problematika implementasi uu pengelolaan zakat terkait optimalisasi pengumpulan zakat

27
I. PENDAHULUAN Zakat merupakan perintah agama yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam yang mampu dalam melaksanakannya, ketika harta kekayaan obyek zakat yag dimilikinya sudah mencapai nishab dan haul. Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrumen pemerataan dan belum terkumpulnya zakat secara optimal di lembaga-lembaga pengumpul zakat karena pengetahuan masyarakat terhadap harta yang dikeluarkan dari harta masih terbatas pada sumber-sumber konvensional yang secara jelas dinyatakan dalam al-Qur’an dan al-Hadhith dengan persyaratan tertentu. 1 Selain mengetahui tentang al-amwal al-zakawiyah , penting juga diketahui tentang pendistribusian zakat setelah terkumpul kepada orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) yang disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Taubah : 60. Pengaturan mengenai zakat dapat dijumpai dalam al-Qur’an dan hadis, kemudian secara teknis diatur lebih lanjut dalam kaidah-kaidah fikih. Selain itu juga pengaturan mengenai pengelolaan zakat ini telah diatur oleh hukum positif Indonesia pada UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 1 Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani Press, 2002)

Upload: devinfianti

Post on 26-Dec-2015

180 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

I. PENDAHULUAN

Zakat merupakan perintah agama yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam yang

mampu dalam melaksanakannya, ketika harta kekayaan obyek zakat yag dimilikinya sudah

mencapai nishab dan haul. Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrumen

pemerataan dan belum terkumpulnya zakat secara optimal di lembaga-lembaga pengumpul

zakat karena pengetahuan masyarakat terhadap harta yang dikeluarkan dari harta masih

terbatas pada sumber-sumber konvensional yang secara jelas dinyatakan dalam al-

Qur’an dan al-Hadhith dengan persyaratan tertentu.1 Selain mengetahui tentang al-amwal al-

zakawiyah , penting juga diketahui tentang pendistribusian zakat setelah terkumpul kepada

orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) yang disebutkan dalam al-

Qur’an  surat al-Taubah : 60.

Pengaturan mengenai zakat dapat dijumpai dalam al-Qur’an dan hadis, kemudian

secara teknis diatur lebih lanjut dalam kaidah-kaidah fikih. Selain itu juga pengaturan

mengenai pengelolaan zakat ini telah diatur oleh hukum positif Indonesia pada UU No. 23

tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. UU pengelolaan zakat ini juga mendapat kritik keras

dari banyak LAZ dan sebagian masyarakat. Kritik tersebut ditujukan kepada tiga masalah

krusial yang ada di dalamnya, yaitu :2

1. Syarat izin pendirian LAZ adalah harus didirikan oleh organisasi kemasyarakatan

Islam. Padahal pada kenyataannya saat ini banyak LAZ yang telah berdiri dan

beroperasi namun tidak didirikan oleh ormas Islam.

2. Tidak diatur dan dijelaskannya kedudukan dan posisi LAZ daerah, baik LAZ propinsi

maupun LAZ kabupaten/kota.

1 Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani Press, 2002)2 http://shareeducation.wordpress.com/2012/10/25/perbedaan-uu-zakat-yang-lama-dengan-yang-baru/

Page 2: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

3. Tidak diperkenankannya kelompok masyarakat atau organisasi untuk mengelola

zakat, apabila kelompok masyarakat atau organisasi tersebut tidak memiliki izin

sebagai LAZ.

Kritik-kritik ini juga menimbulkan ketidakpercayaan dari masyarakat terhadap lembaga

amil zakat dalam melakukan pengumpulan zakat dan pengelolaan zakat. Oleh karena itu,

penulis akan membahas mengenai bagaimna Undang-undang tentang pengelolaan zakat ini

mengatur mengenai pengumpulan zakat oleh lembaga amil zakat dan mengatasi

ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat tersebut.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengatur

mengenai pengumpulan zakat?

