Download - Produksi asam asetat secara fermentasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Asam Asetat
Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Dahulu kala cuka dihasilkan oleh
berbagai bakteri penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari
pembuatan bir atau anggur.
Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama.
Pada abad ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani kuno Theophrastos menjelaskan bahwa
cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya timbal
putih (timbal karbonat), dan verdigris , yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam
tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa ,
sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa
mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula
Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan
oleh para pejabat Romawi
Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Jabir Ibnu Hayyan menghasilkan asam asetat
pekat dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan
dari distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli alkimia Jerman Andreas
Libavius menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang
dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat
dengan larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai
bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimia Prancis Pierre
Adet akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.
Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat
anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon
disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena
dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui
elektrolisis menjadi asam asetat.
Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang
diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida
1
menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat
menghasilkan asam asetat. (G.Rionugroho H.2012)
2
BAB II
ASAM ASETAT SECARA UMUM
2.1 Pengertian Asam Asetat
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organic yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus
empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dengan bentuk CH3COOH, CH3COOH,
atau CH3CO2H. Asam asetat murni (asam asetat glacial) adalah cairan higroskopis tak
berwarna, dan meniliki titik beku 1,70C, titik didik 117,90C. (G.Rionugroho H.2012)
2.2 Spesifikasi Bahan Baku
Asam asetat meerupakan salah satu produk industri yang banyak dibutuhkkan di
Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol, yang dapat
diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit nenas, pulp kopi, pulp
coklat, dan air kelapa. Hasil fermentasi asam asetat sering disebut sebagai vinegar yang
berarti sour wine. Vinegar berasal dari bahasa Prancis, vindiger (vin=wine,
digger=sour). Definisi vinegar menurut Food and Drugs (FDA) USA, vinegar adalah jus
apel yang difermentasikan menjadi alkohol dan difermentasikan lebih lanjut menjadi
asam asetat. Pada saat ini cuka atau vinegar dibuat dari bahan kaya gula seperti buah
anggur, apel, nira kelapa, malt dan gula. Gula yang dipakai adalah sukrosa dan glukosa,
dimana pembuatannya melibatkan proses fermentasi alkohol dan fermentasi asetat
secara berimbang. Komposisi vinegar tergantung dari bahan baku, proses fermentasi
menjadi alkohol dan fermentasi alkohol menjadi asam cuka, pengeraman, serta
penyimpanan.
Bahan-bahan baku yang digunakan untuk membuat asam asetat adalah sebagai
berikut.
2.2.1 Air Kelapa
Pembuatan asam asetat dari air kelapa dilakukan dengan cara fermentasi
dengan menggunakan inokulum Acetobacter aceti dan ditambahkan dengan
sedikit alkohol. Dalam proses fermentasi asam asetat, diperlukan adanya aerasi.
Hal ini dikarenakan proses fermentasi yang berjalan adalah proses fermentasi
3
aerobik sehingga bakteri memerlukan oksigen agar dapat mengurai air kelapa
menjadi alkohol. Setelah alkohol terbentuk, proses fermentasi berlanjut pada
pembentukan asam asetat. Proses ini berlangsung paling lama sebelas hari.
2.2.2 Pulp Cokelat (Kakao)
Pembuatan asam asetat dari pulp cokelat (kakao) dilakukan dengan cara
malakukan fermentasi pulp kakao menjadi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae
dengan penambahan urea dan sukrosa. Penambahan sukrosa dan urea ini
dimaksudkan agar pembentukan etanol menjadi lebih maksimal. Setelah etanol
terbentuk, fermentasi kemudian dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu
fermentasi etanol menjadi asam asetat oleh bakteri Acetobacter aceti.
2.3 Spesifikasi Produk
Asam asetat adalah cairan tak berwarna dengan rumus kimia CH3COOH.
Memiliki titik leleh 16.5°C (289.6 ± 0.5 K) (61.6°F) dan mendidih pada 118.1°C (391.2
± 0.6 K) (244.5°F), kerapatan 1,049g/mL pada 25oC dan flash point 39oC dan massa
molar 60.05 g/mol . Dalam konsentrasi tinggi, asam asetat bersifat korosif, memiliki bau
tajam dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat
seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat
asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa
konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira
sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.
Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat
berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer juga
dapat dideteksi pada uap bersuhu 120°C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam
pelarut tak berikatan hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni dimer
dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer
tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan
seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam
asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa. Contohnya
4
adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir semua garam
asetat larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:
Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)
NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)
Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan
garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi
dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbon dioksida bila bereaksi
dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam
asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam
karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik.
2.4 Kegunaan Asam Asetat
Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai
senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai
bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM).
Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester.
Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.
