proposal analisis lanjutan data riksesnas 2012

23
Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012 ANALISIS KEPATUHAN PASIEN TB PARU DI PROPINSI KALIMANTAN BARAT Oleh: Abduh Ridha Kepada KEMENTERIAN KESEHATAN RI BADAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN TAHUN 2012

Upload: ismael-saleh

Post on 11-Aug-2015

204 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

riskesdas 2012

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

ANALISIS KEPATUHAN PASIEN TB PARU DI PROPINSI

KALIMANTAN BARAT

Oleh:Abduh Ridha

Kepada

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

BADAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

TAHUN 2012

Page 2: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

IDENTITAS PENGUSUL PENELITIAN

1. Nama Lengkap : Abduh Ridha (L)2. Institusi : Universitas Muhammadiyah Pontianak3. NIDN : 11150884024. Tempat dan Tanggal Lahir : Pontianak, 15 Agustus 19845. Alamat Rumaha. : Jl. Tebu, Jalur A, No. 4, Pontianak, Kalimantan

Barat6. Nomor Telepon Rumah : 0561 7758137. Nomor HP : 0852452237788. Alamat Institusi : Jalan Ahmad Yani No.1119. Nomor Telepon Institusi : 0561-737278

10. Alamat Email : [email protected]. Jumlah Usulan Dana : Rp. 30.000.000

Page 3: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

RINGKASAN PROPOSAL PENELITIAN

Latar belakang: Prevalensi TB di Kalimantan Barat berdasarkan dataRiskesdas 2010 mencapai 1%, lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensinasional, sebesar 0,7%. Penyebab utama kegagalan pengobatan TB adalahrendahnya kepatuhan minum obat penderita TB. Kalimantan Baratmerupakan salah satu diantara 6 provinsi yang prevalensinya mencapai 1%bahkan lebih. Sebesar 38,8% dari penderita memutuskan pengobatan.Persentase tersebut lebih besar dibandingkan persentase nasional, bahkansalah satu yang tertinggi diantara 3 propinsi dengan persentase penderitayang putus pengobatan. Perilaku penderita dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitupredisposisi, pemungkin dan penguat.

Tujuan penelitian: Untuk mengetahui kepatuhan minum obat penderita TBdan faktor-faktor yang berhubungan dengan kaptuhan tersebut.

Metodologi: Penelitian ini dirancang dengan jenis rancangan cross sectional.Rancangan ini merupakan rancangan yang digunakan untuk mengetahuihubungan antara variabel bebas (faktor predisposisi dan faktor pendukung)dengan variabel terikat, yaitu kepatuhan minum obat penderita TB paru diKalimantan Barat. Populasi dan sampel menggunakan data sekunder yangdiperoleh dari Balitbangkes di Jakarta. Populasi dalam Riskesdas PropinsiKalimantan Barat 2010 adalah seluruh rumah tangga di seluruh pelosokPropinsi Kalimantan Barat. Sampel rumah tangga dan anggota rumah tanggaidentik dengan daftar sampel rumah tangga dan anggota rumah tanggaSensus Penduduk Propinsi Kalimantan Barat tahun 2010. Data dianalisissecar deskriptif, univariat/bivariat dan multivariat dengan rumus Regresilogistik.

Page 4: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

1

A. PENDAHULUAN1. Latar Belakang

Derajat kesehatan merupakan salah satu indikator kemajuan suatu

masyarakat. Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarkat

diantaranya adalah tingkat ekonomi, pendidikan, keadaan lingkungan,

kesehatan dan sosial budaya (Depkes RI, 2007b). Salah satu indikator yang

diukur untuk mengetahui kemajuan pembangunan masyarakat, khususnya

kesehatan, bedasarkan Millenium Development Goals (MDGs) 2015 adalah

prevalensi dan angka kematian akibat penyakit Tuberculosis (TB).

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang

erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat,

sehingga benang merah antara pembangunan dan kesehatan terlihat jelas

pada indikator ini. Sedangkan secara medis, penyakit TB merupakan

penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit

ini paling sering menyerang paru-paru, walaupun sepertiga kasusnya

menyerang organ lain. Penyakit ini merupakan penyakit tertua yang pernah

diketahui menyerang manusia, serta dapat menular dari orang ke orang

melalui udara, yaitu percikan ludah, bersih dan batuk (CDC, 2003).

Penyakit TB merupakan masalah kesehatan di Indonesia hingga kini.

Sejak tahun 1980, pemerintah Indonesia telah menjalankan program untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB melalui penetapan

kebijakan untuk penanggulangan TB dengan sasaran utama penemuan

kasus dini dan penegakan diagnosis melalui pemeriksaan mikroskopis. Sejak

tahun tersebut, pemerintah telah melaksanakan upaya pemberantasan

penyakit TB melalui pemberian Obat Anti Tiberkulosis (OAT) secara cuma-

cuma melalui puskesmas dan Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4).

