produksi asam asetat secara fermentasi

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Asam Asetat Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Dahulu kala cuka dihasilkan oleh berbagai bakteri penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur. Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Pada abad ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris , yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa , sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir Ibnu Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap 1

Upload: meidina-yellisa

Post on 26-May-2015

4.624 views

Category:

Science


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Produksi asam asetat secara fermentasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Asam Asetat

Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Dahulu kala cuka dihasilkan oleh

berbagai bakteri penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari

pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama.

Pada abad ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa

cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal

putih (timbal karbonat), dan verdigris , yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam

tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa ,

sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa

mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula

Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan

oleh para pejabat Romawi

Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir Ibnu Hayyan menghasilkan asam asetat

pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan

dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas

Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang

dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat

dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai

bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimia Prancis Pierre

Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat

anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon

disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena

dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui

elektrolisis menjadi asam asetat.

Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang

diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida

1

Page 2: Produksi asam asetat secara fermentasi

menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat

menghasilkan asam asetat. (G.Rionugroho H.2012)

 

2

Page 3: Produksi asam asetat secara fermentasi

BAB II

ASAM ASETAT SECARA UMUM

2.1 Pengertian Asam Asetat

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik

asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organic yang dikenal

sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus

empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dengan bentuk CH3COOH, CH3COOH,

atau CH3CO2H. Asam asetat murni (asam asetat glacial) adalah cairan higroskopis tak

berwarna, dan meniliki titik beku 1,70C, titik didik 117,90C. (G.Rionugroho H.2012)

2.2 Spesifikasi Bahan Baku

Asam asetat meerupakan salah satu produk industri yang banyak dibutuhkkan di

Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol, yang dapat

diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit nenas, pulp kopi, pulp

coklat, dan air kelapa. Hasil fermentasi asam asetat sering disebut sebagai vinegar yang

berarti sour wine. Vinegar berasal dari bahasa Prancis, vindiger (vin=wine,

digger=sour). Definisi vinegar menurut Food and Drugs (FDA) USA, vinegar adalah jus

apel yang difermentasikan menjadi alkohol dan difermentasikan lebih lanjut menjadi

asam asetat. Pada saat ini cuka atau vinegar dibuat dari bahan kaya gula seperti buah

anggur, apel, nira kelapa, malt dan gula. Gula yang dipakai adalah sukrosa dan glukosa,

dimana pembuatannya melibatkan proses fermentasi alkohol dan fermentasi asetat

secara berimbang. Komposisi vinegar tergantung dari bahan baku, proses fermentasi

menjadi alkohol dan fermentasi alkohol menjadi asam cuka, pengeraman, serta

penyimpanan.

Bahan-bahan baku yang digunakan untuk membuat asam asetat adalah sebagai

berikut.

2.2.1 Air Kelapa

Pembuatan asam asetat dari air kelapa dilakukan dengan cara fermentasi

dengan menggunakan inokulum Acetobacter aceti dan ditambahkan dengan

sedikit alkohol. Dalam proses fermentasi asam asetat, diperlukan adanya aerasi.

Hal ini dikarenakan proses fermentasi yang berjalan adalah proses fermentasi

3

Page 4: Produksi asam asetat secara fermentasi

aerobik sehingga bakteri memerlukan oksigen agar dapat mengurai air kelapa

menjadi alkohol. Setelah alkohol terbentuk, proses fermentasi berlanjut pada

pembentukan asam asetat. Proses ini berlangsung paling lama sebelas hari.

2.2.2 Pulp Cokelat (Kakao)

Pembuatan asam asetat dari pulp cokelat (kakao) dilakukan dengan cara

malakukan fermentasi pulp kakao menjadi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae

dengan penambahan urea dan sukrosa. Penambahan sukrosa dan urea ini

dimaksudkan agar pembentukan etanol menjadi lebih maksimal. Setelah etanol

terbentuk, fermentasi kemudian dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu

fermentasi etanol menjadi asam asetat oleh bakteri Acetobacter aceti.

2.3 Spesifikasi Produk

Asam asetat adalah cairan tak berwarna dengan rumus kimia CH3COOH.

Memiliki titik leleh 16.5°C (289.6 ± 0.5 K) (61.6°F) dan mendidih pada 118.1°C (391.2

± 0.6 K) (244.5°F), kerapatan 1,049g/mL pada 25oC dan flash point 39oC dan massa

molar 60.05 g/mol . Dalam konsentrasi tinggi, asam asetat bersifat korosif, memiliki bau

tajam dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat

seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat

asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa

konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira

sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat

berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer juga

dapat dideteksi pada uap bersuhu 120°C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam

pelarut tak berikatan hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni dimer

dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer

tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan

seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam

asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa. Contohnya

4

Page 5: Produksi asam asetat secara fermentasi

adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir semua garam

asetat larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)

NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan

garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi

dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbon dioksida bila bereaksi

dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam

asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam

karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik.