2.5 Reaksi / mekanisme reaksi
Teknologi pembuatan asam asetat mungkin yang paling beragam dari
pembuatan semua bahan kimia organik industri. Ada beberapa teknik yang digunakan
dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah; karbonilasi methanol, sintesis gas
metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi alkana, oksidatif fermentasi,
dan anaerob fermentasi. Karbonilisasi methanol merupakan teknik yang umum
digunakan dalam industri asam asetat dan menjadi teknik penghasil asam asetat lebih
dari 65% dari kapasitas global. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia,
75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui
metode-metode alternatif.
Asam asetat dapat dihasikan dari senyawa C2H5OH (etanol) atau buah-buahan
yang mengandung senyawa tersebut melalui proses oksidasi biologis yang
menggunakan mikroorganisme. Etanol dioksidasikan menjadi acetaldehid dan air.
Asetaldehid dihidrasi yang kemudian dioksidasikan menjadi asam asetat dan air.5
Mekanisme pembentukan asam asetat yaitu: Bakteri asam asetat dapat
menggunakan oksigen sebagai penerima elektron, urutan reaksi oksidasi biologis
mengikuti pemindahan hidrogen dari substrat etanol, enzim etanol dehidrogenase
dapat melakukan reaksi ini karena mempunyai system sitokrhom yang menjadi
kofaktornya. Bakteri-bakteri asam asetat, khusunya dari genus Acetobakter adalah
mikroorganisme aerobik yang mempunyai enzim intraselular yAng berhubungan
dengan sistem bioksidasi mempergunakan sitokhrom sebagai katalisatornya.
Reaksi:
CH3CH2OH + 12
O2 CH3CHO + H2O
CH3CHO + H2O CH3CH(OH)2
CH3CH(OH)2 + 12
O2 CH3COOH + H2O
2.6 Kondisi Operasi Proses Monsanto
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di
Texas City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang
rendah. Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah
methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO
menghasilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Sebelumnya pembuatan asam
asetat dengan teknik BASF dapat dilakukan dengan menggunakan katalis
iodinepromotedkobalt, namun kurang efektif dalam hal biaya karena katalis ini bekerja
pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2. Sedangkan katalis rhodium bekerja pada
tekanan antara 200 - 1800 lb/in2. Katalis rhodium menghasilkan asam asetat sampai 99
% sedangkan katalis iodinepromotedkobalt hanya sekitar 90 % saja. Mekanisme kerja
proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap,
1. Siklus katalitik konversi metanol menjadi metiliodida
CH3OH + HI CH3I + H2O
Penambahan katalis Rh (I) kompleks (d8 segi empat planar) ke dalam metil iodida
menghasilkan struktur baru koordinat 6 alkil rhodium (III) kompleks (d6).CH3I +
[Rh-kompleks].
6
oksidasi
hidrasi
oksidasi
Mekanisme Reaksi Katalis
Katalis Carbonylation terdiri dari dua komponen utama yaitu rhodium kompleks yang
larut dan iodida promotor. Hampir setiap sumber Rh dan I- akan bekerja dalam reaksi ini
karena akan dikonversi menjadi katalis [Rh (CO)2I2]- di bawah kondisi reaksi. Struktur
katalis [Rh(CO)2I2]- dapat dilihat seperti gambar berikut.
Proses yang terjadi ialah; pertama methanol dimasukkan dalam tangki reaktor dan
direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi
methanol menjadi metil iodide:
MaOH + HI MeI + H2O
Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus
katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]- sehingga
terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]- (Gambar 2). Kemudian dengan cepat CO pindah
berikatan dengan CH3 membentuk kompleks seperti pada gambar 3. Setelah itu direaksikan
dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi sebagai ligan dalam kompleks Rh,
menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III)
(Gambar 4). Dengan terbentuknya kompleks pada gambar 4 maka gugus CH3COI mudah
lepas. Kompleks ini kemudian direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium
yang terpisah.Ditangki ini bekerja suhu 1500C-2000C dan tekanan 30 atm- 60 atm. Asetil
iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan CH3COOH dan HI.
Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol
menjadi MeI yang akan masuk dalam proses reaksi dan melanjutkan siklus. Sedangkan
asam asetat yang dihasilkan masuk dalam tangki pemurinian untuk dipisahkan dari pengotor
yang mungkin ada seperti asam propionate. Pemurnian dilakukan dengan cara destilasi.
Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada gambar berikut:
7
Gambar 5 The major unit comprising a commercial-scale Monsanto methanol
operating plant, which uses a rhodium-based catalyst.