Namun, angka kesakitan TB masih meningkat. Berdasarkan data WHO,

sampai dengan tahun 1994, Indonesia masih terdapat 500.000 penderita tiap

tahunnya dengan kematian 175.000 kematian tiap tahun, serta terdapat

Page 5: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

2

260.000 kasus tidak terdiagnosis setiap tahunnya. Selain itu, karena

pengobatan yang tidak tepat diperkirakan terdapat 560.000 TB kronik yang

menjadi sumber penularan di masyarakat (Soemantri, 1999).

Meningkatkan angka kesakitan dan kematian saat itu, diperkirakan

disebabkan oleh beberapa faktor, seperti rendahnya penghasilan, tingginya

kepadatan penduduk, tingkat pendidikan yang rendah, serta rendahnya

pengetahuan mengenai kesehatan. Menurut Lapau (1993), masih tingginya

kasus dan kematian akibat TB saat itu dikarenakan masih rendahnya

cakupan pengobatan dan kegagalan pengobatan, disamping adanya efek

samping obat serta resistensi terhadap obat. Namun, menurut

Mangunnegoro & Suryatenggara (1994), masing tingginya kasus dan

kematian TB saat itu faktor terbesar disebabkan oleh masalah pengobatan

yang tidak lengkap dalam kegagalan pengobatan yang cakupannya hanya

berkisar 50%.

Mengingat capaian program TB yang masih rendah tersebut, sejak

tahun 1995, telah digariskan strategi baru pemberantasan TB melalui strategi

DOTS (Directly Obserserved Treatment Short-course) di puskesmas secara

bertahap. Sejak tahun 2000, strategi ini dilaksanakan secara nasional di

semua pusat pelayanan kesehatan, terutama puskesmas, yang

diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2007a).

Ekspansi strategi ini atas bantuan pendonor Internasional serta peran mitra

penanggulangan TB, menunjukkan hasil antara tahun 2004-2006 seluruh

propinsi memperlihatkan kemajuan dalam pengobatan penderita dan temuan

kasus baru penularan TB (Depkes RI, 2007a). Berdasarkan laporan UNAIDS

(2003), prevalensi penularan TB sebesar 8% (CI: 6,2-9,8) dan ARTI (Annual

Risk of TB Infection) sebesar 1%. Hasil tersebut masih menunjukkan TB

merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Berdasarkan estimasi WHO Global Report, terjadi penurunan

prevalensi TB tahun 2010, sebesar 0,244%, dibandingkan 2006, sebesar

Page 6: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

3

0,275%. Estimasi ini didasarkan atas laporan fasilitas kesehatan yang

tergabung dalam program DOTS seluruh Indonesia. Hasil sebaliknya

dilaporkan oleh riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang

menunjukan prevalensi TB tahun 2010 di Indonesia meningkat, sebesar

0,7%, dibandingkan prevalensi 2007, sebesar 0,4% (Kemenkes RI, 2010).

Secara umum, kondisi ini memperlihatkan upaya pembangunan kesehatan

guna memperbaiki faktor resiko TB hingga saat ini belum sepenuhnya

berhasil.

Masalah berikutnya, yaitu TB di Indonesia sebagian besar

menyerang kelompok usia produktif dan sosial ekonomi rendah. Berdasarkan

laporan Riskesdas 2010, prevalensi TB pada kelompok usia produktif (25-54

tahun) meningkat. Pada tahun 2007, prevalensi TB pada kelompok usia

produktif kurang lebih 1,56% dan tahun 2010 meningkat menjadi 2,5%.

Kemudian, TB paru juga merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan

ekonomi lemah, dan laporan Riskesdas 2010 memperlihatkan semakin

rendah tingkat ekonomi, maka semakin meningkat jumlah kejadian TB

(Kemenkes RI, 2010). Beberapa peneitian menunjukkan kesimpulan yang

sama. Hasil penelitian Zhang, et al. (2010) membuktikan bahwa perbedaan

sosial ekonomi berhubungan dengan prevalensi TB. Semakin rendah

pendidikan serta semakin rendahnya pendapatan, maka seseorang semakin

beresiko terpajan TB. Penelitian Mahfudin & Mahkota (2006) menyimpulkan

bahwa keluarga dengan sosial ekonomi rendah memiliki resiko TB 2,14 kali

dibandingkan dengan keluarga dengan sosial ekonomi yang baik. Rendahnya

tingkat sosial masyarakat menjadi latar belakang buruknya kualitas tempat

tinggal. Rumah yang layak seharusnya mampu melindungi kebutuhan

fisiologis, psikologis serta perlindungan dari bahaya penyakit dan kecelakaan.

Penelitian Mahfudin & Mahkota (2006) juga membuktikan bahwa kondisi

rumah yang tidak sehat menyebabkan penghuninya beresiko terpapar TB

sebesar 2,2 kali dibandingkan dengan penghuni rumah sehat.

Page 7: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

4

Sementara di sisi lain, munculnya pandemi HIV di dunia menambah

permasalahan penanggulangan TB. Kasus TB dan HIV di Indonesia masih

meningkat dan belum tertangani dengan optimal. Pada tahun 2007, terjadi

465.000 kejadian TB paru di antara HIV positif (WHO, 2009). Infeksi HIV

meningkatkan kejadian TB secara signifikan. TB muncul sebagai penyakit

paru-paru pada stadium awal infeksi HIV (CD4>300 sel per µl darah).