2.4 Kegunaan Asam Asetat

Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai

senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai

bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM).

Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester.

Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

2.5 Reaksi / mekanisme reaksi

Teknologi pembuatan asam asetat mungkin yang paling beragam dari

pembuatan semua bahan kimia organik industri. Ada beberapa teknik yang digunakan

dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah; karbonilasi methanol, sintesis gas

metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi alkana, oksidatif fermentasi,

dan anaerob fermentasi. Karbonilisasi methanol merupakan teknik yang umum

digunakan dalam industri asam asetat dan menjadi teknik penghasil asam asetat lebih

dari 65% dari kapasitas global. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia,

75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui

metode-metode alternatif.

Asam asetat dapat dihasikan dari senyawa C2H5OH (etanol) atau buah-buahan

yang mengandung senyawa tersebut melalui proses oksidasi biologis yang

menggunakan mikroorganisme. Etanol dioksidasikan menjadi acetaldehid dan air.

Asetaldehid dihidrasi yang kemudian dioksidasikan menjadi asam asetat dan air.5

Page 6: Produksi asam asetat secara fermentasi

Mekanisme pembentukan asam asetat yaitu: Bakteri asam asetat dapat

menggunakan oksigen sebagai penerima elektron, urutan reaksi oksidasi biologis

mengikuti pemindahan hidrogen dari substrat etanol, enzim etanol dehidrogenase

dapat melakukan reaksi ini karena mempunyai system sitokrhom yang menjadi

kofaktornya. Bakteri-bakteri asam asetat, khusunya dari genus Acetobakter adalah

mikroorganisme aerobik yang mempunyai enzim intraselular yAng berhubungan

dengan sistem bioksidasi mempergunakan sitokhrom sebagai katalisatornya.

Reaksi:

CH3CH2OH + 12

O2 CH3CHO + H2O

CH3CHO + H2O CH3CH(OH)2

CH3CH(OH)2 + 12

O2 CH3COOH + H2O

2.6 Kondisi Operasi Proses Monsanto

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di

Texas City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang

rendah. Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah

methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO

menghasilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Sebelumnya pembuatan asam

asetat dengan teknik BASF dapat dilakukan dengan menggunakan katalis

iodinepromotedkobalt, namun kurang efektif dalam hal biaya karena katalis ini bekerja

pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2. Sedangkan katalis rhodium bekerja pada

tekanan antara 200 - 1800 lb/in2. Katalis rhodium menghasilkan asam asetat sampai 99

% sedangkan katalis iodinepromotedkobalt hanya sekitar 90 % saja. Mekanisme kerja

proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap,

1. Siklus katalitik konversi metanol menjadi metiliodida

CH3OH + HI CH3I + H2O

Penambahan katalis Rh (I) kompleks (d8 segi empat planar) ke dalam metil iodida

menghasilkan struktur baru koordinat 6 alkil rhodium (III) kompleks (d6).CH3I +

[Rh-kompleks].

6

oksidasi

hidrasi

oksidasi

Page 7: Produksi asam asetat secara fermentasi

Mekanisme Reaksi Katalis

Katalis Carbonylation terdiri dari dua komponen utama yaitu rhodium kompleks yang

larut dan iodida promotor. Hampir setiap sumber Rh dan I- akan bekerja dalam reaksi ini

karena akan dikonversi menjadi katalis [Rh (CO)2I2]- di bawah kondisi reaksi. Struktur

katalis [Rh(CO)2I2]- dapat dilihat seperti gambar berikut.

Proses yang terjadi ialah; pertama methanol dimasukkan dalam tangki reaktor dan

direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi

methanol menjadi metil iodide:

MaOH + HI MeI + H2O

Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus

katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]- sehingga

terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]- (Gambar 2). Kemudian dengan cepat CO pindah

berikatan dengan CH3 membentuk kompleks seperti pada gambar 3. Setelah itu direaksikan

dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi sebagai ligan dalam kompleks Rh,

menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III)

(Gambar 4). Dengan terbentuknya kompleks pada gambar 4 maka gugus CH3COI mudah

lepas. Kompleks ini kemudian direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium

yang terpisah.Ditangki ini bekerja suhu 1500C-2000C dan tekanan 30 atm- 60 atm. Asetil

iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan CH3COOH dan HI.

Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol

menjadi MeI yang akan masuk dalam proses reaksi dan melanjutkan siklus. Sedangkan

asam asetat yang dihasilkan masuk dalam tangki pemurinian untuk dipisahkan dari pengotor

yang mungkin ada seperti asam propionate. Pemurnian dilakukan dengan cara destilasi.

Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada gambar berikut:

7

Page 8: Produksi asam asetat secara fermentasi

Gambar 5 The major unit comprising a commercial-scale Monsanto methanol

operating plant, which uses a rhodium-based catalyst.