8
2.7 Kondisi Operasi Proses Cativa
Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh carbonylation
dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya berbeda dalam
penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang mengandung katalis
seperti kompleksIr[(CO)2I2]–. Proses ini pertama kali dikembangkan oleh BP Chemicals
dan lisensi oleh BP Plc. Pada awalnya kajian Monsanto telah menunjukkan bahwa
iridium kurang aktif dari rhodium untuk proses carbonylation metanol. Namun
penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa katalis iridium bisa dipromosikan dengan
bantuan ruthenium. Kombinasi ini menghasilkan sebuah katalis yang lebih unggul
daripada sistem berbasis rhodium.Penggunaan iridium memungkinkan penggunaan air
lebih sedikit dalam campuran reaksi. Dengan demikian dapat mengurangi jumlah
kolom pengeringan yang diperlukan, mengurangi produk samping dan menekan gas air
reaksi bergeser. Selain itu, proses ini memungkinkan loading katalis yang lebih tinggi.
Dibandingkan dengan proses Monsanto, proses Cativa menghasilkan asam propionat
sangat kecil dalam produk.
Struktur katalis kompleksIr[(CO)2I2]– dapat dilihat seperti gambar beriktut:
Proses reaksi dalam tangki dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
9
Pertama methanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida.
Setelah itu, metal iodide masuk dalam tangki reactor bereaksi sengat katalis kompleks
iridium (gambar. 1) membentuk [Ir(CO)2I3CH3]- (gambar 2), setelah terbentuk struktur
ini dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I- akan keluar dari kompleks
digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru [Ir(CO)3I] (gambar. 3), struktur ini
kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan dengan CH3
(gambar 4). Gugus CH3CO pada kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I-
di sekitar kompleks menyebabkan gugus CH3CO lepas dari kompleks dan bereaksi
dengan I- membentuk CH3COI. Senyawa CH3COI ini kemudian dihidrolisis
menghasilkan asam asetat (CH3COOH) dan asam halida (HI). Dimana HI yang
terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus bereaksi dengan methanol membentuk
Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan katalis. Asam asetat yang terbentuk belum
murni. Untuk memisahkan asam asetat dari pengotor maka dilakukan destilasi.
Mekanisme pembuatan asam asetat dalam pabrik dengan proses Cativa dapat
dipresentasikan seperti berikut ini (G.Rionugroho H.2012).
2.8 Bakteri yang berperan dalam fermentasi asam asetat
Salah satu contoh dari bakteri asam asetat adalah Acetobacter. Di bawah ini
akan dijelaskan klasifikasi ilmiah Acetobacter, yakni sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Alpha Proteobacteria
Order : Rhodospirillales
Family : Acetobacteraceae
Genus : Acetobacter
Type Species : A. Aceti A.oeni
A.cerevisiae A.orientalis
A.cibinongensis A.orleanensis
A.estunensis A.pasteurianus
A.indonesiensis A.peroxydans
A.liquefaciens A.pomorum
A.lovaniensis A.syzygii
10
A.malorum A.tropicalis
A.nitrogenifigens A.Xylinus
Ciri – ciri bakteri Asam Asetat sebagai berikut :
- Bakteri asam asetat berbentuk batang pendek yang mempunyai panjang 2 mikron
dengan permukaan dinding yang berlendir.
- Merupakan bakteri gram negative dengan tidak membentuk endospora maupun
pigmen.
- Bakteri asam asetat merupakan bakteri aerobic.
- Suhu optimum pertumbuhan bakteri asam asetat adalah 300C.
- Media pertumbuhannya adalah mannitol agar atau mannitol broth.
- pH pertumbuhan optimal bakteri ini adalah 6,0 dengan kisaran pH 5,0 – 7,0 dan
etanol yang ada akan dioksidasi menjadi asam asetat pada pH 4,5.
- Mekanisme fermentasi asam asetat dibagi menjadi dua yaitu fermentasi alcohol
dan fermentasi asam asetat.
2.9 Fermentasi Asam Asetat
Asam asetat merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau asam yang tajam.
Asam asetat mempunyai berat jenis 1,049 dan titik didih 118,10C pada tekanan 1 atm.
Daya larut yang dimiliki sebanding dengan air, alcohol, gliserol, eter pada suhu kamar.
Asam asetat tidak dapat larut pada karbon disulfat.
Pembuatan asam asetat secara fermentasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu
fermentasi alcohol dan fermentasi asam asetat oleh bakteri asam asetat pada larutan
yang mengandung alcohol.
Fermentasi asam asetat sangat tergantung pada kadar alcohol substrat dan
aerasi. Bila kadar alcohol 14% atau lebih maka akan terbentuk suatu lapisan zooglea
yang dapat mengakibatkan sukarnya proses oksidasi sehingga tidak semua alcohol
dapat teroksidasi menjadi asam asetat. Bila kadar alcohol kurang dari 2% maka ester
dan asam asetat yang terbentuk akan teroksidasi menjadi asam, air, dan karbon
dioksida. Pada substrat dari air kelapa alcohol yang baik tidak lebih dari 6% dengan
aerasi sekurang-kurangnya 0,08 vvm.
