propinsi sumatera selatan - bank indonesia...indeks harga konsumen kota palembang 158.33 159.67...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Propinsi Sumatera Selatan
Kantor Bank Indonesia Palembang
Triwulan I - 2008
Daftar Isi
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
i
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penyusunan ”Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I
2008” dapat diselesaikan. Kajian ini disusun selain untuk memenuhi kebutuhan internal Bank
Indonesia juga untuk kebutuhan pihak eksternal, yang menyajikan berbagai informasi
berkaitan dengan perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya
bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan laporan ini. Harapan kami,
hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada
masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih
meningkatkan penyajian laporan sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya
serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran didalam
pengembangan ekonomi regional.
Palembang, Mei 2008
Ttd
Zainal Abidin Hasni
Pemimpin
Daftar Isi
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
Daftar Isi
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GRAFIK vii
INDIKATOR EKONOMI xi
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 9
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Tahunan (y-o-y) 9
SUPLEMEN 1 MENYIASATI IKLIM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS BERAS 12
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Triwulanan (q-to-q) 20
SUPLEMEN 2 OPTIMISME KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENURUN 21
1.3. Perkembangan PDRB Dari Sisi Penggunaan 35
1.4. Struktur Ekonomi 36
1.5 Perkembangan Ekspor Impor 39
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG 43
2.1. Inflasi Tahunan (y-o-y) 43
2.2. Pemantauan Harga oleh Bank Indonesia Palembang 50
2.3. Inflasi Triwulanan (q-t-q) 53
SUPLEMEN 3 TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH : LANGKAH LOKAL UNTUK
PERANGI INFLASI 54
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 65
3.1. Volume Usaha 65
3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 65
3.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan 66
Daftar Isi
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
iv
SUPLEMEN 4 KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN SUMSEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF 70
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 75
SUPLEMEN 5 SUDAH SAATNYA SUMSEL PUNYA LEMBAGA PENJAMIN KREDIT DAERAH 76
3.5. Kualitas Kredit/Pembiayaan 81
3.6. Perkembangan Perbankan Syariah 82
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 85 4.1. Realisasi APBD 2007 85
4.2. Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) 87
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 91
5.1. Perkembangan Kliring 91
5.2. Perkembangan Perkasan 92
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau 95
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 97
6.1. Ketenagakerjaan 97
6.2. Pengangguran 99
6.3. Pendapatan per Kapita 102
SUPLEMEN 6 UPAH BURUH TANI SUMSEL DI BAWAH GARIS KEMISKINAN 103
6.3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 105
BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 107
7.1. Pertumbuhan Ekonomi 107
7.2. Inflasi 109
7.3. Perbankan 110
Daftar Tabel
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Target Pengembangan Areal Kelapa Sawit Sumsel (Hektar) 16
Tabel 1.2. Kenaikan Biaya Input Sektor Properti 19
Tabel 1.3. Kendala Produksi Di Sentara Beras Sumsel 20
Tabel 1.4 Pagu Raskin Daerah Kabupaten/Kota di Sumsel 29
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan Sektoral Tahun 2007-2008 (persen) 30
Tabel 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Propinsi Sumsel ADHK 2000 Menurut
Penggunaan Tahun 2007-2008 (persen) 35
Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan Propinsi Sumsel ADHK 2000
Menurut Penggunaan Tahun 2007-2008 (persen) 36
Tabel 1.8 Struktur Ekonomi Sektoral Propinsi Sumsel Tahun 2007-2008 (persen) 37
Tabel 1.9 Persentase PDRB Propinsi Sumsel Menurut Penggunaan Atas Dasar
Harga Berlaku Tahun 2007-2008 (persen) 38
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Triwulan I 2008 47
Tabel 3.1 Perkembangan Bank Syariah Di Sumsel 84
Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Tahun 2007 (s.d November) (Rupiah) 86
Tabel 4.2 Persentase Realisasi Pendapatan APBD 2007 (%) 86
Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBD 2007 (s.d November) 86
Tabel 4.4 Dana Alokasi Umum di Propinsi Sumatera Selatan 88
Tabel 4.5 Dana Alokasi Khusus Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan
Tahun 2008 (Juta Rp) 89
Tabel 5.1 Perputaran Kliring dan Cek/Bilyet Giro Kosong Propinsi Sumsel 92
Tabel 5.2 Kegiatan Perkasan di Sumsel (Miliar Rp) 93
Tabel 5.3 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Miliar Rp) 96
Daftar Tabel
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan IV 2007
vi
Tabel 6.1 Banyaknya Pekerja per Sektor Ekonomi Triwulan I 2007–Triwulan I
2008 97
Tabel 6.2 Tingkat Pengangguran di Provinsi Sumsel Tahun 2007-2008 (persen) 100
Tabel 6.3 Pendapatan Per Kapita Provinsi Sumsel Tahun 2007-2008 Atas Dasar
Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2000 (Rupiah) 102
Tabel 7.1 Leading Economic Indicator Pertumbuhan Sumsel 107
Daftar Grafik
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan PDRB Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 9
Grafik 1.2. Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Propinsi Sumsel Tw I 2008 per Sektor Ekonomi ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 10
Grafik 1.3 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional 16
Grafik 1.4 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional 16
Grafik 1.5 Perkembangan Harga Minyak Dunia WTI 2007-2008 17
Grafik 1.6 Laju Pertumbuhan Tahunan Sektor Pertanian Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 17
Grafik 1.7 Laju Pertumbuhan Tahunan Sektor Jasa-jasa Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 17
Grafik 1.8 Laju Pertumbuhan Tahunan Sektor Bangunan Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 18
Grafik 1.9 Laju Pertumbuhan Tahunan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 18
Grafik 1.10 Pertumbuhan Triwulanan (q-to-q) Kinerja Sub Sektor Pertanian ADHK 2000 (persen) 30
Grafik 1.11 Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektor Listrik, Gas, an Air Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 31
Grafik 1.12 Realisasi Pengadaan Semen Sumsel (dalam ton) 2007-2008 32
Grafik 1.13 Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektor PHR Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 33
Grafik 1.14 Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektor Keuangan Persewaan dan Jas Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 34
Grafik 1.15 Laju Pertumbuhan Triwulanan Sektor Jasa-jasa Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen) 34
Grafik 1.16 Struktur Ekonomi Sektoral Propinsi Sumsel 2007-2008 (persen) 36
Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Ekspor Propinsi Sumsel 2007-2008 (juta USD) 39
Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor CPO Propinsi Sumsel Tahun 2006-2007 (juta USD) 40
Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Impor Propinsi Sumsel 2007-2008 (juta USD) 41
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan (y-o-y) Palembang 2007-2008 (persen) 43
Daftar Grafik
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
viii
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan (y-o-y) Kelompok Bahan Makanan Palembang 2007-2008 (persen) 44
Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan (y-o-y) Kelompok Makanan Jadi Palembang 2007-2008 (persen) 45
Grafik 2.4 Event Analysis Inflasi Kota Palembang 2007-2008 48
Grafik 2.5 Inflasi Tahunan (y-o-y) Kelompok Barang dan Jasa Palembang Triwulan I 2008 (persen) 49
Grafik 2.6 Perkembangan Harga Beras Dunia 49
Grafik 2.7 Perkembangan Harga Kedelai Dunia 49
Grafik 2.8 Perkembangan Harga Terigu Dunia 50
Grafik 2.9 Perkembangan Harga Emas Dunia 50
Grafik 2.10 Perkembangan Harga Minyak Goreng Palembang Januari 2007-Maret 2008 (Rupiah/kg) 50
Grafik 2.11 Perkembangan Harga Beras Mingguan di Kota Palembang Januari 2007-Maret 2008 (Rupiah/kg) 51
Grafik 2.12 Pergerakan Harga Beras di Pasar Cinde dan Lemabang (Rupiah/kg) 51
Grafik 2.13 Pergerakan Harga Minyak Goreng di Pasar Cinde dan Lemabang (Rupiah/kg) 52
Grafik 2.14 Pergerakan Harga Daging Sapi di Pasar Cinde dan Lemabang (Rupiah/kg) 52
Grafik 2.15 Pergerakan Harga Emas di Pasar Cinde dan Lemabang (Rupiah/gram 52
Grafik 2.16 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-to-q) Palembang 2007-2008 (persen) 53
Grafik 2.17 Perbandingan Inflasi Bulanan (m-to-m) Palembang dan Nasional Tahun 2007-2008 58
Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan (q-to-q) Kelompok Barang dan Jasa Palembang Triwulan I 2008 (persen) 58
Grafik 2.19 Pergerakan Inflasi Bulanan dan Tingkat Harga Sesuai SPH di Kota Palembang (Maret 2007-Maret 2008) 59
Grafik 2.20 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-to-q) Kelompok Makanan Jadi Palembang 2007-2008 (persen) 60
Grafik 2.21 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-to-q) Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Palembang 2007-2008 (Persen) 62
Grafik 2.22 Exclusion Inflasi Palembang Triwulan I 2008 (persen) 62
Grafik 2.23 Disagregasi Inflasi Tahunan Palembang 2006-2008 (persen) 63
Grafik 3.1 Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Perbankan di Propinsi Sumsel (Triliun Rp) 66
Daftar Grafik
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
ix
Grafik 3.2 Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan di Provinsi Sumsel 2007-2008 (Triliun Rp) 67
Grafik 3.3 Pangsa Kredit/Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan di Propinsi Sumsel Triwulan I 2008 68
Grafik 3.4 Perkembangan Kredit/Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi di Propinsi Sumsel (Triliun Rp) 69
Grafik 3.5 Pangsa Kredit/Pembiayaan Menurut Kepemilikan Bank di Provinsi Sumsel Triwulan I 2008 75
Grafik 3.6 Penyaluran Kredit/Pembiayaan UMKM di Propinsi Sumsel (Triliun Rp) 75
Grafik 3.7 Penyaluran Kredit/Pembiayaan UMKM di Provinsi Sumsel Triwulan I 2008 Menurut Plafon Kredit/Pembiayaan (Triliun Rp) 80
Grafik 3.8 Pangsa Kredit UMKM Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Sumsel Triwulan I 2008 (persen) 80
Grafik 3.9 Kualitas Kredit/Pembiayaan Perbankan di Propinsi Sumsel Triwulan I 2008 (persen) 81
Grafik 3.10 Kredit/Pembiayaan Bermasalah (Gross) Berdasarkan Sektor Ekonomi di Propinsi Sumsel Triwulan I 2008 (persen) 82
Grafik 3.11 Perkembangan Perbankan Syariah 2007-2008 83
Grafik 4.1 Pangsa Realisasi Pendapatan (persen) 85
Grafik 5.1 Perputaran Kliring Perbankan Sumsel 2007-2008 92
Grafik 5.2 Perkembangan Kegiatan Perkasan Sumsel 2007-2008 94
Grafik 5.3 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau 2007-2008 (Miliar Rp) 96
Grafik 6.1 Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Propinsi Sumsel Triwulan I 2008 98
Grafik 6.2 Persentase Pengangguran Terselubung Menurut Lapangan Pekerjaan di Provinsi Sumsel Triwulan I 2008 100
Grafik 6.3 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini 101
Grafik 6.4 Indeks Penghasilan Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu 105
Grafik 7.1 Inflasi dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Tahun 2004-2008 (persen dan saldo bersih) 110
Daftar Grafik
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
x
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionallay blank
Indikator Ekonomi
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
xi
INDIKATOR EKONOMI
A. INFLASI DAN PDRB
2008Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
MAKROIndeks Harga Konsumen Kota Palembang 158.33 159.67 164.83 170.24 175.54 Laju inflasi Tahunan (yoy%) Kota Palembang 6.55 6.84 9.24 8.21 10.87
PDRB Dengan Migas-Harga Konstan (Miliar Rp) 13,005 13,672 14,476 14,108 13,957 - Pertanian 2,407 2,799 3,248 2,710 2,683 - Pertambangan & Penggalian 3,284 3,358 3,346 3,405 3,307 - Industri Pengolahan 2,372 2,401 2,498 2,530 2,488 - Listrik, Gas dan Air Bersih 64 65 68 69 69 - Bangunan 989 1,006 1,037 1,057 1,042 - Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,776 1,877 2,017 1,993 1,983 - Pengangkutan dan Komunikasi 585 604 637 661 660 - Keuangan, Persewaan dan Jasa 532 546 556 562 584 - Jasa 995 1,017 1,070 1,122 1,141
Pertumbuhan PDRB (yoy%) 5.23 5.64 5.47 6.96 7.32
Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 609.64 629.88 640.33 529.69 493.30
Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton) 768.70 1,072.37 928.06 572.38 476.04
Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 39.25 28.23 72.32 18.02 27.87
Volume Impor Non Migas (Ribu Ton) 90.78 63.00 105.53 82.69 72.71
INDIKATOR2007
Indikator Ekonomi
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
xii
B. PERBANKAN
2008Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I*)
PERBANKANBank Umum:Total Aset (Rp Triliun) 27.03 27.86 30.04 32.89 31.28DPK (Rp Triliun) 20.65 20.89 22.03 24.13 23.77 - Tabungan (Rp Triliun) 7.11 7.86 8.64 10.18 10.08 - Giro (Rp Triliun) 4.62 4.98 5.26 4.75 4.50 - Deposito (Rp Triliun) 8.93 8.05 8.13 9.20 9.19
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 13.06 15.18 15.58 16.39 16.65 - Modal Kerja 5.76 6.87 7.37 7.96 7.49- Konsumsi 2.96 3.55 3.13 3.18 3.51- Investasi 4.33 4.77 5.08 5.25 5.66- LDR 63.24 72.67 70.72 67.92 70.05
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan sektor ekonomi 13.06 15.18 15.58 16.39 16.65 - Pertanian 1.72 1.89 2.16 2.05 1.92- Pertambangan 0.32 0.32 0.02 0.03 0.03- Industri 1.71 2.52 1.98 2.48 2.56- Listrik, gas, dan air 0.31 0.37 0.44 0.42 0.39- Konstruksi 0.87 0.98 1.24 1.19 1.16- Perdagangan 2.58 3.02 3.27 3.53 3.49- Pengangkutan 0.23 0.24 0.23 0.25 0.25- Jasa dunia usaha 0.72 0.82 0.95 0.98 0.97- Jasa sosial 0.26 0.26 0.21 0.22 0.22- Lainnya 4.33 4.77 5.08 5.25 5.66
- NPL Gross (%) 2.07 2.50 1.82 1.72 2.04 - NPL Net (%) 0.37 0.80 0.33 0.50 0.66
Kredit UMKM (Rp Triliun) 8.41 9.23 10.08 10.42 10.80 Kredit Mikro (< Rp 50 Juta) (Rp Triliun) 3.86 4.02 4.17 4.12 4.39Kredit Kecil (Rp 50 Juta < X < Rp 500 Juta) (Rp Triliun) 2.26 2.62 3.04 3.27 3.44Kredit Menengah (Rp 500 Juta < X < Rp 5 Miliar) (Rp Triliun) 2.30 2.60 2.87 3.03 2.97
BPR:Total Aset (Rp Triliun) 0.25 0.29 0.32 0.34 0.38 DPK (Rp Triliun) 0.19 0.22 0.24 0.26 0.29 Kredit (Rp Triliun) 0.15 0.17 0.19 0.21 0.22 Rasio NPL Gross (%) 11.02 11.03 8.78 8.06 7.30 Rasio NPL Net (%) 8.33 8.67 6.55 5.88 5.18 LDR 77.85 76.81 79.80 79.23 76.00
Bank Umum Syariah:Total Aset (Rp Triliun) 0.59 0.64 0.72 0.80 0.83 DPK (Rp Triliun) 0.33 0.34 0.40 0.52 0.56 - Tabungan 0.15 0.17 0.19 0.27 0.29 - Giro 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 - Deposito 0.16 0.14 0.17 0.21 0.23 Pembiayaan (Rp Triliun) 0.42 0.48 0.57 0.64 0.70
*) Data Februari 2008
INDIKATOR2007
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan Triwulan I 2008
1
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Pertumbuhan ekonomi tahunan (y-o-y) Tw-I Sumatera Selatan
diperkirakan sebesar 7,32 persen (dengan migas) atau 9,89 persen
tanpa migas. Pertumbuhan tahunan tersebut meningkat dibanding
triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 6,96 persen (dengan
migas) atau 9,28 persen (tanpa migas).
Secara triwulanan (q-to-q), pertumbuhan ekonomi Sumsel
pada Tw-I diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 1,07 persen
dengan migas atau 0,39 persen tanpa migas. Kontraksi ini dipengaruh
oleh faktor musiman, cuaca dan realisasi anggaran pemerintah.
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumsel
secara tahunan (y-o-y) pada Tw-I masih didominasi oleh konsumsi,
baik konsumsi rumah tangga maupun swasta nirlaba dan konsumsi
pemerintah masing-masing sebesar 7,36 persen, 8,36 persen dan 9,31
persen. Tingginya konsumsi pemerintah merupakan dampak dari
kenaikan gaji PNS yang berkisar 20 persen yang mulai berlaku bulan
Januari 2008.
RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA SELATAN TRIWULAN I 2008
Pertumbuhan ekonomi tahunan (y-o-y) Tw-I Sumatera Selatan diperkirakan sebesar 7,32 persen (dengan migas) atau 9,89 persen tanpa migas.
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumsel secara tahunan (y-o-y) pada Tw-I masih didominasi oleh konsumsi.
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
2
Dilihat dari sisi sektoral, struktur ekonomi Propinsi Sumsel
pada triwulan I 2008 masih tetap didominasi oleh sektor primer
dengan pangsa sebesar 42,79 persen atau sedikit menurun dibanding
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 43,05 persen. Sektor
sekunder mempunyai pangsa 30,07 persen yang sedikit menurun
dibanding triwulan sebelumnya sebesar 30,12 persen. Sedangkan
pangsa sektor tersier mengalami peningkatan dibanding triwulan
sebelumnya yakni dari sebesar 26,83 persen menjadi 27,13 persen.
Ekspor Sumsel pada Tw-I (data hingga Februari ) 2008 tercatat
sebesar USD 493,3 juta atau menurun 19,08 persen dibanding
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Dibandingkan triwulan
sebelumnya, ekspor pada Tw-I menurun sebesar 32,16 persen (qtq).
Berdasarkan komoditasnya, pangsa ekspor terbesar dicapai oleh karet
sebesar 57,92 persen diikuti oleh CPO 30,16 persen. Berdasarkan
volume, ekspor pada Tw-I tercatat sebesar 476.041 ton atau menurun
sebesar 38,07 persen dibanding triwulan yang sama tahun
sebelumnya (y-o-y) atau menurun sebesar 44,65 persen dibanding
triwulan sebelumnya (q-t-q).
Realisasi impor pada Tw-I tercatat sebesar USD 27,87 juta atau
menurun 28,99 persen dibanding triwulan yang sama tahun
sebelumnya(y-o-y), namun meningkat 8,3 persen dibanding triwulan
sebelumnya (q-to-q). Peningkatan nilai impor secara triwulanan ini
terkait dengan peningkatan penggunaan komponen impor terutama
mesin, perlengkapan transportasi dan produk industri.
Perkembangan Inflasi
Inflasi kota Palembang Triwulan I 2008 (Tw-I) mencapai 10,87 persen
(yoy) dan secara triwulanan mencapai 3,11 persen (qtq). Tekanan
inflasi triwulan ini lebih besar dibandingkan tahun lalu yang tercatat
sebesar 8,21 persen, namun secara triwulanan, laju inflasi Tw-I lebih
rendah dibanding inflasi triwulan IV 2007 yang mencapai 3,28 persen
(qtq).
Ekspor Sumsel pada Tw-I (data hingga Februari ) 2008 tercatat sebesar USD 493,3 juta.
Inflasi kota Palembang mencapai 10,87 persen (yoy) dan secara triwulanan mencapai 3,11 persen (qtq).
Struktur ekonomi Propinsi Sumsel pada triwulan I 2008 masih tetap didominasi oleh sektor primer.
Realisasi impor pada Tw-I tercatat sebesar USD 27,87 juta.
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan Triwulan I 2008
3
Inflasi tahunan tertinggi dicapai oleh kelompok bahan makanan
sebesar 18,19 persen diikuti oleh kelompok makanan jadi 15,18 persen
dan sandang 12,84 persen. Secara triwulanan, inflasi tertinggi pada
kelompok bahan makanan dialami oleh komoditas tempe dan tahu
mentah terkait dengan kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku.
Komoditas penyumbang inflasi terbesar pada triwulan ini adalah
angkutan dalam kota, beras, dan minyak tanah dengan bobot masing-
masing sebesar 5,71 persen, 5,52 persen, dan 3,17 persen.
Berdasarkan disaggregasi inflasi, pada triwulan ini inflasi inti
(core inflation) tercatat sebesar 2,10 persen sedangkan inflasi non inti
(non core inflation) tercatat sebesar 4,19 persen. Administered prices
mencatat laju inflasi sebesar 2,94 persen dan volatile foods sebesar 5,48
persen.
Perkembangan Perbankan Daerah
Total aset perbankan pada Tw-I (data Februari tahun 2008) tercatat
sebesar Rp31,28 triliun. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
mencapai Rp23,78 triliun, meningkat sebesar 15,12 persen dari tahun
lalu (y-o-y) namun menurun sebesar 1,51 persen dari triwulan
sebelumnya (q-t-q). Penyaluran kredit/pembiayaan oleh perbankan
mengalami peningkatan sebesar 27,51 persen (y-o-y) dari Rp13,06
triliun menjadi Rp16,68 triliun. Demikian pula secara triwulanan
meningkat sebesar 1,58 persen (q-t-q). Penyaluran kredit UMKM
tercatat sebesar Rp10,80 triliun, meningkat sebesar 28,33 persen (y-o-y)
dibanding tahun lalu atau meningkat sebesar 3,67 persen (q-t-q)
dibanding triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit/pembiayaan yang lebih tinggi dibanding
pertumbuhan DPK pada Tw-I menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR)
mengalami peningkatan dari 67,88 persen pada Tw-IV menjadi 70,01
persen pada Tw-I. Persentase tingkat NPL (gross) pada Tw- I tercatat
sebesar 2,03 persen atau sedikit meningkat dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 1,72 persen.
Inflasi tahunan tertinggi dicapai oleh kelompok bahan makanan.
Total aset perbankan pada Tw-I (data Februari tahun 2008) tercatat sebesar Rp31,28 triliun.
Tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2008 tercatat sebesar 70,01 persen.
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
4
Perkembangan Keuangan Daerah
Realisasi penerimaan Pemda Propinsi Sumatera Selatan pada semester I
2007 tercatat sebesar 34,49 persen dari anggaran atau sebesar
Rp756,84 miliar dari yang dianggarkan sebesar Rp2.194,24 miliar.
Dilihat dari sisi nominal, pangsa terbesar dari realisasi anggaran berasal
dari Dana Perimbangan yaitu sebesar Rp383,53 miliar. Sedangkan
realisasi PAD pada semester I 2007 tercatat sebesar Rp369,89 miliar
atau sebesar 42,12 persen dari yang dianggarkan sebesar Rp878,09
miliar. Sementara realisasi belanja sampai dengan semester I 2007
tercatat sebesar Rp436,43 miliar, atau baru mencapai 18,95 persen
dari yang dianggarkan sebesar Rp2.302,40 miliar.
Dana Alokasi Umum tahun 2008 yang diterima oleh Propinsi
Sumatera Selatan berjumlah Rp545,77 miliar, meningkat 6,97 persen
dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp510,19 miliar.
Berdasarkan Kabupaten/Kota, daerah yang paling banyak
mendapatkan DAU tahun 2008 adalah Kota Palembang yaitu sebesar
Rp716,13 miliar yang meningkat 8,57 persen dibanding tahun
sebelumnya yang sebesar Rp659,61 miliar. Sementara daerah yang
mendapatkan DAU paling kecil adalah Kabupaten termuda di
Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Empat Lawang sebesar Rp109,19
miliar.
Sementara itu Dana Alokasi Khusus tahun 2008 tertinggi
diperoleh oleh Kabupaten Musi Rawas sebesar Rp62.590 milliar
dengan alokasi terbesar diperuntukkan bagi nilai pendidikan sebesar
Rp21.752 juta.
Perkembangan Sistem Pembayaran
Perputaran kliring di pada triwulan I 2008 tercatat sebanyak 192,855
lembar dengan nilai nominal Rp6,45 triliun. Dibandingkan tahun
sebelumnya angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 28,93
persen dari sisi warkat dan sebesar 34,64 persen dari sisi nominal.
Perputaran kliring di pada triwulan I 2008 tercatat sebanyak 192,855 lembar dengan nilai nominal Rp6,45 triliun.
Realisasi penerimaan daerah pada semester I 2007 tercatat sebesar Rp756,84 miliar dan realisasi belanja sebesar Rp436,43 miliar
DAU Sumsel tahun 2008 sebesar Rp545,78 miliar
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan Triwulan I 2008
5
Secara triwulanan terjadi peningkatan volume warkat sebesar 7,97
persen (q-t-q) dari sebanyak 178.616 lembar dan berdasarkan nilai
nominalnya meningkat 13,84 persen dari sebesar Rp5,67 triliun pada
Tw-IV 2007. Peningkatan aktivitas kliring tersebut menunjukkan kembali
pulihnya aktivitas perekonomian setelah libur panjang pada akhir tahun
2007 yang sedikit banyak berpengaruh pada aktivitas ekonomi terutama
penggunaan layanan kliring.
Kegiatan perkasan di Sumsel pada Tw-I mencatat inflow sebesar
Rp2,13 triliun yang meningkat 8,29 persen dibanding triwulan I 2007
(y-o-y) yang sebesar Rp1,97 triliun, namun secara triwulanan
menunjukkan penurunan 14,25 persen dibanding triwulan IV 2007 yang
sebesar Rp2,49 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar
Rp2,39 triliun yang meningkat 35,25 persen dibanding triwulan I 2007
(y-o-y) yang sebesar Rp1,77 triliun, namun secara triwulanan juga
menunjukkan penurunan 35,93 persen dari sebesar Rp3,73 triliun pada
triwulan IV 2007. Dengan melihat angka inflow dan outflow, net-
outflow selama triwulan I 2008 sebesar Rp256,72 miliar, sedangkan
pada triwulan I 2007 justru tercatat mengalami net-inflow sebesar
Rp203 miliar. Namun semikian net-inflow Tw-I lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2007 sebesar 79,34 persen dari sebesar
Rp1.242,78 miliar.
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Pada Tw-I jumlah angkatan kerja tercatat sebanyak 3.401.625 orang,
atau mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 3.383.281 orang. Peningkatan angkatan kerja tersebut selain
terkait dengan peningkatan jumlah penduduk usia kerja, juga
disebabkan oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk yang
menyelesaikan jenjang pendidikan yang ditempuh dan siap
memasuki dunia kerja.
Pada Tw-I jumlah angkatan kerja tercatat sebanyak 3.401.625 orang.
Kegiatan perkasan di Sumsel pada Tw-I mencatat inflow sebesar Rp2,13 triliun sedangkan outflow sebesar Rp2,39 triliun.
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
6
Tingkat pengangguran terbuka pada Tw-I 2008 tercatat sebesar
9,61 persen, naik dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,34
persen. Sementara tingkat setengah pengangguran mengalami
sedikit peningkatan dari sebesar 38,54 persen menjadi sebesar 38,71
persen.
Pada Tw-I, pendapatan perkapita atas dasar harga konstan
2000 (dengan migas) mencapai Rp1.656.796. Angka ini mengalami
penurunan 1,39 persen dibanding dengan Tw-IV 2007 yang mencapai
Rp1.680.196. Sementara itu, pendapatan per kapita regional atas dasar
konstan tanpa migas juga mengalami penurunan sebesar 0,72
persen dari Rp1.278.896 menjadi Rp1.269.732.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup,
melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara
seluruh dunia. Dari 30 propinsi yang diukur IPM-nya, Propinsi Sumsel
menempati peringkat IPM nomor 13 dengan nilai IPM sebesar 70,2
pada tahun 2005. Nilai tersebut sebagai akumulasi dari angka harapan
hidup yang mencapai 68,3 tahun dan pengeluaran riil per kapita yang
disesuaikan sebesar Rp 610.300. Di bidang pendidikan, rata-rata lama
sekolah yang merepresentasikan tingkat pendidikan di Sumsel
tergolong moderat, rata-rata lama sekolah penduduk Sumsel pada
tahun 2005 tercatat sebesar 7,5 tahun. Sementara persentase angka
melek huruf cukup baik yaitu mencapai 95,90 persen.
Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Sesuai dengan karakteristik siklikal, pertumbuhan ekonomi Sumatera
Selatan Tw-I I diperkirakan akan tumbuh positif. Berdasarkan proyeksi
dan mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini, diperkirakan
pertumbuhan ekonomi tahunan (y-o-y) pada triwulan II 2008 akan
berada pada kisaran 5,01 persen. Sedangkan secara triwulanan
(q-to-q) pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan terkontraksi pada
kisaran 2,87 persen.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 9,61 persen
IPM Sumsel menempati peringkat 13
Diperkirakan pertumbuhan ekonomi tahunan (y-o-y) pada triwulan II 2008 akan berada pada kisaran 5,01 persen.
Pada Tw-I, pendapatan perkapita atas dasar harga konstan mencapai Rp1.656.796.
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan Triwulan I 2008
7
Diproyeksikan inflasi tahunan pada triwulan II 2008 akan
berada pada level double digit. Hal yang masih perlu diwaspadai
hingga saat ini adalah ketersediaan pasokan barang dan jasa, faktor
distribusi, dan lonjakan permintaan terhadap komoditas tertentu
seperti pada kelompok pendidikan. Berdasarkan proyeksi dan dengan
mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama
inflasi di Sumatera Selatan, maka diperkirakan tekanan inflasi tahunan
(y-o-y) pada triwulan II 2008 mencapai 10,82 persen, sedangkan inflasi
triwulanan (q-to-q) diperkirakan akan mencapai 0,80 persen.
Inflasi pada triwulan II 2008 diproyeksikan sebesar 10,82 persen (y-o-y).
Ringkasan Eksekutif
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
8
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
9
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Secara Tahunan (y-o-y)
Pada triwulan I 2008 (Tw-I) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Sumatera
Selatan atas dasar harga konstan (ADHK) 2000 diperkirakan sebesar Rp13,96 triliun
(dengan migas) atau Rp10,73 triliun (tanpa migas). Sementara itu PDRB atas dasar harga
berlaku tercatat sebesar Rp30,76 triliun (dengan migas) atau Rp20,17 triliun (tanpa migas).
Grafik 1.1
Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000
Dengan Migas (persen)
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Pada triwulan I sektor ekonomi yang mencapai pertumbuhan tahunan tertinggi
adalah sektor jasa-jasa 14,64 persen diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi
12,66 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) 11,70 persen. Sektor
pertanian pada Tw-I mencatat pertumbuhan tahunan 11,43 persen yang meningkat
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1
5.235.64 5.47
6.967.32
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
2007 2008
Pertumbuhan ekonomi
tahunan (y-o-y) Tw-I Sumatera
Selatan diperkirakan sebesar 7,32
persen (dengan migas) atau 9,89
persen tanpa migas. Pertumbuhan
tahunan tersebut meningkat
dibanding triwulan sebelumnya yang
tercatat tumbuh 6,96 persen
(dengan migas) atau 9,28 persen
(tanpa migas). Secara tahunan,
semua sektor ekonomi mencatat
pertumbuhan dan pertumbuhan
terendah terjadi pada sektor
pertambangan dan penggalian
sebesar 0,68 persen.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
10
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 10,76 persen. Pertumbuhan pada sektor jasa-
jasa di Sumsel terjadi karena meningkatnya permintaan terhadap jasa sebagai imbas dari
meningkatnya kegiatan ekonomi dan pertumbuhan jasa pemerintah yang didorong oleh
peningkatan belanja pegawai.
Grafik 1.2 Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB
Propinsi Sumsel Tw I 2008 per Sektor Ekonomi ADHK 2000 Dengan Migas (persen)
11.43
4.9
7.22
5.43
11.7
9.8
0.68
0 2 4 6 8 10 12
Pertanian
Pertambangan
Industri
LGA
Bangunan
PHR
Pengangkutan
Keuangan
Jasa
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Pertumbuhan pada sektor pengangkutan dan komunikasi terutama disumbang oleh
pertumbuhan sub sektor komunikasi yang tumbuh sebesar 22,19 persen. Sub sektor
pengangkutan pada Tw-I tumbuh sebesar 7,6 persen, atau meningkat dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 5,86 persen. Peningkatan tersebut disebabkan penggunaan jasa
pengangkutan oleh masyarakat terutama angkutan udara terkait dengan libur panjang
yang terjadi pada bulan Februari dan Maret serta perayaan tahun baru Cina/Imlek yang
jatuh pada bulan Februari 2008. Selain itu, kegiatan konvensi seperti pertemuan organisasi
tingkat nasional yang diselenggarakan di Sumsel, konferensi maupun pertandingan
olahraga tingkat nasional seperti bola basket memberikan kontribusi dalam pertumbuhan
14.64
12.66
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
11
sub sektor tersebut. Di sisi lain, pertumbuhan penggunaan sarana komunikasi seluler seiring
dengan peningkatan layanan produk-produk telekomunikasi maupun promosi dari operator
seluler masih menjadi faktor pendorong pertumbuhan sub sektor komunikasi.
Pertumbuhan sektor PHR ditopang oleh pertumbuhan sub sektor hotel sebesar
21,49 persen, restoran 18,46 persen dan perdagangan besar dan eceran 11,07 persen.
Pertumbuhan pada sektor PHR ini terkait dengan peningkatan permintaan dan konsumsi
masyarakat.
Pertumbuhan sektor pertanian pada Tw-I terutama disumbang oleh pertumbuhan
sub sektor tanaman bahan makanan 18,41 persen, diikuti oleh tanaman perkebunan 12,57
persen, peternakan dan hasil-hasilnya 5,39 persen dan sub sektor perikanan 4,92 persen.
Untuk sub sektor tanaman bahan makanan, dalam hal ini padi, pemerintah propinsi pada
tahun 2008 terus berupaya untuk mendukung pencanangan Sumsel sebagai lumbung
pangan. Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura
Propinsi Sumatera Selatan diketahui bahwa target produksi beras pada tahun 2008 sebesar
1.972.460 ton atau menargetkan kenaikan sebesar 13,56 persen, lebih tinggi dari realisasi
produksi tahun 2007 yang sebesar 1.739.924 ton (lihat Suplemen 1. Menyiasati Iklim Untuk
Meningkatkan Produktivitas Beras). Sementara sub sektor kehutanan mencatat kontraksi
pertumbuhan sebesar 0,13 persen. Pertumbuhan sektor pertanian tidak terlepas dari masa
panen tanaman bahan makanan yang terjadi pada pertengahan maret dan insentif produksi
berupa tingginya harga komoditas pertanian di pasar dunia, terutama Crude Palm Oil (CPO)
dan harga karet alam seiring dengan masih tingginya harga minyak dunia hingga Tw-I.
Harga rata-rata CPO dunia pada selama Tw-I tercatat sebesar USD1,148.52 /metrik
ton, atau meningkat 102,77 persen dibanding triwulan lalu sebesar USD566,43 /metrik ton,
meningkat 29,37 persen dibanding harga pada bulan Desember 2007 yang sebesar USD
887,78 /metrik ton (q-t-q) (Grafik 1.3). Sementara itu, harga karet dunia juga menunjukkan
trend peningkatan, dimana pada Tw-I tercatat sebesar USD298,16 sen/kg, yang meningkat
10,17 persen dibanding harga pada triwulan I 2007 (y-o-y) yang sebesar USD 270,63
sen/kg atau meningkat 16,31 persen dibanding harga pada bulan Desember 2007 yang
sebesar USD 256,35 sen/kg (q-t-q) (Grafik 1.4).
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
12
MENYIASATI IKLIM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS BERAS
Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar. Berdasarkan data dari BPS Propinsi Sumatera Selatan, pada triwulan I 2008 total jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 3.074.847 orang, tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian mencapai 1.936.313 orang atau sebesar 62,97 persen. Sub sektor tanaman bahan makanan terutama padi merupakan salah satu sub sektor yang banyak digeluti oleh masyarakat di sektor pertanian selain tentu saja sub sektor lain yang sedang naik daun yakni sub sektor tanaman perkebunan. Secara nasional sasaran kuantitatif pembangunan pertanian di antaranya adalah peningkatan produksi komoditas pertanian utama untuk tahun 2008 dan 2009 (lihat Tabel 1. Target Kenaikan Produksi Komoditas Pertanian 2008 - 2009).
Tabel 1 Target Kenaikan Produksi Komoditas Pertanian 2008 - 2009
No. Komoditas Target Kenaikan 2008 Kenaikan Tahun 2009 (%/tahun)
1 Padi 60 – 61 juta ton 5
2 Jagung 15,9 – 16,5 juta ton 4,23
3 Kedelai 0,85 – 0,90 juta ton 6,5
4 Tebu (gula) 2,74 juta ton 7,09
5 Daging (sapi) 372 ribu ton 3,01
Sumber : Ditjen PLA Departemen Pertanian
Di Propinsi Sumatera Selatan, pemerintah Sumsel yang mencanangkan Sumsel sebagai lumbung pangan juga meningkatkan target produksi sektor pertanian dalam hal ini padi. Berdasarkan informasi dari Dinas tanaman pangan dan hortikultura Propinsi Sumatera Selatan, pada tahun 2007 realisasi produksi beras Sumsel tercatat sebesar 1.739.924 ton beras dan pada tahun 2008 ditargetkan mencapai 1.972.460 ton beras atau meningkat 13,56 persen. Demikian pula informasi yang diperolah dari 10 Kabupaten/Kota di Sumsel, sebagian besar meningkatkan target produksi beras untuk tahun 2008 dengan peningkatan yang bervariasi berkisar antara 0,36 – 60 persen (tabel 1. Realisasi produksi beras 2007 dan target produksi 2008).
Tabel. 2 Realisasi Produksi Beras 2007 dan Target Produksi 2008
Propinsi Sumatera Selatan (Ton) No. Kabupaten/Kota 2007 2008 Kenaikan (%)
1 Ogan Komering Ulu Timur 415,509 430,316 3.56
2 Ogan Komering Ulu Selatan 49,093 76,372 55.57
3 Ogan Komering Ulu 26,425 30,432 15.16
4 Ogan Ilir 259,566 259,566 0.00
5 Pagar Alam 771,754 887,517 15.00
6 Banyuasin 358,484 409,500 14.23
7 Lahat 122,193 78,256 -35.96
8 Musi Banyuasin 128,744 131,686 2.29
9 Muara Enim 107,849 108,242 0.36
10 Lubuk Linggau 10,927 13,522 23.75
11 Sumsel 1,739,924 1,972,460 13.36 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi dan Kabupaten di Sumsel
Suplemen 1
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
13
Selama tahun 2007 realisasi produksi beras berdasarkan Kabupaten/Kota, dicapai oleh Kota Pagar Alam dengan realisasi sebesar 771.754 ton sementara yang terendah adalah Kota Lubuk Linggau sebesar 10.927 ton. Dalam rangka mencapai target produksi beras, salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah kondisi iklim dimana sektor pertanian secara umum dan produksi beras secara khusus sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Terkait dengan isu yang berkembang saat ini yakni tentang pengaruh perubahan iklim terutama karena terjadinya pemanasan global yang menyebabkan terjadinya pergeseran karakteristik periode musim hujan dan musim kemarau. Pergeseran karakteristik periode musim juga berpengaruh terhadap pergeseran musim tanam yang telah terjadi selama 5 tahun terakhir dimana awal musim tanam bergeser 1-2 minggu, bahkan di daerah di pantai utara pulau Jawa, musim tanam bergeser 1-2 bulan. Selain pergeseran musim tanam, dampak lain adalah terjadinya kekeringan di beberapa daerah sekaligus banjir di daerah lain pada waktu yang sama dengan intensitas dan luasan yang semakin meningkat. Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air (Ditjen PLA) Departemen Pertanian, bencana banjir dan kekeringan yang terjadi di Indonesia pada musim hujan periode Oktober 2007 hingga Februari 2008 seluas 22.270 hektar yang terkena banjir, 77.792 hektar mengalami puso (gagal panen) dan kerugian yang ditanggung sebanyak 501.194 ton gabah kering panen.
Tabel 3. Bencana Banjir dan Kekeringan
Banjir (hektar) Kekeringan (hektar)
Tahun Terkena Puso Kerugian *) Terkena Puso Kerugian *)
1998 143.344 33.152 275.952 180.701 32.557 310.929
2006 322.476 136.080 866.796 267.088 63.034 527.224
2007 196.261 72.362 485.709 295.552 17.348 365.944
MH 2007/2008 **) 22.720 77.792 501.194 - - - *) Gabah Kering Panen (dalam ton) **) Periode Oktober 2007 – Februari 2008 Sumber : Ditjern PLA Departemen Pertanian
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh DirJen Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian yang disampaikan pada acara ”Round Table Discussion & Exhibition Penyusunan Rencana Aksi Migitasi dan Antisipasi Dampak Pemanasan Global di Regional sumatera dan Kalimantan untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan” yang diselenggarakan di Palembang tanggal 14-15 Maret 2008, langkah yang perlu dilakukan oleh instansi terkait dalam rangka adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut dengan manajemen usaha tani terpadu yang terdiri dari : a. Manajemen Data dan Informasi
1. Mengefektifkan pemanfaatan informasi prakiraan iklim sebagai bahan analisis terjadinya perubahan iklim.
2. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan data pengamatan dari stasiun yg ada untuk mempelajari fenomena iklim & sumberdaya air wilayah dg akurasi, validasi dan kontinuitasnya.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
14
3. Meningkatkan pemanfaatan peta wilayah rawan kekeringan sbg informasi awal memantau kekeringan dalam iklim normal.
4. Mengembangkan sistem deteksi dini kekeringan (early detection system for draught) secara spasial dan temporal.
5. Pengembangan sistem data base tanah, air dan iklim di setiap tingkat daerah otonomi.
6. Sosialisasi Cetak Biru Pengelolaan Banjir dan Kekeringan.
b. Manajemen Teknologi Usaha Tani
1. Melakukan analisis dampak anomali iklim terhadap pergeseran musim. 2. Pengembangan kalender tanam untuk mengoptimalkan saat dan masa tanam. 3. Melakukan pengaturan dan penerapan pola tanam berdasarkan kondisi agroklimat
setempat. 4. Melakukan percepatan tanam dengan menerapkan teknologi tepat guna antara lain
dengan sistem usaha tani Tanpa Olah Tanah (TOT). 5. Introduksi teknologi budidaya hemat air dengan penerapan System Rice
Intensification (SRI) yang dapat mereduksi gas rumah kaca hingga 45 persen dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan mengintroduksi sistem irigasi berselang yang menurunkan emisi gas metan 80 persen.
6. Menginstruksi varietas padi genjah yang toleran dengan salinitas, kekeringan dan rendaman.
c. Manajemen Sarana dan Pra Sarana irigasi
1. Memperbaiki saluran irigasi untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan air irigasi dengan rehabilitasi/ perbaikan prasarana irigasi.
2. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya air alternatif baik air permukaan atau air tanah dg teknologi pompa.
3. Mobilisasi pompa dengan gerakan partisipatif bagi daerah yang masih tersedia sumber air.
4. Mengoptimalkan sistem gilir-giring dalam distribusi air irigasi. 5. Pengembangan Tata Air Mikro dengan memanfaatkan susutnya air rawa pada
musim kemarau.
d. Manajemen Konservasi 1. Meningkatkan daya dukung DAS dg mencegah kerusakan & memperbaiki
catchment area melalui upaya konservasi lahan. 2. Melakukan konservasi air dg pemanenan hujan dan aliran permukaan. 3. Mengembangkan Teknologi Dam Parit yang dibangun pd alur sungai untuk
menambah kapasitas tampung sungai, memperlambat laju aliran & meresapkan air ke dalam tanah (recharging).
4. Mengembangkan Sumur Resapan.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
15
e. Manajemen Kelembagaan 1. Memberdayakan kelompok tani dalam mengatur jadwal tanam dan menentukan
awal musim tanam. 2. Meningkatkan kemampuan petugas lapang sebagai pendamping petani melalui
pelatihan, sekolah lapangan dan bentuk transfer teknologi lainnya. Dengan target yang telah ditetapkan baik oleh pemerintah di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota untuk meningkatkan produksi beras tersebut dan tantangan yang dihadapi akibat perubahan iklim sebagai dampak dari pemanasan global, diperlukan sinergi dari semua pihak terkait untuk secara bersama berkomitmen dan bertindak mencapai target tersebut.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
16
Tabel 1.1 Target Pengembangan Areal Kelapa Sawit Sumsel (Hektar)
2006 2007 2008 2009 2010Perluasan lahan 5,000 25,000 30,000 30,000 27,000 117,000
Peremajaan tanaman - 2,140 4,500 5,000 1,788 13,428
Tahun Jumlah Kegiatan
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan
Seiring dengan membaiknya harga CPO di pasar dunia tersebut serta untuk
meningkatkan produktivitas tanaman sawit di Sumsel ditargetkan pengembangan areal
kelapa sawit yang meliputi perluasan dan peremajaan. Target perluasan lahan di Sumsel
pada tahun 2008 seluas 30.000 hektar dan peremajaan seluas 4.500 hektar ( lihat Tabel 1.
Target Pengembangan Areal Kelapa Sawit Sumsel).
Target perluasan lahan sawit pada tahun 2008 tidak mengalami perubahan
dibanding tahun 2007 namun target perluasan lahan pada tahun 2008 meningkat sebesar
11,11 persen.
Kenaikan harga karet alam dunia seiring dengan trend harga minyak dunia yang
sampai dengan Tw-I masih tetap menunjukkan peningkatan. Harga minyak dunia (WTI)
pada Tw-I tercatat sebesar USD 105,34 /barel, atau meningkat tajam sebesar 73,83 persen
dibanding harga pada triwulan I 2007 (y-o-y) dan meningkat 14,81 persen dibanding akhir
tahun 2007 yang tercatat sebesar USD 91,76/barel (q-t-q).
Grafik 1.3 Perkembangan Harga CPO
di Pasar Internasional
1148.52
566.43
768.51750.04
887.78
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2007 2008
USD
/ M
etrik
Ton
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.4 Perkembangan Harga Karet
di Pasar Internasional
270.63
241.52229.97
256.35
298.16
-
50
100
150
200
250
300
350
Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2007 2008
USD
Cen
t / M
etrik
Ton
Sumber: Bloomberg
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
17
Grafik 1.5. Perkembangan Harga Minyak Dunia WTI 2007-2008
Sumber: Bloomberg
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 9,84 persen disebabkan
oleh semakin kondusifnya tingkat suku bunga kredit perbankan dan kompetisi bank dalam
menjaring nasabah serta ekspansi dan inovasi produk yang ditawarkan oleh perbankan dan
layanan jasa lainnya.
0
20
40
60
80
100
120
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2007 2008
Grafik 1.6 Laju Pertumbuhan Tahunan Sektor
Pertanian Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 dengan Migas (persen)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
2007 2008
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.7 Laju Pertumbuhan Tahunan Sektor Jasa-jasa Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 dengan Migas (persen)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
2007 2008
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
18
Grafik 1.8
Laju Pertumbuhan Tahunan Sektor Bangunan Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000
Dengan Migas (persen)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
2007 2008
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Sektor bangunan pada Tw-I tumbuh sebesar 5,43 persen atau sedikit melambat
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,56 persen. Perlambatan pertumbuhan
tersebut terkait dengan siklus anggaran pemerintah dimana pada triwulan pertama belum banyak
realisasi belanja untuk pembangunan proyek-proyek yang didanai dari APBD maupun APBN.
Kendala yang dihadapi oleh sektor bangunan adalah peningkatan harga bahan
bangunan maupun biaya lain terkait dengan sektor bangunan. Hal tersebut dikonfirmasi dengan
informasi yang diperoleh dari Survei Harga Properti Residensial (SHPR) di Palembang yang
menunjukkan bahwa selain peningkatan harga bahan bangunan yang rata-rata di atas 10 persen,
juga terjadi kenaikan antara lain, harga BBM, upah pekerja, biaya perijinan, birokrasi serta
keterbatasan lahan dan akses listrik PLN yang masih sulit, menjadi kendala bagi pertumbuhan
sektor bangunan. Kondisi sedemikian menyulitkan pengembang untuk tidak menaikkan harga
rumah.
Sementara salah satu hal yang mendukung pertumbuhan sektor bangunan adalah
peraturan menteri perumahan rakyat yang mendukung pengadaan rumah untuk masyarakat
dengan penghasilan terbatas dengan skim kredit perumahan rakyat bersubsidi. Namun demikian
untuk tahun 2008 pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan harga Rumah Sehat
Sederhana dari 49 juta menjadi 55 juta.
Grafik 1.9 Laju Pertumbuhan Tahunan Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000
Dengan Migas (persen)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
2007 2008
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
19
Tabel 1.2 Kenaikan Biaya Input Sektor Properti
No Komponen Input Kenaikan Harga 1 Semen 30 s.d 50 persen 2 Besi Beton 50 s.d 75 persen 3 Kayu Balokan 10 s.d 20 persen 4 Batu 10 s.d 15 persen 5 Batu Bata/Batu Tela 10 s.d 15 persen 6 Daun Pintu 10 s.d 15 persen 7 Genteng 10 s.d 15 persen 8 Seng 10 s.d 15 persen 9 Tukang Bukan Mandor 20 s.d 30 persen
Sektor lain yang mengalami pertumbuhan cukup baik adalah sektor listrik, gas
dan air bersih, mampu tumbuh sebesar 7,22 persen atau sedikit menurun dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh 7,80 persen. Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama
dikarenakan perlambatan sesuai siklus pertumbuhan sub sektor gas kota dari yang sebesar
13,73 persen pada Tw-IV menjadi 10,83 persen pada Tw-I. Sementara itu, sub sektor listrik
dan air bersih masing-masing tumbuh 6,53 persen dan 9,89 persen. Berdasarkan informasi
dari PDAM Tirta Musi, pertumbuhan sektor air bersih terkendala oleh relatif tingginya angka
losses yang merupakan pendapatan yang hilang. Hanya sebesar 52,86 persen dari jumlah air
bersih yang dialirkan setiap bulannya yang dapat ditagih dan menjadi pendapatan PDAM,
selebihnya merupakan losses, baik karena masalah teknis seperti kebocoran pipa maupun
pencurian air atau sebab lain.
Sektor industri pengolahan pada Tw-I mengalami peningkatan pertumbuhan dibanding
periode sebelumnya yaitu dari 2,94 persen menjadi 4,9 persen. Pertumbuhan tersebut
disumbang oleh pertumbuhan sub sektor industri pengolahan non migas sebesar 6,65 persen,
sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,57 persen. Pertumbuhan
pada sektor industri non migas ditengarai oleh peningkatan harga jual produk industri non
migas, terkait dengan kendala kenaikan harga bahan baku. Sementara itu, sub sektor industri
migas mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar minus 1,35 persen yang sedikit tumbuh
dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar minus 2,88 persen yang masih
disebabkan oleh permasalahan kapasitas produksi yang terbatas, karena kurangnya input
bahan baku.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
20
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Secara Triwulanan (q-t-q)
Secara triwulanan (q-to-q), pertumbuhan ekonomi Sumsel pada Tw-I diperkirakan
mengalami kontraksi sebesar 1,07 persen dengan migas atau 0,39 persen tanpa migas.
Kontraksi ini dipengaruh oleh faktor musiman, cuaca dan realisasi anggaran pemerintah.
Sektor pertanian diperkirakan masih mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar minus 1
persen akibat penurunan produksi tanaman perkebunan dan perikanan karena faktor
cuaca. Sementara sub sektor tanaman bahan makanan diperkirakan tumbuh positif sebesar
60,12 persen, seiring dengan panen yang terjadi pada sentra-sentra produksi padi. Sektor
peternakan dan hasil-hasilnya juga diperkirakan tumbuh positif meskipun pertumbuhannya
relatif rendah. Kontraksi pertumbuhan yang terjadi tercermin dari hasil Survei Konsumen
yang menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen di Palembang yang menurun (lihat
Suplemen 2. OptimismeKeyakinan Konsumen Palembang Menurun).
Berdasarkan hasil SKDU terhadap sektor pertanian khususnya tanaman bahan
makanan yang dilaksanakan di Ogan Komering Ulu Timur, tepatnya di Belitang diperoleh
informasi bahwa produktivitas sub sektor tanaman bahan makanan pada Tw-I diperkirakan
meningkat pada kisaran 15-20 persen. Meskipun demikian, masih terdapat kendala yang
dihadapi oleh petani di berbagai wilayah yang membatasi pertumbuhan yakni curah hujan
yang tinggi yang mengakibatkan meluapnya sungai dan menggenangi lahan siap panen,
serangan hama tikus, kelangkaan pupuk terutama SP36 dan urea yang memaksa petani
membeli dengan harga yang lebih mahal.
Tabel 1.3 Kendala Produksi Di Sentra Beras Sumsel
Sentra Produksi Kendala Produksi Musi Rawas 1. Hama Tungro
2. Harga Pupuk Relatif Mahal (Urea) 3. Hama Tikus 4. Tindak Pencurian Ternak
Belitang 1. Hama Tikus 2. Jalan/Transportasi Rusak 3. Kelangkaan Pupuk SP36
Sumber : Hasil SKDU, diolah
Meningkatnya produksi padi masih belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat
Sumsel karena banyak yang dibeli oleh pedagang beras di luar Sumsel. Berdasarkan
informasi dari Bulog Divre Sumsel-Babel, penyerapan beras petani oleh Bulog yang dimulai
pada minggu ketiga Februari hingga akhir Tw-I baru terealisasi sebanyak 2.750 ton dari
target sebanyak 100 ribu ton. Dari 70 mitra kerja Bulog yang tersebar di Palembang,
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
21
OPTIMISME KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENURUN
I. Perkembangan Umum Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang selama triwulan I - 2008 secara umum menurun dibanding dengan triwulan - IV 2007. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada akhir triwulan I -2008 mencapai 112.06, sedangkan Indeks Keyakinan Ekonomi Saat ini (IKESI) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) masing-masing mencapai 109.56 dan 114.56.
Grafik 1
IKK, IKESI, IEK periode 2007-2008
-
20
40
60
80
100
120
140
Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
2007 2008
Inde
ks
IKK IKE IEK
Opt
imis
Pes
imis
Selama triwulan I - 2008, beberapa hal yang menjadi concern bagi
konsumen Palembang masing-masing; penghasilan, ketersediaan dan harga barang dan jasa (lihat grafik 2)
Grafik 2
Pembentuk Keyakinan Konsumen periode 2007-2008
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agus
t
Sep
Okt
Nov
Des Jan
Feb
Mar
2007 2008
Inde
ks
Penghasilan saat inidibandingkan 6 bln yang lalu
Ekspektasi penghasilan 6bulan yad
Ketersediaan lapangan kerjasaat ini
Ketersediaan lapangan kerja6 bulan yad
Ketepatan waktu pembelian(konsumsi) barang tahanlama
Kondisi ekonomi 6 bulanyad
Opt
imis
Pes
imis
Suplemen 2
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
22
II. Keyakinan Konsumen Bulan Januari 2008
IKK pada bulan Januari mencapai 106.89, sedangkan IKESI dan IEK masing-masing 101.67 dan 112.11. Indeks Penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu sebesar 125, indeks Ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang sebesar 143.5, indeks Ketersediaan lapangan kerja saat ini sebesar 80, indeks Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang sebesar 99.67, indeks Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama sebesar 100, dan indeks Kondisi ekonomi 6 bulan yang lalu yang akan datang sebesar 93.67.
2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi
Sebagian besar responden (sebesar 43 persen) berpendapat bahwa kondisi ekonomi saat ini lebih buruk dibandingkan dengan kondisi 6 bulan yang lalu, 39 persen mengatakan kondisi ekonomi saat ini sama dengan kondisi 6 bulan yang lalu, dan hanya 18 persen mengatakan kondisi ekonomi lebih baik (lihat tabel 1).