8

Page 9: Produksi asam asetat secara fermentasi

2.7 Kondisi Operasi Proses Cativa

Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh carbonylation

dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya berbeda dalam

penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang mengandung katalis

seperti kompleksIr[(CO)2I2]–. Proses ini pertama kali dikembangkan oleh BP Chemicals

dan lisensi oleh BP Plc. Pada awalnya kajian Monsanto telah menunjukkan bahwa

iridium kurang aktif dari rhodium untuk proses carbonylation metanol. Namun

penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa katalis iridium bisa dipromosikan dengan

bantuan ruthenium. Kombinasi ini menghasilkan sebuah katalis yang lebih unggul

daripada sistem berbasis rhodium.Penggunaan iridium memungkinkan penggunaan air

lebih sedikit dalam campuran reaksi. Dengan demikian dapat mengurangi jumlah

kolom pengeringan yang diperlukan, mengurangi produk samping dan menekan gas air

reaksi bergeser. Selain itu, proses ini memungkinkan loading katalis yang lebih tinggi.

Dibandingkan dengan proses Monsanto, proses Cativa menghasilkan asam propionat

sangat kecil dalam produk.

Struktur katalis kompleksIr[(CO)2I2]– dapat dilihat seperti gambar beriktut:

Proses reaksi dalam tangki dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

9

Page 10: Produksi asam asetat secara fermentasi

Pertama methanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida.

Setelah itu, metal iodide masuk dalam tangki reactor bereaksi sengat katalis kompleks

iridium (gambar. 1) membentuk [Ir(CO)2I3CH3]- (gambar 2), setelah terbentuk struktur

ini dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I- akan keluar dari kompleks

digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru [Ir(CO)3I] (gambar. 3), struktur ini

kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan dengan CH3

(gambar 4). Gugus CH3CO pada kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I-

di sekitar kompleks menyebabkan gugus CH3CO lepas dari kompleks dan bereaksi

dengan I- membentuk CH3COI. Senyawa CH3COI ini kemudian dihidrolisis

menghasilkan asam asetat (CH3COOH) dan asam halida (HI). Dimana HI yang

terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus bereaksi dengan methanol membentuk

Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan katalis. Asam asetat yang terbentuk belum

murni. Untuk memisahkan asam asetat dari pengotor maka dilakukan destilasi.

Mekanisme pembuatan asam asetat dalam pabrik dengan proses Cativa dapat

dipresentasikan seperti berikut ini (G.Rionugroho H.2012).

2.8 Bakteri yang berperan dalam fermentasi asam asetat

Salah satu contoh dari bakteri asam asetat adalah Acetobacter. Di bawah ini

akan dijelaskan klasifikasi ilmiah Acetobacter, yakni sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class  : Alpha Proteobacteria

Order  : Rhodospirillales

Family  : Acetobacteraceae

Genus : Acetobacter

Type Species : A. Aceti A.oeni 

                        A.cerevisiae A.orientalis 

                           A.cibinongensis  A.orleanensis 

A.estunensis  A.pasteurianus

A.indonesiensis  A.peroxydans

A.liquefaciens  A.pomorum

A.lovaniensis  A.syzygii 

10

Page 11: Produksi asam asetat secara fermentasi

A.malorum  A.tropicalis

A.nitrogenifigens  A.Xylinus

Ciri – ciri bakteri Asam Asetat sebagai berikut :

- Bakteri asam asetat berbentuk batang pendek yang mempunyai panjang 2 mikron

dengan permukaan dinding yang berlendir.

-  Merupakan bakteri gram negative dengan tidak membentuk endospora maupun

pigmen.

- Bakteri asam asetat merupakan bakteri aerobic.

- Suhu optimum pertumbuhan bakteri asam asetat adalah 300C.

- Media pertumbuhannya adalah mannitol agar atau mannitol broth.

- pH pertumbuhan optimal bakteri ini adalah 6,0 dengan kisaran pH 5,0 – 7,0 dan

etanol yang ada akan dioksidasi menjadi asam asetat pada pH 4,5.

- Mekanisme fermentasi asam asetat dibagi menjadi dua yaitu fermentasi alcohol

dan fermentasi asam asetat.

2.9 Fermentasi Asam Asetat

Asam asetat merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau asam yang tajam.

Asam asetat mempunyai berat jenis 1,049 dan titik didih 118,10C pada tekanan 1 atm.

Daya larut yang dimiliki sebanding dengan air, alcohol, gliserol, eter pada suhu kamar.

Asam asetat tidak dapat larut pada karbon disulfat.

 Pembuatan asam asetat secara fermentasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu

fermentasi alcohol dan fermentasi asam asetat oleh bakteri asam asetat pada larutan

yang mengandung alcohol.

Fermentasi asam asetat sangat tergantung pada kadar alcohol substrat dan

aerasi. Bila kadar alcohol 14% atau lebih maka akan terbentuk suatu lapisan zooglea

yang dapat mengakibatkan sukarnya proses oksidasi sehingga tidak semua alcohol

dapat teroksidasi menjadi asam asetat. Bila kadar alcohol kurang dari 2% maka ester

dan asam asetat yang terbentuk akan teroksidasi menjadi asam, air, dan karbon

dioksida. Pada substrat dari air kelapa alcohol yang baik tidak lebih dari 6% dengan

aerasi sekurang-kurangnya 0,08 vvm.