Tahapan reaksi enzimatis yang terjadi adalah sebagai berikut :
11
Etanol + oksigen etanol degidrogenase asetaldehid + air
Asetaldehid + oksigen asetaldehid hidrolase hidratasetat
Hidratasetaldehid + O2 aldehid hidrogenase asam asetat
Mekanisme fermentasi asam asetat dibagi menjadi dua, yaitu fermentasi alkohol
dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol, mula-mula gula yang terdapat
pada bahan baku diubah oleh khamir menjadi alkohol dan CO2, yang berlangsung
secara anaerob. Setelah alcohol dihasilkan maka segera dilakukan fermentasi asam
asetat, dimana bakteri asam asetat akan mengubah alkohol menjadi asam asetat secara
aerob. Setelah terbentuk asam asetatmaka fermentasi harus segera dihentikan supaya
tidak terjadi fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk, yang dapat menimbulkan
kerusakan. Secara teoritik dari 1 g glukosa akan dihasilkan 0,5 g etanol yang kemudian
akan diubah menjadi 0,67 g asam asetat.
2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Asam Asetat
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi asam asetat antara
lain adalah sebagai berikut :
Suhu
pH
Konsentrasi inokulum
Kecepatan aerasi
Konsentrasi etanol
Dll
2.11 Aplikasi Bakteri Asam Asetat
Acetobacter aceti. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang
mengoksidasi alkohol sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi
tapai, yang menyebabkan tapai yang melewati dua hari fermentasi akan menjadi
berasa masam.
Acetobacter xylinum. Bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco.
Xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang
dihasilkan berupa pelikel yang mengambang dipermukaan substrat.12
Beberapa bakteri asam asetat seperti Acetobacter xylinum, A. aceti, A.
pasteurianus, dll berperan dalam pembuatan kombucha atau yang lebih akrab
dikenal dengan jamur teh, atau jamur dipo adalah fermentasi the menggunakan
campuran kultur bakteri dan khamir sehingga diperoleh citarasa asam dan
terbentuk lapisan nata. ( vindhya tri widayanti.2012).
13
Adapun Contoh dari Penerapan Pembuatan Asam Asetat
PEMBUATAN ASAM ASETAT DARI AIR KELAPA SECARA
FERMENTASI KONTINYU MENGGUNAKAN KOLOM BIO-OKSIDASI
(Kajian dari tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan aerasi)
BAHAN DAN ALAT
Penelitian menggunakan bahan kimia bermutu tinggi (pure analysis) buatan E. Merk
Darmstadt dan Bacto, meliputi : pepton, ekstrak khamir, glukosa, agar-agar, CaCO3, etanol
dan aquades. Bahan baku air kelapa diperoleh dari pasar tradisional. Biakan murni bakteri
yang digunakan adalah Acetobacter aceti FNCC 0016 (IFO 3283), yang berasal dari
Laboratorium Mikrobiologi P.A.U. Pangan dan Gizi Universitas Gajah mada Yogyakarta.
Bahan analysis berupa Aquades, larutan NaOH 0,1 N, dan larutan pp 1%.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi : autoklaf, oven, kompor, panci,
erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, timbangan, saringan, gelas ukur, stirrer magnetik,
stalagmit, sentrifuge, lampu bunsen, kolom bio-oksida yang dibuat dari pipa PVC dengan
diameter kolom 4,8 cm, 5,8 cm, 7,0 cm dengan tinggi kolom 25,35 dan 45 cm.
RANCANGAN PENELITIAN
Percobaan dilakukan secara factorial menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang
terdiri dari dua faktor :
Faktor I : Tinggi partikel dalam kolom (T),terdiri dari 3 level. T1 = 16 cm, T2 = 25 cm, T3
= 34 cm.
Faktor II : Kecepatan Aerasi (A), terdiri dari 3 level. A1 = 0,06 vvm, A2 = 0,007 vvm, A3 =
0,008 vvm.
PELAKSANAAN PENELITIAN
a. Pembuatan Media Agar Miring
Bahan-bahan pembuatan media agar miring meliputi : pepton 4 g/l, glukosa 10
g/l,Asam Asetat Air Kelapa (Irnia dan Nur Hidayat) 53 yeast extract 10 g/l, agar 15 g/l,
CaCO3 5g/l, etanol 20 ml/l dan aquades 11. Bahan-bahan tersebut dicampur dan
dilarutkan dengan air suling panas, setelah larut dituang dalam tabung reaksi sebanyak 5
ml, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15-20 menit.
