prom nite

5
PROM NITE Purwokerto serasa kota mati. Oliv menyesali diri, mengapa sejak dulu, dia tak punya teman selain anak-anak SMU Nusa Bangsa. Sehari setelah Prom nite, suasana hatinya kacau. Disekanya air mata yang menetes di pipi. Oliv sangat tidak menikmati pesta bubaran anak sekolah itu. Dia telah kehilangan semua kenangannya bersama ketiga sahabat karibnya. Engel, Kiki dan Erly. Kiki pergi ke Jakarta untuk nerusin kuliah di FMIPA UI, Engel kuliah di Bandung, Erly nerusin usaha mamanya, sambil kuliah jarak jauh dengan metode e- learning jurusan sejarah. Oliv menyusuri jalanan sepanjang pertokoan Kebondalem yang ramai, tapi hatinya sepi, sunyi, dan dia benci suasana ini. Oliv berbelok di depan toko RITA, disini biasanya dia belanja bulanan sama Kiki. Abis itu, dia akan makan es krim roti di toko Brazil sepuasnya. Setelahnya , kadang beli sepatu murahan di belakang toko MATAHARI, kadang beli CD bajakan lagu mp3 yang terbaru. Sebel…. Mana Andi udah kagak pernah nongol lagi. Biasanya, Andi yang menemani Oliv kemana pun dia pergi kalo’ dia pas nggak ada temen. Andi udah 3 tahun kuliah di Thailand. Bentar lagi dia udah jadi sarjana. Andi pernah sekali ngirimin beberapa foto di Bangkok lewat emailnya.

Upload: tenia-wahyuningrum

Post on 25-May-2015

606 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

PROM NITE

Purwokerto serasa kota mati. Oliv menyesali

diri, mengapa sejak dulu, dia tak punya teman selain anak-anak SMU Nusa Bangsa. Sehari setelah Prom nite, suasana hatinya kacau. Disekanya air mata yang menetes di pipi. Oliv sangat tidak menikmati pesta bubaran anak sekolah itu. Dia telah kehilangan semua kenangannya bersama ketiga sahabat karibnya. Engel, Kiki dan Erly. Kiki pergi ke Jakarta untuk nerusin kuliah di FMIPA UI, Engel kuliah di Bandung, Erly nerusin usaha mamanya, sambil kuliah jarak jauh dengan metode e-learning jurusan sejarah. Oliv menyusuri jalanan sepanjang pertokoan Kebondalem yang ramai, tapi hatinya sepi, sunyi, dan dia benci suasana ini.

Oliv berbelok di depan toko RITA, disini biasanya dia belanja bulanan sama Kiki. Abis itu, dia akan makan es krim roti di toko Brazil sepuasnya. Setelahnya , kadang beli sepatu murahan di belakang toko MATAHARI, kadang beli CD bajakan lagu mp3 yang terbaru. Sebel….

Mana Andi udah kagak pernah nongol lagi. Biasanya, Andi yang menemani Oliv kemana pun dia pergi kalo’ dia pas nggak ada temen. Andi udah 3 tahun kuliah di Thailand. Bentar lagi dia udah jadi sarjana. Andi pernah sekali ngirimin beberapa foto di Bangkok lewat emailnya.

katanya ini kampusnya, busyet, bagus banget ya…. Di Indonesia gedung kayak gini pasti jadi apartemen yang mahalnya minta ampun

Disini nih, Andi kuliah, dia emang seneng computer

Andi lagi sibuk di lab computer

Oliv memandangi foto-foto itu sendiri, di bangku toko es krim Brazil sambil menelan sesendok es krim roti kesukaannya. Oliv sengaja napak tilas, untuk mengenang ketiga sohibnya, dan seluruh memory indah bersama orang-orang terkasihnya. Oliv merenung