Tahapan reaksi enzimatis yang terjadi adalah sebagai berikut :

11

Page 12: Produksi asam asetat secara fermentasi

         Etanol + oksigen    etanol degidrogenase        asetaldehid + air

         Asetaldehid + oksigen     asetaldehid hidrolase        hidratasetat

         Hidratasetaldehid + O2      aldehid hidrogenase        asam asetat

Mekanisme fermentasi asam asetat dibagi menjadi dua, yaitu fermentasi alkohol

dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol, mula-mula gula yang terdapat

pada bahan baku diubah oleh khamir menjadi alkohol dan CO2, yang berlangsung

secara anaerob. Setelah alcohol dihasilkan maka segera dilakukan fermentasi asam

asetat, dimana bakteri asam asetat akan mengubah alkohol menjadi asam asetat secara

aerob. Setelah terbentuk asam asetatmaka fermentasi harus segera dihentikan supaya

tidak terjadi fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk, yang dapat menimbulkan

kerusakan. Secara teoritik dari 1 g glukosa akan dihasilkan 0,5 g etanol yang kemudian

akan diubah menjadi 0,67 g asam asetat.

2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Asam Asetat

 Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi asam asetat antara

lain adalah sebagai berikut :

Suhu

pH

Konsentrasi inokulum

Kecepatan aerasi

Konsentrasi etanol

Dll

2.11 Aplikasi Bakteri Asam Asetat 

Acetobacter aceti. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang

mengoksidasi alkohol sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi

tapai, yang menyebabkan tapai yang melewati dua hari fermentasi akan menjadi

berasa masam.

Acetobacter xylinum. Bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco.

Xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang

dihasilkan berupa pelikel yang mengambang dipermukaan substrat.12

Page 13: Produksi asam asetat secara fermentasi

 Beberapa bakteri asam asetat seperti Acetobacter xylinum, A. aceti, A.

pasteurianus, dll berperan dalam pembuatan kombucha atau yang lebih akrab

dikenal dengan jamur teh, atau jamur dipo adalah fermentasi the menggunakan

campuran kultur  bakteri dan khamir sehingga diperoleh citarasa asam dan

terbentuk lapisan nata. ( vindhya tri widayanti.2012).

13

Page 14: Produksi asam asetat secara fermentasi

Adapun Contoh dari Penerapan Pembuatan Asam Asetat

PEMBUATAN ASAM ASETAT DARI AIR KELAPA SECARA

FERMENTASI KONTINYU MENGGUNAKAN KOLOM BIO-OKSIDASI

(Kajian dari tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan aerasi)

BAHAN DAN ALAT

Penelitian menggunakan bahan kimia bermutu tinggi (pure analysis) buatan E. Merk

Darmstadt dan Bacto, meliputi : pepton, ekstrak khamir, glukosa, agar-agar, CaCO3, etanol

dan aquades. Bahan baku air kelapa diperoleh dari pasar tradisional. Biakan murni bakteri

yang digunakan adalah Acetobacter aceti FNCC 0016 (IFO 3283), yang berasal dari

Laboratorium Mikrobiologi P.A.U. Pangan dan Gizi Universitas Gajah mada Yogyakarta.

Bahan analysis berupa Aquades, larutan NaOH 0,1 N, dan larutan pp 1%.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi : autoklaf, oven, kompor, panci,

erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, timbangan, saringan, gelas ukur, stirrer magnetik,

stalagmit, sentrifuge, lampu bunsen, kolom bio-oksida yang dibuat dari pipa PVC dengan

diameter kolom 4,8 cm, 5,8 cm, 7,0 cm dengan tinggi kolom 25,35 dan 45 cm.

RANCANGAN PENELITIAN

Percobaan dilakukan secara factorial menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang

terdiri dari dua faktor :

Faktor I : Tinggi partikel dalam kolom (T),terdiri dari 3 level. T1 = 16 cm, T2 = 25 cm, T3

= 34 cm.

Faktor II : Kecepatan Aerasi (A), terdiri dari 3 level. A1 = 0,06 vvm, A2 = 0,007 vvm, A3 =

0,008 vvm.

PELAKSANAAN PENELITIAN

a. Pembuatan Media Agar Miring

Bahan-bahan pembuatan media agar miring meliputi : pepton 4 g/l, glukosa 10

g/l,Asam Asetat Air Kelapa (Irnia dan Nur Hidayat) 53 yeast extract 10 g/l, agar 15 g/l,

CaCO3 5g/l, etanol 20 ml/l dan aquades 11. Bahan-bahan tersebut dicampur dan

dilarutkan dengan air suling panas, setelah larut dituang dalam tabung reaksi sebanyak 5

ml, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15-20 menit.