14
b. Pembuatan Media Cair untuk Aktivasi
Bahan-bahan pembuatan media cair untuk aktifasi meliputi: pepton 4 g/l, glukosa
10 g/l, yeast extract 10 g/l, etanol 20 ml/l. Bahanbahan tersebut dicampur dan dilarutkan
dalam air suling panas, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC
selama 15-20 menit.
c. Pembuatan Inokulum
Kultur murni Acetobacter aceti yang telah diremajakan dan diinkubasi selama 48
jam dipindah dalam erlenmeyer yang berisi media cair aktivasi sebanyak 100 ml secara
aseptis. Kultur dalam media cair aktivasi tersebut diaduk dengan menggunakan stirrer
magnetik pada suhu ruang selama 48 jam, selanjutnya digunakan sebagai inokulum.
d. Mencari Kecepatan Aerasi
Penentuan kecepatan aerasi yaitu 0,06 vvm, 0,007 vvm dan 0,008 vvm merupakan
faktor perlakuan dari penelitian yang dilakukan. Aerasi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan mikroba akan O2 pada konsentrasi tertentu sesuai dengankharakteristik
mikriba yang digunakan yaitu Acetobacter aceti. Aerasi atau aliran udara yang
dibutuhkan berasal dari air pump yang disaring menggunakan larutan NaOH pekat agar
udara yang mengalir tidak mengandung mikrobia, gas CO2 dan CO. Aliran udara
tersebut dihubungkan dengan menggunakan pipa plastik ke kolom biooksidasi.
Penentuan kecepatan aerasi dilakukan dengan menghitung volume udara per satuan
waktu untuk volume larutan pada medium yang difermentasikan. Pada pendahuluan
dengan sistem batch dilakukan untuk mencari kecepatan aliran substrat yang
ditambahkan pada kultur kontinyu dan menentukan rentang yang optimum pada masing-
masing perlakuan, yang akan dugunakan untuk penelitian lanjutan.
Tahapan yang dilakukan untuk penelitian pendahuluan adalah sebagai berikut : air
kelapa yang berasal dari pasar Dinoyo, sebelum digunakan disaring terlebih dahulu,
kemudian dimasak pada suhu 70oC selama 5 menit dan didinginkan. Setelah dingin
dimasukkan dalam kolom bio-oksidasi sebanyak 450 ml, yang telah berisi partikel
(kerikil) dengan diameter yang relatif sama } 1 cm� secara aseptis. Kolom bio-oksidasi
yang telah berisi air kelapa yang telah berisi air kelapa kemudian ditambahkan inokulum
Acetobacter aceti sebanyak 10% dari total volume substart dan ditambahkan alkohol
dengan kadar 6% v/v dan selanjutnya difermentasi selama 2 minggu dengan kecepatan
aerasi 0,05, 0,06 dan 0,07 vvm dengan tinggi partikel dalam kolom 20 cm.
15
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan matematis diperoleh
kecepatan aliran substrat yang ditambahkan yaitu sebanyak 38,15 ml/hari atau 1,59
ml/jam, yang selanjutnya digunakan pada penelitian lanjutan. Pada penelitian
pendahuluan dengan menggunakan kecepatan aerasi 0,05, 0,06 dan 0,07 vvm dengan
tinggi partikel pada kolom 20 cm diperoleh hasil bahwa kecepatan aerasi dan tinggi
kolom tersebut selama fermentasi diperoleh kadar asam asetat yang relative meningkat
dan diiringi dengan penurunan kadar alkohol.
Hasil dari penelitian pendahuluan dilanjutkan dengan penelitian lanjutan, yaitu
dengan perlakuan tinggi partikel dalam kolom sebanyak 3 level (16,25 dan 34 cm) dan
kecepatan aerasi sebanyak 3 level 0,06, 0,07, 0,08 vvm dengan volume penambahan
substrat pada kolom bio-oksidasi sebanyak 38,15 ml/hari atau 1,59 ml/jam.
ANALISIS KEPUTUSAN
Di dalam melihat hubungan antar regresi dengan respon di atas dengan penguraian
perlakuan ke dalam komponen linier, kudratik dan seterusnya hingga komponen berderajat
K, maka penentuan derajat hubungan dapat ditentukan melalui uji pengaruh perlakuan yang
diuraikan ke dalam komponen-komponen regresi melalui analisis ragam. Jika pada analisa
tersebut ternyata komponen linier, kuadratik dan kubik (misalnya) nyata pada taraf α = 0.01
atau α = 0,05, maka derajat-derajat tersebut yang kita gunakan pada persamaan regresi
untuk respon tadi (Yitnosumarto, 1993). Apabila dari persamaan yang diperoleh tidak
menunjukkan respon maksimum/optimum dalam hal ini respon bersifat linier, berarti
perlakuan yang dicobakan masih memberikan kenaikan atau penurunan yang proporsional.