Tabel 1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Kondisi Ekonomi Saat Ini dibanding 6 bulan yang lalu
Pengeluaran per Bulan Lebih Baik Sama
Lebih Buruk
Jumlah Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 38 86 93 217
Rp3-5 juta 15 23 23 61
>Rp 5 juta 1 8 13 22
Jumlah Responden 54 117 129 300
2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja
Sebagian besar responden (sebesar 45 persen) mengatakan bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini lebih buruk daripada kondisi enam bulan yang lalu. Sementara itu, jumlah responden yang menyatakan ketersediaan lapangan pekerjaan sama seperti 6 bulan silam sebesar 31 persen, sedangkan yang berpendapat lebih baik sebesar 25 persen. Responden SEK pada bulan Januari sebagian besar (sebesar 72 persen) merupakan responden yang pengeluarannya berkisar Rp1 sd. 3 juta. Secara umum, untuk semua kelas berdasarkan pengeluaran per bulan, responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja saat ini lebih buruk (lihat tabel 2).
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
23
Tabel 2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Ketersediaan Lapangan Pekerjaan saat ini dibanding 6 bulan yang lalu
Pengeluaran per Bulan
Lebih Baik Sama
Lebih Buruk
Jumlah Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 54 65 98 217
Rp3-5 juta 17 22 22 61
>Rp 5 juta 3 5 14 22
Jumlah Responden 74 92 134 300
2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan
Sebagian besar responden (sebesar 53 persen) menyatakan bahwa penghasilan mereka cenderung tetap dibandingkan 6 bulan yang lalu. Sementara yang menyatakan naik sebesar 36 persen, sedangkan yang menyatakan lebih buruk sebesar 11 persen. Lebih banyaknya persentase responden yang menyatakan penghasilan lebih baik daripada 6 bulan yang lalu besar kemungkinan ditopang dengan adanya penyesuaian penghasilan antara lain melalui penyesuaian penghasilan dan kenaikan Upah Minimum Provinsi.
Tabel 3 Pendapat Responden terhadap Penghasilannya Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Penghasilan Saat ini dibanding 6 bulan yang lalu
Pengeluaran per Bulan Lebih Baik Sama Lebih Buruk Jumlah
Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 74 119 24 217
Rp3-5 juta 27 28 6 61
>Rp 5 juta 7 12 3 22
Jumlah Responden 108 159 33 300
2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang
Sebagian besar responden (sebesar 83 persen) menyatakan bahwa harga barang dan jasa pada tiga bulan mendatang akan mengalami kenaikan dan 16 persen responden mengatakan stabil, sedangkan hanya sebagian kecil berpendapat akan mengalami penurunan.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
24
Tabel 4 Pendapat Responden terhadap Perkiraan Harga Barang/Jasa 3 Bulan
Mendatang Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Prakiraan Harga Barang/Jasa Secara Umum pada 3 bulan yang akan datang
Pengeluaran per Bulan Naik Tetap Turun Jumlah
Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 174 41 2 217
Rp3-5 juta 56 4 1 61
>Rp 5 juta 20 2 0 22
Jumlah Responden 250 47 3 300
III. Keyakinan Konsumen Bulan Februari 2008 IKK pada bulan Februari mencapai 99.72, sedangkan IKESI dan IEK masing-masing 94.67 dan 104.78. Indeks Penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu sebesar 124.33, indeks Ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang sebesar 135.67, indeks Ketersediaan lapangan kerja saat ini sebesar 67, indeks Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang sebesar 86, indeks Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama sebesar 92.67, dan indeks Kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang sebesar 92.67.
3.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi
Sebagian besar responden (sebesar 56 persen) berpendapat bahwa kondisi ekonomi saat ini lebih buruk dibandingkan dengan kondisi 6 bulan yang lalu, 35 persen mengatakan kondisi ekonomi saat ini sama dengan kondisi 6 bulan yang lalu, dan hanya 30 persen mengatakan kondisi ekonomi lebih baik (lihat tabel 5).
Tabel 5 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Kondisi Ekonomi Saat Ini dibanding 6 bulan yang lalu Pengeluaran per Bulan
Lebih Baik Sama Lebih Buruk Jumlah Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 23 81 131 235
Rp3-5 juta 4 15 28 47
>Rp 5 juta 2 8 8 18
Jumlah Responden 29 104 167 300
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
25
3.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja
Sebagian besar responden (sebesar 52 persen) mengatakan bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini lebih buruk daripada kondisi enam bulan yang lalu. Sementara itu, jumlah responden yang menyatakan ketersediaan lapangan pekerjaan sama sebesar 29 persen, sedangkan lebih baik sebesar 19 persen. Responden SEK pada bulan Februari sebagian besar (sebesar 78 persen) merupakan responden yang pengeluarannya berkisar Rp1 sd. 3 juta. Secara umum, untuk semua kelas berdasarkan pengeluaran per bulan, responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja saat ini lebih buruk (lihat tabel 6).
Tabel 6 Pendapatan Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Ketersediaan Lapangan Pekerjaan saat ini dibanding
6 bulan yang lalu Pengeluaran per Bulan Lebih Baik Sama Lebih Buruk Jumlah
Responden Rp 1juta-Rp3 Juta 45 68 122 235
Rp3-5 juta 7 14 26 47
>Rp 5 juta 5 5 8 18
Jumlah Responden 57 87 156 300
3.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan
Lima puluh tujuh persen responden mengatakan penghasilan mereka cenderung tetap dibandingkan 6 bulan yang lalu, yang menyatakan naik 34 persen, dan yang menyatakan lebih buruk sebesar 9 persen (lihat tabel 7).
Tabel 7 Pendapat Responden terhadap Penghasilannya Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Penghasilan Saat ini dibanding 6 bulan yang lalu Pengeluaran per Bulan
Lebih Baik Sama Lebih Buruk Jumlah Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 81 133 21 235
Rp3-5 juta 14 27 6 47
>Rp 5 juta 6 11 1 18
Jumlah Responden 101 171 28 300
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
26
3.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang
Sebagian besar responden (sebesar 83 persen) menyatakan bahwa harga barang dan jasa pada tiga bulan mendatang akan mengalami kenaikan dan 15 persen responden mengatakan stabil, sedangkan hanya sebagian kecil berpendapat akan mengalami penurunan. Pada setiap kelompok responden berdasarkan jumlah pengeluaran per bulan, sebagian besar responden mengatakan harga akan naik, terlebih lagi pada responden pada kelompok pengeluaran Rp1 sd. 3 juta (lihat tabel 8).
Tabel 8 Pendapat Responden terhadap Perkiraan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Prakiraan Harga Barang/Jasa Secara Umum pada
3 bulan yang akan datang Pengeluaran per Bulan Naik Tetap Turun Jumlah
Responden Rp 1juta-Rp3 Juta 199 31 5 235 Rp3-5 juta 35 11 1 47 >Rp 5 juta 16 2 0 18 Jumlah Responden 250 44 6 300
IV. Keyakinan Konsumen Bulan Maret 2008 IKK pada bulan Maret mencapai 98,99, sedangkan IKESI dan IEK masing-masing 92,44 dan 105,33. Indeks Penghasilan saat ini dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu sebesar 121, indeks Ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang sebesar 135, indeks Ketersediaan lapangan kerja saat ini sebesar 64, indeks Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang sebesar 86.67, indeks Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama sebesar 92.33, dan indeks Kondisi ekonomi 6 bulan yang lalu yang akan datang sebesar 94.33. 4.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi
Sebagian besar responden (sebesar 55 persen) berpendapat bahwa kondisi ekonomi saat ini lebih buruk dibandingkan dengan kondisi 6 bulan yang lalu, 31 persen mengatakan kondisi ekonomi saat ini sama dengan kondisi 6 bulan yang lalu, dan hanya 16 persen mengatakan kondisi ekonomi lebih baik (lihat tabel 9).
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
27
Tabel 9 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Kondisi Ekonomi Saat Ini dibanding 6 bulan yang lalu Pengeluaran per Bulan
Lebih Baik Sama Lebih Buruk Jumlah Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 34 70 127 231
Rp3-5 juta 10 19 30 59
>Rp 5 juta 1 1 8 10
Jumlah Responden 45 90 165 300
4.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja
Sebagian besar responden (sebesar 53 persen) mengatakan bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini lebih buruk daripada kondisi enam bulan yang lalu. Sementara itu, jumlah responden yang menyatakan ketersediaan lapangan pekerjaan adalah sama seperti 6 bulan silam sebesar 31 persen, sedangkan yang berpendapat lebih baik sebesar 16 persen. Responden SEK pada bulan Maret sebagian besar (sebesar 77 persen) merupakan responden yang pengeluarannya berkisar Rp1 sd. 3 juta. Secara umum, untuk semua kelas berdasarkan pengeluaran per bulan, responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja saat ini lebih buruk (lihat tabel 10).
Tabel 10
Pendapatan Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Ketersediaan Lapangan Pekerjaan saat ini dibanding 6 bulan yang lalu Pengeluaran per Bulan
Lebih Baik Sama Lebih Buruk Jumlah Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 39 73 119 231
Rp3-5 juta 10 20 29 59
>Rp 5 juta 0 1 9 10
Jumlah Responden 49 94 157 300
4.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan
Sebagian besar responden (sebesar 50 persen responden) menyatakan bahwa penghasilan mereka cenderung tetap dibandingkan 6 bulan yang lalu. Sementara yang menyatakan naik sebesar 35 persen, sedangkan yang menyatakan lebih buruk sebesar 14 persen (lihat tabel 11).
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
28
Tabel 11 Pendapat Responden terhadap Penghasilannya Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Penghasilan Saat ini dibanding 6 bulan yang lalu Pengeluaran per Bulan
Lebih Baik Sama Lebih Buruk Jumlah Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 81 119 31 231
Rp3-5 juta 22 27 10 59
>Rp 5 juta 3 5 2 10
Jumlah Responden 106 151 43 300
4.4 Prakiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang
Sebagian besar responden (sebesar 78 persen) menyatakan bahwa harga barang dan jasa pada tiga bulan mendatang akan mengalami kenaikan, 20 persen responden mengatakan stabil, sedangkan yang berpendapat harga akan mengalami penurunan hanya sebesar 2 persen (lihat tabel 12).
Tabel 12
Pendapat Responden terhadap Perkiraan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden
Prakiraan Harga Barang/Jasa Secara Umum pada 3 bulan yang akan datang Pengeluaran per Bulan
Naik Tetap Turun Jumlah Responden
Rp 1juta-Rp3 Juta 184 43 4 231
Rp3-5 juta 43 15 1 59
>Rp 5 juta 8 2 0 10
Jumlah Responden 235 60 5 300
Tabel 13 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Palembang
Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des Jan Feb MarIKK 97.33 101.56 104.50 98.06 109.72 113.78 108.67 108.72 115.39 112.06 106.89 99.72 98.89IKESI 87.00 90.89 95.33 90.00 99.89 102.11 97.89 103.44 110.67 109.56 101.67 94.67 92.44
IEK 107.67 112.22 113.67 106.11 119.56 125.44 119.44 114.00 120.11 114.56 112.11 104.78 105.33
2007 2008
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
29
Banyuasin, Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir dan Ogan Komering Ulu sudah dilakukan
kontrak dengan 41 mitra dengan target pemenuhan 5.050 ton gabah dengan harga
pembelian sebesar Rp4.000 untuk beras/kg dan Rp2.600 untuk gabah/kg. Kendala yang
dihadapi oleh Bulog terkait dengan penyerapan beras petani adalah kadar air yang melebihi
14 persen dan tingkat broken melebihi 20 persen.
Terkait dengan program pemerintah untuk beras miskin (raskin), berdasarkan
informasi dari Bulog Divre Sumsel, pada tahun 2008 pagu alokasi raskin untuk
Kabupaten/Kota di Sumsel sebesar 6.827,67 ton/bulan atau meningkat 23,58 persen
dibanding pagu tahun 2007 yang tercatat sebanyak 5.524,92 ton/bulan.
Tabel 1.4 Pagu Raskin Daerah Kabupaten/Kota di Sumsel
1 Ogan Komering Ilir 707,540 897,670
2 Ogan Ilir 379,840 462,510
3 Musi Banyuasin 342,530 351,510
4 Banyuasin 685,750 911,720
5 Palembang 710,080 993,960
6 Lahat 542,510 365,080
7 Empat Lawang - 214,720
8 Pagar Alam 72,940 92,110
9 Muara Enim 480,820 541,650
10 Prabumulih 62,320 85,490
11 Ogan Komering Ulu 197,620 269,320
12 Ogan Komering Ulu Selatan 313,260 357,770
13 Ogan Komering Ulu Timur 443,480 616,040
14 Musi Rawas 488,540 541,020
15 Lubuk Linggau 97,690 127,100
Sumsel 5,524,920 6,827,670
Pagu 2007 (kg/bulan)
Kabupaten/KotaPagu 2008 (kg/bulan)
No.
Sumber: Bulog Divre Sumsel
Di sub sektor tanaman perkebunan yang pada Tw-I masih terkontraksi sebesar
22,59 persen, komoditas karet dan sawit yang masih tetap menjadi primadona komoditas
hasil perkebunan di Sumsel. Pada Tw-I, fase akhir dari musim gugur daun dan curah hujan
yang tinggi menyebabkan produksi karet menurun. Sementara itu, untuk sawit, kondisi
cuaca cukup mendukung produksi namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi
terutama oleh para pelaku usaha yang membatasi pertumbuhan yakni (i) perizinan untuk
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
30
perluasan lahan, (ii) belum cairnya kredit dalam rangka revitalisasi perkebunan, (iii)
pencurian hasil kebun, (iv) buruknya infrastruktur (jalan raya dan jembatan), (v) mahalnya
harga pupuk (NPK, Urea), (vi) tidak tersedianya bibit sawit bersertifikat dalam jumlah yang
banyak, dan (vii) peraturan pemerintah yang dirasakan kurang kondusif dalam hal law
enforcement bagi pabrik-pabrik CPO yang tidak memiliki kebun.
Grafik 1.10 Pertumbuhan Triwulanan (q-to-q)
Kinerja Sub Sektor Pertanian ADHK 2000 (persen)
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Sub sektor peternakan pada Tw-I tumbuh positif sebesar 1,97 persen, sementara
sub sektor kehutanan terkontraksi sebesar 12,36 persen, demikian pula dengan sektor
perikanan yang masih terkontraksi 8,51 persen disebabkan oleh belum kondusifnya cuaca
untuk kegiatan penangkapan ikan.
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan Sektoral
Tahun 2007 –2008 (persen )
2008
I II III IV I
1 Pertanian -1.60 16.27 16.03 -16.57 -1.00
2 Pertambangan & Penggalian -2.23 2.24 -0.36 1.78 -2.90
3 Industri Pengolahan -3.48 1.22 4.05 1.26 -1.64
4 LGA -0.01 1.80 3.97 1.91 -0.60
5 Bangunan -1.26 1.73 3.12 1.91 -1.38
6 PHR 0.20 5.73 7.42 -1.17 -0.49
7 Pengangkutan & Komunikasi -1.52 3.11 5.56 3.76 -0.25
8 Keuangan 4.15 2.51 1.84 1.12 4.01
9 Jasa-jasa 1.14 2.16 5.21 4.83 1.74
PDRB dengan Migas -1.40 5.13 5.88 -2.54 -1.07
PDRB Tanpa Migas -0.94 6.21 8.12 -3.93 -0.39
SektorNo.2007
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
*) Angka sangat sementara **) Angka sangat sangat sementara
60.12
1.97
-22.59
-8.51
-12.36
-40 -20 0 20 40 60 80
Tabama
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
31
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sektor industri pengolahan pada Tw-I
mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,64 persen yang disebabkan oleh kontraksi
pertumbuhan pada industri migas sebesar 2,06 persen dan industri non migas sebesar 1,53
persen. Kontraksi pertumbuhan pada industri migas disebabkan oleh penurunan produksi
minyak di Sumsel yang berpengaruh pada penurunan pasokan minyak mentah yang akan
diolah oleh kilang minyak. Berdasarkan informasi dari Kilang Musi dan PT. Pertamina E&P di
Prabumulih, lebih dari 60 persen minyak mentah yang diolah di Kilang Musi sebagian besar
berasal dari luar Sumsel. Sementara itu, juga terdapat kendala lain yakni pendangkalan alur
sungai Musi sepanjang 100 km yang menghalangi lalu lintas kapal pengangkut minyak
dengan kapasitas besar.
Kontraksi pertumbuhan yang terjadi pada sub sektor industri pengolahan
disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku industri secara umum terutama pada industri
makanan, serta kenaikan biaya bahan bakar yakni minyak tanah sebagai dampak yang
sebetulnya tidak diinginkan dari kebijakan konversi minyak tanah ke gas. Masih terdapat
pula kekahawatiran ketidakamanan kompor gas gratis yang dibagikan oleh pemerintah
menjadikan masyarakat masih memilih menggunakan kompor minyak tanah meskipun
telah memperoleh pembagian kompor gratis. Selain itu, kelangkaan minyak tanah yang
terjadi pada Tw-I akibat tidak cukupnya pasokan baik di depot maupun di tingkat pengecar
mengakibatkan kenaikan harga.
Grafik 1.11 Laju Pertumbuhan Triwulanan
Sektor Listrik, Gas, dan Air Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen)
-0.06
1.80
3.97
1.91
-0.60-1
0
1
2
3
4
5
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
2007 2008 Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Dikarenakan faktor siklikal,
pertumbuhan sektor listrik, gas & air
bersih pada Tw-I diperkirakan negatif.
Sub sektor listrik diperkirakan tumbuh
negatif sebesar minus 1,66 persen,
setelah pada triwulan sebelumnya
sempat tumbuh positif dengan
pertumbuhan tertinggi di sektor listrik
yakni sebesar 2,29 persen.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
32
Kontraksi pertumbuhan sub sektor listrik pada Tw-I disebabkan masih
terkendalanya peningkatan kapasitas daya listrik PLN di Sumsel dalam memenuhi
permintaan pelanggan dan calon pelanggan. Berdasarkan informasi dari PT. PLN Wilayah
S2JB, ketersediaan kapasitas listrik di Sumsel sebesar 596 MW, sementara beban puncak
kebutuhan listrik sebesar 381 MW, sehingga surplus listrik di Sumsel tertinggi mencapai
`85 MW dan terendah 112 MW. Surplus tersebut disalurkan ke Lampung, Bengkulu dan
Jambi dengan sistem interkoneksi, sehingga belum semua daerah di Sumsel teraliri listrik
khususnya remote area dimana perkebunan dan pabrik biasanya beroperasi. Kondisi
tersebut memaksa pelaku usaha mengeluarkan biaya tambahan untuk pembelian genset
dan solar sehingga biaya energi yang dikeluarkan lebih mahal dibanding menggunakan
listrik PLN.
Sektor bangunan, pada Tw-I diperkirakan tumbuh negatif sesuai dengan siklusnya
dimana pada triwulan I hampir belum ada realisasi belanja pemerintah untuk
pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Hal yang sama juga terjadi di sektor bangunan
swasta. Berdasarkan informasi dari Real Estate Indonesia (REI) Sumsel terungkap bahwa
estimasi pembangunan rumah pada Tw-I lebih rendah dibandingkan triwulan I 2007.
Realisasi pembangunan rumah pada triwulan I 2007 mencapai 3.000 unit sedangkan pada
Tw-I 2008 diprediksi hanya dapat tercapai sebanyak 2.000 unit. Kendala yang dihadapi
oleh sektor bangunan adalah kenaikan harga bahan bangunan seperti semen, besi beton,
kayu balokan, batu, batu bata/batu tela, daun pintu, genteng, seng, dan tukang bukan
mandor. Kenaikan harga bahan bangunan terutama harga semen yang terjadi sejak
triwulan IV 2007 hingga Tw-I tersebut menyulitkan para pengembang untuk
merealisasikan proyek-proyeknya. Kelangkaan semen diduga terjadi akibat tindak
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
Realisasi Pengadaan Semen Sumatera Selatan (dalam ton), 2007-2008
Realisasi 191,374 226,950 275,729 271,458 175,404
Tw I 2007 Tw II 2007 Tw III 2007 Tw IV 2007 Tw I 2008
Grafik 1.12 Realisasi Pengadaan Semen Sumatera Selatan (dalam ton) 2007-2008
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
33
penimbunan oleh oknum. Kendala lain adalah terbatasnya akses listrik dari PLN di Sumsel
dimana pengembang diharuskan untuk menyediakan perangkat sambungan listrik dan
kemudian harus dihibahkan kepada PLN.
Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial yang dilakukan oleh Bank
Indonesia Palembang, dikonfirmasi bahwa permintaan terhadap rumah selama Tw-I relatif
belum banyak mengalami perubahan dibanding triwulan sebelumnya. Meskipun demikian,
terdapat potensi permintaan yang tinggi untuk rumah tipe kecil sebagai dampak positif dari
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 03/PERMEN/M/2007 tentang KPR
Bersubsidi yang diperuntukkan bagi golongan masyarakat berpendapatan terbatas.
Sementara itu, untuk rumah tipe menengah dan besar belum banyak mengalami
peningkatan permintaan.
Grafik 1.13 Laju Pertumbuhan Triwulanan
Sektor PHR Propinsi Sumsel 2007-2008 ADHK 2000 Dengan Migas (persen)
0.20
5.73
7.42
-1.17-0.49
-2
0
2
4
6
8
10
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
2007 2008
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Kota Palembang terkait dengan Visit Musi 2008 yang launching-nya dilakukan pada awal
Januari 2008 dan juga perayaan Imlek. Occupancy rate hotel di Palembang dilaporkan
cukup tinggi yakni sekitar 80 persen, meskipun terdapat kendala terutama masih
lemahnya daya dukung sektor transportasi untuk kegiatan tourisme. Peningkatan
pertumbuhan sub sektor hotel tersebut juga diikuti oleh peningkatan kinerja sub sektor
Sektor perdagangan, hotel dan
restoran (PHR) pada Tw-I mencatat
kontraksi pertumbuhan triwulanan yaitu
sebesar minus 0,49 persen. Kontraksi
pertumbuhan tersebut terutama
dikarenakan oleh kontraksi pertumbuhan
sub sektor perdagangan besar dan eceran
sebesar minus 0,88 persen terkait dengan
kembali normalnya konsumsi masyarakat
pasca lebaran, Idul Adha, Natal dan tahun
baru. Sementara itu, sub sektor hotel dan
restoran masih tumbuh positif masing-
masing sebesar 3,34 persen dan 3,81
persen terkait dengan mulai meningkatnya
jumlah wisatawan di Sumsel terutama di
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
34
restoran dimana Sumsel khususnya Kota Palembang mempunyai potensi sebagai daerah
tujuan wisata kuliner.
Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh negatif sebesar minus 0,25 persen,
dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh positif 3,76 persen dengan alasan yang sama
dengan sektor PHR. Kontraksi pertumbuhan di sektor ini seiring dengan kontraksi pada sub
sektor pengangkutan sebagai dampak dari penurunan kegiatan pengangkutan pasca
perayaan hari raya keagamaan pada akhir tahun 2007 dan perayaan tahun baru, juga
kondisi cuaca yang kurang mendukung kegiatan pelayaran. Sebaliknya, sub sektor
komunikasi masih tumbuh positif diperkirakan sebesar 4,72 persen sebagai dampak dari
pertumbuhan penggunaan seluler.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, tumbuh sebesar 4,01 persen
atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,12 persen. Tingkat
suku bunga perbankan yang semakin rendah serta kompetisi antar bank dalam
menawarkan produk kondisif mendukung pertumbuhan sektor ini.
Sektor jasa-jasa, tumbuh sebesar 1,74 persen atau lebih rendah dibanding triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 4,83 persen. Masih rendahnya pertumbuhan ini tidak
lepas dari masih minimnya realisasi belanja pemerintah daerah serta kegiatan usaha swasta
yang belum banyak pada awal tahun.
Grafik 1.15 Laju Pertumbuhan Triwulanan
Sektor Jasa-jasa Propinsi Sumsel 2007-2008
ADHK 2000 Dengan Migas (persen)
1.14
2.16
5.21
4.83
1.74
0
1
2
3
4
5
6
Tw I T w II Tw III Tw IV Tw I
2007 2008
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.14 Laju Pertumbuhan Triwulanan
Sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Propinsi Sumsel 2007-2008
ADHK 2000 Dengan Migas (persen)
4 .15
2 .51
1.84
1.12
4.01
0
1
2
3
4
5
T w I T w II T w III T w IV T w I
2007 2008
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
35
1.3 Perkembangan PDRB dari Sisi Penggunaan
Pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumsel secara tahunan (y-o-y) pada Tw-I masih didominasi
oleh konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun swasta nirlaba dan konsumsi
pemerintah masing-masing sebesar 7,36 persen, 8,36 persen dan 9,31 persen. Tingginya
konsumsi pemerintah merupakan dampak dari kenaikan gaji PNS yang berkisar 20 persen yang
mulai berlaku bulan Januari 2008.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang sebesar 7,36 persen terdiri dari
pertumbuhan konsumsi makanan dan non makanan masing-masing sebesar 7,14 persen.
Konsumsi rumah tangga tersebut terkait dengan komponen makanan yang masih
mendominasi pengeluaran rumah tangga. Selama Tw-I Indeks Keyakinan Konsumen
menunjukkan penurunan dibanding triwulan sebelumnya meskipun masih dalam level
pesimis kecuali indeks ekspektasi konsumen yang masih berada pada level optimis
meskipun nilainya menurun dibanding triwulan sebelumnya.
Tabel 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Propinsi Sumsel
ADHK 2000 Menurut Penggunaan Tahun 2007 – 2008 (persen) 2008
I II III IV I
1 Konsumsi Rumah Tangga 7.35 7.99 7.74 6.92 7.36
2Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
4.63 4.40 5.58 7.77 8.36
3 Konsumsi Pemerintah 6.18 5.02 7.21 9.15 9.31
4 PMTDB 11.97 10.85 8.89 8.03 7.37
5 Perubahan Stok -56.11 -67.26 -74.50 35.76 62.96
6 Ekspor Barang & Jasa -7.27 -8.53 -8.68 10.60 13.82
7 Impor Barang & Jasa 15.34 14.86 6.55 8.88 9.67
Total 5.23 5.64 5.47 6.62 7.32
PenggunaanNo.2007
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Dari kegiatan perdagangan, ekspor tumbuh 13,82 persen meningkat dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh 10,60 persen. Sementara itu, impor mencatat
pertumbuhan tahunan sebesar 9,67 persen meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 8,88 persen sebagai konsekuensi meningkatnya konsumsi barang-barang impor
sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Secara triwulanan (q-t-q) semua komponen tumbuh negatif disebabkan oleh
penurunan permintaan agregat baik konsumsi maupun ekspor. Komponen impor yang
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
36
justru tumbuh positif sebesar 2,15 persen yang mencerminkan bahwa kebutuhan terhadap
komponen barang dan jasa yang dipenuhi dari luar Sumsel justru meningkat.
Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan Propinsi Sumsel
ADHK 2000 Menurut Penggunaan Tahun 2007 – 2008 (persen) 2008
I II III IV I
1 Konsumsi Rumah Tangga -1.01 2.52 2.61 2.67 -0.60
2 Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba -0.61 1.76 2.69 3.76 -0.06
3 Konsumsi Pemerintah -2.49 1.33 5.04 5.16 -2.34
4 PMTDB -2.09 2.94 3.85 3.21 -2.69
5 Perubahan Stok -17.52 -22.36 -44.71 388.38 -18.90
6 Ekspor Barang & Jasa -0.93 6.41 5.93 2.59 -1.57
7 Impor Barang & Jasa -1.49 2.56 2.57 2.06 2.15
Total -1.40 5.13 5.88 -2.54 -1.07
PenggunaanNo.2007
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Penurunan tingkat konsumsi baik rumah tangga, swasta nirlaba maupun pemerintah
tidak terlepas dari faktor siklikal yakni menurunnya tingkat permintaan terhadap barang dan
jasa yang mencapai puncaknya pada triwulan IV-2007. Sementara itu, kontraksi
pertumbuhan pada ekspor dan pertumbuhan positif pada impor menyebabkan ekspor netto
pada Tw-I tercatat sebesar minus 3,75 persen, atau menurun dibanding net ekspor pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 0,53 persen.