14

Page 15: Produksi asam asetat secara fermentasi

b. Pembuatan Media Cair untuk Aktivasi

Bahan-bahan pembuatan media cair untuk aktifasi meliputi: pepton 4 g/l, glukosa

10 g/l, yeast extract 10 g/l, etanol 20 ml/l. Bahanbahan tersebut dicampur dan dilarutkan

dalam air suling panas, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC

selama 15-20 menit.

c. Pembuatan Inokulum

Kultur murni Acetobacter aceti yang telah diremajakan dan diinkubasi selama 48

jam dipindah dalam erlenmeyer yang berisi media cair aktivasi sebanyak 100 ml secara

aseptis. Kultur dalam media cair aktivasi tersebut diaduk dengan menggunakan stirrer

magnetik pada suhu ruang selama 48 jam, selanjutnya digunakan sebagai inokulum.

d. Mencari Kecepatan Aerasi

Penentuan kecepatan aerasi yaitu 0,06 vvm, 0,007 vvm dan 0,008 vvm merupakan

faktor perlakuan dari penelitian yang dilakukan. Aerasi bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan mikroba akan O2 pada konsentrasi tertentu sesuai dengankharakteristik

mikriba yang digunakan yaitu Acetobacter aceti. Aerasi atau aliran udara yang

dibutuhkan berasal dari air pump yang disaring menggunakan larutan NaOH pekat agar

udara yang mengalir tidak mengandung mikrobia, gas CO2 dan CO. Aliran udara

tersebut dihubungkan dengan menggunakan pipa plastik ke kolom biooksidasi.

Penentuan kecepatan aerasi dilakukan dengan menghitung volume udara per satuan

waktu untuk volume larutan pada medium yang difermentasikan. Pada pendahuluan

dengan sistem batch dilakukan untuk mencari kecepatan aliran substrat yang

ditambahkan pada kultur kontinyu dan menentukan rentang yang optimum pada masing-

masing perlakuan, yang akan dugunakan untuk penelitian lanjutan.

Tahapan yang dilakukan untuk penelitian pendahuluan adalah sebagai berikut : air

kelapa yang berasal dari pasar Dinoyo, sebelum digunakan disaring terlebih dahulu,

kemudian dimasak pada suhu 70oC selama 5 menit dan didinginkan. Setelah dingin

dimasukkan dalam kolom bio-oksidasi sebanyak 450 ml, yang telah berisi partikel

(kerikil) dengan diameter yang relatif sama } 1 cm� secara aseptis. Kolom bio-oksidasi

yang telah berisi air kelapa yang telah berisi air kelapa kemudian ditambahkan inokulum

Acetobacter aceti sebanyak 10% dari total volume substart dan ditambahkan alkohol

dengan kadar 6% v/v dan selanjutnya difermentasi selama 2 minggu dengan kecepatan

aerasi 0,05, 0,06 dan 0,07 vvm dengan tinggi partikel dalam kolom 20 cm.

15

Page 16: Produksi asam asetat secara fermentasi

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan matematis diperoleh

kecepatan aliran substrat yang ditambahkan yaitu sebanyak 38,15 ml/hari atau 1,59

ml/jam, yang selanjutnya digunakan pada penelitian lanjutan. Pada penelitian

pendahuluan dengan menggunakan kecepatan aerasi 0,05, 0,06 dan 0,07 vvm dengan

tinggi partikel pada kolom 20 cm diperoleh hasil bahwa kecepatan aerasi dan tinggi

kolom tersebut selama fermentasi diperoleh kadar asam asetat yang relative meningkat

dan diiringi dengan penurunan kadar alkohol.

Hasil dari penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan penelitian lanjutan, yaitu

dengan perlakuan tinggi partikel dalam kolom sebanyak 3 level (16,25 dan 34 cm) dan

kecepatan aerasi sebanyak 3 level 0,06, 0,07, 0,08 vvm dengan volume penambahan

substrat pada kolom bio-oksidasi sebanyak 38,15 ml/hari atau 1,59 ml/jam.

ANALISIS KEPUTUSAN

Di dalam melihat hubungan antar regresi dengan respon di atas dengan penguraian

perlakuan ke dalam komponen linier, kudratik dan seterusnya hingga komponen berderajat

K, maka penentuan derajat hubungan dapat ditentukan melalui uji pengaruh perlakuan yang

diuraikan ke dalam komponen-komponen regresi melalui analisis ragam. Jika pada analisa

tersebut ternyata komponen linier, kuadratik dan kubik (misalnya) nyata pada taraf α = 0.01

atau α = 0,05, maka derajat-derajat tersebut yang kita gunakan pada persamaan regresi

untuk respon tadi (Yitnosumarto, 1993). Apabila dari persamaan yang diperoleh tidak

menunjukkan respon maksimum/optimum dalam hal ini respon bersifat linier, berarti

perlakuan yang dicobakan masih memberikan kenaikan atau penurunan yang proporsional.