Di dalam mendapatkan kondisi optimum maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan perlakuan yang berbeda dengan selangperlakuan yang didasarkan pada persamaan
regresi yang diperoleh dari penelitian yang pertama. Langkah selanjutnya adalah mencari
perlakuan mana yang berbeda nyata satu sama lain dalam mencari perlakuan yang
memberikan hasil paling tinggi terhadap parameter yang dicobakan, salah satunya dengan
menggunakan uji BNT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Jumlah Asam Asetat yang Terbentuk per hari (g)
Nilai rata-rata jumlah asam asetat yang terbentuk berkisar antara 0.44 sampai dengan
1,12 g per hari. Jumlah asam asetat yang terbentuk per hari, terendah diperoleh dari
16
kombinasi perlakuan tinggi partikel dalam kolom 16 cm dan kecepatan aerasi 0,06 vvm
dan jumlah asam asetat yang terbentuk (per hari) tertinggi diperoleh dari tinggi partikel
dalam kolom 34 cm dan kecepatan aerasi 0,08 vvm.Hasil analisis permukaan respon
dengan menggunakan model regresi polynomial diketahui dari ASR model ortogonal
polynomial (Lampiran 8b), diperoleh persamaan : Y = 0,65 + 0,55 X1 + 0,36 X2. Hasil
ASR menunjukkan bahwa perlakuan tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan aerasi
memberikan pengaruh nyata dan kombinasi/interaksi dari keduanya tidak berpengaruh
nyata.
Tabel 1a.
Rata-rata Jumlah Asam Asetat yang Terbentuk per hari (g) pada Perlakuan Tinggi
Partikel dalam Kolom.
Tinggi Partikel dlm
kolom
Jml Alkohol yang
dikonsumsi per hari (ml)*
Notasi
16
25
34
2.26
2.32
2.57
a
a
b
Ket. : BNT 5% = 0,12 angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda
nyata (p=0,05) * = rata-rata dari tiga kali ulangan
Uji BNT 5% terhadap jumlah asam asetat yan terbentuk per hari antar perlakuan
tinggi partikel dalam kolom (Tabel 1a) menunjukkan bahwa tinggi partikel dalam kolom
16 cm dan 25 cm memberikan pengaruh yang tidak berbeda karena pada ketinggian 16
dan 25 cm besar diameter gelembung yang terbentuk hampir sama sehingga tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah asam asetat yang terbentuk per hari,
tetapi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi partikel dalam
kolom 34 cm. Adanya pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan tinggi partikel
dalam kolom 16 dan 25 cm dengan perlakuan tinggi partikel dalam kolom 34 cm, karena
semakin tinggi partikel dalam kolom maka diameter gelembung O2 yang trepecah
semakin kecil dan mudah larut dalam substrat, sehingga subsrat yang ada lebih
termanfaatkan oleh jasad dan jumlah asam asetat yang trebentuk per hari makin besar.
Tabel 1b.
17
Rata-rata Jumlah Asam Asetat yang Terbentik (per
hari) pada Perlakuan Kecepatan Aerasi.
Kecepatan Aerasi
(vvm)
Jml Alkohol yg dikonsumsi
tiap hari (ml)*
Notasi
0,06
0,07
0,08
2,31
2,32
2,52
a
a
b
Ket. : BNT 5% = 0,12. Angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda
nyata (p=0,05)
Uji BNT 5% terhadap jumlah asam asetat yang terbentuk per hari antar perlakuan
kecepatan aerasi (Tabel 1b), menunjukkan bahwa kecepatan aerasi 0,06 dan 0,07 vvm
memberikan pengaruh yang tidak berbeda karena pada kecepatan aerasi 0,06 dan 0,07
vvm konsentrasi O2 yang dihasilkan hampir sama, tetapi keduanya memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecepatan aerasi 0,08 vvm. Pengaruh yang
berbeda antar kecepatan aerasi 0,08 vvm disebabkan pada kecepatan aerasi yang paling
tinggi (0,08 vvm) konsentrasi O2 di dalam substrat cukup digunakan untuk pertumbuhan
karena metabolisme jasad berjalan dengan baik, sehingga jasad mampu merombak
sustrat (alkohol) yang ada menjadi asam asetat, dan memberikan jumlah asam asetat
yang tertinggi.
Aerasi dalam suatu proses fermentasi tidaklah cukup mengetahui kebutuhan oksigen
yang diperlukan, sebab suatu proses metabolisme dipengaruhi pola oleh besarnya kadar
oksigen terlarut dalam substrat. Jadi dalam aerasi perlu diperhatikan besarnya kadar
oksigen terlarut dalam substrat (Wibowo, 1988).
2. Jumlah Alkohol yang Dikonsumsi per hari (ml)
Nilai rata-rata alkohol yang dikonsumsi berkisar 2,14 sampai dengan 2,73 ml per hari.