1.4. Struktur Ekonomi
Grafik 1.16
Struktur Ekonomi Sektoral Propinsi Sumsel 2007-2008 (persen)
0 15 30 45 60
I 2007
II 2007
III 2007
IV 2007
I 2008
Primer Sekunder Tersier
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Dilihat dari sisi sektoral, struktur
ekonomi Propinsi Sumsel pada triwulan I
2008 masih tetap didominasi oleh sektor
primer dengan pangsa sebesar 42,79 persen
atau sedikit menurun dibanding triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 43,05
persen. Sektor sekunder mempunyai pangsa
30,07 persen yang sedikit menurun
dibanding triwulan sebelumnya sebesar
30,12 persen. Sedangkan pangsa sektor
tersier mengalami peningkatan dibanding
triwulan sebelumnya yakni dari sebesar
26,83 persen menjadi 27,13 persen.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
37
Tabel 1.8 Struktur Ekonomi Sektoral Propinsi Sumsel
Tahun 2007 – 2008 (persen)
2008**
I II III IV I
1 Pertanian 17.59 18.93 20.30 16.58 16.50
2 Pertambangan & Penggalian 24.72 24.62 23.69 26.47 26.29
Sektor Primer 42.31 43.55 43.99 43.05 42.79
3 Industri 23.36 22.70 22.42 23.60 23.72
4 LGA 0.57 0.55 0.53 0.51 0.50
5 Bangunan 6.15 6.01 5.97 6.01 5.85
Sektor Sekunder 30.08 29.26 28.92 30.12 30.07
6 PHR 11.92 11.95 12.01 11.76 11.81
7 Pengangkutan 4.21 4.07 4.06 4.04 3.98
8 Keuangan 3.49 3.45 3.34 3.38 3.49
9 Jasa-jasa 7.99 7.72 7.69 7.65 7.85
Sektor Tersier 27.61 27.19 27.10 26.83 27.13Total 100 100 100 100 100
SektorNo. 2007*
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
*) Angka sangat sementara **) Angka sangat sangat sementara
Penurunan sektor primer terutama dikarenakan oleh penurunan kontribusi kedua
sektor ekonomi dalam sektor primer yakni sektor pertanian dari sebesar 16,58 persen
menjadi 16,50 persen dan sektor pertambangan dan penggalian dari 26,47 persen
menjadi 26,29 persen.
Penurunan pada sektor primer terkait dengan masih berlangsungnya fase akhir
musim gugur daun yang berpengaruh pada produksi karet serta cuaca yang kurang
kondusif untuk penangkapan ikan serta penurunan produksi minyak dan gas di Sumsel.
Sedangkan pada sektor sekunder, penurunan kontribusi disumbangkan oleh penurunan
konstribusi sektor bangunan yakni dari 6,01 persen menjadi 5,85 persen terkait dengan
belum banyaknya aktivitas pembangunan pada awal tahun terutama yang dibiayai oleh
anggaran pemerintah. Sektor listrik, gas dan air juga mengalami sedikit penurunan yakni dari
0,51 persen menjadi 0,50 persen terkait dengan telah mulai berjalannya konversi dari minyak
tanah ke gas. Sedangkan sektor industri pengolahan mengalami peningkatan kontribusi yakni
dari 23,60 persen menjadi 23,72 persen terkait dengan peningkatan aktivitas pengolahan
industri non migas.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
38
Konstribusi sektor tersier pada Tw-I meningkat disumbang oleh peningkatan semua
sektor ekonomi pada sektor tersier kecuali sedikit penurunan yang terjadi pada sektor
pengangkutan dan komunikasi yakni dari 4,04 persen menjadi 3,98 persen.
Dari sisi penggunaan, secara struktural, konsumsi masih memperlihatkan peran yang
sangat dominan pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Selatan pada Tw-I
2008. Kontribusi konsumsi pada Tw-I yang mencapai 66,09 persen yang sedikit meningkat
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 65,66 persen. Kontribusi konsumsi rumah
tangga tercatat sebesar 58,12 persen yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 57,72 persen terkait dengan peningkatan harga-harga barang konsumsi. Demikian
pula dengan konsumsi swasta nirlaba tercatat sebesar 1,09 persen dari sebesar 1,04 persen
pada triwulan sebelumnya, sedangkan konsumsi pemerintah kontribusinya sedikit menurun
yakni dari 6,90 persen menjadi 6,88 persen seiring dengan siklus realisasi anggaran
pemerintah sebagai stimulus fiskal.
Tabel 1.9
Persentase PDRB Propinsi Sumsel Menurut Penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2007 - 2008 (persen) 2008**
I II III IV I
I. 90.61 89.45 89.05 87.87 87.29
a. 68.40 66.84 66.53 65.66 66.09
1 Konsumsi Rumah Tangga 60.41 58.85 58.59 57.72 58.12
2 Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 1.13 1.08 1.04 1.04 1.09
3 Konsumsi Pemerintah 6.86 6.91 6.90 6.90 6.88
b. 22.21 22.61 22.52 22.21 21.20
II. 12.37 13.46 13.40 11.88 11.66
a. 40.95 40.96 40.79 40.74 40.91
b. 28.58 27.50 27.39 28.86 29.25
Ekspor Barang & Jasa
Impor Barang & Jasa
Komponen Konsumsi
Penggunaan
Komponen Eksternal
PMTDB
2007*
Komponen Internal
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
*) Angka sangat sementara **) Angka sangat sangat sementara
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) menunjukkan sedikit
penurunan dari 22,21 persen menjadi 21,2 persen yang menyiratkan kondisi ekonomi,
kondisi investasi dan prospek yang dipandang masih belum optimal. Kebijakan pemerintah
dan beberapa peraturan daerah yang kurang kondusif, serta kondisi infrastruktur yang
dipandang masih menjadi kendala bagi pengembangan usaha.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
39
Kontribusi ekspor netto yang pada Tw-I tercatat sebesar 11,66 persen yang
menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 11,88 persen. Penurunan kontribusi
sektor eksternal pada Tw-I disebabkan oleh pertumbuhan impor yang lebih besar dari
peningkatan ekspor. Kontribusi komponen ekspor sedikit meningkat dari sebesar 40,71
persen pada Tw-IV 2007 menjadi sebesar 40,91 persen pada Tw-I (meningkat 1,24 persen).
Sementara impor mengalami peningkatan sebesar 2,38 persen, dari sebesar 27,43 persen
menjadi 29,81 persen pada Tw-I 2008.
1.5. Perkembangan Ekspor Impor
Ekspor Sumsel pada Tw-I (data hingga Februari ) 2008 tercatat sebesar USD 493,3 juta atau
menurun 19,08 persen dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar
USD609,64 juta. Sementara dibanding triwulan sebelumnya, ekspor pada Tw-I menurun
sebesar 32,16 persen (qtq) dari sebesar USD727,18 juta. Berdasarkan komoditasnya, pada
Tw-I pangsa ekspor terbesar dicapai oleh karet sebesar 57,92 persen diikuti oleh CPO 30,16
persen.
Berdasarkan volume, ekspor pada Tw-I tercatat sebesar 476.041 ton atau menurun
sebesar 38,07 persen dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (y-o-y) yang
tercatat sebesar 768.702 ton dan menurun sebesar 44,65 persen dibanding triwulan
sebelumnya (q-t-q) yang sebesar 860.033 ton.
Grafik 1.17
Perkembangan Nilai Ekspor Propinsi Sumsel 2007 - 2008 (juta USD)
609 630 640727
493
0
500
1000
I 07
II 07
III 0
7
IV 0
7
I 08
Sumber : DSM Bank Indonesia
Korea terkait dengan kebutuhan untuk produksi ban mendorong stabilnya permintaan.
Peningkatan produktivitas melalui peremajaan karet yang telah tua dan proses pengolahan
Harga komoditas karet dan sawit
di pasar dunia yang masih tetap tinggi,
diharapkan menjadi pendukung
tingginya kinerja komoditas primadona
Sumsel tersebut. Harga minyak dunia
yang masih tetap bertengger di atas USD
100/barel masih tetap menjadi
pendukung tingginya permintaan
terhadap karet alam. Permintaan dari
negara industri seperti Cina, Jepang dan
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
40
sesuai dengan standar mutu internasional merupakan sebuah keharusan agar tetap mampu
berkompetisi di pasar internasional.
Pada Tw-I nilai ekspor CPO tercatat sebesar UDS148,78 juta atau meningkat 161,23
persen dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (y-o-y) atau meningkat 0,52
persen dibanding triwulan sebelumnya (q-t-q). Peningkatan nilai ekspor CPO tersebut tidak
terlepas dari tingginya harga CPO dunia serta permintaan terhadap CPO. Sementara dilihat
dari volumenya, pada Tw-I tercatat sebanyak 131.380,77 ton, yang meningkat 59,76
persen dibanding Tw-I 2007 (y-o-y) namun menurun 8,18 persen dibanding Tw-IV 2007
(q-t-q).
Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Ekspor CPO Propinsi Sumsel Tahun 2006-2007
(juta USD)
56.95
101.58
56.56
148.02 148.78
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Tw I
07
Tw II
07
Tw II
I 07
Tw IV
07
Tw I
08
Sumber : DSM Bank Indonesia
Jika dilihat berdasarkan negara tujuan ekspor, RRC merupakan negara tujuan utama
ekspor Sumatera Selatan pada Tw-I dengan pangsa terbesar 33,56 persen diikuti oleh
Amerika Serikat sebesar 16,08 persen dan Jepang 6,69 persen. Berdasarkan negara
pembeli, Singapura menduduki peringkat pertama dengan pangsa 79,76 persen sedangkan
RRC pangsa sebesar 4,36 persen dan Malaysia 2,73 persen. Dominasi Singapura sebagai
negara pembeli tersebut terkait dengan banyaknya ekspor dari Sumsel yang melalui broker
di Singapura. Berdasarkan cara pembayaran ekspor, sebesar 5,09 persen dengan
pembayaran dimuka, 4,08 persen menggunakan Sight L/C, 1,46 persen dengan wesel
inkaso, 11,42 persen dengan perhitungan kemudian, 0,25 persen dengan usance L/C dan
77,7 persen dengan cara pembayaran lain seperti TT karena biasanya antara eksportir dan
pembeli sudah mempunyai hubungan baik.
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
41
Perkembangan Impor
Realisasi impor pada Tw-I tercatat sebesar USD 27,87 juta atau menurun 28,99 persen
dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya(y-o-y) yang sebesar USD39,25 juta,
namun meningkat 8,3 persen dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar USD25,61 juta
(q-to-q). Peningkatan nilai impor secara triwulanan ini terkait dengan peningkatan
penggunaan komponen impor terutama mesin, perlengkapan transportasi dan produk
industri.
Berdasarkan negara pemasok, pangsa terbesar impor Sumsel berasal dari negara
Malaysia yakni sebesar 25,96 persen, diikuti oleh Hongkong 9,79 persen dan Thailand 9,58
persen.
Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Impor
Propinsi Sumsel 2007-2008 (juta USD)
38.0028.00
72.00
25.61 27.87
01020304050607080
Tw I
07
Tw II
07
Tw II
I 07
Tw IV
07
Tw I
08
Sumber : DSM Bank Indonesia
Grafik 1.20
Net Ekspor Propinsi Sumsel 2007-2008 (juta USD)
568702
465
570602
0
1000
Tw I 20
07
Tw II
2007
Tw III
200
7
Tw IV
07
Tw I 08
Sumber : DSM Bank Indonesia
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
42
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
43
2.1. Inflasi Tahunan (y-o-y)
Inflasi kota Palembang Triwulan I 2008 (Tw-I) mencapai 10,87 persen (yoy) dan secara
triwulanan mencapai 3,11 persen (qtq). Tekanan inflasi triwulan ini lebih besar
dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebesar 8,21 persen, namun secara triwulanan, laju
inflasi Tw-I lebih rendah dibanding inflasi triwulan IV 2007 yang mencapai 3,28 persen
(qtq).
Berdasarkan kelompok, pada Tw-I inflasi tahunan tertinggi dicapai oleh kelompok
bahan makanan yakni sebesar 18,19 persen diikuti oleh kelompok makanan jadi 15,18
persen dan sandang 12,84 persen. Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mencatat
laju inflasi 8,95 persen, kelompok perumahan 7,74 persen, kelompok kesehatan 3,5 persen
dan kelompok transportasi 1,59 persen.
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan (y-o-y)
Palembang 2007-2008 (persen)
0
2
4
6
8
10
12
Jan Mar Mei Jul Sept Nov Jan Mar
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG2
Seperti pada triwulan
sebelumnya, kelompok bahan makanan
tercatat memiliki bobot yang terbesar
dalam pembentukan inflasi Palembang.
Pada Tw-I bobot kelompok bahan
makanan mencapai 28,51 persen, yang
meningkat dibanding bobot pada
triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar sebesar 27,97 persen.
Berdasarkan sub kelompok pada bahan
makanan, pada Tw-I padi-padian, umbi-
umbian dan hasilnya mencatat bobot
7,16 persen, diikuti oleh ikan segar 4,27
persen dan bumbu-bumbuan 2,92
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
44
Pada Tw-I kelompok bahan makanan mencatat inflasi tahunan sebesar 18,19 persen
(yoy) yang meningkat cukup tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 13,16
persen. Tingginya angka inflasi tersebut disumbangkan oleh sub kelompok kacang-
kacangan yang mencatat laju inflasi sebesar 104,49 persen, yang disumbangkan terutama
oleh kenaikan harga pada tempe dan tahu masing-masing 128,13 persen dan 110,72
persen (yoy) yang tidak terlepas dari tingginya harga kedelai.
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Tahunan (y-o-y)
Kelompok Bahan Makanan Palembang 2007-2008 (persen)
02468
101214161820
Jan Mar Mei Jul Sept Nov Jan Mar
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Sub kelompok bumbu-bumbuan mencatat laju inflasi ketiga terbesar pada
kelompok bahan makanan yakni sebesar 31,02 persen. Terbatasnya pasokan bawang
merah disebabkan oleh kondisi cuaca dan gagal panen di sentra produksi bawang merah di
Jawa, menyebabkan kenaikan harga bawang merah sebesar 100,45 persen. Hal serupa
terjadi pada cabe merah maupun cabe rawit, yang sebelumnya pada Desember 2007
tercatat deflasi 26,42 persen dan 10,84 persen, namun pada Tw-I 2008 tercatat mengalami
inflasi masing-masing sebesar 37,96 persen dan 34,19 persen disebabkan oleh tingginya
curah hujan yang berimbas pada penurunan produksi cabe.
Sub kelompok telur, susu dan hasil-hasilnya mencatat laju inflasi 29,27 persen, yang
meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 19,81 persen. Kenaikan harga
yang terjadi pada telur ayam ras, telur puyuh, telur itik, dan susu baik susu bubuk, susu
kental manis, susu untuk balita maupun susu untuk bayi menyumbang terjadinya inflasi
pada sub kelompok tersebut.
Sub kelompok lemak dan
minyak kembali mencatat kenaikan
inflasi yaitu mencapai 59,54 persen,
setelah pada akhir tahun 2007
sempat menurun yakni sebesar 49,19
persen (yoy). Kembali meningkatnya
harga minyak goreng sebagai
dampak dari kenaikan harga CPO di
dunia, menjadi pemicu kenaikan
inflasi pada sub kelompok tersebut,
demikian pula kelancaran distribusi
nya.
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
45
Pada sub kelompok sayur-sayuran juga mengalami inflasi. Inflasi sayur-sayuran
sebesar 16,96 persen, sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar
15,71 persen. Masih tingginya curah hujan menyebabkan produksi sayuran terganggu yang
berakibat pada kenaikan harga.
Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan (y-o-y)
Kelompok Makanan Jadi Palembang 2007-2008 (persen)
10.18
8.488.14
11.8512.8
14.4113.3712.84
12.24
15.8
11.9710.13
13.59
10.9311.74
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Jan Mar Mei Jul Sept Nov Jan Mar
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
telah menyumbang tingginya inflasi pada sub kelompok tembakau dan minuman
beralkohol.
Sub kelompok makanan jadi mencatat laju inflasi sebesar 19,15 persen. Komoditas
yang mencatat laju inflasi pada sub kelompok makanan jadi adalah roti manis, donat,
pempek, martabak, mie, roti tawar sebagai imbas dari kenaikan tajam harga bahan
pokoknya yaitu tepung terigu yang tercatat sebesar 66,29 persen.
Kelompok sandang pada Tw-I mencatat laju inflasi tahunan 12,84 persen yang
terutama disumbang oleh sub kelompok barang pribadi dan sandang lainnya yang
mencatat inflasi 39,46 persen. Sementara sub kelompok sandang anak-anak, sandang laki-
laki dan sandang wanita meskipun mencatat kenaikan harga namun tidak terlalu tinggi dan
masih pada level single digit, yakni masing-masing sebesar 8,89 persen, 6,38 persen dan
4,52 persen.
Berdasarkan kelompok barang, pada
triwulan I 2008, setelah kelompok
bahan makanan, kelompok makanan
jadi juga mencatat inflasi yang tertinggi
kedua yakni sebesar 15,80 persen.
Angka tersebut lebih tinggi dibanding
inflasi triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 10,93 persen.
Berdasarkan sub kelompok pada
kelompok bahan makanan, sub
kelompok tembakau dan minuman
beralkohol mencatat inflasi 21,25
persen. Kenaikan harga rokok baik
rokok kretek, rokok kretek filter
maupun rokok putih yang cukup tinggi
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
46
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada Tw-I mencatat laju
inflasi tahunan sebesar 7,74 persen yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 6,27 persen. Sub kelompok yang mencatat laju inflasi tertinggi pada kelompok
perumahan adalah biaya tempat tinggal yakni sebesar 12,25 persen yang meningkat
dibanding triwulan sebelumnya 11,25 persen. Kenaikan harga yang terjadi pada mayoritas
bahan bangunan menjadi pemicu inflasi pada sub kelompok tersebut seperti besi beton
yang harganya meningkat 71,85 persen, semen 44,17 persen, tukang bukan mandor 28,48
persen, kayu balokan 16,97 persen, batu 14,45 persen, batu bata/batu tela 12,73 persen,
daun pintu 12,12 persen, genteng 11,26 persen dan seng 10,85 persen.
Sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga mencatat inflasi sebesar 8,22 persen
yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya 4,66 persen. Peningkatan tersebut
terutama disumbang oleh kenaikan tarif jasa pembuangan sampah sebesar 31,25 persen,
kenaikan harga sabun cuci batangan 18,99 persen, pengharum cucian 16,55 persen serta
pembasmi nyamuk bakar 14,58 persen. Sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air
mencatat inflasi tahunan 4,51 persen yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya 2,52
persen. Kenaikan harga lilin sebesar 17,85 persen dan minyak tanah 11,67 persen sebagai
dampak dari implementasi konversi energi dari minyak tanah ke gas yang menyebabkan
kelangkaan minyak tanah, menjadi pemicu utama inflasi pada sub kelompok ini. Sementara
sub kelompok perlengkapan rumah tangga mencatat inflasi yang cukup rendah yakni 1,89
persen, tidak jauh berbeda dari triwulan sebelumnya yang sebesar 1,23 persen. Komoditas
yang mencatat kenaikan harga cukup tinggi adalah kompor minyak tanah yakni sebesar
11,64 persen dan sprei 8,93 persen.
Kelompok kesehatan pada Tw-I mencatat laju inflasi sebesar 3,5 persen yang sedikit
meningkat dibanding triwulan sebelumnya 3,81 persen. Sub kelompok yang menyumbang
inflasi terutama obat-obatan yang mencatat laju inflasi tahunan 7,29 persen, diikuti oleh
perawatan jasmani dan kosmetika 6,34 persen, jasa perawatan jasmani 2,03 persen dan
jasa kesehatan 1,48 persen. Dari sub kelompok obat-obatan, disumbang terutama oleh
kenaikan harga obat flu sebesar 25,01 persen, jamu 25 persen dan vitamin 15,16 persen.
Inflasi pada sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika disumbangkan oleh sabun
mandi 17,9 persen, lipstik 7,85 persen, minyak rambut 6,72 persen, pasta gigi 6,48 persen
dan hand body lotion 5,68 persen.
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
47
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan
Triwulan I 2008 No. Komoditas Bobot 1 Angkutan dalam kota 5,71 2 Beras 5,52 3 Minyak tanah 3,17 4 Tarif listrik 2,91 5 Bensin 2,87 6 Rokok kretek filter 2,51 7 Minyak goreng 2,50 8 Kontrak rumah 2,32 9 Sewa rumah 2,18 10 Daging ayam ras 1,91
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Kelompok pendidikan pada Tw-I mencatat inflasi tahunan 8,95 persen, yang
meningkat dibanding inflasi tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,71 persen. Sub
kelompok jasa pendidikan mengalami kenaikan harga tertinggi yaitu sebesar 19,76 persen,
sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 19,75 persen.
Inflasi pada sub kelompok tersebut berasal dari kenaikan biaya pendidikan menjelang
pergantian tahun ajaran sekolah, baik biaya pendidikan SD, SLTP, maupun SLTA yang
masing-masing sebesar 37,26 persen, 36,65 persen dan 52,34 persen. Sementara itu,
perlengkapan/peralatan pendidikan dan rekreasi mencatat inflasi masing-masing sebesar
0,94 persen dan 1,49 persen terkait kenaikan harga buku soal latihan, majalah berkala dan
tabloid.
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
48
Grafik 2.4
Event Analysis Inflasi Kota Palembang 2007-2008
0.19
0.64
-0.20
-0.65
0.74 0.76
1.10 1.111.01
1.41
0.24
1.61
0.91
0.35
1.83
-1
-1
0
1
1
2
2
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec Jan Feb Mar
0
2
4
6
8
10
12
mtm yoy
% m-t-m % y-o-y
Deflasi hargabahanmakanan
Kenaikanhargabahanmakanan, susu, dantahunajaran baru
Kenaikanhargabahanmakanan, puasa
Kenaikan hargabahanmakanansecara umum
Kenaikanhargarokok dankacang-kacangan
Kenaikanhargaminyakgoreng
Kenaikanbiayatempattinggal, tukangbukanmandordan semen
Kenaikanhargabahanmakanan(tempe, tahu)
Keterangan: Data dan Informasi diolah dari BPS Propinsi Sumatera Selatan
Kelompok transportasi mencatat inflasi sebesar 1,59 persen, yang sedikit menurun
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 1,62 persen. Penurunan laju inflasi tersebut
disumbangkan oleh penurunan harga yang terjadi pada sub kelompok transportasi yakni
dari 1,26 persen menjadi 1,17 persen. Meskipun terdapat peningkatan harga pada sub
kelompok sarana dan penunjang transportasi dari 12,54 persen menjadi 13,36 persen yang
disumbang oleh peningkatan harga accu, kenaikan tarif cuci mobil, kenaikan tarif parkir
dan kenaikan harga ban dan serta ban luar mobil.
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
49
Grafik 2.5 Inflasi Tahunan (y-o-y)
Kelompok Barang dan Jasa Palembang Triwulan I 2008 (persen)
10.87
18.19
15.8
7.74
12.84
3.5
8.95
1.59
02468
101214161820
UMUM
BAHANMAKANANMAKANAN JADI
PERUMAHAN
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN
TRANSPORTASI
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Tingginya laju inflasi bahan makanan tersebut juga dipengaruhi oleh tingginya
harga komoditas bahan makanan di pasar dunia seperti beras, kedelai dan terigu serta
kenaikan harga emas pada kelompok sandang (grafik 2.6. Perkembangan harga beras
dunia, grafik 2.7. Perkembangan harga kedelai dunia, grafik 2.8. Perkembangan harga
terigu dunia dan grafik 2.9. Perkembangan harga emas dunia)
Grafik 2.6. Perkembangan Harga Beras Dunia
Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg
309.73 313.07 318.67356.98
439.98
-50
100150200250300350400450500
Mar
Apr
May Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec Jan
Feb
Mar
2007 2008
US$
/MT
7.20 7.848.95
11.1812.89
-2
468
1012
1416
Mar
Apr
May Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec Jan
Feb
Mar
2007 2008
US$
/Bus
hel
Grafik 2.7. Perkembangan Harga Kedelai Dunia
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
50
Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg
2.2. Pemantauan Harga oleh Bank Indonesia Palembang
Grafik 2.10 Perkembangan Harga Minyak Goreng
Palembang Januari 2007 – Maret 2008 (Rupiah/kg)
Meningkatnya kembali harga minyak goreng tersebut terkait dengan kenaikan
harga CPO di pasar internasional. Berdasarkan data dari Bloomberg, pada bulan Maret
2008 harga CPO mencapai USD1148.52/metrik ton atau meningkat 29,37 persen
dibanding bulan Desember 2007 yang tercatat sebesar USD887.78/metrik ton.
Berdasarkan hasil Survei Pemantauan
Harga (SPH) yang dilakukan oleh
Bank Indonesia Palembang secara
mingguan di beberapa pasar di
Palembang terdapat tendensi
kenaikan harga. Harga minyak
goreng mulai bulan Februari 2008
telah menunjukkan penurunan,
tetapi pada bulan Maret kembali
meningkat dan mencapai kisaran
Rp12.000/kg (grafik 2.10).
I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV
J a n Fe b M ar Ap r M ei Jun Ju l A g s S e p O kt N ov De s Jan F eb M ar
4.545.27
7.589.01
10.87
-
2
4
6
8
10
12
Mar
Apr
May Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec Jan
Feb
Mar
2007 2008
US$
/Bus
hel
Grafik 2.8. Perkembangan Harga Terigu Dunia
654.46 655.43 713.61807.11
960.89
-
200
400
600
800
1,000
1,200
Mar
Apr
May Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec Jan
Feb
Mar
2007 2008
US$
/OZ
Grafik 2.9. Perkembangan Harga EmasDunia
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
51
Grafik 2.11 Perkembangan Harga Beras Mingguan di Kota Palembang
Januari 2007 – Maret 2008 (Rupiah/kg)
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
I II III IV V I II III IVI II III IVI II III IVI II III IV V I II III IVI II III IVI II III IV V I II III IVI II III IV V I II III IVI II III IVI II III IV V I II III IVI II III IV
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
IR 64 I IR 64 II Rojolele Cianjur Kepala Secara umum, pergerakan harga beras di Palembang secara rata-rata menunjukkan
tren sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya. Hal tersebut terkait dengan panen
yang terjadi pada beberapa sentra beras pada Tw-I, meskipun selama Tw-I sendiri terjadi
pergerakan harga beras dimana pada akhir Maret harga beras IR 64 II sedikit meningkat
dibanding akhir Februari (grafik 2.11). Secara rata-rata harga beras pada bulan Maret 2008
menurun sebesar 8,26 persen dibanding bulan Desember 2007. Berdasarkan jenis beras,
beras IR 64 I harganya meningkat sebesar 3,68 persen dibandingkan rata-rata harga pada
bulan Desember 2007. Sementara itu, harga beras IR 64 II menurun 5,73 persen, beras
rojolele menurun 2,32 persen dan beras cianjur kepala harganya menurun 24,94 persen.
Harga komoditas lain, yakni harga daging sapi, minyak goreng dan emas cenderung
memperilhatkan tendensi peningkatan.