2. Bagaimana UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengatur

mengenai Lembaga Amil Zakat sehingga menyebabkan ketidakpercayaan dari

masyarakat terhadap Lembaga Amil Zakat dalam melakukan pengumpulan

zakat?

3. Bagaimana cara pemerintah dalam mengatasi ketidakpercayaan masyarakat

terhadap Lembaga Amil Zakat dalam hal melakukan pengumpulan zakat?

III. TUJUAN PEMBELAJARAN

Untuk mengetahui pengaturan pengumpulan zakat dari UU No. 23 tahun 2011

tentang Pengelolaan Zakat.

Untuk mengetahui alasan munculnya ketidakpercayaan dari masyarakat

terhadap Lembaga Amil Zakat.

Page 3: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

Untuk mengetahui cara pemerintah dalam mengatasi ketidakpercayaan

masyarakat terhadap Lembaga Amil Zakat.

IV. PEMBAHASAN

Landasan Teori

Hakikat Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, menurut lisan orang arab, kata zakat merupakan kata dasar

(masdar) dari zakat yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji, yang semua arti ini

digunakan di dalam menerjemahkan Al-Qur’an dan hadits. Menurut terminologi syariat

(istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu

yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak

menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.

Sedangkan dalam istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan kekayaan dari

golongan kaya kepada golongan tidak punya. Zakat merupakan perintah agama yang wajib

dilaksanakan oleh umat Islam yang mampu dalam melaksanakannya. Seperti yang terdapat

pada QS. 2 Al Baqarah : 43 berikut ini.

[Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku.]

Zakat adalah ibadah “maaliyah ijtimaiyah” yang memiliki posisi dan peranan yang penting

dan strategis, dari sudut keagamaan, sosial, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Pemungutan dan penyaluran zakat kepada mustahik yang berhak menerimanya sejak dari

masa Nabi Muhammad SAW, yang dilanjutkan dengan masa sahabat dan seterusnya, harus

dilakukan melalui amil yang amanah (QS At Taubah ayat 60 dan 103).

Tujuan Zakat

Zakat memiliki tujuan menurut Sartika (2008 : 80) antara lain :

Page 4: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

1. Mengangkat derajat fakir – miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta

penderitaan.

2. Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para mustahiq.

3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat muslim dan manusia pada

umumnya.

4. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta.

5. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.

6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu

masyarakat.

7. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka

yang mempunyai harta.

8. Mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain

yang ada padanya.

Fungsi Organisasi Pengelolaan Zakat

Menurut Ridwan (2005) Organisasi pengelola zakat apapun bentuk dan posisinya

secara umum mempunyai dua fungsi yakni :

1. Sebagai perantara keuangan

Amil berperan menghubungkan antara pihak Muzakki dengan Mustahiq. Sebagai

perantara keuangan, amil dituntut menerapkan azas trust (kepercayaan). Sebagai

layaknya lembaga keuangan yang lain, azas kepercayaan menjadi syarat mutlak yang

harus dibangun. Setiap amil dituntut mampu menunjukkan keunggulan masing –

masing sampai terlihat jelas positioning organisasi, sehingga masyarakat dapat

memilihnya. Tanpa adanya positioning, maka kedudukan akan sulit berkembang.

2. Pemberdayaan

Page 5: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

Fungsi ini, sesungguhnya upaya mewujudkan misi pembentukan amil, yakni

sebagaimana muzakki menjadi lebih berkah rezekinya dan ketentraman kehidupannya

menjadi terjamin di satu sisi masyarakat Mustahiq tidak selamanya tergantung dengan

pemberian bahkan dalam jangka panjang diharapkan dapat berubah menjadi Muzakki

baru.

Pengaturan Mengenai Pengumpulan Zakat dalam UU No. 23 tahun 2011 tentang

Pengelolaan Zakat

Allah SWT berfirman dalam Q.S At-Taubah Ayat 103:

“Ambillah Zakat dari sebagian harta mereka, dengan Zakat itu kamu membersihkan

dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu

(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha

mengetahui.”