Jumlah alkohol yang dikonsumsi per hari, terendah diperoleh dari kombinasi perlakuan
tinggi partikel dalam kolom 16 cm dan kecepatan aerasi 0,06 vvm dan jumlah alcohol
18
yang dikonsumsi (per hari) tertinggi diperoleh dari tinggi partikel dalam kolom 34 cm
dan kecepatan aerasi 0,08 vvm.
Hasil analisis permukaan respon dengan menggunakan model regresi polynomial
diketahui bahwa dari ASR model orthogonal polinomial diperoleh persamaan :
Y = 2,38 + 0,46 X1 + 0,32 X2.
Hasil ASR menunjukkan bahwa perlakuan tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan
aerasi memberikan pengaruh nyata sedangkan kombinasi/interaksi dari keduanya tidak
berpengaruh nyata.
Tabel 2a.
Rata-rata Jumlah Alkohol yang Dikonsumsi (per hari) pada Perlakuan Tinggi Partikel
pada Kolom.
Tinggi Partikel dlm kolomJml Alkohol yang
dikonsumsi per hari (ml)*Notasi
16
25
34
2.26
2.32
2.57
A
a
b
Ket.: BNT 5% = 0,12 angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda
nyata(p=0,05)
* = rata-rata dari tiga kali ulangan
Uji BNT 5% terhadap jumlah alcohol yang dikonsumsi per hari antar perlakuan tinggi
partikel dalam kolom (Tabel 2a) menunjukkan bahwa tinggi partikel dalam kolom 16 cm
dan 25 cm memberikan pengaruh yang tidak berbeda tetapi keduanya memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi partikel dalam kolom 34 cm. Hasil ini juga
sebanding atau mempunyai pola yang sama dengan jumlah
asam asetat yang terbentuk (Tabel 1a).
Tabel 2b.
Rata-rata Alkohol yang Dikonsumsi (per hari) pada
19
Perlakuan Kecepatan Aerasi
Kecepatan Aerasi
(vvm)
Jml Alkohol yg dikonsumsi
tiap hari (ml)*
Notasi
0,06
0,07
0,08
2,31
2,32
2,52
a
a
b
Ket. : BNT 5% = 0,12. Angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda
nyata
(p=0,05)
* = rata-rata dari tiga kali ulangan
Uji BNT 5% terhadap jumlah alcohol yang dikonsumsi per hari antar per hari antar
perlakuan kecepatan aerasi (Tabel 2b) menunjukkan bahwa kecepatan aerasi 0,06 dan
0,07 vvm memberikan pengaruh yang tidak berbeda karena pada kecepatan aerasi 0,06
dan 0,07 vvm konsntrasi O2 yang dihasilkan dan kemampuan metabolisme jasad
mempunyai pola yang sama, tetapi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap kecepatan aerasi 0,08 vvm. Pengaruh yang berbeda antar kecepatan aerasi 0,06
dan 0,07 vvm dengan perlakuan kecepatan aerasi 0,08 vvm disebabkan pada kecepatan
aerasi yang paling tinggi (0,08 vvm)
konsentrasi O2 di dalam subsrat cukup digunakan untuk pertumbuhan karena
metabolisme jasad berjalan dengan baik, sehingga jasad mampu mengkonsumsi atau
merombak alkohol menjadi produk lebih maksimal.
3. Kemampuan Pembentukan Asam Asetat (mg/ml jam).
Nilai rata-rata kemampuan pembentukan asan asetat (acetification ability) yang
terbentuk berkisar antara 21,79 sampai dengan 55,10 mg/ml jam. Kemampuan
pembentukan asam asetat terendah diperoleh dari ombinasi perlakuan tinggi partikel
dalam kolom 16 cm dan kecepatan aerasi 0,06 vvm dan kemampuan pembentukan asam
asetat yang tertinggi diperoleh dari tinggi partikel dalam kolom 34 cm dan kecepatan
aerasi 0,08 vvm. Hasil analisis sidik ragam orthogonal polinomial, menunjukan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan pembentukan asam asetat adalah
tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan aerasi, dimana respon yang diberikan bersifat
20
linier artinya dengan perlakuan pada tingkatan paling rendah sampai tertinggi masih
memberikan kenaikan terhadap kemampuan pembentukan asam asetat secara
proporsional sehingga tidak dapat dicari kondisi optimum dari perlakuan yang
dicobakan.
Hasil analisa permukaan respon dengan menggunakan model regresi polinomial
diketahui bahwa dari ASR model orthogonal polinomial diperoleh persamaan :
Y = 31,94 + 27,22 X1 + 17,20 X2
Hasil ASR menunjukkan bahwa perlakuan tinggi partikel dalam kolom dan kecepatan
aerasi memberikan pengaruh nyata dan kombinasi/interaksi dari keduanya tidak
berpengaruh nyata.