Grafik 2.12 Pergerakan Harga Beras di Pasar Cinde dan Lemabang (Rupiah/Kg)
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agu
stSe
ptO
ktN
ovD
es Jan
Feb
Mar
2007 2008
Pasar Cinde
6,400
6,500
6,600
6,700
6,800
6,900
7,000
7,100
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agu
stSe
ptO
ktN
ovD
es Jan
Feb
Mar
2007 2008
Pasar Lemabang
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
52
Grafik 2.13 Pergerakan Harga Minyak Goreng di Pasar Cinde dan Lemabang (Rupiah/Kg)
Grafik 2.14 Pergerakan Harga Daging Sapi di Pasar Cinde dan Lemabang (Rupiah/kg)
Grafik 2.15 Pergerakan Harga Emas di Pasar Cinde dan Lemabang (Rupiah/gram)
4 3 , 0 0 04 4 , 0 0 04 5 , 0 0 04 6 , 0 0 04 7 , 0 0 04 8 , 0 0 04 9 , 0 0 05 0 , 0 0 05 1 , 0 0 05 2 , 0 0 0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
stS
ept
Okt
Nov
Des Ja
nFe
bM
ar
2 0 0 7 2 0 0 8
P a s a r C in d e
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
stS
ept
Okt
Nov
Des Ja
nFe
bM
ar
2007 2008
Pasar Lemabang
-20,00040,00060,00080,000
100,000120,000140,000160,000180,000200,000
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agu
stSe
ptO
ktN
ovD
es Jan
Feb
Mar
2007 2008
Pasar Cinde
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agu
stSe
ptO
ktN
ovD
es Jan
Feb
Mar
2007 2008
Pasar Lemabang
00
00
00
00
00
00
00
00
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agu
st
Sept
Okt
Nov
Des Jan
Feb
Mar
2007 2008
Pasar Lemabang
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agu
st
Sept
Okt
Nov
Des Jan
Feb
Mar
2007 2008
Pasa r C inde
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
53
2.3. Inflasi Triwulanan (q-to-q)
Secara triwulanan, inflasi Tw-I mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada Tw-I 2008 angka inflasi triwulanan tercatat sebesar 3,11 persen, sementara pada
triwulan sebelumnya sebesar 3,28 persen, dan sedikit lebih rendah dibanding angka inflasi
nasional Tw-I yang tercatat sebesar 3,41 persen.
Namun demikian, berdasarkan series data angka inflasi Palembang yang masih
berada di atas angka inflasi nasional merupakan hal yang perlu untuk diwaspadai dan dikaji
faktor-faktor penyebabnya (lihat Suplemen 3. Tim Pengendalian Inflasi Daerah : Langkah
Lokal untuk Perangi Inflasi). Dan selanjutnya untuk dilakukan upaya-upaya dalam rangka
mengendalikan angka inflasi tersebut.
Grafik 2.16 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-to-q)
Palembang 2007-2008 (persen)
0.63
3.283.233.11
0.85
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
54
TIM PENGENDALIAN INFLASI LANGKAH LOKAL UNTUK PERANGI INFLASI
Tujuan Bank Indonesia sebagai diamanatkan oleh undang-undang yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut BI mempunyai tugas utama yakni menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut, BI berwenang menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Tingkat inflasi mencerminkan kenaikan harga barang-barang secara umum. Inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor yang secara garis besarnya dibagi menjadi dua yakni tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter hanya mampu untuk mempengaruhi inflasi dari sisi permintaan, yang lazim disebut dengan inflasi inti (core inflation) atau underlying inflation, yang bersifat permanen dan persisten. Tingka inflasi inilah yang menjadi acuan Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan moneter. Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia menggunakan inflasi inti sebagai sasaran operasional dikarenakan inflasi inti dapat memberikan signal yang tepat dalam memformulasikan kebijakan moneter. Melalui inflasi inti, Bank Indonesia akan mengetahui kecenderungan inflasi yang bersifat jangka menengah dan jangka panjang. Kemudian melalui inflasi IHK, akan diperolah informasi mengenai inflasi jangka pendek yang belum tentu direspons dengan kebijakan suku bunga.
Inflasi non inti (non core inflation) secara definisi dapat diartikan inflasi oleh gangguan dari penawaran dan berada di luar kendali otoritas moneter bersifat sesaat atau sering disebut noises inflation. Terhadap inflasi non inti tersebut, kebijakan moneter oleh Bank Indonesia tidak akan berdampak apa-apa, karena yang diperlukan adalah kebijakan lain yakni kebijakan fiskal dan sektor riil. Sehingga koordinasi antar lembaga sangat penting dalam menangani inflasi non inti. Sebagai contoh, respon kebijakan terhadap kenaikan inflasi yang disebabkan oleh tindak kriminal penimbunan oleh oknum tertentu jelas berbeda dengan kasus inflasi yang disebabkan oleh depresiasi nilai rupiah. Kenaikan inflasi karena tindak kriminal spekulasi harus ditindaklanjuti dengan upaya pemberantasan spekulan atau meninjau kembali kebijakan tata niaga beras. Contoh lain, kenaikan inflasi karena naiknya harga karena pasokan terganggu akibat serangan hama wereng atau tikus, jelas harus direspon dengan upaya dinas-dinas terkait untuk menemukan cara efektif untuk memberantas hama.
Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Inflasi daerah yang mempunyai kontribusi yang relatif besar yakni sebesar 73 persen dari inflasi. Sumber tekanan inflasi di daerah sangat tergantung dan dipengaruhi oleh karakteristik daerah masing-masing. Dengan mempertimbangkan besarnya kontribusinya serta dalam rangka mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional, pengendalian inflasi di daerah merupakan sebuah keharusan dan bukan hanya menjadi tanggung jawab Bank Indonesia melainkan juga kebutuhan dari Pemerintah Daerah dan institusi terkait di daerah, khususnya inflasi yang disebabkan oleh gangguan penawaran.
Suplemen 3
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
55
Secara umum penyebab inflasi di setiap kota relatif identik yakni (1) tekanan nilai tukar, (2) tingginya ekspektasi dan (3) adanya kenaikan administered price. Namun ada pula faktor-faktor lain yang membentuk perilaku pembentukan harga di suatu daerah, antara lain, adalah faktor shocks pasokan terjadi karena berbagai hal yaitu (1) kelangkaan pasokan, (2) buruknya infrastruktur untuk distribusi, (3) rantai distribusi (span of distribution) yang panjang, (4) perilaku penimbunan dan pungli, serta (5) pengaruh musiman. Inflasi volatile food ditengarai menjadi penyebab tingginya inflasi di daerah.
Kondisi dan faktor-faktor penyebab inflasi di daerah
Secara umum tekanan inflasi disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor fundamental dan non-fundamental. Faktor fundamental merupakan faktor pembentuk inflasi inti dan merupakan komponen inflasi bersifat permanen, terdiri dari: (1) ekspektasi inflasi, (2) kesenjangan penawaran dan permintaan serta (3) faktor eksternal. Sementara itu, faktor non-fundamental yang merupakan komponen inflasi bersifat sementara dan pembentuk inflasi non inti (kejutan) dapat berupa kejutan (shock) yaitu: (1) kejutan (shock) pasokan dan (2) kebijakan kenaikan administered prices (tarif dasar listrik), cukai rokok serta harga BBM (Bagan 1).
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
DE
NP
AS
AR
BA
TAM
SU
RA
KA
RTA
AM
BO
NS
UR
AB
AY
AM
ALA
NG
SA
MP
ITJA
KA
RTA
CIR
EB
ON
MA
KA
SS
AR
PA
LAN
GK
AR
AY
AS
EM
AR
AN
GP
ON
TIA
NA
KP
UR
WO
KE
RTO
PA
NG
KA
L P
INA
NG
SE
RA
NG
/CIL
EG
ON
JEM
BE
RM
ATA
RA
MB
ALI
KP
AP
AN
BA
ND
UN
GK
ED
IRI
SA
MA
RIN
DA
MA
NA
DO
BA
ND
AR
LA
MP
UN
GB
AN
JAR
MA
SIN
TER
NA
TEP
EK
AN
BA
RU
PA
LUTE
GA
LY
OG
YA
KA
RTA
LHO
KS
EU
MA
WE
SIB
OLG
AB
EN
GK
ULU
PE
MA
TAN
G S
IAN
TAR
KU
PA
NG
GO
RO
NTA
LOJA
MB
IM
ED
AN
PA
DA
NG
TAS
IKM
ALA
YA
PA
DA
NG
SID
EM
PU
AN
JAY
AP
UR
AP
ALE
MB
AN
GK
EN
DA
RI
BA
ND
A A
CE
H
yoy %
Rata-rata Inflasi Kota (tahun 2004-2007)
Nasional
Total bobot untuk 34 kota yang inflasi rata-ratanya diatas nasional sebesar
50,9%
(sumber : BPS)
Grafik 1 Rata-Rata Inflasi Nasional dan 34 Daerah, 2004-2007
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
56
Bagan 1 Faktor-faktor Penyebab Tekanan Inflasi
Faktor Fundamental
Faktor non-fundamental
Fokus dan Strategi Pengendalian Inflasi di Daerah
Dalam kurun waktu 2003-2008, inflasi Palembang selalu berada di atas angka nasional (grafik 1). Secara rata-rata tahun 2003-2008, inflasi tahunan Palembang tercatat sebesar 10,20 persen, lebih tinggi dari inflasi nasional 8,55 persen. Demikian pula untuk inflasi bulanan, rata-rata inflasi Palembang sebesar 0,81 persen,lebih tinggi dari rata-rata inflasi nasional yang sebesar 0,69 persen. Inflasi tahunan (y-o-y) Maret 2008 Palembang tercatat sebesar 10,87 persen, yang lebih tinggi dibanding inflasi nasional 8,17 persen (grafik 2).
Grafik 2 Perkembangan Inflasi Nasional dan Palembang 2003-2008 (persen)
� Ekspektasi inflasi � Kesenjangan permintaan
dan penawaran � Eksternal
SHOCKS � Kejutan (shocks) pasokan � Kebijakan administered
prices (TDL, cukai rokok, harga BBM)
Inflasi Inti
Inflasi Non Inti (Kejutan)
Inflasi IHK
Komponen inflasi bersifat permanen
Komponen inflasi bersifat sementara
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
57
Dilihat berdasarkan disagregasi inflasi tahunan Palembang, secara rata-rata tahun 2003-2008 administered price mencatat inflasi terbesar yakni sebesar 14,08 persen diikuti oleh inflasi non inti 11,56 persen, inflasi volatile foods 9,4 persen dan inflasi inti 9,1 persen. Pada Maret 2008 volatile food mencatat inflasi terbesar yakni sebesar 19,46 persen diikuti oleh inflasi non inti 11,97 persen, inflasi inti 9,84 persen, administered price 5,45 persen.
Grafik 2 Disagregasi Inflasi Tahunan Palembang 2003-2008 (persen)
Upaya Pengendalian Inflasi di Daerah
Dari fakta-fata di atas terlihat bahwa di Palembang, menunjukkan bahwa faktor inflasi di Palembang lebih banyak dipicu oleh faktor non-moneter. Sehingga perlu upaya bersama dalam upaya mengendalikan angka inflasi. Bank Indonesia dalam rangka pengendalian inflasi di Palembang, tengah merintis bekerjanya suatu mekanisme koordinasi antar instansi. Mekanisme koordinasi antar instansi diformal dalam sebuah tim yang bernama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Sebelum meluncurkan ide pendirian TPID, Bank Indonesia Palembang melakukan serangkaian kegiatan (seminar dan pertemuan koordinasi) termasuk penelitian inflasi sebagai berikut:
1. Seminar Prospek Perekonomian pada Tahun 2008 diselenggarakan pada tanggal 12 Desember 2007 di Kantor Bank Indonesia Palembang, yang salah satunya mengangkat topik mengenai kondisi inflasi Palembang.
2. Pertemuan koordinasi inflasi dilaksanakan pada hari yang sama yakni tanggal 12 Desember 2007 yang melibatkan instansi pemerintah dan instansi terkait lain dalam rangka membentuk tim pengendalian inflasi
3. Focus Group Discussion inflasi yang diselenggarakan pada tanggal 27 Desember 2007 kerjasama Bank Indonesia Palembang dengan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menemukan faktor-faktor pemicu inflasi di Palembang.
4. Temu Koordinasi TPID Inflasi diselenggarakan pada tanggal 26 Maret 2008 di Bank Indonesia Palembang
5. Penelitian Inflasi kerjasama Bank Indonesia Palembang dengan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Selatan, bertujuan untuk menemukan faktor pemicu inflasi di Palembang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan April dan dijadwalkan selesai pada bulan Juni 2008
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
58
Grafik 2.17 Perbandingan Inflasi Bulanan (m-to-m)
Palembang dan Nasional Tahun 2007-2008 ( persen)
-1
0
1
2
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des Jan
Feb
Mar
2 0 0 7 2 0 0 8
P a le m b a n g N a s io n a l
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan (q-to-q)
Kelompok Barang dan Jasa Palembang Triwulan I 2008 (persen)
3.11
5.115.57
2.32
3.38
0.370.030.23
0
1
2
3
4
5
6 UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI
PERUMAHAN
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN
TRANSPORTASI
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
hasil-hasilnya 3,71 persen, ikan diawetkan 1,53 persen dan padi-padian, umbi-umbian dan
hasilnya 0,44 persen. Sementara sub kelompok yang mengalami deflasi adalah sayur-
sayuran 11,52 persen, ikan segar 4,31 persen, buah-buahan 3,27 persen dan bahan
makanan lainnya 1,63 persen.
Berdasarkan kelompok
barang, inflasi kelompok bahan
makanan pada Tw-I tercatat
sebesar 5,11 persen, atau
menurun dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 6,9
persen. Inflasi bahan makanan
pada Tw-I berasal dari kenaikan
harga yang terjadi pada sub
kelompok kacang-kacangan
68,09 persen, lemak dan minyak
22,67 persen, bumbu-bumbuan
9,21 persen, telur, susu dan hasil-
hasilnya 7,65 persen, daging dan
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
59
Berdasarkan komoditas, secara triwulanan inflasi tertinggi pada kelompok bahan
makanan dialami oleh tempe sebesar 97,3 persen, diikuti oleh tahu mentah 63,88 persen.
Hal tersebut terkait dengan kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe
dan tahu. Dalam sub kelompok lemak dan minyak, kenaikan harga minyak goreng 24,98
persen dan margarine 17,88 persen menjadi pemicu inflasi. Sedangkan pada sub kelompok
bumbu-bumbuan, komoditas yang mencatat inflasi triwulanan tertinggi adalah cabe merah
45,37 persen diikuti oleh cabe rawit 39,93 persen, tempoyak 14,54 persen dan lada 12,82
persen. Sementara bawang merah yang pada triwulan IV 2007 mencatat angka inflasi
triwulanan yang sangat tinggi yakni sebesar 151,64 persen, pada Tw-I mencatat deflasi
sebesar 17,08 persen. Deflasi pada bawang merah tersebut sejalan dengan hasil survei
pemantauan harga yang dilakukan secara mingguan oleh Bank Indonesia Palembang yang
mencatat deflasi 27,56 persen (q-t-q).
Grafik 2.19 Pergerakan Inflasi Bulanan dan Tingkat Harga Sesuai SPH
di Kota Palembang (Maret 2007 – Maret 2008)
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4
M are t April M ei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb M aret
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
Inflas i SPH (M ingguan)Inflas i BPS (Bulanan)
Keterangan : Data dan informasi diolah dari BPS Propinsi Sumsel dan SPH Bank Indonesia Palembang
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
60
Grafik 2.20 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-to-q)
Kelompok Makanan Jadi Palembang 2007-2008 (persen)
1.13
3.39
2.77
5.57
3.24
0
1
2
3
4
5
6
Tw I 07 Tw II 07 Tw III 07 Tw IV Tw IV
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
rokok kretek filter 5,73 persen dan bir 2,97 persen.
Inflasi pada sub kelompok makanan jadi dipicu oleh kenaikan harga makanan
berbasis bahan baku terigu yakni roti tawar 15 persen, donat 14,29 persen, tekwan/model
13,33 persen, biskuit 9,18 persen, roti masis 7,14 persen, kue basah 6,25 persen dan
pempek 4,35 persen serta mie 1,98 persen sebagai imbas dari kenaikan harga terigu yang
cukup tinggi pada Tw-I yakni sebesar 26,62 persen.
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mencatat inflasi triwulanan
sebesar 2,32 persen yang sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar
2,45 persen. Kenaikan biaya bahan bakar, penerangan dan air menjadi kontributor terbesar
inflasi pada kelompok ini yakni sebesar 4,44 persen diikuti oleh penyelenggaraan rumah
tangga 3,81 persen, biaya tempat tinggal 0,97 persen dan perlengkapan rumah tangga
0,63 persen. Komoditas penyumbang inflasi pada kelompok perumahan sebagian besar
merupakan bahan bangunan seperti besi beton 46,04 persen, batu 14,45 persen, semen
dan kayu balokan. Selain itu pada sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air, lilin
mencatat inflasi sebesar 17,85 persen dan minyak tanah sebesar 11,67 persen.
Kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau, pada
Tw-I mencatat laju inflasi sebesar 5,57
persen, meningkat dibanding triwulan
sebelumnya yang sebesar 2,77 persen.
Inflasi tersebut disumbangkan oleh
kenaikan harga yang terjadi pada sub
kelompok tembakau dan minuman
beralkohol 9,13 persen, diikuti oleh
makanan jadi 4,74 persen dan minuman
tidak beralkohol 3,07 persen. Tingginya
inflasi pada sub kelompok tembakau
dipicu oleh kenaikan harga rokok kretek
15,35 persen, rokok putih 9,99 persen,
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
61
Kelompok sandang pada Tw-I mencatat laju inflasi sebesar 3,38 persen, yang sedikit
menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 4,05 persen. Komoditas yang
memicu inflasi pada kelompok ini masih sama seperti periode sebelumnya yakni barang
pribadi dan sandang lainnya sebesar 15,20 persen terutama disumbang oleh kenaikan
harga emas sebesar 18,34 persen, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia. Sementara
sub kelompok sandang menunjukkan tingkat harga yang relatif stabil dipengaruhi oleh
normalnya tingkat permintaan masyarakat terhadap sandang. Kenaikan harga pada
sandang wanita 0,38 persen dan sub kelompok sandang pria bahkan mencatat deflasi
sebesar 0,20 persen.
Kelompok kesehatan pada Tw-I mencatat inflasi yang cukup rendah yakni sebesar
0,37 persen, menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 1,34 persen. Sub
kelompok yang menyumbang inflasi terutama adalah perawatan jasmani dan kosmetika
1,59 persen diikuti oleh obat-obatan 0,12 persen. Dilihat dari komoditasnya, inflasi pada
kelompok kesehatan terjadi pada sabun mandi, hand body lotion, obat flu, lipstik, pasta
gigi dan parfum.
Kelompok pendidikan rekreasi dan olahraga mengalami penurunan inflasi yaitu dari
0.22 persen pada Tw-IV menjadi 0,03 persen terkait dengan normalnya tingkat permintaan
terhadap komoditas pendidikan, rekreasi dan olahraga dipengaruhi oleh faktor musiman
dimana pada Tw-I belum terjadi pergantian tahun ajaran baru sekolah dan liburan sekolah.
Laju inflasi yang terjadi pada Tw-I hanya disumbang oleh sub kelompok rekreasi 0,16
persen disebabkan oleh kenaikan harga tabloid. Sementara sub kelompok lain tidak terjadi
inflasi.
Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada Tw-I juga mengalami
penurunan laju inflasi yaitu dari 0,47 persen persen pada Tw-IV menjadi 0,23 persen. Sub
kelompok sarana dan penunjang transportasi mencatat laju inflasi 1,97 persen yang
disumbang oleh kenaikan harga ban dalam mobi, ban luar mobil dan accu. Sub kelompok
jasa keuangan mencatat inflasi sebesar 0,53 persen dan sub kelompok transportasi
mencatat inflasi sebesar 0,15 persen disebabkan oleh kenaikan tarif kartu ATM dan kartu
kredit serta harga bensin.
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
62
Grafik 2.21 Perkembangan Inflasi Triwulanan (q-to-q)
Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Palembang 2007-2008 (persen)
0.26
0.47
0.300.23
0.57
0
0.5
1
Tw I 07 Tw II 07 Tw III 07 Tw IV 07 Tw I 08
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Dilihat dari sisi disagregasi inflasi tahunan pada Tw-I, pembentukan inflasi pada Tw-I
core inflation tercatat sebesar 9,84 persen. Non core inflation tercatat sebesar 11,97
persen, administered price mencatat laju inflasi sebesar 5,45 persen dan volatile food
mencatat inflasi tahunan yang tinggi yakni sebesar 19,46 persen, terkait dengan kenaikan
harga terutama bahan makanan.
Grafik 2.22 Exclusion Inflasi Palembang Triwulan I 2008
(persen)
5.48
2.94
3.112.1
4.19
Core IHK Non Core Administered Volatile
Secara triwulanan, disagregasi
inflasi pada Tw-I, inflasi inti (core
inflation) tercatat sebesar 2,10 persen.
Inflasi non inti (non core inflation)
tercatat sebesar 4,19 persen,
administered price mencatat laju inflasi
sebesar 2,94 persen dan volatile food
sebesar 5,48 persen.
Inflasi inti merupakan inflasi
yang konsisten dengan fundamental
ekonomi secara langsung dipengaruhi
oleh kebijakan moneter. Atau dengan
Perkembangan inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
63
kata lain inflasi yang merupakan sinyal dari permintaan (demand) yang bersifat persisten,
yang diperoleh dari tingkat inflasi IHK setelah dikeluarkan komponen bahan makanan
yang harganya sangat berfluktuasi (volatile foods) dan barang-barang yang harganya
banyak ditentukan oleh pemerintah (administered price). Inflasi inti inilah sejatinya yang
dapat dikendalikan dengan kebijakan moneter oleh otoritas moneter, sementara
selebihnya di luar wewenang otoritas moneter.
Grafik 2.23 Disagregasi Inflasi Tahunan Palembang 2006-2008 (persen)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Jan-
06Fe
b-06
Mar
-06
Apr-
06M
ay-
Jun-
06Ju
l-06
Aug-
Sep-
Oct
-06
Nov
-D
ec-
Jan-
07Fe
b-07
Mar
-07
Apr-
07M
ay-
Jun-
07Ju
l-07
Aug-
Sep-
Oct
-07
Nov
-D
ec-
Jan-
08Fe
b-08
Mar
-08
2006 2007 2008
Core
Non Core
Volatile Foods
Administered Price
IHK
Perkembangan Inflasi Palembang
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
64
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
65
3.1. Volume Usaha
Pada Tw-I (data Februari tahun 2008) tercatat sebesar Rp31,28 triliun atau meningkat 15,72
persen dibanding triwulan I 2007 yang sebesar Rp27,03 triliun (y-o-y) namun dibanding
triwulan sebelumnya menurun 4,9 persen dari sebesar Rp32,89 triliun (q-to-q). Berdasarkan
pangsanya, meskipun mengalami sedikit penurunan bank pemerintah masih tetap
mendominasi yaitu mencapai 68,84 persen dari sebesar 71,28 persen pada Tw-IV-2007.
Sementara itu, pangsa bank swasta nasional menunjukkan tren peningkatan, di mana pada
Tw-IV 2007 pangsa pasarnya mencapai 27,56 persen dan pada Tw-I mencapai 29,69
persen. Untuk pangsa pasar BPR masih tetap berada pada kisaran 1 persen meskipun
mengalami sedikit peningkatan dari 1,05 persen menjadi 1,23 persen.
3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh perbankan di Sumsel pada Tw-I tercatat
sebesar Rp23,78 triliun atau meningkat 15,12 persen dibanding triwulan I 2007 (y-o-y) yang
sebesar Rp20,65 triliun, namun dibanding triwulan IV 2007 menurun sebesar 1,51 persen
dari Rp24,14 triliun (q-t-q). Penurunan DPK tersebut seiring dengan penurunan volume
usaha perbankan yang disebabkan oleh konversi investasi dari produk perbankan kepada
produk-produk sekuritas karena tingkat suku bunga simpanan yang bertendensi menurun.
Berdasarkan komposisinya, pangsa terbesar DPK merupakan tabungan sebesar
42,41 persen, diikuti oleh deposito sebesar 36,64 persen, dan giro sebesar 18,95 persen.
Berdasarkan komponennya, pada Tw-I giro tercatat sebesar Rp4,51 triliun, deposito Rp9,19
triliun dan tabungan Rp10,08 triliun. Secara tahunan (y-o-y), peningkatan penghimpunan
dana pihak ketiga terjadi pada komponen deposito dan tabungan, masing-masing sebesar
41,92 persen, 2,91 persen, sementara giro mengalami penurunan pertumbuhan tahunan
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
3
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
66
sebesar 2,49 persen. Secara triwulanan (q-to-q), terjadi penurunan pada semua komponen
DPK, dimana giro menurun 5,26 persen, deposito 0,15 persen dan tabungan 0,98 persen.
Grafik 3.1 Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Perbankan
di Provinsi Sumsel (Triliun Rp)
4.62 4.98 5.27 4.76 4.51
8.93 8.06 8.13 9.2 9.19
7.11 7.86 8.6410.18 10.08
0
5
10
15
20
25
30
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
3.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan
Penyaluran kredit/pembiayaan oleh perbankan pada Tw-I meningkat sebesar 27,51 persen
(y-o-y) dari sebesar Rp13,06 triliun, dan meningkat 1,58 persen dibanding triwulan IV 2007
(q-to-q) dari sebesar Rp16,39 triliun menjadi Rp16,68 triliun. Pertumbuhan
kredit/pembiayaan yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan DPK pada Tw-I menyebabkan
Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami peningkatan dari 67,88 persen pada Tw-IV menjadi
70,01 persen pada Tw-I. Persentase tingkat NPL (gross) pada Tw- I tercatat sebesar 2,03
persen atau sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 1,72 persen.
Dari total kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan pada Tw-I, terdiri dari
kredit/pembiayaan dalam bentuk rupiah sebesar Rp14,77 triliun atau 88,74 persen, dan
dalam valuta asing (valas) sebesar Rp1,89 triliun atau sebesar 11,36 persen. Penyaluran
kredit/pembiayaan dalam bentuk rupiah pada Tw-I tersebut meningkat dibanding pangsa
pada Tw-IV yang mencapai 88,01 persen atau sebesar Rp14,42 triliun. Sementara
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
67
kredit/pembiayaan dalam valuta asing menurun dari Tw-IV yang pangsanya tercatat sebesar
11,36 persen atau sebesar Rp1,7 triliun. Peningkatan pangsa rupiah tersebut disebabkan
oleh peningkatan permintaan kredit/pembiayaan konsumsi seperti kredit/pembiayaan
multiguna, KPR dan kredit/pembiayaan kendaraan.
Grafik 3.2 Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan
di Provinsi Sumsel 2007 – 2008 (Triliun Rp)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Valas 1.57 2.58 1.60 1.98 1.89
Rupiah 11.49 12.71 14.00 14.42 14.77
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
Dilihat dari jenis penggunaan, penyaluran kredit/pembiayaan masih tetap
didominasi kredit/pembiayaan modal kerja diikuti oleh kredit/pembiayaan konsumsi dan
kredit/pembiayaan investasi. Kredit/pembiayaan modal kerja tercatat sebesar Rp7,49 triliun
dengan pangsa sebesar 44,96 persen. Kredit/pembiayaan modal kerja pada Tw-I tersebut
meningkat 29,89 persen dibanding triwulan I 2007 (y-o-y), namun menurun 6,02 persen
dibanding Tw-IV 2007 (q-t-q). Kredit/pembiayaan konsumsi pada Tw-I tercatat sebesar
Rp5,66 triliun atau sebesar 33,98 persen, dan kredit/pembiayaan investasi sebesar Rp3,51
triliun dengan pangsa sebesar 21,06 persen. Pangsa kredit/pembiayaan modal kerja pada
Tw-I meningkat dibanding Tw-IV 2007 yang mempunyai pangsa 48,60 persen. Untuk
kredit/pembiayaan investasi dan kredit/pembiayaan konsumsi pada Tw-I mengalami
peningkatan pangsa dibanding Tw-IV 2007 yang masing-masing sebesar 19,39 persen dan
32,01 persen.
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
68
Grafik 3.3 Pangsa Kredit/pembiayaan Menurut Jenis
Penggunaan di Provinsi Sumsel Triwulan I 2008
KMK44.96%
Investasi21.06%
Konsumsi33.98%
(q-to-q) dari sebesar Rp3,53 triliun padaTw-IV. Selama tahun 2006 sampai dengan triwulan
laporan, penyaluran kredit/pembiayaan di sektor ini selalu menjadi yang paling dominan.
Kinerja yang cukup menggembirakan ini tentu memberikan banyak peluang ekspansi bagi
perbankan dalam menyalurkan kredit/pembiayaannya.
