihat keseimbangan asupan gizi dan pemakaian energi.Antropometri secara definisi adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini dimensi tulang, otot dan jaringan lemak. Pengukuran antropometri pada anak umumnya meliputi berat badan, panjang atau tinggi badan, dan lingkar kepala (dari lahir sampai umur 3 tahun) (hendarto & Sjarif 2011). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 variabel, yaitu:a. Umur.Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).b. Berat Badan Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).c. Tinggi Badan Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).

Tabel Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHSNoIndeks yang dipakaiBatas PengelompokanSebutan Status Gizi

1BB/U < -3 SDGizi buruk

- 3 s/d +2 SDGizi lebih

2TB/U < -3 SDSangat Pendek

- 3 s/d +2 SDTinggi

3BB/TB < -3 SDSangat Kurus

- 3 s/d +2 SDGemuk

Sumber : Depkes RI 2004.

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan presentil, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).

Tabel Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)NoIndeks yang digunakanInterpretasi

BB/UTB/UBB/TB

1RendahRendahNormalNormal, dulu kurang gizi

RendahTinggiRendahSekarang kurang ++

RendahNormalRendahSekarang kurang +

2NormalNormalNormalNormal

NormalTinggiRendahSekarang kurang

NormalRendahTinggiSekarang lebih, dulu kurang

3TinggiTinggiNormalTinggi, normal

TinggiRendahTinggiObese

TinggiNormalTinggiSekarang lebih, belum obese

Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI 2004.