Dalam firman Allah ini telah memerintahkan kepada kita semua mahluk-Nya untuk

memungut/mengambil Zakat dari sebagian harta para muzakki untuk diberikan kepada

mustahik Zakat. Zakat ini dipergunakan selain untuk dimensi ibadah yaitu sebagai salah satu

rukun Islam juga sebagai dimensi sosial yaitu untuk memperkecil jurang pemisah antara si

kaya dan si miskin, mengembangkan solidaritas sosial, menghilangkan sikap materialisme

dan individualisme. 

Dalam hal pengumpulan Zakat ini pemerintah telah membuat aturan atau tata cara

Pengelolaan Zakat yang dimuat dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2011 yang

menyempurnakan Undang-undang mengenai Zakat sebelumnya yaitu Undang-undang No. 38

Tahun 1999. Undang-undang No.38 Tahun 1999 masih berlaku selagi tidak bertentangan

dengan Undang-undang No.23 Tahun 2011.

Page 6: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

Salah satu gagasan besar penataan pengelolaan zakat yang tertuang dalam Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan menjiwai keseluruhan pasalnya adalah pengelolaan yang

terintegrasi. Kata “terintegrasi” menjadi asas yang melandasi kegiatan pengelolaan zakat di

negara kita, baik dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di semua tingkatan

maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mendapat legalitas sesuai ketentuan perundang-

undangan.

Integrasi dalam pengertian undang-undang berbeda dengan sentralisasi. Menurut

ketentuan undang-undang, zakat yang terkumpul disalurkan berdasarkan prinsip pemerataan,

keadilan, dan kewilayahan. Melalui integrasi pengelolaan zakat, dipastikan potensi dan

realisasi pengunpulan zakat dari seluruh daerah serta manfaat zakat untuk pengentasan

kemiskinan akan lebih terukur berdasarkan data dan terpantau dari sisi kinerja lembaga

pengelolanya.  Secara keseluruhan pasal-pasal dalam Undang-Undang dan Peraturan

Pemerintah yang sedang disiapkan, memberi ruang dan jaminan bagi terwujudnya

pengelolaan zakat yang amanah, profesional, transparan, akuntabel dan partisipatif.3

Dalam hal pengaturan mengenai pengumpulan zakat, ini terkait dengan BAZNAS yang

merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

Yang dalam pasal 7 UU ini, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:

a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan

d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

Dalam melaksakan upaya untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ

3 http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/integrasi-pengelolaan-zakat-dalam-uu-no-23-tahun-2011/

Page 7: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

(pasal 17). Dijelaskan pula pada pasal 19 bahwa LAZ wajib melaporkan pelaksanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS

secara berkala. Ketentuan mengenai pengumpulan zakat ini dapat ditemukan dalam BAB III

Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan, dan Pelaporan UU No. 23 tahun 2011

tentang Pengelolaan Zakat, pada bagian kesatu, yaitu pada Pasal 21, 22, 23 dan 24.

Pengaturan Mengenai Lembaga Amil Zakat dalam UU No. 23 tahun 2011

tentang Pengelolaan Zakat yang menyebabkan adanya ketidakpercayaan

masyarakat terhadap Lembaga Amil Zakat

Seperti yang telah dibahas dalam pembahasan sebelumnya mengenai BAZNAS,

pengaturan mengenai pengelolaan zakat dalam UU ini sebetulnya kewenangan luas yang

yang diberikan pemerintah ke Baznas dalam UU tersebut bertujuan agar pengelolaan zakat

lebih teroptimalisasi  dan terintegrasi. Dana terkumpul pun lebih besar dari pada yang

dihimpun oleh LAZ. Inilah yang kemudian membutuhkan konsentrasi penuh untuk

merumuskan aturan Baznas agar tidak terjebak dalam konstelasi politik dalam pembuatan PP

dan Keputusan Menteri Agama.