Tabel 3a.
Rata-rata Kemampuan Pembentukan Asam Asetat (mg/ml jam) pada Perlakuan Tinggi
Partikel dalam Kolom
Tinggi Partikel dlm
kolom((cm)
Kemampuan pembentukan
Asam asetat (mg/ml jam)
Notasi
16
25
34
24,43
28.81
42,58
A
a
b
Ket. : BNT 5% = 5,78. Angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda
nyata
(p=0,05)
* = rata-rata dari tiga kali ulangan
Uji BNT 5% terhadap kemampuan pembentukan asam asetat antar perlakuan tinggi partikel
dalam kolom (Tabel 3a) menunjukkan bahwa tinggi partikel dalam kolom 16 cm dan 25 cm
memberikan pengaruh yang tidak berbeda karena pada perlakuan tersebut total volume
asam asetat yang terbentuk dan total volume substrat yang ditambahkan relatif sama, tetapi
keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi partikel dalam kolom
34 cm. Adanya pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan tinggi partikel dalam kolom
16 cm dan 25 cm dengan perlakuan tinggi partikel dalam kolom 34 cm, karena semakin
kecil sehingga substrat yang ada lebih termanfaatkan oleh jasad dan total asam asetat yang
terbentuk per hari makin besar.
Tabel 3b.
21
Rata-rata Kemampuan Pembentukan Asam Asetat (mg/ml jam) pada Perlakuan
Kecepatan Aerasi.
Kecepatan Aerasi
(vvm)
Jml Alkohol yg dikonsumsi
tiap hari (ml)*
Notasi
0,06
0,07
0,08
27,73
28,90
39,20
a
a
b
Ket. : BNT 5% . Angka yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata (p-
0,05)
* = rata-rata dari tiga kali ulangan
Uji BNT 5% terhadap kemampuan pembentukan asam asetat antar perlakuan kecepatan
aerasi (Tabel 3b) menunjukkan bahwa kecepatan aerasi 0,06 dan 0,07 vvm memberikan
pengaruh yang tidak berbeda tetapi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap kecepatan aerasi 0,08 vvm. Pengaruh yang berbeda antar kecepatan aerasi 0,06 dan
0,07 vvm dengan perlakuan kecepatan aerasi 0,08 vvm disebabkan pada kecepatan aerasi
yang paling tinggi (0,08 vvm) jumlah )2 di dalam subsrat cukup digunakan untuk
pertumbuhan karena metabolisme jasad
berjalan dengan baik, sehingga jasad mampu merombak subsrtat (alkohol) yang ada
menjadi asam asetat dan memberikan jumlah asam asetat yang berbentuk paling tinggi.
22
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organic yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai
senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai
bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain
itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester.
Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi asam asetat antara lain
adalah sebagai berikut : Suhu, pH, Konsentrasi inokolum, kecepatan aerasi, dan
konsentrasi etanol.
Adapun bakteri yang digunakan dalam fermentasi Asam asetat, yaitu : Acetobacter
aceti. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang mengoksidasi alkohol
sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang menyebabkan
tapai yang melewati dua hari fermentasi akan menjadi berasa masam, Acetobacter
xylinum Bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco. Xylinum mampu
mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel
yang mengambang dipermukaan substrat. Beberapa bakteri asam asetat
seperti Acetobacter xylinum, A. aceti, A. pasteurianus, dll berperan dalam pembuatan
kombucha atau yang lebih akrab dikenal dengan jamur teh, atau jamur dipo adalah
fermentasi teh menggunakan campuran kultur bakteri dan khamir sehingga diperoleh
citarasa asam dan terbentuk lapisan nata.
.
2. Saran
Dalam pembuatan asam asetat secara fermentasi, konsentrasi awal dari etanol yang
dihasilkan oleh proses fermentasi buah perlu diperhatikan. Karena konsentrasi etanol
23
awal yang besar dapat menyebabkan matinya bakteri yang berperan dalam fermentasi
sehingga asam asetat tidak terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, A. M. 1989. Mempelajari Beberapa Cara Fermentasi Dalam Pembuatan Vinegar Nira Aren. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Parrondo, J. 2003. Anote-Production of Vinegar fromWhey. Journal of The Institute of Brewing. volume 104 no. 4.Pp 356-358.
Tyasning, R. 2006. Pengaruh Pengadukan, Aerasi dan Konsentrasi Etanol Pada Pembuatan AsamAsetat Dengan Metoda Kultur Terendam. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Lampung.
G.Rionugroho H.2012. Asam Asetat.blogspot.com
vindhyatriwidayanti.blogspot.com
Irnia Nurika dan Nur Hidayat dari fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.
24