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

2.3. Hubungan Penyakit Jantung Kongenital dengan Status Gizi Anak dengan penyakit jantung kongenital memiliki status gizi bermacam-macam, dari kekurangan gizi ringan sampai terjadi kegagalan pertumbuhan (failure to thrive). Pada penyakit jantung kongenital asianotik cenderung berpengaruh pada gangguan pertumbuhan berat badan daripada tinggi badan. Sedangkan pada sianotik cenderung berpengaruh pada keduanya yaitu pertumbuhan tinggi badan dan berat badan. (menurut Schwab,2004)Menurut steinborn pada penyakit jantung kongenital yang sudah sampai tahap gagal jantung kongestif, akan terjadi cardiac cachexia, yaitu suatu keadaan dimana pasien mengalami kehilangan berat badan lebih dari 7,5% dari berat normal sebelum yang di amati selama lebih dari 6 bulan. Diagnosa pada pasien ini hanya dapat di nilai dengan mengukur berat badannya dalam keadaan tidak terjadi edema. Pertumbuhan cardiac cachexia ini terjadi karena gangguan neuroendokrin dan metabolic yang multifaktorial dan ketidakseimbangan kompleks pada sistem tubuh yang berbeda.Selama beberapa dekade ini para peneliti telah mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada anak dengan penyakit jantung kongenital. Akan tetapi sampai saat ini masih terjadi pertentangan mengenai faktor yang dominan sebagai penyebab gagal tumbuh pada bayi dan anak. Beberapa hipotesa telah diusulkan untuk menjelaskan terjadinya gagal tumbuh pada penyakit jantung kongenital. Faktor-faktor tersebut adalah:A. Faktor-faktor jantung:1. Masukan nutrisi tidak adekuat2. Malabsorpsi3. Hipermetabolisme4. Hipoksia seluler (menurut varan, 1999)B. Faktor-faktor non jantung:Faktor-faktor lainnya diluar jantung seperti berat badan lahir rendah, umur saat dioperasi, kelainan kromosom, serta kelainan bawaan lainnya juga berperan. Problem sosioekonomi seperti gangguan interaksi orang tua dan anak pada saat makan, kultur/budaya tentang diet, pendidikan, kemampuan ekonomi keluarga serta sarana kesehatan yang tersedia juga perlu diperhatikan.(menurut wessel, 1999)2.3.1. Faktor-faktor jantung2.3.1.1. Masukan nutrisi tidak adekuatFaktor yang mempengaruhi rendahnya pemasukan kalori pada anak dengan penyakit jantung kongenital diantaranya adalah hilangnya nafsu makan, sesak napas, takipneu, kelelahan, muntah yang berlebihan, infeksi saluran napas, anoreksia dan asidosis. Keadaan ini terutama terjadi pada penyakit jantung kongenital dengan gagal jantung kongestif. Anak dengan penyakit jantung kongenital yang disertai gagal jantung tumbuh lebih lambat dan mempunyai masukan kalori yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak penyakit jantung kongenital tanpa gagal jantung. Anak dengan penyakit jantung kongenital akan mengalami sesak dan mudah lelah sebelum dapat menghabiskan makanan yang dibutuhkan.Anak dengan penyakit jantung kongenital bila diberikan makanan dengan volume sesuai kebutuhan akan menyebabkan terbatasnya gerakan diafragma yang akan memperberat gangguan napas dan bahkan dapat menyebabkan muntah. Dengan demikian pemasukan makanan menjadi dibawah kebutuhan rata-rata menurut umur. Hepatomegali pada anak dengan penyakit jantung kongenital yang disertai gagal jantung dapat mengurangi volume lambung dan meningkatkan potensi untuk terjadinya refluk gastroesofageal dan aspirasi, sehingga asupan nutrisi tidak adekuat.Pada anak penyakit jantung kongenital yang mengalami edema, pemberian terapi diuretika dapat menimbulkan anoreksia yang disebabkan oleh alkalosis metabolic dan hipokalemia atau mungkin menghambat efektivitas anabolisme protein dengan menganggu keseimbangan natrium yang adekuat.Anoreksi juga dikenal sebagai gejala intoksikasi digitalis atau kadang-kadang merupakan efek samping dari pemakaian digitalis dengan dosis standar. Faktor penting lainnya dari penyebab pemasukan energi yang tidak cukup berkaitan dengan kenyataan bahwa perhitungan kebutuhan kalori didasarkan pada berat badan saat ini. Seharusnya kebutuhan kalori dihitung berdasarkan berat badan menurut umur, sehingga terdapat kalori tambahan untuk memenuhi metabolisme basal yang meningkat dan untuk mencapai proses tumbuh kejar. Defisit dalam jumlah kecil ini bila berlangsung lama selama periode pertumbuhan cepat dapat menyebabkan gagal tumbuh.(menurut Varan, 1999)2.3.1.2. MalabsorpsiMalabsorbsi adalah kegagalan usus halus untuk menyerap jenis makanan tertentu. Pada penyakit jantung kongenital, berkurangnya perfusi sistemik, khususnya pada sirkulasi splanchnic dan usus dapat menyebabkan gangguan pengosongan lambung, peristaltic usus, dan penyerapan nutrisi. Terjadinya gangguan pernafasan seperti takipneu dan dyspneu juga dapat menyebabkan refluks gastroesofagus. (Lewis, 2005)Malabsorbsi mengakibatkan berkurangnya energi yang dapat dimetabolisme meskipun masukan kalori cukup. Keadaan ini diduga menyebabkan gangguan absorbsi nutrisi (malabsorbsi) dan drainase limfatik. Malabsorbsi khususnya lemak dan protein, dengan manifestasi adanya steatorea dan protein lossing enteropathy, terjadi pada anak penyakit jantung kongenital yang malnutrisi. (varan, 1999)2.3.1.3. HipermetabolismeGejala dispnoe dan takipnoe cenderung akan menyebabkan kelelahan dan penurunan intake makanan. Pada keadaan ini terjadi peningkatan metabolisme yang menyebabkan kebutuhan energi meningkat. Anak dengan penyakit jantung kongenital yang disertai gagal jantung mengalami peningkatan kerja jantung dan pernapasan. Sehingga kondisi tubuhnya selalu dalah keadaan hipermetabolik dan membutuhkan kalori 50% lebih banyak dari anak yang normal untuk mencapai pertumbuhan normal.Peningkatan relative metabolisme ini mungkin menjelaskan kesulitan anak dengan penyakit jantung kongenital yang disertai kurang gizi untuk mencapai berat ideal meskipun diberi diet yang cukup. (Varan, 1999)Dengan menggunakan metode The Doubly Labelled Water diketahui bahwa energi total yang dikeluarkan sehari (Total Daily Energy Expenditure = TDEE) anak penderita defek septum ventrikel lebih besar 40% dibandingkan bayi sehat. (Park, 2008).2.3.1.4. Hipoksia selulerAnalisa gas darah pada pasien penyakit jantung kongenital yang telah mengalami gagal jantung biasanya menunjukkan nilai yang normal, tetapi karena aliran darah yang lambat yang menuju ke jaringan dapat terjadi anoksia yang stagnan yang mengakibatkan hipoksia seluler. Konsumsi oksigen penyakit jantung kongenital sianotik lebih rendah daripada penyakit jantung kongenital asianotik. Hipoksia diduga menyebabkan berkurangnya pembelahan sel akibat berkurangnya sintesa protein. Mekanisme yang menyebabkan berkurangnya sel lemak pada penderita diduga akibat hipoksia kronis pada saat fase pertumbuhan cepat (awal kehidupan). (Varan, 1999)2.3.2. Faktor-faktor non jantung.2.3.2.1. Faktor prenatalPenyakit ibuKelainan