Dalam undang-undang sebelumnya antara Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga

Amil Zakat (LAZ) dalam relasi sejajar, bahkan dalam situasi tertentu cenderung pada posisi

saling berhadap-hadapan (vis a vis). Sehingga memuncul dikhotomi antara dua lembaga

tersebut. BAZ seolah-olah milik pemerintah, sedang LAZ punya masyarakat. Keadaan

semacam itu dinilai kurang kondusif sehingga potensi yang begitu besar terabaikan sehingga

pengelolaan maupun pendistribusian tidak memiliki arah, dimana saja wilayah mustahik yang

lebih krusial.4

Kembali lagi sesuai dengan pembahasan selanjutnya mengenai ketidakpercayaan

masyarakat terhadap Lembaga Amil Zakat dalam melakukan pengumpulan zakat, akan lebih

4 Legislasi Undang-Undang Zakat, Puji Kurniawan, Al-Risalah-Volume 13 Nomor 1 Mei 2013

Page 8: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

baik kita mengetahui bagaimana UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengatur

dan menjelaskan mengenai Lembaga Amil Zakat yaitu pada Pasal 17 bahwa Lembaga Amil

Zakat ialah untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,

dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Dan ketentuan mengenai

Lembaga Amil Zakat pada Pasal 18, yaitu sebagai berikut :

1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh

Menteri.

2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi

persyaratan paling sedikit:

a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang

pendidikan, dakwah, dan sosial;

b. berbentuk lembaga berbadan hukum;

c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;

d. memiliki pengawas syariat;

e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan

kegiatannya;

f. bersifat nirlaba;

g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan

h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

Dari dasar itulah maka ada pikiran dari masyarakat bahwa adanya pasal-pasal dalam

UU ini juga memberikan batasan ruang gerak dan aturan yang sempit bagi perkembangan

LAZ.5

Kritik tersebut ditujukan kepada tiga masalah krusial yang ada di dalamnya, yaitu:6

5 Seminar Nasional bertajuk Masa Depat Zakat Sumatera Barat; Kritikan terhadap Undang-Undang No.23 Th. 2011 tentang Zakat di Aula Pasca Sarjana IAIN Imam Bonjol Padang hari ini, Rabu (30/5)6 Legislasi Undang-Undang Zakat, Puji Kurniawan, Al-Risalah-Volume 13 Nomor 1 Mei 2013

Page 9: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

a. Syarat izin pendirian LAZ adalah harus didirikan oleh organisasi kemasyarakatan

Islam. Padahal pada kenyataannya saat ini banyak LAZ yang telah berdiri dan

beroperasi namun tidak didirikan oleh ormas Islam.

b. Tidak diatur dan dijelaskannya kedudukan dan posisi LAZ daerah, baik LAZ propinsi

maupun LAZ kabupaten/kota.

c. Tidak diperkenankannya kelompok masyarakat atau organisasi untuk mengelola

zakat, apabila kelompok masyarakat atau organisasi tersebut tidak memiliki izin

sebagai LAZ.

Sehingga timbul banyak pertanyaan seperti bagaimana pengelolaan zakat yang dikelola

oleh masjid, pondok pesantren, yayasan panti asuhan dan lain-lain? Karena apabila

mengelola zakat tanpa ijin dari pemerintah yang berwenang maka sangsi yang diberikan

cukup berat yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana

denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).7

Pembatasan peran lembaga amil zakat yang tadinya di beri kebebasan, dengan adanya

undang-undang yang baru lembaga amil zakat hanya berperan sebagai pembantu Baznas. Hal

ini menyebabkan masyarakat kemudian berpikir ulang untung menggunakan jasa Lembaga

Amil Zakat sebagai pengelola zakat yang telah diberikan. Karena tentunya masyarakat

menginginkan suatu lembaga yang amanah dapat dipercaya sehingga dalam pengelolaan

zakat (baik itu pengumpulan dan pendistribusian zakat) dapat dilakukan sesuai dengan yang

seharusnya.