Kemudian pada stadium lanjut infeksi HIV, TB muncul sebagai penyakit

sistemik yang menyerang organ tubuh yang lain. Gejala yang muncul

biasanya tidak spesifik dan tidak muncul di satu tempat. Penyakit TB yang

menyertai HIV biasanya menyerang sumsum tulang, saluran kemih, saluran

pencernaan hati, kelenjar getah bening dan sistem saraf pusat (Decker &

Lazarus, 2000). Pada tahun 2007, dilaporkan terjadi 0,5 juta kasus multi drug

resistant TB (MDR-TB). Hingga 2008, 55 negara setidaknya melaporkan 1

kasus extensively drug resistant TB (XDR-TB) (Depkes RI, 2008). Hal ini

diprediksi menjadi masalah baru disamping masalah lain yang telah ada

dalam upaya penanggulangan TB di Indonesia.

Salah satu inti dari program DOTS yang dijalankan pemerintah sejak

tahun 1995 adalah meningkatkan kepatuhan pasien untuk minum obat sesuai

dosis dan tuntas. Metode yang digunakan, yaitu melatih kader atau keluarga

untuk mengawasi kepatuhan pasien atau yang dikenal dengan istilah

pengawas minum obat (PMO), dengan harapan meningkatnya kepatuhan

minum obat maka angka kesembuhan TB terus meningkat. Rusmani (2002)

menyampaikan bahwa peran keluarga sangat penting dalam membantu

merawat penderita. Peran keluarga yang dapat dilakukan antara lain

pengawasan minum obat, pengawasan penampung dahak, dan membantu

membersihkan alat-alat makan dan minum penderita, dan menepati jadwal

kontrol. Menurut Noviadi (1999) tingginya partisipasi keluarga akan

membantu mempercepat penyembuhan penderita TB paru karena keluarga

merupakan unit terdekat dengan penderita TB paru.

Page 8: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

5

Berdasarkan data Riskesdas 2010, masih terdapat 21,9% dari

penderita yang tidak patuh untuk meninum obat. Padahal perilaku tersebut

meningkatkan resiko resistensi kuman TB terhadap obat. Pengobatan TB

yang memerlukan waktu yang lama serta pemahaman penderita bahwa obat

harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang ditetapkan diprediksi menjadi

latar kegagalan dan ketidakaturan penderita TB dalam pengobatan (Depkes

RI, 2002).

Kasus putus berobat (drop out) menjadi salah satu kendala

keberhasilan program pemberantasan TB. Menurut Nukman (1997) bahwa

jenis kelamin, pernah atau belum pernah mendapat terapi spesifik

sebelumnya, pemeriksaan BTA (+) atau (-), tidak mempengaruhi kepatuhan

berobat penderita. Kelompok umur yang paling tekun berobat yaitu usia 36-

45 tahun dan kelompok umur 0-15 tahun, ketekunan tersebut mungkin

disebabkan keadaan sosio-ekonomi usia 36-45 tahun lebih baik, sehingga

agak leluasa datang berobat. Menurut Sunarsih (2002), ada beberapa faktor

yang mempengaruhi ketaatan pasien dalam penggunaan obat, antara lain

budaya, kepercayaan pasien, sikap serta keterampilan komunikasi dokter

maupun pemberi obat, keterbatasan waktu konsultasi, kurangnya informasi

tertulis, serta kepercayaan masyarakat tentang pemberian obat. Kesimpulan

tersebut sesuai dengan data Riskesdas 2010, bahwa alasan penderita yang

putus pengobatan yaitu persepsi bahwa penyakit tidak berat (16,3%), merasa

akses ke pelayanan kesehatan sulit (4,4%), tidak ada waktu (5,7%), tidak ada

biaya (26,4%), dan merasa dapat mengobati penyakit sendiri (38,2%).

Permasalahan TB yang terjadi di Indonesia juga tergambarkan di

sejumlah daerah. Prevalensi TB di Kalimantan Barat berdasarkan data

Riskesdas 2010 mencapai 1%, lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi

nasional, sebesar 0,7%. Kalimantan Barat merupakan salah satu diantara 6

provinsi yang prevalensinya mencapai 1% bahkan lebih. Sebesar 38,8% dari

penderita memutuskan pengobatan. Persentase tersebut lebih besar

Page 9: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

6

dibandingkan persentase nasional, bahkan salah satu yang tertinggi diantara

3 propinsi dengan persentase penderita yang putus pengobatan, seperti

Papua Barat (34,6%) dan Maluku (38,5%).

Kepatuhan penderita tuberkulosis merupakan bentuk perilaku

penderita untuk menjalani pengobatan dengan benar dalam rangka mencapai

kesembuhan. Menurut Green (2002) kesehatan seseorang dipengaruhi oleh

2 faktor, yaitu faktor perilaku diri individu dan faktor di luar perilaku.