Di dalam mendapatkan kondisi optimum maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan perlakuan yang berbeda dengan selangperlakuan yang didasarkan pada persamaan

regresi yang diperoleh dari penelitian yang pertama. Langkah selanjutnya adalah mencari

perlakuan mana yang berbeda nyata satu sama lain dalam mencari perlakuan yang

memberikan hasil paling tinggi terhadap parameter yang dicobakan, salah satunya dengan

menggunakan uji BNT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Jumlah Asam Asetat yang Terbentuk per hari (g)

Nilai rata-rata jumlah asam asetat yang terbentuk berkisar antara 0.44 sampai dengan

1,12 g per hari. Jumlah asam asetat yang terbentuk per hari, terendah diperoleh dari

16

Page 17: Produksi asam asetat secara fermentasi

kombinasi perlakuan tinggi partikel dalam kolom 16 cm dan kecepatan aerasi 0,06 vvm

dan jumlah asam asetat yang terbentuk (per hari) tertinggi diperoleh dari tinggi partikel

dalam kolom 34 cm dan kecepatan aerasi 0,08 vvm.Hasil analisis permukaan respon

dengan menggunakan model regresi polynomial diketahui dari ASR model ortogonal

polynomial (Lampiran 8b), diperoleh persamaan : Y = 0,65 + 0,55 X1 + 0,36 X2. Hasil

ASR menunjukkan bahwa perlakuan tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan aerasi

memberikan pengaruh nyata dan kombinasi/interaksi dari keduanya tidak berpengaruh

nyata.

Tabel 1a.

Rata-rata Jumlah Asam Asetat yang Terbentuk per hari (g) pada Perlakuan Tinggi

Partikel dalam Kolom.

Tinggi Partikel dlm

kolom

Jml Alkohol yang

dikonsumsi per hari (ml)*

Notasi

16

25

34

2.26

2.32

2.57

a

a

b

Ket. : BNT 5% = 0,12 angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda

nyata (p=0,05) * = rata-rata dari tiga kali ulangan

Uji BNT 5% terhadap jumlah asam asetat yan terbentuk per hari antar perlakuan

tinggi partikel dalam kolom (Tabel 1a) menunjukkan bahwa tinggi partikel dalam kolom

16 cm dan 25 cm memberikan pengaruh yang tidak berbeda karena pada ketinggian 16

dan 25 cm besar diameter gelembung yang terbentuk hampir sama sehingga tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah asam asetat yang terbentuk per hari,

tetapi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi partikel dalam

kolom 34 cm. Adanya pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan tinggi partikel

dalam kolom 16 dan 25 cm dengan perlakuan tinggi partikel dalam kolom 34 cm, karena

semakin tinggi partikel dalam kolom maka diameter gelembung O2 yang trepecah

semakin kecil dan mudah larut dalam substrat, sehingga subsrat yang ada lebih

termanfaatkan oleh jasad dan jumlah asam asetat yang trebentuk per hari makin besar.

Tabel 1b.

17

Page 18: Produksi asam asetat secara fermentasi

Rata-rata Jumlah Asam Asetat yang Terbentik (per

hari) pada Perlakuan Kecepatan Aerasi.

Kecepatan Aerasi

(vvm)

Jml Alkohol yg dikonsumsi

tiap hari (ml)*

Notasi

0,06

0,07

0,08

2,31

2,32

2,52

a

a

b

Ket. : BNT 5% = 0,12. Angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda

nyata (p=0,05)

Uji BNT 5% terhadap jumlah asam asetat yang terbentuk per hari antar perlakuan

kecepatan aerasi (Tabel 1b), menunjukkan bahwa kecepatan aerasi 0,06 dan 0,07 vvm

memberikan pengaruh yang tidak berbeda karena pada kecepatan aerasi 0,06 dan 0,07

vvm konsentrasi O2 yang dihasilkan hampir sama, tetapi keduanya memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecepatan aerasi 0,08 vvm. Pengaruh yang

berbeda antar kecepatan aerasi 0,08 vvm disebabkan pada kecepatan aerasi yang paling

tinggi (0,08 vvm) konsentrasi O2 di dalam substrat cukup digunakan untuk pertumbuhan

karena metabolisme jasad berjalan dengan baik, sehingga jasad mampu merombak

sustrat (alkohol) yang ada menjadi asam asetat, dan memberikan jumlah asam asetat

yang tertinggi.

Aerasi dalam suatu proses fermentasi tidaklah cukup mengetahui kebutuhan oksigen

yang diperlukan, sebab suatu proses metabolisme dipengaruhi pola oleh besarnya kadar

oksigen terlarut dalam substrat. Jadi dalam aerasi perlu diperhatikan besarnya kadar

oksigen terlarut dalam substrat (Wibowo, 1988).

2. Jumlah Alkohol yang Dikonsumsi per hari (ml)

Nilai rata-rata alkohol yang dikonsumsi berkisar 2,14 sampai dengan 2,73 ml per hari.