Karena perlu kita ketahui pula peran Lembaga Amal Zakat selama ini di Indonesia

cukuplah penting, karena mereka mampu membantu dalam melaksanakan pengelolaan zakat

sampai ke pelosok desa, dimana tentunya BAZNAS yang seharusnya bisa sampai ke tahap itu

kurang menjangkau dengan baik wilayah-wilayah tersebut. selain berdasarkan faktor wilayah,

7 http://dompetdhuafasinggalang.org/2012/05/25/masa-depan-zakat-sumatera-barat-uu-no-23-tahun-2011-tentang-pengelolaan-zakat/

Page 10: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

melainkan juga faktor kedekatan secara langsung antara pengelola zakat dan pemberi zakat,

hal ini mempunyai kelebihan yang positif terhadap kedua belah pihak, utamanya bagi

masyarakat yang memberi zakat ialah mereka dapat memantau langsung bagaimana

pendistribusian zakat yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat karena tidak harus tertutup

dinding pemerintahan atau birokrasi dalam memantau kegiatan tersebut. dan bagi pengelola

zakat (Lembaga Amil Zakat), karena mereka lebih dekat dengan pemberi zakat secara

langsung, dapat membantu mensosialisasikan zakat lebih ke masyarakat, menjelaskan secara

rinci apa itu zakat, manfaat dan pentingnya melakukan zakat bagi orang Islam.

Atas ketidakpercayaan ini pula, dapat memberikan dampak bagi masyarakat dalam hal:

- Pemerataan distribusi masyarakat bisa merata, antara daerah yang minus zakat dan

daerah yang surplus dana zakat

- Zakat konsumtif yang biasanya dikelola oleh LAZ yang tradisional bisa berkurang

- Pemberdayaan masyarakat melalui zakat yang produktif dan terpusat

- Masyarakat yang biasa mengumpulkan dana zakat secara tradisional menjadi

terkerdilkan dan dapat diancam dengan 1 tahun penjara dan denda sebesar Rp

50.000.000 (lima puluh juta rupiah) bila tanpa izin pejabat yang berwenang.

- Dimungkinkan kurang terhimpunnya dengan baik dana zakat, karena terbatas LAZ

yang memiliki status non ormas Islam

Dampak-dampak tersebut harus dapat diatasi dengan baik oleh pemerintah dengan

pemberian kejelasan, pengaturan pelaksana yang dapat mengatur Lembaga Amil Zakat

sehingga dampak ini tidak meluas dan memperburuk citra Lembaga Amil Zakat yang pada

awalnya dibentuk untuk melakukan sesuatu perbuatan yang positif dan bermanfaat bagi

masyarakat.

Page 11: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

Cara pemerintah dalam mengatasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap Lembaga

Amil Zakat dalam hal melakukan pengumpulan zakat

Berbicara mengenai peran dan tanggung jawab pemerintah tentang pelaksanaan zakat

ada baiknya kita menengok kepada sejarah pelaksaan zakat di masa Rasul. Ketika Rasul

mengutus Mu’adz bin Jabal menjadi Qadli di Yaman, Rasul memberikan wejangan

kepadanya supaya menyampaikan kepada ahli kitab beberapa hal termasuk supaya

menyampaikan kewajiban zakat dengan ucapan :

  فقرائهم فى فترد اغنيائهم من تؤخذ صدقة عليهم افترض الله ان فأعلمهم

“sampaikan bahwa Allah telah mewajibkan zakat kepada harta benda meraka, yang

dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di antara

mereka….” (HR. Bukhari)

Kemudian juga hadits yang meriwayatkan bagaimana tindakan Abu Bakar dalam

persoalan zakat sebagaimana hadits berikut :

المال حق الزكاة وان والصالة الزكاة بين فرق من ألقاتلن والله

“…..Demi Allah, sungguh aku akan memerangi orang yang memisahkan shalat dan

zakat. Zakat itu kewajiban (pemilik) harta….”(HR. Tirmidzi dan Nasa’i)

Berdasarkan dua hadits tersebut di atas dapat diambil pengertian,

Pertama bahwa pemerintah mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap

pensuksesan program zakat. Baik Rasulullah (ketika mengutus Mu’adz menjadi qadhi di

Yaman) maupun Abu Bakar saat menggantikan Rasulullah menjadi khalifah, sama-sama

memiliki komitmen yang tinggi terhadap persoalan zakat. Bahkan Abu Bakar bersumpah

akan memerangi orang-orang yang mengingkari zakat.