Selanjutnya perilaku sendiri dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: faktor-faktor

predisposisi, meliputi pengetahuan, sikap, nilai, karakter demografi, faktor-

faktor pendukung, lingkungan fisik, fasilitas sarana kesehatan, dan faktor-

faktor pendorong, meliputi sikap petugas dan PMO. Dikaitkan dengan

kepatuhan penderita TB di Kalimantan Barat, maka ketertarikan yang muncul

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan

penderita dalam minum obat.

2. Perumusan MasalahBesarnya persentase penderita TB di Kalimantan Barat yang putus

berobat terlihat berkorelasi dengan tingginya kasus TB di tahun 2010.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perumusan masalah penelitian ini

adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku tidak tuntas

minum obat penderita TB?

2. Faktor-faktor apa saya yang berhubungan dengan perilaku tidak minum

obat penderita TB?

3. Tujuan Penelitiana. Tujuan umum

Untuk mengetahui kepatuhan minum obat penderita TB dan faktor-faktor

yang berhubungan dengan kaptuhan tersebut.

Page 10: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

7

b. Tujuan khusus

1) Untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat penderita TB

dan faktor-faktor predisposisi (umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pengeluaran RT, pengetahuan dan sikap, kebiasaan

penderita (merokok dan minum alkohol), dan penyakit penyerta lain).

2) Untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat penderita TB

dan faktor-faktor pendukung (akses pelayanan dan informasi

kesehatan).

3) Untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat penderita TB

dan faktor-faktor pendorong (PMO dan sikap petugas kesehatan).

4. Manfaat Penelitiana. Menggambarkan perilaku ketidakpatuhan pasien TB di Kalimantan Barat,

berdasarkan faktor resikonya.

b. Menjadi masukan untuk pengambil kebijakan di Kalimantan Barat untuk

menentukan strategi yang sesuai dengan kondisi lapangan guna

meningkatkan pasien TB dan angka kesembuhan pasien TB.

5. Hipotesisa. Kepatuhan minum obat penderita TB berhubungan dengan faktor-faktor

predisposisi.

b. Kepatuhan minum obat penderita TB berhubungan dengan faktor-faktor

pendukung.

c. Kepatuhan minum obat penderita TB berhubungan dengan faktor-faktor

pendorong

Page 11: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

8

B. METODOLOGI PENELITIAN1. Kerangka Teori

Menurut Green (2002), bahwa masalah kesehatan ditentukan oleh

faktor perilaku dan non-perilaku. Faktor perilaku dipengaruhi tiga domain

utama, yaitu predisposisi, pemungkin dan penguat. Domain predisposisi

antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan variabel demografis.

Sedangkan domain pemungkin antara lain terkait dengan akses pelayanan

dan informasi kesehatan (ketersediaan sumberdaya kesehatan dan sarana

prasarana kesehatan), keterampilan terkait kesehatan serta kemitraan

pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan.

Faktor penguat terkait dengan konteks masalah kesehatan. Namun

pada prinsipnya faktor penguat dapat berwujud pengaruh positif maupun

negatif dari orang-orang terdekat (keluarga, teman, petugas kesehatan).

Domain predisposisi berpengaruh secara langsung terhadap perilaku,

sedangkan domain pemungkin dan penguat bisa berpengaruh secara

langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku kesehatan. Domain

pemungkin dan penguat bisa terlebih dahulu mempengaruhi domain

predisposisi seseorang terhadap perilaku kesehatan.

Gambar 1 menekankan kepada perhatian terhadap asumsi hubungan

sebab akibat diantara berbagai faktor yang ada dalam melakukan promosi

kesehatan sebagai hasil akhir dari pengkajian permasalahan perilaku

kesehatan. Hubungan sebab akibat tersebut diindikasikan dari angka dalam

gambar yang secara umum adalah sebagai berikut: (1) motivasi awal untuk

melakukan tindakan, (2) ketersediaan berbagai macam sumberdaya yang

memungkinkan untuk melakukan tindakan, (3) reaksi perilaku terhadap orang

lain, menghasilkan (4) penguatan atau penghukuman terhadap perilaku

tersebut. Akhirnya (5) penguatan dan hukuman terhadap perilaku tersebut

memberikan pengaruh terhadap faktor predisposisi, hal yang sama juga

terjadi untuk faktor pemungkin (6) (Green, 2002).

Page 12: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

9

Gambar 1. Tiga kategori faktor yang memberi kontribusi atas perilaku

kesehatan (Green, 2002).