Jumlah alkohol yang dikonsumsi per hari, terendah diperoleh dari kombinasi perlakuan

tinggi partikel dalam kolom 16 cm dan kecepatan aerasi 0,06 vvm dan jumlah alcohol

18

Page 19: Produksi asam asetat secara fermentasi

yang dikonsumsi (per hari) tertinggi diperoleh dari tinggi partikel dalam kolom 34 cm

dan kecepatan aerasi 0,08 vvm.

Hasil analisis permukaan respon dengan menggunakan model regresi polynomial

diketahui bahwa dari ASR model orthogonal polinomial diperoleh persamaan :

Y = 2,38 + 0,46 X1 + 0,32 X2.

Hasil ASR menunjukkan bahwa perlakuan tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan

aerasi memberikan pengaruh nyata sedangkan kombinasi/interaksi dari keduanya tidak

berpengaruh nyata.

Tabel 2a.

Rata-rata Jumlah Alkohol yang Dikonsumsi (per hari) pada Perlakuan Tinggi Partikel

pada Kolom.

Tinggi Partikel dlm kolomJml Alkohol yang

dikonsumsi per hari (ml)*Notasi

16

25

34

2.26

2.32

2.57

A

a

b

Ket.: BNT 5% = 0,12 angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda

nyata(p=0,05)

* = rata-rata dari tiga kali ulangan

Uji BNT 5% terhadap jumlah alcohol yang dikonsumsi per hari antar perlakuan tinggi

partikel dalam kolom (Tabel 2a) menunjukkan bahwa tinggi partikel dalam kolom 16 cm

dan 25 cm memberikan pengaruh yang tidak berbeda tetapi keduanya memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi partikel dalam kolom 34 cm. Hasil ini juga

sebanding atau mempunyai pola yang sama dengan jumlah

asam asetat yang terbentuk (Tabel 1a).

Tabel 2b.

Rata-rata Alkohol yang Dikonsumsi (per hari) pada

19

Page 20: Produksi asam asetat secara fermentasi

Perlakuan Kecepatan Aerasi

Kecepatan Aerasi

(vvm)

Jml Alkohol yg dikonsumsi

tiap hari (ml)*

Notasi

0,06

0,07

0,08

2,31

2,32

2,52

a

a

b

Ket. : BNT 5% = 0,12. Angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda

nyata

(p=0,05)

* = rata-rata dari tiga kali ulangan

Uji BNT 5% terhadap jumlah alcohol yang dikonsumsi per hari antar per hari antar

perlakuan kecepatan aerasi (Tabel 2b) menunjukkan bahwa kecepatan aerasi 0,06 dan

0,07 vvm memberikan pengaruh yang tidak berbeda karena pada kecepatan aerasi 0,06

dan 0,07 vvm konsntrasi O2 yang dihasilkan dan kemampuan metabolisme jasad

mempunyai pola yang sama, tetapi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata

terhadap kecepatan aerasi 0,08 vvm. Pengaruh yang berbeda antar kecepatan aerasi 0,06

dan 0,07 vvm dengan perlakuan kecepatan aerasi 0,08 vvm disebabkan pada kecepatan

aerasi yang paling tinggi (0,08 vvm)

konsentrasi O2 di dalam subsrat cukup digunakan untuk pertumbuhan karena

metabolisme jasad berjalan dengan baik, sehingga jasad mampu mengkonsumsi atau

merombak alkohol menjadi produk lebih maksimal.

3. Kemampuan Pembentukan Asam Asetat (mg/ml jam).

Nilai rata-rata kemampuan pembentukan asan asetat (acetification ability) yang

terbentuk berkisar antara 21,79 sampai dengan 55,10 mg/ml jam. Kemampuan

pembentukan asam asetat terendah diperoleh dari ombinasi perlakuan tinggi partikel

dalam kolom 16 cm dan kecepatan aerasi 0,06 vvm dan kemampuan pembentukan asam

asetat yang tertinggi diperoleh dari tinggi partikel dalam kolom 34 cm dan kecepatan

aerasi 0,08 vvm. Hasil analisis sidik ragam orthogonal polinomial, menunjukan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan pembentukan asam asetat adalah

tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan aerasi, dimana respon yang diberikan bersifat

20

Page 21: Produksi asam asetat secara fermentasi

linier artinya dengan perlakuan pada tingkatan paling rendah sampai tertinggi masih

memberikan kenaikan terhadap kemampuan pembentukan asam asetat secara

proporsional sehingga tidak dapat dicari kondisi optimum dari perlakuan yang

dicobakan.

Hasil analisa permukaan respon dengan menggunakan model regresi polinomial

diketahui bahwa dari ASR model orthogonal polinomial diperoleh persamaan :

Y = 31,94 + 27,22 X1 + 17,20 X2

Hasil ASR menunjukkan bahwa perlakuan tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan

aerasi memberikan pengaruh nyata dan kombinasi/interaksi dari keduanya tidak

berpengaruh nyata.