Kedua, pemerintah dengan kewenangannya dapat menjadi kekuatan

penekan. Pemerintah juga dapat memaksakan kehendak terhadap pensuksesan program

Page 12: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

zakat kepada siapa saja. Hal ini dicontohkan Abu Bakar yang akan memerangi para

pengingkar zakat sebagaimana tersebut diatas. Dengan melakukan fungsi ini, maka

pemerintah telah ikut tanggung jawab penuh atas zakat.

Indonesia merupakan negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Sehingga sangatlah

wajar apabila zakat disosialisasikan dan dikembangkan dengan baik di kalangan umat Islam.

Dalam proses ini pemerintah dapat memerankan diri sebagaimana yang diperankan Mu’adz

dan Abu Bakar. Barangkali yang sedikit membedakan adalah perangkat hukum yang

diperlukan dalam pelaksanaan zakat. Pada zaman Rasul dan Abu Bakar perangkat hukumnya

adalah Al-Qur’an. Sedangkan pada zaman sekarang diperlukan perangkat hukum lain yang

dapat dijadikan pijakan bertindak. Perangkat hukum lain itu adalah undang-undang tentang

zakat yang berisi tidak saja berupa kewajiban pelaksanaannya, tetapi juga konsekuensi

hukumnya apabila meninggalkannya.8

Ada tiga alternatif yang bisa diperankan oleh pemerintah dalam kaitannya dengan zakat

ini yaitu :

1. Pertama, pemerintah dapat memerankan diri secara penuh antara sebagai penanggung

jawab, pelaksana atau pengelola, dan sekaligus menjadi kekuatan penekan.

2. Kedua, pemerintah hanya menjadi kekuatan penekan sedangkan yang lainnya

diserahkan kepada lembaga swasta.. Atau,

3. ketiga, antara pemerintah dan swasta dalam posisi yang sama. Hanya dibedakan dalam

pengambilan tindakan hukum, pemerintah dalam posisi sebagai penindak dan pemberi

sanksi kepada pengingkar zakat, sementara lembaga swasta zakat melaporkannya

kepada pemerintah.

Permasalahan kejelasan atas syarat pembentukan Lembaga Amil Zakat ini telah dibawa

oleh sebuah Lembaga Amil Zakat bernama Dompet Duafa untuk diuji materiil di Mahkamah

8 Hadi Permono, Sjechul, “Pemerintah RI sebagai Pengelola Zakat, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992

Page 13: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

Konstitusi (MK) dan telah diputuskan dalam sidang pleno pengucapan putusan perkara

pengujian konstitusionalitas UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang  Pengelolaan  Zakat terhadap

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945  yang diselenggarakan  pada

Kamis 31 Oktober 2013, dimana mengabulkan sebagian tuntutan para pemohon dengan

memberikan tafsiran atas tiga pasal dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat, yaitu syarat

terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam dan berbentuk lembaga berbadan hukum

untuk Lembaga Amil  Zakat (LAZ) harus dibaca merupakan pilihan atau alternatif. Selain itu,

pengawas syariah untuk LAZ harus dimaknai internal atau eksternal, serta pengecualian izin

pejabat berwenang terhadap pengelola zakat perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat

Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/mushalla yang tidak terjangkau oleh BAZ

atau LAZ.