Keterangan: 1. Motivasi awal untuk berbuat2. Penyediaan sumberdaya yang memungkinkan3. Reaksi orang lain terhadap perilaku4. Dorongan dan penguat atau hukuman5. Penguatan atau penghukuman mempengaruhi predisposisi6. Sumberdaya mempengaruhi predisposisi

2. Kerangka KonsepTingkat kesembuhan pasien TB paru dipengaruhi oleh dua faktor

pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Faktor perilaku pasien

dalam pengobatan TB merupakan faktor krusial yang akan menentukan

penyembuhannya. Faktor perilaku pasien dalam pengobatan TB adalah

kepatuhannya dalam menjalankan pengobatan sesuai aturan. Faktor

perilaku/kepatuhan minum obat tersebut ditentukan oleh tiga faktor yaitu

faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat. Faktor predisposisi mencakup

antara lain pengetahuan, sikap, dan karakteristik demografi (umur, jenis

Page 13: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

10

kelamin, pendidikan) serta kebiasaan penderita (merokok dan minum

alkohol), penyakit penyerta lain. Faktor pemungkin adalah akses terhadap

pelayanan dan efek samping obat tuberkulosis serta kemudahan terhadap

informasi tentang TB. Faktor penguat adalah peran keluarga dan PMO dalam

mendorong pasien untuk patuh minum obat.

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

3. Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Untuk mencapai tujuan

penelitian, penelitian ini dirancang dengan jenis rancangan cross sectional.

Rancangan ini merupakan rancangan yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas (faktor predisposisi dan faktor pendukung)

dengan variabel terikat, yaitu kepatuhan minum obat penderita TB paru di

Kalimantan Barat. Jenis rancangan ini relatif mudah dan murah untuk

dikerjakan dan amat berguna untuk menemukan pemapar yang terikat erat

10

kelamin, pendidikan) serta kebiasaan penderita (merokok dan minum

alkohol), penyakit penyerta lain. Faktor pemungkin adalah akses terhadap

pelayanan dan efek samping obat tuberkulosis serta kemudahan terhadap

informasi tentang TB. Faktor penguat adalah peran keluarga dan PMO dalam

mendorong pasien untuk patuh minum obat.

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

3. Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Untuk mencapai tujuan

penelitian, penelitian ini dirancang dengan jenis rancangan cross sectional.

Rancangan ini merupakan rancangan yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas (faktor predisposisi dan faktor pendukung)

dengan variabel terikat, yaitu kepatuhan minum obat penderita TB paru di

Kalimantan Barat. Jenis rancangan ini relatif mudah dan murah untuk

dikerjakan dan amat berguna untuk menemukan pemapar yang terikat erat

10

kelamin, pendidikan) serta kebiasaan penderita (merokok dan minum

alkohol), penyakit penyerta lain. Faktor pemungkin adalah akses terhadap

pelayanan dan efek samping obat tuberkulosis serta kemudahan terhadap

informasi tentang TB. Faktor penguat adalah peran keluarga dan PMO dalam

mendorong pasien untuk patuh minum obat.

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

3. Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Untuk mencapai tujuan

penelitian, penelitian ini dirancang dengan jenis rancangan cross sectional.

Rancangan ini merupakan rancangan yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas (faktor predisposisi dan faktor pendukung)

dengan variabel terikat, yaitu kepatuhan minum obat penderita TB paru di

Kalimantan Barat. Jenis rancangan ini relatif mudah dan murah untuk

dikerjakan dan amat berguna untuk menemukan pemapar yang terikat erat

Page 14: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

11

pada karakteristik-karakteristik dari masing-masing individu, serta relevan

digunakan untuk menganalisis data survei seperti riskesdas (Creswell, 2003).

4. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian berlangsung di Kalimantan Barat lebih tepatnya di 14

kabupaten/kota dalam rentang periode Juli hingga Oktober 2012. Kalimantan

Barat merupakan salah satu propinsi dengan prevalensi kasus TB yang

cukup tinggi di Indonesia. Penderita TB di Kalimantan Barat juga memiliki

proporsi perilaku putus pengobatan atau ketidakpatuhan yang cukup tinggi di

antara propinsi lainnya.

Untuk periode pelaksanaan penelitian menyesuaikan dengan jadwal

yang telah ditetapkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kemenkes RI (Balitbangkes). Perkiraan perbaikan proposal hasil masukan

ahli pada rentang bulan Mei dan Juni 20120. Proses pengambilan data

berlangsung pada awal Juli, dan dilanjutkan dengan kegiatan analisis dan

penyusunan laporan.

5. Populasi dan Sampel Penelitiana. Populasi

Populasi dan sampel menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari Balitbangkes di Jakarta. Populasi dalam Riskesdas

Propinsi Kalimantan Barat 2010 adalah seluruh rumah tangga di seluruh

pelosok Propinsi Kalimantan Barat. Sampel rumah tangga dan anggota

rumah tangga identik dengan daftar sampel rumah tangga dan anggota

rumah tangga Sensus Penduduk Propinsi Kalimantan Barat tahun 2010.

Metode penghitungan dan cara penarikan sampel identik dengan two

stage sampling yang digunakan dalam Susenas 2007 dan Riskesdas

2007.

Page 15: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

12

Setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel

kabupaten/kota, diambil sejumlah blok sensus yang proporsional

terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Sebuah blok

sensus masuk ke dalam sampel blok sensus pada sebuah

kabupaten/kota bersifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada

sebuah kabupaten/kota (probability proportional to size). Bila dalam

sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 rumah tangga, maka dalam

penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Secara

keseluruhan, berdasarkan sampel blok Sensus 2010 yang berjumlah 40

blok sensus dari 14 kabupaten/kota yang ada.