Pada Tw-I sektor pertanian menempati urutan kedua perolehan penyaluran
kredit/pembiayaan dengan pangsa sebesar 11,51 persen atau Rp1,92 triliun. Angka
tersebut mengalami peningkatan secara tahunan sebesar 11,35 persen dari sebesar Rp1,72
triliun namun menurun 6,35 persen dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar Rp2,05
triliun (q-t-q). Meningkatnya kinerja sektor pertanian secara tahunan tersebut terkait
dengan peningkatan harga-harga komoditas pertanian terutama komoditas tanaman
perkebunan seperti karet, sawit dan kopi serta tanaman bahan makanan seperti kedelai dan
jagung menjadi daya tarik bagi kalangan perbankan untuk menyalurkan kredit/pembiayaan
pada sektor pertanian.
Peningkatan pangsa
kredit/pembiayaan investasi pada Tw-I
merupakan hal yang menggembirakan
karena merupakan salah satu indikasi
peningkatan aktivitas sektor riil.
Berdasarkan sektoral, maka
kredit/pembiayaan terutama
disalurkan pada sektor perdagangan
hotel dan restoran yang mencapai
20,98 persen dari total
kredit/pembiayaan. Kredit/pembiayaan
pada sektor ini tercatat Rp3,49 triliun,
meningkat 35,48 persen (y-o-y) dari
sebesar Rp2,58 triliun pada triwulan I
2007, namun menurun 1 persen
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
69
Grafik 3.4 Perkembangan Kredit/pembiayaan Berdasarkan
Sektor Ekonomi di Propinsi Sumsel (Triliun Rp)
-1
0
1
2
3
4
I 07 II 07 III 07 IV 07 I 08
Trili
un R
p
Pertanian Pertambangan Industri LGA
Konstruksi Perdagangan Transportasi Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Line 10
Sektor industri menempati urutan urutan ketiga dengan pangsa sebesar 15,36 persen
dengan outstanding sebesar Rp2,56 persen. Jumlah tersebut meningkat sebesar 49,87 persen
(y-o-y) dan meningkat 3,05 persen (q-t-q). Pertumbuhan pada sektor industri tersebut
ditunjang oleh pertumbuhan industri pengolahan terutama pengolahan non migas.
Berdasarkan kepemilikan bank, penyaluran kredit/pembiayaan pada Tw-I didominasi
oleh Bank Pemerintah dengan pangsa sebesar 55,77 persen, diikuti oleh Bank Swasta
Nasional sebesar 38,54 persen, Bank Asing dan Campuran 4,40 persen dan BPR 1,29
persen. Peningkatan kredit pada triwulan I 2008 tercermin pula dari hasil Survei Kredit
Perbankan di wilayah Palembang yang dilakukan oleh Bank Indonesia Palembang (lihat
Suplemen 4. Kredit/Pembiayaan Perbankan Sumsel Triwulan I 2008 Tetap Ekspansif).
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
70
KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN SUMSEL TRIWULAN I 2008
TETAP EKSPANSIF
Hasil Survei Kredit Perbankan (SKP) di wilayah Palembang pada triwulan I 2008
menunjukkan proyeksi perkembangan kredit/pembiayaan yang menggembirakan. Survei
Kredit/pembiayaan Perbankan wilayah Palembang pada triwulan I 2008 menyertakan 102
bank yang terdiri dari bank umum dan syariah (bank pelapor Laporan Bank Umum atau
Syariah – LBU/S) serta bank perkreditan rakyat (BPR/S) sebagai responden. Dari 102 bank
responden, tercatat sebanyak 62 bank yang mengembalikan kuesioner tersebut. Secara
garis besar, permintaan kredit perbankan diproyeksi mengalami peningkatan seiring dengan
bergulirnya roda perekonomian di awal tahun.
Perkiraaan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Triwulan I-2008
Permintaan kredit perbankan selama triwulan I rata-rata meningkat pada kisaran 1 persen
sd.10 persen (lihat tabel 1). Sebanyak 49 kantor bank mengatakan kreditnya tumbuh dalam
kisaran 1 persen sd. 10 persen, 6 kantor bank mengatakan bahwa kreditnya meningkat
tajam di atas 10 persen (terdiri 1 bank pemerintah, 3 BUSN, dan 2 BPR), sedangkan 4
kantor bank mengatakan kreditnya relatif konstan. Sebaliknya terdapat 2 kantor bank
mengalami penurunan kredit pada kisaran 1 persen sd. 10 persen, sedangkan 1 kantor
bank mengalami penurunan tajam dengan kisaran lebih dari 10 persen (1 BUSN).
Tabel 1 Permintaan Kredit di Triwulan I-2008 dibanding Triwulan sebelumnya
Permintaan kredit dibanding Triwulan sebelumnya
Status Bank Meningkat tajam (>10%)
Meningkat (>1% sd. 10%)
Sama (-1% sd 1%)
Menurun (-1% sd. -
10%)
Menurun tajam (>-
10%)
Bank Pemerintah 1 26 2 0 0
BUSN 3 14 0 1 1
Bank Campuran 0 1 0 0 0
BPR/S 2 8 2 1 0
Total 6 49 4 2 1
Sebagian besar kantor bank mengatakan bahwa penyaluran kredit pada triwulan I
berupa kepada modal kerja (lihat Tabel 2). Secara lebih rinci, penggunaan kredit
sebagian besar diperuntukan bank kepada modal kerja (36 kantor bank), kemudian
disusul untuk konsumsi (22 kantor bank), dan kemudian investasi (4 kantor bank).
Suplemen 4
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
71
Pola penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaan yang lebih berat kepada
kredit modal kerja merupakan ciri dari perbankan Sumsel yang sudah berlangsung
cukup lama.
Tabel 2 Penyaluran Kredit Berdasarkan Penggunaan Tw I-2008
Prioritas jenis penggunaan kredit Status Bank
Modal Kerja Investasi Konsumsi
Bank Pemerintah 16 1 12
BUSN 10 2 7
Bank Campuran 1 0 0
BPR/S 9 1 3
Total 36 4 22
Peningkatan kredit perbankan menurut para responden terutama disebabkan oleh
peningkatan prospek usaha debitur (50 persen) kemudian rendahnya tingkat suku
bunga yang menopang terciptanya ekspansi kredit (33,33 persen). Selain itu, alasan
persyaratan kredit yang ringan juga merupakan faktor yang telah mendorong
ekspansi kredit (7.41 persen), membaiknya kondisi perekonomian (1.85 persen), dan
faktor lainnya (7.4 persen).
Tabel 3 Alasan Utama Peningkatan Permintaan Kredit Pada Triwulan I-2008
Alasan utama peningkatan permintaan kredit (jika naik)
Status Bank Persyaratan kredit ringan
Tingkat suku
bunga kredit rendah
Prospek Usaha
Nasabah yang
meningkat
Lain-lain
Kondisi perekonomian
membaik
Bank Pemerintah 2 11 10 3 1
BUSN 0 6 10 1 0
Bank Campuran 0 0 1 0 0
BPR/S 2 1 6 0 0
Total 4 18 27 4 1
Penyaluran Kredit/Pembiayaan Baru Triwulan II-2008
Tidak berbeda dengan triwulan I, permintaan kredit pada triwulan II nanti diperkirakan
meningkat pada kisaran 1 persen sd. 10 persen atau sebanyak 88.71 persen dari perbankan
(lihat tabel 4). Terdapat 5 kantor bank atau 8.06 persen memprediksi peningkatan kredit di
atas 10 persen, sedangkan yang memprediksi relatif konstan sebanyak 2 kantor bank atau
sebanyak (3.23 persen).
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
72
Tabel 4 Perkiraan Permintaan Kredit Triwulan Mendatang
Perkiraan permintaan kredit di Tw mendatang
Status Bank Meningkat tajam (>10%)
Meningkat (>1% sd. 10%)
Sama (-1% sd
1%)
Menurun (-1% sd. -10%)
Menurun tajam (>-10%)
Bank Pemerintah 2 27 0 0 0
BUSN 2 15 2 0 0
Bank Campuran 0 1 0 0 0
BPR/S 1 12 0 0 0
Total 5 55 2 0 0
Untuk triwulan yang sama, diprediksikan juga penyaluran kredit berdasarkan penggunaan
masih pada kredit modal kerja, kemudian kredit konsumsi dan kredit investasi (lihat tabel 5).
Didominasinya penyaluran kredit pada modal kerja dan bukannya pada konsumsi
merupakan salah satu cerminan bahwa kegiatan investasi baru belum banyak tumbuh di
Sumsel. Selain itu, dapat juga merupakan indikasi bahwa kegiatan ekonomi masih
dijalankan oleh pelaku-pelaku usaha lama atau belum adanya pelaku usaha baru yang
memanfaatkan pembiayaan perbankan dari Sumsel.
Tabel 5 Penyaluran Kredit Baru Berdasarkan Penggunaan
Prioritas jenis penggunaan kredit pada Tw mendatang Status Bank
Modal Kerja Investasi Konsumsi
Bank Pemerintah 19 2 8
BUSN 10 2 7
Bank Campuran 1 0 0
BPR/S 9 1 3
Total 39 5 18
Faktor utama yang dikemukakan oleh kalangan perbankan yang diperkirakan menopang
pertumbuhan kredit pada triwulan II-2008 adalah meningkatnya prospek usaha nasabah.
Jumlah kantor bank yang mengatakan demikian adalah sebanyak 32 atau secara prosentase
sebesar 61.54 persen. Rendahnya tingkat suku bunga juga merupakan faktor yang
diperkirakan mendorong peningkatan kredit di triwulan mendatang. Hal tersebut
dikemukakan oleh 11 kantor bank atau sebanyak 21.57 persen, kemudian disusul oleh
faktor lainnya (lihat tabel 6).
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
73
Tabel 6 Alasan Utama Peningkatan Kredit Triwulan Mendatang
Alasan utama peningkatan kredit di Tw mendatang (jika naik)
Status Bank Persyaratan kredit ringan
Tingkat suku bunga
kredit rendah
Prospek Usaha Nasabah yang
meningkat Lain-lain
Perekonomian membaik
Bank Pemerintah 4 7 12 1 1
BUSN 0 4 11 0 0
Bank Campuran 0 0 1 0 0
BPR/S 2 0 8 0 0
Total 6 11 32 1 1
Semua bank yang disurvei mengatakan bahwa pada triwulan I telah terjadi pemberian
kredit baru yang besarnya bervariasi namun dalam kisaran 1 persen sd. 10 persen (lihat
tabel 7 dan 8). Pemberian kredit baru merupakan salah satu indikasi peningkatan
intermediasi kredit. Namun dari sisi magnitude, laju pertumbuhan kredit masih dirasakan
tidak terlalu tinggi.
Tabel 7 Pemberian Kredit Baru Triwulan I-2008
Apakah ada pemberian kredit
baru dalam triwulan laporan
Status Bank
Ya Tidak ada
Bank Pemerintah 29 0
BUSN 19 0
Bank Campuran 1 0
BPR/S 13 0
Total 62 0
Sebagian besar kredit baru tumbuh pada kisaran 1 persen sd. 10 persen atau secara
prosentase sebanyak 88.71 persen. Terdapat pula kantor bank yang mengalami penurunan
jumlah kredit baru yang disalurkan pada triwulan I-2008 dibandingkan triwulan IV-2008.
Tabel 8 Jumlah Realisasi Penyaluran Kredit Baru Pada Triwulan I-2008
Jumlah realisasi penyaluran kredit baru
Status Bank Meningkat tajam (>10%)
Meningkat (>1% sd. 10%)
Sama (-1% sd 1%)
Menurun (-1% sd. -10%)
Menurun tajam (>-10%)
Bank Pemerintah 0 28 1 0 0
BUSN 3 15 0 0 1
Bank Campuran 0 1 0 0 0
BPR/S 0 11 1 0 1
Total 3 55 2 0 2
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
74
Peningkatan kredit baru menurut perbankan paling dominan dikarenakan sisi permodalan
bank cukup menunjang terjadi ekspansi kredit. Jumlah kantor bank yang mengatakan
demikian sebanyak 21 kantor bank atau sebanyak 39.62 persen. Faktor pendukung kedua
adalah membaiknya kualitas portfolio kredit yakni sebanyak 19 kantor bank yang
menjawab atau secara prosentase sebanyak 35.85 persen. Faktor selebihnya disebabkan
oleh likuiditas bank yang berlebih serta faktor-faktor lain-lainnya (lihat tabel 9).
Tabel 9 Alasan Internal Peningkatan Realisasi Penyaluran kredit Baru
Alasan Internal peningkatan realisasi penyaluran kredit baru
Status Bank Permodalan bank cukup
Kualitas portfolio kredit
meningkat
Likuiditas berlebih Lainnya
Bank Pemerintah 11 10 3 3
BUSN 4 7 3 1
Bank Campuran 0 1 0 0
BPR/S 6 1 3 0
Total 21 19 9 4
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
75
Grafik 3.5 Pangsa Kredit/pembiayaan Menurut Kepemilikan Bank
di Provinsi Sumsel Triwulan I 2008 Asing dan Campuran
4.40%
BPR1.29%
Swasta Nasional 38.54%
Pemerintah55.77%
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Grafik 3.6 Penyaluran Kredit/pembiayaan UMKM di
Provinsi Sumsel (Triliun Rp)
10.4210.0810.80
9.23
8.41
0
2
4
6
8
10
12
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
Untuk meningkatkan penyaluran kredit/pembiayaan di sektor UMKM, diperlukan
adanya langkah khusus terkait kelemahan UMKM dalam hal ketidakmampuan
menyediakan agunan kredit (lihat Suplemen 5. Sudah Saatnya Sumsel Punya Lembaga
Penjaminan Kredit Daerah).
Penyaluran kredit/pembiayaan dari
perbankan kepada Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) pada
Tw-I tercatat sebesar Rp10,8 triliun.
Angka tersebut meningkat sebesar
28,33 persen (y-o-y) dari
sebelumnya sebesar Rp8,41 triliun
dan meningkat 3,67 persen
dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar Rp10,42 triliun. Dari
jumlah kredit/pembiayaan MKM
tersebut, pangsa terbesar dicapai
oleh usaha mikro yakni sebesar
40,66 persen diikuti oleh usaha
kecil 31,85 persen dan usaha
menengah 27,49 persen.
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
76
SUDAH SAATNYA SUMSEL PUNYA LEMBAGA PENJAMIN KREDIT DAERAH
Lembaga penjamin kredit merupakan salah satu infrastruktur sektor finansial yang kehadirannya diperlukan dalam rangka meningkatkan akses kepada layanan perbankan bagi pengusaha golongan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), memitigasi risiko kredit, dan meningkatkan fungsi intermediasi perbankan pada umumnya. Kini, isu mengenai kehadiran lembaga penjamin kredit bukan hanya merupakan isu nasional, tetapi juga merupakan isu yang berkembang di daerah. Lembaga penjamin kredit di daerah lebih dikenal sebagai Lembaga Penjamin Kredit Daerah (LPKD). Isu ini berkembang seiring dengan kritik terhadap kualitas pertumbuhan ekonomi yang belum dapat menjawab dua isu penting yakni: pro poor dan pro job. Kedua isu penting tersebut diyakini dapat teratasi salah satunya melalui peningkatan kapasitas UMKM. Peningkatan kapasitas UMKM antara lain dengan meningkatkan akses para pengusahanya untuk mendapat layanan kredit perbankan.
Pemerintah pada tanggal 26 Januari 2008 mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan. Lembaga penjamin yang dimaksud dalam PP tersebut adalah kegiatan pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Lembaga penjaminan juga telah menjadi salah satu pilar dalam mencapai visi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yakni mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mencapai visi tersebut, API mempunyai enam pilar yakni masing-masing: (i) struktur perbankan yang sehat, (ii) sistem pengaturan yang efektif, (iii) sistem pengawasan yang independen dan efektif, (iv) industri perbankan yang kuat, (v) infrastruktur pendukung yang mencukupi, (vi) perlindungan konsumen. Pilar kelima dari API adalah infrastruktur pendukung yang mencukupi dimana pengembangan skim penjaminan kredit adalah untuk meningkatkan akses kredit bagi masyarakat.
Tinjauan teoritis
Bebczuk (2003) menjelaskan bahwa dalam setiap pemberian kredit sebenarnya terdapat ketidakpastian (uncertainty) yakni, pertama, terhadap kemampuan membayar debitur. Ketidakpastian ini diantisipasi melalui melakukan estimasi kemungkinan kembalinya pinjaman secara penuh (probability of full reimbursement) dan penyesuaian pengenaan suku bunga. Kedua, kemungkinan debitur untuk melanggar perjanjian kredit yang sulit untuk diketahui oleh lender. Dalam hal ini, debitur dapat berupaya untuk mengelabui lender mengenai kondisi usahanya sebenarnya, atau ketika pinjaman sudah diberikan maka debitur kemungkinan dapat saja menggunakan dana tersebut untuk kepentingan yang lain atau menyembunyikan hasil usaha yang sebenarnya dari proyek atau bidang usahanya yang dibiayai. Permasalahan-permasalahan dimaksud dikenal sebagai asymmetric information problem.
Suplemen 5
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
77
Lebih lanjut Bebczuk menjelaskan asymmetric information problem terdiri dari beberapa bentuk yakni: (i) adverse selection, (ii) moral hazard, dan (iii) monitoring cost. Adverse selection adalah permasalahan pada lender ketika lender atau dapat juga disebut bank, tidak mampu membedakan proyek-proyek dengan masing-masing risiko yang melekat. Moral hazard adalah permasalahan yang terjadi ketika debitur menggunakan dana dari bank untuk kepentingan penggunaan lain di luar yang telah diperjanjikan dengan bank. Selanjutya, monitoring cost, adalah permasalahan dimana debitur mengambil keuntungan atas ketidakmampuan bank dalam menilai pendapatan sebenarnya dari usaha yang dibiayai bank, dengan mengatakan pendapatan yang diterima lebih rendah daripada kondisi sebenarnya. Berdasarkan kerangka waktu, terjadinya asymmetric problem dijelaskan oleh tabel 1.
Tabel 1 Bentuk dan Kerangka Waktu Terjadinya Asymmetric Information Problem
Kerangka Waktu Sebelum penyaluran kredit Setelah penyaluran kredit
Pemilihan proyek atau bidang usaha yang akan dibiayai
Adverse selection Monitoring costs
Setelah pemilihan proyek atau bidang usaha
Moral hazard
Dalam kondisi terjadi asymmetric information problem, terdapat beberapa mekanisme proteksi yang biasa dilakukan oleh bank dalam rangka memitigasi risiko, masing-masing sebagai berikut: (i) credit rationing, (ii) signalling yang dalam bentuk agunan (colleteral), internal funds, dan contractual clauses.
Credit rationing merupakan kondisi bahwa bank secara sengaja tidak merespon permintaan kredit antara lain dengan cara menaikkan suku bunga dikarenakan bank merasa proyek-proyek yang akan dibiayai berisiko tinggi atau secara ekstrim melakukan penjatahan penyaluran kredit. Credit rationing merupakan mekanisme yang tidak efisien, namun merupakan cara yang paling mudah bagi bank untuk meminimalisir risiko. Mekanisme yang lain untuk menghilangkan asymmetric information adalah agunan, internal funds, dan credit rationing. Debitur yang mempunyai agunan biasanya menggunakannya agar proyeknya menjadi lebih prospektif di mata bank. Kemampuan debitur menyediakan agunan merupakan salah satu signal dari debitur bahwa proyeknya cukup aman untuk dibiayai oleh bank. Penggunaan sebagian dana pribadi debitur (internal funds) dalam pembiayaan sebuah proyek juga merupakan signal dari debitur bahwa risiko proyeknya sebagian sudah dimitigasi. Terakhir, contractual clauses adalah bentuk mekanisme memitigasi asymmetric information. Dalam perjanjian kredit pada umumnya berisi beberapa klausula yang dirancang untuk mengamankan hak dari bank. Bunyi klausula-klausula dari perjanjian kredit biasa sangat tergantung pada sifat risiko yang melekat dari proyek yang dibiayai bank (low risk atau high risk). Signal untuk proyek yang berisiko rendah biasanya berupa pengenaan tingkat suku bunga yang relatif rendah, atau yang disebut sebagai klausula positif (positive clauses). Di sisi lain, untuk proyek yang berisiko tinggi maka biasanya terdapat klausula negatif (negative clauses), misalnya dimungkinkannya bank untuk mengatur debitur untuk meminta persetujuan terlebih dahulu sebelum mengambil kebijakan strategis perusahaan, semisal membagikan dividen, pemindahan aset, atau penerbitan surat utang.
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
78
Grafik 1 Kondisi Asymmetric Information Problem dan Mekanisme Penghapusannya
Secara grafis asymmetric information secara sederhana dideskripsikan sebagai berikut:
Pada grafik di atas, dijelaskan bahwa asymmetric information problem terjadi pada titik merah yang ditandai dengan rendahnya pasokan kredit dan tingginya suku bunga bunga. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, terjadinya asymmetric information problem disebabkan oleh adverse selection, moral hazard, atau monitoring cost. Asymmetric information problem menyebabkan mekanisme pasar tidak berjalan sempurna sehingga faktor produksi, dalam hal ini sumber pembiayaan, tidak teralokasi sebagaimana semestinya. Jika kondisi tersebut tidak dikoreksi maka terjadilah apa yang disebut dengan kegagalan pasar (market failure). Untuk meniadakan kegagalan pasar harus dilakukan koreksi. Koreksi atas kegagalan pasar dalam pasar keuangan adalah tugas pemerintah (pusat maupun daerah) dan pihak-pihak terkait termasuk Bank Indonesia.
Koreksi atas kegagalan pasar memindah titik keseimbangan dari titik merah menuju titik biru atau titik ekuilibirum baru. Di ekuilibirum baru, tingkat suku bunga lebih rendah dan pasokan kredit lebih banyak. Hal tersebut ditandai dengan pergeseran kurva penawaran kredit dari S0 ke S1 dan pergeseran kurva permintaan kredit dari D0 ke D1, sehingga kredit bergeser dari L0 menuju L1.
Peran LPKD dalam menghilangkan asymmetric information guna meningkatkan fungsi intermediasi bank (UMKM) dan penciptaan lapangan pekerjaan
Bank Indonesia memandang bahwa pendirian LPKD di Sumsel merupakan suatu kebutuhan yang memiliki prioritas utama untuk melengkapi infrastruktur (institutional infrastructure) pendukung lembaga keuangan sebagaimana diamanatkan oleh PP No. 2 Tahun 2008 dan API. Diharapkan pendirian LPKD di Sumsel dapat meminimalisir asymmetric information di
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
79
kalangan perbankan atau dengan kata lain risiko pemberian kredit sudah dapat dimitigasi atau disebar antara LPKD dan perbankan. Sehingga dengan demikian, eksistensi LPKD dapat memberikan ruang yang lebih luas kepada bank untuk melakukan ekspansi kredit. Bagi Sumsel, ekpansi kredit perbankan sangat diperlukan untuk menggerakkan perekonomian setempat. Hal ini dikarenakan selama ini loan to deposit ratio Sumsel masih relatif rendah, yakni sekitar 80 persen. Selain untuk memacu pertumbuhan ekonomi, ekspansi kredit perbankan diharapkan juga dapat menjalankan roda usaha serta menciptakan lapangan pekerjaan guna memangkas pengangguran. Angka pengangguran di Sumsel berkisar pada 9 persen.
Rekomendasi kebijakan
Untuk mempercepat terbentuknya LPKD di Sumsel terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Daerah :
1. Meminta persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk pendirian LPKD yang statusnya sebagai Badan Usaha Milik Daerah.
2. Bekerja sama dengan perusahaan penjaminan yang sudah ada, misalnya ASKRINDO, serta melibatkan satu bank umum yang fokus membiayai UMKM. Kerja sama tersebut dituangkan dalam memorandum of understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang mengatur, antara lain, penentuan mekanisme kerja sama, misalnya cakupan risk-sharing, besarnya premi, mekanisme pembayaran penjaminan, dan sebagainya.
3. Berkoordinasi dengan Bank Indonesia Pusat maupun Palembang untuk meminta fasilitasi dalam hal penjajakan pendirian LPKD.
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
80
Grafik 3.7 Penyaluran Kredit/pembiayaan UMKM di Provinsi Sumsel Triwulan I Tahun 2008
Menurut Plafond Kredit/pembiayaan (Triliun Rp)
4 . 3 9
3 . 4 4
2 . 9 7
0 5
M i k r o
K e c i l
M e n e n g a h
Grafik 3.8
Pangsa Kredit/pembiayaan UMKM Menurut Sektor Ekonomi
di Provinsi Sumsel Triwulan I 2008 (Persen)
Pertanian ,
0.50
Pertambangan , 0.23
Listrik, 0.05
Industri, 2.08
Jasa Sosial, 1.43
Jasa Dunia Usaha, 7.29
Konstruksi, 3.93
Perdagangan 25.86
Transportasi 1.62
Seperti halnya DPK dan total kredit/pembiayaan, penyaluran kredit/pembiayaan UMKM juga
didominasi oleh Kota Palembang yang mencapai Rp6,33 triliun atau 58,65 persen dari total
kredit/pembiayaan UMKM yang disalurkan di Sumsel. Dilihat berdasarkan jenis
penggunaannya, kredit/pembiayaan UMKM yang disalurkan di Sumsel didominasi oleh
kredit/pembiayaan konsumsi yang mencapai Rp5,62 triliun dengan pangsa 52,04 persen.
Berdasarkan sektor ekonomi,
pangsa terbesar kredit/pembiayaan
UMKM disalurkan ke sektor
perdagangan, hotel dan restoran (25,86
persen dari total kredit/pembiayaan
UMKM) yaitu sebesar Rp2,79 triliun.
Sedangkan sektor ekonomi lain
pangsanya masih di bawah 10 persen.
Sektor ekonomi Jasa Dunia Usaha pada
Tw-I memperoleh kucuran
kredit/pembiayaan sebesar 7,29 persen
dari total kredit/pembiayaan UMKM.
Pangsa tersebut sedikit menurun
dibanding pangsa pada triwulan
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
81
Diikuti oleh kredit/pembiayaan modal kerja sebesar Rp4,05 triliun dengan pangsa 37,55
persen dan kredit/pembiayaan investasi sebesar Rp1,12 triliun dengan pangsa 10,40 persen.
3.5. Kualitas Kredit/Pembiayaan
Kualitas kredit/pembiayaan yang diberikan oleh perbankan di Sumsel sebagian besar masuk
kategori kredit/pembiayaan lancar, yakni sebesar 93,80 persen, meskipun sedikit menurun
dibanding pangsa pada triwulan sebelumnya yang sebesar 94,86 persen. Dengan batas
toleransi 5 persen, maka Non Performing Loan (NPL) gross perbankan di Sumsel masih
dalam batas yang wajar, yaitu sebesar 2,03 persen meskipun sedikit meningkat dibanding
posisi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,72 persen.
Grafik 3.9 Kualitas Kredit/pembiayaan Perbankan
di Provinsi Sumsel Triwulan I 2008 (persen)
94,21
0,32
1,28
0,22
3,97
0 20 40 60 80 100
Lancar
DPK
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Persentase kredit/pembiayaan bermasalah terbesar masih terjadi pada sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang tercatat sebesar 0,66 persen (gross) dari total
kredit/pembiayaan. Hal tersebut terkait dengan pangsa kredit/pembiayaan terbesar yang
disalurkan ke sektor PHR. Sementara itu bila dibandingkan dengan jumlah
kredit/pembiayaan yang disalurkan ke sektor PHR, persentase kredit/pembiayaan
bermasalah (gross) tercatat sebesar 2,57 persen dan masih berada pada kisaran yang
rendah.
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
82
Grafik 3.10 Kredit/pembiayaan Bermasalah (Gross) Berdasarkan Sektor Ekonomi
di Provinsi Sumsel Triwulan I 2008 (Persen)
Industri, 0.22
Listrik, 0
Konstruksi, 0.18Perdagangan, 0.66
Transportasi , 0.1
Jasa Dunia Usaha, 0.12
Jasa Sosial, 0.02
Pertambangan , 0Pertanian , 0.34
Lain-lain, 0.38
Selain sektor PHR, dibandingkan dengan total penyaluran kredit, persentase
kredit/pembiayaan bermasalah juga terjadi pada sektor lainnya yang mencatat NPL gross
sebesar 0,38 persen terhadap total kredit/pembiayaan. Sementara jika dibanding jumlah
kredit/pembiayaan yang disalurkan ke sektor lainnya, kredit/pembiayaan bermasalah
tercatat hanya sebesar 1,07 persen. Angka kredit/pembiayaan bermasalah tersebut
dipengaruhi oleh semakin meningkatnya penyaluran kredit/pembiayaan konsumsi yang
produknya beragam kepada masyarakat termasuk produk kartu kredit/pembiayaan.