Pasca keluarnya putusan MK tersebut, peran BAZNAS sebagai koordinator

pengelolaan zakat nasional harus tetap berjalan dan begitu juga fungsi regulator yang

dilaksanakan Kementerian Agama sesuai peraturan perundang-undangan. Yang perlu

dicermati ialah implikasi putusan MK yang memperlonggar syarat pendirian Lembaga

Amil Zakat (LAZ) dan membuka lebar peran pengelolaan zakat oleh lembaga milik

masyarakat, serta pengecualian keharusan perizinan untuk amil zakat perkumpulan orang

atau perseorangan sepanjang “memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat kepada pejabat

yang berwenang”.

Pemerintah selaku regulator dan BAZNAS selaku koordinator tidak dirugikan dengan

putusan tersebut. Tindakan mendasar yang harus dilakukan selanjutnya ialah menyusun

strategi “integrasi” pelaporan dan pertanggungjawaban pengumpulan, pendistribusian dan

pendayagunaan zakat oleh banyak lembaga dan perseorangan yang menjadi amil zakat. Jika 

dibaca dengan cermat, putusan MK menyangkut pasal 18 ayat (2) dapat dimaknai memberi

Page 14: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

peluang kepada Menteri Agama apabila diperlukan untuk mengangkat atau menugaskan

pengawas syariah eksternal untuk mengaudit Lembaga Amil  Zakat (LAZ).

Salah satu cara pemerintah dalam mengantasipasi permasalahan teknis maupun non

teknis pelaksanaan pengelolaan zakat, sekaligus menjawab bagaimana pemerintah mengatasi

ketidakpercayaan dari masyarakat terhadap Lembaga Amil Zakat ialah dengan diresmikannya

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat oleh Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono. PP ini merupakan turunan dari UU nomor 23 tahun 2011

tentang Pengelolaan Zakat. Dan jika berbicara masyarakat, dampak adanya PP ini akan

sangat besar dan bermanfaat.

PP ini mengatur tentang kedudukan, tugas dan fungsi Badan Amil Zakat Nasional

(Baznas); keanggotaan Baznas; organisasi dan tata kerja Baznas; organisasi dan tata kerja

sekretariat Baznas; lingkup dan wewenang pengumpulan zakat, serta persyaratan dan

mekanisme perizinan dan pembentukan perwakilan Lembaga Amil Zakat (LAZ); termasuk

pembiayaan Baznas dan penggunaan hak amil.

PP mengatur tentang posisi amil zakat yang berupa perseorangan. Dalam UU

Pengelolaan zakat, amil zakat harus berupa badan resmi. Ia bisa berupa badan hukum, ormas,

atau harus mendapat ijin resmi. Ini akan berdampak dalam penghimpunan zakat di

masyarakat, meski prakteknya  tidak secara otomatis. Untuk itu PP tersebut perlu

disosialisasikan dan diimplementasikan. Edukasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan,

dalam hal ini untuk mengubah paradigma masyarakat yang selama ini lebih suka membayar

zakat secara langsung (langsung dibagi-bagikan). Selain itu diperlukan pula perbaikan

infrastruktur kelembagaan Baznas.

Pada intinya, PP diperlukan supaya UU Nomor 23/Tahun 2011 bisa dilaksanakan

dengan benar, karena ada aturan mainnya, mengingat banyak hal detil yang perlu diatur.

Page 15: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

Sebuah Undang-Undang tidak bisa dilaksanakan dengan baik, kecuali ada instrumen

pelaksanaan  yang menjadi kitab acuannya (tafsirnya).9

V. KESIMPULAN

Di Indonesia pengaturan mengenai pengelolaan zakat telah diatur dalam suatu Undang-

undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, namun sayangnya masih ada hal-

hal pro-kontra di kalangan masyarakat di dalam undang-undang tersebut. Permasalahan

bagaimana Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang diberikan batasan ruang gerak dan aturan yang

sempit sehingga mengurangi daya fungsinya untuk melakukan pengelolaan zakat, yang

tentunya kita tahu bahwa Lembaga Amil Zakat ini sebetulnya jauh lebih efektif dalam