Gambar 3. Skema pengambilan sampel penelitian

Setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 25 rumah tangga

secara acak sederhana (simple random sampling), yang menjadi sampel

rumah tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut.

Secara keseluruhan, jumlah sampel rumah tangga dari 14

kabupaten/kota dalam Sensus Propinsi Kalimantan Barat adalah 1000,

12

Setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel

kabupaten/kota, diambil sejumlah blok sensus yang proporsional

terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Sebuah blok

sensus masuk ke dalam sampel blok sensus pada sebuah

kabupaten/kota bersifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada

sebuah kabupaten/kota (probability proportional to size). Bila dalam

sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 rumah tangga, maka dalam

penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Secara

keseluruhan, berdasarkan sampel blok Sensus 2010 yang berjumlah 40

blok sensus dari 14 kabupaten/kota yang ada.

Gambar 3. Skema pengambilan sampel penelitian

Setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 25 rumah tangga

secara acak sederhana (simple random sampling), yang menjadi sampel

rumah tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut.

Secara keseluruhan, jumlah sampel rumah tangga dari 14

kabupaten/kota dalam Sensus Propinsi Kalimantan Barat adalah 1000,

12

Setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel

kabupaten/kota, diambil sejumlah blok sensus yang proporsional

terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Sebuah blok

sensus masuk ke dalam sampel blok sensus pada sebuah

kabupaten/kota bersifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada

sebuah kabupaten/kota (probability proportional to size). Bila dalam

sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 rumah tangga, maka dalam

penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Secara

keseluruhan, berdasarkan sampel blok Sensus 2010 yang berjumlah 40

blok sensus dari 14 kabupaten/kota yang ada.

Gambar 3. Skema pengambilan sampel penelitian

Setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 25 rumah tangga

secara acak sederhana (simple random sampling), yang menjadi sampel

rumah tangga dengan jumlah rumah tangga di blok sensus tersebut.

Secara keseluruhan, jumlah sampel rumah tangga dari 14

kabupaten/kota dalam Sensus Propinsi Kalimantan Barat adalah 1000,

Page 16: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

13

sedang dalam Riskesdas berhasil mengumpulkan 968 rumah tangga.

Selanjutnya seluruh anggota rumah tangga dari setiap rumah tangga

yang terpilih dari kedua proses penarikan sampel tersebut di atas diambil

sebagai sampel individu, kemudian dari 14 kabupaten/kota pada Sensus

Propinsi Kalimantan Barat 2010 terdapat 4.000 sampel individu anggota

rumah tangga dan berhasil mengumpulkan 3.780 individu anggota rumah

tangga yang sama dengan Riskesdas 2010.

b. Sampel

Dalam Riskesdas jumlah sampel yang berhasil diperoleh dari

Balitbangkes sebanyak 968 rumah tangga. Selanjutnya ditetapkan kriteria

inklusi, yaitu rumah tangga dengan penderita TB, sudah mendapatkan

pengobatan OAT kategori 1. Besar sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah besar sampel yang diperoleh dalam pengumpulan

data Riskesdas 2010 dan seusai dengan karakteristik yang telah

ditentukan.

6. Variabel Penelitiana. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang akan diukur hubungannya

pada kepatuhan penderita TB paru minum obat yaitu:

1) Faktor-faktor predisposisi, yaitu: umur, jenis kelamin, pengetahuan

penderita, pendidikan, pengeluaran RT, kebiasaan penderita

(merokok dan minum alkohol), penyakit penyerta lain.

2) Faktor-faktor pendukung, yaitu: akses pelayanan dan infromasi

kesehatan.

3) Faktor-faktor pendorong, yaitu: pengawas minum obat (PMO), dan

sikap keluarga.

Page 17: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

14

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kepatuhan

penderita minum obat TB paru.

7. Analisis DataData yang terkumpul, dilakukan pemeriksaan untuk menjamin

ketelitian, kemudian diadakan analisis. Analisis data disajikan dalam tiga

tahap yaitu secara deskriptif variabel penelitian, analisis univariat/bivariat dan

analisis multivariat. Data-data tersebut di analisis menggunakan bantuan

personal komputer dengan paket program statistik. Uji statistik dilakukan

untuk melihat kepatuhan pasien untuk pengobatan TB paru dan untuk melihat

faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien.

Data mengenai kepatuhan dan kesembuhan pasien disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi, selanjutnya data yang telah ditabulasi

dianalisa dengan menghitung Odd Ratio antara kasus dan kelompok yang

patuh, serta tes signifikan dilakukan dengan uji Chi-Square. Hasil analisa

tersebut disajikan dalam bentuk table dan narasi.

a. Dekskripsi variabel penelitian.

Diskripsi variabel penelitian disajikan dalam bentuk distribusi

frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti yang dijumpai pada kelompok

kasus maupun pembanding. Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

b. Analisis Univariat/Bivariat.