memikirkan Andi. Sebentar lagi Andi bakalan balik ke Indonesia. TIba-tiba terbersit perasaan kangen dalam lubuk hatinya. Padahal kalau ketemu, berantem melulu. Tapi perasaannya mengatakan benci tapi rindu. Seperti perasaannya kepada Aldo. Uuuh, Aldo. Oliv menghela nafas panjang. Dulu, dia sangat membenci Aldo. Dia sosok yang arogan, sombong, playboy. Tapi, disamping itu, dia anak yang manis, suka menolong, dan sangat mencintainya. Tunggu! Mencintainya? Apakah Aldo betul-betul mencintainya? Oliv jadi ragu sekarang. Setahun lamanya Aldo tak pernah memberinya kabar berita. Tidak sebaris sms, tidak sepucuk surat, tidak selembar blanko wesel…., keterlaluan. Sudah tahu keterlaluan, trus, kenapa masih diterusin aja hubungan ini? Kenapa nggak nyari cowok lain? Gimana dengan Doni? Cowok keren kelas IPA yang juara renang tingkat nasional? Erlangga? Cowok jenius yang bisa memadupadankan music etnis dan modern? Atau bahkan Pak Eka? Guru muda yang cerdas dan dewasa. Ah…, tidak. Oliv menggeleng sendiri. Cintanya masih ditujukan pada Aldo. Menurutnya, Aldo cowok yang unik. Dia nggak pasaran dan sifatnya kolaborasi antara yin dan yang. Eksentrik dan cinta orang tua. Ooooo, so sweet…. Oliv membayar es krim rotinya. Dia ingat betul kejadian saat prom nite tahun lalu, saat Aldo memberinya setangkai mawar merah yang harum sambil berlutut mengungkapkan perasaan cintanya. Saat dia mendaratkan ciuman di pipinya. Saat dia menyetir mobil di sampingnya. Saat dia menggandeng tangannya. Oliv masih ingat semuanya. Oliv melewati

toko baju dan manekin yang berdiri di belakang etalase seakan tersenyum padanya. Senyumnya kecut. Seperti hatinya yang mencelos ditinggal kekasih. Entah dimana sekarang kau Aldo…., aku tak tahu harus bagaimana lagi… Oliv berbisik dalam hati. Oliv melewati toko sepatu. Disini dia biasanya membeli sepatu murah tapi trendi. Si Abang penjual sepatu tersenyum dan menyapanya ramah. “Kok sendirian neng?” Oliv hanya nyengir. Sepatu-sepatu itu seakan melambai padanya. Meminta untuk dibeli, karena sudah terlalu lama dipajang. Oliv menyeberang dan menemukan toko buah, di toko ini dia pernah membeli apel untuk tante Rien. Wanita setengah baya yang mengidap penyakit kronis. Belum tahu penyebabnya, bahkan belum tahu obatnya. Oliv sedih mengingatnya. Di wajahnya tersimpan semburat kecantikan yang dulu pernah dimilikinya. Kecantikan yang terawat sempurna karena dia wanita berkelas. Seorang pengacara dan notaris yang terkenal, tapi hatinya rapuh, karena suaminya menikah lagi dengan seorang penyanyi café, temannya sendiri. Ingat café, Oliv jadi ingat café Marissa, tempat dia dan Aldo berjanji untuk ketemu lagi. Tak afdhal rasanya jika dia tak kesana. Maka, jejak langkahnya menuntunnya ke tempat itu. Sampai di depan gedung fitness “AVIRA” Oliv terkejut bukan kepalang, karena café itu sekarang tidak ada lagi, telah digantikan dengan lapangan futsal yang ramai pengunjung. Oooh, tidak! Oliv berjalan gontai dan duduk di samping kolam ikan hias yang sering dipandanginya bersama Aldo. Ikan Koi

itu masih sama. Hanya saja, sekarang ukurannya bertambah besar. Oliv memasukkan tangan kanannya ke dalam air kolam. Dingin…, se dingin hatinya. Ikan Koi itu berenang dengan tenang seolah tak ingin mengganggu kesedihan Oliv. Daun-daun kering dari pohon yang menaungi kolam berguguran satu per satu. Kadang beterbangan tak tentu arah, sesekali jatuh menimpa wajahnya yang cantik tapi kusam. Oliv melamun dan pikirannya kosong. Ia berniat untuk pergi. Namun, sebelum beranjak, seseorang telah menutup mata dengan kedua tangannya. Oliv terkaget, bukan main. Sekilas, dia sangat hapal dengan bau parfumnya, dengan bau tubuhnya. Mengingatkannya pada peristiwa di lapangan basket. Oliv berusaha melepaskan tangan itu, dan…. “Aldo? Ka… kamu…” Oliv terbata-bata. “Kemana saja kamu anak cerewet… aku menunggu kamu disini 2 bulan lamanya…” “Kamu ingkar janji! Katanya kamu mau menungguku pas hari valentine!” “Aku kesini kok! Tapi kamunya yang nggak ada!” “Teganya kamu!” “Kamu yang tega! Kamu biarkan aku menunggumu sampai café ini dibongkar dan menjadi lapangan futsal!” “Kamu terlambat! Dasar cowok tukang telat! Jam karet! Mana aku tahu! Emangnya cuma kamu yang menunggu! Aku bahkan sudah setahun menunggu kamu! Egois!” Air mata Oliv tumpah ruah di dada Aldo yang bidang. Aldo memeluknya erat. “Aku nggak mau kehilangan kamu lagi” bisiknya di telinga Oliv. Oliv hanya menangis, dan menangis.