Sindrom rubella Embriopati diabetesFenilketonuriaEmbriopati talidomidEmbriopati isotretinoinSindrom janin alkoholSindrom janin hidantoninIndrom janin trimetadion

Sumber: sastroasmoro 1994Obat-obatan. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi transfer obat ke plasenta dan efek obat terhadap janin meliputi: (1) sifat fisikokimiawi obat; (2) laju obat yang melintasi plasenta dan jumlah obat yang mencapai janin; (3) durasi pajanan obat; (4) ciri distribusi ke berbagai jaringan janin yang berbeda; (5) tahap perkembangan plasenta dan janin pada waktu terpajan oleh obat; dan (6) efek obat yangdigunakan dalam kombinasi. Peengaruh teratogen obat terhadap organ berbeda-beda waktunya, untuk jantung, pengaruh teratogen dimulai sejak minggu keenam sampai kedelapan Suatu sistem mengenai potensi teratogenik yang dibuat Food and Drug Administration mengklasifikasikan obat menjadi 5 kategori risiko teratogenik yaitu, kategori A, B, C, D dan X. kategori A merupakan kategori aman dan X merupakan obat-obatan yang terbukti berisiko terhadap janin. Beberapa jenis obat yang dapat menyebabkan anomali jantung adalah carbamazepine, asam valproat, aspirin. (farmako katzung)Demografi. Usia ibu: angka kejadian penyakit jantung kongenital meningkat dengan bertambahnya usia ibu, terutama pada stenosis pulmonal dan duktus arteriosus persisten. Paritas: risiko meningkat terutama pada kehamilan kedelapan. Prematuritas: risiko bayi prematur untuk menderita penyakit jantung kongenital 2,5 kali lebih besar daripada bayi normal. vadyanathanGeorafi. Ketinggian suatu tempat: bila selama kehamilan trimester pertama tinggal di dataran tinggi (4500 5000 meter di atas permukaan laut) maka kelak bayinya mempunyai risiko mendapat duktus arteriosus persisten 30 kali lebih besar (hipoksia kronis yang diderita ibu). Kepadatan penduduk: beberapa jenis PJB jelas didapatkan dua kali lebih banyak di daerah urban daripada rural. Maternal hyperthermia: demam berkepanjangan atau pengaruh lingkungan dengan suhu tinggi pada kehamilan trimester pertama bisa mengakibatkan penyakit jantung kongenital pada bayinya. ontosoeseno 2.3.2.2. Faktor sosioekonomiFaktor ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan jumlah anggota keluarga, agama, umur, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua dan penghasilan orang tua perbulan. Vadyanathan

BAB III METODE PENELITIAN2. 3. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.1. Jenis Penelitian 4. 5. 5.1. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian cross-sectional. Pada penelitian ini, peneliti mencari tahu status gizi anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik, apakah terdapat perbedaan nilai status gizi dan bagaimana bentuk perbedaannya.3.2. Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian dimulai pada bulan Oktober 2012 sampai bulan Desember 2012 dan dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 1. 2. 3. 3.1. 3.2. 3.3. 3.3.1. Populasi Populasi penelitian adalah semua anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik yang dirawat inap di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dalam kurun waktu Januari 2011-Desember 2011. 3.3.2. Sampel, Besar sampel, dan Cara Pengambilan SampelSampel penelitian yang diambil adalah semua pasien baru dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik yang dirawat inap di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang memenuhi kriteria inklusi. 3.3.3. Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria inklusi yaitu pasien baru yang terdiagnosis penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang telah mendapatkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa ekokardiografi yang memiliki data rekam medik lengkap yaitu jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan.Kriteria eksklusi yaitu pasien anak dengan penyakit jantung kongenital yang tidak memiliki data lengkap pada rekam medik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.3.4. Variabel penelitian 1. Pasien anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik2. Status gizi3. Usia pasien anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik4. Jenis kelamin pasien anak dengan penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik3.5. Definisi Operasional 1. Diagnosis penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik pada anak ditetapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa ekokardiografi.2. Status gizi dinilai berdasarkan WHO-NCHS yang disajikan dengan persentil dan skor simpang beku (standar deviation score= z) dibagi menjadi status gizi buruk (< -3 SD), status gizi kurang (-3 sd 2 SD). 3. Usia penderita adalah umurpenderita penyakit jantung kongenital sianotik dan asianotik yang tercantum pada rekam medik pada tahun 2011 dan dibagi menjadi 5 kelompok yaitu usia < 6 bulan, usia 6 bulan 12 bulan, usia >1 tahun 5 tahun, usia >5 tahun 10 tahun, usia > 10 tahun4. Jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan

3.6. Kerangka operasional

RekammedikInklusi Semua penderita penyakit jantung kongenital periode 1 Januari 2011-31 Desember 2011Eksklusi Tipe lesi PENYAKIT JANTUNG KONGENITALStatus giziUsia Jenis kelaminPengolahan dan analisis dataPenyajian data berupa laporan akhir skripsi

3.7. Cara Pengolahan dan Analisis Data Penelitian Setelah dilakukan pengumpulan data dari rekam medik, maka dilakukan pengolahan secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik kemudian diuraikan secara tekstual.

DAFPUSMenurut Habel 1990Behrman, 1996Meadow 2002Sastroasmoro, 1994Rahayuningsih, 2011Damayanti R. SjarifWahab, 2006Menurut Jeffrey C. Wheat Sumber William Yip Chin Ling

C Schwab J, Schwab L, Smith P. Routine pediatric complaints in the pediatric cardiac patient. Dalam : Dalam : Koenig P, Hijazi ZM, Zimmerman F. Essential Pediatric Cardiology. USA:McGraw-Hill Medical Publishing Division. 2004:488.

1713, d Steinborn W, Anker SD. Cardiac Cachexia: Pathophysiology and Clinical Implications. Basic Appl Myol 13 (4): 191-201, 2003.

1612 Varan B, Tokel K, Yilmaz G. Malnutrition and growth failure in cyanotic and acyanotic congenital heart disease with and without pulmonary hypertension. Arch Dis Child 1999;81:4952.

16 Wessel JJ. Cardiology.Dalam: Samour PQ, Helm KK. Handbook of pediatric nutrition. Aspen publishers inc : 1999.h. 413-421

1506 Lewis A, Hsieh V. Congenital Heart Disease and Lipid Disorders in Children. Dalam : Ekvall SW, Ekvall VK. Pediatric Nutrition in Chronic Disease and Developmetal Disorders Prevention, Assessment, and Treatment. 2nd Ed. Oxford University Press. New York. 2005. h:230

12 Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.

1613 Abdulla S. Atrioventricular Canal Defect. Dalam : Koenig P, Hijazi ZM, Zimmerman F. Essential Pediatric Cardiology. McGraw-Hill Medical Publishing Division. USA. 2004:131-5

17. Vaidyanathan B, Nair SB, Sundaram KR*, Babu UK, Shivaprakasha K. Malnutrition in Children with Congenital Heart Disease (CHD): Determinants and Short-term Impact of Corrective Intervention. Indian Pediatrics. Vol 45. 2008:h.541-6.

8.Ontoseno T. Penyakit jantung bawaan: faktor resiko dan pencegahannya. Dalam: Firmansyah A,Sastroasmoro S, Trihono PP, Pujiadi A, Tridjaja B, Mulya GP dkk.Buku naskah lengkap KONIKA IX.Jakarta :IDAI Pusat,1999:437-44

Suyatno undip

Suharjo 1996 Suharjo, 1996, Gizi dan Pangan, Kanisius, Yogyakarta

Abunain Djumadias, 1990, Aplikasi Antropometri sebgai Alat Ukur Statu Gizi, Puslitbang Gizi Bogor.

Depkes, RI, 2004, Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta

Nutrisi pediatrik dan penyakit metabolik (hendarto & Sjarif 2011)

farmako katzung