Analisis univariat/bivariat dilakukan dengan cara mengelompokkan

kasus maupun pembanding menurut variabel yang diteliti, dengan skala

pengukurannya masing-masing. Adapun variabel-variabel bebas adalah

umur (tua atau muda), jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), PMO (ada

atau tidak ada), kebiasaan penderita (merokok, minum alkohol atau tidak),

penyakit lain menyertai (ada atau tidak ada), pelayanan kesehatan dan

informasi kesehatan (ada atau tidak), pengetahuan penderita (baik atau

Page 18: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

15

kurang), pendidikan dan penghasilan (tinggi atau rendah), dan dukungan

keluarga (buruk dan baik). Dari hasil pengelompokan ini akan muncul tabel

berbentuk 2 x 2 yang distribusinya dalam angka absolut dan proporsi.

Selanjutnya proporsi dari variabel tersebut di uji tingkat

kemaknaannya menggunakan paket program statistik komputer dengan

menghitung Odd Ratio antara kasus dan pembanding, sedangkan tes

signifikan dilakukan dengan uji Chi-Square. Hasil uji ini bermakna apabila

Odd Ratio (CI: 95 %) dari variabel yang diuji tidak melewati satu dan nilai

P<0,05.

c. Analisis Multivariat.

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

bebas terhadap kepatuhan penderita minum obat dengan menguji

sekaligus variabel yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisis

univariat/bivariat melalui analisis Regresi logistik. Untuk melakukan

analisis Regresi logistik ini dipergunakan paket program statistik komputer.

Hasil uji ini bermakna apabila Odd Ratio (CI:95%) dari variabel yang diuji

tidak melebihi satu dan nilai P<0,05.

8. Langkah-langkah Penelitiana. Tahap persiapan

Tahap persiapan diawali dengan proses penyusunan proposal

sesuai dengan topik yang direkomendasikan oleh Balitbangkes. Setelah

proposal diterima dengan perbaikan-perbaikan dari hasil diskusi dan

saran-saran tim penilai, selanjutnya mengurus surat permohonan

permintaan data yang ditujukan kepada tim mandat untuk kemudian

ditindaklanjuti dengan pemberian data sesuai kerangka konsep penelitian.

b. Tahap pelaksanaan penelitian

Sebelum proses analisis data, terlebih dahulu mencari identitas

responden yang sedang menjalani pengobatan TB paru tahun 2010. Data

Page 19: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

16

diperoleh dari data Riskesdas 2010 sesuai dengan kriteria inklusi. Tahap

selanjutnya adalah melakukan analisis data.

c. Tahap Akhir Penelitian

1) Setelah data siap, kemudian dimasukkan ke dalam komputer untuk

dianalisis.

2) Setelah semua data diolah dan dianalisis, selanjutnya disusun dalam

laporan hasil penelitian dan pembahasan sesuai acuan referensi.

3) Penyusunan laporan dan naskah publikasi sebagai bagian akhir dari

proses penelitian dilakukan.

4) Penyampaian hasil penelitian dalam seminar analisis lanjut.

9. Daftar PustakaCenters for Disease Control and Prevention (2000) Core Curriculum on

Tuberculosis: What the Clinician Should Know, 4th edition. Division ofTuberculosis Elimination, (Internet version updated Aug 2003).

Creswell, J.W. (2003) Research Design. Qualitative, Quantitative, and MixedMethods Approaches. 2nd Ed, Sage Publication, UK.

Decker, C. F. & Lazarus, A. (2000). Tuberculosis and HIV infection. How tosafely treat both disorders concurrently. Postgrad Med. 2: 57-60, 65-68.

Departemen Kesehatan RI. (2007a) Pedoman Nasional PenanggulanganTuberculosis, Edisi 2, Cetakan Pertama, Depkes RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2007b) Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes, Jakarta.

Green. L. W. (2002) Health Promotion Planing An Education andEnvironmental Approach, 2ndEdition, Mayfield Publishing Company,USA

Kementerian Kesehatan RI. (2010) Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS2010, Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta.

Lapau, B. (1977) Penemuan dan pengobatan penderita TBC di KabupatenBekasi, Kumpulan Naskah Lengkap Kongres IDPI ke I, Jakarta, 75-76.

Page 20: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

17

Mahfudin & Mahkota (2006) Faktor lingkungan fisik rumah, respon biologi dankejadian TB di Indonesia, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Mangunnegoro, H. & Suryatenggara, W. (1994) Pedoman Praktis Diagnosisdan Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru, Cetakan ke 2, YayasanPenerbit IDI, Jakarta.

Noviadi (1999) Meningkatkan Peran Keluarga dalam Merawat AnggotaKeluarga yang Menderita Penyakit TB Paru, Bina Dikenakes, Jakarta.

Nukman, R. (1997) Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru yang MendapatPaket Anti Tuberkulosis (OAT) Gratis di BP4 Menda, Jurnal Espi Indo,Vol.1: 40-43.

Rusmani (2002) Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru di RSUD. Dr. DorisSylvanus Palangkaraya Kalimantan Tengah, Tesis, Pascasarjana UGM,Yogyakarta.