Tabel 3a.

Rata-rata Kemampuan Pembentukan Asam Asetat (mg/ml jam) pada Perlakuan Tinggi

Partikel dalam Kolom

Tinggi Partikel dlm

kolom((cm)

Kemampuan pembentukan

Asam asetat (mg/ml jam)

Notasi

16

25

34

24,43

28.81

42,58

A

a

b

Ket. : BNT 5% = 5,78. Angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda

nyata

(p=0,05)

* = rata-rata dari tiga kali ulangan

Uji BNT 5% terhadap kemampuan pembentukan asam asetat antar perlakuan tinggi partikel

dalam kolom (Tabel 3a) menunjukkan bahwa tinggi partikel dalam kolom 16 cm dan 25 cm

memberikan pengaruh yang tidak berbeda karena pada perlakuan tersebut total volume

asam asetat yang terbentuk dan total volume substrat yang ditambahkan relatif sama, tetapi

keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi partikel dalam kolom

34 cm. Adanya pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan tinggi partikel dalam kolom

16 cm dan 25 cm dengan perlakuan tinggi partikel dalam kolom 34 cm, karena semakin

kecil sehingga substrat yang ada lebih termanfaatkan oleh jasad dan total asam asetat yang

terbentuk per hari makin besar.

Tabel 3b.

21

Page 22: Produksi asam asetat secara fermentasi

Rata-rata Kemampuan Pembentukan Asam Asetat (mg/ml jam) pada Perlakuan

Kecepatan Aerasi.

Kecepatan Aerasi

(vvm)

Jml Alkohol yg dikonsumsi

tiap hari (ml)*

Notasi

0,06

0,07

0,08

27,73

28,90

39,20

a

a

b

Ket. : BNT 5% . Angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata (p-

0,05)

* = rata-rata dari tiga kali ulangan

Uji BNT 5% terhadap kemampuan pembentukan asam asetat antar perlakuan kecepatan

aerasi (Tabel 3b) menunjukkan bahwa kecepatan aerasi 0,06 dan 0,07 vvm memberikan

pengaruh yang tidak berbeda tetapi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata

terhadap kecepatan aerasi 0,08 vvm. Pengaruh yang berbeda antar kecepatan aerasi 0,06 dan

0,07 vvm dengan perlakuan kecepatan aerasi 0,08 vvm disebabkan pada kecepatan aerasi

yang paling tinggi (0,08 vvm) jumlah )2 di dalam subsrat cukup digunakan untuk

pertumbuhan karena metabolisme jasad

berjalan dengan baik, sehingga jasad mampu merombak subsrtat (alkohol) yang ada

menjadi asam asetat dan memberikan jumlah asam asetat yang berbentuk paling tinggi.

22

Page 23: Produksi asam asetat secara fermentasi

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik

asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organic yang dikenal

sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.

Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai

senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai

bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain

itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester.

Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi asam asetat antara lain

adalah sebagai berikut : Suhu, pH, Konsentrasi inokolum, kecepatan aerasi, dan

konsentrasi etanol.

Adapun bakteri yang digunakan dalam fermentasi Asam asetat, yaitu : Acetobacter

aceti. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang mengoksidasi alkohol

sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang menyebabkan

tapai yang melewati dua hari fermentasi akan menjadi berasa masam, Acetobacter

xylinum Bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco. Xylinum mampu

mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel

yang mengambang dipermukaan substrat. Beberapa bakteri asam asetat

seperti Acetobacter xylinum, A. aceti, A. pasteurianus, dll berperan dalam pembuatan

kombucha atau yang lebih akrab dikenal dengan jamur teh, atau jamur dipo adalah

fermentasi teh menggunakan campuran kultur  bakteri dan khamir sehingga diperoleh

citarasa asam dan terbentuk lapisan nata.

.

2. Saran

Dalam pembuatan asam asetat secara fermentasi, konsentrasi awal dari etanol yang

dihasilkan oleh proses fermentasi buah perlu diperhatikan. Karena konsentrasi etanol

23

Page 24: Produksi asam asetat secara fermentasi

awal yang besar dapat menyebabkan matinya bakteri yang berperan dalam fermentasi

sehingga asam asetat tidak terbentuk.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, A. M. 1989. Mempelajari Beberapa Cara Fermentasi Dalam Pembuatan Vinegar Nira Aren. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Parrondo, J. 2003. Anote-Production of Vinegar fromWhey. Journal of The Institute of Brewing. volume 104 no. 4.Pp 356-358.

Tyasning, R. 2006. Pengaruh Pengadukan, Aerasi dan Konsentrasi Etanol Pada Pembuatan AsamAsetat Dengan Metoda Kultur Terendam. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Lampung.

G.Rionugroho H.2012. Asam Asetat.blogspot.com

vindhyatriwidayanti.blogspot.com

Irnia Nurika dan Nur Hidayat dari fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

24