3.6. Perkembangan Perbankan Syariah
Pada Tw-I Perbankan Umum Syariah menunjukkan kinerja yang menggembirakan dilihat
dari indikator aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun penyaluran
pembiayaan. Pada Tw-I (data Februari 2008) total aset tercatat sebesar Rp 829,25 miliar
yang meningkat 40,37 persen dibanding triwulan I 2007 yang sebesar Rp590,78 miliar
(y-o-y). Secara triwulanan juga meningkat sebesar 3,10 persen dibanding posisi Desember
2007 yang sebesar Rp804,34 miliar.
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Tw-I tercatat sebesar Rp563,95 miliar
atau meningkat 69,79 persen dibanding triwulan I 2007 yang sebesar Rp332,14 miliar
(y-o-y) dan meningkat 8,58 persen dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar Rp519,39
miliar (q-t-q). Dana investasi tidak terikat mendominasi pangsa penghimpunan DPK yakni
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
83
sebesar 88,75 persen atau sebesar Rp500,48 miliar yang terdiri dari komponen tabungan
mudarabah sebesar Rp274,97 miliar dengan pangsa 48,76 persen dari DPK dan deposito
mudarabah sebesar Rp225,52 miliar dengan pangsa 39,99 persen. Sementara itu, simpanan
wadiah memiliki pangsa sebesar 11,25 persen dengan pencapaian sebesar Rp63,47 miliar,
terdiri dari giro wadiah sebesar Rp48,45 miliar dengan pangsa 8,59 persen dan tabungan
wadiah sebesar Rp15,12 miliar dengan pangsa 2,66 persen dari total penghimpunan DPK.
Grafik 3.11 Perkembangan Perbankan Syariah di Sumsel 2007-2008
(Miliar Rp)
339.69401.90
519.39563.59
419.44481.19
572.07
651.13700.57
590.78642.71
829.25
717.51
804.34
332.14
0
200
400
600
800
1,000
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I
Aset DPK Pembiayaan
Sejalan dengan peningkatan aset dan penghimpunan DPK, penyaluran pembiayaan
pada Tw-I juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi yakni sebesar 67,03 persen
dibanding triwulan I 2007 (y-o-y) dari sebesar Rp419,44 miliar dan meningkat 9,27 persen
dibanding posisi bulan Desember 2007 (q-t-q) yang mencapai Rp641,13 miliar. Dari total
penyaluran pembiayaan pada Tw-I yang mencapai Rp700,57 miliar, pangsa terbesar dicapai
oleh piutang mudarabah 56,36 persen atau sebesar Rp394,82 miliar, diikuti oleh
pembiayaan mudarabah sebesar Rp241,35 miliar dengan pangsa 34,45 persen dan
pembiayaan musyarakah sebesar Rp35,76 miliar dengan pangsa 5,10 persen. Sementara,
piutang qardh dan piutang istishna pangsanya masih relatif kecil yakni masing-masing
sebesar 3,14 persen dengan nilai nominal Rp22 miliar dan 0,95 persen dengan nilai nominal
Rp6,63 miliar.
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
84
Pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih besar dibanding pertumbuhan
penghimpunan DPK pada Tw-I, menyebabkan angka Loan to Depostit Ratio (LDR)
meningkat dari sebesar 123,44 persen pada Tw-IV 2007 menjadi 124,23 persen. Tingkat
LDR yang lebih dari 100 persen tersebut mencerminkan bahwa masih banyak peluang
penyaluran pembiayaan yang terbuka bagi kalangan perbankan untuk lebih meningkatkan
fungsi intermediasi perbankan.
Tabel 3.1 PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI SUMATERA SELATAN
2007 2008 INDIKATOR Mar Jun Sep Des Feb
Total Aset 590,782 642,713 717,505 804,344 829,252 Dana Pihak Ketiga 332,142 339,689 401,899 519,390 563,953 1. Simpanan Wadiah 25,970 29,943 41,759 48,678 63,470 - Giro Wadiah 25,199 28,758 38,606 44,131 48,453 - Tabungan Wadiah 771 1,185 3,153 4,547 15,017 2. Dana Investasi tidak terikat 306,172 309,746 360,140 470,712 500,483 - Tabungan Mudharabah 149,411 165,900 185,383 260,706 274,968 - Deposito Mudharabah 156,761 143,846 174,757 210,006 225,515 Komposisi Pembiayaan 419,440 481,188 572,071 641,126 700,571 - Piutang Murabahah 287,304 315,896 345,604 367,477 394,817 - Piutang Istishna 276 65 2,530 6,563 6,631 - Piutang Qardh 9,826 9,506 10,115 17,618 22,007 - Pembiayaan Mudharabah 114,849 147,618 196,017 219,873 241,352 - Pembiayaan Musyarakah 7,185 8,103 17,805 29,595 35,764
Perkembangan Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
85
4.1. Realisasi APBD 2007
Sampai dengan laporan ini disusun realisasi APBD Propinsi Sumatera Selatan tahun 2007
belum dipublikasikan, namun demikian terdapat beberapa Kabupaten yang telah
mempublikasikan APBD masing-masing yaitu Kabupaten Lahat, Kota Lubuk Linggau dan
Kabupaten Musi Rawas.
Berdasarkan data dari BAPPEDA Kabupaten Lahat, Kapupaten Musi Rawan dan
Kota Lubuk Linggau, realisasi APBD sampai dengan bulan November 2007 sebagai berikut:
(i) realisasi pendapatan tercatat sebesar Rp1,44 triliun atau mencapai 82,54 persen dari
yang dianggarkan sebesar Rp1,74 triliun. Sementara itu (ii) realisasi belanja dari Kabupaten
Lahat dan Kota Lubuk Linggau tercatat baru sebesar 673,51 miliar atau 59,58 persen dari
yang dianggarkan sebesar Rp1,13 triliun.
Grafik 4.1 Pangsa Realisasi Pendapatan (persen)
Sumber: BAPPEDA Lubuk Linggau, Lahat dan Musi Rawas
Sementara dilihat dari prosentase realisasi terbesar dicapai oleh Dana Perimbangan
83,93 persen diikuti oleh PAD 83,59 persen dan lain-lain pendapatan yang sah 56,40
persen (Tabel 4.1.)
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4
Dana Perimbangan
92.70%
Lain-lain Pendapatan
3.43%PAD
3.87%
Dilihat dari nominalnya,
realisasi pendapatan tersebut
pangsa terbesar dicapai oleh
dana perimbangan 92,7
persen, diikuti oleh
Pendapatan Asli Daerah 3,87
persen dan lain-lain
pendapatan yang sah 3,43
persen (grafik 4.1).
Perkembangan Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
86
Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Tahun 2007 (s.d November) (Rupiah)
Sumber: BAPPEDA Lubuk Linggau, Lahat dan Musi Rawas
Berdasarkan realisasi pendapatan tiap Kabupaten/Kota, persentase terbesar dicapai
oleh Kabupaten Lahat yakni 85,49 persen atau sebesar Rp578,07 miliar dari yang
dianggarkan sebesar Rp 676,15 miliar. Diikuti oleh Kabupaten Musi Rawas mencapai 83,75
persen atau sebesar Rp619,62 miliar dari sebesar Rp739,82 miliar yang dianggarkan.
Sementara realisasi pendapatan di Kota Lubuk Linggau mencapai 73,66 persen atau sebesar
Rp240,63 miliar dari Rp326,70 miliar yang dianggarkan.
Tabel 4.2 Persentase Realisasi Pendapatan APBD 2007 (%)
Sumber: BAPPEDA Lubuk Linggau, Lahat dan Musi Rawas
Dari realisasi belanja APBD Kabupaten Lahat dan Kota Lubuk Linggau, sampai
dengan November 2007 mencapai 59,58 persen, atau sebesar Rp673,51 miliar dari Rp 1,13
triliun yang dianggarkan. Realisasi belanja tidak langsung mencapai 79,18 persen atau
sebesar Rp366,81 miliar dari yang dianggarkan Rp463,26 triliun, sementara belanja tidak
langsung mencapai 45,97 persen atau sebesar Rp306,7 miliar dari Rp667,13 miliar yang
dianggarkan.
Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBD 2007 (s.d November)
Sumber: BAPPEDA Lubuk Linggau dan Lahat
Uraian Anggaran Realisasi %
PENDAPATANPendapatan Asli Daerah 66,639,011,236.00 55,703,263,327.20 83.59 Dana Perimbangan 1,588,625,305,177.00 1,333,318,610,337.00 83.93 Lain-lain Pendapatan yang Sah 87,405,674,096.00 49,294,125,062.05 56.40
Jumlah Pendapatan 1,742,669,990,509.00 1,438,315,998,726.25 82.54
Uraian Kab. Lahat Kab. Musi Rawas Kota Lubuk LinggauPendapatan Asli Daerah 119.28 79.83 47.32 Dana Perimbangan 85.98 84.36 78.65 Lain-lain Pendapatan yang Sah 60.87 74.83 3.15
Pendapatan 85.49 83.75 73.66
Uraian Anggaran Realisasi %
Belanja Tidak Langsung 463,262,152,585 366,812,810,379 79.18 Belanja Langsung 667,130,231,446 306,696,636,520 45.97
Jumlah Belanja 1,130,392,384,030 673,509,446,898 59.58
Perkembangan Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
87
Masih rendahnya realisasi belanja sampai akhir tahun menunjukkan masih belum
optimalnya penyerapan dana APBD, dan ntuk meningkatkan kinerja dari stimulus fiskal
diperlukan perencanaan pengeluaran yang merata dan tidak terkonsentrasi pada akhir
tahun sehingga dapat menimbulkan peluang bagi spekulan.
Berdasarkan data dari Biro Keuangan Propinsi Sumatera Selatan, realisasi APBD
sampai dengan semester I 2007 menunjukkan bahwa realisasi penerimaan Pemda Propinsi
Sumatera Selatan pada semester I 2007 mencapai 34,49 persen dari anggaran atau sebesar
Rp756,84 miliar dari yang dianggarkan sebesar Rp2.194,24 miliar. Dilihat dari sisi nominal,
pangsa terbesar berasal dari Dana Perimbangan yaitu sebesar Rp369,89 miliar miliar atau
42,12 persen dari yang dianggarkan sebesar Rp878,09 miliar.
Sementara realisasi belanja sampai dengan semester I 2007 tercatat sebesar
Rp436,43 miliar, atau baru mencapai 18,95 persen dari yang dianggarkan sebesar
Rp2.302,40 miliar.
4.2. Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)
Berdasarkan informasi dari Departemen Keuangan, Dana Alokasi Umum (DAU)
untuk Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2008 sebesar Rp545,77 miliar, yang
meningkat 6,97 persen di banding tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp510,20
miliar. Secara rinci DAU untuk masing-masing Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan seperti
terlihat pada tabel 4.4.
Perkembangan Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
88
Tabel 4.4 Dana Alokasi Umum di Propinsi Sumatera Selatan
Ribuan Rp
NO KABUPATEN/KOTA 2007 2008
Pertumbuhan (%)
1 KAB. LAHAT 370.487.000 302.847.323 (18,26)
2 KA. MUSI BANYUASIN 190.145.000 177.096.271 (6,86)
3 KAB.MUSI RAWAS 410.612.000 450.423.694 9,70
4 KAB. MUARA ENIM 335.566.000 399.913.302 19,18
5 KAB. OGAN KOMERING ILIR 462.135.000 510.395.426 10,44
6 KAB. OGAN KOMERING ULU 296.154.000 329.680.459 11,32
7 KOTA PALEMBANG 659.611.000 716.129.540 8,57
8 KOTA PAGAR ALAM 163.339.000 186.301.466 14,06
9 KOTA LUBUK LINGGAU 191.501.000 210.989.638 10,18
10 KOTA PRABUMULIH 161.515.000 180.935.827 12,02
11 KAB. BANYUASIN 384.981.000 429.915.555 11,67
12 KAB. OGAN ILIR 260.428.000 288.510.604 10,78
13 KAB. OKU TIMUR 326.475.000 358.855.952 9,92
14 KAB. OKU SELATAN 224.738.000 255.050.238 13,49
15 KAB. EMPAT LAWANG - 109.189.031 -
SUMATERA SELATAN 510.197.000 545.776.133 6,97
Sumber: Departemen Keuangan
Berdasarkan Kabupaten/Kota, daerah yang paling banyak mendapatkan DAU tahun
2008 adalah Kota Palembang yaitu sebesar Rp716,13 miliar yang meningkat 8,57 persen
dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp659,61 miliar. Sedangkan daerah yang
mendapatkan DAU paling kecil adalah Kabupaten termuda di Sumatera Selatan yaitu
Kabupaten Empat Lawang sebesar Rp109,19 miliar.
Sementara itu Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2008 tertinggi diperoleh oleh
Kabupaten Musi Rawas sebesar Rp62.590 milliar dengan alokasi terbesar diperuntukkan
bagi pendidikan sebesar Rp21.752 juta.
Perkembangan Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
89
Tabel 4.5 Dana Alokasi Khusus Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Selatan
Tahun 2008 (Juta Rupiah)
KABUPATEN/
KOTA
NILAI PEND
NILAI KES.
NILAI KEPEND.
NILAI JALAN
NILAI IRIGASI
NILAI AIR
BERSIH
NILAI PERIK.
NILAI PERT.
NILAI PRASAR
ANA
NILAI LINGK. HIDUP
NILAI KEHUT
NILAI TOTAL
KAB. LAHAT 18.292 9.238 - 6.236 4.301 4.280 1.772 3.605 - 803 575 49.102
KAB. MUSI BANYUASIN
14.251 11.334 - 9.746 1.542 2.974 1.943 4.956 - 2.390 - 49.136
KAB.MUSI RAWAS 21.752 12.963 763 10.585 4.653 3.233 2.265 5.215 - 1.161 - 62.590
KAB. MUARA ENIM
2.642 2.124 - 2.035 1.012 698 586 1.325 - 201 - 10.623
KAB. OGAN KOMERING ILIR
21.723 11.616 931 8.473 1.370 3.258 3.736 4.411 2.954 1.370 900 60.742
KAB. OGAN KOMERING ULU
15.911 6.717 - 5.115 1.554 2.278 2.443 4.306 - 694 - 39.018
KOTA PALEMBANG
2.569 1.900 - 1.869 - 587 554 769 - 139 - 8.387
KOTA PAGAR ALAM
10.752 5.802 - 6.079 1.341 1.992 1.448 2.165 2.292 602 - 32.473
KOTA LUBUK LINGGAU
9.843 3.699 553 4.972 245 1.761 1.633 1.718 - 621 - 25.045
KOTA PRABUMULIH
13.102 4.860 - 3.454 889 1.633 1.449 1.705 1.823 684 - 29.599
KAB. BANYUASIN
16.703 11.650 1.396
6.423 969 2.858 2.029 4.306 - 943 753 48.030
KAB. OGAN ILIR
12.235 6.560 538 7.976 1.243 2.849 3.532 3.071 1.503 822 - 40.329
KAB. OKU TIMUR 16.457 9.185 554 7.653 1.525 3.167 2.047 3.288 1.975 758 620 47.229
KAB. OKU SELATAN
11.030 7.461 554 5.239 1.837 2.150 3.053 2.909 1.416 720 - 36.369
KAB. EMPAT LAWANG
- - - 9.555 12.474 - - - - - - 22.029
Sumber: Departemen Keuangan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 153/PMK.07/2007 tentang peta
kapasitas fiskal dalam rangka penerusan pinjaman luar negeri pemerintah kepada daerah
dalam bentuk hibah. Kapasitas fiskal merupakan gambaran kemampuan keuangan daerah
yang dicerminkan melalui pendapatan daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana
darurat, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) dikurangi dengan belanja pegawai, serta dikaitkan dengan jumlah penduduk
miskin. Berdasarkan peta kapasitas fiskal tersebut daerah dikelompokkan menurut indeks
Perkembangan Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
90
kapasitas fiskal menjadi empat kelompok yaitu daerah berkapasitas fiskal sangat tinggi,
tinggi, sedang dan rendah. Penghitungan kapasitas fiskal menganut rumus:
KF = (PAD + BH + DAU + LP) - BP
Jumlah Penduduk Miskin
KF = Kapasitas Fiskal
PAD = Pendapatan Asli Daerah
BH = Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil bukan Pajak (Sumber Daya Alam)
DAU = Dana Alokasi Umum
LP = Lain-lain pendapatan daerah yang sah kecuali Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu
BP = Belanja Pegawai
Indeks daerah berdasarkan hasil perhitungan dikategorikan dalam :
1. Indeks >= 2 = kapasitas fiskal sangat tinggi
2. 1=< indeks< 2 = kapasitas fiskal tinggi
3. 0,5 = < indeks < 1 = kapasitas fiskal sedang
4. Indeks < 0,5 = kapasitas fiskal rendah
Berdasarkan hasil perhitungan indeks kapasitas fiskal propinsi, Sumatera Selatan
termasuk dalam kategori kapasitas fiskal rendah, sementara dalam tingkatan
kabupaten/kota, 9 kabupaten /kota termasuk kategori rendah yaitu Kabupaten Lahat,
Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Ogan komering Ilir,
Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan
Komering Ulu Timur dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Dua
kabupaten/kota yang termasuk dalam kapasitas fiskal kategori sedang yaitu Kabupaten
Ogan Komering Ulu dan Kota Lubuk Linggau, sementara Kota Prabumulih merupakan
satu-satunya Kota yang termasuk dalam kapasitas fiskal kategori tinggi.
Perkembangan Sistem Pembayaran
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
91
5.1. Perkembangan Kliring
Grafik 5.1 Perputaran Kliring Perbankan Sumsel
2007 – 2008
0
25
50
75
Jan
Mar
Mei
Juli
Sept
Nov
0
1
2
3
Lembar (ribu) Nilai (triliun)
lembar dan berdasarkan nilai nominalnya meningkat 13,84 persen dari sebesar Rp5,67
triliun pada Tw-IV 2007. Peningkatan aktivitas kliring tersebut menunjukkan kembali
pulihnya aktivitas perekonomian setelah libur panjang pada akhir tahun 2007 yang sedikit
banyak berpengaruh pada aktivitas ekonomi terutama penggunaan layanan kliring.
Sementara cek/bilyet giro (BG) kosong, pada Tw-I tercatat sebanyak 1.612 lembar
cek/BG kosong yang dikliringkan dengan nilai nominal sebesar Rp51,61 miliar. Angka
tersebut dilihat dari jumlah warkat mengalami penurunan baik secara tahunan maupun
triwulanan, namun dari nilai nominalnya justru mengalami peningkatan. Dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya (y-o-y) jumlah warkat cek/BG menurun 19,36 persen
dari sebanyak 1.999 lembar, namun secara nominal meningkat 32,51 persen dari sebesar
Rp38,95 miliar menjadi Rp51,61 miliar. Secara triwulanan, jumlah cek/BG kosong yang
Perputaran kliring di Sumsel pada Tw-I
menunjukkan peningkatan jumlah warkat
maupun nominalnya baik secara tahunan
maupun triwulanan. Pada Tw- I jumlah
warkat yang dikliringkan tercatat sebanyak
192.855 lembar dengan nilai nominal
Rp6,45 triliun. Secara tahunan, volume
warkat meningkat 28,93 persen dibanding
triwulan I 2007 yang sebanyak 149.581
lembar dan secara nominal meningkat
34,64 persen dari sebesar RpRp4,8 triliun
(y-o-y). Secara triwulanan terjadi
peningkatan volume warkat sebesar 7,97
persen (q-t-q) dari sebanyak 178.616
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN5
Perkembangan Sistem Pembayaran
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
92
dikliringkan menurun 5,45 persen dari sebanyak 1.705 lembar menjadi 1.612 lembar,
namun nominalnya meningkat sebesar 49,07 persen dari sebesar Rp34,62 miliar pada Tw-
IV 2007 menjadi Rp51,61 miliar.
Tabel 5.1
Perputaran Kliring dan Cek/Bilyet Giro Kosong Propinsi Sumatera Selatan
2008
I II III IV IPerputaran Kliring
1. Lembar Warkat 149.584 148.396 168.762 178.616 192.855
2. Nominal (Triliun Rp) 4,8 4,75 4,74 5,67 6,46
Cek/Bilyet Giro Kosong
1. Lembar Warkat 1.999 935 1.225 1.705 1.612
2. Nominal (MIliar Rp) 38,95 18,33 45,78 34,62 51,61
Ketarangan2007
Dilihat secara bulanan, aktivitas kliring tertinggi terjadi pada bulan Februari dengan
jumlah warkat sebanyak 67.062 lembar dan nilai nominal sebesar Rp2,28 triliun. Pada
bulan Januari tercatat sebanyak 65.457 lembar senilai Rp2,21 triliun dan bulan Maret
sebanyak 60.336 lembar senilai 1,98 triliun.
Sementara dari jumlah cek/bilyet giro kosong dari jumlah warkat maupun nominal
terbesar terjadi pada bulan Maret yakni sebanyak 579 lembar senilai Rp21,58 miliar. Pada
bulan Januari tercatat sebanyak 525 lembar senilai Rp15,09 miliar dan bulan Februari
sebanyak 508 lembar senilai Rp14,93 miliar.
5.2. Perkembangan Perkasan
Kegiatan perkasan di Sumsel pada Tw-I mencatat inflow sebesar Rp2,13 triliun yang
meningkat 8,29 persen dibanding triwulan I 2007 (y-o-y) yang sebesar Rp1,97 triliun,
namun secara triwulanan menunjukkan penurunan 14,25 persen dibanding triwulan IV
2007 yang sebesar Rp2,49 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar Rp2,39
triliun yang meningkat 35,25 persen dibanding triwulan I 2007 (y-o-y) yang sebesar Rp1,77
triliun, namun secara triwulanan juga menunjukkan penurunan 35,93 persen dari sebesar
Rp3,73 triliun pada triwulan IV 2007. Dengan melihat angka inflow dan outflow, net-
outflow selama triwulan I 2008 sebesar Rp256,72 miliar, sedangkan pada triwulan I 2007
justru tercatat mengalami net-inflow sebesar Rp203 miliar. Namun semikian net-inflow Tw-I
Perkembangan Sistem Pembayaran
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
93
lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2007 sebesar 79,34 persen dari sebesar Rp1.242,78
miliar.
Tabel 5.2
Kegiatan Perkasan di Sumsel (Miliar Rp)
2008
I II III IV IInflow 1.970,35 1.067 1.497,71 2.488,13 2.133,61Outflow 1.767,35 2.831,09 1.971,25 3.730,91 2.390,33Net Outflow (kecuali Tw I 2007) 203 *) 1.764,09 473,54 1.242,78 256,72
Ketarangan2007
Keterangan: *) Net inflow
Sama halnya dengan dinamika sistem pembayaran non tunai, peningkatan kegiatan
perkasan merupakan salah satu indikator peningkatan kegiatan ekonomi. Hal tersebut
selain terkait akibat kenaikan harga barang juga kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
yang terjadi di beberapa daerah selama Tw-I yakni di Lubuk Linggau tanggal 14 Januari
2008, Pagar Alam 5 Februari 2008 dan Prabumulih 13 April 2008. Pilkada tersebut sedikit
banyak meningkatkan permintaan uang kas terkait dengan kegiatan kampanye yang
dilakukan oleh para calon seperti pemasangan spanduk dan baliho, belanja iklan di media
cetak maupun elektronik serta kegiatan lain yang dilakukan dalam rangka kampanye.
Sementara itu, dibanding triwulan IV 2007, penurunan kegiatan perkasan secara
triwulanan (q-t-q) lebih bersifat musiman (seasonal) yang ditandai dengan penurunan
inflow dan outflow terkait dengan penurunan tingkat permintaan masyarakat terhadap
penggunaan uang cash pasca lebaran, Idul Adha, Natal dan tahun baru. Selain faktor
musiman, banyaknya libur panjang yang terjadi pada triwulan IV 2007 merupakan salah
satu penyebab meningkatnya permintaan uang tunai oleh masyarakat.
Perkembangan Sistem Pembayaran
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
94
Grafik 5.2 Perkembangan Kegiatan Perkasan Sumsel
2007- 2008 (Miliar Rp)
(3,000)
(2,000)
(1,000)
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
Jan
Feb
Mar
Triw
ulan
I
Apr
Mei
Jun
Triw
ulan
II Jul
Agu
st
Sept
Triw
ulan
III
Okt
Nov
Des
Triw
ulan
IV Jan
Feb
Mar
2007 2008
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW
Terkait dengan uang palsu, berdasarkan laporan dari perbankan dan masyarakat
terdapat beberapa temuan uang palsu namun secara kuantitas masih tergolong rendah.
Besarnya rasio uang palsu dengan uang yang masuk ke Bank Indonesia sebesar 0,000141
persen. Secara komposisi, 72,33 persen temuan uang palsu tersebut dilaporkan oleh
perbankan, sedangkan sisanya 27,67 persen dilaporkan oleh masyarakat. Berdasarkan
komparasi rasio, rasio temuan uang palsu pada Tw-I menurun baik dibandingkan dengan
triwulan I 2007 maupun triwulan IV 2007 yang masing-masing tercatat sebesar 0,000252
persen dan 0,000280 persen.
Rendahnya rasio angka temuan uang palsu tersebut merupakan salah satu indikator
yang menunjukkan bahwa masyarakat sudah lebih mengenal ciri-ciri keaslian rupiah. Dalam
rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian rupiah, Bank
Indonesia Palembang secara rutin melakukan sosialisasi baik kepada kalangan perbankan,
akademisi dari tingkat SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, maupun Ibu rumah tangga
dengan harapan agar masyarakat dapat lebih waspada terhadap peredaran uang palsu.
Perkembangan Sistem Pembayaran
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
95
Kegiatan sosialisasi meliputi bagaimana mengetahui ciri-ciri keaslian uang yang secara
populer dapat dilakukan masyarakat melalui 3D (dilihat, diraba, diterawang). Kegiatan
sosialisasi dilakukan baik di Kota Palembang maupun di Kabupaten-kabupaten. Selain itu
untuk meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan para kasir, Bank Indonesia secara
rutin mengirimkan para kasir untuk memperdalam pengetahuan dalam penanganan tindak
pidana pemalsuan uang. Bank Indonesia juga secara kooperatif membantu aparat hukum
dalam penyelesaian proses perkara yang terkait dengan tindak pidana pemalsuan uang.
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, di Sumsel juga terdapat
kegiatan kas titipan yang dilaksanakan di Kota Lubuk Linggau. Kas titipan tersebut
dilaksanakan mulai tahun 2005 yang ditandai dengan penandatangan Memorandum of
Understanding (MoU) antara Bank Indonesia Palembang dengan PT.BRI Cabang Lubuk
Linggau yang ditunjuk sebagai bank penyelenggara kas titipan. Pertimbangan
penyelenggaraan kas titipan di Lubuklinggau dilatarbelakangi oleh relatif tingginya
kebutuhan terhadap uang kas serta jarak yang cukup jauh dari Kota Palembang sehingga
menyulitkan distribusi uang kartal.
Pada Tw-I tercatat outflow sebesar Rp357,42 miliar atau meningkat 34,69 persen
dibanding triwulan I 2007 (y-o-y) yang tercatat sebesar Rp263,4 miliar, namun menurun
20,56 persen dibanding triwulan IV 2007 yang tercatat sebesar Rp449,92 miliar. Inflow
pada Tw-I tercatat sebesar Rp438,66 miliar atau meningkat 32,67 persen dibanding
triwulan I 2007 (y-o-y) yang tercatat sebesar Rp330,63 miliar, namun menurun 0,82 persen
dibanding triwulan IV 2007 (q-t-q) yang tercatat sebesar Rp442,23 miliar.