Soemantri, E. S. (1999) Masalah Penyakit TB (Tuberkulosis) di Indonesia danpemberantasannya, Makalah Hari TB Sedunia (World TB day), RSUPDr. Hasan Sadikin, Bandung.

Sunarsih, I. M. (2002) Pelayanan Informasi Obat dan Pengobatan sebagaiUjung Tombak Pelayanan Kesehatan. Jurnal Manajemen PelayananKesehatan, Vol. 04: 171-173.

WHO (2009) Global Tuberculosis Control 2009 Epidemiology, Strategy,Financing, WHO, Geneva.

Zhang, T., Tang, S, Jun, G & Whitehead, M. (2007) Persistent problems ofaccess to appropriate, affordable TB services in rural China:experiences of different socio-economic groups, BMC Public Health,7:19.

10. Susunan Tim Peneliti1.1 Nama Lengkap Abduh Ridha (L)1.2 Institusi Universitas Muhammadiyah Pontianak1.3 NIDN 11150884021.4 Tempat dan Tanggal Lahir Pontianak, 15 Agustus 19841.5 Alamat Rumahb. Jl. Tebu, Jalur A, No. 4, Pontianak, Kalimantan

Barat1.6 Nomor Telepon Rumah 0561 775813

Page 21: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

18

1.7 Nomor HP 0852452237781.8 Alamat Institusi Jalan Ahmad Yani No.1111.9 Nomor Telepon Institusi 0561-7372781.10 Alamat Email [email protected]

11. Jadwal Kegiatan Peneliti

No. Uraian kegiatanTahun 2012

May Juni Juli Agus Sep Okt

1. Usulan penelitian X2. Perbaikan usulan penelitian X3. Pengurusan izin data X4. Pengumpulan data X5. Analisis data X X6. Penyusunan laporan X7. Seminar hasil X

12. Rincian Rencana Anggaran

No Tahapan Kegiatan Qtt Satuan Harga Jumlaha. Persiapan

- Biaya penelusuran pustaka 1 Unit 250,000 250,000- Biaya pengetikan 1 paket 100,000 100,000- Penggandaan proposal 4 Exs 25,000 100,000- Transportasi 10 Kali 50,000 500,000- Konsumsi 10 Kali 25,000 250,000

b. Pelaksanaan1) Pengumpulan data

- lumsum 60 Hari 10,000 600,000- Transportasi 60 Hari 50,000 3,000,000- Konsumsi 60 Hari 25,000 1,500,000

2) Analisa data- lumsum 60 Hari 10,000 600,000- Transportasi 60 Hari 50,000 3,000,000- Konsumsi 60 Hari 25,000 1,500,000- Paket Program statistik 1 Paket 7,000,000 7,000,000

3) Interpretasi data

Page 22: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

19

- lumsum 60 Hari 10,000 600,000- Transportasi 60 Hari 50,000 3,000,000- Konsumsi 60 Hari 30,000 1,800,000

c. Seminar- Transportasi 2 Paket 1,500,000 3,000,000- Konsumsi 3 Hari 500,000 1,500,000

d. Laporan1) Penyusunan laporan 1 Paket 100,000 100,0002) Pencetakan laporan 4 Paket 125,000 500,0003) Publikasi di jurnal 1 Paket 1,000,000 1,000,000e. Dokumentasi 1 Paket 100,000 100,000

Jumlah 30,000,000

13. Biodata Ketua Penelitia. Identitas diri

1.1 Nama Lengkap Abduh Ridha (L)1.2 Institusi Universitas Muhammadiyah Pontianak1.3 NIDN 11150884021.4 Tempat dan Tanggal Lahir Pontianak, 15 Agustus 19841.5 Alamat Rumahc. Jl. Tebu, Jalur A, No. 4, Pontianak, Kalimantan

Barat1.6 Nomor Telepon Rumah 0561 7758131.7 Nomor HP 0852452237781.8 Alamat Institusi Jalan Ahmad Yani No.1111.9 Nomor Telepon Institusi 0561-7372781.10 Alamat Email [email protected]

b. Riwayat pendidikan

2.1 Program S1 S22.2 Nama PT Universitas Ahmad Dahlan Univeristas Gadjah Mada2.3 Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat2.4 Tahun Masuk 2002 20102.5 Tahun Lulus 2006 -

Page 23: Proposal Analisis Lanjutan Data Riksesnas 2012

20

2.6 Judul Tugas Akhir Perilaku PemanfaatanApotek Rawat Jalan RSDPanembahan SenopatiBantul

Motivasi Berhenti Merokokmelalui Layanan PesanSingkat Telepon Seluler

2.7 Nama Pembimbing Prof. Dr. Nurfina Aznam Dr. Drs. Ira Paramastri, M.Si

c. Pengalaman penelitian

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

1. 2009 Analisis Aksesabilitas Pelayanan Kesehatanyang Beresiko terhadap Pemilihan PenolongPersalinan di Puskesmas Sungai AmbawangKubu Raya

Kopertis Wilayah XI

14. Persetujuan Atasan BerwenangTerlampir.