kedekatan kepada masyarakat dan jangkauan yang diraihnya untuk melakukan pengumpulan

serta pendistribusian zakat. Maka dari itu atas permasalahan ini, Mahkamah Konstitusi

memberikan putusan atas uji materiil atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 dengan

memperlonggar syarat pendirian Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan membuka lebar peran

pengelolaan zakat oleh lembaga milik masyarakat. Dan dengan diresmikannya suatu

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat sebagai

peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 23 tahun 2011, menjadi cara bagi

pemerintah untuk menjawab atau setidaknya mengurangi keresahan dan ketidakpercayaan

dari masyarakat atas Lembaga Amil Zakat dalam melakukan pengelolaan zakat.

VI. SARAN

Meskipun pemerintah telah membuat peraturan pelaksana atas UU Nomor 23 tahun

2011 tentang Pengelolaan zakat, saran penulis agar dapat terciptanya akuntabilitas lembaga

zakat, perlu dibuat suatu mekanisme pengaturan pelaporan oleh para amil zakat perkumpulan

orang atau perseorangan kepada BAZNAS dengan regulasi di  bawah undang-undang,

9 http://radiosmartfm.com/smart-syariah/14793-peraturan-pemerintah-tentang-pengelolaan-zakat.html

Page 16: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

sehingga setiap kegiatan pengelolaan zakat tetap berada dalam satu kesatuan sistem

pengelolaan zakat masional. Agar pengelolaan zakat yang dihimpun oleh BAZNAS dan LAZ

dapat diketahui secara jelas oleh masyarakat, yang mana masih melihat belum meratanya

akses fakir miskin terhadap zakat yang dihimpun oleh berbagai lembaga di tanah air. Perlu

diingat bahwa setiap orang yang bertindak sebagai amil zakat perlu menyadari bahwa uang

zakat, infaq dan sedekah yang dihimpunnya merupakan milik mustahik yang tidak bisa

digunakan semaunya dan hati-hati dengan hak orang miskin.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani

Press, 2002)

Hadi Permono, Sjechul, “Pemerintah RI sebagai Pengelola Zakat, Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1992

Legislasi Undang-Undang Zakat, Puji Kurniawan, Al-Risalah-Volume 13 Nomor 1

Mei 2013

Seminar Nasional bertajuk Masa Depat Zakat Sumatera Barat; Kritikan terhadap

Undang-Undang No.23 Th. 2011 tentang Zakat di Aula Pasca Sarjana IAIN Imam

Bonjol Padang hari ini, Rabu (30/5)

http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/integrasi-pengelolaan-zakat-dalam-uu-no-

23-tahun-2011/ diakses pada hari Jumat, 4 April 2014 pukul 15:00 W.I.B

http://radiosmartfm.com/smart-syariah/14793-peraturan-pemerintah-tentang-

pengelolaan-zakat.html diakses pada hari Jumat, 4 April 2014 pukul 15:00 W.I.B

http://shareeducation.wordpress.com/2012/10/25/perbedaan-uu-zakat-yang-lama-

dengan-yang-baru/ diakses pada hari Jumat, 4 April 2014 pukul 15:00 W.I.B

Page 17: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

http://dompetdhuafasinggalang.org/2012/05/25/masa-depan-zakat-sumatera-barat-

uu-no-23-tahun-2011-tentang-pengelolaan-zakat/ diakses pada hari Jumat, 4 April

2014 pukul 15:30 W.I.B

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS HUKUM

Page 18: Problematika Implementasi UU Pengelolaan Zakat Terkait Optimalisasi Pengumpulan Zakat

TUGAS MATA KULIAH KONSENTRASI

HUKUM ZAKAT DAN WAKAF

Munculnya Ketidakpercayaan dari Masyarakat terhadap Lembaga Amil Zakat sebagai Salah Satu

Problematika Implementasi UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Terkait

Optimalisasi Pengumpulan Zakat

Oleh :

Devi Nur Fianti

11/316420/HK/18902

YOGYAKARTA

2014