Perkembangan Sistem Pembayaran
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
96
Tabel 5.3 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
(Miliar Rp)
2008
I II III IV IInflow 330.62 266.54 296.13 442.28 438.66Outflow 265.37 306 289.52 449.92 357.42Net Outflow (kecuali Tw I 2007) 65.26 39,46 *) 6.61 7,64 *) 81.24
Ketarangan2007
Keterangan: *) Net outflow
Secara keseluruhan, pada Tw-I tercatat net-inflow sebesar Rp81,24 miliar meningkat
24,49 persen dibanding triwulan I 2007 (y-o-y) yang tercatat sebesar Rp65,26 miliar,
namun menurun 1.164 persen dibanding triwulan IV 2007 (q-t-q) yang mencatat net-
outflow sebesar Rp7,64 miliar.
Grafik 5.3 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
2007- 2008 (Miliar Rp)
-
50
100
150
200
250
2007 2008
Inflow Outflow Net Inflow/Net Outflow
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
97
6.1. Ketenagakerjaan
Kondisi ketenagakerjaan di Propinsi Sumsel pada Tw-I 2008 masih tetap belum banyak
menunjukkan perubahan yang berarti. Lambannya transformasi tenaga kerja dari sektor
primer ke sektor sekunder, produktivitas tenaga kerja yang masih relatif rendah, serta
pertumbuhan angkatan kerja yang lebih besar dari pertumbuhan lapangan kerja,
menyebabkan pengangguran masih menjadi persoalan yang dilematis di Sumsel.
Tabel 6.1 Banyaknya Pekerja per Sektor Ekonomi
Triwulan I 2007 – Triwulan I 2008
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen
1. Pertanian 2.018.767 63,48 1.957.467 63,31 1.896.167 63,15 1.933.405 63,05 1.936.313 62,97
2. Pertambangan 25.233 0,76 24.353 0,76 23.473 0,74 22.453 0,73 22.491 0,73
3. Industri 117.133 3,74 136.006 3,74 154.879 3,72 113.422 3,70 112.491 3,64
4. Listrik, Gas dan Air 13.131 0,61 9.732 0,63 6.333 0,64 19.801 0,65 20.594 0,67
5. Kontruksi 101.667 2,75 99.619 2,68 97.571 2,66 81.094 2,64 79.445 2,58
6. Perdagangan 354.869 15,93 367.594 15,76 380.319 15,73 482.544 15,74 485.760 15,80
7. Transportasi 129.081 3,73 137.155 3,79 145.229 3,83 117.880 3,84 118.291 3,85
8. Lembaga Keuangan 10.727 0,56 17.615 0,59 24.502 0,61 18.780 0,61 19.137 0,62
9. Jasa 267.277 8,45 298.161 8,72 329.045 8,92 277.032 9,03 280.777 9,13
Jumlah 3.037.885 100,00 3.047.702 100,00 3.057.518 100,00 3.066.413 100,00 3.074.847 100,00
Tw-I 2008 **)Tw-IV 2007 r)SEKTOR
Tw-I 2007 Tw-II 2007 r) Tw-III 2007 r)
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Pada Tw-I jumlah angkatan kerja tercatat sebanyak 3.401.625 orang atau meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3.383.281 orang. Peningkatan
angkatan kerja tersebut selain terkait dengan peningkatan jumlah penduduk usia kerja,
juga disebabkan oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk yang menyelesaikan
jenjang pendidikan yang ditempuh dan siap memasuki dunia kerja. Peningkatan jumlah
angkatan kerja tersebut diiringi oleh sedikit peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) dari 68,88 persen pada Tw-IV 2007 menjadi 68,94 persen pada Tw-I.
Demikian pula jumlah penduduk yang bekerja sedikit meningkat dari 3.066.413 orang
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 6
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
98
pada Tw-IV 2007 menjadi 3.074.847 orang pada Tw-I. Sementara itu, berdasarkan sektor
ekonomi, distribusi sektoral menunjukkan bahwa konsentrasi tenaga kerja masih terdapat
di sektor pertanian yang menyerap 62,97 persen tenaga kerja, meskipun angka ini sedikit
menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 63,05 persen dan tetap
membuktikan bahwa sektor pertanian masih tetap menjadi tumpuan utama bagi sebagian
besar masyarakat Sumatera Selatan.
Grafik 6.1 Persentase Tenaga Kerja
Menurut Lapangan Pekerjaan di Propinsi Sumsel Triwulan I 2008
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
bagi masyarakat untuk menggeluti sektor pertanian. Selain itu, kondisi cuaca yang cukup
mendukung bagi sub sektor tanaman bahan makanan khususnya padi juga menjadi daya
tarik bagi masyarakat untuk menanam padi. Sementara, sektor pertambangan yang
termasuk dalam sektor primer, pada Tw-I tidak mengalami peningkatan penyerapan tenaga
kerja, dikarenakan karakteristik sektor pertambangan yang padat modal.
Sektor sekunder berupa sektor industri pengolahan pada Tw-I menyerap tenaga kerja
sebesar 3,64 persen, yang sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya 3,7 persen.
Sementara sektor llistrik gas dan air juga hanya mengalami sedikit peningkatan penyerapan
tenaga kerja yakni dari 0,65 persen pada Tw-IV 2007 menjadi 0,67 persen pada Tw-I. Demikian
pula dengan sektor bangunan yang pada Tw-I hanya mampu menyerap 2,58 persen tenaga
62.97
0.73
3.64
0.67
2.58
15.80
3.85
0.62
9.13
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
Jasa-jasa
Selama beberapa periode
terakhir, sektor pertanian masih
tetap menjadi sektor yang
mendominasi penyerapan tenaga
kerja di Sumsel. Masih terbatasnya
lapangan kerja di sektor formal di
luar sektor pertanian, menyebabkan
masyarakat menjadikan sektor
pertanian sebagai pilihan karena
tidak terlalu membutuhkan skill dan
pendidikan yang tinggi serta lebih
fleksibel. Selain itu, masih tingginya
harga-harga komoditas pertanian
terutama tanaman perkebunan
seperti karet, sawit, dan kopi
menjadi daya tarik tersendiri untuk
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
99
kerja atau menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 2,64 persen. Penurunan
penyerapan tenaga kerja pada ketiga sektor ekonomi tersebut diantaranya terkait dengan
kinerja sektor sekunder dalam menyerap tenaga kerja belum dapat diharapkan karena belum
banyaknya realisasi pembangunan proyek infrastruktur yang didanai oleh pemerintah yang
bersifat padat karya.
Berbeda dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor primer dan sekunder yang
justru menurun pada Tw-I, kinerja penyerapan tenaga kerja pada sektor tersier mengalami
peningkatan meskipun tidak terlalu besar. Sektor perdagangan tercatat menyerap 15,80
persen tenaga kerja atau sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar
15,74 persen, hal ini terkait dengan peningkatan aktivitas perdagangan. Sektor
transportasi, pergudangan dan komunikasi juga sedikit meningkat yakni dari 3,84 persen
pada Tw-IV 2007 menjadi 3,85 persen. Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor
transportasi tersebut disebabkan oleh peningkatan kinerja sub sektor pergudangan sebagai
imbas peningkatan kegiatan perdagangan serta sub sektor komunikasi sebagai dampak dari
semakin maraknya persaingan antar operator seluler dalam menawarkan produknya.
Melihat perkembangan kinerja lapangan pekerjaan dalam penyerapan tenaga kerja sampai
dengan Tw-I ini, dapat disimpulkan bahwa daya serap tenaga kerja sektoral masih belum
mengalami perubahan dan transformasi tenaga kerja dapat dikatakan masih berjalan di
tempat. Ke depan, upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan ini perlu
menjadi perhatian agar tidak menimbulkan permasalahan sosial yang lebih besar lagi.
6.2. Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah yang melekat pada aspek
ketenagakerjaan. Penduduk yang menganggur a d a l a h p e n d u d u k y a n g sedang
mencari pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja),
sudah mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja serta yang tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan.
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
100
Tabel 6.2 Tingkat Pengangguran di Propinsi Sumsel Tahun 2007 – 2008 (persen)
Tingkat 2008
Pengangguran Tw I Tw II r) Tw III Tw IV r) Tw I **)
Pengangguran Terbuka (%) 10,40 9,87 9,34 9,34 9,61
Setengah Pengangguran (%) 39,15 38,84 38,53 38,54 38,71
2007
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
Dari tahun 2007 hingga Tw-I 2008, tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami
fluktuasi, dan berada di atas angka 9 persen. Tingkat pengangguran terbuka yang pada Tw-
IV 2007 tercatat sebesar 9,34 persen, pada Tw-I mengalami peningkatan menjadi 9,61 persen.
Grafik 6.2 Persentase Pengangguran Terselubung
Menurut Lapangan Pekerjaan di Propinsi Sumsel Triwulan I 2008
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan
setengah pengangguran, tidak terjadi pada Tw-I, bahkan tingkat setengah pengangguran
juga mengalami peningkatan.
Berdasarkan sektor ekonominya, prosentase tingkat setengah pengangguran
terbesar terjadi pada sektor pertanian yakni sebesar 47,81 persen terkait dengan
karakteristik sektor pertanian yang sangat dipengaruh oleh musim sehingga beban kerjanya
47.81
9.26
25.55
12.77
11.12
18.81
8.46
10.25
42.44
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
Jasa-jasa
Seiring dengan
meningkatnya angka TPT, tingkat
setengah pengangguran juga
mengalami sedikit peningkatan yakni
dari 38,54 persen pada Tw-IV 2007
menjadi 38,71 persen pada TW-I.
Kenaikan yang terjadi baik pada
tingkat pengangguran terbuka
maupun tingkat setengah
pengangguran menunjukkan kondisi
lapangan kerja di sektor formal
maupun informal yang terbatas.
Kenaikan tingkat pengangguran
terbuka yang dapat ditampung pada
lapangan kerja dengan waktu kerja
kurang dari 35 jam seminggu yang
ditunjukkan oleh penurunan tingkat
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
101
juga mengikuti siklus musim. Meskipun sub sektor tanaman bahan makanan mengalami
peningkatan kinerja terkait dengan musim panen yang terjadi pada Tw-I, yang berdampak
pada peningkatan kemampuan untuk menyerap tenaga kerja, namun kinerja sektor
tanaman perkebunan, masih hampir sama dengan Tw-IV. Hal ini terkait dengan musim
gugur daun dan curah hujan yang tinggi yang berdampak pada berkurangnya produktivitas
tanaman karet karena hasil sadapan berkurang sehingga meningkatkan angka setengah
pengangguran.
Jumlah jam kerja normal dan di atas normal lebih banyak terdapat pada lapangan
pekerjaan yang banyak kegiatan formalnya seperti pertambangan, industri, listrik, gas
dan air, keuangan, konstruksi, serta transportasi dan komunikasi. Pada sektor transportasi,
meskipun di dalamnya banyak terdapat kegiatan yang informal namun pada umumnya
kegiatan di sektor ini membutuhkan jam kerja yang lama. Sebaliknya, terdapat pula sektor-
sektor yang secara umum mempekerjakan tenaga kerja dengan jam kerja di atas normal,
seperti sektor pertambangan, sektor industri, sektor listrik gas dan air bersih, sektor
keuangan, sektor transportasi dan komunikasi.
Grafik 6.3 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli
Agu
st
Sep
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
2007 2008
menurun dibanding posisi Desember 2007 yang
sebesar 83.
Seperti triwulan
sebelumnya, masih terbatasnya
lapangan pekerjaan tersebut juga
seiring dengan konfirmasi yang
diperoleh dari hasil survei
konsumen yang diselenggarakan
di kota Palembang. Dari hasil
survei tersebut, konsumen rumah
tangga menengah ke atas yang
menjadi responden survei merasa
semakin pesimis dengan
ketersediaan lapangan kerja. Hal
tersebut tercermin dari indeks
lapangan kerja saat ini yang pada
Maret 2008 tercatat sebesar 64,
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
102
6.3. Pendapatan per Kapita
Pada Tw-I pendapatan regional per kapita atas dasar harga berlaku (dengan migas)
Propinsi Sumatera Selatan tercatat sebesar Rp 3.684.703 atau meningkat 0,77 persen
dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar Rp3.656.596. Namun jika tanpa
memperhitungkan komponen migas, pendapatan per kapita meningkat sebesar 0,91 persen
yaitu dari Rp2.385.407 menjadi Rp2.407.017.
Tabel 6.3 Pendapatan Per Kapita Propinsi Sumsel Tahun 2007-2008
Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2000 (Dalam Rupiah) 2008 **)
I II III IV I
Harga Berlaku
Dengan migas 2.971.105 3.173.562 3.461.178 3.656.596 3.684.703
Tanpa migas 2.034.628 2.175.160 2.410.544 2.385.407 2.407.017
Harga Konstan
Dengan migas 1.561.030 1.638.793 1.729.570 1.680.196 1.656.796
Tanpa migas 1.168.322 1.239.127 1.335.388 1.278.896 1.269.732
PDRB2007 *)
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Dengan mengeliminasi faktor harga, maka akan didapat besaran pendapatan
perkapita atas dasar konstan 2000 (dengan migas). Pada Tw-I, pendapatan perkapita
atas dasar harga konstan 2000 (dengan migas) mencapai Rp1.656.796. Angka ini
mengalami penurunan 1,39 persen dibanding dengan Tw-IV 2007 yang mencapai
Rp1.680.196. Sementara itu, pendapatan per kapita regional atas dasar konstan tanpa
migas juga mengalami penurunan sebesar 0,72 persen dari Rp1.278.896 menjadi
Rp1.269.732.
Penurunan pendapatan per kapita pada Tw-I tersebut erat kaitannya dengan
rasio kenaikan harga barang dan jasa yang lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan pendapatan yang diterima masyarakat sehingga daya beli mengalami
penurunan. Satu hal yang perlu mendapat perhatian semua pihak adalah
rendahnya upah buruh di wilayah Sumsel (lihat Suplemen 6. Upah Buruh Tani
Sumsel di Bawah Garis Kemiskinan)
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
103
UPAH BURUH TANI SUMSEL DI BAWAH GARIS KEMISKINAN
Buruh tani merupakan salah satu pelaku usaha di sektor pertanian. Berdasarkan Badan
Pusat Statistik, hasil Sensus Pertanian 2003 , jumlah rumah tangga pertanian mencapai 24.8
juta, meningkat 19.4 persen dibandingkan angka tahun 1993, dimana jumlah rumah
tangga buruh pertanian meningkat sebesar 49.8 persen dan jumlah rumah tangga buruh
pertanian naik menjadi 13.4 juta
Buruh tani didefinisikan sebagai seseorang yang melakukan suatu
kegiatan/pekerjaan di sawah atau ladang pertanian dengan tidak menanggung risiko
terhadap hasil panen dan bertujuan untuk mendapatkan upah/imbalan. Berdasarkan
konsep BPS, buruh tani dimaksud adalah buruh laki-laki dan tidak dikaitkan dengan kriteria
umur, tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Pekerja buruh tani meliputi: (i) mencangkul,
(ii) menanam, dan (iii) menyiangi. Grafik berikut memperlihatkan perkembangan upah
buruh tani pedesaan di Sumsel dari tahun 2000 sd. 2006. Hingga laporan ini dibuat belum
didapat data terkini mengenai upah buruh tani.
Perkembangan Upah Buruh Tani Pedesaan di Sumsel, 2000-2006
0
5000
10000
15000
20000
25000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
dal
am R
up
iah
per
set
eng
ah h
ari
Mencangkul Menanam Menyiangi
Suplemen 6
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
104
Berdasarkan data BPS, upah rata-rata buruh tani (per setengah hari) masing-masing sebagai berikut:
a. Mencangkul sebesar Rp23.668, b. Menanam sebesar Rp20.139, c. Menyiangi sebesar Rp20.175.
Apakah upah rata-rata buruh tani di Sumsel cukup layak? Simulasi sederhana di bawah
bertujuan untuk mengetahui apakah rata-rata upah buruh tani di Sumsel berada di bawah
atau di atas garis kemiskinan setelah memperhitungkan jumlah anggota keluarga buruh.
Sesuai hasil simulasi untuk semua jenis pekerjaan di atas menunjukkan bahwa upah
buruh tani masih berada di bawah garis kemiskinan yang pada tahun 2006 di Sumsel
sebesar Rp185.253 per bulan. Jumlah selisih terbesar dengan garis kemiskinan adalah jenis
pekerjaan menanam, diikuti oleh menyiangi, sedangkan yang terendah selisihnya adalah
mencangkul. Pada tahun 2006 terdapat 1.429.000 penduduk miskin di Sumsel.
Kemiskinan tersebut diperparah oleh laju inflasi yang tiap tahun terus meningkat terutama
kenaikan harga-harga pada kelompok bahan makanan.
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
105
Grafik 6.4Indeks Penghasilan saat ini dibandingkan
6 bln yang lalu
0
50
100
150
Jan
Feb
Mar Apr M
eiJu
ni Juli
Agust Se
pOkt Nov Des Ja
nFe
bM
ar
Inde
ks
nya di masa mendatang namun optimisme tersebut mengalami penurunan yang
tercermin dari indeks penghasilan saat ini dibanding 6 bulan yang lalu dari sebesar
141,33 pada Desember 2007 menjadi 121 pada Maret 2008. Demikian pula
dengan indeks ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang, mengalami
penurunan dari 143,67 pada bulan Desember 2007 menjadi 135 pada Maret 2008.
6.4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah
pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf , pendidikan dan standar hidup
untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah
sebuah wilayah dapat dikatakan sebagai wilayah maju, berkembang atau terbelakang, juga
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Dari 30 propinsi yang diukur IPM-nya, Propinsi Sumsel menempati peringkat IPM
nomor 13 dengan nilai IPM sebesar 70,2 pada tahun 2005. Nilai tersebut sebagai akumulasi
dari angka harapan hidup yang mencapai 68,3 tahun dan pengeluaran riil per kapita yang
disesuaikan sebesar Rp 610.300. Di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah yang
merepresentasikan tingkat pendidikan di Sumsel tergolong moderat, rata-rata lama sekolah
penduduk Sumsel pada tahun 2005 tercatat sebesar 7,5 tahun. Namun satu hal yang
menggembirakan adalah pendidikan telah cukup dinikmati secara merata oleh penduduk
Sumsel yang dibuktikan dengan persentase angka melek huruf yang mencapai 95,90
persen.
Berdasarkan hasil
survei konsumen yang secara
bulanan dilakukan oleh Bank
Indonesia Palembang
terhadap konsumen rumah
tangga, meskipun konsumen
masih memandang optimis
terhadap pendapatan yang
diterimanya baik pada masa
sekarang maupun ekspektasi-
Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
106
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
107
7.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan masih tetap tergantung sektor primer yaitu
terutama sektor pertanian yang sangat dipengaruhi oleh faktor musiman. Pada triwulan II
diperkirakan kinerja sektor pertanian akan mengalami peningkatan dibanding dengan Tw-I
terkait dengan peningkatan pada sub sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan. Di
beberapa sentra produksi beras diperkirakan masih akan berlangsung musim panen,
meskipun terdapat faktor yang berpotensi mengganggu seperti tingginya curah hujan yang
menyebabkan banjir dan puso (gagal panen) serta rusaknya beberapa ruas jalan di sentra
produksi padi.
Tren masih meningkatnya harga
pangan dunia yang berbasis biji-bijian
merupakan peluang yang baik bagi
masyarakat yang bergerak di sektor
pertanian dan perkebunan, sehingga
diperlukan kesigapan petani dalam
memanfaatkan peluang tersebut.
Ketidaksiapan petani dalam
mengantisipasi kenaikan harga pangan
tersebut justru akan menambah beban
karena tingkat pendapatan relatif tetap.
PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
7
Tabel 7.1 Leading Economic Indicator Pertumbuhan Sumsel
Produksi Harga Penjualan/EksporPertaniana. Tanaman bahan makanan ++ + 0b. Perkebunan + +++ +
Pertambangana. Pertambangan non migas - +++ ++
PHRa. Perdagangan eceran + + ++b. Hotel + + ++
Pengangkutana. Pengangkutan 0 + 0
+++ Sangat Baik++ Baik+ Cukup Baik0 Normal- Cukup Buruk-- Buruk--- Sangat Buruk
Sektor/Sub Sektor
Keterangan
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha KBI Palembang
Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
108
Sub sektor tanaman perkebunan diperkirakan mengalami peningkatan produksi
meskipun pada kisaran yang masih rendah terkait dengan berlalunya musim gugur daun
sehingga produksi karet diperkirakan akan meningkat. Harga karet di pasar dunia yang
masih terus meningkat juga berdampak positif terhadap pendapatan petani. Disamping itu,
sawit juga diperkirakan akan meningkat produktivitasnya selain terdorong oleh harga CPO
di pasar dunia yang tinggi juga karena peningkatan produksi sebagai akibat dari perluasan
lahan dan peremajaan tanaman sawit. Sub sektor perikanan diperkirakan juga akan
meningkat kinerjanya terkait dengan kondisi cuaca yang cukup kondusif untuk kegiatan
penangkapan ikan.
Selain faktor-faktor di atas, faktor lain yang berpotensi membatasi pertumbuhan
sektor pertanian adalah kondisi iklim global pada masa sekarang yang sulit diprediksi
sebagai dampak dari pemanasan global. Hal tersebut harus disikapi dengan melakukan
antisipasi dan mitigasi misalnya untuk sub sektor tanaman bahan makanan, dengan
memperhitungkan baik saat yang tepat untuk menanam, pengembangan varietas yang
tahan terdapat perubahan iklim dan penyakit, serta pengelolaan sumber daya alam secara
tepat dan bijak baik pengolahan lahan maupun pemanfaatan sumber energi dan air.
Selain sektor pertanian, sektor lain yang diperkirakan meningkat adalah sektor
bangunan dimana pada triwulan II, realisasi fiskal dari pemerintah untuk pembiayaan
proyek infrastruktur juga sudah mulai berlangsung. Sejalan dengan itu, kegiatan sektor
swasta dalam pembangunan properti juga diperkirakan akan meningkat seiring dengan
peningkatan permintaan terhadap rumah didukung oleh peraturan menteri perumahan
rakyat mengenai KPR bersubsidi bagi golongan masyarakat berpendapatan terbatas.
Liburan dan pergantian tahun ajaran baru sekolah yang akan terjadi pada akhir triwulan II
diperkirakan akan meningkatkan permintaan masyarakat di bidang pendidikan.
Sesuai dengan karakteristik siklikal, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan Tw-II
diperkirakan akan tumbuh positif. Berdasarkan proyeksi dan mempertimbangkan kondisi
ekonomi terkini, diperkirakan pertumbuhan ekonomi tahunan (y-o-y) pada triwulan II 2008
akan berada pada kisaran 5,01 persen. Sedangkan secara triwulanan (q-to-q) pertumbuhan
ekonomi diperkirakan akan terkontraksi pada kisaran 2,87 persen. Angka proyeksi
pertumbuhan triwulanan didasarkan pada beberapa faktor yakni realisasi belanja
pemerintah daerah yang masih belum mencapai puncaknya, masih tingginya harga barang
Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
109
dan jasa domestik serta tingkat pendapatan masyarakat yang relatif tidak berubah
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kondisi ketenagakerjaan pada triwulan II juga diperkirakan masih belum banyak
mengalami perubahan, meskipun diperkirakan terjadi penurunan pengangguran
dipengaruhi oleh peningkatan kinerja sektor pertanian. Meskipun terdapat kendala yang
membatasi yakni masih terbatasnya tingkat lapangan kerja yang tersedia dan kondisi
pekonomian dunia yang masih lesu serta peningkatan harga komoditas pokok seperti
bahan pangan dan bahan bakar terutama minyak tanah yang semakin memberatkan
masyarakat.
Dari kegiatan perdagangan, kinerja ekspor pada Tw-II diperkirakan akan mengalami
peningkatan terkait dengan faktor musiman yang masih berpengaruh pada peningkatan
produksi karet yang pada gilirannya meningkatkan kinerja industri pengolahan karet. Selain
karet, ekspor sawit juga berpotensi meningkat meskipun terdapat kendala yang membatasi
tingkat produktivitas yaitu kebijakan pemerintah di bidang perijinan, law enforcement yang
masih lemah terhadap pabrik yang tidak mempunyai kebun.
7.2. Inflasi
Mempertimbangkan kondisi perekonomian terkini dan pergerakan harga serta ketersediaan
barang dan jasa, perkembangan inflasi pada triwulan mendatang diperkirakan akan berada
pada level yang moderat dan menurun dibanding Tw-I dengan catatan tidak terdapat
perubahan harga pada barang-barang administered price. Tekanan inflasi diperkirakan akan
berasal dari kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga terkait dengan pergantian tahun
ajaran baru dan libur sekolah, terutama dari sub kelompok kursus, biaya pendidikan dan
peralatan sekolah. Selain itu dari kelompok sandang juga diperkirakan akan mengalami
inflasi terkait dengan kebutuhan seragam sekolah. Kelompok bahan makanan diperkirakan
masih tetap menjadi pemicu inflasi terkait dengan kenaikan harga beberapa komoditas
pangan seperti beras, kedelai, tepung terigu, serta minyak goreng meskipun kenaikannya
lebih rendah dibandingkan kenaikan pada Tw-I. Dari kelompok perumahan, inflasi
diperkirakan akan dipicu oleh kenaikan harga minyak tanah yang pasokannya semakin
berkurang terkait dengan konversi mitan ke elpiji yang menyebabkan kelangkaan minyak
tanah.
Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
110
Diproyeksikan inflasi tahunan pada triwulan II 2008 akan berada pada level double
digit. Hal yang masih perlu diwaspadai hingga saat ini adalah ketersediaan pasokan barang
dan jasa, faktor distribusi, dan lonjakan permintaan terhadap komoditas tertentu seperti
pada kelompok pendidikan. Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan
perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Selatan, maka
diperkirakan tekanan inflasi tahunan (y-o-y) pada triwulan II 2008 mencapai 10,82 persen,
sedangkan inflasi triwulanan (q-to-q) diperkirakan akan mencapai 0,80 persen.
Grafik 7.1 Inflasi dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Tahun 2004-2008 (persen dan Saldo Bersih)
-5
-2.5
0
2.5
5
7.5
10
Jan
Mei
Sep
Jan
Mei
Sep
Jan
Mei
Sep
Jan
Mei
Sept Jan
%
60
75
90
105
120
SB
Inflasi IKK
7.3. Perbankan
Berdasarkan rencana bisnis perbankan, diperkirakan kinerja perbankan pada Tw-I Iakan
mengalami peningkatan dibandingkan Tw-I, baik dari penghimpunan dana pihak ketiga
maupun penyaluran kredit. Tingkat suku bunga perbankan yang semakin turun dan
persaingan dari perbankan untuk menawarkan produk pembiayaan diperkirakan akan
meningkatkan ekspansi penyaluran kredit. Hal tersebut juga didukung oleh prediksi akan
meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat terutama kredit konsumsi seperti kredit
multiguna, KPR dan kredit pemilikan kendaraan.
Berdasarkan hasil Survei Kredit Perbankan yang dilakukan terhadap perbankan di
Sumatera Selatan mengkonfirmasi hal tersebut. Diperoleh hasil bahwa permintaan kredit
pada triwulan mendatang diperkirakan akan meningkat meskipun masih dalam kisaran
Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
111
yang tidak terlalu tinggi (1-10 persen). Berdasarkan jenis penggunaannya, maka kredit
terutama masih ditujukan untuk modal kerja, diikuti dengan konsumsi dan investasi.
Peluang penyaluran kredit pada awal tahun masih terbuka, dan diperkirakan akan terus
meningkat terkait dengan peningkatan permintaan masyarakat.
Selain penyaluran kredit, penghimpunan dana pihak ketiga melalui giro, deposito
dan tabungan juga diperkirakan akan meningkat pada kisaran 1–10 persen. Dana pihak
ketiga diperkirakan akan didominasi tabungan, diikuti deposito dan giro. Selain pelayanan
yang ditawarkan dalam penghimpunan dana dan penyaluran kredit, fasilitas jasa perbankan
yang ditawarkan, inovasi produk dan layanan berbasis teknologi diharapkan akan
meningkatkan kinerja penghimpunan dana oleh perbankan ditengah persaingan dengan
produk sekuritas dan alternatif investasi lain. Selain itu, tingkat suku bunga yang semakin
rendah dan promosi dan layanan yang diberikan diharapkan akan meningkatkan
penyaluran kredit/pembiayaan oleh perbankan.
Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2008
112
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank